Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dipandang dari segi gizi, susu merupakan bahan makanan yang hampir sempurna dan
merupakan bahan makanan alamiah bagi binatang menyusui yang baru lahir, dimana susu
merupakan satu-satunya sumber makanan pemberi kehidupan segera sesudah lahir. Sebagai bahan
pangan, susu dapat digunakan baik dalam bentuk aslinya sebagai satu kesatuan, maupun dari
bagian-bagiannya (Muchtadi, dkk., 2010).
Susu merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar susu (mammae) baik dari binatang
maupun dari seorang ibu. Air susu ibu dekenal dengan ASI, sedangkan susu hewan atau tiruan
sebagai pengganti susu ibu disebut PASI (Pengganti Air Susu Ibu). Dalam hal sehari-hari air susu
atau susu adalah air susu sapi (Sirajuddin, dkk., 2014).
Susu sapi merupakan bahan makanan yang baik untuk manusia dan juga untuk bakteri. Bakteri
yang mengkontaminasi susu dalam waktu singkat akan berkembang biak mencapai jumlah yang
banyak sehingga jumlah kasus infeksi dengan perantara susu sapi ini cukup tinggi, selain manusia
juga memiliki daya resisten yang rendah. Dengan demikian, upaya sanitasi terhadap susu sapi
merupakan salah satu upaya kesehatan lingkungan yang sangat penting. Susu yang keluar dari
kelenjar sapi sebenarnya sangat sedikit mengandung bakteri. Bakteri pathogen yang biasa
ditemukan dalam susu adalah golongan Mycobacterium tuberculose type bovine. Keberadaa bakteri
lain dalam susu karena terjadinya kontaminasi susu dengan peralatan atau manusia yang mengidap
penyakit (Chandra, 2007).
Pada ASI kemudahan untuk tercerna lebih cepat daripada susu sapi, namun tidak ada perbedaan
yang nyata dalam waktu pasase usus antara ASI dan susu sapi yang diproses selama usia 45 hari
pertama. Dadih susu sapi ukurannya berkurang pada pemanasan. Dadih ini sedikit kasar dan jauh
lebih kecil dengan pemanasan yang diperlukan dalam evaporasi, dengan penambahan asam atau
alkali, dan dengan homogenisasi. Berbeda dengan dadih ASI yang halus dan flokulen (menyerupai
wol) dan mudah dipecah dalam lambung. Lemak susu sapi kurang mudah tercerna dibanding ASI
(Wahab, 2000).
Beragam jenis susu dan produk keturunannya telah banyak beredar di pasaran. Mulai dari susu
segar, susu bubuk, susu cair, hingga susu yang memiliki masa kadaluarsa yang panjang yaitu susu
kental manis. Masyarakat kini sudah jarang mengkonsumsi susu segar yang didapat langsung dari
peternakan dan dihantarkan ke rumah-rumah. Mereka lebih sering mengkonsumsi produk susu siap
minum yang telah mengalami pengolahan lanjut. Produk susu olahan yang kini banyak di pasaran
misalnya, susu pasteurisasi, susu UHT (Ultra High Temperature), susu bubuk, susu kental manis

dan lain-lain (Sirajuddin, dkk., 2014).


Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa susu juga memberikan peranan penting
bagi kesehatan tubuh manusia. Oleh karena itu, dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui jenis
susu, kualitas susu dan berbagai jenis hasil olahan susu.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Susu adalah makanan pertama yang dikenal seorang bayi lewat ASI. Masyarakat sudah sangat
mengenal bahwa kualitas ASI lebih unggul daripada susu sapi, susu formula dan susu bubuk.
Bahkan sekarang kita juga mengenal susu nonhewani, yaitu yang terbuat dari bahan baku kedelai.
Susu kedelai ini terbuat dari protein kedelai (hasil isolasi) yang diperkaya dengan methionin (asam
amino esensial), sirup jagung dan minyak kedelai atau minyak sayur lainnya (Khomsan, 2010).
Walaupun tanpa pemberian suatu apapun, rasa susu sedikit manis, dengan aroma agak harum
serta berbau susu. Bau khas susu akan hilang atau berkurang apabila susu dipanaskan atau dibiarkan
pada tempat yang terkena udara. Disamping itu susu mempunyai dua lapisan yang dapat dipisahkan
yaitu kepala susu dan skim. Bagian paling atas dari susu adalah krim yang beratnya lebih ringan
dari skim dan krim akan tampak jelas pada susu yang baru diperah dan dibiarkan 20-30 menit
(Sirajuddin, dkk., 2014).
Citarasa susu berhubungan dengan kandungan laktosa tinggi dan kadar klorida relatif rendah.
Susu dengan kandungan laktosa rendah tetapi kadar klorida tinggi menyebabkan citarasa susu
menjadi asin. Susu sapi yang dihasilkan pada akhir masa laktasi biasanya mempunyai rasa yang
asin. Rasa dan aroma susu dapat menyimpang (abnormal) dari seharusnya. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan rasa dan aroma susu abnormal adalah sebagai berikut (Muchtadi, dkk., 2010):
1.

Gangguan keadaan fisik ternak. Dalam hal ini, bahan-bahan yang dapat menyebabkan rasa

dan aroma susu menyimpang, disekresi oleh ternak bersama-sama dengan susu.
2.

Bahan yang mempunyai aroma kuat, misalnya bawang yang termakan oleh ternak. Citarasa

dan aroma bahan diserap oleh darah dan disekresi dengan dalam susu.
3.

Absorpsi aroma oleh susu dari lingkungan.

4.

Dekomposisi komponen susu oleh bakteri dan mikroba lain.

5.

Adaya bahan asing yang mengkontaminasi susu.

6.

Terjadinya perubahan aroma dan citarasa karena reaksi kimia.


Secara umum, susu mamalia dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu susu kaya dan

susu miskin. Susu kaya adalah susu yang mengandung kadar lemak dan protein yang tinggi,

misalnya susu ikan paus, kelinci dan anjing laut. Sedangkan susu miskin adalah susu yang
mengandung kadar lemak dan protein yang relatif lebih rendah, misalnya susu sapi, kambing,
domba, kuda, kerbau dan manusia. Meskipun terdapat banyak jenis hewan yang dapat
menghasilkan susu, hanya beberapa hewan saja yang susunya dapat dimanfaatkan untuk konsumsi
manusia (Muchtadi, dkk., 2010).
Kisaran komposisi paling besar pada susu terjadi pada kandungan lemaknya. Hal ini
disebabkan karena kadar lemak susu sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal
(Muchtadi, dkk., 2010).
Tabel I Komposisi Rata-rata dan Kisaran Normal Susu Sapi
Komposisi
Air
Lemak
Protein
Laktosa
Mineral
Sumber: Muchtadi, dkk., 2010.

Rata-rata
87,25
3,80
3,50
4,80
0,65

Kisaran Normal (%)


89,50 84,00
2,60 6,00
2,80 4,00
4,50 5,20
0,60 0,80

Tabel II Komposisi Proksimat (%) Susu Sapi, Manusia, Kambing, dan Domba
Komponen
Sapi
Protein
3,4
Kasein
2,8
Lemak
3,7
Laktosa
4,6
Abu
0,7
Sumber: Muchtadi, dkk., 2010.

Manusia
1,0
0,4
3,8
7,0
0,2

Kambing
2,9
2,5
4,5
4,1
0,8

Domba
5,5
4,6
7,4
4,8
1,0

Secara jelas, komposisi kimia susu adalah sebagai berikut (Muchtadi, dkk., 2010):
a.

Air.
Air dalam susu berfungsi sebagai pelarut dan membentuk emulsi dan suspensi koloid.

b.

Lemak.
Flavor pada susu sangat ditentukan oleh lemak susu. Lemak susu dalam bentuk butir-butir yang

sangat kecil disebut globula yang berada dalam fase dispersi. Masing-masing butir lemak dikelilingi
oleh selaput protein yang sangat tipis atau serum susu yang terkumpul pada permukaan, akibat
absorpsi inilah faktor yang menentukan atau membantu memelihara kestabilan emulsi lemak dalam
susu.
c.

Protein.
Protein dalam susu terdiri dari kasein 80%, laktalbumin 18% dan laktoglobulin 0,05-0,07%.

Kasein merupakan suatu substansi yang berwarna putih kekuningan yang didapat dalam kombinasi

dengan Ca sebagai kalsium kasien dalam bentuk partikel kecil bersifat gelatin dalam suspensi.
Kasein dapat diendapkan dengan alkohol adalah Ca-kaseinat dan yang diendapkan dengan
terbentuk para kasein.
d.

Laktosa.
Pada susu yang dipakai dalam pembuatan keju, laktosa banyak terdapat dalam whey (air susu).

Derajat kekeraan tekstur suatu bahan makanan yang berasal dari susu ditentukan oleh besarnya
kristal laktosa, apabila ukuran kristal tersebut kurang dari 10 mikron tekstur bahan makanan
tersebut terasa halus, karena kristal-kristal laktosa berukuran 16 mikron tekstur kristal tersebut akan
terasa.
e.

Mineral.
Mineral susu mengandung potassium, kalsium, magnesium, klorida, fosfor dan sulfur dalam

jumlah yang relatif besar. Besi, tembaga, seng, aluminium, mangan, kobalt dan yodium terdapat
dalam jumlah yang kecil. Sedangkan, silikon, boron, titanium, vanadium, rubidium, litium, serta
stronsium terdapat dalam jumlah yang sangat kecil.
Kadar laktosa dalam susu rata-rata 4,8%. Laktosa atau gula susu adalah disakarida yang
tersusun dari satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa. Kemanisan sukrosa kira-kira 6 kali
kemanisan laktosa. Kelarutan laktosa hanya sepertiga kelarutan sukrosa pada suhu 100C dan pada
suhu 0C hanya seperempatnya. Pemanasan susu pada suhu 100-130C menyebabkan warna susu
kecoklatan atau karamel yang disebabkan terjadinya dekomposisi laktosa. Pencoklatan ini
dipercepat dengan adanya protein dan garam mineral tertentu. Laktosa lebih reaktif dibandingkan
sukrosa karena pada molekulnya masih terdapat gugus aldehid bebas pada molekul glukosa.
Laktosa didekomposisi oleh bekteri menjadi asam laktat (Muchtadi, dkk., 2010).
Susu dan produk olahannya merupakan sumber kalsium terbaik. Selain kalsium, susu juga
mengandung hampir seluruh zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia. Susu mengandung asamasam lemak esensial yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan sangat dibutuhkan dalam
membangun kecerdasan otak manusia. Selain itu, beberapa jenis zat gizi yang terkandung dalam
susu seperti laktosa dan kasein, tidak dapat ditemukan pada bahan makanan lainnya (Ambarsari,
dkk., 2012).
Selain itu juga susu merupakan bahan organik, dimana susu sangat mudah sekali rusak.
Kerusakan pada susu diantaranya di sebabkan oleh bakteri, dan susu juga merupakan salah satu
media yang baik untuk perkembangan bagi bakteri yang dapat menjadi sarana potensial bagi
penyebaran bakteri patogen sepanjang penanganannya tidak memperhatikan kebersihan.
Pencemaran pada susu terjadi sejak proses pemerahan, dapat berasal dari berbagai sumber seperti
kulit sapi, air, tanah, debu, manusia, peralatan dan udara. Air susu yang masih di dalam kelenjar
susu dapat dikatakan steril. Setelah keluar dari sapi dapat terjadi kontaminasi, kontaminasi dapat

terjadi dari mana-mana yaitu dari ambing sapi, tubuh sapi, debu di udara, peralatan yang kotor dan
manusia yang melakukan pemerahan. Pada susu yang telah dipanaskan kontaminasi bakteri masih
bisa terjadi karena adanya
kontaminasi silang dari peralatan dan air pencuci. Kelompok bakteri coliform digunakan sebagai
indikator sanitasi penanganan susu, jika bakteri coliform mengkontaminasi susu maupun jumlah
bahan pangan yang relatif besar akan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia (Hernawati,
2014).
Sejalan dengan peradaban manusia dan perkembangan teknologi modern, manusia menemukan
cara perlakuan dan praktik pengolahan terhadap susu, sehingga menghasilkan ragam produk susu
yang tersedia di pasar bagi penduduk di seluruh dunia. Dengan adanya pengolahan (processing)
terhadap susu, maka produk susu yang dihasilkan dapat disimpan lebih lama sebelum dikonsumsi,
memungkinkan bagi konsumen menyesuaikan pembelian produk susu dengan fungsi kebutuhan,
kegunaan, dan seleranya. Setiap produk susu memiliki daya simpan (shelf life) yang berbeda,
sedangkan daya simpan produk susu dipengaruhi terutama oleh kualitas bahan baku susu (raw milk)
yang digunakan (Budiyono, 2009).
Adapun jenis modifikasi susu yang banyak diperdagangkan adalah sebagai berikut:
a.

Susu segar.
Susu sapi segar adalah hasil pemerasan sapi secara langsung, tanpa ditambah zat-zat lain

ataupun mengalami pengolahan. Susu ini tidak begitu manis dan mengandung protein kira-kira tiga
kali konsentrasinya dalam ASI . karena itu untuk menyesuaikan dngan kondisi bayi, susu sapi dapat
diencerkan dengan air matang sebanyak tiga kali volume air susu tersebut. Kadar protein menjadi
sesuai dengan ASI, tetapi zat-zat lainnya termasuk kandungan energi menjadi terlalu rendah
(Sediaoetama, 2010).
b.

Susu skim.
Susu ini sebenarnya limbah produksi mentega, setelah lemak dalam susu tersebut diambil untuk

dijadikan mentega. Susu skim mengandung energi lebih rendah, karena lemaknya yang diambil
tersebut. Jenis susu ini masih baik dikonsumsi sebagai suplemen protein, yang masih tetap
berkualitas baik dan bahkan konsentrasinya meningkat dengan dikuranginya lemak tersebut.
Kerugian lain dari susu skim ini adalah kurang akan vitamin-vitamin yang lart dalam lemak,
terutama vitamin A dan vitamin D (Sediaoetama, 2010).
c.

Susu pasteurisasi.
Pesteurisasi menghancurkan bakteri pathogen dan mengubah kasein menjadi lebih kecil, dadih

kurang kasar dihasilkan dalam lambung. Susu mentah dipanasi pada suhu 63C (145F) selama 30
menit, atau lebih sering pada suhu 72C (161F) selama 15 detik, kemudian dengan cepat
didinginkan. Susu pasteurisasi harus dipanaskan bila digunakan untuk minuman bayi. Jika dibiarkan

disimpan didalam lemari es untuk selama 48 jam, jumlah bakterinya akan sangat naik (Wahab,
2000).
d.

Susu asam.
Susu segar ada yang diolah dengan diasamkan mempergunakan bakteri Lactobacillus sp. Ada

pendapat bahwa kondisi asam ini menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk di dalam
rongga usus sehingga produk pembusukan yang lebih merugikan konsumen (terutama bayi) dapat
dihindarkan atau setidak-tidaknya dihambat. Untuk orang dewasa susu asam demikian terdapat
dalam bentuk yogurt (Sediaoetama, 2010).
e.

Susu bubuk.
Susu bubuk terjadi dengan pengeringan susu sehingga tertinggal komponen padat dari susu

tersebut. Karena komposisi padat ini sekitar 14% dari susu asalnya, maka rekonstitusi menjadi susu
cair dapat kembali dengan menambah air matang sebanyak tujuh kali dari susu bubuknya. Pada
proses pengeringan ini menyebabkan beberapa zat gizi mengalami kerusakan, diantaranya vitamin
A dan beberapa vitamin anggota B kompleks (Sediaoetama, 2010).
f.

Susu evaporasi.
Susu ini mempunyai banyak manfaat, termasuk kesediaannya hampir universal. Kaleng yang

tidak terbuka kan bertahan berbulan-bulan tanpa lemari es. Dadih kasein yang dihasilkan dalam
lambung lebih lunak dan lebih kecil daripada susu murni yang dipanaskan, homogenisasi lemak
juga turut mengecilkan pembentukan dadih. Susu evaporasi dapat diminum pada kadar yang lebih
tinggi daripada susu formula susu murni (Wahab, 2000).
g.

Susu kental manis.


Susu ini biasanya dikemas di dalam kaleng dan di hasilkan dengan menguapkan sebagian

airnya dari susu segar. Sebagai alat preservasi ditambahkan gula sehingga susu ini terlalu manis dan
mengandung energi yang sangat tinggi. Susu ini tidak baik diberikan kepada bayi, tetapi masih
dapat dikonsumsi oleh anak yang lebih besar dan orang dewasa. Susu kental manis ini juga lebih
tahan lama atau tingkat kadaluarsanya lebih lama (Sediaoetama, 2010).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Pengamatan
IV.1.1 Jenis Susu
Sampel
Susu Pasteurisasi
Susu UHT

Warna
Krem
Putih

Rasa
Bau
Tawar
Bau khas susu
Tidak terlalu Bau khas susu

tawar
Susu Kental
Manis

Kuning

Manis

Bau khas susu

IV.1.2 Kualitas Susu


1.

Uji Reduktase
Sampel

Hasil Pengamatan
Warna berubah menjadi putih dengan waktu
Susu Pasteurisasi
lebih dari 8 jam (24 jam 23 menit)
Warna berubah menjadi putih dengan waktu
Susu Cair
lebih dari 8 jam (21 jam 14 menit)
Warna berubah menjadi putih dengan waktu
Susu Kental Manis
lebih dari 8 jam (20 jam 12 menit)
Warna berubah menjadi putih dengan waktu
Susu bubuk
lebih dari 8 jam (32 jam 47 menit)
2.

Uji Alkohol
Bahan

50%
Tidak
Susu Pasteurisasi
terkoagulasi
Tidak
Susu Cair
terkoagulasi
Susu Kental
Tidak
Manis
terkoagulasi
Tidak
Susu bubuk
terkoagulasi

Alkohol
70%
Tidak
terkoagulasi
Tidak
terkoagulasi
Tidak
terkoagulasi
Tidak
terkoagulasi

96%
Terkoagulasi
Terkoagulasi
Terkoagulasi
Terkoagulasi

IV.1.3 Pengenalan Hasil Olahan Susu


1.

Pengamatan Organoleptik
Sampel
Keju
Susu Bubuk

2.

Warna
Kuning pucat
Kuning pucat

Bau
Bau susu
Bau khas susu

Rasa
Asin
Hambar

Tanda-tanda Kerusakan
Sampel
Keju
Susu Bubuk

Hasil pengamatan
Tersegel, tidak ada kerusakan
Tersegel, tidak ada kerusakan

3.

Uji Secara Subjektif


Sampel

Takaran

Susu
Bubuk

3 sendok
makan

Air (ml)
185

Berat susu
(gr)

Hasil

27 gram

Warna: putih
Bau: khas susu
Rasa: tawar

IV.3 Pembahasan
IV.3.1 Pengamatan Fisik Susu
Pada pengamatan ini bertujuan untuk mengamati warna, rasa dan aroma dari susu yang diamati.
Susu yang diamati terdiri dari tiga jenis yaitu susu cair (susu UHT/Ultra High Temperature), susu
pasteurisasi dan susu kental manis. Dari hasil percobaan, susu pasteurisasi memiliki warna krem,
rasanya tawar dan bau khas susu. Pada susu cair memiliki warna putih, rasa yang tidak terlalu tawar
dan bau khas susu. Sedangkan pada susu kental manis memiliki warna kuning, rasanya manis serta
baunya khas susu.
Menurut teori, warna susu berkisar dari putih kebiruan sampai kuning keemasan, bergantung
jenis hewan, pakan dan jumlah lemak/padatan dalam susu. Dalam jumlah besar, susu tampak keruh
(opaque). Dalam bentuk lapisan tipis, susu tampak sedikit transparan. Susu dengan kadar lemak
rendah atau susu yang sudah dipisahkan lemaknya berwarna kebiru-biruan.
Warna putih susu merupakan refleksi cahaya oleh globula lemak, kalsium kaseinat dan koloid
fosfat. Karoten adalah pigmen yang menyebabkan warna kuning susu. Karoten susu berasal dari
pakan kehijauan. Ketajaman warna karoten tergantung dari jumlah pigmen dalam darah yang
disekresi bersama-sama susu. Karoten yang terdapat dalam susu, secara kimia identik dengan yang
terdapat pada tanaman. Warna kuning susu sangat dipengaruhi oleh pakan. Pakan yang tinggi kadar
karotennya, misalnya wortel dan hijauan menyebabkan warna susu lebih kuning dari pada pakan
jagung putih atau oat yang berkadar karoten rendah.
Susu segar dan normal berasa agak manis dan mempunyai aroma yang spesifik. Aroma susu
lenyap jika susu didiamkan beberapa jam atau susu didinginkan. Citarasa susu berhubungan dengan
kandungan laktosa tinggi dan kadar klorida relatif rendah. Susu dengan kandungan laktosa rendah
tetapi kadar klorida tinggi menyebabkan citarasa susu menjadi asin. Susu sapi yang dihasilkan pada
akhir masa laktasi biasanya berasa asin. Cita rasa manis susu berhubungan dengan kandungan
laktosa tinggi dan kadar klorida relatif rendah. Bau khas susu tersebut akan berkurang bahkan
hilang apabila susu dipanaskan atau dibiarkan pada tempat yang terkena udara. Hal ini dapat
menjelaskan mengapa susu pasteurisasi mempunyai rasa hambar dan berbau asam. Susu
pasteurisasi telah mengalami suatu proses pemanasan pada suhu 62C selama 30 menit. Susu UHT
(Ultra High Temperature) proses pemanasannnya pada suhu di atas 100C.

Berdasarkan teori, dapat disimpulkan bahwa susu kental manis mengandung laktosa yang
tinggi dan pigmen karoten yang menyebabkan warna susu kuning. Untuk susu pasteurisasi memiliki
rasa hambar karena dipanaskan pada suhu 62C. Sedangkan untuk susu cair atau susu UHT (Ultra
High Temperature) berwarna putih dan tawar dikarenakan telah melalui proses pemanasan pada
suhu di atas 100C.
IV.3.2 Pengamatan Jenis Susu
Percobaan ini bertujuan untuk menegtahui kualitas susu denagn uji alkohol dan uji reduktase.
Adapun bahan yang digunakan yaitu susu cair (UHT), susu kental manis, susu bubuk dan susu
pasteurisasi.
1. Uji Reduktase
Pada pengujian menggunakan uji reduktase (larutan biru metilen) terlihat hasilnya setelah
penambahan larutan biru metilen, warna pada susu kental manis terjadinya perubahan warna
menjadi putih lebih dari 8 jam yaitu selama 20 jam 12 menit. Pada susu bubuk warnanya berubah
menjadi putih pada saat waktunya mencapai lebih dari 8 jam yaitu selama 32 jam 47 menit. Sama
halnya dengan susu cair yang warnanya berubah menjadi putih pada saat waktunya mencapai lebih
dari 8 jam yaitu selama 21 jam 14 menit. Begitupun dengan susu pasteurisasi mengalami perubahan
warna menjadi putih waktunya mencapai lebih dari 8 jam yaitu selama 24 jam 14 menit Hal ini
menandakan bahwa mutu susu yang digunakan masih sangat baik dan menandakan rata-rata jumlah
bakteri/ml susu kurang dari 500.000 berdasarkan mutu susu uji metilen biru.
Tabel 3 Penggolongan Mutu Susu Berdasarkan Uji Metilen Biru
Mutu Susu

Waktu Menjadi Putih

Sangat baik
Baik
Agak baik
Jelek

Lebih dari 8 jam


6-8 jam
2-6 jam
< 2 jam

Rata-rata Jumlah
Bakteri/ml Susu
< 500.000
1-4 juta
4-20 juta
> 20 juta

Uji reduktase dikenal juga dengan sebutan uji reduksi biru metilen (Metylen Blue Reduction
Test). Enzim reduktase dari mikroba mereduksi metilen biru menjadi metilen putih (tidak
berwarna). Warna mereduksi warna ekuivalen dengan jumlah mikroba dalam susu tersebut.
Semakin lama waktu mereduksi metilen biru maka kualitas susu semakin baik karena jumlah
bakteri dalam setiap ml susu semakin sedikit.
Dari percobaan yang dilakukan sudah sesuai dengan teori, dari semua susu yang digunakan
mengalami perubahan warna menjadi putih pada waktu lebih dari 8 jam, yang digunakan memiliki
mutu yang sangat baik. Susu bubuk mengalami perubahan warna yang paling lama, dan susu kental
manis mengalami perubahan warna yang paling cepat.

2. Uji Alkohol
Pada pengujian susu dengan menggunakan uji alkohol, terlihat bahwa susu pasteurisasi, susu
cair, susu kental manis, dan susu bubuk terkoagulasi pada alkohol 96%. Hal ini menandakan bahwa
susu masih dalam keadaan baik.
Pada pengujian susu menggunakan alkohol ini dinyatakan bahwa apabila susu terkoagulasi
pada alkohol 50% berarti susu tersebut sudah rusak, selanjutnya bila terkoagulasi pada alkohol 70%
berarti susu tersebut sudah mulai rusak, sedangkan bila terkoagulasi pada alkohol 90% menandakan
susu masih dalam keadaan baik. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa bila susu
dicampur dengan alkohol yang mempunyai sifat dehidrasi maka protein dikoagulasikan sehingga
akan tampak pecahan pada susu tersebut. Semakin tinggi derajat keasaman susu yang diperiksa
semakin kurang jumlah alkohol dengan kepekatan tertentu yang diperlukan untuk memecahkan
susu dengan jumlah yang sama. Pembentukan asam dalam susu diistilahkan sebagai masam, dan
rasa masam susu disebabkan karena adanya asam laktat. Pengasaman susu ini disebabkan oleh
aktivitas bakteri yang memecah laktosa membentuk asam laktat.
Dari hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan teori dan dapat disimpulkan bahwa semua susu
yang diujikan mempunyai derajat keasaman yang tinggi.
IV.3.3 Pengamatan Hasil Olahan Susu
1. Uji Oraganoleptik
Percobaan ini bertujuan untuk melakukan pengamatan secara organoleptik pada bahan yang
diujikan, mengenali tanda-tanda kerusakan dan menguji secara subyektif hasil pengenceran susu
bubuk. Dalam percobaan ini menggunakan susu bubuk dan keju. Hasil dari pengamatan susu bubuk
ini memiliki warna kuning pucat, rasa yang hambar serta berbau khas susu dan tidak ada kerusakan
pada kemasannya (masih tersegel). Keju berwarna kuning pucat, rasanya asin dan berbau khas susu.
Kemasannya masih tersegel, tidak ada tanda kerusakan.
Susu bubuk merupakan susu yang diuapkan sebanyak mungkin airnya sehingga kering dan
dibuat bubuk. Keju adalah sebuah makanan yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat
dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan dengan
bantuan bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet. Hasil dari proses tersebut dikeringkan,
diproses, dan diawetkan dengan berbagai macam cara. Keju memiliki hampir semua kandungan
nutrisi pada susu, seperti protein, vitamin, mineral, kalsium dan fosfor namun juga lemak dan
kolesterol yang dapat menyebabkan masalah kesehatan apabila dikonsumsi secara berlebihan.
2. Kerusakan
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kerusakan baik pada kemasan maupun isinya
pada hasil olahan susu dengan bahan yang digunakan yaitu susu bubuk dan keju. Keju tersegel dan
tidak ada kerusakan, begitu pula pada susu bubuk, masih tersegel dan tidak ada kerusakan.

Kerusakan pada hasil olahan susu ditandai oleh timbulnya bau dan rasa yang masam. Selain
menghasilkan gas, aktivitas fermentasi oleh mikroba pembusuk juga menghasilkan alkohol dan
asam-asam organik yang menyebabkan susu mempunyai rasa dan beraroma masam.
Dalam uji baik keju maupun susu bubuk tidak terlihat sama sekali tanda-tanda kerusakan baik
dari kemasan maupun isi dari bahan tersebut. Ini menandakan produk hasil olahan susu ini
ditangani secara baik dari segi pengemasan dan sebagainya.
3. Uji Subjektif
Pada uji bertujuan untuk membandingkan rasa pada susu bubuk sebelum dicampur dan setelah
dicampur dengan air. Uji subjektif ini diamati takaran, air (ml), berat susu (gr) dan hasil dari susu
bubuk, sesuai yang tertera dalam kemasan susu bubuk tersebut. Susu bubuk takarannya sebanyak 3
sendok makan dalam satu sachet dan air 185 ml dengan berat 27 gram serta warnanya putih, berbau
khas susu dengan rasa yang hambar (tawar). Rasa pada susu bubuk tidak mengalami perubahan
setelah dilakukan pengenceran. Kekentalan dari susu yang berada dalam sachet kemasan 185 ml
tentunya akan berubah baik ketika volume susu dalam kemasan ditambah ataupun dikurangi.
Susu bubuk diperoleh dengan mengurangi kadar air 4%. Susu bubuk instant diproses dengan
teknologi khusus, susu dikeringkan dengan pengering semprot yang memungkinkan setiap partikel
mendapat panas yang cukup. Dengan teknik ini susu menjadi mudah larut, baik dalam air dingin
maupun dalam air panas.
Dari percobaan yang dilakukan, warna susu bubuk yang belum diencerkan memiliki warna
kuning pucat. Warna setelah ditambahkan air atau dilakukan pengenceran menjadi putih. Sesuai
dengan teori susu bubuk dapat encer atau larut dalam air. Ditinjau dari bau, bau khas dari susunya
lebih terasa. Setelah dicicipi memiliki rasa yang tawar.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1.

Pada uji fisik susu, susu pasteurisasi berwarna krem dengan rasa hambar (tawar) dan bau khas

susu. Susu kental manis warnanya kuning dengan rasa manis dan bau khas susu. Susu cair berwarna
putih, rasanya tidak terlalu tawar dan memiliki bau khas susu.
2. Pada uji kualitas susu yang meliputi uji reduktase susu yang digunakan berubah warna pada
waktu yang berbeda. Susu pasteuriasi mengalami perubahan warna selama 24 jam 23 menit, susu
cair 21 jam 14 menit, susu kental mains 20 jam 12 menit dan susu bubuk 32 jam 47 menit. Semua
jenis susu memiliki kondisi mutu yang sangat baik. Pada uji alkohol susu segar, susu kental manis,

susu bubuk dan susu pasteurisasi terkoagulasi pada alkohol 96%.


3. Pada pengamatan hasil olahan susu, keju berwarna kuning pucat, rasanya asin, bau khas susu
dan kemasannya masih tersegel (tidak ada tanda kerusakan), sedangkan susu bubuk berwarna
kuning pucat, rasanya hambar, bau khas susu dan kemasannya masih tersegel (tidak ada tanda
kerusakan). Pada uji subjektif pengenceran susu bubuk rasanya tawar, memiliki bau khas susu dan
warnanya putih.

Anda mungkin juga menyukai