Anda di halaman 1dari 22

PERKEMBANGAN PENANGANAN

HASIL TERNAK SUSU


STUDI LITERATUR

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Kelompok Mata Kuliah


Penanganan Hasil Ternak

Oleh :

MAMIK INDRIYANI 185050100111007


THONY RESDA WINGGALIH 185050100111052
ELISABETH ANINDIA EKA S. P. 185050100111118
DANDY ULUL AZMI 185050100111129

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang
senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan studi literature ini dengan
judul “PERKEMBANGAN PENANGANAN HASIL TERNAK SUSU” sebagai syarat untuk
menyelesaikan tugas terstruktur kelompok mata kuliah Penanganan Hasil Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya.
Dalam penyusunan studi literature ini banyak hambatan serta rintangan yang penulis
hadapi namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak
secara moral maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
• Prof. Dr. Ir. Suyadi, MS Selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
• Dr. Herly Evanuarini, S.Pt., MP. Selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan arahan selama penyusunan studi literature.
• Seluruh jajaran Dosen dan Staf Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
• Kedua Orang yang telah memberikan doa dan dukungan selama proses pembuatan studi
literature.
• Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu memberikan dukungan.
Penulis mohon maaf atas segala kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga studi literature ini
dapat memberikan manfaat untuk mendorong penelitian-penelitian selanjutnya.

Malang, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................6
LATAR BELAKANG.................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................7
1.1 Susu........................................................................................................................................7
1.1.1 Definisi Susu...................................................................................................................7
1.1.2 Penerimaan Susu.............................................................................................................8
1.1.3 Pendinginan Susu............................................................................................................8
1.1.4 Distribusi Susu................................................................................................................9
1.2 Kualitas Susu........................................................................................................................10
1.2.1 Uji Penyaringan.............................................................................................................10
1.2.2 Uji Katalase...................................................................................................................11
1.2.3 Uji Reduktase................................................................................................................11
1.2.4 Uji Derajat Keasaman...................................................................................................12
1.2.5 Uji Alkohol....................................................................................................................12
1.2.6 Uji Warna......................................................................................................................13
1.2.7 Uji Bau..........................................................................................................................13
1.2.8 Uji Rasa.........................................................................................................................13
1.2.9 Uji Masak......................................................................................................................14
1.3 Sanitasi Persusuan................................................................................................................14
1.4 Perlakuan Pendahuluan Susu (Milk Pre-Treatment)............................................................15
1.4.1 Klarifikasi (Penjernihan)...............................................................................................16
1.4.2 Separasi (Pemisahan)....................................................................................................17
1.4.3 Homogenisasi................................................................................................................17
1.4.4 Baktofugasi....................................................................................................................18
1.4.5 Terminasi.......................................................................................................................19
1.4.6 Pasteurisasi....................................................................................................................19
BAB III PENUTUP......................................................................................................................20
KESIMPULAN..........................................................................................................................20
SARAN......................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan populasi ternak perah yang berlimpah.
Salah satu ternak perah yang umum di budidayakan adalah ternak sapi dan kambing. Susu segar
diperoleh dari ternak perah, baik ternak sapi, kerbau atau kambing Susu segar merupakan salah
satu pangan hewani yang kaya zat gizi dan mudah dicerna karena berbentuk cair.
Kualitas susu menjadi dasar pembayaran harga susu. Ketentuan pembayaran susu terus
mengalami perkembangan. Harga susu ditentukan berdasarkan pada lemak, solid non fat (SNF),
total solid (TS), total plate count (TPC) dan kandungan Antibiotic. Peternak harus
memperhatikan ketentuan ini agar kualitas susu yang dihasilkan memiliki standar yang tinggi,
berdaya saing serta aman dikonsumsi. Kontaminasi mikroorganisme dan penanganan yang tidak
baik dapat menurunkan kualitas susu.
Manajemen pemberian hijauan dan kosentrat sebagai pakan utama agar lemak, solid non
fat (SNF), total solid (TS) dapat meningkat. Selain itu perlu memahami total plate count (TPC)
dimana berkaitan dengan pengujian jumlah mikroorganisme dalam susu.
Susu merupakan produk hasil ternak dengan nilai gizi tinggi dan banyak dikonsumsi oleh
masyarakat baik anak kecil, remaja, dan orang dewasa. Susu adalah produk biologis yang rentan
terkontaminasi oleh mikroba. Disebabkan oleh kandungan nutrien dan kondisi lingkungan susu
yang cocok untuk pertumbuhan mikroba. Susu mengandung sumber zat-zat makanan penting
seperti air, protein, lemak, mineral Ca dan P, dan vitamin serta kolostrum.
Kualitas atau mutu susu merupakan bagian penting dalam produksi dan perdagangan
susu. Derajat mutu susu hanya dapat dipertahankan selama waktu tertentu, yang selanjutnya akan
mengalami penurunan dan berakhir dengan kerusakan susu. Untuk mengukur derajat mutu susu
dapat dilakukan  dengan   uji kebersihan atau uji penyaringan, uji didih, uji alkohol, uji
reduktase, uji katalase dan uji derajat keasaman. Uji-uji tersebut dilakukan  dengan tujuan untuk
memeriksa keadaan dan kualitas susu yang aman dan layak untuk dikonsumsi.
Menggunakan metoda-metoda pengukuran derajat mutu susu maka dapat ditentukan
kelayakan produk susu. Laporan uji kualitas susu menampilkan metoda-metoda pengujian
kualitas susu terhadap kelayakan untuk dikonsumsi atau tidak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Susu
1.1.1 Definisi Susu
Hasil yang didapatkan dari bidang peternakan sangatlah banyak dan beragam. Mulai dari
susu, daging, telur, madu, telur, dan masih banyak lagi. Susu merupakan cairan berwarna putih
kekuningan atau putih kebiruan yang merupakan sekresi kelenjar ambing sapi laktasi tanpa ada
penambahan atau pengurangan komponen dan belum mengalami pengolahan. Susu merupakan
sumber energi karena mengandung banyak laktosa dan lemak, diebut juga sumber zat
pembangun karena mengandung juga banyak protein dan mineral serta berbagai bahan-bahan
pembantu dalam proses metabolisme seperti mineral dan vitamin. Secara kimiawi susu normal
mempunyai komposisi air (87,20%), lemak (3,70%), protein (3,50%), laktosa (4,90%), dan
mineral (0,70%) (Sanam et al. 2014).
Susu segar merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena di dalam susu segar
mengandung berbagai zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Nilai gizi susu
yang tinggi menyebabkan susu menjadi medium yang sangat disukai oleh mikroorganisme yang
mendorong pertumbuhan dan perkembangan mikroba, sehingga dalam waktu yang sangat
singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani secara tepat dan benar (Chrisna
2016). Susu yang tidak termasuk dalam definisi tersebut digunakan istilah yang spesifik dengan
menggunakan tambahan kata, contohnya:
• Susu yang tercampur dengan bahan lain, contohnya yaitu santan, dan air.
• Susu yang warnanya berbeda dari definisi yang disebutkan bisa disebut susu tidak
normal. Misalkan berwarna merah, maka susu tersebut tercampur dengan penyakit
mastitis atau biasa disebut dengan susu mastitis. Mastitis merupakan penyakit radang
ambing yang disebabkan oleh mikroorganisme terutama dalam bentuk bakteri, dan dapat
mengalami penurunan produksi susu dan penurunan kualitas susu (Surjowardojo, P.
2011).
• Susu yang mengandung kotoran pada permukaannya.
• Susu yang telah diambil bagian krimnya disebut dengan susu skim. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Arum, H. P. 2014 yang menyatakan bahwa susu skim merupakan bagian susu
yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya, susu skim banyak
digunakan untuk memproduksi yoghurt.
• Susu yang berasal dari ternak selain sapi disebutkan dengan ternaknya. Misalnya, susu
kuda, susu kambing, dan susu domba.
• Susu yang telah mengalami pengolahan disebutkan sesuai dengan cara pengolahannya.
Misalnya, susu pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan perlakuan panas dengan suhu lebih
rendah dari susu sterilisasi dan biasanya dilakukan dibawah suhu didih air yaitu pada
suhu 73oC selama 30 menit atau 92oC selama 15 detik (Ambarsari dkk. 2012).
1.1.2 Penerimaan Susu
Susu berasal dari peternak sapi perah disetor ke Perusahaan Pengumpul Susu (PPS) yang
sebagian besar berupa koperasi. Penyetoran susu dari peternak biasanya melalui pos
penampungan kemudian dikirim ke pusat penampungan. Peternak menyetor susu menggunakan
kaleng susu (milk can) dengan cara dijinjing, dipikul maupun digonceng sepeda motor menuju
pos penampungan. Milk can merupakan alat berbentuk tabung yang berfungsi khusus sebagai
wadah untuk menampung susu segar yang baru diperah. Penggunaan milk can bertujuan untuk
melindungi susu agar tidak terkontaminasi oleh mikroba atau benda asing lainnya seperti debu,
kotoran, dan lain-lainnya yang bersifat patogen (Marlina, E, T., dkk. 2018). Sebelum dituang
pada bak susu (dump tank), susu tersebut diperiksa dan dilakukan pengambilan sampel untuk
pengujian kualitas susu. Setelah masuk dalam bak susu kemudian dipompa menuju tangki
pendingin (cooling unit) hingga suhu susu mencapai 4oC, selanjutnya dikirim ke pusat
penampungan. Setelah dipusat penampungan milik PPS tertentu terkumpul susu dalam jumlah
cukup, misalnya satu truk susu (transfer tank) dan suhu susu kurang dari 4 oC, maka susu
tersebut dikirim ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Transfer tank berfungsi sebagai wadah untuk
menampung dan membawa setoran susu segar dari peternak ke unit pendinginan susu (Colling
Unit) (Khiftiyah, M. 2020).
PPS menerima susu berdasarkan volume (liter), sedangkan IPS menerima susu dari PPS
berdasarkan bobot (Kg). Penentuan harga susu di PPS selain berdasarkan volume juga
berdasarkan bobot jenis dan kadar lemak, demikian juga di IPS selai didasarkan bobot juga
didasarkan bobot jenis dan kadar lemak. Namun, di IPS ada bonus yang didasarkan jumlah
mikroorganisme (total plate count = TPC) dengan catatan bahan kering ( total solid) memenuhi
standar. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Utami, K. B. dkk. 2014) yang menyatakan harga susu
ditentukan berdasarkan pada lemak, solid non fat (SNF), total solid (TS), total plate count (TPC)
dan kandungan antibiotik. Susu yang baru keluar dari ambing suhunya sekitar 37 oC dan beranjak
turun sampai mendekati suhu ruang (27oC), sehingga pertumbuhan mikroorganismenya sangat
cepat yaitu membelah menjadi 2 setiap 30 menit.
Petugas PPS melakukan pengujian organoleptik setiap susu yang disetor oleh peternak.
Petugas PPS merupakan panelis terlatih yang mampu menguji kualitas susu dengan inderanya
dan petugas berhak menolak susu yang disetor oleh peternak apabila kualitas susunya rendah,
walaupun hanya berdasarkan uji organoleptik. Petugas juga melakukan pengambilan sampel
untuk uji kadar lemak, bobot jenis, alkohol, TPC, antibiotika, pH, total asam dan lain-lain.
1.1.3 Pendinginan Susu
Terlepas dari prosedur pemerahan susu, kondisi pra-penyimpanan dan transportasi juga
mempengaruhi kualitas susu. Susu mentah di peternakan harus dipertahankan pada suhu kurang
dari 8oC dengan segera setelah pemerahan atau kurang dari 6 oC jika tidak disetorkan setiap hari.
Susu mentah pada peternakan biasanya disimpan dalam tangki bagi peternak yang mempunyai
unit pendingin, tetapi untuk peternak kecil masih dikumpulkan dalam kaleng dan langsung
disetor ke PPS.
Suhu rendah untuk pengangkutan susu tergantung pada waktu tempuh pengangkutannya
karena tidak semua waktu tempuh pengangkutan membutuhkan suhu pengangkutan yang sangat
rendah, jadi perlu diketahui berapakah kombinasi suhu dan waktu pengangkutan yang tepat yang
layak secara teknis dan finansial. Susu yang telah didinginkan di PPS kemudian didistribusikan
ke IPS. Truk tangki susu diisolasi untuk memastikan susu tiba di tempat tujuan pada suhu kurang
dari 5oC. Meskipun pada kenyataannya batas suhu ini dapat diperpanjang hingga 6-9oC. Adanya
jalur distribusi yang panjang akan menyebabkan penurunan pada kualitas susu. Pendinginan
bertujuan agar terjadi penurunan suhu untuk menahan mikroba perusak susu agar
pertumbuhannya terhambat atau tidak berkembang biak, sehingga susu tidak mengalami
kerusakan dalam waktu yang relatif singkat (Sutrisno, D. A. Dkk. 2015). Karena susu sangat
mudah terkontaminasi oleh bakteri apabila berada terlalu lama dalam suhu ruang. Waktu
generasi kelompok bakteri dalam susu pada suhu 30oC adalah sekitar 30 menit, sedangkan
menjadi sekitar lebih dari 20 jam jika dijaga pada suhu 5oC. Pendinginan susu menyebabkan
beberapa perubahan, yang paling penting adalah (Walstra et al, 2006).
• Pertumbuhan mikroorganisme jauh lebih lambat atau bahkan berhenti, demikian pula
perubahan yang diinduksi oleh metabolisme mereka.
• Hampir semua reaksi kimia dan enzimatik diperlambat.
• Perubahan kelarutan dan asosiasi garam terjadi, sehingga pH meningkat.
• Aglutinasi dingin globula lemak terjadi sehingga meningkat tingkat creaming.
• Trigliserida dalam globula lemak sebagian akan mengkristal.
1.1.4 Distribusi Susu
Distribusi susu merupakan salah satu aspek penting dalam rantai industri penghasil dan
pengolah susu. Tingkat ketepatan waktu dalam perjalanan harus selalu diperhatikan dengan
tujuan untuk menjaga susu berkualitas baik agar dapat tersedia kapanpun diperlukan dalam
pengolahan. Susu tidak boleh terkontaminasi oleh mikroorganisme, bahan kimia, air, atau zat-zat
lainnya, karena penurunan kualitas susu dapat menyebabkan penurunan secara ekonomi. Kualitas
dari susu menjadi dasar untuk pembayaran atau harga dari susu tersebut. Kualitas fisik dan kimia
susu sapi segar dipengaruhi oleh faktor bangsa sapi perah, pakan, sistem pemberian pakan,
frekuensi pemerahan, metode pemerahan, perubahan musim dan periode laktasi. Kontaminasi
bakteri dimulai setelah susu keluar dari ambing dan jumlah bakteri akan semakin meningkat
pada jalur susu yang lebih panjang. Kualitas susu terdiri atas berat jenis, lemak, dan grade susu.
Berat jenis dan lemak susu diuji dengan menggunakan milk analyzer lactoscanner MCC. Grade
susu dapat ditentukan berdasarkan waktu (jam) dengan uji reduktase dan memperkirakan jumlah
mikroorganisme yang berada dalam susu. Penggolongan grade susu ditentukan sebagai berikut
(Utami dkk, 2014).
• Grade 1: susu memiliki waktu reduksi lebih dari 5 jam dengan jumlah sel 5 x 10 5
sel/ml.
• Grade 2: susu dengan waktu reduksi > 2-5 jam dengan jumlah sel mikroba 5 x 10 5 –
4 x 106 sel/ml.
• Grade 3: susu dengan waktu reduksi < 2 jam dengan jumlah sel mikroba 4 x 10 6 – 20
x 106 sel/ml.
Biaya yang digunakan dalam penyimpanan dan transportasi harus tetap rendah, sehingga
kerugian penanganan susu dapat diminimalkan. Transportasi dan penyimpanan tetap mengacu
pada kualitas susu mentah dan produk olahannya.
Distribusi susu dimulai dari peternak yang melakukan proses pemerahan susu. Susu hasil
pemerahan para peternak dikumpulkan menjadi satu dengan ditampung dalam drum-drum kecil
dan siap didistribusikan ke koperasi. Pengumpulan susu dilakukan di Tempat Penampungan Susu
(TPS) yang telah ditentukan oleh koperasi. Susu-susu dari TPS tersebut diambil oleh koperasi
melauli alat transportasi pengangkut susu untuk ditampung di koperasi. Pihak koperasi
melakukan uji kualitas susu yang dihasilkan peternak yang nantinya akan dikompensasi dengan
harga susu per liternya. Pengujian yang dilakukan di koperasi antara lain pengukuran volume, uji
organoleptik, uji alkohol, uji bobot jenis, uji kadar lemak, uji antibiotika, dan uji pemalsuan
(penambahan santan, penambahan bahan yang bersifat basa, dan penambahan tepung). Setelah
pengujiuan selesai, dilakukan pendinginan susu. Susu yang ditampung oleh koperasi selanjutnya
dikirim ke IPS. Pada IPS, susu ditampung dan dilakukan pengujian kembali. Pengujian yang
dilakukan sama seperti pengujian pada koperasi hanya dilengkapi dengan uji total solid dan uji
TPC. Pada IPS susu dijaga kualitasnya dengan pendinginan dan siap untuk diolah lebih lanjut.
1.2 Kualitas Susu
Susu segar merupakan salah satu pangan hewani yang kaya zat gizi dan mudah dicerna
karena berbentuk cair. Susu segar diperoleh dari ternak perah, baik ternak sapi, kerbau atau
kambing. Pemeliharaan ternak dan penanganan baik pada saat pemerahan dan pasca pemerahan
merupakan faktor penting untuk menghasilkan susu kambing yang aman, sehat, utuh dan halal.
Kontaminasi mikroorganisme dan penanganan yang tidak baik dapat menurunkan kualitas susu
kambing.
Masalah dalam penanganan susu segar dalam mengurangi dampak kontaminasi bakteri
pada susu dimulai dari tingkat peternak sampai ke tempat pengolahan susu bila kurang
diperhatikan sanitasi pemerahan, penampungan susu dan diduga selama waktu distribusi
perjalanan dari peternakan sampai ke KUD juga terjadi peningkatan bakteri.
Pengujian mutu susu dapat diidentifikasi dengan menggunakan berbagai metoda uji
seperti uji penyaringan, uji katalase, uji reduktase, uji derajat keasaman, uji alkohol, uji warna,
uji bau, uji rasa, dan uji masak.

1.2.1 Uji Penyaringan


Penyaringan susu adalah uji kebersihan yang meliputi warna, bau, rasa, dan ada tidaknya
kotoran dalam susu dengan menggunakan kertas saring. Proses penyaringan susu bertujuan
memisahkan benda-benda pengotor susu yang terbawa saat proses pemerahan. Penyaringan juga
bertujuan untuk menghilangkan sebagian leukosit dan bakteri yang dapat
menyebabkan kerusakan susu selama penyimpanan. Limbah yang dihasilkan berasal dari
tumpahan bahan baku (Soejoedono 2005).
Metode uji penyaringannya antara lain Pada perlakuan yang pertama yaitu uji kebesihan
susu dengan penyaringan. Siapkan kurang lebih 250 ml susu segar, lalu homogenkan susu
tersebut dengan cara membolak-balikan gelas ukur sebanyak tiga kali. Setelah itu saring susu
dengan menggunakan corong dan kertas saring yang terdapat di dalam corong. Amati kertas
saring apakah terdapat kotoran atau tidak untuk menilai kebersihan susu
1.2.2 Uji Katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri menggunakan
indikator hidrogen peroksida. Di dalam susu terdapat enzim katalase yang dihasilkan oleh sel
terutama sel leukosit atau kuman. Enzim katalase akan membebaskan O 2 dari H2O. Nilai katalase
yang baik tidak lebih dari 3 ml (Firmansyah 2004). H2O2 atau hidrogen peroksida adalah bahan
kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Reaksi dengan enzim katalase yang
diproduksi mikroba akan menghasilkan oksigen, selain itu reaksi dekomposisi hidrogen
peroksida juga menghasilkan air (H2O) dan enthalp.
Metode uji katalase yaitu Susu segar dimasukkan ke dalam labu katalase yang steril
sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet Mohr 20 ml yang telah disterilisasi. Asam peroksida
(H2O2) 0.5% ditambahkan pada susu sapi murni sebanyak 5 ml dengan  menggunakan pipet
Mohr 5 ml yang telah disterilisasi. Kedua larutan tersebut dihomogenkan dan pastikan tidak ada
gelembung udara pada bagian ujung tabung yang berskala. Tabung katalase ditutup
menggunakan kapas steril dan dimasukkan ke dalam inkubator yang bersuhu 30 oC selama tiga
jam. Tentukan banyaknya gas oksigen yang terkumpul pada ujung tabung berskala dan nilai
tersebut merupakan nilai katalase.

1.2.3 Uji Reduktase


            Uji reduktase methylen blue digunakan untuk mengukur aktifitas bakteri yang terdapat di
dalam susu dan dapat pula digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri dalam susu. Uji
reduktase ini berdasarkan atas aktivitas mikroba dalam susu sehingga menghasilkan senyawa
pereduksi yang dapat mengubah warna biru methylene blue menjadi putih jernih. Makin lama
perubahan warna dari biru menjadi putih berarti aktivitas bakteri kecil atau jumlah bakteri sedikit
dan susu mempunyai mutu yang baik. Sehingga dalam pengujian ini dikategorikan menjadi 4
yaitu:
a) Mutu sangat baik jika lama reduktase lebih dari 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri
kurang dari 500 ribu/ml.
b) Mutu susu baik apabila lama reduktase 6 sampai 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri 1
sampai 4 juta/ml.
c) Mutu susu cukup baik apabila lama reduktase  2sampai 6 jam dengan perkiraan jumlah
bakteri 4 sampai 20 juta/ml.
d) Mutu rendah apabila lama reduktase kurang dari 2 jam dengan perkiraan jumlah bakteri
lebih dari 29 juta/ml.
Metilen biru (MB) merupakan salah satu zat warna thiazine, senyawa ini memiliki sifat
khas yakni warnanya dapat berubah oleh perubahan larutan. Jika terjadi proses reduksi karena
pelepasan senyawa oksida maka MB akan berwarna putih (Lukman 2009).
Metode uji reduktase yaitu Susu segar sebanyak 20 ml di pipet dengan pipet yang telah di
sterilkan, dimasukkan ke dalam tabung reduktase. Kemudian methylen blue (MB) sebanyak 0.5
ml ditambahkan ke dalam tabung reduktase menggunakan pipet Mohr yang telah di sterilkan,
tutup tabung reduktase tersebut dengan menggunakan penyumbat karet kemudian di kocok
hingga kedua larutan homogen. Kemudian tabung reduktase di masukkan ke dalam inkubator
dengan suhu 370 C. Diamkan minimal 2 jam dan selama 30 menit sekali di periksa dan di catat
perubahan yang terjadi.
1.2.4 Uji Derajat Keasaman
Derajat keasaman adalah angka yang menunjukkan jumlah milliliter larutan NaOH 0,25
N yang dibutuhkan untuk penetralan 10 ml susu dengan 2-3 tetes phenopthaline sebagai
indikator. Menurtu SNI (1998) susu segar umumnya mempunyai derjat keasaman sekitar 6
sampai 8, penentuan derajat keasaman dapat dilakukan dengan menggunakan titrasi asam-basa.
Penentuan keasaman dapat ditentukan dengan metode mans acid test yaitu menentukan persen
keasaman setara asam laktat didasarakan oleh kerusakan mikrobilogis.
Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang terionisasi sempurna menjadi
Na+ dan OH-, ion Na+ sangat reaktif sehingga dapat menerima proton dari asam dan ion
OH- merupakan faktor peningkat kebasaan suatu larutan. NaOH mengandung unsur utama dari
golongan alkali yaitu Natrium (Na+). Ciri logam golongan alkali adalah reduktor kuat dan
mampu mereduksi ion logam dari asam, jari-jari atomnya kecil dengan orbital sedikit, mudah
larut dalam air, dan penghantar arus listrik yang baik. NaOH dihasilkan dari elektrolisis larutan
NaCl dan merupakan basa kuat (Tim Konsultan Kimia 2004). Sangat basa, keras, rapuh dan
menunjukkan pecahan hablur.
Phenopthalein merupakan salah satu indicator kimia untuk mengetahui sifat asam atau
basa suatu material atau larutan. Apabila terjadi perubahan warna pada saat ditetesi, berarti
material  yang diuji bersifat basa dan sebaliknya apabila tidak terjadi perubahan warna berarti
larutan yang diuji bersifat asam. Phenopthalein kembali menjadi tidak berwarna apabila berada
dalam suasana basa pekat atau penambahan basa yang berlebih. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam konsentrasi NaOH yang semakin pekat warna phenopthalein semakin pudar.
Metodenya yaitu Labu Erlenmeyer sebanyak dua buah dimasukkan susu segar masing-
masing sebanyak 10 ml serta ditambah fenolptalin 2-3 tetes. Salah satu larutan tersebut dititrasi
dengan NaOH 0.25 N hingga berubah warna menjadi merah muda dan tidak berubah lagi.
Derajat keasaman ditentukan dengan banyaknya volume NaOH 0.25 N yang terpakai dikalikan
faktor koreksi sebesar 10.

1.2.5 Uji Alkohol


Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui adanya susu yang rusak, apabila terdapat butir–
butir susu pada dinding tabung menunjukkan susu tersebut positif telah rusak. Susu segar yang
berkualitas baik tidak akan pecah atau menggumpal bila dipanaskan atau dididihkan. Sebaliknya,
susu yang bermutu jelek akan mengalami penggumpalan bila dipanaskan. Hal itu terjadi karena
adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam tersebut mengakibatkan
protein susu mudah mengalami denaturasi dan penggumpalan bila dilakukan pemanasan. Jadi,
susu yang telah banyak ditumbuhi mikroba akan menjadi asam dan mudah pecah bila dipanaskan
(Soriah 2010).
Metodenya yaitu Masukkan susu segar sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi kemudian
tambahkan 5 ml alkohol 70%, tabung dikocok perlahan-lahan, lalu amati dengan memiringkan
tabung reaksi dan apakah terjadi penggumpalan pada susu, kemudian tambahkan lagi 5 ml
alkohol 70% sehingga perbandingannya 1:2, tabung dikocok perlahan-lahan dan diamati apa
yang terjadi. Uji alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat pada dinding
tabung reaksi, sedangkan uji alkohol negatif ditandai dengan tidak adanya butiran susu yang
melekat pada dinding tabung reaksi.
Pengujian susu kambing meliputi total mikroba susu kambing segar, kadar protein, kadar
lemak, pH, berat jenis dan uji alkohol. Hasil uji alkohol menunjukkan susu kambing segar yang
diperoleh dari peternakan Umban Sari dan peternakan Alam Raya adalah negatif. Uji alcohol
negatif ditunjukkan dengan tidak adanya gumpalan yang terjadi setelah susu dimasukkan ke
dalam alkohol 70% (Zain, 2013).
Hasil yang diperoleh dari data pada tabel diatas bahwa untuk uji alkohol pada tingkat
peternak didapatkan 7 peternak dan 2 TPS mendapatkan hasil positif. Hal ini disebabkan dalam
recording kepemilikan ternak dalam satu peternak pernah terjangkit mastitis yang dipengaruhi
juga dengan sanitasi kandang dan peralatan yang kurang baik. Susu yang dihasilkan dari ternak
yang terjangkit mastitis klinis susu terlihat baik secara fisik namun terdeteksi saat uji alkohol
karena kestabilan protein susu terganggu (Yudonegoro, dkk. 2014).

1.2.6 Uji Warna


Ciri khas susu yang baik dan normal adalah susu tersebut terdiri dari konversi warna
kolostrum yang berwarna kuning dengan warna air susu yaitu putih, jadi susu normal itu
berwarna putih kekuning-kuningan. Kriteria lainnya adalah jika berwarna biru maka susu telah
tercampur air, jika berwarna kuning maka susu mengandung karoten, dan jika berwarna merah
maka susu tercampur dengan darah (Yusuf 2010).
Metodenya yaitu  Susu segar dimasak setelah matang diamati warnanya. Kriteria warna
susu jika berwarna putih susu maka warna susu normal, jika berwarna biru maka susu telah
tercampur air, jika berwarna kuning maka susu mengandung karoten, dan jika berwarna merah
maka susu tercampur dengan darah.

1.2.7 Uji Bau


              Setelah susu dipanaskan dalam tabung reaksi, maka susu mengeluarkan aroma yang
spesifik dimana bau susu yang dipanaskan lebih tajam daripada susu yang tidak dipanaskan.
Dalam 100% susu terdapat 40 % kadar kemurnian warna susu dan juga bau susu yang
mencirikan untuk susu yang normal, selebihnya 60 % untuk zat makanan sebagai pelengkap cita
rasa yang terdapat di dalam susu tersebut (Yusuf 2010).
Metodenya yaitu Susu segar hasil pemasakan diidentifikasi baunya. Kriteria bau pada
susu jika berbau spesifik susu maka bau susu normal, jika berbau busuk maka sapi terindikasi
terkena mastitis, jika berbau masam maka susu telah membusuk, dan jika berbau silase atau
lobak maka susu tercemar pakan.

1.2.8 Uji Rasa


Susu agak manis diakibatkan karena kandungan karbohidratnya yang cukup tinggi,
khususnya untuk golongan laktosa. Susu dari segi rasa mengandung susu yang agak manis untuk
dikatakan normal selebihnya banyak kelaianan di dalam susu yang tidak bermanfaat bagi tubuh
(Yusuf 2010).
Metodenya yaitu Susu segar hasil proses pemasakan diamati. Kriteria rasa susu jika
rasanya agak manis maka rasa susu normal, jika rasanya asam maka susu terkontaminasi oleh
kuman asam susu, jika rasanya pahit maka susu mengandung kuman pembentuk pepton, jika
rasanya seperti lobak maka susu tercampur dengan kuman E. coli, dan jika rasanya seperti sabun
maka susu mengandung kuman laktis atau laktat.
1.2.9 Uji Masak
            Uji masak merupakan uji kualitas susu dengan memasak susu atau mendidihkan susu. Uji
bernilai positif jika terdapat butir-butir protein kareana pH tinggi, susu mulai pecah, terdapat
kolostrum, dan dari susu sapi yang hampir kering. Sudarwanto (2005) menyatakan bahwa
beberapa jenis bakteri dapat melakukan fermentasi pada susu sehingga merubah laktosa menjadi
asam laktat sehingga susu tersebut mengalami penggumpalan jika masih menyatu dan homogen
maka susu tersebut baik dan layak untuk dikonsumsi.
Metode yang digunakan saat uji masak yaitu  Susu segar dimasukkan tabung reaksi
sebanyak 10 ml. Lalu dipanaskan hingga mendidih, bila terdapat butir-butir susu maka susu
bernilai positif. Nilai positif menandakan kualitas mutu susu mualai turun.
Metode yang digunakan pada optimasi proses sterilisasi skala Laboratorium dengan
dilakukan pengujian bahan baku susu segar, melakukan simulasi pengaruh waktu penyimpanan
suhu ruang terhadap angka TPC (Total Plate Count), melakukan pengujian TPC dan sensori pada
pengaruh waktu dan suhu sterilisasi.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian kualitas susu segar berdasarkan standar SNI.
Susu segar dilakukan perlakuan penyimpanan pada suhu ruang untuk mendapatkan kecepatan
kerusakan susu dengan menganalisis TPC (Total Plate Count), pada waktu penyimpanan. Setelah
mendapatkan hasil kurva kerusakan susu segar pada suhu ruang maka untuk TPC yang masih
memenuhi standar SNI dilakukan pemanasan pada waktu dan suhu sterilisasi sehingga dapat
dianalisis TPC, rasa dan kenampakan dan pengujian E. Coli memenuhi standar (Hendrawati dan
Suratmin 2017).
1.3 Sanitasi Persusuan
Sanitasi persusuan merupakan upaya untuk membersihkan dan mensterilkan peralatan
persusuan agar tidak terjadi kontaminasi susu yang kontak dengan peralatan susu tersebut,
sehingga susu mempunyai daya simpan yang lebih lama. Program Sanitasi dimulai dengan
komitmen untuk membangun, memperbaiki dan memelihara proses produksi yang mencakup
seluruh aspek praktek sanitasi yang baik untuk menjamin keamanan pangan produk yang
dihasilkan suatu industri pangan.
Pada peralatan setelah proses produksi susu akan tertinggal sisa-sisa hasil produksi atau
pengotor pada tangki dan peralatan lainnya baik yang mudah dibersihkan hingga sulit
dibersihkan. Sehingga pada setiap tahapan proses perlu dilakukan pembersihan pada peralatan
yang telah digunakan baik pembersihan COP (Cleaning Out Place) maupun CIP (Cleaning In
Place). Pada umumnya pembersihan dengan metode COP digunakan untuk membersihkan
pengotor yang terlihat secara kasat mata dan juga peralatan yang memungkinkan untuk
dilakukan pembongkaran. Sedangkan metode CIP digunakan untuk membersihkan pengotor
yang sulit untuk dibersihkan sehingga memerlukan bantuan dari bahan-bahan kimiawi sebagai
larutan pembersih dalam menghilangkan pengotor tersebut. Keberhasilan proses CIP dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti konsentrasi larutan yang digunakan, suhu, waktu sirkulasi setiap
tahapan proses CIP, dan juga kecepatan aliran larutan (Tamime, 2008).
Menurut penelitian dari Nidia Cahyaning Hapsari (2016) sanitasi yang buruk dalam
pengolahan produk pangan dapat menyebabkan terkontaminasinya produk oleh mikroorganisme
penyebab penyakit. Pada industri pangan yang besar, dibutuhkan suatu teknik untuk
membersihkan peralatan yang digunakan dalam produksi tanpa proses yang rumit. Salah satu
teknik yang umumnya digunakan adalah Cleaning In Place atau pembersihan di tempat. Cleaning
In Place (CIP) merupakan suatu sistem pembersihan alat-alat produksi tanpa melakukan
pembongkaran.
Proses sanitasi memiliki kebutuhan dasar dalam penerapannya, yaitu dalam penerapannya,
yaitu dalam seluruh praktek sanitasi peralatan dilakukan dengan tepat untuk mencegah
kontaminasi menggunakan agen sanitizing yang tepat, cukup, dan aman. Perlatan yang dibongkar
pasang harus disimpan pada tempat yang tepat dengan bagian permukaan yang kontak bahan
pangan harus terlindung dari kontaminasi. Seluruh peralatan dirancang dengan bahan dan model
yang mudah dibersihkan dan dipelihara, bagian permukaan tahan korosi, terbuat dari bahan non
toksik, dan selalu dalam kondisi bersih.(Purwadi,2017)

1.4 Perlakuan Pendahuluan Susu (Milk Pre-Treatment)


Perlakuan pendahuluan susu merupakan perlakuan yang dilakukan sebelum susu
mengalami proses pengolahan lebih lanjut dan perlakuan tersebut dilakukan secara spesifik
karena perlakuan pendahuluan dapat meningkatkan kualitas produk. Terdapat 6 perlakuan
pendahuluan yang dapat dilakukan antara lain klarifikasi, separasi, homogenisasi, baktofugasi,
terminasi dan pasteurisasi (Purwadi., dkk. 2017).
Perlakuan pendahuluan yang dilakukan kurang tepat akan menyebabkan penurunan
kualitas susu. Penurunan kualitas susu yang paling cepat dirasakan oleh konsumen adalah
perubahan rasa akibar ternak mendapat pakan yang mengandung bahan tertentu maupun
terjadinya perubahan kimia, fisikokimia, dan mikrobiologi pada produk itu sendiri (Ambarsari.,
dkk. 2013)
Susu sapi segar merupakan bahan pangan yang sangat tinggi gizinya, bukan saja bagi
manusia tetapi juga bagi jasad renik pembusuk, karena itu susu merupakan komoditi yang sangat
mudah rusak, sehingga penanganan pendahuluan perlu dilakukan, apabila penanganannya tidak
baik maka akan timbul penyakit berbahaya. Kontaminasi bakteri mampu berkembang secara
cepat sekali sehingga susu menjadi tidak bisa diolah lebih lanjut atau tidak pantas lagi
dikonsumsi manusia (Putri. 2016).
Susu memiliki sifat yang mudah rusak karena kandungan gizinya merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme ini dapat merubah kualitas dan sifat
susu yang meliputi pH, berat jenis dan jumlah koloni bakteri susu dalam waktu yang singkat.
Suhu mempengaruhi lama penyimpanan susu setelah diperah yang juga akan diikuti oleh
perubahan kualitas susu sehingga susu menjadi rusak dan tidak dapat dikonsumsi lagi (Roza dan
Salam. 2006).
Jumlah bakteri susu yang diproduksi dapat dihambat dengan penanganan susu yang baik.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah higenitasnya dengan cara melindungi susu dari
kontak langsung ataupun tidak langsung dengan sumber-sumber yang dapat mencemari air susu
selama pemerahan, pengumpulan dan pengangkutan. Selain itu perlu penanganan yang tepat
dalam proses pengolahan dan penyimpanan (Amrulloh., dkk. 2018).
Perlakuan panas dalam proses perlakuan pendahuluan susu dapat menyebabkan
denaturasi protein. Semakin banyak protein yang terdenaturasi oleh panas menyebabkan kualitas
susu menurun terutama kandungan proteinnya. Terjadinya denaturasi protein mengakibatkan
protein mengalami perubahan struktur kimia akibat pemanasan yaitu putusnya ikatan dalam
molekul sehingga molekul protein ini akan cenderung mudah diserang oleh enzim pencernaan
(Picauly., dkk. 2015) Perlakuan panas memiliki batasan bahwa yang akan rusak karena panas
adalah hanya bakteri dan sporanya saja, dan tidak merusak kandungan nutrisi yang berada
didalam susu yang ditandai dengan terjadinya perubahan kimia pada susu (Hendrawati dan
Suratmin. 2017).
1.4.1 Klarifikasi (Penjernihan)
Susu segar masih mengandung bahan asing yang tidak diinginkan, seperti kontaminan
dari udara maupun kotoran yang berasal dari kontak dengan mesin atau peralatan persusuan.
Susu harus diklarifikasi atau dijernihkan untuk meningkatkan kualitas susu atau untuk menjamin
bahwa susu yang digunakan dalam pengolahan adalah susu dengan kondisi terbaik sehingga
tidak mebahayakan kesehatan konsumen (Purwadi., dkk. 2017).
Monitoring kualitas air susu sapi perah pada penjual susu umumnya hanya dilakukan
secara manual. Belum tersedianya alat penguji kualitas yang mudah dan murah sehingga
mengakibatkan pada penilaian kualitas susu pada penjual tidak objektif. Klarifikasi yang ada
pada penjual susu sapi hanya sebatas melihat susu tersebut (Wahyupradipta dan Taufiqurrohman.
2018).
Klarifikasi adalah suatu cara yang efisien untuk menghilangkan kotoran dari susu tetapi
secara material tidak mereduksi kandungan bakteri. Klarifikasi kadang-kadang meningkatkan
jumlah bakteri sebab kerja mekaniknya cenderung memecah kelompok-kelompok bakteri dan
membebaskan individu bakteri ke seluruh bagian susu. Klarifikasi lebih baik dikerjakan terhadap
susu dingin dan sebelum dipasteurisasi pada temperatur kira-kira 57,2oC (135oF) pada metode
HTST (High Temperature Short Time) (Soeparno. 2007)
Susu segar sebelum masuk ke tanki penampungan dilakukan klarifikasi dengan
penyaringan. Penyaringan dilakukan untuk meminimalkan cemaran mikroorganisme susu,
sehingga kualitas mikrobiologis susu dapat terjaga dengan baik sesuai standar. Penyaringan
bertujuan untuk memisahkan padatan dan kotoran yang mungkin masih terdapat dalam susu
tersebut misalnya debu, pasir, bulu, dan sebagainya yang terdapat dalam susu (Wicaksono dan
Mirnawati. 2016).
Klarifikasi susu pada dasarnya juga bertujuan sama dengan penyaringan, tetapi klarifikasi
tidak menggunakan kain saring melainkan dengan cara sentrifugasi dengan menggunakan alat
clarifier. Clarifier secara khusus dibuat untuk menghilangkan partikel padat. Prinsipnya cairan
memasuki wadah di bagian pinggiran yang bergerak antara disk dan as. Hal ini meningkatkan
efisiensi pemisahan dengan memberikan waktu lebih lama untuk partikel mengendap. Seringkali
kotoran terus dihilangkan dari wadah melalui sejumlah lubang kecil (Purwadi., dkk. 2017).
Alat centrifugal separation dapat digunakan untuk klarifikasi atau penjernihan susu.
Sentrifugasi adalah metode yang menggunakan prinsip sedimentasi, dimana percepatan
centripetal digunakan untuk memisahkan substansi dengan kepadatan lebih besar dan lebih kecil
sehingga penjernihan susu dapat dilakukan (Hawa., dkk. 2019).
Alat klarifikasi yang disebut ”clarifier” merupakan suatu sentrifugal pada separator
dengan satu bagian tempat masuk cairan dan dua bagian tempat keluar. Alat ini dirancang untuk
memisahkan dan memindahkan partikel berat yang sudah terpisah di dalam suatu cairan. Di
industri persusuan, separator pada tipe ini termasuk juga untuk klarifikasi susu. Alat klarifikasi
akan memisahkan leukosit, sel-sel kotoran dan partikel asing yang dapat masuk ke dalam susu
selama penanganan. Leukosit dengan ukuran 10 mikron tidak dapat masuk, tetapi setelah
diklarifikasi, sedimen-sedimen dari partikel yang ada di dalam susu tidak dapat dipisahkan lagi.
Di negara tertentu, klarifikasi diartikan sebagai tahap pertama dalam pengolahan susu di tempat
pengolahan susu (Aritonang. 2017)
1.4.2 Separasi (Pemisahan)
Separasi atau pemisahan bertujuan untuk memisahkan krim dan susu skim. Terutama
dikerjakan apabila ingin dibuat bubuk krim atau bubuk skim. Separasi dimaksudkan untuk
memisahkan air susu menjadi dua komponen yaitu susu skim dan krim menggunakan alat
separator (Aritonang. 2017)
Pemisahan krim dengan skim pada susu dapat dilakukan dengan cara memasukkan susu
segar kedalam wadah yang bermulut lebar dan disimpan di lemari pendingin yang bersuhu 5-
10°C selama 12 jam. Lapisan krim yang berwarna kuning akan berada dibagian permukaan, krim
ini dapat diambil d engan sendok atau dengan memasukkan selang plastik kedasar wadah dan
menyedot serumnya hingga yang tertinggal hanya krimnya (Saleh. 2004).
Proses separasi atau pemisahan susu dapat dilakukan dengan metode sentifugasi, yaitu
pemisahan krim dan susu skim dengan menggunakan alat yang disebut separator. Alat ini bekerja
berdasarkan gaya sentrifuge dengan prinsip perbedaan berat jenis. Krim mempunyai berat jenis
yang rendah karena banyak mengandung lemak, sedangkan susu skim mempunyai berat jenis
yang tinggi karena banyak mengandung protein. Susu skim mempunyai berat jenis 1,036,
sedangkan lemak susu 0,930, sehingga dalam sentrifugasi krim akan berada dibagian atas dan
skim akan berada dibagian bawah (Maulidayanti. 2011).
Manfaat dilakukan separasi antara lain untuk menghilangkan komponen non susu dan sel
somatik, menghilangkan bakteri dan sporanya terutama Bacillus cereus, serta untuk persiapan
pembuatan keju dan susu ESL. Susu ESL memiliki sifat dan karakter yang sama dengan susu
segar (Purwadi., dkk. 2017)
1.4.3 Homogenisasi
Homogenisasi adalah suatu perlakuan untuk menjaga agar butiran lemak susu tidak
terurai secara berlebihan setelah disimpan 48 jam pada penyimpanan 45°F (7.2°C), tidak tampak
terjadinya pemisahan krim di dalam susu, dan persentase lemak dalam 0.964 liter sebesar 100 ml
atau proporsinya 10% dari persentase lemak dari susu yang tersisa setelah melalui pencampuran.
Untuk produk dalam jumlah banyak, proses homogenisasi dapat dilakukan dalam Plate Heat
Exchanger, di mana dalam alat ini produk dapat berhubungan langsung dengan temperatur di
dalam homogenizer (Aritonang 2017)
Homogenisasi pada susu merupakan proses pemecahan globula lemak menjadi globula
lemak yang berukuran kecil dan seragam. Homogenisasi biasanya dilakukan pada produk susu
dan olahannya yang memerlukan proses pemanasan, seperti pasteurisasi dan sterilisasi susu.
Tujuan dilakukan homogenisasi adalah untuk memperlambat proses pemisahan krim pada saat
susu disimpan, meningkatkan kekentalan susu, dan meningkatkan ketahanan terhadap terjadinya
penggabungan partikel. Homogenisasi diterapkan untuk beberapa alasan berikut :
• Mencegah creaming. Ukuran lapisan lemak harus sangat berkurang karena lapisan krim
dalam produk dapat menjadi gangguan bagi konsumen.
• Meningkatkan stabilitas menuju peleburan parsial. Stabilitas globula lemak homogeny
meningkat disebabkan oleh diameter globula yang berkurang dan lapisan permukaan
oleh lapisan lemak.
• Homogenisasi dapat meningkatkan viskositas produk seperti krim.
• Megkombinasikan produk susu (Purwadi., dkk. 2017).
Hal yang ingin dicapai melalui homogenisasi yang disebut mikronisasi merupakan
pemecahan butiran lemak dalam ukuran maksimum 1 mikron. Pemecahan butiran lemak pada
proses homogenisasi tunggal, yang berlangsung dalam 4 tahap. Butiran induk pada tahap 1
merubah bentuk melalui peregangan (tahap 2) membentuk rantai dan ikatan (proses
pemekatan/viskolisasi, tahap 3) dan selanjutnya terurai menjadi butiran individu yang kecil
(mikronisasi, tahap 4). Hal ini dapat dicegah untuk menghentikan proses pada tahap pemekatan
(viskolisasi), karena pada tahap ini butiran lemak yang kecil bergabung satu sama lain
membentuk rantai dan ikatan, yang akan menghasilkan stabilitas produk yang tidak diharapkan
dengan kepekatan yang lebih tinggi (Aritonang. 2017)
Homogenisasi ganda yaitu homogenisasi 2 tingkat, memungkinkan untuk tercapainya
penyebaran butiran lemak secara intensif. Metode ini tidak umum digunakan, karena
memerlukan dua mesin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan, bahwa tekanan sebesar 100-
160 kp/cm2 diperlukan untuk menghasilkan homogenisasi yang diinginkan (Aritonang. 2017)
Homogenisasi biasanya dilakuka pada suhu 45-75°C. Susu segar dapat menjadi tengik dalam
beberapa menit setelah homogenisasi karena kemampuan lipoprotein lipase untuk menembus
membrane yang dibentuk oleh homogenisasi. Homogenisasi dilakukan sebelum pasteurisasi
karena homogenizer susu mudah terkontaminasi oleh bakteri. Pencampuran susu yang
dihomogenisasi dengan susu segar dicegah untuk menghindari lipolysis. Homogenisasi susu
memiliki beberapa efek lain seperti warna susu menjadi putih dan kecenderungan kenaikan busa
yang sedikit (Walstra., et al. 2006)
1.4.4 Baktofugasi
Baktofugasi adalah proses pemisahan spora dan sel bakteri dari susu dengan
menggunakan perlakuan suhu panas sehingga dapat mempengaruhi kualitas susu. Baktofugasi
dilakukan dengan mesin baktofugasi yaitu mesin seperti sentrifus yang dapat menghilangkan
sebagian besar bakteri dan spora dari susu dengan diberi perlakuan panas lebih dahulu sehingga
meningkatkan dampak termal. Pada suhu pemisahan 60-65°C sebagian besar bakteri dapat
dihilangkan sekitar 90—95%, apabila menggunakan dua baktofug maka pengurangan bakteri
dapat mencapai 99% (Purwadi., dkk. 2017).
Baktofugasi adalah metode untuk menghilangkan bakteri dari susu dengan proses
sentrifugasi. Sentrifuge beroperasi pada kira-kira 20.000 rpm, dan kira-kira 2,5-6% susu skim
terpisah. Bila dioperasikan pada 76,6°C (170°F), kira-kira 90% bakteri dalam susu akan hilang.
Susu yang disentrifugasi ini disentrifugasi lagi dengan baktofug kedua dan 90% dari sisa 10%
bakteri hilang hingga total bakteri yang hilang mencapai 99% (Soeparno. 2007).
1.4.5 Terminasi
Terminasi adalah metode mengurangi jumlah mikroorganisme dalam susu meggunakan
panas. Proses ini tidak digunakan untuk bahan pangan lain dan mirip seperti pasteurisasi, namun
menggunakan suhu yang lebih rendah sehingga dapat lebih mempertahankan rasa asli susu.
Terminasi menggunakan pemanasan pada suhu 63-65ºC selama 15 detik, sedangkan pasteurisasi
menggunakan panas pada suhu 71ºC selama 15 detik atau 63ºC selama 30 menit (Purwadi., dkk.
2017).
Terminasi ini mengakibatkan reduksi bakteri dalam jumlah besar sebelum penyimpanan.
Proses ini dianjurkan dengan pasteurisasi yang benar, metode HTST 72ºC (16 detik) atau
perlakuan panas 60ºC selama 16 detik. Tipe panas yang lebih rendah menghasilkan flavor keju
yang lebih baik, karena lebih (Soeparno. 2007).
Terminasi disebut juga pasteurisasi singkat, yaitu proses pre-pasterurisasi yang dilakukan
sementara menunggu susu diolah lebih lanjut sehubungan dengan kapasitas tempat penyimpanan
susu (cooling unit) sudah maksimal, yang terjadi jika produksi susu melimpah. Tujuan
dilakukannya terminasi adalah mengurangi aktivitas mikroorganisme dan mencegah
pembentukan spora bakteri aerobic (Aritonang. 2017).
1.4.6 Pasteurisasi
Pasteurisasi susu adalah pemanasan susu dibawah temperature didih dengan tujuan
membunuh semua mikroorganisme pathogen, membunuh sebagian besar mikrooganisme
pembusuk dan menginaktifkan enzim (Purwadi., dkk. 2017). Penanganan susu yang tidak
higienis dan pasteurisasi yang tidak baik dapat menyebabkan kontaminasi pasca prosesing oleh
bakteri-bakteri patogenik. Bakteri patogenik yang sangat penting untuk diwaspadai dalam susu
dan produk susu adalah Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Yersinis enterocolitica,
Salmonella spp., Escherisia coli 0157: H7, dan Campylobacter jejuni (Soeparno. 2007).
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah kerusakan pada susu adalah dengan
cara pemanasan (pasteurisasi) baik dengan suhu tinggi maupun suhu rendah yang dapat
diterapkan pada peternak. Dengan pemanasan ini diharapkan akan dapat membunuh bakteri
patogen yang membahayakan kesehatan manusia dan meminimalisasi perkembangan bakteri
lain, baik selama pemanasan maupun pada saat penyimpanan (Saleh. 2004).
Cara pasteurisasi terbagi menjadi dua yaitu :
• Pasteurisasi lama (low temperature long time-LTLT) yaitu pemanasan susu dilakukan
pada temperature yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif lama yaitu 65ºC
selama 15 menit.

• Pasteurisasi singkat (high temperature short time-HTST) yaitu pemanasan susu dilakukan
pada temperature tinggi dengan waktu yang relative singkat yaitu 72ºC selama 15 detik
(Purwadi., dkk. 2017)
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
• Pengujian susu kambing meliputi total mikroba susu kambing segar, kadar protein, kadar
lemak, pH, berat jenis dan uji alcohol.
• Pengujian TPC yang dilakukan pada berbagai waktu penyimpanan pada suhu ruang untuk
mendapatkan kurva grafik laju kerusakan susu segar. Pengujian TPC Susu dilakukan
setelah mendapat perlakuan sterilisasi pada berbagai waktu dan suhu. Pengujian E. coli
juga dilakukan untuk susu segar setelah proses sterilisasi. Untuk memastikan dari segi
rasa maka dilakukan pengujian sensori.
• Macam sanitasi dibagi menjadi Sanitasi Peralatan, Sanitasi Pekerja dan Sanitasi Bahan
Baku
• Cleaning In Place (CIP) merupakan suatu cara yang dilakukan untuk membersihkan
peralatan produksi ditempat (tanpa pembongkaran).
• COP (cleaning out place) merupakan proses pembersihan dengan membongkar peralatan
bagian per bagian.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, I., Qanytah dan T. Sudaryono. 2013. Perubahan Kualitas Susu Pasteurisasi dalam
Berbagai Jenis Kemasan. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 32 (1) : 10 - 19.
Amrulloh, M. F. R., P. Surjowardojo dan E. Setyowati. 2018. Produksi dan Kualitas Susu Sapi
Peranakan Friesian Holstein Pada Pemerahan Pagi dan Sore (Ditinjau dari Uji Berat
Jenis, Kadar Lemak dan Uji Reduktase). MADURANCH. Vol. 3 (2) : 69 - 74 .
Aritonang, S. N. 2017. Susu dan Teknologi. Padang : LPTIK Universitas Andalas.
Arum, H. P., dan N. Purwidiani. 2014. Pengaruh Jumlah Ekstrak Jahe Susu SkimTerhadap Sifat
Organoleptik Yoghurt Susu Kambing Etawa. E-journal Boga. 3 (3) : 116 – 124.
Firmansyah H, Maheswari RAA, Bakrie B. 2004. Effectiveness of lactoperoxidase system
activator® in milk preservation of different volume. Seminar. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Hawa, L. C., A. Lastriyanto dan A. A. Ervantri. 2019. Analisis Sifat Fisik dan Kandungan Gizi
Produk Krim Susu menggunakan Teknologi Sentrifugasi. Jurnal Ilmiah Rekayasa
Pertanian dan Biosistem. Vol. 7 (2) : 196 - 206.
Hapsari.2016. OPTIMALISASI “CLEANING IN PLACE” MESIN PRODUKSI SUSU
KENTAL MANIS DI PT. FRISIAN FLAG INDONESIA
Hendrawati, T. Y dan S. Utomo. 2017. Optimasi Suhu dan Waktu Sterilisasi pada Kualitas Susu
Segar di Kabupaten Boyolali. Jurnal Teknologi. Vol. 9 (2) : 97 - 102.
Khiftiyah, M. 2020. Penanganan Susu Sapi Perah Dalam Proses Distribusi Oleh Unit Produksi
Susu KUD Tani Wilis Sendang Tulungangung. 1 – 35.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono RR.
2009. Pemerahan dan Penanganan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.
Marlina, E. T., E. Harlia., Y. A. Hidayati. 2018. Efectivitas Limbah Buah Nanas (Ananas
Comosus) Sebagai Desinfektan Alami Pada Milk Can. Jurnal Ilmu ternak. 18 (1) : 60 –
64.
Maulidayanti, Atika. 2011. Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak Menggunakan Berbagai
Bahan Baku Susu Sapi Modifikasi. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian. Bogor.
Picauly, P., J. Talahatu dan M. Mailoa. 2015. Pengaruh Penambahan Air pada Pengolahan Susu
Kedelai. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 4 (1) : 8 - 13.
Purwadi., L. E. Radiati., H. Evanurarini dan R. D. Andriani. 2017. Penanganan Hasil Ternak.
Malang : UB Press.
Putri, E. 2016. Kualitas Protein Susu Sapi Segar Berdasarkan Waktu Penyimpanan.
Chempublish Journal. Vol. 1 (2) : 14 - 20.
Roza, E dan S. Aritonang. 2006. Pengaruh Lama Penyimpanan Setelah Diperah Terhadap pH,
Berat Jenis dan Jumlah Koloni Bakteri Susu Kerbau. Jurnal Peternakan Indonesia. Vol.
11 (1) : 74 - 78.
Saleh, Eniza. 2004. Teknologi Pengolahan SuSu dan Hasil Ikutan Ternak. Skripsi. Medan :
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Soejoedono RR, Sanjaya AW, Sudarwanto M, Purnawarman T, Lukman DW, Latif H.
2005. Penuntun Praktikum Higiene Susu. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Soeparno. 2007. Pengolahan Hasil Ternak. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.
Soriah, Wahyuningsih. 2010. Hubungan variasi pakan terhadap mutu susu segar di desa
pasirbuncir kecamatan caringin kabupaten bogor. Jurnal. Jurnal Penyuluhan Pertanian
volume 5 nomor 1 halaman 67-77.
Sudarwanto M. 2005. Bahan kuliah hygiene makanan. Bahan ajar. Bagian Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Surjowardojo, P. 2011. Tingkat Kejadian Mastitis Dengan Whiteside Test dan Produksi Susu
Sapi Perah Friesien Holstein. Jurnal Ternak Tropika. 12 (1) : 46 – 55.
Sutrisno, D. A., S. Kumalaningsih., dan A. F. Mulyadi. 2015. Studi Stabilitas Mutu Susu Segar
Selama Pengangkutan Menggunakan Suhu Rendah yang Layak Secara Teknis dan
Finansial (Kajian Suhu dan Lama Waktu Pendinginan). Jurnal Teknologi Pertanian. 16
(3) : 2017 – 212.
Tamime, A.Y. 2008. Cleaning in place- dairy foods and beverage operations. Blackwell Science
Ltd, Oxford.Vol – (-)
Tim Konsultan Kimia. 2004. Modul Praktikum Titrasi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah
Kejuruan.
Utami, K. B., L. E. Radiati., P. Surjowardojo. 2014. Kajian Kualitas Susu Sapi Perah PFH (Studi
Kasus Pada Anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang).
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (2) : 58 – 66.
Wahyupradipta, E dan M. Taufiqurrohman. 2018. Rancang Bangun Alat Uji Kualitas Air Susu
Sapi Berbasis Arduino Menggunakan Metode Fuzzy Logic. Prosiding Semnas Kelautan
XIII. Vol. – (-) : 40 - 48.
Walstra, P., J. T. M. Wouters and T. J. Geurts. 2006. Dairy Science and Technology. New York :
CRC Press.
Wicaksono, A dan M. Sudarwanto. 2016. Peningkatan Kualitas Susu Peternakan Rakyat di
Boyolali melalui Program Penyuluhan dan Pendampingan Peternak Sapi Perah. Jurnal
Ilmiah Pengabdian pada Masyarakat. Vol. 2 (2) : 55 - 60.
Yudonegoro, R.J., Nurwantoro dan D.W. Harjanti. 2014. Kajian Kualitas Susu Segar Dari
Tingkat Peternak Sapi Perah, Tempat Pengumpulan Susu Dan Koperasi Unit Desa
Jatinom Di Kabupaten Klaten. Animal Agriculture Journal. Vol. 3 (2) : 323 - 333.
Yusuf R.2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat pemberian pakan yang
mengandung tepung katu (sauropus androgynus (l.)  merr) yang berbeda. Jurnal. Jurnal
Teknologi Pertanian volume 6 nomor 1 halaman 1-6. 
W.N.H.Zain. 2013. Kualitas Susu Kambing Segar Di Peternakan Umban Sari Dan Alam Raya
Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan.Vol.10 (1) : 24 - 30.

Anda mungkin juga menyukai