Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR

Oleh :
B. Sudiarto dan Zamzam Badruzzaman

I. PENDAHULUAN

Makin sulit diperolehnya pupuk buatan seperti urea mendorong kepada upaya
bagaimana cara memenuhi kebutuhan pupuk agar usaha pertanian, terutama tanaman pangan
tidak mengalami kegagalan yang berkelanjutan. Cara yang dilakukan harus dapat menjamin
terbebasnya ketergantungan, baik ketergantungan bahan baku maupun teknologi yang
digunakan. Bahan baku yang digunakan harus tersedia melimpah sepanjang waktu, mudah
didapat dan murah harganya. Demikian juga teknologi yang digunakan harus sederhana, mudah
dilakukan oleh siapapun yang ingin memproduksi, serta tidak mahal. Satu-satunya alternatif
yang dapat dilakukan untuk mengatasi problem tersebut adalah menggantikan pupuk buatan
dengan pupuk alami yang prosesnya dapat dilakukan secara berkelanjutan. Pupuk alami ini lebih
dikenal dengan istilah pupuk organik.
Agar upaya di atas dapat terpenuhi, faktor penting yang harus diperhatikan adalah
prinsip dasar proses terjadinya (terbentuknya) pupuk organik. Sebagaimana diketahui bahwa
pupuk organik didefinisikan sebagai pupuk yang terbuat dari bahan dasar hayati, baik berasal
dari tumbuhan ataupun dari hewan yang mengalami dekomposisi sempurna menjadi unsur hara
(nutrisi tanaman). Berdasarkan pengertian yang terkandung dalam definisi itu dapat diketahui
bahwa prinsip terbentuknya pupuk organik adalah bagaimana proses dapat terjadi sehingga
bahan dasar hayati berubah menjadi unsur hara. Secara kimia, perubahan terjadi dari senyawa
kompleks terutama protein menjadi unsur penyusunnya (unsur hara) yang dapat diserap oleh
tanaman. Pada pembuatan pupuk organik cair dilakukan dengan prinsip agar unsur hara yang
terbentuk dalam kondisi larutan yang stabil dan dibuat melalui tiga tahap dekomposisi, sebagai
berikut :
 Pertama, dekomposisi bahan baku padat secara aerobik. Dimaksudkan untuk memecah
senyawa organik kompleks (protein, lemak, karbohidrat) menjadi senyawa organik sederhana
(asam amino, asam lemak, saharida) yang dapat dilakukan oleh mikroorganisme.
 Kedua, dekomposisi cair secara anaerobik. Dimaksudkan untuk memecah sisa
1
senyawa organik kompleks menjadi senyawa organik sederhana yang dapat dilakukan oleh
mikroorganisme.
 Ketiga (terakhir) dekomposisi cair secara aerobik. Dimaksudkan agar pemecahan senyawa
organik kompleks yang masih tersisa dilanjutkan oleh mikroorganisme aerobik sampai
habis dan terjadi oksidasi senyawa organik sederhana menjadi unsur hara dalam bentuk ion
(NH4+, NO3-, SO4-, dsb)) atau oksida (K20, P205, MgO,dsb).
Agar proses dekomposisi dapat terjadi dengan bark, ada beberapa persyaratan yang
harus terpenuhi, antara lain :
 Mikroorganisme yang akan digunakan. Untuk pembuatan pupuk tidak perlu ditambahkan
karena untuk negara beriklim tropis mikroorganisme alami cukup tersedia. Lagi pula tidak
perlu menggunakan mikroorganisme tertentu secara spesifik.
 Kandungan nutrisi bahan baku yang digunakan, yang ditentukan berdasarkan imbangan
karbon (C) sebagai sumber energi dan nitrogen (N) sebagai sumber protein untuk
pertumbuhan dan berkembangan sel mikroorganisme. Imbangan tersebut berkisar antara 25 –
30, artinya setiap 1 molekul N harus tersedia 25 – 30 molekul C.
 Pada dekomposisi padat, kadar air bahan baku berkisar antara 40 – 60 %, atau rata-rata 50 %.
 Kebutuhan udara untuk pernafasan mikroorganisme. Pada dekomposisi padat dapat
dilakukan dengan cara pembalikan komposan secara periodik atau dibuatkan sistem sirkulasi
udara secara khusus. Sedangkan pada proses dekomposisi cair dapat dilakukan dengan cara
pengadukan secara periodik menggunakan tongkat pengaduk.
 Pemeliharaan proses dekomposisi agar dekomposisi bahan tidak mengalami hambatan. Hal
ini dilakukan terutama pada dekomposisi padat agar komposan tidak mengalami
kekeringan/kebasahan atau penyebab lain yang mungkin terjadi, misal gangguan hewan liar
sehingga tumpukan komposan rusak.

II. PROSES PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR

2.1. Bahan dan alat


 Bahan organik limbah (limbah ternak, limbah rumah tangga, limbah restoran, dsb).
 Wadah untuk menampung bahan komposan (peti kayu, bak semen, karung plastik
atau dapat menggunakan permukaan tanah dengan cara menumpuk bahan

2
komposan). Ukuran tempat dekomposisi disarankan berukuran lebar ±1 m, panjang
≥ 1 m disesuaikan dengan kondisi yang ada dan tinggi ± 1 m.
 Tongkat pengungkit dari bambu untuk pembuatan kompos yang berfungsi untuk
memadatkan komposan dan memasukkan udara.
 Molases (gula tetes) bila diinginkan atau diperlukan..
 Penyaring dari bahan kain (TC-28)
 Penyaring dari tiga buah baskom yang terdiri atas baskom berlubang lapis pertama
sebagai penampung substrat bahan baku pupuk yang akan disaring, baskom
berlubang lapis kedua yang dialas dengan sekam padi atau limbah pengetaman kayu
atau cincangan rumput kering atau bahan jenis lain yang dapat digunakan dan
mudah diperoleh dilokasi kegiatan setebal 5 – 10 cm; dan baskom lapis ketiga yang
tidak berlubang tapi dilengkapi dengan kran pengalir larutan hasil penyaringan.
 Alat pengaduk tongkat dari kayu/bambu atau bahan jenis lain untuk pengadukan
saat melakukan aerasi.
 Ember penampung dan ember pengangkut larutan hasil penyaringan.
 Drum plastik untuk proses dekomposisi cair secara anaerobik.

2.2. Tahapan pembuatan


1) Proses dekomposisi padat (aerobik)
 Penghitungan komposisi bahan organik limbah agar nisbah C/N berkisar antara
25 – 30 berdasarkan kandungan C dan N bahan limbah yang akan digunakan.
 Pengumpulan bahan organik limbah yang akan digunakan
 Pencincangan bahan, terutama untuk bahan yang masih berukuran
besar agar menjadi berukuran panjang 1 - 5 cm.
 Pencampuran bahan sampai homogen.
 Pengukuran kadar air komposan yang dibutuhkan (40 – 60 %) berdasarkan
kadar air masing-masing bahan yang akan digunakan. Secara praktis dilapangan
dapat dilakukan dengan cara diperas dengan kekuatan penuh tangan orang
dewasa. Bila air yang keluar hanya menetes pelan, tandanya kadar air
komposan sudah memenuhi syarat ( ± 50 %). Bila air yang keluar menetes cepat
atau terpancur tandanya terlalu basah dan sebaliknya bila tidak keluar air yang

3
diikuti dengan mudah terurainya komposan berarti kadar airnya masih kurang.
 Selanjutnya komposan dimasukan ke dalam wadah yang akan digunakan secara
merata dan dipadatkan menggunakan tongkat pengaduk/pengungkit.
 Dengan menggunakan tongkat pengungkit, oksigen dimasukkan dan kemudian
ditutup dengan tangan.
 Bagian permukaan komposan ditutup agar kelembaban terjaga.
 Setelah 7 hari dibongkar, kemudian ditiriskan hingga kering udara dan simpan.

2) Proses dekomposisi cair (anaerobik)


 Komposan hasil dari dekomposisi padat yang telah kering diekstraksi cair.
Caranya :
- direndam selama 2 jam bila menggunakan air panas dan sampai 24 jam bila
menggunakan air dingin.
- atau seperti membuat ‘teh celup’, yaitu komposan kering dimasukkan
kedalam karung kemudian dicelupkan ke dalam air selama 2 jam bila
menggunakan air panas atau sampai 24 jam menggunakan air dingin
 Bila menggunakan cara perendaman langsung, saring menggunakan sistem
resapan dengan nampan berlubang yang beralaskan lapisan sekam padi setebal
± 5 cm, kemudan larutan yang keluar ditampung. Bila menggunakan cara
seperti ‘the celup’ angkat karung kemudian tiriskan (tuuskeun, istilah sunda).
 Selanjutnya larutan disaring kembali menggunakan saringan kain TC-28
masukkan ke dalam drum plastik dan bila perlu tambahkan molases sebanyak
0,5 %.
 Setelah drum terisi penuh dan suhu larutan sudah turun (suhu kamar)
Selanjutnya ditutup dengan rapat agar kondisinya menjadi anaerob.
 Lakukan pengadukan menggunakan tongkat yang telah disediakan setiap hari
selama 5 menit.
 Lakukan dekomposisi selama seminggu atau sampai larutan tidak mengeluarkan
gas yang berbau busuk.

3) Proses dekomposisi cair (aerobik)

4
 Larutan hasil ekstraks dari proses dekomposisi cair anaerob dituangkan ke
dalam nampan terbuka.
 Lakukan pengadukan setiap hari selama 5 menit,
 Setiap minggu dilakukan penyaringan menggunakan kasa aluminium untuk
mengontrol kemungkinan ditumbuhi jentik nyamuk. Jentik nyamuk yang
tumbuh segera diambil dan dimanfaatkan untuk makanan ikan anakan atau
keperluan lain sebagai sumber protein hewani.
 Dekomposisi diteruskan sampai selesai menjadi pupuk dengan tanda-tanda
larutan tampak jernih dan berwarna gelap, pertumbuhan mikroorganisme telah
berhenti yang dapat dilihat dipermukaan larutan, dan larutan tidak lagi
mengeluarkan gas yang berbau busuk.
 Selanjutnya simpan ke dalam drum plastik.
 Terakhir dikemas untuk kemudian digunakan atau dipasarkan.

Contoh saringan untuk estraksi (dari kiri ke kanan : sekam untuk menyaring, baskom
dengan dasar berlubang, baskom dengan kran outlet)

5
Baskom
berlubang
untuk tempat
komposan

Penampungan Baskom berisi


sementara hasil sekam
esktraksi

Outlet

Saringan yang telah disusun

Langkah pembuatan pupuk organik cair :

Bahan baku dimasukkan dalam karung untuk pengomposan

6
Pengomposan selama 1 minggu

7
Bahan baku setelah pengomposan 1 minggu

Bahan kering yang akan diekstrak

8
Bahan kering disiram dengan air

9
Bahan didiamkan selama ± 2-24 jam

Bahan dimasukkan ke dalam saringan

Ekstraksi (disiram dengan air)

10
Penampungan hasil ekstraksi

Tong fermentor sederhana dengan saringan kain

11
Ekstrak dimasukan ke dalam tong melalui kain penyaring

Penambahan molasses sebanyak 0,5 % dari volume ekstrak

12
Pengadukan

13
14

Anda mungkin juga menyukai