Anda di halaman 1dari 77

MANAJEMEN PEMERAHAN DAN PENANGANAN SUSU KAMBING

DI PETERNAKAN CV. BUMIKU HIJAU YOGYAKARTA

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

Oleh :

RADITYA NANDHIRABRATA
23010117120020

PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, hidayah

dan inayahNya kepada penulis sehingga penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan

dengan judul “Manajemen Pemerahan dan Penanganan Susu Kambing di CV. Bumiku

Hijau, Yogyakarta.” ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan.

Pelaksanaan dan penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan telah dilaksanakan

dan disusun dengan segala kemampuan yang ada dengan bantuan dari berbagai pihak.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Drh. Dian Wahyu Harjanti, Ph.D.

selaku dosen pembimbing serta Prof. Vitus Dwi Yunianto selaku dosen wali yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

laporan ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ngadimin

selaku pembimbing lapangan bagian kandang, Bapak Krido selaku pembimbing lapangan

bagian pengolahan susu, Bapak Ju selaku manager operasional umum serta Bapak

Bondan Danu Kusuma selaku pemilik CV. Bumiku Hijau Yogyakarta, yang telah

membimbing selama pelaksanaan PKL. Semoga segala bantuan, kebaikan dan

kemudahan yang diberikan kepada penulis mendapat balas kasih dari Allah SWT. Segala

masukan yang membangun akan penulis terima dengan baik sebagai bekal penyusunan

selanjutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Peternakan

maupun masyarakat.

Semarang, Juni 2021

i
Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR ILUSTRASI..................................................................................................v
DAFTAR TABEL........................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................vii
RINGKASAN................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................2
1.1. Latar Belakang........................................................................................................2
1.2. Tujuan dan Manfaat................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................4
2.1. Kambing Sapera.....................................................................................................4
2.2. Manajemen Pemerahan...........................................................................................5
2.3. Pasca Pemerahan..................................................................................................12
3.1. Materi....................................................................................................................14
3.2. Metode..................................................................................................................14
3.3. Parameter yang Diamati......................................................................................15
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................16
4.1. Keadaan Umum Perusahaan.................................................................................16
4.2. Pemeliharaan Secara Umum.................................................................................21
4.3. Manajemen Pemerahan.........................................................................................27
4.3.1. Pra Pemerahan...................................................................................................31
4.4. Pemerahan Susu....................................................................................................33
4.4. Pasca Pemerahan..................................................................................................38
4.5. Proses Pengolahan Susu.......................................................................................45
4.6. Pemeriksaan dan Pencegahan Mastitis.................................................................52

ii
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................56
5.1. Kesimpulan...........................................................................................................56
5.2. Saran.....................................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................57
LAMPIRAN................................................................................................................60

iii
DAFTAR ILUSTRASI

DAFTAR TABEL

iv
DAFTAR LAMPIRAN

v
RINGKASAN

RADITYA NANDHIRABRATA 23010117120020. 2021. Manajemen


Pemerahan dan Penanganan Susu Kambing di CV. Bumiku Hijau Yogyakarta.
(Pembimbing: DIAN WAHYU HARJANTI).
Praktik Kerja Lapangan ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan dan
pengetahuan mengenai pemeliharan salah satu bangsa kambing perah yaitu kambing
Sapera. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan pada tanggal 10 Januari hingga 10
Februari di Peternakan Bumiku Hijau Jalan Ring Road Utara Pandean Gandok,
Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Tujuan melakukan PKL adalah untuk
mengetahui dan memahami dengan cara praktik langsung tentang manajemen
pemerahan dan penanganan susu yang baik dan benar. Manfaat yang diperoleh yaitu
ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari khususnya
untuk proses pengolahan susu dan penanganan produk susu.
Materi yang digunakan yaitu kambing jenis sapera fase laktasi yang berjumlah
17 ekor beserta sarana dan prasarana kandang. Metode dasar yang digunakan dalam
kegiatan ini adalah partisipasi aktif secara langsung di kandang dan pabrik
pengolahan susu CV. Bumiku Hijau. Kegiatan Praktik Kerja Lapangan disesuaikan
dengan kajian utama yakni Manajemen Pemerahan dan Penanganan Susu Peternakan
Bumiku Hijau Sleman Yogyakarta.
Hasil yang diperoleh dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan menunjukkan
bahwa CV.Bumiku Hijau Yogyakarta memiliki jumlah ternak perah sebanyak 47 ekor
dengan ternak laktasi sebanyak 17 ekor. Produksi susu rata-rata 13,8 liter/hari dengan
rataan produksi susu 1,12 liter/ekor/hari. Metode pemerahan dilakukan dengan mesin
perah yang didahului dengan strip test. Pada peternakan tersebut, telah dilakukan
pencelupan puting dengan antispetik setelah pemerahan. Akan tetapi belum diadakan
pengujian mastitis secara rutin karena SDM kurang memadai. Lama waktu
pemerahan untuk fase laktasi rendah yaitu 1 menit 34 detik, fase laktasi tinggi 3 detik
11 menit, dan fase laktasi rendah 4 detik 16 menit. Penanganan susu pasca pemerahan
memiliki sarana dan prasarana pengolahan susu yang sudah sesuai dengan SOP
standar pengolahan susu yang megutamakan kebersihan dan higienisitas. Secara garis
besar, CV. Bumiku Hijau sudah menerapkan prosedur produksi susu dari
pemeliharaan hingga siap konsumsi dengan baik, seperti manajemen pemerahan yang
sudah sesuai standar, penanganan susu yang higienis, pengolahan dan penyimpanan
susu yang sudah tepat.
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan dapat disimpulkan bahwa
Manajemen Pemerahan dan Penanganan Susu di CV. Bumiku Hijau sudah baik.
Kata kunci : Kambing perah, pemerahan, mastitis, pasteurisasi

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Susu merupakan salah satu sumber gizi terlengkap untuk manusia yang sudah

dikonsumsi sejak dahulu, dimana susu kambing dewasa ini sudah semakin umum

dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai salah satu pengganti ASI pada bayi,

maupun sebagai sumber pangan bergizi. Susu kambing perah mempunyai beberapa

nilai lebih dibandingkan sapi perah karena memiliki aspek terapeutik antara lain

immunoglobulin, anti alergen, dan anti hipertensi, sedangkan dari kambing perah

sendiri memiliki daya adaptasi yang lebih baik dari sapi perah serta lebih cepat

berkembang biak yang menyebabkan jarak antar masa laktasi lebih dekat. Pentingnya

melakukan evaluasi manajemen pemerahan berkaitan erat dengan proses penanganan

susu karena apabila sejak awalnya ada kegiatan yang dapat mengakibatkan

pencemaran pada susu maka dapat memengaruhi kualitas susu yang diolah serta

dijual ke tangan konsumen.

Pentingnya menjaga manajemen pemerahan dan penanganan produk susu

karena susu merupakan bahan pangan yang mudah rusak akibat kontaminasi bakteri

sehingga perlu adanya perhatian lebih. Setiap tahunnya Indonesia mengalami

peningkatan kebutuhan konsumsi susu, namun permintaan atau konsumsi susu tidak

diiringi oleh meningkatnya produksi susu segar dalam negeri (SSDN) yang hanya

2
dapat menyuplai 22% kebutuhan dalam negeri sehingga 78% susu masih impor dari

luar negeri. Salah satu faktor penyebab hal tersebut terjadi adalah tingginya

prevalensi mastitis. Menurut gejalanya, terdapat dua jenis penyakit mastitis, yaitu

mastitis klinis dan subklinis. Prevalensi mastitis subklinis sangat tinggi, yaitu

mencapai 85%. Dampak yang ditimbulkan adalah penurunan produksi susu sampai

15%. Jika sapi perah yang sehat mampu menghasilkan produksi susu rataan 15

liter/hari dengan harga susu adalah Rp. 6000,- /liter, maka penurunan produksi 15%

akan menyebabkan kerugian sebesar 13.500,- /ekor/hari. Sapi yang menderita mastitis

akan menghasilkan susu dengan kandungan cemaran bakteri yang tinggi, melebihi

standar SNI susu segar, yaitu lebih dari 106 CFU/ml, dan kandungan gizi susu

menurun. Selain itu, ditambah biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk pakan dan

biaya pengobatan akan semakin mengurangi pendapatan. Fokus utama dilakukan

Praktik Kerja Lapangan (PKL) untuk mengetahui dan mempelajari bagaimana

manajemen pemerahan dan penanganan susu yang ada di CV. Bumiku Hijau,

Yogyakarta.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini bertujuan untuk melakukan praktik

langsung manajemen pemeliharaan Kambing perah yang ada di Peternakan Bumiku

Hijau yang terfokus pada Manajemen Pemerahan Kambing Laktasi, Manfaat dari

kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yaitu untuk menambah keterampilan,

pengalaman dan wawasan dalam bidang pemeliharaan kambing perah, serta melatih

3
keterampilan dalam proses pemeliharaan sampai pemerahan dan penanganan susu

secara baik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kambing Sapera

Kambing sapera merupakan jenis kambing dwiguna yang biasa dipelihara

untuk diambil susu maupun dagingnya, berasal dari silangan perkawinan antara

kambing saanen dengan peranakan etawa dimana kambing saanen memiliki

keunggulan jumlah produksi susu apabiladibandingkan dengan kambing perah pada

umumnya di Indonesia memiliki periode laktasi 8 – 10 bulan dengan produksi susu

136 – 200 liter per masa laktasi yang didominasi oleh kambing jenis peranakan etawa

(PE), kambing kacang, dan kambing jenis saaanen (Sutana dan Budiarsa, 2011).

sedangkan kambing jenis etawa merupakan kambing yang memiliki jumlah produksi

susu rendah namun kualitas susu yang bagus sehingga dihasilkan keturunanya berupa

kambing sapera yang mampu memproduksi susu sebanyak 300 liter per masa laktasi

dengan rataan masa laktasi sebesar 300 hari dan memiliki kualitas susu yang bagus

(Ruhimat, 2003).

Susu kambing merupakan salah satu sumber pangan yang bergizi dimana

dewasa ini sering dicari karena bau yang tidak terlalu amis, lebih mudah dicerna, dan

kandungan gizinya memiliki kecenderungan yang sama dengan ASI serta dapat

4
diminum langsung tanpa harus dimasak terlebih dahulu (Moeljanto & Wiryanta,

2002). Indonesia sendiri memiliki prospek yang baik untuk menjadi salah satu

produsen susu kambing khususnya daerah Jawa Tengah yang mana provinsi tersebut

merupakan provinsi dengan populasi kambing perah tertinggi di Indonesia yaitu

sebanyak 843.837 (Badan Pusat Statistik, 2013).

2.2. Manajemen Pemerahan

Manajemen pemerahan merupakan penggabungan dari istilah manajemen dan

istilah pemerahan. Manajemen adalah sebuah proses yang terdiri dari perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan sebelumnya. Manajemen berasal dari kata “to manage“ yang artinya

mengatur dimana hal tersebut dilakukan melalui proses berdasarkan urutan dari

fungsi-fungsi tertentu dengan tujuan yang diinginkan (Kristiawan et al.,2017)

Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing dengan tujuan

mendapatkan produksi susu yang maksimal dan terbagi atas 3 tahap meliputi tahap

persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan perlakuan pasca pemerahan

(Sasongko et al.,2012). Manajemen pemerahan berarti proses pengaturan segala

bentuk pemeliharaan ternak perah khususnya pada bagian prosedural dan tatalaksana

pemerahan. Pentingnya manajemen pemerahan bagi peternak karena manajemen

pemerahan merupakan bagian dari manajemen pemeliharaan umum ternak perah

dimana salah satu faktor keberhasilan suatu peternakan didasari oleh manajemen,

sesuai dengan pendapat dari Leondro (2009) yang menyatakan bahwa salah satu

5
faktor keberhasilan suatu peternakan yaitu manajemen yang baik, kualitas bibit yang

mumpuni, pakan yang berkualitas, kesehatan ternak dan faktor lingkungan. Faktor

yang akan diamati yaitu kegiatan industri secara keseluruhan dan pengelolaan sumber

daya manusia dalam menangani ternak saat diperah.

Pemerahan sendiri adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing dengan

tujuan mendapatkan produksi susu yang maksimal dan terbagi atas 3 tahap meliputi

tahap persiapan pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan perlakuan pasca pemerahan

(Sasongko et al., 2012). Berdasarkan dari hal diatas maka akan diamati yaitu prosedur

pemerahan dan segala kegiatan yang dilakukan saat proses pemerahan yang

menggunakan standar Good-Milking Practices yang dicanangkan oleh IDFA

(International Dairy Farming Association). Good-Milking Practices adalah suatu

metode pemerahan yang baik dengan memperhatikan standar kualitas nilai susu,

kenyamanan dan hak asasi ternak, serta higienisitas proses pemerahan agar

menghasilkan susu yang bermutu dan layak dikonsumsi sesuai yang dicanangkan

oleh International Dairy Farming Association (Asosiasi Peternakan Perah

Internasional) atau disingkat IDFA (Bekuma et al., 2018). Pengaplikasian metode

berguna untuk mencegah susu rusak, ternak menjadi sakit karena mastitis dan

penyakit lainya. Metode tersebut sudah dilaksanakan di negara maju mancanegara,

namun di Indonesia belum banyak yang melakukanya karena berbagai faktor.

Proses tatalaksana pemerahan yang baik dimulai dari proses sanitasi kandang

yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kotoran yang dapat mencemari ambing

6
maupun puting, kemudian dilakukan penggiringan ternak menuju milking parlor

untuk diperah kemudian dilanjutkan dengan proses pencucian ambing dan puting, lalu

dimulai proses pemerahan dan kemudian diakhiri dengan pencelupan puting. Standar

tersebut selalu dilakukan untuk menjaga kualitas susu dan kesehatan ternak perahnya

itu sendiri (Aritonang, 2017). Pemerahan dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu

dengan tangan / manual (hand milking) dan menggunakan mesin pemerah susu yang

berfungsi sebagai sarana untuk memerah susu secara pneumatis, pemerahan

dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada penampung dan susu diperah

kedalam penampung melalui unit perah. Pemerahan dengan metode whole hand

dilakukan dengan menggunakan seluruh tangan. Cara pemerahan whole hand yaitu

dengan memegang putting antara ibu jari dan telunjuk, kemudian diikuti dengan jari

dibawahnya. Penekanan diawalin dengn meremas pangkal putting dengan ibu jari dan

telunjuk, kemudian diikuti dengan jari tengah, jari manis dan telunjuk (Leondro,

2015).

Metode whole hand adalah metode pemerahan yang dilakukan dengan cara

menggegam puting dengan kepalan tangan sehingga susu terdesak keluar Cara ini

merupakan cara pemerahan yang mudah dan aman sehingga ambing tidak menjadi

penjang/molor (Suriasih et al. 2015).

7
Ilustrasi 1. Metode Pemerahan Whole Hand

Metode Knevelen yaitu pemerahan yang dilakukan seperti whole hand namun

dengan membengkokkan ibu jari sambil ditekan secara halus, sehingga kuku tidak

melukai putting. Menurut Leondro (2015) bahwa pemerahan ini dilakukan apabila

kondisi puting berbentuk pendek namun berukuran besar.

Ilustrasi 2. Metode Pemerahan Knevelen

Stripping atau disebut dengan perah pijit merupakan salah satu metode

pemerahan dengan cara puting dijepit dengan ibu jari dan telunjuk kemudian digeser

sambil memijat sampai susu keluar. Menurut Leondro (2015) bahwa pemerahan

dengan metode srtipping dapat dilakukan sebagai pemerahan penghabisan susu atau

finishing sehingga susu di dalam putting tidak ada yang tersisa.

8
Ilustrasi 3. Metode Pemerahan Stripping

Metode pemerahan otomatis menggunakan bantuan mesin perah. Mesin perah

adalah mesin yang berfungsi sebagai sarana untuk memerah susu secara pneumatis,

pemerahan dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada penampung dan susu

diperah kedalam penampung melalui unit perah (Mein, 2012). Penampang mesin

perah ada dua jenis yaitu mesin perah permanen yang menjadi satu dengan tempat

pemerahan atau milking parlour dan mesin perah portabel yang tidak menyatu dengan

tempat pemerahan susu sehingga dapat dipindahkan dengan mudah. Penampang

kedua alat tersebut dapat dilihat pada ilustrasi 1.

Penampang Mesin Perah Permanen Penampang Mesing Perah Portabel

9
Ilustrasi 4. Gambar Penampang Mesin Perah

Pemerahan yang telah dilakukan secara tuntas wajib dilanjutkan dengan

kegiatan pencelupan puting dengan antiseptik yang berfungsi untuk mencegah

penularan penyakit mastitis. Pemberian antiseptik pada puting setelah pemerahan

merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah serangan penyakit

ini (Syarif dan Harianto, 2011). Bahan yang digunakan sebagai media pencelupan

putting bisa berupa povidone iodine maupun cairan antiseptik herbal seperti ekstrak

daun sirih, ekstrak daun kelor dan lain sebagainya. Sesuai dengan pendapat dari

Pamela et al (2015) yang menyatakan bahwa sebagai salah satu pencegah peradangan

ambing dan putting pasca pemerahan susu yaitu dengan pencelupan putting

menggunakan antiseptik dengan bahan berupa povidone iodine maupun cairan

antiseptik herbal seperti ekstrak daun sirih, ekstrak daun kelor.

Proses pemerahan tersebut berkaitan dengan peristiwa milk let down positif

atau susu dapat keluar yang pertama dimulai oleh adanya stimulus atau rangsangan

berupa stimulus penglihatan contohnya ketika induk yang akan diperah melihat pedet

maupun suara pedet. Stimulus selanjutnya berupa stimulus pendengaran contohnya

ketika induk yang akan diperah mendengar suara mesin perah atau mendengar milk

hand kemudian ada stimulus berupa sentuhan contohnya ketika pembasuhan ambing

menggunakan air hangat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sangbara (2011)

menyatakan bahwa rangsangan atau stimulus yang diterima oleh ternak dapat berasal

dari indera peraba, pengelihatan, dan pendengaran. Stimulus akan dibawa oleh spinal

10
cord menuju hipotalamus. Pada hipotalamus akan mengeluarkan RFO (Releasing

Factor Oxytocin) kemudian RFO ini akan membuat hipotalamus menyekresikan

hormon oksitosin melalui hipofisa posterior. Hormon oksitoksin akan dibawa oleh

vena jugularis menuju ke jantung, kemudian pada jantung akan dipompa melalui

arteri pudenta interna untuk ambing bagian depan dan arteri pudenda eksterna untuk

ambing bagian belakang. Didalam arteri ini hormon oksitoksin akan masuk kedalam

sel sekretori. Pada sel sekretori akan terjadi proses sintesis susu kemudian akan

masuk juga ke lumen dan gland cistern. Didalam gland cistern hormon oksitoksin

akan bergerak menuju otot spincter sehingga yang menyebabkan terjadinya kontraksi

sehingga memicu annular fold terbuka dan susu dapat bergerak menuju teat meatus.

Menurut Ma'ruf et al., (2017) menyatakan bahwa hormon oksitoksin berfungsi untuk

merangsang kontraksi otot spincter di annular fold sehingga susu dapat dikeluarkan

saat proses pemerahan, dapat merangsang kontraksi ductus dan membantu dalam

proses pengeluaran susu. Susu akan ditampung didalam teat cistern dan dikeluarkan

melalui streak canal.

Hambatan pada proses pengeluaran susu terjadi juga dalam peristiwa milk

letdown negatif yaitu yang pertama dimulai oleh adanya stimulus atau rangsangan

berupa rasa sakit dan stress yang kemudian akan ditangkap oleh spinal cord. Spinal

cord akan memerintahkan kelenjar adrenalin yang terletak diatas ginjal untuk

memproduksi hormon epineprin. Menurut Akbar et al (2020) menyatakan bahwa

hormon epineprin di hasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon epineprin akan masuk

11
kedalam vena jugularis dan akan menuju ke jantung yang dipompa melalui arteri

pudenta interna dan arteri pudenta eksterna. Didalam arteri ini hormon epineprin akan

menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga hormon oksitoksin tidak dapat

masuk kedalam sel sekretori, lumen dan gland cistern dan akan menyebabkan susu

tidak dapat keluar. Hal ini sesuai dengan pendapat Tanuwiria et al (2020) menyatakan

bahwa hormon epineprin yang masuk kedalam arteri dapat menyebabkan

penyempitan pembuluh darah sehingga susu tidak dapat keluar saat proses

pemerahan. Hambatan lainya bisa berupa kondisi lingkungan tidak sesuai, ternak

sedang sakit, atau masa laktasi sudah terlalu lama (Leondro, 2009).

2.3. Pasca Pemerahan

Kegiatan yang dilaksanakan pada fase pasca pemerahan meliputi Pencelupan

Puting, Sanitasi Mesin Perah, Pengemasan Susu, Penyimpanan Susu, dan Pengolahan

Susu menjadi produk yang bernilai jual. Kegiatan tersebut merupakan hal esensial

dari proses penanganan produk hasil ternak agar terjaga kualitas dan aman

dikonsumsi pasca-penyimpanan. (Cahyaningtyas et al.,2016). Faktor yang akan

diamati disini adalah lokasi penyimpanan, cara penyimpanan, catatan / rekording

penyimpanan, serta kualitas produk pasca penyimpanan. Pengolahan produk

merupakan hal yang biasa dilakukan baik oleh pengusaha maupun oleh peternak

dengan tujuan mendapatkan nilai jual yang lebih tinggi, meningkatkan mutu produk,

maupun mengawetkan produk. (Arief, et al., 2018). Produk susu merupakan salah

satu produk yang mudah rusak apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada perlakuan

12
khusus sehingga diperlukan pengolahan susu yang baik dengan tujuan untuk

meningkatkan nilai jual atau hanya untuk menjaga kualitas susu (Aritonang, 2017).

Susu kambing termasuk dalam salah satu produk yang memiliki bau menyengat,

beberapa orang mungkin kurang menyukai aroma tersebut yang mana aroma tersebut

berasal dari feromon yang terdapat pada tubuh kambing sehingga menimbulkan bau

yang khas (Aritonang, 2017). Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk

mengurangi bau susu yaitu dengan melakukan proses pemerahan yang steril, milk can

yang telah terisi susu tidak terlalu lama berada di kandang, proses pasteurisasi segar

secara langsung dengan higienisitas yang tinggi, menambahkan ekstrak vanili atau

penambahan sirup tertentu yang berguna untuk mengurangi bau kambing, dan

menyimpan susu dalam freezer pada suhu 1 – 7 ° C (Kristanti et al, 2015).

13
BAB III

MATERI DAN METODE

Praktik Kerja Lapangan (PKL) dengan judul Manajemen Pemeliharaan

Kambing Perah di Peternakan Bumiku Hijau akan dilaksanakan pada bulan Januari

2021 sampai dengan bulan Februari 2021 di Peternakan Bumiku Hijau, Kelurahan

Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah

kambing perah jenis sapera laktasi sebanyak 17 ekor yang dipelihara di Kandang

Kembar milik Peternakan Bumiku Hijau Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta

3.2. Metode

Metode yang digunakan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yaitu

secara aktif berkontribusi dan mengikuti kegiatan rutin dalam pemeliharaan kambing

perah di Peternakan Bumiku Hijau. Parameter yang diamati adalah metode

pemerahan, fase-fase pemerahan, lama pemerahan, frekuensi pemerahan, penanganan

14
susu pasca pemerahan, jumlah produksi susu, dan pengolahan susu. Mengumpulkan

data dengan lengkap, yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data Primer

terdiri atas pencatatan data harian seperti produksi susu, data tahapan pemerahan, data

mingguan berupa hasil pengecekan mastitis, serta data sekunder yang terdiri atas hasil

dari wawancara dengan narasumber. Data kemudian diolah, dianalisis dan

dibandingkan dengan pustaka, kemudian disusun menjadi sebuah Laporan Praktik

Kerja Lapangan (PKL).

3.3. Parameter yang Diamati

1. Prosedur Pemerahan

Prosedur pemerahan yang baik harus memiliki tatalaksana pemerahan yang baik

sesuai dengan SOP (Standar Operasional Produksi) pada industri ternak perah serta

dilaksanakan dengan baik oleh karyawan. SOP perusahaan yang baik adalah SOP

yang sesuai dengan standar dan dilaksanakan dengan runtut dan tertib, dimulai dari

persiapan alat pemerahan, persiapan ternak, pembersihan ambing dan puting,

pembersihan mesin perah, perlakuan pasca pemerahan, dan pencelupan antiseptik

pada puting. Fokus utama yaitu pada bidang metode pemerahan, fase-fase

pemerahan, lama pemerahan, frekuensi pemerahan, penanganan susu pasca

pemerahan, jumlah produksi susu, hingga proses pengolahan susu.

2. Prosedur Pengolahan Susu dan Penyimpanan Produk


Prosedur evaluasi pengolahan susu difokuskan pada proses penanganan susu pasca

pemerahan sebelum diolah, kemudian penanganan susu sebelum disimpan, lalu

15
penanganan susu pasca penyimpanan, tatacara penyimpanan, lokasi penyimpanan,

fasilitas penyimpanan, suhu penyimpanan, proses pengolahan susu, dan SOP

penyimpanan produk yang ada pada Peternakan CV. Bumiku Hijau, Yogyakarta.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Perusahaan

CV Bumiku Hijau merupakan salah satu perusahaan Agribisnis yang bergerak

dalam bidang peternakan dan perdagangan kambing dan domba. CV Bumiku Hijau

didirikan oleh Bapak Bondan Danu Kusuma, SE selaku pemilik dan memulai usaha

sejak tahun 2008. Awal berdirinya CV Bumiku Hijau memilih kambing jenis PE

dengan jumlah kambing 25 ekor dan kapasitas kandang 50 ekor, kemudian CV

Bumiku Hijau, menambah usaha jenis kambing sapera yang khusus menghasilkan

susu. Hasil perahan susu tersebut, CV Bumiku Hijau mengolah susu mentah tersebut,

menjadi susu kambing bubuk aneka rasa dan juga susu kambing pasteurisasi yang

siap jual. Ada tiga varian rasa susu bubuk yaitu Original, Coklat, Vanilla, sedangkan

untuk susu pasteurisasi hanya mempunyai satu jenis saja yaitu susu murni. Semua

produk susu kambing sudah memiliki ijin edar baik dari BPOM ataupun MUI. Pada

tahun 2016 ada potensi besar di bisnis usaha kambing pedaging dan akhirnya dengan

16
usaha keras pada tahun 2019 CV. Bumiku Hijau sukses dengan predikat terbaik untuk

pengelolaan dan penjualan hewan kurban, hal ini sesuai semboyan yakni “Setiap laga

adalah FINAL”.

Sejarah perusahaan dimulai dari pemilik CV. Bumiku Hijau yaitu Bapak

Bondan Danu Kusuma, SE. yang merupakan salah satu akuntan di Yogyakarta yang

memiliki hobi beternak kambing untuk kontes. Tahun 2006 terlibat dalam salah satu

kecelakaan yaitu menabrak dua ekor kambing saanen milik peternak yang dilepas di

jalan. Dua ekor kambing tersebut dibeli oleh Pak Bondan untuk dipelihara, sebagai

bentuk ganti rugi dimana ternyata dua ekor kambing tersebut sedang bunting

sehingga melahirkan anak kambing yang kebetulan betina semua sehingga muncul

ide untuk beternak kambing. Selang beberapa waktu, Bapak Bondan melakukan

perkawinan silang antara kambing etawa kontes jantan milik bapak bondan dengan

kambing saanen menghasilkan keturunan kambing sapera. Seiring berjalanya waktu

kemudian dilakukan pembesaran fokus usaha dengan mendirikan perusahaan CV.

Bumiku Hijau yang awalnya hanya untuk mengorganisir karyawan dan industri

pengolahan susu skala kecil seperti pasteurisasi, kemudian dilakukan kembali

pengembangan bidang usaha ke domba penggemukan jenis domba merino yang

kemudian lokasinya didekatkan dengan lokasi kambing perah sehingga lokasi

tersebut dinamakan “Kandang Kembar”.

Permasalahan kembali muncul yaitu warga setempat protes dengan bau

kandang sehingga limbah dikumpulkan dan diolah menjadi pupuk media tanam yang

17
berasal dari sisa pakan dan Kotoran Kambing kambing serta urin dikumpulkan ke

dalam drum untuk dijual sebagai media pembuatan pupuk. Tahun 2017 dibuka

restoran khusus kambing di daerah Condongcatur, Yogyakarta namun sudah tutup per

tahun 2020 kemarin karena terdampak kerugian akibat pandemi. Saat ini populasi

ternak keseluruhan yaitu sebanyak 96 ekor dengan rincian 47 ekor kambing perah

dengan 1 pejantan jenis Anglo-Swiss dan 47 ekor domba penggemukan jenis merino

beserta satu jenis pejantan khusus. Struktur organisasi CV. Bumiku Hijau Yogyakarta

dapat dilihat dari ilustrasi 2.

Ilustrasi 5. Struktur Organisasi CV. Bumiku Hijau Farm, Yogyakarta.

18
CV. Bumiku Hijau berkomitmen untuk mengembangkan perusahaan menjadi

lebih baik dan mampu bersaing yang dipaparkan dalam visi dan misi perusahaan

yaitu “Menjadi peternakan dengan pengelolaan kambing domba terbaik di Provinsi

DI Yogyakarta pada tahun 2020 dan terbaik di Indonesia pada tahun 2025”, serta misi

perusahaan yaitu “Bisa memberi manfaat khususnya untuk masyarakat, karyawan dan

dunia peternakan Indonesia pada umumnya”. Lokasi kantor CV. Bumiku Hijau

terletak di Jl. Pandeansari Blok III No. 02 Condongcatur, Depok, Sleman,

Yogyakarta. Sedangkan lokasi kegiatan praktik kerja lapangan bertempat di Kandang

Kembar, Jalan Mriyan Wetan RT 04 RW 23, Margomulyo, Seyegan, Sleman,

Yogyakarta. Kondisi geografis dan topografi lokasi praktik kerja lapangan berdasar

dari data kecamatan dan kelurahan setempat yaitu berada di Desa Margomulyo yang

terletak di ketinggian 160 meter dari permuakaan air laut dengan curah hujan rata-rata

2800 mm3/tahun dan suhu rata-rata 17-39 °C. Keadaan topografi yang relatif datar

menjadikan desa Margomulyo tidak terlalu kesulitan dalam memperoleh sumber air.

Sumber air bersih diperoleh masyarakat melalui air tanah dengan teknik sumur gali

atau bor, sedangkan untuk pengairan lahan pertanian terdapat jaringan irigasi yang

lancar (cenderung banjir) di musim penghujan dan bergilir (cenderung kering) apabila

musim kemarau panjang tiba. Adanya beberapa titik sumber mata air sangat

membantu petani dalam kebutuhan air untuk irigasi, diantaranya di padukuhan

Jumeneng, Gerjen, dan Kasuran. Adapun sungai yang mengalir di desa Margomulyo

diantaranya sungai Krusuk, Jetis, dan Koteng.

19
Masyarakat di Desa Margomulyo, Seyegan memiliki mata pencaharian paling

umum di sektor peternakan, pertanian, dan perikanan serta buruh. Kondisi lahan

disini cukup subur karena cukup dekat dengan Gunung Merapi (23 km dari puncak

merapi). Penggunaan lahan mencakup 40% Sawah & Peternakan, 31% Pemukiman,

dan 28% Fasilitas Umum. Minimnya pemukiman menyebabkan banyaknya warga

yang bermata pencaharian sebagai petani dan peternak karena jarang ada warga yang

protes akibat dari polusi udara berupa bau serta polusi perairan.

Populasi kambing perah pada suatu peternakan tergantung pada lingkungan

dan pemeliharaan. Pemeliharaan dan keadaan lingkungan yang baik akan

berpengaruh pada produksi susu dan populasi kambing perah. Jumlah kambing perah

di CV. Bumiku Hijau Yogyakarta sebanyak 47 ekor seperti yang tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Populasi Kambing Perah di Kandang Kembar CV. Bumiku Hijau Yogyakarta.
Status Fisiologis Jumlah Ternak (Ekor) Persentase (%)
Laktasi 17 36,17
Cempe 3 6,38
Betina Dara Bunting dan 26 55,32
Kering Kandang
Pejantan 1 2,13

Total 47 100

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa ternak produktif sebanyak

91,49% dan ternak non produktif sebanyak 8,51%. Ternak produktif terdiri kambing

20
betina laktasi dan kambing dara bunting serta kering kandang. Menurut Leondro

(2015) bahwa ternak produktif adalah ternak yang dimiliki untuk tujuan

mempertahankan ketersediaan bibit. Sedangkan ternak non produktif seperti kambing

dara, cempe dan kambing pejantan. Menurut Barokah (2009) bahwa komposisi ideal

ternak yang diperlihara yaitu 70% ternak produktif dan 30% non porduktif agar tidak

memberatkan biaya operasional perusahaan.

4.2. Pemeliharaan Secara Umum

Proses pemeliharaan kambing perah dilakukan mulai pada pukul 05.30 hingga

pukul 16.00. Fase pemerahan pagi dilakukan dengan menggunakan mesin perah dari

pukul 05.30 hingga pukul 07.00. Susu didistribusikan ke IPS di Condongcatur

menggunakan motor setelah pemerahan selesai. Pukul 08.00 dilakukan pembersihan

kandang dengan metode sanitasi kering yaitu kandang disapu agar kotoran kambing

masuk ke dalam penampungan kotoran kambing. Pemberian pakan komboran dengan

bahan pakan berupa kleci, konsentrat kambing, ampas tahu, garam, dan air

secukupnya dilakukan setelah pemerahan sekitar pukul 07.30-08.30 tergantung situasi

kandang, kemudian pada pukul 09.00 dilakukan pengambilan kotoran kambing dan

urin lalu dikumpulkan ke dalam karung dan bak penampungan urin. Pukul 10.00

dilakukan pemandian kambing dengan cara digiring ke kandang jepit lalu dimandikan

dan dipotong kukunya. Proses pemandian kambing tersebut dilakukan setiap hari satu

21
kelompok kandang sembari diberikan pakan hijauan fermentasi maupun hijauan segar

tergantung ketersediaan kepada setiap kambing lalu istirahat hingga pukul 13.30.

Pemeliharaan pada seksi kerja siang yaitu pemberian pakan komboran

kembali, sanitasi kering, dan pemerahan dengan metode yang kurang lebih sama

dengan pagi hari, kemudian kegiatan harian diakhiri dengan pemberian pakan hijauan

segar atau fermentasi lalu pendistribusian susu menuju IPS di Condongcatur.

Kegiatan pemeliharaan rutin ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Rutin Kandang


Sesi Kerja Waktu Kegiatan
Pemerahan Susu Pagi
I 05.30 – 07.30
Pemberian Pakan Komboran
Pembersihan Kandang
II 09.00 – 11.00 Pemberian Pakan Hijauan
Sanitasi dan Pemotongan Kuku
Pemerahan Susu Sore
III 13.30 – 15.30 Pemberian Pakan Komboran
Pemberian Pakan Hijauan

Pemberian pakan kambing perah dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakan

komboran yang terdiri dari campuran konsentrat, ampas tahu, multivitamin, serta

kleci dan pakan hijauan yang terdiri atas hijauan segar dan hijauan fermentasi.

Pemberian pakan komboran dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu setelah

pemerahan pagi dan sebelum pemerahan sore. Pakan komboroan yang diberikan

berfungsi untuk menambah intake nutrien bagi ternak baik yang sedang memasuki

fase laktasi ataupun tidak. Komposisi bahan yang ada dalam pakan komboran terdiri

22
atas kleci sebanyak satu gayung, konsentrat kambing sebanyak satu gayung, ampas

tahu sebanyak satu gayung, dan garam satu genggam per ember. Pakan tersebut

kemudian diberikan air yang sudah mengandung VITERNA sebanyak 2-3 tutup botol

sebanyak satu gayung lalu dicampur menggunakan tangan hingga tercampur

sempurna, kemudian diberikan kepada kambing dengan takaran untuk kambing yang

laktasi dan pejantan mendapatkan satu porsi (satu ember) sedangkan untuk kambing

dara dan kering kandang mendapatkan satu porsi per koloni sebanyak 3-5 ekor.

Ilustrasi 6. Campuran Multivitamin Pakan “VITERNA”

Pemberian pakan hijauan berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

kambing terutama bagi ternak yang laktasi, biasa diberikan setelah pakan komboran

habis. Pakan yang diberikan berupa dedaunan segar maupun hasil fermentasi 2-3 hari

sebelumnya. Dedaunan tersebut biasa diperoleh dari hasil pemotongan dahan pohon

oleh Dinas Pertamanan Kabupaten Sleman dan diserahkan ke para peternak sebagai

bantuan pakan hijauan ternak, atau diperoleh dari hasil pencarian sendiri secara

mandiri (Ngarit). Hijauan yang dicari yaitu hijauan ramban, ramban adalah dedaunan

23
yang tumbuh di pohon dengan ukuran cukup tinggi sehingga tidak bisa dipotong

secara langsung seakar-akarnya. Penggunaan ramban dikarenakan biaya lebih murah

dan mudah dicari.

Sanitasi kandang dilakukan untuk menjaga kebersihan kandang dari kotoran

dan mengurangi polusi yang bersifat fisik. Sanitasi kandang yang dilakukan berupa

sanitasi kering, yaitu proses sanitasi yang tidak menggunakan air. Penggunaan

metode sanitasi kering karena urin dan Kotoran Kambing ditampung di bagian bawah

apabila terkena air akan menyebabkan pencemaran kualitas Kotoran Kambing dan

urin serta menimbulkan bau yang lebih menyengat dan rawan akan polusi bau bagi

warga sekitar. Proses sanitasi hanya berupa penyapuan kotoran dan bulu yang berada

di dalam kandang koloni untuk dijatuhkan ke dalam bak penampungan Kotoran

Kambing di bawahnya menggunakan sapu lidi. Pemandian kambing dan pemotongan

kuku adalah salah satu jenis perawatan ternak untuk menjaga nilai estetika dan

meminimalisir faktor penyebab stress bagi ternak. Kuku yang terlalu panjang akan

menyebabkan ternak susah berjalan dan merasakan sakit sehingga memicu stress dan

akan memengaruhi produktivitas ternak. Proses pemotongan kuku dan pemandian

kambing dilakukan dengan cara menggiring kambing ke kandang jepit lalu

dimandikan dengan sabun cuci dan sikat serta dipotong kukunya setelah selesai.

Kotoran Kambing dan urin di kandang kembar milik CV. Bumiku Hijau

merupakan salah satu by-product yang dijual dan memiliki nilai dagang sebagai salah

satu bahan pembuatan media tanam dan pupuk cair. Proses pengambilan Kotoran

24
Kambing dan urin yaitu dengan cara membuat tampungan Kotoran Kambing di

bagian bawah kandang yang berbahan dasar terpal lalu diberi lubang kecil untuk jalan

masuk urin, lalu setelah dilakukan sanitasi kandang Kotoran Kambing dan urin

diambil lalu ditampung di karung dan bak penampungan urin.

Proses pendistribusian susu menuju tempat industri pengolahan susu (IPS)

milik CV. Bumiku Hijau di Condongcatur, menggunakan motor dan cooling box.

Proses pendistribusian susu dengan cara susu dibungkus menggunakan plastik es

berukuran 1 liter dan dikumpulkan ke dalam cooling box. Setibanya di IPS, susu

langsung di-Pasteurisasi dan dikemas dalam botol lalu dibekukan untuk menjaga

kualitasnya dan membunuh patogen yang hidup di dalam susu. Pemeliharaan khusus

yaitu kegiatan yang dilakukan tidak setiap hari atau dilakukan pada hari tertentu yang

tertera pada tabel 3.

Tabel 3. Pemeliharaan Khusus pada Proses Pemeliharaan Kambing Perah di Kandang


Kembar Milik CV. Bumiku Hijau, Yogyakarta.

No Jenis Kegiatan Keterangan


1 Pencarian Pakan Hijauan Dilakukan 2 Hari Sekali
2 Pembuatan Konsentrat Kambing Dilakukan 1 Minggu Sekali
3 Perkawinan Kambing Birahi Dilakukan 2 Minggu Sekali
4 Penyuntikan Hormon dan Vitamin Dilakukan Setiap Awal Bulan
5 Pembuatan Fermentasi Hijauan Dilakukan 4 Hari Sekali
6 Pengecekan Mastitis dan Kesehatan Ternak Dilakukan 2 Minggu Sekali
7 Pengisian Pakan Masuk Dilakukan Sesuai Ketersediaan
Pakan di Gudang
8 Penanganan Partus Dilakukan Saat Kambing Partus
9 Pemberian Pakan Cempe Dilakukan Saat Ada Cempe
10 Pemotongan Tanduk dan Pencukuran Dilakukan Sesuai Umur Kambing
Rambut

25
11 Desinfeksi Kandang & Lingkungan Dilakukan 1 Minggu Sekali

Pencarian pakan hijauan menggunakan metode cut-and-carry atau biasa

disebut dalam bahasa jawa “ngarit” yang dilakukan dengan cara mencari hijauan di

tumbuhan sekitar wilayah kandang biasanya dari pohon-pohon milik warga setempat.

Hijauan yang dicari biasanya berupa dedaunan pepohonan dengan jenis tertentu

seperti daun rambutan, daun mahoni, daun beringin, daun sirih, daun belimbing, daun

jambu, daun mangga, dan lain-lain dimana biasa disebut sebagai “ramban”. Tujuan

dari pencarian pakan hijauan “ramban” ini ialah untuk menyuplai kebutuhan pakan

hijauan khususnya untuk kambing pada fase laktasi Pembuatan fermentasi hijauan

dilakukan dengan tujuan untuk membuat pakan yang awet dimakan untuk beberapa

hari kedepan. Metode yang digunakan yaitu metode pengawetan fermentatif dengan

bantuan EM4. Tatacaranya yaitu dedaunan segar dimasukkan ke dalam drum

kapasitas 150 liter sembari ditekan-tekan agar tidak ada rongga udara, setiap

seperlima bagian diberi larutan EM4 yang sudah dicampur air sebanyak satu

genggaman tangan kemudian diaduk lalu diisi kembali hingga penuh dan ditutup

plastik serta disegel agar tidak ada udara masuk. Proses fermentasi dilakukan selama

kurang lebih 2 - 4 hari dengan hasil fermentasi biasanya berbau harum namun ada

beberapa jenis daun yang berbau menyengat seperti daun beringin dan daun mahoni.

Saat diberikan kepada ternak dibuang dahulu daun sebanyak kurang lebih sejengkal

dari atas sebagai bentuk pencegahan terhadap jamur yang dapat menyebabkan

penyakit bagi kambing.

26
Pembuatan konsentrat kambing bertujuan untuk memudahkan pembuatan

komboran pakan pada saat hendak diberikan kepada ternak mengingat konsentrat

tersebut merupakan salah satu bahan yang diberikan kepada ternak sebagai sumber

energi dan nutrien tambahan diluar pakan hijauan. Konsentrat dibuat secara manual

tanpa bantuan mesin apapun, bahan yang digunakan untuk membuat konsentrat

kambing yaitu jagung giling, pollard, kleci, premiks kambing, dan garam. Pembuatan

konsentrat dalam sekali waktu biasanya sebanyak 100 kg dengan tujuan bisa

mencukupi kebutuhan pakan konsentrat selama 1 minggu.

Perkawinan kambing birahi bertujuan untuk menunjang kontinyuitas produksi

ternak perah, metode yang digunakan yaitu menggunakan observasi ciri fisik birahi,

pengecekan USG, dan pengecekan recording perkawinan. Apabila semua tersebut

memiliki kecocokan maka kambing yang disinyalir sedang dalam masa birahi akan

dikawinkan secara alami di kandang kawin bersama 1 ekor pejantan, biasanya dalam

satu waktu ada sekitar 7-10 ekor kambing betina di dalam kandang perkawinan untuk

dikawini oleh pejantan yang mana prosesi perkawinan dilakukan selama kurang lebih

4 – 7 hari.

Penyuntikan vitamin dilakukan setiap tanggal muda tiap bulanya. Vitamin

yang disuntikkan memiliki merk bernama “NOVA-ADE VITA”. Ditemukan pula

dalam botol bahwa vitamin telah kadaluarsa saat dilakukan penyuntikan namun

ketika ditanyakan kepada anak kandang mereka mengatakan bahwa tidak apa-apa dan

sudah sering terjadi.

27
4.3. Manajemen Pemerahan

CV. Bumiku Hijau memiliki komitmen untuk menjaga kualitas produk

dengan memaksimalkan tingkat higienisitas dari sistem perawatan hingga proses

distribusi produk ke tangan konsumen. Pemerahan yang dilakukan di CV. Bumiku

Hijau yaitu saat pagi hari pukul 05.30 dan siang hari pukul 14.00 dimana dapat

diketahui bahwa frekuensi pemerahan harian sebanyak dua kali dan interval antar

waktu pemerahan sebanyak 8 jam pada siang hari dan 15 jam pada malam hari.

Menurut Leondro (2009) frekuensi pemerahan yang baik pada ternak perah sebaiknya

berbanding seimbang dengan jarak pemerahan / interval antar pemerahan yaitu 2x12

jam. CV. Bumiku Hijau tidak menerapkan hal tersebut karena keterbatasan waktu

yang dimiliki oleh pekerja dan menyesuaikan konsumen susu serta waktu pengolahan

susu di siang hari

(Nugroho, 2011). Proses pemerahan susu di CV. Bumiku Hijau memiliki SOP yang

ada saat dilakukan proses pemerahan seperti instalasi mesin perah, pengisian kleci,

pembersihan ambing dan puting, serta celup puting. Lebih detailnya akan dipaparkan

pada ilustrasi 7.

28
PENGGIRINGAN
INSTALASI MESIN PENGISIAN PAKAN
KAMBING MENUJU
PERAH PEMERAHAN
MILKING PARLOUR

PEMBERSIHAN
AMBING DAN STRIP TEST PEMERAHAN SUSU
PUTING

PENGEMBALIAN PENGIRIMAN SUSU


PENCELUPAN
KAMBING MENUJU KE
PUTING
KANDANG KAMAR STERIL
I
lustrasi 7. Diagram Alur Pemerahan Sesuai Standard Operational Procedure (SOP)
Pemerahan di Kandang Kembar CV. Bumiku Hijau, Yogyakarta.

Proses pemerahan pagi dan sore dilakukan pada pukul 05.30 dan 14.30, dengan

metode pemerahan secara otomatis. Pemerahan dilakukan di milking parlor. Proses

pemerahan susu dilakukan di milking parlor. Milking parlor atau tempat pemerahan

susu merupakan salah satu fasilitas yang wajib ada pada peternakan ternak perah

skala menengah atau besar karena sangat tidak efisien apabila seluruh ternak diperah

dengan menggunakan metode manual. CV. Bumiku Hijau memiliki milking parlor

hasil modifikasi dengan mesin perah portabel. Jenis milking parlor yang ada di

Kandang Kembar milik CV. Bumiku Hijau Yogyakarta adalah tipe tunggal dengan

kapasitas 2 ekor kambing untuk sekali waktu pemerahan. Penggunaan milking parlor

tipe tunggal berfungsi untuk memudahkan proses pemerahan dikarenakan tanpa

29
adanya tempat tersebut penggunaan mesin perah menjadi tidak efisien apabila

ditinjau dari segi waktu dan tenaga. Sesuai dengan pendapat Mateus et al (2001) yang

menyatakan bahwa milking parlor digunakan sebagai tempat khusus untuk

melakukan pemerahan pada ternak dengan untuk meningkatkan efisiensi waktu dan

tenaga serta menurunkan kemungkinan pencemaran bakteri lewat tangan pemerah

apabila diperah secara manual. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat

Varlyakov et al (2011) yang menyatakan bahwa selain meningkatkan efisiensi waktu

dan tenaga, penggunaan milking parlor juga memudahkan peternak untuk melatih

perilaku ternak agar mudah diperah karena ternak perah memiliki insting untung

diperah secara rutin apabila sudah masuk waktu pemerahan. Kelebihan penggunaan

milking parlor tunggal yaitu hemat dalam segi biaya dan mudah dalam proses sanitasi

namun kekuranganya yaitu kapasitas pemerahan yang sedikit.

Peralatan mesin perah disiapkan dengan cara dirangkai lalu diposisikan di

tempat pemerahan. Kambing digiring menuju milking parlour sebanyak sepasang

demi sepasang, pada milking parlour terdapat wadah kleci (kulit ari kacang kedelai)

yang berguna sebagai pancingan pada kambing agar mudah dikendalikan dan tidak

berlarian. Tempat pakan pemerahan dapat dilihat pada ilustrasi 8.

30
Kleci diletakkan di depan milking parlor sebagai camilan kambing saat diperah
Ilustrasi 8. Pakan yang diberikan saat pemerahan.

Pembersihan ambing dengan sabun dan air serta sebelum diperah dilakukan

pengelapan menggunakan kain microfiber agar susu tidak terkontaminasi, kemudian

puting dikeluarkan susu sedikit untuk membuka lubang puting baru kemudian

dilakukan pemerahan secara otomatis. Pemerahan per kambing kurang lebih

memakan waktu sebanyak 1-2 menit, lalu dilakukan pencelupan puting dengan

larutan antispetik. Kegiatan tersebut diulangi sebanyak populasi ternak laktasi.

4.3.1. Pra Pemerahan

Tahapan Pra Pemerahan diawali oleh proses instalasi mesin perah. Proses

instalasi mesin perah dimulai dengan pemasangan kabel dan selang serta peletakan

31
milk can di dudukan mesin perah yang berguna sebagai wadah penampungan susu

saat proses pemerahan. Dilanjutkan dengan peletakan mesin perah ke milking parlor

dengan skema menyilang antar selang sehingga dapat digunakan untuk dua ekor

kambing yang hendak diperah. Proses instalasi instrumen mesin perah dapat dilihat

pada ilustrasi 9.

Instalasi Instrumen Mesin Perah Peletakan Mesin Perah di Milking


Parlor
Ilustrasi 9. Proses Instalasi Mesin Perah dan Milking Parlor

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam instalasi mesin perah

sebelum pemerahan yaitu : 1). Pastikan seluruh komponen selang dan klep sudah

dalam kondisi kering dan bersih 2). Pastikan juga milk can dalam kondisi kering dan

steril; 3). Rangkai seluruh komponen mesin perah yang terdiri atas klep milk claw,

selang vakum, selang susu, dan motor kabel di mesin perah secara perlahan 4). Listrik

dinyalakan untuk ujicoba apakah sudah bisa melakukan gerakan pneumatis secara

baik dan untuk mendeteksi kebocoran udara yang disedot; 5). Apabila sudah

terpasang dengan baik maka letakkan milk can didalam mesin perah dan sambungkan

32
dengan selang vakum dan selang susu; 6). Pindahkan mesin perah menuju milking

parlour untuk pemerahan.

Kegiatan berikutnya yaitu pemberian pakan berupa kleci yang diletakkan di

depan milking parlor. Kegiatan ini berguna untuk memancing kambing agar lebih

tenang dan tidak stress saat diperah, penggunaan kleci dikarenakan tingkat

palatabilitasnya yang tinggi serta merupakan salah satu bahan pakan sumber energi

sehingga sangat cocok untuk diberikan saat proses pemerahan. Menurut pendapat dari

Rosatrio et al (2015) yang menyatakan bahwa kleci merupakan salah satu pakan

alternatif pada ternak sebagai sumber energi dan sumber protein, bahan pakan

tersebut juga memiliki tingkat palatabilitas yang tinggi. Menurut pendapat

Rohmawati et al (2015) yang menyatakan bahwa kleci mengandung protein kasar

sebesar (14,45 %) , lemak (3,04 %) , kadar abu (3,15%), dan serat kasar (47,01%) dan

energi metabolis sebesar 3060 kkal/kg.

Proses selanjutnya yaitu dilakukan penggiringan kambing bertujuan untuk

memindahkan kambing dari kandang menuju milking parlor. Proses penggiringan

kambing dilakukan dengan menggunakan tali tambang yang dikalungkan ke leher

kambing kemudian diikat lalu digiring kearah milking parlor lalu diikatkan ke bagian

tiang agar kambing tidak berlarian dan kepala diarahkan ke kleci sehingga kambing

dapat makan dan lebih tenang. Biasanya, dengan adanya milking parlor kambing

akan lebih paham dimana letak tempat pemerahan dan kandangnya masing-masing,

sesuai dengan pendapat Mateus et al (2001) yang menyatakan bahwa perilaku ternak

33
yang dipelihara menggunakan milking parlor lebih cerdas dalam mengetahui lokasi

tempat tinggalnya sendiri dan waktu saat akan diperah.

Pembersihan ambing dan puting dilakukan dengan cara disemprot

menggunakan air, lalu diberi sabun cuci dan dibalutkan ke seluruh bagian ambing dan

puting kemudian dilakukan pembilasan kembali hingga bersih. Tujuan dari

pembersihan ambing dan puting yaitu untuk mengurangi resiko penularan penyakit

yang berasal dari patogen di sekitar ambing dan puting. Pengelapan ambing dan

puting dilakukan dengan menggunakan kain microfiber yang hangat dan steril

berfungsi untuk merangsang hipotalamus untuk mempercepat pengeluaran hormon

oksitosin yang berguna untuk mengeluarkan susu melalui lubang puting atau teat

meatus

(Kalinska et al, 2017), mengeringkan ambing dan puting serta meminimalisir kotoran

yang bisa tercemar ke dalam susu. Sesuai dengan pendapat dari

Hidayati dan Komalasari (2018) yang menyatakan bahwa kain microfiber dapat

mengambil berbagai jenis debris kecil tanpa menggores permukaan luar karena

kotoran tersangkut ke bagian dalam kain.

4.4. Pemerahan Susu

Proses pemerahan diawali dengan pembukaan puting atau biasa disebut

dengan Strip Test dengan menggunakan tangan. Tujuan dari metode tersebut ialah

untuk membuka puting agar lancar saat diperah serta mendeteksi kemungkinan

adanya penyakit mastitis karena apabila ada susu yang terinfeksi ditakutkan bakal

34
mencemari susu yang lain sehingga tidak aman dikonsumsi. Sesuai dengan pendapat

dari Soediarto et al (2019) yang menyatakan bahwa Strip Test berguna untuk

membuka puting ternak perah sekaligus kegiatan awal pendeteksian adanya

kerusakan fisik pada susu sebelum dilakukan pemerahan. Proses selanjutnya yaitu

pemasangan alat pemerahan dengan cara membuka klep dan meletakkanya ke bagian

puting untuk dilakukan penyedotan secara pneumatis. Selang lalu diposisikan kurang

lebih 45° agar lebih lancar saat diperah sembari ditunggu hingga susu tidak keluar

lagi. Apabila sudah selesai maka klep penyedot ditutup lalu selang dilepaskan dari

puting. Menurut Leondro (2015) mesin perah diletakkan pada sudut 45° karena pada

sudut tersebut posisi teat meatus tegak lurus dengan gland cistern sehingga

memudahkan proses pemerahan. Proses pemerahan dapat dilihat pada ilustrasi 10.

Pembersihan Ambing dan Putting Pemerahan Milk-Claw pada Putting


Ilustrasi 10. Proses Pemerahan Kambing di CV. Bumiku Hijau.

Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam pemerahan menggunakan

mesin perah yaitu : 1). Kambing digiring menuju milking parlor 2). Ambing harus

diperhatikan kebersihannya; 3). Mesin perah disediakan; 4). Listrik dinyalakan; 5).

35
Perlahan letakkan milk claw satu-persatu pada bagian putingnya; 6). Ketika

pemerahan sedang berjalan, perhatikan kondisi putting apakah sudah terperah dengan

baik kemudian tunggu hingga pemerahan selesai atau susu tidak keluar dari puting

lagi; 7). Setelah pemerahan selesai, maka alat-alat dibersihkan dan disimpan kembali

pada tempat yang tersedia. Kecepatan proses pemerahan bergantung pada lamanya

waktu pemerahan ternak per individunya. Menurut Sambodho et al (2016)

menyatakan bahwa lama produksi susu tiap ternak memengaruhi waktu pemerahan.

Waktu pemerahan di kandang CV. Bumiku Hijau dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Lama Pemerahan

Kecepatan Pemerahan
Fase Fisiologis Total
Pagi Sore

Laktasi Muda 2’35" 1’41" 4’16"

Laktasi Tinggi 2’04" 1’08" 3’11"

Laktasi Rendah 1’12" 0’23" 1’34"

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa CV. Bumiku Hijau menerapkan

pengelompokan ternak dari masa laktasinya, ditinjau dari hal tersebut ternak pada

masa laktasi muda memiliki kriteria dengan usia laktasi < 1 bulan, masa laktasi tinggi

dengan kriteria usia laktasi 1-7 bulan, dan masa laktasi rendah memiliki kriteria masa

laktasi >7 bulan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa induk pada masa

laktasi muda (<1 bulan) memiliki jumlah produksi susu tinggi sehingga durasi

36
pemerahannya paling lama. Sedangkan jumlah produksi susu ternak fase laktasi

tinggi memiliki durasi pemerahan yang lebih lama dibandingkan ternak fase laktasi

rendah namun sedikit lebih cepat dibandingkan ternak fase laktasi muda. Perbedaan

durasi pemerahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama yaitu usia

laktasi, semakin tua usia laktasi menyebabkan produksi susu semakin menurun

sehingga volume susu yang diproduksi di dalam ambing juga sedikit sehingga

pemerahan cenderung lebih cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sambodho et al

(2016) yang menyatakan bahwa perbandingan jumlah produksi susu berbanding lurus

dengan lama pemerahan yaitu semakin tua masa laktasi ternak maka semakin cepat

durasi pemerahan hingga tuntas. Faktor selanjutnya yaitu populasi ternak.

Berdasarkan data yang telah dilampirkan di Lampiran 2, jumlah ternak yang termasuk

dalam fase laktasi muda hanya sebanyak 2 ekor yang memiliki rentang masa laktasi

berdekatan sehingga apabila dihitung rataan durasi pemerahanya cenderung sama.

Ternak yang termasuk fase laktasi tinggi memiliki masa laktasi yang berkisar pada 1-

7 bulan dengan mayoritas populasi berada di fase 4 bulan keatas. Hal ini

menyebabkan adanya keragaman data pada fase laktasi tinggi, padahal seharusnya

ternak pada fase tersebut sudah melalui masa laktasi tinggi yaitu 4 bulan keatas.

Sesuai dengan pendapat Firmansyah (2010) yang menyatakan bahwa salah satu faktor

yang menentukan lama pemerahan yaitu masa laktasi pada ternak, masa laktasi awal

yaitu usia 0-1 bulan, kemudian masa laktasi tinggi yaitu 2-4 bulan, dan masa laktasi

rendah yaitu diatas 4 bulan. Masa laktasi kambing perah idealnya adalah sepanjang

240 hari atau kurang lebih 8 bulan. Sesuai dengan pendapat

37
Fayuma (2008) lama masa laktasi kambing perah saanen idealnya selama 240 hari

atau kurang lebih 8 bulan.

Selama kegiatan praktik kerja lapangan ini tidak dapat mengukur produksi

susu per-individu ternak karena sistem pemerahan dengan tangki penampungan yang

menampung seluruh hasil pemerahan. Perbedaan jumlah produksi susu per individu

ternak tidak dapat diukur karena susu yang diperah langsung masuk menjadi satu ke

dalam milk bucket yang ada di mesin perah sehingga tidak memungkinkan untuk

dilakukan pengukuran produksi tiap pemerahan. Hal ini menyebabkan penggunaan

metode pengukuran lama pemerahan agar dapat mengetahui perkiraan jumlah

produksi ternak per individu dengan asumsi semakin lama durasi pemerahan maka

produksi susunya semakin tinggi. Sesuai dengan pendapat Rahayu (2019) bahwa

semakin tinggi produksi susu maka lama waktu pemerahanya juga semakin lama.

Kasus yang terjadi di CV. Bumiku hijau adalah ternak dengan fase laktasi muda

memiliki rataan lama waktu pemerahan yang lebih lama dibandingkan dengan fase

laktasi tinggi, seperti yang bisa dilihat pada tabel keatas. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan populasi yang cukup besar antara kedua kategori fase fisiologis tersebut.

Ternak yang termasuk fase laktasi tinggi memiliki masa laktasi yang berkisar pada 1-

7 bulan dengan mayoritas populasi berada di fase 4 bulan keatas. Hal ini

menyebabkan adanya keragaman data pada fase laktasi tinggi, padahal seharusnya

ternak pada fase tersebut sudah melalui masa laktasi tinggi yaitu 4 bulan keatas.

Sesuai dengan pendapat Riswanti et al (2012) yang menyatakan bahwa perbedaan

38
rataan produksi ini disebabkan oleh adanya perbedaan populasi kambing perah

sehingga memengaruhi rataan produksi susu.

4.4. Pasca Pemerahan

Pencelupan puting merupakan salah satu kegiatan yang wajib dilakukan pada

ternak perah. Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah penyakit mastitis dan

penyebaran patogen dari udara luar maupun tanah menuju ke puting pasca

pemerahan. Proses pencelupan puting memerlukan alat dan bahan berupa alat

pencelup puting yang biasa dinamakan teat dipper dan antiseptik yang mengandung

iodin, cara pencelupan puting di CV. Bumiku Hijau yaitu mencelupkan puting selama

1-2 detik pasca pemerahan ke masing-masing puting yang ada. Lubang putting yang

terbuka membutuhkan waktu menutup kembali dimana hal ini disebabkan otot – otot

spincter (yang dipengaruhi oleh ketebalan dinding putting, diameter lubang putting

dan diameter ujung putting) memiliki struktur yang berbeda sehingga membutuhkan

waktu yang beragam untuk lubang puting menutup. Menurut Stadnik et al. (2010)

bahwa lubang putting membutuhkan waktu untuk menutup setelah pemerahan selesai

berdasarkan diameter lubang putting yang berbeda - beda. Sehingga teat dipping

sebaiknya ditunggu sampai mengering setelah pemerahan dan mengusahakan ternak

untuk tetap berdiri dengan diberi pakan agar putting tidak langsung mengenai alas

kandang. Menurut

Astuti (2017) bahwa lubang putting yang masih terbuka setelah pemerahan dapat

menjadi celah masuknya bakteri dari alas kandang yang lembab. Proses pelepasan

39
kambing dilakukan dengan cara melepas tali kekang dan membiarkan kambing

berjalan masuk ke kandang koloninya masing-masing sembari didampingi agar tidak

salah masuk kandang koloni. Antiseptik dan alat dipping ditampilkan pada ilustrasi

11.

Wadah Antiseptik Alat Pencelup Putting


Ilustrasi 11. Antiseptik dan Teat Dipper yang digunakan pada CV. Bumiku Hijau

Pengiriman susu ke kamar steril dilakukan setelah seluruh kambing laktasi

telah selesai diperah, proses pengiriman dengan cara mesin perah dibawa menuju ke

kamar steril bersamaan dengan milk can, kemudian dilakukan pelepasan kabel dan

selang pada mesin perah dan pengambilan milk can untuk dibersihkan dan diukur

total liter hasil produksi susu sekali fase pemerahan. Tujuan dilakukan pemindahan

susu menuju tempat lain yang steril dan jauh dari kandang yaitu untuk mengurangi

bau pada susu mengingat susu merupakan zat yang sangat mudah menyerap bau

sekitar. Sesuai dengan pendapat dari Aritonang et al (2017) yang menyatakan bahwa

susu merupakan produk yang mudah rusak dan mudah menyerap bau sehingga perlu

penanganan yang baik salah satunya menjauhkan dari benda ataupun tempat dengan

bau menyengat seperti kandang dan tempat pembuangan sampah.

40
Pembersihan mesin perah merupakan kegiatan yang cukup penting karena

berkaitan dengan biosekuriti produksi dan memengaruhi higienisitas produk susu.

Ada beberapa fase dalam pembersihan mesin perah yang diatur dalam Standard

Operational Procedure (SOP) perusahaan yang bisa dilihat pada ilustrasi 12.

PENGGUNAAN PERSIAPAN ALAT PELEPASAN SELANG


SHOWER CAP DAN DAN BAHAN DAN INSTRUMEN
SANDAL STERIL PENCUCI MESIN MESIN PERAH

PEMBILASAN
PENCUCIAN PENCUCIAN MILK
DENGAN AIR
SELANG DAN KLEP CAN
PANAS

PENEMPATAN PENCUCIAN LAP


PENGEPELAN
SELANG DAN AMBING DAN
LANTAI
MILKCAN BERSIH PUTING

Ilustrasi 12. Prosedur Pembersihan Peralatan Pemerahan di Kandang Kembar Milik


CV. Bumiku Hijau, Yogyakarta

Proses pembersihan mesin perah dilakukan dengan cara menggunakan

pakaian standar kamar steril yaitu melepas wearpack, menggunakan shower cap dan

sandal khusus kamar steril. Penggunaan barang tersebut menurut Nugroho (2011)

yaitu menjaga kualitas dari susu mengingat susu merupakan bahan yang sangat

mudah terkontaminasi benda asing. Wearpack yang kotor dapat menjatuhkan kotoran

ke dalam susu, rambut yang terlalu panjang dapat jatuh ke dalam milk can dan

mengontaminasi susu, kemudian alas kaki yang bau dapat mencemari aroma dari

41
susu. Dilanjutkan dengan persiapan alat dan bahan pencucian mesin perah berupa

spons dan sabun cuci piring serta kain microfiber. Menurut Aritonang (2017) bahwa

sanitasi alat pemerahan setelah digunakan harus bersih untuk mencegah tumbuhnya

bakteri yang dapat mengkontaminasi susu pada pemerahan berikutnya. Pramesti dan

Yudhastuti (2017) juga menyatakan bahwa sanitasi alat pemerahan dapat

menggunakan air yang mengalir, sabun dan desinfektan. Menurut Hidayati dan

Komalasari (2018) yang menyatakan bahwa kain microfiber dapat mengambil

berbagai jenis debris kecil tanpa menggores permukaan luar karena kotoran

tersangkut didalam kain.

Kemudian dilakukan pelepasan peralatan mesin perah seperti selang, klep dan

milk can. Susu yang berada di milk can tersebut kemudian disaring menggunakan

saringan dan diukur menggunakan gelas ukur untuk mengetahui produksinya selama

satu fase masa pemerahan. Menurut Aritonang (2017) yang menyatakan bahwa

penyaringan susu dilakukan untuk menghindari kontaminasi kotoran yang terbawa

pada susu sehingga dapat meminimalisasi pencemaran susu dari benda asing maupun

patogen yang dapat menurunkan kualitas susu. Pengukuran susu dilakukan untuk

mengetahui jumlah produksi susu tiap fase pemerahan. Menurut pendapat Sutama

(2011) pencatatan produksi susu penting bagi pengusaha ternak perah karena

termasuk dalam sistem rekording yang memberikan keterangan tentang individu

ternak maupun secara keseluruhan, sehingga dapat membantu peternak dalam

42
mengambil keputusan yang sifatnya teknis dan ekonomis. Detail data produksi susu

terlihat pada tabel 5.

Tabel 5. Total Produksi Susu Kambing di Peternakan CV. Bumiku Hijau

Produksi Susu

(n=17) Rataan Produksi


NO Tanggal Total Ekor/Hari
(Liter) (Liter)

Pagi Sore

Rataan Januari 13,01 7,06 20,07 1,18

Rataan Februari 13,04 6,89 19,94 1,17

Rataan 13,02 7,01 20,03 1,18

Produksi susu seperti yang terlihat pada tabel diatas memiliki rataan produksi

per ekor sebanyak 1,18 liter per hari. Menurut pendapat Rusdiana et al.,(2016) yang

menyatakan bahwa standar produksi susu kambing sapera per harinya sebesar 800ml

– 1,4 L/hari Hal tersebut didukung oleh pendapat Mukharomah (2017) yang

menyatakan bahwa produksi rata-rata kambing sapera laktasi berkisar 1-2 L/hari

apabila manajemen pemeliharaanya baik. Menurut Sutama (2003) Selain faktor

pemeliharaanya, genetik dan pemberian pakan yang baik juga memengaruhi jumlah

produksi susu.

Selanjutnya susu dikemas dan dimasukkan ke dalam freezer kemudian

dilakukan pembersihan alat-alat pemerahan menggunakan spons, air mengalir, dan

43
sabun. Penggunaan air mengalir dibagi menjadi dua macam yaitu air biasa dan air

panas. Penggunaan air biasa dilakukan pada pembilasan pertama dan pembilasan

kedua sedangkan penggunaan air panas dilakukan pada pembilasan terakhir. Fungsi

penggunaan air panas menurut Nugroho (2011) adalah untuk membunuh bakteri,

kuman, maupun patogen yang masih hidup di sela-sela selang maupun karet di mesin

perah dan mempercepat proses pengeringan air. Proses pembersihan diakhiri dengan

peletakan komponen mesin perah yang telah dicuci dengan bersih dengan cara

digantung dan untuk milk can dibalik. Ruangan steril kemudian dipel dengan

menggunakan lap pel dan desinfektan.

Penyimpanan susu pasca pemerahan dilakukan untuk menjaga kualitas susu

sebelum didistribusikan menuju IPS. Prosedur yang digunakan mengutamakan

biosekuriti dan higienisitas guna menjaga kemungkinan adanya kerusakan pada susu

sehingga dapat menurunkan kualitas maupun kadar gizi pada susu (Kristanti, 2015).

Selain itu, proses pengemasan menggunakan kantong plastik berukuran 1 liter dan

diisi penuh satu liter memiliki tujuan agar tidak terlalu banyak udara yang berada di

dalam plastik yang mana dapat mencemari susu (Bekuma et al, 2018). Berikut

merupakan skema Standard Operational Procedure di Kandang Kembar milik

CV.Bumiku Hijau ditampilkan pada ilustrasi 13.

44
PENGECEKAN PENGHITUNGAN
PENYARINGAN
ORGANOLEPTIK JUMLAH
SUSU
SUSU PRODUKSI SUSU

PENGEMASAN PENYIMPANAN PENGAMBILAN


DALAM PLASTIK DALAM FREEZER SUSU

Ilustrasi 13. Prosedur Penyimpanan Susu Pasca Pemerahan di Kandang Kembar Milik
CV. Bumiku Hijau, Yogyakarta

Alur penyimpanan dimulai dari pengecekan organoleptik pada susu, yaitu

warna, bau, rasa, serta ada-tidaknya benda asing yang tercampur pada susu.

Pengecekan organoleptika berfungsi untuk mendeteksi adanya kemungkinan cemaran

pada susu yang dapat merusak kualitas susu. Proses pengecekan menggunakan indra

penciuman, penglihatan, perasa, dan menggunakan bantuan alat penyaring susu serta

sendok stainless untuk mengambil kotoran atau benda asing yang terdapat dalam

susu.

Tahap berikutnya yaitu penyaringan susu yang berfungsi untuk mengurangi

cemaran dalam susu, termasuk dalam salah satu tindak lanjut dari proses pengecekan

organoleptik sebelumnya. Tata caranya yaitu susu dituang dari milkcan menuju gelas

ukur yang dipasang penyaring kemudian susu dituangkan melalui saringan tersebut.

Selanjutnya, dilakukan pengukuran produksi susu harian dengan gelas ukur

yang telah dituang susu dari langkah sebelumnya. Dikarenakan gelas ukur hanya

berukuran dua liter maka proses pengukuran dilakukan secara kolektif hingga susu di

45
milk can terukur seluruhnya. Pengemasan dilakukan bersamaan dengan pengukuran

jumlah produksi susu dimana setelah diukur langsung dimasukkan ke dalam plastik

berukuran 1 liter kemudian diikat menggunakan karet gelang hingga susu tidak

tumpah maupun bocor. Terakhir yaitu penyimpanan susu dengan cara susu yang telah

dimasukkan ke dalam plastik diletakkan di dalam freezer selama kurang lebih satu

jam agar kondisi susu dingin dan ketika dibawa menggunakan cooling box masih

bersuhu dingin dan tidak rusak. Suhu freezer yang ideal yaitu berkisar diantara 4 – 10

° celsius. Sesuai dengan pendapat Aritonang (2017) yang menyatakan bahwa suhu

ideal kulkas atau freezer yang ideal untuk penyimpanan susu adalah 4 – 10 ° celsius

agar kondisi susu tetap baik dan tidak membeku.

4.5. Proses Pengolahan Susu

CV. Bumiku Hijau memiliki industri pengolahan susu milik perusahaan

dimana produk utama mereka berupa susu kambing langsung diolah sesaat setelah

diperah. Pengolahan susu yang ada di CV. Bumiku Hijau hanya ada dua jenis yaitu

pasteurisasi dan susu bubuk. Terkhusus untuk susu bubuk proses pembuatanya tidak

boleh diamati karena ada beberapa hal yang bersifat rahasia perusahaan, sedangkan

untuk susu pasteurisasi bisa diamati dan dilakukan secara langsung. Produk yang

dijual dari hasil pengolahan susu di CV. Bumiku Hijau yaitu berupa :

1. Susu Pasteurisasi Cair (Hanya Plain)

2. Susu Pasteruisasi Beku (Hanya Plain)

3. Susu Bubuk (Rasa Plain, Vanilla, dan Coklat)

46
Pasteurisasi merupakan metode pemasakan susu dibawah titik didih dengan

tujuan untuk membunuh patogen tanpa merusak kandungan nutrisi dalam susu.

Metode ini digunakan sebagai bentuk penjagaan kualitas susu dan higiensitas serta

daya tahan susu. Sesuai dengan pendapat Kristanti (2017) yang menyatakan bahwa

proses pengolahan susu pasteurisasi merupakan salah satu upaya untuk

memperpanjang masa simpan susu tanpa banyak merubah sifat fisiknya serta

membunuh patogen dimana pada prosesnya dilakukan dengan menggunakan proses

pemanasan di bawah titik didih susu yaitu 100,16 ° celsius. Proses pembuatan

pasteurisasi di CV. Bumiku Hijau dapat dijelaskan dengan skema sesuai dengan

Standard Operational Procedure (SOP) yang berlaku seperti yang ditampilkan pada

ilustrasi 14.

PEMANASAN PERSIAPAN PEMASANGAN


ALAT MESIN KLEP DAN KERAN
PASTEURISASI PENDINGIN SUSU SUSU

PENGECEKAN PEMASAKAN PENDINGINAN


KONDISI SUSU SUSU SUSU

PEMBERSIHAN
PENGEMASAN PENYIMPANAN
ALAT
SUSU SUSU
PASTEURISASI

47
Ilustrasi 14. Alur Pembuatan Susu Pasteurisasi Sesuai Standard Operational
Procedure (SOP) di CV. Bumiku Hijau, Yogyakarta.

Sebelum melakukan kegiatan, seluruh karyawan dan peserta PKL yang

hendak memasuki lab pengolahan wajib menggunakan jas lab, penutup kepala, dan

masker yang berfungsi untuk menghindari kemungkinan kontaminasi benda asing ke

dalam susu disertai dengan kegiatan mencuci tangan, pengecekan suhu susu segar,

pelepasan alas kaki, pelepasan jam tangan dan perhiasan. Berikut pakaian yang

standar di dalam laboratorium pengolahan susu seperti yang ditampilkan pada

ilustrasi 15.

48
Pakaian Standar di Laboratorium Pengolahan Susu Pasteurisasi

Ilustrasi 15. Pakaian SOP di Laboratorium Pengolahan Susu


CV. Bumiku Hijau Yogyakarta

Proses pembuatan susu pasteurisasi dimulai dengan persiapan alat berupa

pemanasan alat pasteurisasi berupa tungku stainless steel yang memiliki rongga berisi

air, fungsi pemanasan yaitu untuk memanaskan air yang terdapat di dalam rongga

tungku sehingga proses pasteurisasi dapat berjalan dengan cepat, sedangkan fungsi air

di dalam rongga tungku pasteurisasi adalah agar tidak ada susu yang terkena kontak

panas langsung (direct heat) dimana hal tersebut dapat merusak kualitas susu.

Sembari dilakukan pemanasan disiapkan pula pengisian es batu di tempat pendingin

susu agar saat susu didinginkan wadah sudah menjadi dingin sehingga susu lebih

cepat terjadi penurunan suhu. Dilanjutkan dengan pemasangan klep keran untuk

memudahkan pemindahan susu menuju ke wadah pendingin. Serangkaian proses

persiapan diatas kurang lebih memakan waktu selama 1 jam. Proses dan peralatan

ditampilkan pada ilustrasi 16.

49
Tungku Pasteurisasi Persiapan Wadah Pendingin

Botol yang telah dicuci Pengisian Es Batu Pendingin

Ilustrasi 16. Prosedur Persiapan Pasteurisasi di CV. Bumiku Hijau

Proses selanjutnya adalah proses pasteurisasi susu. Proses ini dilakukan

dengan cara memasak susu dan diaduk diatas tungku pasteurisasi hingga suhu

menunjukkan 72°C baru kemudian dimatikan dan didinginkan. Menurut Hutagaol

(2013) pemanasan susu hingga suhu 70° C tersebut dilakukan agar patogen yang

berisi bakteri dan mikroba mati namun tidak merusak struktur fisik dari susu.

Pemindahan susu dari tungku menuju wadah pendingin stainless menggunakan keran

dan klep yang sudah terpasang sebelumnya sembari diaduk agar susu tidak

menggumpal akibat dari perubahan suhu yang mendadak. Hal tersebut didukung oleh

pendapat dari

Aritonang (2017) yang menyatakan bahwa susu pasteurisasi merupakan pengolahan

susu dengan prinsip memanaskan susu dibawah titik didih tepatnya pada suhu <80 °C

sehingga kandungan gizi di dalamnya tidak rusak akan tetapi patogen yang ada dalam

50
susu dapat dinetralisir agar dapat dikonsumsi oleh manusia. Proses pembuatan susu

pasteurisasi dapat dilihat dari ilustrasi 16.

Pemasukan Susu Proses Pasteurisasi

Penyaringan Susu ke Pendingin Pendinginan Susu

Ilustrasi 16. Prosedur Pengolahan Pasteurisasi di CV. Bumiku Hijau

Proses selanjutnya yaitu pengemasan. Pengemasan dilakukan dengan

menggunakan botol yang telah dicuci menggunakan air tanpa sabun sehari

sebelumnya kemudian dikeringkan dengan cara ditaruh di dalam kontainer dengan

51
posisi terbalik hingga tidak ada air yang tersisa. Penggunaan metode tersebut agar

susu tidak tercemar oleh sabun cuci dimana sabun cuci dapat merusak kualitas dari

susu. Sesuai dengan pendapat Navyanti dan Andriani (2015) yang menyatakan bahwa

sabun cuci yang tercampur pada susu aman dikonsumsi namun dapat merusak

citarasa dan warna sehingga dinilai menurunkan kualitas dari susu tersebut. Botol

kemudian ditutup dan disegel menggunakan tutup botol dan segel plastik dan diakhiri

oleh pemberian stiker merk, tanggal produksi dan kadaluarsa pada bagian botol

tersebut secara manual dengan bantuan air panas. Penyegelan berfungsi untuk

menjaga kualitas susu agar tidak tercemar saat proses penyimpanan maupun proses

distribusi ke konsumen. Menurut pendapat Airlangga et al. (2017) yang menyatakan

bahwa penyegelan botol penting untuk menjaga kualitas produk agar tidak tercemar

maupun mencemari lingkungan.

Botol yang Tersegel Pembersihan Tungku

52
Penyimpanan Botol Susu di Kulkas dan Freezer

Ilustrasi 17. Prosedur Penanganan Susu Pasca Pasteurisasi di CV. Bumiku Hijau.

Terakhir yaitu penyimpanan susu yang dilakukan dengan memindahkan botol-

botol susu yang telah disegel dan diberi label ke dalam freezer khusus susu dengan

suhu (-10) hingga 2 ° celsius. Penyimpanan susu dalam suhu tersebut berfungsi untuk

mencegah spora patogen yang terdapat dalam susu tidak berkembang sehingga

menyebabkan suhu menjadi basi. Sesuai dengan pendapat Wulandari et al. (2017)

yang menyatakan bahwa penyimpanan susu pasteurisasi untuk dibekukan paling baik

pada suhu (-15) hingga 0 ° celsius karena pada suhu tersebut spora bakteri dan

mikroba yang terkandung dalam susu tidak dapat hidup dan berkembangbiak.

4.6. Pemeriksaan dan Pencegahan Mastitis

Sebelum kegiatan PKL belum ada kegiatan pengecekan mastitis pada ternak,

pengetahuan anak kandang tentang mastitis juga sangat minim, sehingga pengecekan

mastitis dilakukan secara mandiri dimana ide tersebut disambut dengan baik sehingga

dilakukan pengadaan barang berupa alat uji mastitis pada ternak perah yaitu paddle

53
dan larutan CMT (California Mastitis Test). Seperti yang telah umum diketahui,

penyakit mastitis merupakan peradangan ambing atau puting yang sangat umum

terjadi pada ternak perah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang tumbuh

akibat dari proses pemerahan yang tidak tuntas sehingga bakteri patogen mudah

berkembangbiak. (Priono et al, 2016). Gejala umum ditandai dengan adanya

peradangan ambing yaitu ambing bengkak, memerah, membesar dengan ukuran yang

tidak wajar dan tidak simetris. Penyakit ini dapat menular secara tidak langsung

apabila saat proses pemerahan dengan mesin dicegah dengan menerapkan sistem

biosekuriti yang baik dan pemeriksaan secara berkala (Kalinska et al, 2017). Mastitis

juga memiliki dua tipe, yaitu mastitis klinis dan subklinis. Klinis menandakan bahwa

penyakit tersebut terlihat secara visual tanpa perlu ada pengecekan lebih lanjut seperti

kondisi susu yang menggumpal ataupun encer, ambing bengkak, dan ternak

mengalami demam, sedangkan subklinis adalah indikasi dimana ternak mengalami

penyakit mastitis namun memerlukan pengujian lebih lanjut salah satunya adalah

pemeriksaan mastitis dengan CMT (Nurhayati et al, 2015). Proses pemeriksaan

dilakukan dengan cara mengambil sampel susu langsung dari masing-masing puting

milik ternak setiap ekornya kemudian dilakukan pendeteksian dengan bantuan larutan

CMT (California Mastitis Test). CMT sendiri merupakan larutan dengan kandungan

zat antikoagulan untuk memecah struktur koagulasi pada susu. Susu yang terindikasi

mastitis biasanya memiliki daya ikat molekul yang lebih rendah sehingga mudah

pecah dan menggumpal, sedangkan susu yang sehat memiliki daya ikat molekul yang

kuat yaitu apabila diteteskan reagen CMT tidak akan mengalami penggumpalan.

54
Proses pengecekan mastitis semenjak dilakukan pelatihan dilakukan sebanyak 2

minggu sekali dan hasilnya dicatat untuk dievaluasi lebih lanjut mengenai tindakan

yang hendak dilakukan. Proses pengambilan sampel mastitis dilakukan dengan cara

melakukan strip test pada masing-masing putting tiap ternak yang diuji untuk

kemudian susunya ditampung sebanyak 5 ml di dalam paddle untuk kemudian

diamati adanya penggumpalan atau tidak. Pengamatan tersebut untuk mendeteksi

adanya gejala mastitis klinis. Pengamatan berikutnya yaitu pemberian reagen cmt

sebanyak 1-2 ml di paddle yang terisi sampel susu tersebut kemudian diamati ada

tidaknya penggumpalan pada susu. Proses tersebut dapat dilihat pada ilustrasi 14.

Pengambilan Sampel Susu Pengecekan dengan Reagen CMT


Ilustrasi 17. Pengambilan Sampel Susu Mastitis dan
Pengecekan dengan Reagen CMT.

Pengecekan mastitis di CV. Bumiku Hijau dilakukan bersamaan dengan

pengecekan kesehatan ternak namun tidak ditemukan adanya pengecekan rutin

terhadap penyakit spesifik seperti mastitis. Kegiatan ini hanya dilaksanakan apabila

ada ternak dengan nafsu makan yang turun secara mendadak, demam, maupun

55
mengalami inflamasi akut. Terkhusus penyakit mastitis tidak ditemukan adanya

tindakan pengobatan maupun pengecekan sehingga saya berinisiatif melakukan

pengecekan mastitis dengan menggunakan larutan CMT merk “KerbaTest” dan

paddle khusus cek mastitis. Baik tidaknya penanganan mastitis bisa ditinjau dari nilai

prevalensi mastitis suatu peternakan. Menurut Wicaksono dan Sudarwanto (2016)

yang menyatakan bahwa nilai prevalensi mastitis dapat menjadi tolok ukur kualitas

manajemen pemeliharaan dan pencegahan mastitis di suatu daerah maupun di suatu

peternakan. Rumus prevalensi mastitis dapat dihitung seperti berikut :

Jumlah Kuartir yang Terindikasi Positif


× 100%
Jumlah Total Kuartir yang Dijui
Hasil dari test tersebut saya serahkan ke manajer kandang setempat untuk dilakukan

evaluasi tindakan lanjut terhadap kambing yang menderita penyakit tersebut. Hasil

pengecekan mastitis dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil Pengecekan Mastitis


Minggu Σ Ternak Σ Ternak Σ Kuartir Σ Kuartir Prevalensi Mastitis
Positif Negatif Positif Negatif (%)
1 2 Ekor 15 Ekor 2 Kuartir 32 Kuartir 5,88
2 4 Ekor 13 Ekor 4 Kuartir 30 Kuartir 11,76
3 1 Ekor 16 Ekor 1 Kuartir 33 Kuartir 2,94

Berdasarkan hasil pengecekan mastitis diketahui ternak yang terkena mastitis

tiap minggunya bervariasi, dimana minggu kedua merupakan minggu terbanyak

kasus positif mastitis dengan jumlah total 4 ekor. Penyebab adanya peningkatan nilai

prevalensi mastitis yaitu meningkatnya jumlah ternak yang tertular bakteri penyebab

mastitis. Sesuai dengan pendapat Wicaksono dan Sudarwanto (2016) yang

56
menyatakan bahwa penyebab utama kenaikan nilai prevalensi mastitis dikarenakan

kurangnya perhatian peternak terhadap higienisitas pemerahan dan manajemen

sanitasi. Selain itu, kenaikan nilai prevalensi mastitis juga disebabkan oleh

meningkatnya kasus positif mastitis mingguan. Strategi pencegahan peningkatan

prevalensi mastitis pada peternakan perah yang baik menurut Surjowardojo (2011)

yaitu dengan meningkatkan sistem sanitasi dan penggunaan cairan dipping yang tepat

serta penyuluhan bagi tenaga kerja yang bertindak langsung di peternakan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Secara garis besar, CV.Bumiku Hijau sudah menerapkan prosedur produksi

susu dari pemeliharaan hingga siap konsumsi dengan baik, seperti manajemen

pemerahan yang sudah sesuai standar, penanganan susu yang higienis, pengolahan

dan penyimpanan susu yang sudah tepat. Masih ditemukan beberapa kasus dimana

tidak sesuai dengan standar pemeliharaan yang baik terutama pada sistem pencelupan

putting, tidak adanya pengecekan rutin mastitis subklinis pada ternak menyebabkan

adanya kemungkinan pencemaran dan penurunan kualitas susu hasil produksi di CV.

Bumiku Hijau, Yogyakarta.

57
5.2. Saran

Disarankan kepada karyawan CV.Bumiku Hijau khususnya yang berada di

kandang untuk tetap menjaga SOP yang sudah diberikan serta perbaikan manajemen

laktasi agar produksi susu tetap optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, R. Wylis, N. Santri dan R. Asnawi. 2018. Pengenalan pengolahan susu


kambing di kecamatan sukadana kabupaten lampung timur. Jurnal Teknologi
& Industri Hasil Pertanian. 23(1) : 45-46.
Aritonang dan N. Salam. (2017). Susu dan Teknologi. Padang: Lembaga
Pengembangan Teknologi Informasi Universitas Andalas.
Badan Pusat Statistik Jakarta, 2013. Populasi Kambing Perah 2011 – 2013 Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta : Badan Pusat Statistik.
Bekuma, Amanuel, Ulfina, and Girgo. 2018. Review on hygienic milk products
practice and occurrence of mastitis in cow's milk. Agricultural Research &
Technology: Open Access Journal, 18(2), 1-11.
Cahyaningtyas, A. A. W. Pudjiastuti dan I. Ramdhan. 2016. Pengaruh suhu
penyimpanan terhadap organoleptik, keasaman dan pertumbuhan bakteri
coliform pada susu pasteurisasi. Jurnal Ilmu Peternakan. 10(1) : 13-23.
Fayuma, R. 2008. Evaluasi Potensi Produksi Susu Pada Kambing Saanen Di PT
Taurus Dairy Farm [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Habib, I., Suprayogi, T. H. dan P. Sambodho. 2016. Hubungan antara volume
ambing, lama massage dan lama pemerahan terhadap produksi susu kambing
peranakan ettawa. Jurnal Animal Agriculture. 3(1) : 8-16.

58
Hidayati, E. Lailatil dan M. Komalasari. 2018. Penyempurnaan dengan menggunakan
senyawa fluorokarbon pada kain poliester microfiber terhadap sifat tolak air,
kekuatan tarik dan kekakuan kain. Jurnal Sains dan Teknologi Tekstil. 1(16) :
9-18.
Hutagaol, F. V. A. 2013. Kualitas Mikrobiologi Susu Sebelum dan Sesudah
Pasteurisasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kalinska, A., M. Golebiewski and A. Wojcik. 2017. Mastitis pathogens in dairy
cattle. World Scientific News. 89 : 22-31.
Kotler, P. 2008. Prinsip – Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Kristanti, N. D. 2010. Daya simpan susu pasteurisasi ditinjau dari kualitas mikroba
termodurik dan kualitas kimia. Jurnal Ilmu Teknologi Hasil Ternak. 12(1) : 1-
7.
Kristanti, N. D., A. Warnaen dan D. R. A. Daning. 2015. Titik kontrol kristis pada
pengolahan susu pasteurisasi di Koperasi Unit Desa (KUD) Dau Kabupaten
Malang. Jurnal Sains Peternakan. 15(1) : 1-7.
Kristiawan, M., D. Safitri dan R. Lestari. 2017. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta:
Deepublish.
Leondro, H. 2009. Dasar Ternak Perah. Malang: Universitas Kanjuruhan.
Mateus, J. R., P. D. Paranhos and D. M. Broomb. 2001. Consistency of side choice in
the milking parlour by Holstein-Friesian cows and its relationship with their
reactivity and milk yield. Journal Applied Animal Behaviour Science. 70(1) :
177-186.
Mein, G. A. 2012. The role of the milking machine in mastitis control. Veterinary
Clinics: Food Animal Practice. 28(2) : 307-320.
Moeljanto dan Wiryanta. 2002, Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Jakarta: Agro
Media Pustaka
Mukharomi, C. 2017. Perbandingan Kemampuan Produksi Susu Kambing Peranakan
Etawa dan Sapera (Studi Kasus di Farm Iwan Desa Gumelar Kecamatan
Gumelar Kabupaten Banyumas) [disertasi]. Purwokerto (ID): Universitas
Jenderal Soedirman).
Navyanti, F. dan R. Adriyani. 2015. Higiene sanitasi, kualitas fisik dan bakteriologi
susu sapi segar perusahaan susu x di Surabaya. Jurnal kesehatan lingkungan.
8(1) : 36-47.
Nugroho, H. 2011. Manajemen Pemeliharaan Kambing Peranakan Etawa di
Peternakan Bumiku Hijau Yogyakarta. (Laporan Magang).

59
Nurhayati, I. S. dan E. Martindah. 2015. Pengendalian mastitis subklinis melalui
pemberian antibiotik saat periode kering pada sapi perah. Jurnal Wartazoa.
25(2) : 65-74.
Pamela, A. 2015. Daya Hambat Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan
Pelarut Etanol dan Aquades terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus Penyebab Mastitis pada Sapi Perah [disertasi]. Malang (ID):
Universitas Brawijaya).
Priono, D., E. Kusumanti dan D. W. Harjanti. 2016. Jumlah bakteri Staphylococcus
aureus dan skor California Mastitis Test (CMT) pada susu kambing peranakan
etawa akibat dipping ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides L.).
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 26(1) : 52-57.
Rahayu, F. E. (2019). Pengaruh bentuk ambing terhadap produksi susu dan lama
pemerahan pada kambing senduro. Thesis. Universitas Brawijaya.
Riswanti, I., Komar, S. B., & Indrijani, H. (2012). Pendugaan kemampuan produksi
susu pada kambing saanen (kasus di PT Taurus Dairy Farm). Students e-
Journal, 1(1), 16.
Rosartio, R., Y. Suranindyah dan S. Bintara. 2015. Produksi dan komposisi susu
kambing peranakan ettawa di dataran tinggi dan dataran rendah daerah
istimewa yogyakarta. Buletin Peternakan. 39(3) : 180-188.
Ruhimat A. 2003. Produktivitas Kambing Persilangan Peranakan Etawa Betina
dengan Kambing Saanen Jantan (PESA) di PT Taurus Dairy Farm [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rusdiana, S., L. Praharani dan S. Sumanto. 2016. Kualitas dan produktivitas susu
kambing perah persilangan di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 34(2) : 79-86.

Sasongko, D. A., T. H. Suprayogi dan S. M. Sayuthi. 2012. Pengaruh berbagai


konsentrasi larutan kaporit (CaHOCl) untuk dipping puting susu kambing
perah terhadap total bakteri dan pH susu. Journal of Animal Agriculture.
1(2) : 93-99.

Stadnik, L., F. Louda, J. Bezdicek, A. Jezkova and M. Rakos. 2010. Changes in teat
parameter caused by milking and their recovery to their initial size. Journal
Archiv Tierzucht. 53(6) : 650-662.

Surjowardojo, P. 2011. Tingkat kejadian mastitis dengan whiteside test dan produksi
susu sapi perah friesien holstein. Jurnal Ternak Tropika. 12(1) : 46-55.

60
Sutama, I.K. dan Budiarsa I.G.M. 2011. Panduan Lengkap Kambing dan Domba.
Jakarta: Penebar Swadaya.

Terry, GR. 1977. Prisip-Prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.


Varlyakov, Ivan, V. Radev, Т. Slavov, N. Grigorova. 2011. Behaviour of cows in
milking parlour. Journal Agricultural Science and Technology. 2(3) : 107-111.
Wicaksono, A. dan M. Sudarwanto. 2016. Prevalensi mastitis subklinis dan evaluasi
mikrobiologis susu peternakan rakyat di Boyolali. Jurnal Acta Veterinaria
Indonesiana. 4(2) : 51-56.
Wulandari, Z. E. Taufik, dan M. Syarif. 2017. Kajian kualitas produk susu
pasteurisasi hasil penerapan rantai pendingin. Jurnal Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan. 3(5) : 94-100.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Populasi Ternak


Jumlah
Fase Jenis Persentase (%)
(Ekor)
Cempe 3 Anglo Nubian 6,12
15 Ekor
Saanen-Peranakan Etawa
Laktasi 17 38,78
(Sapera),
2 Ekor Anglo Nubian
6 Ekor
Betina Saanen-Peranakan Etawa
Non-Laktasi dan 26 (Sapera), 53,06
Tidak Bunting 16 Ekor Anglo Nubian,
4 Ekor Peranakan Etawa
Pejantan 1 1 Ekor Anglo Nubian 2,04
Total 47 47 100

61
Lampiran 2. Data Kambing Laktasi

N Masa Laktasi
Kode Ternak (EARTAG) Kelompok
O (Bulan)
1 3030 0 Laktasi Muda
2 7109 0 Laktasi Muda
3 3028 4 Laktasi Tinggi
4 3016 5 Laktasi Tinggi
5 3036 4 Laktasi Tinggi
6 Hitam Eartag Kiri (Tanpa Kode) 3 Laktasi Tinggi
7 3378 6 Laktasi Tinggi
8 7106 7 Laktasi Tinggi
9 3029 4 Laktasi Tinggi
10 1695 6 Laktasi Tinggi
11 1660 6 Laktasi Tinggi
12 3034 3 Laktasi Tinggi
13 3089 8 Laktasi Tinggi
14 1673 10 Laktasi Rendah
15 3022 11 Laktasi Rendah
16 3090 9 Laktasi Rendah
17 7103 10 Laktasi Rendah

Keterangan :

62
Kelompok Fase Laktasi Muda (≤ 1 Bulan Masa Laktasi)
Kelompok Fase Laktasi Tinggi (Bulan Laktasi 1 – 7 Bulan)
Kelompok Fase Laktasi Rendah (Bulan Laktasi > 7 Bulan)

Lampiran 3. Data Produksi Susu

Produksi Susu
Keseluruhan
Rataan Produksi
NO Tanggal Total
(Liter) Per Ekor (Liter)

Pagi Sore

1 11 Januari 2020 12,5 6,8 19,3 1,14

2 12 Januari 2020 11,45 6,75 18,2 1,07

3 13 Januari 2020 12 6,75 18,75 1,11

4 14 Januari 2020 11,9 7,25 19,15 1,13

5 15 Januari 2020 11,15 6,8 17,95 1,10

6 16 Januari 2020 11,3 6,96 18,25 1,07

7 17 Januari 2020 13 6,25 19,25 1,13

8 18 Januari 2020 13 7,6 20,6 1,21

63
9 19 Januari 2020 14,15 6,55 20,7 1,22

10 20 Januari 2020 13,5 7 20,5 1,21

11 21 Januari 2020 15,4 7,45 22,85 1,34

12 22 Januari 2020 14 5,7 19,7 1,16

13 23 Januari 2020 14 8,75 22,75 1,34

14 24 Januari 2020 14,7 8,15 22,85 1,35

15 25 Januari 2020 14,35 7,55 21,9 1,29

16 26 Januari 2020 13,7 7,9 21,6 1,27

17 27 Januari 2020 13 7,25 20,25 1,19

18 28 Januari 2020 12,7 7 19,7 1,16

19 29 Januari 2020 13 6,75 19,75 1,16

20 30 Januari 2020 12,4 6,45 18,85 1,11

21 31 Januari 2020 12 6,7 18,7 1,10

22 1 Februari 2020 12,4 6,6 19 1,12

23 2 Februari 2020 12,4 6,6 19 1,12

24 3 Februari 2020 12 6,7 18,7 1,10

25 4 Februari 2020 12,4 6,3 18,7 1,10

26 5 Februari 2020 12 7,25 19,25 1,13

27 6 Februari 2020 13,2 7,4 20,6 1,21

28 7 Februari 2020 14 7,2 21,2 1,25

29 8 Februari 2020 14,4 7,1 21,5 1,26

30 9 Februari 2020 14,6 6,9 21,5 1,26

64
Rataan 13,02 7,01 20,03 1,18

Lampiran 4. Lama Pemerahan

Kecepatan Pemerahan
N Kode Ternak
(Detik) Total
O (EARTAG)
Pagi Sore

1 3030 143 99 242

2 7109 167 102 269

Rataan 155 100,5 255,5

3 3028 121 67 188

4 3016 109 53 162

5 3036 119 55 174

Hitam Eartag Kiri


6 133 76 209
(Tanpa Kode)

7 3378 125 61 186

8 7106 108 55 163

9 3029 116 67 183

10 1695 128 80 208

11 1660 105 59 164

12 3034 159 83 242

65
13 3089 136 91 227

Rataan 123,55 67,91 191,45

14 1673 89 32 121

15 3022 77 20 97

16 3090 69 21 90

17 7103 52 16 68

Rataan 71,75 22,25 94

Keterangan :
Kelompok Fase Laktasi Muda (≤ 1 Bulan Masa Laktasi)
Kelompok Fase Laktasi Tinggi (Bulan Laktasi 1 – 7 Bulan)
Kelompok Fase Laktasi Rendah (Bulan Laktasi > 7 Bulan)

Lampiran 5. Pengecekan Mastitis

Minggu I Minggu II Minggu III


Kode Ternak
KANA KANA
(EARTAG) KIRI KIRI KIRI KANAN
N N
3028 - - - - - -
3016 - - - - - -
3036 - + - + - +
Hitam Eartag Kiri
- - + - - -
(Tanpa Kode)
3378 - - - - - -
7106 - - - - - -
3029 + - + - - -
1695 - - - + - -
1660 - - - - - -
3034 - - - - - -
3089 - - - - - -
1673 - - - - - -

66
7109 - - - - - -
3022 - - - - - -
3030 - - - - - -
3090 - - - - - -
7103 - - - - - -
Keterangan :
+ = Terindikasi Positif Mastitis
- = Tidak Terindikasi Mastitis / Negatif
Penghitungan Prevalensi Mastitis
Jumlah Ternak Positif Mastitis : 4 Ekor
Jumlah Ternak yang Diuji : 17 Ekor
Rumus Penghitungan Prevalensi Mastitis :
Jumlah Kuartir yang Terindikasi Positif
× 100%
Jumlah Total Kuartir yang Diuji
4
100% = 11,76 %
34

Lampiran 6. Struktur Organisasi

67
Lampiran 7. Denah Kandang

68
Lampiran 8. Sertifikat Kegiatan PKL

69
70
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Raditya Nandhirabrata lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada

tanggal 14 Juni 1999. Penulis merupakan anak bungsu dari Keluarga Bapak Drs.

Hanindyatama, M.Si. dan Ibu Dewi Retno Palupi, S.H.

Penulis menyelesaikan pendidikkan sekolah dasar di SD NASIMA Semarang

pada tahun 2011, SMP Negeri 2 Semarang pada tahun 2014, dan SMA NASIMA

pada tahun 2017.

Pada tahun 2017 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi S-1

Peternakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Saat ini penulis masih

terdaftar sebagai mahasiswa aktif program studi S-1 Peternakan, Fakultas Peternakan

dan Pertanian, Universitas Diponegoro.

71

Anda mungkin juga menyukai