Anda di halaman 1dari 19

PERKEMBANGAN PENANGANAN

HASIL TERNAK SUSU


STUDI LITERATUR

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Kelompok Mata Kuliah


Penanganan Hasil Ternak

Oleh :

MAMIK INDRIYANI 185050100111007


THONY RESDA WINGGALIH 185050100111052
ELISABETH ANINDIA EKA S. P. 185050100111118
DANDY ULUL AZMI 185050100111129

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang
senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan studi literature ini dengan
judul “PERKEMBANGAN PENANGANAN HASIL TERNAK SUSU” sebagai syarat untuk
menyelesaikan tugas terstruktur kelompok mata kuliah Penanganan Hasil Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya.
Dalam penyusunan studi literature ini banyak hambatan serta rintangan yang penulis
hadapi namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak
secara moral maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
• Prof. Dr. Ir. Suyadi, MS Selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
• Dr. Herly Evanuarini, S.Pt., MP. Selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan arahan selama penyusunan studi literature.
• Seluruh jajaran Dosen dan Staf Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
• Kedua Orang yang telah memberikan doa dan dukungan selama proses pembuatan studi
literature.
• Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu memberikan dukungan.
Penulis mohon maaf atas segala kesalahan yang pernah dilakukan. Semoga studi literature ini
dapat memberikan manfaat untuk mendorong penelitian-penelitian selanjutnya.

Malang, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1
1.1 Susu.......................................................................................................................................................2
1.2 Kualitas Susu..........................................................................................................................................5
1.3 Sanitasi Persusuan.................................................................................................................................6
1.4 Perlakuan Pendahuluan Susu (Milk Pre-Treatment)..............................................................................8
BAB III........................................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................14

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

• LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan populasi ternak perah yang berlimpah.
Salah satu ternak perah yang umum di budidayakan adalah ternak sapi dan kambing. Susu segar
diperoleh dari ternak perah, baik ternak sapi, kerbau atau kambing Susu segar merupakan salah
satu pangan hewani yang kaya zat gizi dan mudah dicerna karena berbentuk cair.
Kualitas susu menjadi dasar pembayaran harga susu. Ketentuan pembayaran susu terus
mengalami perkembangan. Harga susu ditentukan berdasarkan pada lemak, solid non fat (SNF),
total solid (TS), total plate count (TPC) dan kandungan Antibiotic. Peternak harus
memperhatikan ketentuan ini agar kualitas susu yang dihasilkan memiliki standar yang tinggi,
berdaya saing serta aman dikonsumsi. Kontaminasi mikroorganisme dan penanganan yang tidak
baik dapat menurunkan kualitas susu.
Manajemen pemberian hijauan dan kosentrat sebagai pakan utama agar lemak, solid non
fat (SNF), total solid (TS) dapat meningkat. Selain itu perlu memahami total plate count (TPC)
dimana berkaitan dengan pengujian jumlah mikroorganisme dalam susu.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Susu
1.1.1 Definisi Susu
Hasil yang didapatkan dari bidang peternakan sangatlah banyak dan beragam. Mulai
dari susu, daging, telur, madu, telur, dan masih banyak lagi. Susu merupakan cairan
berwarna putih kekuningan atau putih kebiruan yang merupakan sekresi kelenjar ambing
sapi laktasi tanpa ada penambahan atau pengurangan komponen dan belum mengalami
pengolahan. Susu merupakan sumber energi karena mengandung banyak laktosa dan
lemak, diebut juga sumber zat pembangun karena mengandung juga banyak protein dan
mineral serta berbagai bahan-bahan pembantu dalam proses metabolisme seperti mineral
dan vitamin. Secara kimiawi susu normal mempunyai komposisi air (87,20%), lemak
(3,70%), protein (3,50%), laktosa (4,90%), dan mineral (0,70%) (Sanam et al. 2014).
Susu segar merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena di dalam susu segar
mengandung berbagai zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Nilai gizi
susu yang tinggi menyebabkan susu menjadi medium yang sangat disukai oleh
mikroorganisme yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan mikroba, sehingga
dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani
secara tepat dan benar (Chrisna 2016). Susu yang tidak termasuk dalam definisi tersebut
digunakan istilah yang spesifik dengan menggunakan tambahan kata, contohnya:
• Susu yang tercampur dengan bahan lain, contohnya yaitu santan, dan air.
• Susu yang warnanya berbeda dari definisi yang disebutkan bisa disebut susu tidak
normal. Misalkan berwarna merah, maka susu tersebut tercampur dengan penyakit
mastitis atau biasa disebut dengan susu mastitis. Mastitis merupakan penyakit
radang ambing yang disebabkan oleh mikroorganisme terutama dalam bentuk
bakteri, dan dapat mengalami penurunan produksi susu dan penurunan kualitas
susu (Surjowardojo, P. 2011).
• Susu yang mengandung kotoran pada permukaannya.
• Susu yang telah diambil bagian krimnya disebut dengan susu skim. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Arum, H. P. 2014 yang menyatakan bahwa susu skim
merupakan bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau
seluruhnya, susu skim banyak digunakan untuk memproduksi yoghurt.
• Susu yang berasal dari ternak selain sapi disebutkan dengan ternaknya. Misalnya,
susu kuda, susu kambing, dan susu domba.

2
• Susu yang telah mengalami pengolahan disebutkan sesuai dengan cara
pengolahannya. Misalnya, susu pasteurisasi. Pasteurisasi merupakan perlakuan
panas dengan suhu lebih rendah dari susu sterilisasi dan biasanya dilakukan
dibawah suhu didih air yaitu pada suhu 73oC selama 30 menit atau 92oC selama 15
detik (Ambarsari dkk. 2012).
1.1.2 Penerimaan Susu
Susu berasal dari peternak sapi perah disetor ke Perusahaan Pengumpul Susu (PPS)
yang sebagian besar berupa koperasi. Penyetoran susu dari peternak biasanya melalui pos
penampungan kemudian dikirim ke pusat penampungan. Peternak menyetor susu
menggunakan kaleng susu (milk can) dengan cara dijinjing, dipikul maupun digonceng
sepeda motor menuju pos penampungan. Milk can merupakan alat berbentuk tabung yang
berfungsi khusus sebagai wadah untuk menampung susu segar yang baru diperah.
Penggunaan milk can bertujuan untuk melindungi susu agar tidak terkontaminasi oleh
mikroba atau benda asing lainnya seperti debu, kotoran, dan lain-lainnya yang bersifat
patogen (Marlina, E, T., dkk. 2018). Sebelum dituang pada bak susu (dump tank), susu
tersebut diperiksa dan dilakukan pengambilan sampel untuk pengujian kualitas susu.
Setelah masuk dalam bak susu kemudian dipompa menuju tangki pendingin (cooling unit)
hingga suhu susu mencapai 4oC, selanjutnya dikirim ke pusat penampungan. Setelah
dipusat penampungan milik PPS tertentu terkumpul susu dalam jumlah cukup, misalnya
satu truk susu (transfer tank) dan suhu susu kurang dari 4 oC, maka susu tersebut dikirim ke
Industri Pengolahan Susu (IPS). Transfer tank berfungsi sebagai wadah untuk menampung
dan membawa setoran susu segar dari peternak ke unit pendinginan susu (Colling Unit)
(Khiftiyah, M. 2020).
PPS menerima susu berdasarkan volume (liter), sedangkan IPS menerima susu dari
PPS berdasarkan bobot (Kg). Penentuan harga susu di PPS selain berdasarkan volume juga
berdasarkan bobot jenis dan kadar lemak, demikian juga di IPS selai didasarkan bobot juga
didasarkan bobot jenis dan kadar lemak. Namun, di IPS ada bonus yang didasarkan jumlah
mikroorganisme (total plate count = TPC) dengan catatan bahan kering ( total solid)
memenuhi standar. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Utami, K. B. dkk. 2014) yang
menyatakan harga susu ditentukan berdasarkan pada lemak, solid non fat (SNF), total solid
(TS), total plate count (TPC) dan kandungan antibiotik. Susu yang baru keluar dari
ambing suhunya sekitar 37oC dan beranjak turun sampai mendekati suhu ruang (27 oC),
sehingga pertumbuhan mikroorganismenya sangat cepat yaitu membelah menjadi 2 setiap
30 menit.
Petugas PPS melakukan pengujian organoleptik setiap susu yang disetor oleh peternak.
Petugas PPS merupakan panelis terlatih yang mampu menguji kualitas susu dengan
inderanya dan petugas berhak menolak susu yang disetor oleh peternak apabila kualitas
susunya rendah, walaupun hanya berdasarkan uji organoleptik. Petugas juga melakukan
pengambilan sampel untuk uji kadar lemak, bobot jenis, alkohol, TPC, antibiotika, pH,
total asam dan lain-lain.
1.1.3 Pendinginan Susu

3
Terlepas dari prosedur pemerahan susu, kondisi pra-penyimpanan dan transportasi
juga mempengaruhi kualitas susu. Susu mentah di peternakan harus dipertahankan pada
suhu kurang dari 8oC dengan segera setelah pemerahan atau kurang dari 6 oC jika tidak
disetorkan setiap hari. Susu mentah pada peternakan biasanya disimpan dalam tangki bagi
peternak yang mempunyai unit pendingin, tetapi untuk peternak kecil masih dikumpulkan
dalam kaleng dan langsung disetor ke PPS.
Suhu rendah untuk pengangkutan susu tergantung pada waktu tempuh
pengangkutannya karena tidak semua waktu tempuh pengangkutan membutuhkan suhu
pengangkutan yang sangat rendah, jadi perlu diketahui berapakah kombinasi suhu dan
waktu pengangkutan yang tepat yang layak secara teknis dan finansial. Susu yang telah
didinginkan di PPS kemudian didistribusikan ke IPS. Truk tangki susu diisolasi untuk
memastikan susu tiba di tempat tujuan pada suhu kurang dari 5 oC. Meskipun pada
kenyataannya batas suhu ini dapat diperpanjang hingga 6-9oC. Adanya jalur distribusi yang
panjang akan menyebabkan penurunan pada kualitas susu. Pendinginan bertujuan agar
terjadi penurunan suhu untuk menahan mikroba perusak susu agar pertumbuhannya
terhambat atau tidak berkembang biak, sehingga susu tidak mengalami kerusakan dalam
waktu yang relatif singkat (Sutrisno, D. A. Dkk. 2015). Karena susu sangat mudah
terkontaminasi oleh bakteri apabila berada terlalu lama dalam suhu ruang. Waktu generasi
kelompok bakteri dalam susu pada suhu 30oC adalah sekitar 30 menit, sedangkan menjadi
sekitar lebih dari 20 jam jika dijaga pada suhu 5oC. Pendinginan susu menyebabkan
beberapa perubahan, yang paling penting adalah (Walstra et al, 2006).
• Pertumbuhan mikroorganisme jauh lebih lambat atau bahkan berhenti, demikian pula
perubahan yang diinduksi oleh metabolisme mereka.
• Hampir semua reaksi kimia dan enzimatik diperlambat.
• Perubahan kelarutan dan asosiasi garam terjadi, sehingga pH meningkat.
• Aglutinasi dingin globula lemak terjadi sehingga meningkat tingkat creaming.
• Trigliserida dalam globula lemak sebagian akan mengkristal.
1.1.4 Distribusi Susu
Distribusi susu merupakan salah satu aspek penting dalam rantai industri penghasil
dan pengolah susu. Tingkat ketepatan waktu dalam perjalanan harus selalu diperhatikan
dengan tujuan untuk menjaga susu berkualitas baik agar dapat tersedia kapanpun
diperlukan dalam pengolahan. Susu tidak boleh terkontaminasi oleh mikroorganisme,
bahan kimia, air, atau zat-zat lainnya, karena penurunan kualitas susu dapat menyebabkan
penurunan secara ekonomi. Kualitas dari susu menjadi dasar untuk pembayaran atau harga
dari susu tersebut. Kualitas fisik dan kimia susu sapi segar dipengaruhi oleh faktor bangsa
sapi perah, pakan, sistem pemberian pakan, frekuensi pemerahan, metode pemerahan,
perubahan musim dan periode laktasi. Kontaminasi bakteri dimulai setelah susu keluar dari
ambing dan jumlah bakteri akan semakin meningkat pada jalur susu yang lebih panjang.
Kualitas susu terdiri atas berat jenis, lemak, dan grade susu. Berat jenis dan lemak susu
diuji dengan menggunakan milk analyzer lactoscanner MCC. Grade susu dapat ditentukan
berdasarkan waktu (jam) dengan uji reduktase dan memperkirakan jumlah mikroorganisme

4
yang berada dalam susu. Penggolongan grade susu ditentukan sebagai berikut (Utami dkk,
2014).
• Grade 1: susu memiliki waktu reduksi lebih dari 5 jam dengan jumlah sel 5 x 10 5
sel/ml.
• Grade 2: susu dengan waktu reduksi > 2-5 jam dengan jumlah sel mikroba 5 x 10 5 –
4 x 106 sel/ml.
• Grade 3: susu dengan waktu reduksi < 2 jam dengan jumlah sel mikroba 4 x 10 6 – 20
x 106 sel/ml.
Biaya yang digunakan dalam penyimpanan dan transportasi harus tetap rendah,
sehingga kerugian penanganan susu dapat diminimalkan. Transportasi dan penyimpanan
tetap mengacu pada kualitas susu mentah dan produk olahannya.
Distribusi susu dimulai dari peternak yang melakukan proses pemerahan susu. Susu
hasil pemerahan para peternak dikumpulkan menjadi satu dengan ditampung dalam drum-
drum kecil dan siap didistribusikan ke koperasi. Pengumpulan susu dilakukan di Tempat
Penampungan Susu (TPS) yang telah ditentukan oleh koperasi. Susu-susu dari TPS
tersebut diambil oleh koperasi melauli alat transportasi pengangkut susu untuk ditampung
di koperasi. Pihak koperasi melakukan uji kualitas susu yang dihasilkan peternak yang
nantinya akan dikompensasi dengan harga susu per liternya. Pengujian yang dilakukan di
koperasi antara lain pengukuran volume, uji organoleptik, uji alkohol, uji bobot jenis, uji
kadar lemak, uji antibiotika, dan uji pemalsuan (penambahan santan, penambahan bahan
yang bersifat basa, dan penambahan tepung). Setelah pengujiuan selesai, dilakukan
pendinginan susu. Susu yang ditampung oleh koperasi selanjutnya dikirim ke IPS. Pada
IPS, susu ditampung dan dilakukan pengujian kembali. Pengujian yang dilakukan sama
seperti pengujian pada koperasi hanya dilengkapi dengan uji total solid dan uji TPC. Pada
IPS susu dijaga kualitasnya dengan pendinginan dan siap untuk diolah lebih lanjut.

1.2 Kualitas Susu

Susu segar merupakan salah satu pangan hewani yang kaya zat gizi dan mudah dicerna
karena berbentuk cair. Susu segar diperoleh dari ternak perah, baik ternak sapi, kerbau atau
kambing. Pemeliharaan ternak dan penanganan baik pada saat pemerahan dan pasca pemerahan
merupakan faktor penting untuk menghasilkan susu kambing yang aman, sehat, utuh dan halal.
Kontaminasi mikroorganisme dan penanganan yang tidak baik dapat menurunkan kualitas susu
kambing.
Masalah dalam penanganan susu segar dalam mengurangi dampak kontaminasi bakteri
pada susu dimulai dari tingkat peternak sampai ke tempat pengolahan susu bila kurang
diperhatikan sanitasi pemerahan, penampungan susu dan diduga selama waktu distribusi
perjalanan dari peternakan sampai ke KUD juga terjadi peningkatan bakteri.
Pengujian susu kambing meliputi total mikroba susu kambing segar, kadar protein, kadar
lemak, pH, berat jenis dan uji alkohol. Hasil uji alkohol menunjukkan susu kambing segar yang
diperoleh dari peternakan Umban Sari dan peternakan Alam Raya adalah negatif. Uji alcohol

5
negatif ditunjukkan dengan tidak adanya gumpalan yang terjadi setelah susu dimasukkan ke
dalam alkohol 70% (Zain, 2013).
Metode yang digunakan pada optimasi proses sterilisasi skala Laboratorium dengan
dilakukan pengujian bahan baku susu segar, melakukan simulasi pengaruh waktu penyimpanan
suhu ruang terhadap angka TPC (Total Plate Count), melakukan pengujian TPC dan sensori pada
pengaruh waktu dan suhu sterilisasi.
Pada penelitian ini dilakukan pengujian kualitas susu segar berdasarkan standar SNI.
Susu segar dilakukan perlakuan penyimpanan pada suhu ruang untuk mendapatkan kecepatan
kerusakan susu dengan menganalisis TPC (Total Plate Count), pada waktu penyimpanan. Setelah
mendapatkan hasil kurva kerusakan susu segar pada suhu ruang maka untuk TPC yang masih
memenuhi standar SNI dilakukan pemanasan pada waktu dan suhu sterilisasi sehingga dapat
dianalisis TPC, rasa dan kenampakan dan pengujian E. Coli memenuhi standar (Hendrawati dan
Suratmin 2017).
Hasil yang diperoleh dari data pada tabel diatas bahwa untuk uji alkohol pada tingkat
peternak didapatkan 7 peternak dan 2 TPS mendapatkan hasil positif. Hal ini disebabkan dalam
recording kepemilikan ternak dalam satu peternak pernah terjangkit mastitis yang dipengaruhi
juga dengan sanitasi kandang dan peralatan yang kurang baik. Susu yang dihasilkan dari ternak
yang terjangkit mastitis klinis susu terlihat baik secara fisik namun terdeteksi saat uji alkohol
karena kestabilan protein susu terganggu (Yudonegoro, dkk. 2014).

1.3 Sanitasi Persusuan

Sanitasi persusuan merupakan upaya untuk membersihkan dan mensterilkan peralatan


persusuan agar tidak terjadi kontaminasi susu yang kontak dengan peralatan susu tersebut,
sehingga susu mempunyai daya simpan yang lebih lama. Program Sanitasi dimulai dengan
komitmen untuk membangun, memperbaiki dan memelihara proses produksi yang mencakup
seluruh aspek praktek sanitasi yang baik untuk menjamin keamanan pangan produk yang
dihasilkan suatu industri pangan.
Manfaat sanitasi antara lain tercapainya keamanan produk yang penting karena hubungan
aspek keamanan pangan dan aspek ekonomi ( biaya dan ptofit ), serta diperolehnya kepercayaan
konsumen. Jika keamanan produk terjamin, maka penjualan dan keuntungan akan ikut terjamin.
Dengan kesan yang bagus maka konsumen akan memiliki rasa percaya pada produk. Kesan
produk yang buruk akan berdampak pada kepercayaan konsumen yang dapay menyebabkan
penjualan dan keuntungan menurun. .(Purwadi., dkk. 2017)
Penerapan prinsip dasar pembersihan dan sanitasi meliputi seluruh tahap pengolahan mulai
dari tahap penerimaan, inspeksi, pengangkutan, persiapan, pengolahan, pengemasan, dan
penyimpanan. Proses sanitasi memiliki kebutuhan dasar dalam penerapannya, yaitu dalam
seluruh praktek sanitasi perlatan dilakukan dengan tepat untuk mencegah kontaminasi
menggunakan agen sanitizing yang tepat, cukup, dan aman. Peralatan yang dibongkar pasang
harus disimpan pada tempat yang tepat dengan bagian permukaan yang kontak bahan pangan
harus terlindungidari kontaminasi. Seluruh peralatan dirancang dengan bahan dan model yang

6
mudah dibersihkan dan dipelihara, bagian permukaan tahan korosi, terbuat dari bahan non
toksik, dan selalu dalam kondisi bersih.
Pada peralatan setelah proses produksi susu akan tertinggal sisa-sisa hasil produksi atau
pengotor pada tangki dan peralatan lainnya baik yang mudah dibersihkan hingga sulit
dibersihkan. Sehingga pada setiap tahapan proses perlu dilakukan pembersihan pada peralatan
yang telah digunakan baik pembersihan COP (Cleaning Out Place) maupun CIP (Cleaning In
Place). Pada umumnya pembersihan dengan metode COP digunakan untuk membersihkan
pengotor yang terlihat secara kasat mata dan juga peralatan yang memungkinkan untuk
dilakukan pembongkaran. Sedangkan metode CIP digunakan untuk membersihkan pengotor
yang sulit untuk dibersihkan sehingga memerlukan bantuan dari bahan-bahan kimiawi sebagai
larutan pembersih dalam menghilangkan pengotor tersebut. Keberhasilan proses CIP dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti konsentrasi larutan yang digunakan, suhu, waktu sirkulasi setiap
tahapan proses CIP, dan juga kecepatan aliran larutan (Tamime. 2008).
Menurut penelitian dari Nidia Cahyaning Hapsari (2016) sanitasi yang buruk dalam
pengolahan produk pangan dapat menyebabkan terkontaminasinya produk oleh mikroorganisme
penyebab penyakit. Pada industri pangan yang besar, dibutuhkan suatu teknik untuk
membersihkan peralatan yang digunakan dalam produksi tanpa proses yang rumit. Salah satu
teknik yang umumnya digunakan adalah Cleaning In Place atau pembersihan di tempat. Cleaning
In Place (CIP) merupakan suatu sistem pembersihan alat-alat produksi tanpa melakukan
pembongkaran.
Proses sanitasi memiliki kebutuhan dasar dalam penerapannya, yaitu dalam penerapannya,
yaitu dalam seluruh praktek sanitasi peralatan dilakukan dengan tepat untuk mencegah
kontaminasi menggunakan agen sanitizing yang tepat, cukup, dan aman. Perlatan yang dibongkar
pasang harus disimpan pada tempat yang tepat dengan bagian permukaan yang kontak bahan
pangan harus terlindung dari kontaminasi. Seluruh peralatan dirancang dengan bahan dan model
yang mudah dibersihkan dan dipelihara, bagian permukaan tahan korosi, terbuat dari bahan non
toksik, dan selalu dalam kondisi bersih.(Purwadi., dkk. 2017)
Pendidikan formal mengenai sanitasi harus dilengkapin dengan pelatihan on-the-job. Bahan-
bahan yang perlu ditekankan dalam sesi pelatihan mencakup persyaratan untuk kebersuhan
pribadi. GMP harus digunakan sebagai panduan yang telah disetujui untuk diterapkan dalam
praktek. Dalam mendekati subjek kebersihan pribadi, harus diingat bahwa manusia merupakan
sumber utama kontaminasi mikrobiologi dan variable yang paling sulit untuk dikontrol dalam
proses. Oleh karena itu, kerja sama penuh dari karyawan sangat penting untuk mencapai tujuan
program sanitasi (Purwadi.,dkk. 2017)
Permukaan peralatan penanganan susu harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan benar untuk
menghindari perkembangan biofilm bakteri. Telah terbukti bahwa permukaan alat merupakan hal
yang harus diperhatikan terkait kelompok koloni bakteri yangtumbuh di residu susu dan dapat
bertahan hidup setelah beberapa proses pembersihan. Prosedur yang memadai untuk peralatan
penanganan susu mentah harus mempertimbangkan juga tingkat kekerasan air yang digunakan
dalam kaitannya dengan endapan mineral pada permukaan.
Syarat alat produksi bahan pangan meliputi permukaan yang berhubungan dengan bahan
harus halus, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat. Selain itu, alat produksi

7
juga tidak mencemari produk, bukan tempat berkembang biaknya mikroorganisme, tidak
merubah warna, serta tidak merubah bau. Penting alat yang digunakan mudah dibersihkan dan
kuat/tahan goresan. (Purwadi.,dkk. 2017)
Infeksi mikroorganisme dalam bahan pangan pada konsumen meliputi masuknya
mikroorganisme pathogen seperti Escherchia coli., Salmonella sp., Shigella sp., Streptococcus
grup A, Vibrio cholera ke dalam alat pencernaan manusia. Di dalam tubuh, mikroorganisme
tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jumlah mikroorganisme yang tidak mampu ditoleransi
oleh tubuh menyebabkan penyakit, selain itu mungkin diproduksi pula toksin dalam tubuh.
Gejala yang akan timbul selama masa inkubasi sekitar 12-24 jam antara lain sakit perut, pusing,
muntah, diare, dan demam.

1.4 Perlakuan Pendahuluan Susu (Milk Pre-Treatment)

Perlakuan pendahuluan susu merupakan perlakuan yang dilakukan sebelum susu


mengalami proses pengolahan lebih lanjut dan perlakuan tersebut dilakukan secara spesifik
karena perlakuan pendahuluan dapat meningkatkan kualitas produk. Terdapat 6 perlakuan
pendahuluan yang dapat dilakukan antara lain klarifikasi, separasi, homogenisasi, baktofugasi,
terminasi dan pasteurisasi (Purwadi., dkk. 2017).
Perlakuan pendahuluan yang dilakukan kurang tepat akan menyebabkan penurunan
kualitas susu. Penurunan kualitas susu yang paling cepat dirasakan oleh konsumen adalah
perubahan rasa akibar ternak mendapat pakan yang mengandung bahan tertentu maupun
terjadinya perubahan kimia, fisikokimia, dan mikrobiologi pada produk itu sendiri (Ambarsari.,
dkk. 2013)
Susu sapi segar merupakan bahan pangan yang sangat tinggi gizinya, bukan saja bagi
manusia tetapi juga bagi jasad renik pembusuk, karena itu susu merupakan komoditi yang sangat
mudah rusak, sehingga penanganan pendahuluan perlu dilakukan, apabila penanganannya tidak
baik maka akan timbul penyakit berbahaya. Kontaminasi bakteri mampu berkembang secara
cepat sekali sehingga susu menjadi tidak bisa diolah lebih lanjut atau tidak pantas lagi
dikonsumsi manusia (Putri. 2016).
Susu memiliki sifat yang mudah rusak karena kandungan gizinya merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme ini dapat merubah kualitas dan sifat
susu yang meliputi pH, berat jenis dan jumlah koloni bakteri susu dalam waktu yang singkat.
Suhu mempengaruhi lama penyimpanan susu setelah diperah yang juga akan diikuti oleh
perubahan kualitas susu sehingga susu menjadi rusak dan tidak dapat dikonsumsi lagi (Roza dan
Salam. 2006).
Jumlah bakteri susu yang diproduksi dapat dihambat dengan penanganan susu yang baik.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah higenitasnya dengan cara melindungi susu dari
kontak langsung ataupun tidak langsung dengan sumber-sumber yang dapat mencemari air susu
selama pemerahan, pengumpulan dan pengangkutan. Selain itu perlu penanganan yang tepat
dalam proses pengolahan dan penyimpanan (Amrulloh., dkk. 2018).

8
Perlakuan panas dalam proses perlakuan pendahuluan susu dapat menyebabkan
denaturasi protein. Semakin banyak protein yang terdenaturasi oleh panas menyebabkan kualitas
susu menurun terutama kandungan proteinnya. Terjadinya denaturasi protein mengakibatkan
protein mengalami perubahan struktur kimia akibat pemanasan yaitu putusnya ikatan dalam
molekul sehingga molekul protein ini akan cenderung mudah diserang oleh enzim pencernaan
(Picauly., dkk. 2015) Perlakuan panas memiliki batasan bahwa yang akan rusak karena panas
adalah hanya bakteri dan sporanya saja, dan tidak merusak kandungan nutrisi yang berada
didalam susu yang ditandai dengan terjadinya perubahan kimia pada susu (Hendrawati dan
Suratmin. 2017).

Klarifikasi (Penjernihan)
Susu segar masih mengandung bahan asing yang tidak diinginkan, seperti kontaminan
dari udara maupun kotoran yang berasal dari kontak dengan mesin atau peralatan persusuan.
Susu harus diklarifikasi atau dijernihkan untuk meningkatkan kualitas susu atau untuk menjamin
bahwa susu yang digunakan dalam pengolahan adalah susu dengan kondisi terbaik sehingga
tidak mebahayakan kesehatan konsumen (Purwadi., dkk. 2017).
Monitoring kualitas air susu sapi perah pada penjual susu umumnya hanya dilakukan
secara manual. Belum tersedianya alat penguji kualitas yang mudah dan murah sehingga
mengakibatkan pada penilaian kualitas susu pada penjual tidak objektif. Klarifikasi yang ada
pada penjual susu sapi hanya sebatas melihat susu tersebut (Wahyupradipta dan Taufiqurrohman.
2018).
Klarifikasi adalah suatu cara yang efisien untuk menghilangkan kotoran dari susu tetapi
secara material tidak mereduksi kandungan bakteri. Klarifikasi kadang-kadang meningkatkan
jumlah bakteri sebab kerja mekaniknya cenderung memecah kelompok-kelompok bakteri dan
membebaskan individu bakteri ke seluruh bagian susu. Klarifikasi lebih baik dikerjakan terhadap
susu dingin dan sebelum dipasteurisasi pada temperatur kira-kira 57,2oC (135oF) pada metode
HTST (High Temperature Short Time) (Soeparno. 2007)
Susu segar sebelum masuk ke tanki penampungan dilakukan klarifikasi dengan
penyaringan. Penyaringan dilakukan untuk meminimalkan cemaran mikroorganisme susu,
sehingga kualitas mikrobiologis susu dapat terjaga dengan baik sesuai standar. Penyaringan
bertujuan untuk memisahkan padatan dan kotoran yang mungkin masih terdapat dalam susu
tersebut misalnya debu, pasir, bulu, dan sebagainya yang terdapat dalam susu (Wicaksono dan
Mirnawati. 2016).
Klarifikasi susu pada dasarnya juga bertujuan sama dengan penyaringan, tetapi klarifikasi
tidak menggunakan kain saring melainkan dengan cara sentrifugasi dengan menggunakan alat
clarifier. Clarifier secara khusus dibuat untuk menghilangkan partikel padat. Prinsipnya cairan
memasuki wadah di bagian pinggiran yang bergerak antara disk dan as. Hal ini meningkatkan
efisiensi pemisahan dengan memberikan waktu lebih lama untuk partikel mengendap. Seringkali
kotoran terus dihilangkan dari wadah melalui sejumlah lubang kecil (Purwadi., dkk. 2017).
Alat centrifugal separation dapat digunakan untuk klarifikasi atau penjernihan susu.
Sentrifugasi adalah metode yang menggunakan prinsip sedimentasi, dimana percepatan

9
centripetal digunakan untuk memisahkan substansi dengan kepadatan lebih besar dan lebih kecil
sehingga penjernihan susu dapat dilakukan (Hawa., dkk. 2019).
Alat klarifikasi yang disebut ”clarifier” merupakan suatu sentrifugal pada separator
dengan satu bagian tempat masuk cairan dan dua bagian tempat keluar. Alat ini dirancang untuk
memisahkan dan memindahkan partikel berat yang sudah terpisah di dalam suatu cairan. Di
industri persusuan, separator pada tipe ini termasuk juga untuk klarifikasi susu. Alat klarifikasi
akan memisahkan leukosit, sel-sel kotoran dan partikel asing yang dapat masuk ke dalam susu
selama penanganan. Leukosit dengan ukuran 10 mikron tidak dapat masuk, tetapi setelah
diklarifikasi, sedimen-sedimen dari partikel yang ada di dalam susu tidak dapat dipisahkan lagi.
Di negara tertentu, klarifikasi diartikan sebagai tahap pertama dalam pengolahan susu di tempat
pengolahan susu (Aritonang. 2017)

Separasi (Pemisahan)
Separasi atau pemisahan bertujuan untuk memisahkan krim dan susu skim. Terutama
dikerjakan apabila ingin dibuat bubuk krim atau bubuk skim. Separasi dimaksudkan untuk
memisahkan air susu menjadi dua komponen yaitu susu skim dan krim menggunakan alat
separator (Aritonang. 2017)
Pemisahan krim dengan skim pada susu dapat dilakukan dengan cara memasukkan susu
segar kedalam wadah yang bermulut lebar dan disimpan di lemari pendingin yang bersuhu 5-
10°C selama 12 jam. Lapisan krim yang berwarna kuning akan berada dibagian permukaan, krim
ini dapat diambil d engan sendok atau dengan memasukkan selang plastik kedasar wadah dan
menyedot serumnya hingga yang tertinggal hanya krimnya (Saleh. 2004).
Proses separasi atau pemisahan susu dapat dilakukan dengan metode sentifugasi, yaitu
pemisahan krim dan susu skim dengan menggunakan alat yang disebut separator. Alat ini bekerja
berdasarkan gaya sentrifuge dengan prinsip perbedaan berat jenis. Krim mempunyai berat jenis
yang rendah karena banyak mengandung lemak, sedangkan susu skim mempunyai berat jenis
yang tinggi karena banyak mengandung protein. Susu skim mempunyai berat jenis 1,036,
sedangkan lemak susu 0,930, sehingga dalam sentrifugasi krim akan berada dibagian atas dan
skim akan berada dibagian bawah (Maulidayanti. 2011).
Manfaat dilakukan separasi antara lain untuk menghilangkan komponen non susu dan sel
somatik, menghilangkan bakteri dan sporanya terutama Bacillus cereus, serta untuk persiapan
pembuatan keju dan susu ESL. Susu ESL memiliki sifat dan karakter yang sama dengan susu
segar (Purwadi., dkk. 2017)

Homogenisasi
Homogenisasi adalah suatu perlakuan untuk menjaga agar butiran lemak susu tidak
terurai secara berlebihan setelah disimpan 48 jam pada penyimpanan 45°F (7.2°C), tidak tampak
terjadinya pemisahan krim di dalam susu, dan persentase lemak dalam 0.964 liter sebesar 100 ml
atau proporsinya 10% dari persentase lemak dari susu yang tersisa setelah melalui pencampuran.

10
Untuk produk dalam jumlah banyak, proses homogenisasi dapat dilakukan dalam Plate Heat
Exchanger, di mana dalam alat ini produk dapat berhubungan langsung dengan temperatur di
dalam homogenizer (Aritonang 2017)
Homogenisasi pada susu merupakan proses pemecahan globula lemak menjadi globula
lemak yang berukuran kecil dan seragam. Homogenisasi biasanya dilakukan pada produk susu
dan olahannya yang memerlukan proses pemanasan, seperti pasteurisasi dan sterilisasi susu.
Tujuan dilakukan homogenisasi adalah untuk memperlambat proses pemisahan krim pada saat
susu disimpan, meningkatkan kekentalan susu, dan meningkatkan ketahanan terhadap terjadinya
penggabungan partikel. Homogenisasi diterapkan untuk beberapa alasan berikut :
• Mencegah creaming. Ukuran lapisan lemak harus sangat berkurang karena lapisan krim
dalam produk dapat menjadi gangguan bagi konsumen.
• Meningkatkan stabilitas menuju peleburan parsial. Stabilitas globula lemak homogeny
meningkat disebabkan oleh diameter globula yang berkurang dan lapisan permukaan
oleh lapisan lemak.
• Homogenisasi dapat meningkatkan viskositas produk seperti krim.
• Megkombinasikan produk susu (Purwadi., dkk. 2017).
Hal yang ingin dicapai melalui homogenisasi yang disebut mikronisasi merupakan
pemecahan butiran lemak dalam ukuran maksimum 1 mikron. Pemecahan butiran lemak pada
proses homogenisasi tunggal, yang berlangsung dalam 4 tahap. Butiran induk pada tahap 1
merubah bentuk melalui peregangan (tahap 2) membentuk rantai dan ikatan (proses
pemekatan/viskolisasi, tahap 3) dan selanjutnya terurai menjadi butiran individu yang kecil
(mikronisasi, tahap 4). Hal ini dapat dicegah untuk menghentikan proses pada tahap pemekatan
(viskolisasi), karena pada tahap ini butiran lemak yang kecil bergabung satu sama lain
membentuk rantai dan ikatan, yang akan menghasilkan stabilitas produk yang tidak diharapkan
dengan kepekatan yang lebih tinggi (Aritonang. 2017)
Homogenisasi ganda yaitu homogenisasi 2 tingkat, memungkinkan untuk tercapainya
penyebaran butiran lemak secara intensif. Metode ini tidak umum digunakan, karena
memerlukan dua mesin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan, bahwa tekanan sebesar 100-
160 kp/cm2 diperlukan untuk menghasilkan homogenisasi yang diinginkan (Aritonang. 2017)
Homogenisasi biasanya dilakuka pada suhu 45-75°C. Susu segar dapat menjadi tengik dalam
beberapa menit setelah homogenisasi karena kemampuan lipoprotein lipase untuk menembus
membrane yang dibentuk oleh homogenisasi. Homogenisasi dilakukan sebelum pasteurisasi
karena homogenizer susu mudah terkontaminasi oleh bakteri. Pencampuran susu yang
dihomogenisasi dengan susu segar dicegah untuk menghindari lipolysis. Homogenisasi susu
memiliki beberapa efek lain seperti warna susu menjadi putih dan kecenderungan kenaikan busa
yang sedikit (Walstra., et al. 2006)
Baktofugasi
Baktofugasi adalah proses pemisahan spora dan sel bakteri dari susu dengan
menggunakan perlakuan suhu panas sehingga dapat mempengaruhi kualitas susu. Baktofugasi

11
dilakukan dengan mesin baktofugasi yaitu mesin seperti sentrifus yang dapat menghilangkan
sebagian besar bakteri dan spora dari susu dengan diberi perlakuan panas lebih dahulu sehingga
meningkatkan dampak termal. Pada suhu pemisahan 60-65°C sebagian besar bakteri dapat
dihilangkan sekitar 90—95%, apabila menggunakan dua baktofug maka pengurangan bakteri
dapat mencapai 99% (Purwadi., dkk. 2017).

Baktofugasi adalah metode untuk menghilangkan bakteri dari susu dengan proses
sentrifugasi. Sentrifuge beroperasi pada kira-kira 20.000 rpm, dan kira-kira 2,5-6% susu skim
terpisah. Bila dioperasikan pada 76,6°C (170°F), kira-kira 90% bakteri dalam susu akan hilang.
Susu yang disentrifugasi ini disentrifugasi lagi dengan baktofug kedua dan 90% dari sisa 10%
bakteri hilang hingga total bakteri yang hilang mencapai 99% (Soeparno. 2007).
Terminasi
Terminasi adalah metode mengurangi jumlah mikroorganisme dalam susu meggunakan
panas. Proses ini tidak digunakan untuk bahan pangan lain dan mirip seperti pasteurisasi, namun
menggunakan suhu yang lebih rendah sehingga dapat lebih mempertahankan rasa asli susu.
Terminasi menggunakan pemanasan pada suhu 63-65ºC selama 15 detik, sedangkan pasteurisasi
menggunakan panas pada suhu 71ºC selama 15 detik atau 63ºC selama 30 menit (Purwadi., dkk.
2017).
Terminasi ini mengakibatkan reduksi bakteri dalam jumlah besar sebelum penyimpanan.
Proses ini dianjurkan dengan pasteurisasi yang benar, metode HTST 72ºC (16 detik) atau
perlakuan panas 60ºC selama 16 detik. Tipe panas yang lebih rendah menghasilkan flavor keju
yang lebih baik, karena lebih (Soeparno. 2007).
Terminasi disebut juga pasteurisasi singkat, yaitu proses pre-pasterurisasi yang dilakukan
sementara menunggu susu diolah lebih lanjut sehubungan dengan kapasitas tempat penyimpanan
susu (cooling unit) sudah maksimal, yang terjadi jika produksi susu melimpah. Tujuan
dilakukannya terminasi adalah mengurangi aktivitas mikroorganisme dan mencegah
pembentukan spora bakteri aerobic (Aritonang. 2017).
Pasteurisasi
Pasteurisasi susu adalah pemanasan susu dibawah temperature didih dengan tujuan
membunuh semua mikroorganisme pathogen, membunuh sebagian besar mikrooganisme
pembusuk dan menginaktifkan enzim (Purwadi., dkk. 2017). Penanganan susu yang tidak
higienis dan pasteurisasi yang tidak baik dapat menyebabkan kontaminasi pasca prosesing oleh
bakteri-bakteri patogenik. Bakteri patogenik yang sangat penting untuk diwaspadai dalam susu
dan produk susu adalah Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Yersinis enterocolitica,
Salmonella spp., Escherisia coli 0157: H7, dan Campylobacter jejuni (Soeparno. 2007).
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah kerusakan pada susu adalah dengan
cara pemanasan (pasteurisasi) baik dengan suhu tinggi maupun suhu rendah yang dapat
diterapkan pada peternak. Dengan pemanasan ini diharapkan akan dapat membunuh bakteri
patogen yang membahayakan kesehatan manusia dan meminimalisasi perkembangan bakteri
lain, baik selama pemanasan maupun pada saat penyimpanan (Saleh. 2004).

12
Cara pasteurisasi terbagi menjadi dua yaitu :
• Pasteurisasi lama (low temperature long time-LTLT) yaitu pemanasan susu dilakukan
pada temperature yang tidak begitu tinggi dengan waktu yang relatif lama yaitu 65ºC
selama 15 menit.

• Pasteurisasi singkat (high temperature short time-HTST) yaitu pemanasan susu dilakukan
pada temperature tinggi dengan waktu yang relative singkat yaitu 72ºC selama 15 detik
(Purwadi., dkk. 2017)

BAB III

PENUTUP

• KESIMPULAN
• Pengujian susu kambing meliputi total mikroba susu kambing segar, kadar protein, kadar
lemak, pH, berat jenis dan uji alcohol.
• Pengujian TPC yang dilakukan pada berbagai waktu penyimpanan pada suhu ruang untuk
mendapatkan kurva grafik laju kerusakan susu segar. Pengujian TPC Susu dilakukan
setelah mendapat perlakuan sterilisasi pada berbagai waktu dan suhu. Pengujian E. coli
juga dilakukan untuk susu segar setelah proses sterilisasi. Untuk memastikan dari segi
rasa maka dilakukan pengujian sensori.
• Macam sanitasi dibagi menjadi Sanitasi Peralatan, Sanitasi Pekerja dan Sanitasi Bahan
Baku
• Cleaning In Place (CIP) merupakan suatu cara yang dilakukan untuk membersihkan
peralatan produksi ditempat (tanpa pembongkaran).
• COP (cleaning out place) merupakan proses pembersihan dengan membongkar peralatan
bagian per bagian.
• SARAN

13
DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, I., Qanytah dan T. Sudaryono. 2013. Perubahan Kualitas Susu Pasteurisasi dalam
Berbagai Jenis Kemasan. Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 32 (1) : 10 - 19.
Amrulloh, M. F. R., P. Surjowardojo dan E. Setyowati. 2018. Produksi dan Kualitas Susu Sapi
Peranakan Friesian Holstein Pada Pemerahan Pagi dan Sore (Ditinjau dari Uji Berat
Jenis, Kadar Lemak dan Uji Reduktase). MADURANCH. Vol. 3 (2) : 69 - 74 .
Aritonang, S. N. 2017. Susu dan Teknologi. Padang : LPTIK Universitas Andalas.
Arum, H. P., dan N. Purwidiani. 2014. Pengaruh Jumlah Ekstrak Jahe Susu SkimTerhadap Sifat
Organoleptik Yoghurt Susu Kambing Etawa. E-journal Boga. 3 (3) : 116 – 124.
Hawa, L. C., A. Lastriyanto dan A. A. Ervantri. 2019. Analisis Sifat Fisik dan Kandungan Gizi
Produk Krim Susu menggunakan Teknologi Sentrifugasi. Jurnal Ilmiah Rekayasa
Pertanian dan Biosistem. Vol. 7 (2) : 196 - 206.
Hapsari.2016. OPTIMALISASI “CLEANING IN PLACE” MESIN PRODUKSI SUSU
KENTAL MANIS DI PT. FRISIAN FLAG INDONESIA
Hendrawati, T. Y dan S. Utomo. 2017. Optimasi Suhu dan Waktu Sterilisasi pada Kualitas Susu
Segar di Kabupaten Boyolali. Jurnal Teknologi. Vol. 9 (2) : 97 - 102.
Khiftiyah, M. 2020. Penanganan Susu Sapi Perah Dalam Proses Distribusi Oleh Unit Produksi
Susu KUD Tani Wilis Sendang Tulungangung. 1 – 35.
Marlina, E. T., E. Harlia., Y. A. Hidayati. 2018. Efectivitas Limbah Buah Nanas (Ananas
Comosus) Sebagai Desinfektan Alami Pada Milk Can. Jurnal Ilmu ternak. 18 (1) : 60 –
64.
Maulidayanti, Atika. 2011. Karakteristik Keju Putih Rendah Lemak Menggunakan Berbagai
Bahan Baku Susu Sapi Modifikasi. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian. Bogor.
14
Picauly, P., J. Talahatu dan M. Mailoa. 2015. Pengaruh Penambahan Air pada Pengolahan Susu
Kedelai. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 4 (1) : 8 - 13.
Purwadi., L. E. Radiati., H. Evanurarini dan R. D. Andriani. 2017. Penanganan Hasil Ternak.
Malang : UB Press.
Putri, E. 2016. Kualitas Protein Susu Sapi Segar Berdasarkan Waktu Penyimpanan.
Chempublish Journal. Vol. 1 (2) : 14 - 20.
Roza, E dan S. Aritonang. 2006. Pengaruh Lama Penyimpanan Setelah Diperah Terhadap pH,
Berat Jenis dan Jumlah Koloni Bakteri Susu Kerbau. Jurnal Peternakan Indonesia. Vol.
11 (1) : 74 - 78.
Saleh, Eniza. 2004. Teknologi Pengolahan SuSu dan Hasil Ikutan Ternak. Skripsi. Medan :
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Soeparno. 2007. Pengolahan Hasil Ternak. Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.
Surjowardojo, P. 2011. Tingkat Kejadian Mastitis Dengan Whiteside Test dan Produksi Susu
Sapi Perah Friesien Holstein. Jurnal Ternak Tropika. 12 (1) : 46 – 55.
Sutrisno, D. A., S. Kumalaningsih., dan A. F. Mulyadi. 2015. Studi Stabilitas Mutu Susu Segar
Selama Pengangkutan Menggunakan Suhu Rendah yang Layak Secara Teknis dan
Finansial (Kajian Suhu dan Lama Waktu Pendinginan). Jurnal Teknologi Pertanian. 16
(3) : 2017 – 212.
Tamime, A.Y. 2008. Cleaning in place- dairy foods and beverage operations. Blackwell Science
Ltd, Oxford.Vol – (-)
Utami, K. B., L. E. Radiati., P. Surjowardojo. 2014. Kajian Kualitas Susu Sapi Perah PFH (Studi
Kasus Pada Anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang).
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (2) : 58 – 66.
Wahyupradipta, E dan M. Taufiqurrohman. 2018. Rancang Bangun Alat Uji Kualitas Air Susu
Sapi Berbasis Arduino Menggunakan Metode Fuzzy Logic. Prosiding Semnas Kelautan
XIII. Vol. – (-) : 40 - 48.
Walstra, P., J. T. M. Wouters and T. J. Geurts. 2006. Dairy Science and Technology. New York :
CRC Press.
Wicaksono, A dan M. Sudarwanto. 2016. Peningkatan Kualitas Susu Peternakan Rakyat di
Boyolali melalui Program Penyuluhan dan Pendampingan Peternak Sapi Perah. Jurnal
Ilmiah Pengabdian pada Masyarakat. Vol. 2 (2) : 55 - 60.
Yudonegoro, R.J., Nurwantoro dan D.W. Harjanti. 2014. Kajian Kualitas Susu Segar Dari
Tingkat Peternak Sapi Perah, Tempat Pengumpulan Susu Dan Koperasi Unit Desa
Jatinom Di Kabupaten Klaten. Animal Agriculture Journal. Vol. 3 (2) : 323 - 333.
W.N.H.Zain. 2013. Kualitas Susu Kambing Segar Di Peternakan Umban Sari Dan Alam Raya
Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan.Vol.10 (1) : 24 - 30.

15

Anda mungkin juga menyukai