PEMBAHASAN
Nekropsi di lakukan pada tanggal 07 April 2021 hari selasa, jam 09.00
protokol A-93, berumur sekitar kurang lebih 10 minggu, dengan berat badan 700
gram. Ayam kepemilikan bapak bagiyo yang beralamat di Ds. Margourip Kec.
Ngancar Kab. Kediri ayam ini diketahui anoreksia, kepala bengkak, keluar leleran
bening dari rongga hidung, pernafasan terganggu, bulu kusam, ngorok dan feses
beberapa mengalami hemoragi dan adanya eksudat pada trakea. Pada pemeriksaan
mukosa trakea.
A B
16
C
Gambar 5.1 Makrokopik dan Mikroskopik Trakea. Terlihat hemoragi dan adanya
eksudat (A), pembesaran 40x HE,( )sel eritrosit di jarigan (B), pembesaran 40x
Antigen atau benda asing yang telah ditangkap oleh mukus akan didorong menuju
faring dengan aktivitas silia. Hilangnya silia akan mengganggu pergerakan silia
struktur atau deskuamasi dari epitel dapat mempengaruhi kualitas udara yang
Hemoragi dapat disebabkan karena adanya proses inflamasi. Pelebaran sel endotel
(Baratawidjaja dan Iris, 2012). Perdarahan terjadi karena peregangan sel endotel,
sehingga apabila jaraknya terlalu lebar sel darah merah dapat keluar dari
17
5.1.2 Pemeriksaan Paru – paru
A B
Gambar 5.2 Makrokopik dan Mikroskopik Paru – paru. Paru – paru terlihat
remodeling jalan napas berupa terjadinya kerusakan epitel (Palmans et al. 2002).
Hemoragi dapat disebabkan karena adanya proses inflamasi. Pelebaran sel endotel
18
Volume darah yang meningkat di jaringan dapat menimbulkan perdarahan
udara dari bagian yang tidak berfungsi (tidak berisi udara), yang disebabkan oleh
oleh gangguan penarikan nafas misalnya karena sebagian lumen bronki tersumbat
oleh eksudat, parasit, juga akibat dari spasmus bronki. Secara mikroskopik alveoli
kelihatan sangat renggang, meluas dan sebagian besar retak (Baratawidjaja and
Iris, 2012).
A B
19
C
Gambar 5.3 Makrokopik dan Mikroskopik Hepar. Hepar terlihat hemoragi (A),
pembesaran 10x HE, ( ) sel eritrosit ( ) sinusoid (B), pembesaran 40x HE,
sel radang dan adanya kongesti pada vena sentralis yang menunjukkan terjadinya
A B
dan penebalan pada mukosa (A), pembesaran 10x HE, ( ) terdapat sel eritrosit
20
Hasil pemeriksaan secara patologi anatomi pada organ ayam setelah
dilakukan nekropsi, ditemukan adanya cacing Ascaridia galli pada lumen. Tingkat
infestasi cacing yang ditemukan pada lumen usus adalah sedang (moderate). Pada
mukosa usus terlihat adanya daerah fokal hemoragi yang menunjukkan Ascaridia
galli telah menanamkan diri pada lapisan mukosa (Hambal dkk., 2019).
adanya deskuamasi epitel vili, hemoragi, infiltrasi sel radang, dan proliferasi sel-
sel kripta yang diakibatkan oleh infeksi cacing Ascaridia galli. Cacing dewasa
juga dapat menyebabkan kerusakan epitel dalam bentuk atrofi pada vili yang
mempengaruhi penurunan berat badan pada ayam (Das et al., 2010; Shaibu,
2015). Infeksi cacing A. galli juga dapat menyebabkan penebalan pada tunica
muscularis usus ayam. Hemoragi terjadi akibat cacing A. galli berintegrasi dengan
21
Gambar 5.5 Makrokopik dan Mikroskopik Sekum. Tampak terlihat hemoragi
pada mukosa (A), pembesaran 40x HE, ( ) terdapat sel eritrosit ( ) sel goblet
penebalan dan petekie mukosa, obstruksi usus dan granuloma nodular di sekum.
Parasit nematoda menyebabkan enteritis hemoragik di usus oleh karena itu dapat
gallinarum menunjukkan parah reaksi inflamasi pada sekum ( butt et al., 2016).
unggas termasuk ayam (Mubarokah dkk., 2019). Cacing yang hidup dan
penelitian yang dilakukan kali ini ditemukan cacing golongan nematoda pada
22
organ berongga. Pada jejunum ditemukan cacing jenis Ascaridia galli dan
Ascaridia galli berbentuk oval dan memiliki dinding yang tebal. Telur
Ascaridia galli berbentuk oval dan dilindungi oleh 3 lapisan: bagian dalam yaitu
lapisan permeabel disebut membrana vitelin, bagian tengah berupa lapisan cangkang
resisten yang tebal, dan bagian luar berupa lapisan albuminosa yang tipis
B
A
C
Gambar 5.6 Telur Ascaridia galli. membrana vitelin (A), lapisan cangkang (B),
Perkembangan telur Ascaridia galli menjadi 8 tahap, yaitu: telur fertil, tahap
pembelahan telur, morula dengan blastomer besar, morula dengan blastomer kecil,
tahap awal diferensiasi, tahap “tad pole”, embrio bentuk awal dan embrio melingkar.
Fauzi dan Sahara (2013), dimana panjang cacing Ascaridia galli yang didapat dari
23
A B C
Gambar 5.7 Ascaridia galli, kepala (A), badan (B), ekor (C)
membutuhkan hospes perantara, penularan cacing ini melalui pakan, air minum
seksual dewasa dalam saluran pencernaan dan tahap infektif (L2) dalam bentuk
bersama tinja inang definitif dapat berkembang dalam waktu 10 hari atau lebih
berubah dan dipenuhi oleh gelungan larva infektif. Daur hidup disempurnakan
ketika telur infektif Ascaridia galli teringesti oleh inang definitif melalui
terbawa ke duodenum atau jejunum hingga menetas setelah 24 jam pasca ingesti.
menelan telur Ascaridia galli, selanjutnya cacing tanah tersebut dimakan oleh
24
Morfologi Heterakis gallinarum berbentuk slinder, panjang, berkelok,
diameter dari pangkal sampai ujung ekor semakin mengecil dan panjang larva
A B
lalat sebagai inang antara. Telur-telur yang tidak berembrio keluar bersama feses
dan berkembang menjadi telur infektif sekitar 2 minggu, tergantung pada suhu
dan kelembaban. Ketika telur yang infektif tertelan oleh inang yang peka maka
telur menetas dalam usus kecil. Dalam waktu 24 jam, larva telah mencapai sekum
Heterakis gallinarum adalah nematoda parasit yang paling umum pada unggas,
biasa dianggap tidak patogen walaupun dalam infeksi berat dapat memicu
25
5.3 Pemeriksaan Patologi Klinik
Jenis Normal
Unit Hasil Keterangan Interpretasi
Pemeriksaan Range
Eritrosit 106/µL 1.3-4.5 3,6 Normal -
Hb g/dL 7-13 9 Normal -
PCV % 23-55 34 Normal -
MCV Fl 85-200 94,4 Normal -
MCH Pg 33-47 25 Turun -
MCHC % 22-33 24,5 Normal -
TPP Awal g/dL 3–6 7 Naik Hiperproteinemia
TPP Akhir g/dL 3–6 6,4 Naik Hiperproteinemia
Fibrinogen g/dL 0,1 – 0,4 0,6 Naik Hiperfibrinogenemia
Leukosit 103/µL 12 – 30 37,6 Naik Leukositosis
R % 15 – 50 53
Heterofil Naik Heterofilia
A 103/µL 3–6 19,9
R % 29 – 84 7
Limfosit Turun Limfositopenia
A 103/µL 7 – 17,5 2,6
R % 0–7 10
Monosit Naik Monositosis
A 103/µL 1,5 - 2 3,8
R % 0 – 16 22
Eosinofil Naik Eosinofilia
A 103/µL 0–1 8,3
R % 0–8 8
Basofil Normal -
A 103/µL Rare 2,9
darah melalui jumlah eritrosit permilimeter kubik darah. MCH dinyatakan dalam
unggas adalah sekitar 33 – 47 Pg (Weis and Wardrop, 2010). Nilai MCH yang
26
didapatkan dari hasil perhitungan adalah 25 Pg yang berarti mengalami
penurunan.
Komposisi Total Protein Plasma (TPP) terdiri dari albumin, globulin dan
fibrinogen (Widhyari dkk., 2011). Nilai TPP awal 7 g/dL dan nilai TPP akhir 6,4
g/dL yang berarti mengalai kanaikan. Nilai TPP yang tinggi disebut dengan
pada serum atau plasma yang disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adanya
plasma protein yang kehilangan plasma H2O. H2O yang hilang dalam plasma
penyakit yang mengganggu sistem respirasi pada ayam serta paparan terus
Dari hasil pemeriksaan Fibrinogen didapatkan hasil 0,6 g/dL, nilai ini
mengalami kenaikan dari stadar normal, dimana standar normal dari kadar
fibrinogen unggas adalah antara 0,1 – 0,4 g/dL (Weis and Wardrop, 2010).
27
sebagai indikator utama adanya peradangan selama penyakit (O'Reilly and
(Tampi dkk., 2016). Pada keadaan terjadinya inflamasi dan dehidrasi akan
kongesti dan adanya hemoragi pada saluran pencernaan. hal ini sesuai dengan
paragallinarum lesi inflamasi pada organ paru - paru dilihatkan adanya kongesti,
reaksi alergi. Nilai leukosit 37,6 103/µL, nilai ini mengalami kenaikan dari nilai
terjadinya inflamasi (Sriwati et al. 2014). Ayam petelur dengan nomor protokol
28
Limfositopenia merupakan endahnya persentase limfosit juga
pemeliharaan yang panas. Lingkungan yang panas akan memicu sekresi hormon
darah unggas, mempunyai ukuran dan bentuk bervariasi (Sturkie dan Griminger,
monosit dalam darah (Stockham and Scott, 2008). Monosit adalah prekursor
makrofag dalam darah sirkulasi. Begitu ada infeksi agen patogen, maka monosit
menjadi sel makrofag. Makrofag ini merupakan sel fagosit yang potensial, karena
untuk menghilangkan iritasi, bakteri, atau sel dan jaringan yang rusak.
29
pembuluh darah dan diduga meningkatkan pelepasan granulosit dari cadangan
dalam sirkulasi bertambah (Bijanti dkk., 2010). Neutrofil dalam darah akan
meningkat jika terjadi infeksi dan berperan sebagai pertahanan pertama dalam
seperti virus dan partikel lain. Invasi bakteri, virus, dan parasit yang terjadi di
diapedesis dan gerak amuboid. Heterofil tertarik ke daerah invasi karena adanya
berbagai factor kemotaktik dari sel yang rusak untuk memfagosit bakteri dan
Mekanisme yang paling mungkin adalah melalui dua jalan, yang pertama dengan
adanya pelepasan dari enzim yang dapat mendegradasi mediator sel mast dan
meningkatkan efek dari mediator tersebut. Pada sisi lain berkontribusi pada
reaksi alergi, serangan parasit (Caceci 1998) dan jumlahnya akan terus meningkat
selama serangan alergi. Heterofil bersifat fagositik terutama terhadap antigen dan
30
eosinophilia berhubungan dengan fungsi anti inflamasi ( Stockham and Scott,
2008).
penyebab bakterial pada ayam dengan nomor protokol A-93. Isolasi dilakukan
membutuhkan faktor pertumbuhan seperti NAD dan hematin. Coklat agar berasal
dari blood agar base. Blood agar base pada suhu 800C dicampurkan dengan darah
domba atau darah kuda adalah darah yang digunakan sebagai blood agar base.
31
melepaskan nicotinamide-adenine-dinucleotid (NAD atau faktor V) dari darah
kedalam media saat proses pemanasan. Hemin ada didalam darah, baik yang
32
Pewarnaan gram dilakukan dengan memberikan kristal violet selama 1
menit, larutan lugol selama 1 menit, alkohol selama 1 menit, dan safranin selama
1 menit. Zat warna safranin diserap bakteri gram negatif karena senyawa kristal
violet dan alkohol akan larut sehingga sel mengikat warna safranin. Pewarnaan
gram terlihat bakteri berwarna merah dan berbentuk kokobasil, tidak berspora (El-
Ghany and Abd., 2011). Menurut Tangkonda dkk., (2019) bahwa pewarnaan
A B C D E F
Gambar 5.12 Uji Biokma. Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) (A), Uji Simon
Citrat Agar (SCA) (B), Uji Sulfit Indol Motility (SIM) (C), Uji Methiyl Red (MR)
Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) bertujuan untuk membedakan gram
awal bagian dasar/butt dan bagian miring/slant akan berwarna kuning akibat
33
memfermentasi laktosa dan/atau sukrosa kondisi asam akan terus dipertahankan
sehingga butt dan slant akan tetap berwarna kuning. Bakteri yang tidak
memfermentasi laktosa dan sukrosa, setelah jumlah glukosa pada media menipis
maka akan menggunakan pepton sebagai sumber energi, metabolisme pepton akan
asalnya, yakni berwarna merah (El-Ghany and Abd., 2011). Kasus ini sesuai
Pada uji Simon Citrat Agar (SCA) menunjukkan hasil negatif karena
media tetap berwarna hijau, apabila hasinya positif makan media akan berubah
salah satu komponen utama dalam siklus krebs yang merupakan hasil reaksi
antara asetil koenzim A (CoA) dengan asam oksaloasetat (4C). Sitrat dibuat oleh
enzim sitrase yang menghasilkan asam oksaloasetat dan asetat kemudian melalui
proses enzimatis diubah menjadi asam piruvat dan karbon dioksida. Selama reaksi
berikatan dengan sodium (Na) dan air (H2O) membentuk sodium carbonat (Na).
Adanya sodium karbonat inilah yang akan mengubah indikator bromthymol blue
pada medium menyebabkan medium berubah warna dari hijau menjadi biru tua
Uji Sulfit Indol Motility (SIM) menunjukkan hasil negatif (Thenmozhi and
34
paragallinarum tidak memproduksi indol. Uji produksi indol yang ditujukan
Adanya enzim triptofanase pada bakteri yang dapat menghidrolisis asam amino
triptofan menjadi indol dan asam piruvat. Asam amino triptofan terdapat pada
protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh
mendeteksi indol yang membentuk lapisan atau cincin merah pada permukaan
medium. Warna tersebut terbentuk karena indol yang berada dalam medium
diekstrak ke dalam lapisan reagent oleh komponen asam butanol dan membentuk
Uji Methiyl Red (MR) menunjukkan hasil negatif, hal ini sesuai dengan
hasil negatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Khatun et al., (2016) uji VP
non asam atau produk akhir netral seperti asetilmetil karbonil dari asam organik
35
kasus tertentu merupakan superoksida yang sangat toksik. Akumulasi senyawa
ini dapat menyebabkan kematian bila tidak segera didegradasi. Senyawa ini
toksik dengan enzim superoksida dismutase dan produk akhir adalah hidrogen
dalam kultur media miring TSIA. Dengan adanya katalase maka timbul
gelembung gas dari oksigen bebas (Wahyuni dkk, 2018). Hal ini sesuai dengan
36