Oleh :
RADITYA NANDHIRABRATA
23010117120020
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat, hidayah
dan inayahNya kepada penulis sehingga penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan
dengan judul “Manajemen Pemerahan dan Penanganan Susu Kambing di CV. Bumiku
Hijau, Yogyakarta.” ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
dan disusun dengan segala kemampuan yang ada dengan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Drh. Dian Wahyu Harjanti, Ph.D.
selaku dosen pembimbing serta Prof. Vitus Dwi Yunianto selaku dosen wali yang telah
laporan ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ngadimin
selaku pembimbing lapangan bagian kandang, Bapak Krido selaku pembimbing lapangan
bagian pengolahan susu, Bapak Ju selaku manager operasional umum serta Bapak
Bondan Danu Kusuma selaku pemilik CV. Bumiku Hijau Yogyakarta, yang telah
kemudahan yang diberikan kepada penulis mendapat balas kasih dari Allah SWT. Segala
masukan yang membangun akan penulis terima dengan baik sebagai bekal penyusunan
maupun masyarakat.
i
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
DAFTAR ILUSTRASI..................................................................................................v
DAFTAR TABEL........................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................vii
RINGKASAN................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................2
1.1. Latar Belakang........................................................................................................2
1.2. Tujuan dan Manfaat................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................4
2.1. Kambing Sapera.....................................................................................................4
2.2. Manajemen Pemerahan...........................................................................................5
2.3. Pasca Pemerahan..................................................................................................12
3.1. Materi....................................................................................................................14
3.2. Metode..................................................................................................................14
3.3. Parameter yang Diamati......................................................................................15
HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................................16
4.1. Keadaan Umum Perusahaan.................................................................................16
4.2. Pemeliharaan Secara Umum.................................................................................21
4.3. Manajemen Pemerahan.........................................................................................27
4.3.1. Pra Pemerahan...................................................................................................31
4.4. Pemerahan Susu....................................................................................................33
4.4. Pasca Pemerahan..................................................................................................38
4.5. Proses Pengolahan Susu.......................................................................................45
4.6. Pemeriksaan dan Pencegahan Mastitis.................................................................52
ii
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................56
5.1. Kesimpulan...........................................................................................................56
5.2. Saran.....................................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................57
LAMPIRAN................................................................................................................60
iii
DAFTAR ILUSTRASI
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
RINGKASAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
Susu merupakan salah satu sumber gizi terlengkap untuk manusia yang sudah
dikonsumsi sejak dahulu, dimana susu kambing dewasa ini sudah semakin umum
dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai salah satu pengganti ASI pada bayi,
maupun sebagai sumber pangan bergizi. Susu kambing perah mempunyai beberapa
nilai lebih dibandingkan sapi perah karena memiliki aspek terapeutik antara lain
immunoglobulin, anti alergen, dan anti hipertensi, sedangkan dari kambing perah
sendiri memiliki daya adaptasi yang lebih baik dari sapi perah serta lebih cepat
berkembang biak yang menyebabkan jarak antar masa laktasi lebih dekat. Pentingnya
susu karena apabila sejak awalnya ada kegiatan yang dapat mengakibatkan
pencemaran pada susu maka dapat memengaruhi kualitas susu yang diolah serta
karena susu merupakan bahan pangan yang mudah rusak akibat kontaminasi bakteri
peningkatan kebutuhan konsumsi susu, namun permintaan atau konsumsi susu tidak
diiringi oleh meningkatnya produksi susu segar dalam negeri (SSDN) yang hanya
2
dapat menyuplai 22% kebutuhan dalam negeri sehingga 78% susu masih impor dari
luar negeri. Salah satu faktor penyebab hal tersebut terjadi adalah tingginya
prevalensi mastitis. Menurut gejalanya, terdapat dua jenis penyakit mastitis, yaitu
mastitis klinis dan subklinis. Prevalensi mastitis subklinis sangat tinggi, yaitu
mencapai 85%. Dampak yang ditimbulkan adalah penurunan produksi susu sampai
15%. Jika sapi perah yang sehat mampu menghasilkan produksi susu rataan 15
liter/hari dengan harga susu adalah Rp. 6000,- /liter, maka penurunan produksi 15%
akan menyebabkan kerugian sebesar 13.500,- /ekor/hari. Sapi yang menderita mastitis
akan menghasilkan susu dengan kandungan cemaran bakteri yang tinggi, melebihi
standar SNI susu segar, yaitu lebih dari 106 CFU/ml, dan kandungan gizi susu
menurun. Selain itu, ditambah biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk pakan dan
manajemen pemerahan dan penanganan susu yang ada di CV. Bumiku Hijau,
Yogyakarta.
Hijau yang terfokus pada Manajemen Pemerahan Kambing Laktasi, Manfaat dari
pengalaman dan wawasan dalam bidang pemeliharaan kambing perah, serta melatih
3
keterampilan dalam proses pemeliharaan sampai pemerahan dan penanganan susu
secara baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
untuk diambil susu maupun dagingnya, berasal dari silangan perkawinan antara
136 – 200 liter per masa laktasi yang didominasi oleh kambing jenis peranakan etawa
(PE), kambing kacang, dan kambing jenis saaanen (Sutana dan Budiarsa, 2011).
sedangkan kambing jenis etawa merupakan kambing yang memiliki jumlah produksi
susu rendah namun kualitas susu yang bagus sehingga dihasilkan keturunanya berupa
kambing sapera yang mampu memproduksi susu sebanyak 300 liter per masa laktasi
dengan rataan masa laktasi sebesar 300 hari dan memiliki kualitas susu yang bagus
(Ruhimat, 2003).
Susu kambing merupakan salah satu sumber pangan yang bergizi dimana
dewasa ini sering dicari karena bau yang tidak terlalu amis, lebih mudah dicerna, dan
kandungan gizinya memiliki kecenderungan yang sama dengan ASI serta dapat
4
diminum langsung tanpa harus dimasak terlebih dahulu (Moeljanto & Wiryanta,
2002). Indonesia sendiri memiliki prospek yang baik untuk menjadi salah satu
produsen susu kambing khususnya daerah Jawa Tengah yang mana provinsi tersebut
istilah pemerahan. Manajemen adalah sebuah proses yang terdiri dari perencanaan,
ditetapkan sebelumnya. Manajemen berasal dari kata “to manage“ yang artinya
mengatur dimana hal tersebut dilakukan melalui proses berdasarkan urutan dari
mendapatkan produksi susu yang maksimal dan terbagi atas 3 tahap meliputi tahap
bentuk pemeliharaan ternak perah khususnya pada bagian prosedural dan tatalaksana
dimana salah satu faktor keberhasilan suatu peternakan didasari oleh manajemen,
sesuai dengan pendapat dari Leondro (2009) yang menyatakan bahwa salah satu
5
faktor keberhasilan suatu peternakan yaitu manajemen yang baik, kualitas bibit yang
mumpuni, pakan yang berkualitas, kesehatan ternak dan faktor lingkungan. Faktor
yang akan diamati yaitu kegiatan industri secara keseluruhan dan pengelolaan sumber
tujuan mendapatkan produksi susu yang maksimal dan terbagi atas 3 tahap meliputi
(Sasongko et al., 2012). Berdasarkan dari hal diatas maka akan diamati yaitu prosedur
pemerahan dan segala kegiatan yang dilakukan saat proses pemerahan yang
metode pemerahan yang baik dengan memperhatikan standar kualitas nilai susu,
kenyamanan dan hak asasi ternak, serta higienisitas proses pemerahan agar
menghasilkan susu yang bermutu dan layak dikonsumsi sesuai yang dicanangkan
berguna untuk mencegah susu rusak, ternak menjadi sakit karena mastitis dan
Proses tatalaksana pemerahan yang baik dimulai dari proses sanitasi kandang
yang bertujuan untuk mengurangi jumlah kotoran yang dapat mencemari ambing
6
maupun puting, kemudian dilakukan penggiringan ternak menuju milking parlor
untuk diperah kemudian dilanjutkan dengan proses pencucian ambing dan puting, lalu
dimulai proses pemerahan dan kemudian diakhiri dengan pencelupan puting. Standar
tersebut selalu dilakukan untuk menjaga kualitas susu dan kesehatan ternak perahnya
itu sendiri (Aritonang, 2017). Pemerahan dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu
dengan tangan / manual (hand milking) dan menggunakan mesin pemerah susu yang
dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada penampung dan susu diperah
kedalam penampung melalui unit perah. Pemerahan dengan metode whole hand
dilakukan dengan menggunakan seluruh tangan. Cara pemerahan whole hand yaitu
dengan memegang putting antara ibu jari dan telunjuk, kemudian diikuti dengan jari
dibawahnya. Penekanan diawalin dengn meremas pangkal putting dengan ibu jari dan
telunjuk, kemudian diikuti dengan jari tengah, jari manis dan telunjuk (Leondro,
2015).
Metode whole hand adalah metode pemerahan yang dilakukan dengan cara
menggegam puting dengan kepalan tangan sehingga susu terdesak keluar Cara ini
merupakan cara pemerahan yang mudah dan aman sehingga ambing tidak menjadi
7
Ilustrasi 1. Metode Pemerahan Whole Hand
Metode Knevelen yaitu pemerahan yang dilakukan seperti whole hand namun
dengan membengkokkan ibu jari sambil ditekan secara halus, sehingga kuku tidak
melukai putting. Menurut Leondro (2015) bahwa pemerahan ini dilakukan apabila
Stripping atau disebut dengan perah pijit merupakan salah satu metode
pemerahan dengan cara puting dijepit dengan ibu jari dan telunjuk kemudian digeser
sambil memijat sampai susu keluar. Menurut Leondro (2015) bahwa pemerahan
dengan metode srtipping dapat dilakukan sebagai pemerahan penghabisan susu atau
8
Ilustrasi 3. Metode Pemerahan Stripping
adalah mesin yang berfungsi sebagai sarana untuk memerah susu secara pneumatis,
pemerahan dilakukan dengan membuat tekanan vakum pada penampung dan susu
diperah kedalam penampung melalui unit perah (Mein, 2012). Penampang mesin
perah ada dua jenis yaitu mesin perah permanen yang menjadi satu dengan tempat
pemerahan atau milking parlour dan mesin perah portabel yang tidak menyatu dengan
9
Ilustrasi 4. Gambar Penampang Mesin Perah
merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah serangan penyakit
ini (Syarif dan Harianto, 2011). Bahan yang digunakan sebagai media pencelupan
putting bisa berupa povidone iodine maupun cairan antiseptik herbal seperti ekstrak
daun sirih, ekstrak daun kelor dan lain sebagainya. Sesuai dengan pendapat dari
Pamela et al (2015) yang menyatakan bahwa sebagai salah satu pencegah peradangan
ambing dan putting pasca pemerahan susu yaitu dengan pencelupan putting
Proses pemerahan tersebut berkaitan dengan peristiwa milk let down positif
atau susu dapat keluar yang pertama dimulai oleh adanya stimulus atau rangsangan
berupa stimulus penglihatan contohnya ketika induk yang akan diperah melihat pedet
ketika induk yang akan diperah mendengar suara mesin perah atau mendengar milk
hand kemudian ada stimulus berupa sentuhan contohnya ketika pembasuhan ambing
menggunakan air hangat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sangbara (2011)
menyatakan bahwa rangsangan atau stimulus yang diterima oleh ternak dapat berasal
dari indera peraba, pengelihatan, dan pendengaran. Stimulus akan dibawa oleh spinal
10
cord menuju hipotalamus. Pada hipotalamus akan mengeluarkan RFO (Releasing
hormon oksitosin melalui hipofisa posterior. Hormon oksitoksin akan dibawa oleh
vena jugularis menuju ke jantung, kemudian pada jantung akan dipompa melalui
arteri pudenta interna untuk ambing bagian depan dan arteri pudenda eksterna untuk
ambing bagian belakang. Didalam arteri ini hormon oksitoksin akan masuk kedalam
sel sekretori. Pada sel sekretori akan terjadi proses sintesis susu kemudian akan
masuk juga ke lumen dan gland cistern. Didalam gland cistern hormon oksitoksin
akan bergerak menuju otot spincter sehingga yang menyebabkan terjadinya kontraksi
sehingga memicu annular fold terbuka dan susu dapat bergerak menuju teat meatus.
Menurut Ma'ruf et al., (2017) menyatakan bahwa hormon oksitoksin berfungsi untuk
merangsang kontraksi otot spincter di annular fold sehingga susu dapat dikeluarkan
saat proses pemerahan, dapat merangsang kontraksi ductus dan membantu dalam
proses pengeluaran susu. Susu akan ditampung didalam teat cistern dan dikeluarkan
Hambatan pada proses pengeluaran susu terjadi juga dalam peristiwa milk
letdown negatif yaitu yang pertama dimulai oleh adanya stimulus atau rangsangan
berupa rasa sakit dan stress yang kemudian akan ditangkap oleh spinal cord. Spinal
cord akan memerintahkan kelenjar adrenalin yang terletak diatas ginjal untuk
hormon epineprin di hasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon epineprin akan masuk
11
kedalam vena jugularis dan akan menuju ke jantung yang dipompa melalui arteri
pudenta interna dan arteri pudenta eksterna. Didalam arteri ini hormon epineprin akan
masuk kedalam sel sekretori, lumen dan gland cistern dan akan menyebabkan susu
tidak dapat keluar. Hal ini sesuai dengan pendapat Tanuwiria et al (2020) menyatakan
penyempitan pembuluh darah sehingga susu tidak dapat keluar saat proses
pemerahan. Hambatan lainya bisa berupa kondisi lingkungan tidak sesuai, ternak
sedang sakit, atau masa laktasi sudah terlalu lama (Leondro, 2009).
Puting, Sanitasi Mesin Perah, Pengemasan Susu, Penyimpanan Susu, dan Pengolahan
Susu menjadi produk yang bernilai jual. Kegiatan tersebut merupakan hal esensial
dari proses penanganan produk hasil ternak agar terjaga kualitas dan aman
merupakan hal yang biasa dilakukan baik oleh pengusaha maupun oleh peternak
dengan tujuan mendapatkan nilai jual yang lebih tinggi, meningkatkan mutu produk,
maupun mengawetkan produk. (Arief, et al., 2018). Produk susu merupakan salah
satu produk yang mudah rusak apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada perlakuan
12
khusus sehingga diperlukan pengolahan susu yang baik dengan tujuan untuk
meningkatkan nilai jual atau hanya untuk menjaga kualitas susu (Aritonang, 2017).
Susu kambing termasuk dalam salah satu produk yang memiliki bau menyengat,
beberapa orang mungkin kurang menyukai aroma tersebut yang mana aroma tersebut
berasal dari feromon yang terdapat pada tubuh kambing sehingga menimbulkan bau
yang khas (Aritonang, 2017). Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk
mengurangi bau susu yaitu dengan melakukan proses pemerahan yang steril, milk can
yang telah terisi susu tidak terlalu lama berada di kandang, proses pasteurisasi segar
secara langsung dengan higienisitas yang tinggi, menambahkan ekstrak vanili atau
penambahan sirup tertentu yang berguna untuk mengurangi bau kambing, dan
13
BAB III
Kambing Perah di Peternakan Bumiku Hijau akan dilaksanakan pada bulan Januari
2021 sampai dengan bulan Februari 2021 di Peternakan Bumiku Hijau, Kelurahan
3.1. Materi
Materi yang digunakan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah
kambing perah jenis sapera laktasi sebanyak 17 ekor yang dipelihara di Kandang
3.2. Metode
Metode yang digunakan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yaitu
secara aktif berkontribusi dan mengikuti kegiatan rutin dalam pemeliharaan kambing
14
susu pasca pemerahan, jumlah produksi susu, dan pengolahan susu. Mengumpulkan
data dengan lengkap, yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data Primer
terdiri atas pencatatan data harian seperti produksi susu, data tahapan pemerahan, data
mingguan berupa hasil pengecekan mastitis, serta data sekunder yang terdiri atas hasil
1. Prosedur Pemerahan
Prosedur pemerahan yang baik harus memiliki tatalaksana pemerahan yang baik
sesuai dengan SOP (Standar Operasional Produksi) pada industri ternak perah serta
dilaksanakan dengan baik oleh karyawan. SOP perusahaan yang baik adalah SOP
yang sesuai dengan standar dan dilaksanakan dengan runtut dan tertib, dimulai dari
pada puting. Fokus utama yaitu pada bidang metode pemerahan, fase-fase
15
penanganan susu pasca penyimpanan, tatacara penyimpanan, lokasi penyimpanan,
penyimpanan produk yang ada pada Peternakan CV. Bumiku Hijau, Yogyakarta.
BAB IV
dalam bidang peternakan dan perdagangan kambing dan domba. CV Bumiku Hijau
didirikan oleh Bapak Bondan Danu Kusuma, SE selaku pemilik dan memulai usaha
sejak tahun 2008. Awal berdirinya CV Bumiku Hijau memilih kambing jenis PE
Bumiku Hijau, menambah usaha jenis kambing sapera yang khusus menghasilkan
susu. Hasil perahan susu tersebut, CV Bumiku Hijau mengolah susu mentah tersebut,
menjadi susu kambing bubuk aneka rasa dan juga susu kambing pasteurisasi yang
siap jual. Ada tiga varian rasa susu bubuk yaitu Original, Coklat, Vanilla, sedangkan
untuk susu pasteurisasi hanya mempunyai satu jenis saja yaitu susu murni. Semua
produk susu kambing sudah memiliki ijin edar baik dari BPOM ataupun MUI. Pada
tahun 2016 ada potensi besar di bisnis usaha kambing pedaging dan akhirnya dengan
16
usaha keras pada tahun 2019 CV. Bumiku Hijau sukses dengan predikat terbaik untuk
pengelolaan dan penjualan hewan kurban, hal ini sesuai semboyan yakni “Setiap laga
adalah FINAL”.
Sejarah perusahaan dimulai dari pemilik CV. Bumiku Hijau yaitu Bapak
Bondan Danu Kusuma, SE. yang merupakan salah satu akuntan di Yogyakarta yang
memiliki hobi beternak kambing untuk kontes. Tahun 2006 terlibat dalam salah satu
kecelakaan yaitu menabrak dua ekor kambing saanen milik peternak yang dilepas di
jalan. Dua ekor kambing tersebut dibeli oleh Pak Bondan untuk dipelihara, sebagai
bentuk ganti rugi dimana ternyata dua ekor kambing tersebut sedang bunting
sehingga melahirkan anak kambing yang kebetulan betina semua sehingga muncul
ide untuk beternak kambing. Selang beberapa waktu, Bapak Bondan melakukan
perkawinan silang antara kambing etawa kontes jantan milik bapak bondan dengan
Bumiku Hijau yang awalnya hanya untuk mengorganisir karyawan dan industri
kandang sehingga limbah dikumpulkan dan diolah menjadi pupuk media tanam yang
17
berasal dari sisa pakan dan Kotoran Kambing kambing serta urin dikumpulkan ke
dalam drum untuk dijual sebagai media pembuatan pupuk. Tahun 2017 dibuka
restoran khusus kambing di daerah Condongcatur, Yogyakarta namun sudah tutup per
tahun 2020 kemarin karena terdampak kerugian akibat pandemi. Saat ini populasi
ternak keseluruhan yaitu sebanyak 96 ekor dengan rincian 47 ekor kambing perah
dengan 1 pejantan jenis Anglo-Swiss dan 47 ekor domba penggemukan jenis merino
beserta satu jenis pejantan khusus. Struktur organisasi CV. Bumiku Hijau Yogyakarta
18
CV. Bumiku Hijau berkomitmen untuk mengembangkan perusahaan menjadi
lebih baik dan mampu bersaing yang dipaparkan dalam visi dan misi perusahaan
DI Yogyakarta pada tahun 2020 dan terbaik di Indonesia pada tahun 2025”, serta misi
perusahaan yaitu “Bisa memberi manfaat khususnya untuk masyarakat, karyawan dan
dunia peternakan Indonesia pada umumnya”. Lokasi kantor CV. Bumiku Hijau
Yogyakarta. Kondisi geografis dan topografi lokasi praktik kerja lapangan berdasar
dari data kecamatan dan kelurahan setempat yaitu berada di Desa Margomulyo yang
terletak di ketinggian 160 meter dari permuakaan air laut dengan curah hujan rata-rata
2800 mm3/tahun dan suhu rata-rata 17-39 °C. Keadaan topografi yang relatif datar
menjadikan desa Margomulyo tidak terlalu kesulitan dalam memperoleh sumber air.
Sumber air bersih diperoleh masyarakat melalui air tanah dengan teknik sumur gali
atau bor, sedangkan untuk pengairan lahan pertanian terdapat jaringan irigasi yang
lancar (cenderung banjir) di musim penghujan dan bergilir (cenderung kering) apabila
musim kemarau panjang tiba. Adanya beberapa titik sumber mata air sangat
Jumeneng, Gerjen, dan Kasuran. Adapun sungai yang mengalir di desa Margomulyo
19
Masyarakat di Desa Margomulyo, Seyegan memiliki mata pencaharian paling
umum di sektor peternakan, pertanian, dan perikanan serta buruh. Kondisi lahan
disini cukup subur karena cukup dekat dengan Gunung Merapi (23 km dari puncak
merapi). Penggunaan lahan mencakup 40% Sawah & Peternakan, 31% Pemukiman,
yang bermata pencaharian sebagai petani dan peternak karena jarang ada warga yang
protes akibat dari polusi udara berupa bau serta polusi perairan.
berpengaruh pada produksi susu dan populasi kambing perah. Jumlah kambing perah
di CV. Bumiku Hijau Yogyakarta sebanyak 47 ekor seperti yang tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Populasi Kambing Perah di Kandang Kembar CV. Bumiku Hijau Yogyakarta.
Status Fisiologis Jumlah Ternak (Ekor) Persentase (%)
Laktasi 17 36,17
Cempe 3 6,38
Betina Dara Bunting dan 26 55,32
Kering Kandang
Pejantan 1 2,13
Total 47 100
91,49% dan ternak non produktif sebanyak 8,51%. Ternak produktif terdiri kambing
20
betina laktasi dan kambing dara bunting serta kering kandang. Menurut Leondro
(2015) bahwa ternak produktif adalah ternak yang dimiliki untuk tujuan
dara, cempe dan kambing pejantan. Menurut Barokah (2009) bahwa komposisi ideal
ternak yang diperlihara yaitu 70% ternak produktif dan 30% non porduktif agar tidak
Proses pemeliharaan kambing perah dilakukan mulai pada pukul 05.30 hingga
pukul 16.00. Fase pemerahan pagi dilakukan dengan menggunakan mesin perah dari
kandang dengan metode sanitasi kering yaitu kandang disapu agar kotoran kambing
bahan pakan berupa kleci, konsentrat kambing, ampas tahu, garam, dan air
kandang, kemudian pada pukul 09.00 dilakukan pengambilan kotoran kambing dan
urin lalu dikumpulkan ke dalam karung dan bak penampungan urin. Pukul 10.00
dilakukan pemandian kambing dengan cara digiring ke kandang jepit lalu dimandikan
dan dipotong kukunya. Proses pemandian kambing tersebut dilakukan setiap hari satu
21
kelompok kandang sembari diberikan pakan hijauan fermentasi maupun hijauan segar
tergantung ketersediaan kepada setiap kambing lalu istirahat hingga pukul 13.30.
kembali, sanitasi kering, dan pemerahan dengan metode yang kurang lebih sama
dengan pagi hari, kemudian kegiatan harian diakhiri dengan pemberian pakan hijauan
Pemberian pakan kambing perah dibagi menjadi dua jenis, yaitu pakan
komboran yang terdiri dari campuran konsentrat, ampas tahu, multivitamin, serta
kleci dan pakan hijauan yang terdiri atas hijauan segar dan hijauan fermentasi.
Pemberian pakan komboran dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu setelah
pemerahan pagi dan sebelum pemerahan sore. Pakan komboroan yang diberikan
berfungsi untuk menambah intake nutrien bagi ternak baik yang sedang memasuki
fase laktasi ataupun tidak. Komposisi bahan yang ada dalam pakan komboran terdiri
22
atas kleci sebanyak satu gayung, konsentrat kambing sebanyak satu gayung, ampas
tahu sebanyak satu gayung, dan garam satu genggam per ember. Pakan tersebut
kemudian diberikan air yang sudah mengandung VITERNA sebanyak 2-3 tutup botol
sempurna, kemudian diberikan kepada kambing dengan takaran untuk kambing yang
laktasi dan pejantan mendapatkan satu porsi (satu ember) sedangkan untuk kambing
dara dan kering kandang mendapatkan satu porsi per koloni sebanyak 3-5 ekor.
kambing terutama bagi ternak yang laktasi, biasa diberikan setelah pakan komboran
habis. Pakan yang diberikan berupa dedaunan segar maupun hasil fermentasi 2-3 hari
sebelumnya. Dedaunan tersebut biasa diperoleh dari hasil pemotongan dahan pohon
oleh Dinas Pertamanan Kabupaten Sleman dan diserahkan ke para peternak sebagai
bantuan pakan hijauan ternak, atau diperoleh dari hasil pencarian sendiri secara
mandiri (Ngarit). Hijauan yang dicari yaitu hijauan ramban, ramban adalah dedaunan
23
yang tumbuh di pohon dengan ukuran cukup tinggi sehingga tidak bisa dipotong
dan mengurangi polusi yang bersifat fisik. Sanitasi kandang yang dilakukan berupa
sanitasi kering, yaitu proses sanitasi yang tidak menggunakan air. Penggunaan
metode sanitasi kering karena urin dan Kotoran Kambing ditampung di bagian bawah
apabila terkena air akan menyebabkan pencemaran kualitas Kotoran Kambing dan
urin serta menimbulkan bau yang lebih menyengat dan rawan akan polusi bau bagi
warga sekitar. Proses sanitasi hanya berupa penyapuan kotoran dan bulu yang berada
kuku adalah salah satu jenis perawatan ternak untuk menjaga nilai estetika dan
meminimalisir faktor penyebab stress bagi ternak. Kuku yang terlalu panjang akan
menyebabkan ternak susah berjalan dan merasakan sakit sehingga memicu stress dan
dimandikan dengan sabun cuci dan sikat serta dipotong kukunya setelah selesai.
Kotoran Kambing dan urin di kandang kembar milik CV. Bumiku Hijau
merupakan salah satu by-product yang dijual dan memiliki nilai dagang sebagai salah
satu bahan pembuatan media tanam dan pupuk cair. Proses pengambilan Kotoran
24
Kambing dan urin yaitu dengan cara membuat tampungan Kotoran Kambing di
bagian bawah kandang yang berbahan dasar terpal lalu diberi lubang kecil untuk jalan
masuk urin, lalu setelah dilakukan sanitasi kandang Kotoran Kambing dan urin
milik CV. Bumiku Hijau di Condongcatur, menggunakan motor dan cooling box.
berukuran 1 liter dan dikumpulkan ke dalam cooling box. Setibanya di IPS, susu
langsung di-Pasteurisasi dan dikemas dalam botol lalu dibekukan untuk menjaga
kualitasnya dan membunuh patogen yang hidup di dalam susu. Pemeliharaan khusus
yaitu kegiatan yang dilakukan tidak setiap hari atau dilakukan pada hari tertentu yang
25
11 Desinfeksi Kandang & Lingkungan Dilakukan 1 Minggu Sekali
disebut dalam bahasa jawa “ngarit” yang dilakukan dengan cara mencari hijauan di
tumbuhan sekitar wilayah kandang biasanya dari pohon-pohon milik warga setempat.
Hijauan yang dicari biasanya berupa dedaunan pepohonan dengan jenis tertentu
seperti daun rambutan, daun mahoni, daun beringin, daun sirih, daun belimbing, daun
jambu, daun mangga, dan lain-lain dimana biasa disebut sebagai “ramban”. Tujuan
dari pencarian pakan hijauan “ramban” ini ialah untuk menyuplai kebutuhan pakan
hijauan khususnya untuk kambing pada fase laktasi Pembuatan fermentasi hijauan
dilakukan dengan tujuan untuk membuat pakan yang awet dimakan untuk beberapa
hari kedepan. Metode yang digunakan yaitu metode pengawetan fermentatif dengan
kapasitas 150 liter sembari ditekan-tekan agar tidak ada rongga udara, setiap
seperlima bagian diberi larutan EM4 yang sudah dicampur air sebanyak satu
genggaman tangan kemudian diaduk lalu diisi kembali hingga penuh dan ditutup
plastik serta disegel agar tidak ada udara masuk. Proses fermentasi dilakukan selama
kurang lebih 2 - 4 hari dengan hasil fermentasi biasanya berbau harum namun ada
beberapa jenis daun yang berbau menyengat seperti daun beringin dan daun mahoni.
Saat diberikan kepada ternak dibuang dahulu daun sebanyak kurang lebih sejengkal
dari atas sebagai bentuk pencegahan terhadap jamur yang dapat menyebabkan
26
Pembuatan konsentrat kambing bertujuan untuk memudahkan pembuatan
komboran pakan pada saat hendak diberikan kepada ternak mengingat konsentrat
tersebut merupakan salah satu bahan yang diberikan kepada ternak sebagai sumber
energi dan nutrien tambahan diluar pakan hijauan. Konsentrat dibuat secara manual
tanpa bantuan mesin apapun, bahan yang digunakan untuk membuat konsentrat
kambing yaitu jagung giling, pollard, kleci, premiks kambing, dan garam. Pembuatan
konsentrat dalam sekali waktu biasanya sebanyak 100 kg dengan tujuan bisa
ternak perah, metode yang digunakan yaitu menggunakan observasi ciri fisik birahi,
memiliki kecocokan maka kambing yang disinyalir sedang dalam masa birahi akan
dikawinkan secara alami di kandang kawin bersama 1 ekor pejantan, biasanya dalam
satu waktu ada sekitar 7-10 ekor kambing betina di dalam kandang perkawinan untuk
dikawini oleh pejantan yang mana prosesi perkawinan dilakukan selama kurang lebih
4 – 7 hari.
dalam botol bahwa vitamin telah kadaluarsa saat dilakukan penyuntikan namun
ketika ditanyakan kepada anak kandang mereka mengatakan bahwa tidak apa-apa dan
27
4.3. Manajemen Pemerahan
Hijau yaitu saat pagi hari pukul 05.30 dan siang hari pukul 14.00 dimana dapat
diketahui bahwa frekuensi pemerahan harian sebanyak dua kali dan interval antar
waktu pemerahan sebanyak 8 jam pada siang hari dan 15 jam pada malam hari.
Menurut Leondro (2009) frekuensi pemerahan yang baik pada ternak perah sebaiknya
berbanding seimbang dengan jarak pemerahan / interval antar pemerahan yaitu 2x12
jam. CV. Bumiku Hijau tidak menerapkan hal tersebut karena keterbatasan waktu
yang dimiliki oleh pekerja dan menyesuaikan konsumen susu serta waktu pengolahan
(Nugroho, 2011). Proses pemerahan susu di CV. Bumiku Hijau memiliki SOP yang
ada saat dilakukan proses pemerahan seperti instalasi mesin perah, pengisian kleci,
pembersihan ambing dan puting, serta celup puting. Lebih detailnya akan dipaparkan
pada ilustrasi 7.
28
PENGGIRINGAN
INSTALASI MESIN PENGISIAN PAKAN
KAMBING MENUJU
PERAH PEMERAHAN
MILKING PARLOUR
PEMBERSIHAN
AMBING DAN STRIP TEST PEMERAHAN SUSU
PUTING
Proses pemerahan pagi dan sore dilakukan pada pukul 05.30 dan 14.30, dengan
pemerahan susu dilakukan di milking parlor. Milking parlor atau tempat pemerahan
susu merupakan salah satu fasilitas yang wajib ada pada peternakan ternak perah
skala menengah atau besar karena sangat tidak efisien apabila seluruh ternak diperah
dengan menggunakan metode manual. CV. Bumiku Hijau memiliki milking parlor
hasil modifikasi dengan mesin perah portabel. Jenis milking parlor yang ada di
Kandang Kembar milik CV. Bumiku Hijau Yogyakarta adalah tipe tunggal dengan
kapasitas 2 ekor kambing untuk sekali waktu pemerahan. Penggunaan milking parlor
29
adanya tempat tersebut penggunaan mesin perah menjadi tidak efisien apabila
ditinjau dari segi waktu dan tenaga. Sesuai dengan pendapat Mateus et al (2001) yang
melakukan pemerahan pada ternak dengan untuk meningkatkan efisiensi waktu dan
dan tenaga, penggunaan milking parlor juga memudahkan peternak untuk melatih
perilaku ternak agar mudah diperah karena ternak perah memiliki insting untung
diperah secara rutin apabila sudah masuk waktu pemerahan. Kelebihan penggunaan
milking parlor tunggal yaitu hemat dalam segi biaya dan mudah dalam proses sanitasi
demi sepasang, pada milking parlour terdapat wadah kleci (kulit ari kacang kedelai)
yang berguna sebagai pancingan pada kambing agar mudah dikendalikan dan tidak
30
Kleci diletakkan di depan milking parlor sebagai camilan kambing saat diperah
Ilustrasi 8. Pakan yang diberikan saat pemerahan.
Pembersihan ambing dengan sabun dan air serta sebelum diperah dilakukan
puting dikeluarkan susu sedikit untuk membuka lubang puting baru kemudian
memakan waktu sebanyak 1-2 menit, lalu dilakukan pencelupan puting dengan
Tahapan Pra Pemerahan diawali oleh proses instalasi mesin perah. Proses
instalasi mesin perah dimulai dengan pemasangan kabel dan selang serta peletakan
31
milk can di dudukan mesin perah yang berguna sebagai wadah penampungan susu
saat proses pemerahan. Dilanjutkan dengan peletakan mesin perah ke milking parlor
dengan skema menyilang antar selang sehingga dapat digunakan untuk dua ekor
kambing yang hendak diperah. Proses instalasi instrumen mesin perah dapat dilihat
pada ilustrasi 9.
sebelum pemerahan yaitu : 1). Pastikan seluruh komponen selang dan klep sudah
dalam kondisi kering dan bersih 2). Pastikan juga milk can dalam kondisi kering dan
steril; 3). Rangkai seluruh komponen mesin perah yang terdiri atas klep milk claw,
selang vakum, selang susu, dan motor kabel di mesin perah secara perlahan 4). Listrik
dinyalakan untuk ujicoba apakah sudah bisa melakukan gerakan pneumatis secara
baik dan untuk mendeteksi kebocoran udara yang disedot; 5). Apabila sudah
terpasang dengan baik maka letakkan milk can didalam mesin perah dan sambungkan
32
dengan selang vakum dan selang susu; 6). Pindahkan mesin perah menuju milking
depan milking parlor. Kegiatan ini berguna untuk memancing kambing agar lebih
tenang dan tidak stress saat diperah, penggunaan kleci dikarenakan tingkat
palatabilitasnya yang tinggi serta merupakan salah satu bahan pakan sumber energi
sehingga sangat cocok untuk diberikan saat proses pemerahan. Menurut pendapat dari
Rosatrio et al (2015) yang menyatakan bahwa kleci merupakan salah satu pakan
alternatif pada ternak sebagai sumber energi dan sumber protein, bahan pakan
sebesar (14,45 %) , lemak (3,04 %) , kadar abu (3,15%), dan serat kasar (47,01%) dan
kambing kemudian diikat lalu digiring kearah milking parlor lalu diikatkan ke bagian
tiang agar kambing tidak berlarian dan kepala diarahkan ke kleci sehingga kambing
dapat makan dan lebih tenang. Biasanya, dengan adanya milking parlor kambing
akan lebih paham dimana letak tempat pemerahan dan kandangnya masing-masing,
sesuai dengan pendapat Mateus et al (2001) yang menyatakan bahwa perilaku ternak
33
yang dipelihara menggunakan milking parlor lebih cerdas dalam mengetahui lokasi
menggunakan air, lalu diberi sabun cuci dan dibalutkan ke seluruh bagian ambing dan
pembersihan ambing dan puting yaitu untuk mengurangi resiko penularan penyakit
yang berasal dari patogen di sekitar ambing dan puting. Pengelapan ambing dan
puting dilakukan dengan menggunakan kain microfiber yang hangat dan steril
oksitosin yang berguna untuk mengeluarkan susu melalui lubang puting atau teat
meatus
(Kalinska et al, 2017), mengeringkan ambing dan puting serta meminimalisir kotoran
Hidayati dan Komalasari (2018) yang menyatakan bahwa kain microfiber dapat
mengambil berbagai jenis debris kecil tanpa menggores permukaan luar karena
dengan Strip Test dengan menggunakan tangan. Tujuan dari metode tersebut ialah
untuk membuka puting agar lancar saat diperah serta mendeteksi kemungkinan
adanya penyakit mastitis karena apabila ada susu yang terinfeksi ditakutkan bakal
34
mencemari susu yang lain sehingga tidak aman dikonsumsi. Sesuai dengan pendapat
dari Soediarto et al (2019) yang menyatakan bahwa Strip Test berguna untuk
kerusakan fisik pada susu sebelum dilakukan pemerahan. Proses selanjutnya yaitu
pemasangan alat pemerahan dengan cara membuka klep dan meletakkanya ke bagian
puting untuk dilakukan penyedotan secara pneumatis. Selang lalu diposisikan kurang
lebih 45° agar lebih lancar saat diperah sembari ditunggu hingga susu tidak keluar
lagi. Apabila sudah selesai maka klep penyedot ditutup lalu selang dilepaskan dari
puting. Menurut Leondro (2015) mesin perah diletakkan pada sudut 45° karena pada
sudut tersebut posisi teat meatus tegak lurus dengan gland cistern sehingga
memudahkan proses pemerahan. Proses pemerahan dapat dilihat pada ilustrasi 10.
mesin perah yaitu : 1). Kambing digiring menuju milking parlor 2). Ambing harus
diperhatikan kebersihannya; 3). Mesin perah disediakan; 4). Listrik dinyalakan; 5).
35
Perlahan letakkan milk claw satu-persatu pada bagian putingnya; 6). Ketika
pemerahan sedang berjalan, perhatikan kondisi putting apakah sudah terperah dengan
baik kemudian tunggu hingga pemerahan selesai atau susu tidak keluar dari puting
lagi; 7). Setelah pemerahan selesai, maka alat-alat dibersihkan dan disimpan kembali
pada tempat yang tersedia. Kecepatan proses pemerahan bergantung pada lamanya
menyatakan bahwa lama produksi susu tiap ternak memengaruhi waktu pemerahan.
Waktu pemerahan di kandang CV. Bumiku Hijau dapat dilihat pada tabel 4.
Kecepatan Pemerahan
Fase Fisiologis Total
Pagi Sore
pengelompokan ternak dari masa laktasinya, ditinjau dari hal tersebut ternak pada
masa laktasi muda memiliki kriteria dengan usia laktasi < 1 bulan, masa laktasi tinggi
dengan kriteria usia laktasi 1-7 bulan, dan masa laktasi rendah memiliki kriteria masa
laktasi >7 bulan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa induk pada masa
laktasi muda (<1 bulan) memiliki jumlah produksi susu tinggi sehingga durasi
36
pemerahannya paling lama. Sedangkan jumlah produksi susu ternak fase laktasi
tinggi memiliki durasi pemerahan yang lebih lama dibandingkan ternak fase laktasi
rendah namun sedikit lebih cepat dibandingkan ternak fase laktasi muda. Perbedaan
durasi pemerahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama yaitu usia
laktasi, semakin tua usia laktasi menyebabkan produksi susu semakin menurun
sehingga volume susu yang diproduksi di dalam ambing juga sedikit sehingga
pemerahan cenderung lebih cepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sambodho et al
(2016) yang menyatakan bahwa perbandingan jumlah produksi susu berbanding lurus
dengan lama pemerahan yaitu semakin tua masa laktasi ternak maka semakin cepat
Berdasarkan data yang telah dilampirkan di Lampiran 2, jumlah ternak yang termasuk
dalam fase laktasi muda hanya sebanyak 2 ekor yang memiliki rentang masa laktasi
Ternak yang termasuk fase laktasi tinggi memiliki masa laktasi yang berkisar pada 1-
7 bulan dengan mayoritas populasi berada di fase 4 bulan keatas. Hal ini
menyebabkan adanya keragaman data pada fase laktasi tinggi, padahal seharusnya
ternak pada fase tersebut sudah melalui masa laktasi tinggi yaitu 4 bulan keatas.
Sesuai dengan pendapat Firmansyah (2010) yang menyatakan bahwa salah satu faktor
yang menentukan lama pemerahan yaitu masa laktasi pada ternak, masa laktasi awal
yaitu usia 0-1 bulan, kemudian masa laktasi tinggi yaitu 2-4 bulan, dan masa laktasi
rendah yaitu diatas 4 bulan. Masa laktasi kambing perah idealnya adalah sepanjang
37
Fayuma (2008) lama masa laktasi kambing perah saanen idealnya selama 240 hari
Selama kegiatan praktik kerja lapangan ini tidak dapat mengukur produksi
susu per-individu ternak karena sistem pemerahan dengan tangki penampungan yang
menampung seluruh hasil pemerahan. Perbedaan jumlah produksi susu per individu
ternak tidak dapat diukur karena susu yang diperah langsung masuk menjadi satu ke
dalam milk bucket yang ada di mesin perah sehingga tidak memungkinkan untuk
produksi ternak per individu dengan asumsi semakin lama durasi pemerahan maka
produksi susunya semakin tinggi. Sesuai dengan pendapat Rahayu (2019) bahwa
semakin tinggi produksi susu maka lama waktu pemerahanya juga semakin lama.
Kasus yang terjadi di CV. Bumiku hijau adalah ternak dengan fase laktasi muda
memiliki rataan lama waktu pemerahan yang lebih lama dibandingkan dengan fase
laktasi tinggi, seperti yang bisa dilihat pada tabel keatas. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan populasi yang cukup besar antara kedua kategori fase fisiologis tersebut.
Ternak yang termasuk fase laktasi tinggi memiliki masa laktasi yang berkisar pada 1-
7 bulan dengan mayoritas populasi berada di fase 4 bulan keatas. Hal ini
menyebabkan adanya keragaman data pada fase laktasi tinggi, padahal seharusnya
ternak pada fase tersebut sudah melalui masa laktasi tinggi yaitu 4 bulan keatas.
38
rataan produksi ini disebabkan oleh adanya perbedaan populasi kambing perah
Pencelupan puting merupakan salah satu kegiatan yang wajib dilakukan pada
ternak perah. Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah penyakit mastitis dan
penyebaran patogen dari udara luar maupun tanah menuju ke puting pasca
pemerahan. Proses pencelupan puting memerlukan alat dan bahan berupa alat
pencelup puting yang biasa dinamakan teat dipper dan antiseptik yang mengandung
iodin, cara pencelupan puting di CV. Bumiku Hijau yaitu mencelupkan puting selama
1-2 detik pasca pemerahan ke masing-masing puting yang ada. Lubang putting yang
terbuka membutuhkan waktu menutup kembali dimana hal ini disebabkan otot – otot
spincter (yang dipengaruhi oleh ketebalan dinding putting, diameter lubang putting
dan diameter ujung putting) memiliki struktur yang berbeda sehingga membutuhkan
waktu yang beragam untuk lubang puting menutup. Menurut Stadnik et al. (2010)
bahwa lubang putting membutuhkan waktu untuk menutup setelah pemerahan selesai
berdasarkan diameter lubang putting yang berbeda - beda. Sehingga teat dipping
untuk tetap berdiri dengan diberi pakan agar putting tidak langsung mengenai alas
kandang. Menurut
Astuti (2017) bahwa lubang putting yang masih terbuka setelah pemerahan dapat
menjadi celah masuknya bakteri dari alas kandang yang lembab. Proses pelepasan
39
kambing dilakukan dengan cara melepas tali kekang dan membiarkan kambing
salah masuk kandang koloni. Antiseptik dan alat dipping ditampilkan pada ilustrasi
11.
telah selesai diperah, proses pengiriman dengan cara mesin perah dibawa menuju ke
kamar steril bersamaan dengan milk can, kemudian dilakukan pelepasan kabel dan
selang pada mesin perah dan pengambilan milk can untuk dibersihkan dan diukur
total liter hasil produksi susu sekali fase pemerahan. Tujuan dilakukan pemindahan
susu menuju tempat lain yang steril dan jauh dari kandang yaitu untuk mengurangi
bau pada susu mengingat susu merupakan zat yang sangat mudah menyerap bau
sekitar. Sesuai dengan pendapat dari Aritonang et al (2017) yang menyatakan bahwa
susu merupakan produk yang mudah rusak dan mudah menyerap bau sehingga perlu
penanganan yang baik salah satunya menjauhkan dari benda ataupun tempat dengan
40
Pembersihan mesin perah merupakan kegiatan yang cukup penting karena
Ada beberapa fase dalam pembersihan mesin perah yang diatur dalam Standard
Operational Procedure (SOP) perusahaan yang bisa dilihat pada ilustrasi 12.
PEMBILASAN
PENCUCIAN PENCUCIAN MILK
DENGAN AIR
SELANG DAN KLEP CAN
PANAS
pakaian standar kamar steril yaitu melepas wearpack, menggunakan shower cap dan
sandal khusus kamar steril. Penggunaan barang tersebut menurut Nugroho (2011)
yaitu menjaga kualitas dari susu mengingat susu merupakan bahan yang sangat
mudah terkontaminasi benda asing. Wearpack yang kotor dapat menjatuhkan kotoran
ke dalam susu, rambut yang terlalu panjang dapat jatuh ke dalam milk can dan
mengontaminasi susu, kemudian alas kaki yang bau dapat mencemari aroma dari
41
susu. Dilanjutkan dengan persiapan alat dan bahan pencucian mesin perah berupa
spons dan sabun cuci piring serta kain microfiber. Menurut Aritonang (2017) bahwa
sanitasi alat pemerahan setelah digunakan harus bersih untuk mencegah tumbuhnya
bakteri yang dapat mengkontaminasi susu pada pemerahan berikutnya. Pramesti dan
menggunakan air yang mengalir, sabun dan desinfektan. Menurut Hidayati dan
berbagai jenis debris kecil tanpa menggores permukaan luar karena kotoran
Kemudian dilakukan pelepasan peralatan mesin perah seperti selang, klep dan
milk can. Susu yang berada di milk can tersebut kemudian disaring menggunakan
saringan dan diukur menggunakan gelas ukur untuk mengetahui produksinya selama
satu fase masa pemerahan. Menurut Aritonang (2017) yang menyatakan bahwa
pada susu sehingga dapat meminimalisasi pencemaran susu dari benda asing maupun
patogen yang dapat menurunkan kualitas susu. Pengukuran susu dilakukan untuk
mengetahui jumlah produksi susu tiap fase pemerahan. Menurut pendapat Sutama
(2011) pencatatan produksi susu penting bagi pengusaha ternak perah karena
42
mengambil keputusan yang sifatnya teknis dan ekonomis. Detail data produksi susu
Produksi Susu
Pagi Sore
Produksi susu seperti yang terlihat pada tabel diatas memiliki rataan produksi
per ekor sebanyak 1,18 liter per hari. Menurut pendapat Rusdiana et al.,(2016) yang
menyatakan bahwa standar produksi susu kambing sapera per harinya sebesar 800ml
– 1,4 L/hari Hal tersebut didukung oleh pendapat Mukharomah (2017) yang
menyatakan bahwa produksi rata-rata kambing sapera laktasi berkisar 1-2 L/hari
pemeliharaanya, genetik dan pemberian pakan yang baik juga memengaruhi jumlah
produksi susu.
43
sabun. Penggunaan air mengalir dibagi menjadi dua macam yaitu air biasa dan air
panas. Penggunaan air biasa dilakukan pada pembilasan pertama dan pembilasan
kedua sedangkan penggunaan air panas dilakukan pada pembilasan terakhir. Fungsi
penggunaan air panas menurut Nugroho (2011) adalah untuk membunuh bakteri,
kuman, maupun patogen yang masih hidup di sela-sela selang maupun karet di mesin
perah dan mempercepat proses pengeringan air. Proses pembersihan diakhiri dengan
peletakan komponen mesin perah yang telah dicuci dengan bersih dengan cara
digantung dan untuk milk can dibalik. Ruangan steril kemudian dipel dengan
biosekuriti dan higienisitas guna menjaga kemungkinan adanya kerusakan pada susu
sehingga dapat menurunkan kualitas maupun kadar gizi pada susu (Kristanti, 2015).
Selain itu, proses pengemasan menggunakan kantong plastik berukuran 1 liter dan
diisi penuh satu liter memiliki tujuan agar tidak terlalu banyak udara yang berada di
dalam plastik yang mana dapat mencemari susu (Bekuma et al, 2018). Berikut
44
PENGECEKAN PENGHITUNGAN
PENYARINGAN
ORGANOLEPTIK JUMLAH
SUSU
SUSU PRODUKSI SUSU
Ilustrasi 13. Prosedur Penyimpanan Susu Pasca Pemerahan di Kandang Kembar Milik
CV. Bumiku Hijau, Yogyakarta
warna, bau, rasa, serta ada-tidaknya benda asing yang tercampur pada susu.
pada susu yang dapat merusak kualitas susu. Proses pengecekan menggunakan indra
penciuman, penglihatan, perasa, dan menggunakan bantuan alat penyaring susu serta
sendok stainless untuk mengambil kotoran atau benda asing yang terdapat dalam
susu.
cemaran dalam susu, termasuk dalam salah satu tindak lanjut dari proses pengecekan
organoleptik sebelumnya. Tata caranya yaitu susu dituang dari milkcan menuju gelas
ukur yang dipasang penyaring kemudian susu dituangkan melalui saringan tersebut.
yang telah dituang susu dari langkah sebelumnya. Dikarenakan gelas ukur hanya
berukuran dua liter maka proses pengukuran dilakukan secara kolektif hingga susu di
45
milk can terukur seluruhnya. Pengemasan dilakukan bersamaan dengan pengukuran
jumlah produksi susu dimana setelah diukur langsung dimasukkan ke dalam plastik
berukuran 1 liter kemudian diikat menggunakan karet gelang hingga susu tidak
tumpah maupun bocor. Terakhir yaitu penyimpanan susu dengan cara susu yang telah
dimasukkan ke dalam plastik diletakkan di dalam freezer selama kurang lebih satu
jam agar kondisi susu dingin dan ketika dibawa menggunakan cooling box masih
bersuhu dingin dan tidak rusak. Suhu freezer yang ideal yaitu berkisar diantara 4 – 10
° celsius. Sesuai dengan pendapat Aritonang (2017) yang menyatakan bahwa suhu
ideal kulkas atau freezer yang ideal untuk penyimpanan susu adalah 4 – 10 ° celsius
dimana produk utama mereka berupa susu kambing langsung diolah sesaat setelah
diperah. Pengolahan susu yang ada di CV. Bumiku Hijau hanya ada dua jenis yaitu
pasteurisasi dan susu bubuk. Terkhusus untuk susu bubuk proses pembuatanya tidak
boleh diamati karena ada beberapa hal yang bersifat rahasia perusahaan, sedangkan
untuk susu pasteurisasi bisa diamati dan dilakukan secara langsung. Produk yang
dijual dari hasil pengolahan susu di CV. Bumiku Hijau yaitu berupa :
46
Pasteurisasi merupakan metode pemasakan susu dibawah titik didih dengan
tujuan untuk membunuh patogen tanpa merusak kandungan nutrisi dalam susu.
Metode ini digunakan sebagai bentuk penjagaan kualitas susu dan higiensitas serta
daya tahan susu. Sesuai dengan pendapat Kristanti (2017) yang menyatakan bahwa
memperpanjang masa simpan susu tanpa banyak merubah sifat fisiknya serta
pemanasan di bawah titik didih susu yaitu 100,16 ° celsius. Proses pembuatan
pasteurisasi di CV. Bumiku Hijau dapat dijelaskan dengan skema sesuai dengan
Standard Operational Procedure (SOP) yang berlaku seperti yang ditampilkan pada
ilustrasi 14.
PEMBERSIHAN
PENGEMASAN PENYIMPANAN
ALAT
SUSU SUSU
PASTEURISASI
47
Ilustrasi 14. Alur Pembuatan Susu Pasteurisasi Sesuai Standard Operational
Procedure (SOP) di CV. Bumiku Hijau, Yogyakarta.
hendak memasuki lab pengolahan wajib menggunakan jas lab, penutup kepala, dan
dalam susu disertai dengan kegiatan mencuci tangan, pengecekan suhu susu segar,
pelepasan alas kaki, pelepasan jam tangan dan perhiasan. Berikut pakaian yang
ilustrasi 15.
48
Pakaian Standar di Laboratorium Pengolahan Susu Pasteurisasi
pemanasan alat pasteurisasi berupa tungku stainless steel yang memiliki rongga berisi
air, fungsi pemanasan yaitu untuk memanaskan air yang terdapat di dalam rongga
tungku sehingga proses pasteurisasi dapat berjalan dengan cepat, sedangkan fungsi air
di dalam rongga tungku pasteurisasi adalah agar tidak ada susu yang terkena kontak
panas langsung (direct heat) dimana hal tersebut dapat merusak kualitas susu.
susu agar saat susu didinginkan wadah sudah menjadi dingin sehingga susu lebih
cepat terjadi penurunan suhu. Dilanjutkan dengan pemasangan klep keran untuk
persiapan diatas kurang lebih memakan waktu selama 1 jam. Proses dan peralatan
49
Tungku Pasteurisasi Persiapan Wadah Pendingin
dengan cara memasak susu dan diaduk diatas tungku pasteurisasi hingga suhu
(2013) pemanasan susu hingga suhu 70° C tersebut dilakukan agar patogen yang
berisi bakteri dan mikroba mati namun tidak merusak struktur fisik dari susu.
Pemindahan susu dari tungku menuju wadah pendingin stainless menggunakan keran
dan klep yang sudah terpasang sebelumnya sembari diaduk agar susu tidak
menggumpal akibat dari perubahan suhu yang mendadak. Hal tersebut didukung oleh
pendapat dari
susu dengan prinsip memanaskan susu dibawah titik didih tepatnya pada suhu <80 °C
sehingga kandungan gizi di dalamnya tidak rusak akan tetapi patogen yang ada dalam
50
susu dapat dinetralisir agar dapat dikonsumsi oleh manusia. Proses pembuatan susu
menggunakan botol yang telah dicuci menggunakan air tanpa sabun sehari
51
posisi terbalik hingga tidak ada air yang tersisa. Penggunaan metode tersebut agar
susu tidak tercemar oleh sabun cuci dimana sabun cuci dapat merusak kualitas dari
susu. Sesuai dengan pendapat Navyanti dan Andriani (2015) yang menyatakan bahwa
sabun cuci yang tercampur pada susu aman dikonsumsi namun dapat merusak
citarasa dan warna sehingga dinilai menurunkan kualitas dari susu tersebut. Botol
kemudian ditutup dan disegel menggunakan tutup botol dan segel plastik dan diakhiri
oleh pemberian stiker merk, tanggal produksi dan kadaluarsa pada bagian botol
tersebut secara manual dengan bantuan air panas. Penyegelan berfungsi untuk
menjaga kualitas susu agar tidak tercemar saat proses penyimpanan maupun proses
bahwa penyegelan botol penting untuk menjaga kualitas produk agar tidak tercemar
52
Penyimpanan Botol Susu di Kulkas dan Freezer
Ilustrasi 17. Prosedur Penanganan Susu Pasca Pasteurisasi di CV. Bumiku Hijau.
botol susu yang telah disegel dan diberi label ke dalam freezer khusus susu dengan
suhu (-10) hingga 2 ° celsius. Penyimpanan susu dalam suhu tersebut berfungsi untuk
mencegah spora patogen yang terdapat dalam susu tidak berkembang sehingga
menyebabkan suhu menjadi basi. Sesuai dengan pendapat Wulandari et al. (2017)
yang menyatakan bahwa penyimpanan susu pasteurisasi untuk dibekukan paling baik
pada suhu (-15) hingga 0 ° celsius karena pada suhu tersebut spora bakteri dan
mikroba yang terkandung dalam susu tidak dapat hidup dan berkembangbiak.
Sebelum kegiatan PKL belum ada kegiatan pengecekan mastitis pada ternak,
pengetahuan anak kandang tentang mastitis juga sangat minim, sehingga pengecekan
mastitis dilakukan secara mandiri dimana ide tersebut disambut dengan baik sehingga
dilakukan pengadaan barang berupa alat uji mastitis pada ternak perah yaitu paddle
53
dan larutan CMT (California Mastitis Test). Seperti yang telah umum diketahui,
penyakit mastitis merupakan peradangan ambing atau puting yang sangat umum
terjadi pada ternak perah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri patogen yang tumbuh
akibat dari proses pemerahan yang tidak tuntas sehingga bakteri patogen mudah
peradangan ambing yaitu ambing bengkak, memerah, membesar dengan ukuran yang
tidak wajar dan tidak simetris. Penyakit ini dapat menular secara tidak langsung
apabila saat proses pemerahan dengan mesin dicegah dengan menerapkan sistem
biosekuriti yang baik dan pemeriksaan secara berkala (Kalinska et al, 2017). Mastitis
juga memiliki dua tipe, yaitu mastitis klinis dan subklinis. Klinis menandakan bahwa
penyakit tersebut terlihat secara visual tanpa perlu ada pengecekan lebih lanjut seperti
kondisi susu yang menggumpal ataupun encer, ambing bengkak, dan ternak
penyakit mastitis namun memerlukan pengujian lebih lanjut salah satunya adalah
dilakukan dengan cara mengambil sampel susu langsung dari masing-masing puting
milik ternak setiap ekornya kemudian dilakukan pendeteksian dengan bantuan larutan
CMT (California Mastitis Test). CMT sendiri merupakan larutan dengan kandungan
zat antikoagulan untuk memecah struktur koagulasi pada susu. Susu yang terindikasi
mastitis biasanya memiliki daya ikat molekul yang lebih rendah sehingga mudah
pecah dan menggumpal, sedangkan susu yang sehat memiliki daya ikat molekul yang
kuat yaitu apabila diteteskan reagen CMT tidak akan mengalami penggumpalan.
54
Proses pengecekan mastitis semenjak dilakukan pelatihan dilakukan sebanyak 2
minggu sekali dan hasilnya dicatat untuk dievaluasi lebih lanjut mengenai tindakan
yang hendak dilakukan. Proses pengambilan sampel mastitis dilakukan dengan cara
melakukan strip test pada masing-masing putting tiap ternak yang diuji untuk
adanya gejala mastitis klinis. Pengamatan berikutnya yaitu pemberian reagen cmt
sebanyak 1-2 ml di paddle yang terisi sampel susu tersebut kemudian diamati ada
tidaknya penggumpalan pada susu. Proses tersebut dapat dilihat pada ilustrasi 14.
terhadap penyakit spesifik seperti mastitis. Kegiatan ini hanya dilaksanakan apabila
ada ternak dengan nafsu makan yang turun secara mendadak, demam, maupun
55
mengalami inflamasi akut. Terkhusus penyakit mastitis tidak ditemukan adanya
paddle khusus cek mastitis. Baik tidaknya penanganan mastitis bisa ditinjau dari nilai
yang menyatakan bahwa nilai prevalensi mastitis dapat menjadi tolok ukur kualitas
evaluasi tindakan lanjut terhadap kambing yang menderita penyakit tersebut. Hasil
kasus positif mastitis dengan jumlah total 4 ekor. Penyebab adanya peningkatan nilai
prevalensi mastitis yaitu meningkatnya jumlah ternak yang tertular bakteri penyebab
56
menyatakan bahwa penyebab utama kenaikan nilai prevalensi mastitis dikarenakan
sanitasi. Selain itu, kenaikan nilai prevalensi mastitis juga disebabkan oleh
prevalensi mastitis pada peternakan perah yang baik menurut Surjowardojo (2011)
yaitu dengan meningkatkan sistem sanitasi dan penggunaan cairan dipping yang tepat
BAB V
5.1. Kesimpulan
susu dari pemeliharaan hingga siap konsumsi dengan baik, seperti manajemen
pemerahan yang sudah sesuai standar, penanganan susu yang higienis, pengolahan
dan penyimpanan susu yang sudah tepat. Masih ditemukan beberapa kasus dimana
tidak sesuai dengan standar pemeliharaan yang baik terutama pada sistem pencelupan
putting, tidak adanya pengecekan rutin mastitis subklinis pada ternak menyebabkan
adanya kemungkinan pencemaran dan penurunan kualitas susu hasil produksi di CV.
57
5.2. Saran
kandang untuk tetap menjaga SOP yang sudah diberikan serta perbaikan manajemen
DAFTAR PUSTAKA
58
Hidayati, E. Lailatil dan M. Komalasari. 2018. Penyempurnaan dengan menggunakan
senyawa fluorokarbon pada kain poliester microfiber terhadap sifat tolak air,
kekuatan tarik dan kekakuan kain. Jurnal Sains dan Teknologi Tekstil. 1(16) :
9-18.
Hutagaol, F. V. A. 2013. Kualitas Mikrobiologi Susu Sebelum dan Sesudah
Pasteurisasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kalinska, A., M. Golebiewski and A. Wojcik. 2017. Mastitis pathogens in dairy
cattle. World Scientific News. 89 : 22-31.
Kotler, P. 2008. Prinsip – Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Kristanti, N. D. 2010. Daya simpan susu pasteurisasi ditinjau dari kualitas mikroba
termodurik dan kualitas kimia. Jurnal Ilmu Teknologi Hasil Ternak. 12(1) : 1-
7.
Kristanti, N. D., A. Warnaen dan D. R. A. Daning. 2015. Titik kontrol kristis pada
pengolahan susu pasteurisasi di Koperasi Unit Desa (KUD) Dau Kabupaten
Malang. Jurnal Sains Peternakan. 15(1) : 1-7.
Kristiawan, M., D. Safitri dan R. Lestari. 2017. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta:
Deepublish.
Leondro, H. 2009. Dasar Ternak Perah. Malang: Universitas Kanjuruhan.
Mateus, J. R., P. D. Paranhos and D. M. Broomb. 2001. Consistency of side choice in
the milking parlour by Holstein-Friesian cows and its relationship with their
reactivity and milk yield. Journal Applied Animal Behaviour Science. 70(1) :
177-186.
Mein, G. A. 2012. The role of the milking machine in mastitis control. Veterinary
Clinics: Food Animal Practice. 28(2) : 307-320.
Moeljanto dan Wiryanta. 2002, Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Jakarta: Agro
Media Pustaka
Mukharomi, C. 2017. Perbandingan Kemampuan Produksi Susu Kambing Peranakan
Etawa dan Sapera (Studi Kasus di Farm Iwan Desa Gumelar Kecamatan
Gumelar Kabupaten Banyumas) [disertasi]. Purwokerto (ID): Universitas
Jenderal Soedirman).
Navyanti, F. dan R. Adriyani. 2015. Higiene sanitasi, kualitas fisik dan bakteriologi
susu sapi segar perusahaan susu x di Surabaya. Jurnal kesehatan lingkungan.
8(1) : 36-47.
Nugroho, H. 2011. Manajemen Pemeliharaan Kambing Peranakan Etawa di
Peternakan Bumiku Hijau Yogyakarta. (Laporan Magang).
59
Nurhayati, I. S. dan E. Martindah. 2015. Pengendalian mastitis subklinis melalui
pemberian antibiotik saat periode kering pada sapi perah. Jurnal Wartazoa.
25(2) : 65-74.
Pamela, A. 2015. Daya Hambat Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dengan
Pelarut Etanol dan Aquades terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus Penyebab Mastitis pada Sapi Perah [disertasi]. Malang (ID):
Universitas Brawijaya).
Priono, D., E. Kusumanti dan D. W. Harjanti. 2016. Jumlah bakteri Staphylococcus
aureus dan skor California Mastitis Test (CMT) pada susu kambing peranakan
etawa akibat dipping ekstrak daun babadotan (Ageratum conyzoides L.).
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 26(1) : 52-57.
Rahayu, F. E. (2019). Pengaruh bentuk ambing terhadap produksi susu dan lama
pemerahan pada kambing senduro. Thesis. Universitas Brawijaya.
Riswanti, I., Komar, S. B., & Indrijani, H. (2012). Pendugaan kemampuan produksi
susu pada kambing saanen (kasus di PT Taurus Dairy Farm). Students e-
Journal, 1(1), 16.
Rosartio, R., Y. Suranindyah dan S. Bintara. 2015. Produksi dan komposisi susu
kambing peranakan ettawa di dataran tinggi dan dataran rendah daerah
istimewa yogyakarta. Buletin Peternakan. 39(3) : 180-188.
Ruhimat A. 2003. Produktivitas Kambing Persilangan Peranakan Etawa Betina
dengan Kambing Saanen Jantan (PESA) di PT Taurus Dairy Farm [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rusdiana, S., L. Praharani dan S. Sumanto. 2016. Kualitas dan produktivitas susu
kambing perah persilangan di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. 34(2) : 79-86.
Stadnik, L., F. Louda, J. Bezdicek, A. Jezkova and M. Rakos. 2010. Changes in teat
parameter caused by milking and their recovery to their initial size. Journal
Archiv Tierzucht. 53(6) : 650-662.
Surjowardojo, P. 2011. Tingkat kejadian mastitis dengan whiteside test dan produksi
susu sapi perah friesien holstein. Jurnal Ternak Tropika. 12(1) : 46-55.
60
Sutama, I.K. dan Budiarsa I.G.M. 2011. Panduan Lengkap Kambing dan Domba.
Jakarta: Penebar Swadaya.
LAMPIRAN
61
Lampiran 2. Data Kambing Laktasi
N Masa Laktasi
Kode Ternak (EARTAG) Kelompok
O (Bulan)
1 3030 0 Laktasi Muda
2 7109 0 Laktasi Muda
3 3028 4 Laktasi Tinggi
4 3016 5 Laktasi Tinggi
5 3036 4 Laktasi Tinggi
6 Hitam Eartag Kiri (Tanpa Kode) 3 Laktasi Tinggi
7 3378 6 Laktasi Tinggi
8 7106 7 Laktasi Tinggi
9 3029 4 Laktasi Tinggi
10 1695 6 Laktasi Tinggi
11 1660 6 Laktasi Tinggi
12 3034 3 Laktasi Tinggi
13 3089 8 Laktasi Tinggi
14 1673 10 Laktasi Rendah
15 3022 11 Laktasi Rendah
16 3090 9 Laktasi Rendah
17 7103 10 Laktasi Rendah
Keterangan :
62
Kelompok Fase Laktasi Muda (≤ 1 Bulan Masa Laktasi)
Kelompok Fase Laktasi Tinggi (Bulan Laktasi 1 – 7 Bulan)
Kelompok Fase Laktasi Rendah (Bulan Laktasi > 7 Bulan)
Produksi Susu
Keseluruhan
Rataan Produksi
NO Tanggal Total
(Liter) Per Ekor (Liter)
Pagi Sore
63
9 19 Januari 2020 14,15 6,55 20,7 1,22
64
Rataan 13,02 7,01 20,03 1,18
Kecepatan Pemerahan
N Kode Ternak
(Detik) Total
O (EARTAG)
Pagi Sore
65
13 3089 136 91 227
14 1673 89 32 121
15 3022 77 20 97
16 3090 69 21 90
17 7103 52 16 68
Keterangan :
Kelompok Fase Laktasi Muda (≤ 1 Bulan Masa Laktasi)
Kelompok Fase Laktasi Tinggi (Bulan Laktasi 1 – 7 Bulan)
Kelompok Fase Laktasi Rendah (Bulan Laktasi > 7 Bulan)
66
7109 - - - - - -
3022 - - - - - -
3030 - - - - - -
3090 - - - - - -
7103 - - - - - -
Keterangan :
+ = Terindikasi Positif Mastitis
- = Tidak Terindikasi Mastitis / Negatif
Penghitungan Prevalensi Mastitis
Jumlah Ternak Positif Mastitis : 4 Ekor
Jumlah Ternak yang Diuji : 17 Ekor
Rumus Penghitungan Prevalensi Mastitis :
Jumlah Kuartir yang Terindikasi Positif
× 100%
Jumlah Total Kuartir yang Diuji
4
100% = 11,76 %
34
67
Lampiran 7. Denah Kandang
68
Lampiran 8. Sertifikat Kegiatan PKL
69
70
RIWAYAT HIDUP
tanggal 14 Juni 1999. Penulis merupakan anak bungsu dari Keluarga Bapak Drs.
pada tahun 2011, SMP Negeri 2 Semarang pada tahun 2014, dan SMA NASIMA
Pada tahun 2017 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program studi S-1
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Saat ini penulis masih
terdaftar sebagai mahasiswa aktif program studi S-1 Peternakan, Fakultas Peternakan
71