Anda di halaman 1dari 99

KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN

PADA PENDERITA PENYAKIT HATI RAWAT INAP


DI PERJAN RS DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

Primadhani

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN

PRIMADHANI. Konsumsi Energi dan Protein Pada Penderita Penyakit Hati


Rawat Inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Di bawah bimbingan
YEKTI HARTATI EFFENDI dan IRSAN HASAN.

Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari konsumsi energi dan


protein pada penderita penyakit hati rawat inap di Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Tujuan khususnya adalah mempelajari karakteristik dan
lama perawatan penderita penyakit hati rawat inap, mempelajari kebutuhan energi
dan protein penderita penyakit hati rawat inap, mempelajari ketersediaan Diet Hati
penderita penyakit hati rawat inap, mempelajari konsumsi energi dan protein
penderita penyakit hati rawat inap, serta mempelajari daya terima penderita
penyakit hati rawat inap terhadap Diet Hati.
Penelitian dengan disain cross sectional study ini dilakukan di Perjan RS Dr.
Cipto Mangunkusumo selama empat bulan dari Agustus hingga November 2004.
Contoh dimbil secara purposive sampling dengan ketentuan sebagai berikut :
penderita penyakit hati di Bagian Penyakit Dalam kelas III (Instalasi Rawat Inap
B/IRNA B), berusia 17 tahun ke atas, telah dirawat minimal dua hari, mendapat
Diet Hati atau Diet Hati Rendah Garam secara oral, tidak sedang berpuasa,
kesadaran baik dan bisa diajak komunikasi, serta bersedia diwawancara.
Berdasarkan kriteria tersebut didapatkan 20 pasien dengan data lengkap dan
dijadikan sebagai contoh penelitian.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi
badan, jenis penyakit hati, status gizi, pendidikan, pekerjaan), lama perawatan,
kebutuhan energi-protein contoh, ketersediaan Diet Hati contoh (jenis Diet Hati
dan ketersediaan energi-protein Diet Hati), konsumsi energi-protein contoh
(konsumsi energi-protein dari Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus), dan daya
terima contoh terhadap Diet Hati (bentuk, warna, tekstur, bau, rasa, suhu,
kebersihan alat makan). Data karakteristik contoh dan daya terima contoh
terhadap Diet Hati diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data
berat badan dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale.
Data tinggi badan dikumpulkan dengan pengukuran menggunakan microtoise bagi
pasien yang bisa berdiri atau menggunakan pengukuran tinggi lutut bagi pasien
yang tidak bisa berdiri. Data jenis penyakit hati, kadar serum albumin, dan lama
perawatan diperoleh dari rekam medis. Data kebutuhan energi dan protein contoh
ditentukan melalui perhitungan menggunakan rumus dengan mengacu pada data
karakteristik contoh. Data jenis Diet Hati yang diterima contoh diketahui dari
buku makanan IRNA B Bagian Penyakit Dalam kelas III. Data ketersediaan Diet
Hati contoh (dalam satuan gram) untuk makan pagi, siang, dan selingan I
dikumpulkan dengan penimbangan makanan dari Unit Produksi Makanan (UPM)
sebelum dikonsumsi contoh sedangkan untuk makan sore dan selingan II merujuk
pada standar porsi bahan makanan UPM karena tidak dilakukan penimbangan
makanan. Data konsumsi Diet Hati (dalam satuan gram) untuk makan pagi, siang,
dan selingan I dikumpulkan dengan food weighing method sedangkan untuk
makan sore, selingan II, dan makanan luar dengan recall method. Data konsumsi
infus diambil dari rekam medis. Data ketersediaan Diet Hati serta data konsumsi
Diet Hati, konsumsi makanan luar, dan konsumsi cairan infus diambil
selama tiga hari berturut-turut. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi
gambaran umum Perjan RSCM, IRNA B, dan UPM. Data tersebut didapatkan
melalui wawancara dengan staf Perjan RSCM dan membaca dokumen/laporan
Perjan RSCM serta pengamatan langsung selama penelitian. Semua data yang
didapatkan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan program
komputer Microsoft Excell.
Sebagian besar contoh (85%) berjenis kelamin laki-laki dan mayoritas
contoh (55%) berada pada kategori umur dewasa menengah. Sebanyak 60%
contoh menderita penyakit sirosis hati. Contoh paling banyak (30%)
berpendidikan tamat SMA/sederajat dan bekerja sebagai PNS (20%). Malnutrisi
protein (kwashiorkor) dan malnutrisi ringan masing-masing ditemukan pada 40%
contoh. Separuh contoh (50%) berada pada lama perawatan 5-10 hari.
Kebutuhan energi contoh per hari berkisar antara 1800-2900 kkal dengan
rata-rata 2459258 kkal pada laki-laki dan 1967208 kkal pada perempuan.
Kebutuhan protein per hari berkisar antara 49,5-98,6 gram dengan rata-rata
80,414,9 gram pada laki-laki dan 64,212,8 gram pada perempuan.
Diet Hati yang disediakan UPM untuk contoh saat diteliti berupa Diet Hati II
Saring, Diet Hati III Lunak, dan Diet Hati III Biasa dalam bentuk rendah garam
dan tidak rendah garam. Diet Hati III paling banyak diterima contoh sebelum dan
saat diteliti. Diet Hati Rendah Garam hanya diberikan pada sebagian kecil
contoh (15%). Rata-rata ketersediaan energi Diet Hati II Saring 1884164 kkal,
Diet Hati III Lunak 1733143 kkal, dan Diet Hati III Biasa 1901125 kkal
sedangkan rata-rata ketersediaan protein Diet Hati II Saring 54,15,4 gram, Diet
Hati III Lunak 62,27,3 gram, dan Diet Hati III Biasa 65,34,4 gram.
Konsumsi energi contoh berasal dari konsumsi Diet Hati, makanan luar, dan
cairan infus. Contoh rata-rata mengkonsumsi energi 1565710 kkal per hari dan
protein 50,326,0 gram per hari. Sebagian besar contoh mengkonsumsi makanan
luar (85%) dan cairan infus (65%). Makanan luar yang dikonsumsi contoh berupa
makan pokok, lauk hewani, lauk nabati, buah, susu, dan makanan jajanan. Cairan
infus yang diberikan pada contoh yaitu Asering, Dextrose 5%, KAEN 3B, NaCl
0,9%, Albumin 20%, Triofusin 500, dan Triofusin E 1000. Rata-rata konsumsi
energi per hari dari Diet Hati 1293374 kkal, makanan luar 203213 kkal, dan
cairan infus 69123 kkal sedangkan rata-rata konsumsi protein per hari dari Diet
Hati 43,214,9 gram, makanan luar 6,16,7 gram, dan cairan infus 1,04,4 gram.
Sebagian besar contoh tergolong defisit pada tingkat ketersediaan energi
terhadap kebutuhan energi (85%) dan tingkat ketersediaan protein terhadap
kebutuhan protein (75%). Separuh contoh (50%) tingkat konsumsi energi dan
protein terhadap ketersediaan energi dan proteinnya tergolong defisit tingkat
berat. Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan
protein mayoritas contoh (60%) tergolong defisit tingkat berat.
Pada umumnya contoh menyukai semua atribut makanan penentu daya
terima terhadap Diet Hati. Rasa yang kurang enak dan suhu makanan yang dingin
menyebabkan atribut rasa dan suhu paling kurang disukai contoh. Daya terima
dengan kategori tinggi dimiliki sebagian besar contoh (90%) pada waktu makan
pagi dan seluruh contoh (100%) pada waktu makan siang.
ABSTRACT

PRIMADHANI. Energy and Protein Consumption of Hospitalized Patients with


Liver Disease in Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Under Supervision
YEKTI HARTATI EFFENDI dan IRSAN HASAN.

The objectives of this research are to study characteristic, treatment duration,


energy and protein requirements, availability of Liver Diet, consumption of
energy and protein liver disease hospitalized patient, and acceptance of Liver Diet.
This research with cross sectional study design was done in Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta from August to November 2004. Samples were taken by
purposive sampling. Total samples were 20 patients. Primary data were
characteristic, treatment duration, energy and protein requirements, availability of
Liver Diet, consumption of energy and protein samples, and acceptance of Liver
Diet.
Most of samples (85%) are men. Mayority of samples age were at middle
adulthood category (55%), liver cirrhosis suffered (60%), High School graduated
(30%), and work as PNS (20%). Protein malnutrition (kwashiorkor) and mild
malnutrition recpectively found at 40% samples. Half of sample (50%) were
treated 5-10 days.
Energy requirement of samples per day 1800-2900 kkal with mean
2459258 kkal at men and 1967208 kkal at woman. Protein requirement of
samples per day 49,5-98,6 gram with mean 80,414,9 gram at men and 64,212,8
gram at woman. Mean of energy availability of Liver Diet per day from Pureed
Liver Diet II 1884164 kkal, Soft Liver Diet III 1733143 kkal, and General
Liver Diet III 1901125 kkal. Mean of protein avalilability of Liver Diet per day
from Pureed Liver Diet II 54,15,4 gram, Soft Liver Diet III 62,27,3 gram, and
General Liver Diet III 65,34,4 gram. Mean consumption of energy samples per
day 1565710 kkal and consumption of protein samples per day 50,326,0 gram
from Liver Diet, home food, and dilution infuse. Most of samples are deficit in
level of energy-protein availability to energy-protein requirements, severe deficit
in level of energy-protein consumption to energy-protein availability, and severe
deficit in level of energy-protein consumption to energy-protein requirements.
Generally, sample accept all of food determinant of acceptance of Liver
Diet. Acceptance of Liver Diet with high category included 90% from breakfast
and 100% from lunch for all of samples.
KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN
PADA PENDERITA PENYAKIT HATI RAWAT INAP
DI PERJAN RS DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian


pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Primadhani
A05400018

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan


berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Konsumsi Energi dan Protein Pada Pasien Penderita Penyakit Hati
Rawat Inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penulis
menyampaikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Yekti Hartati Effendi dan dr. Irsan Hasan, Sp.PD-KGEH selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing, mengarahkan, dan
memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MS
selaku dosen pemandu seminar yang telah memberikan saran dan masukan
untuk kesempurnaan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Amini Nasoetion, MS selaku dosen pembimbing akademik beserta
seluruh dosen dan staf Departemen GMSK yang telah memberikan ilmu,
bimbingan, serta arahannya selama penulis menempuh pendidikan di
Departemen GMSK.
4. Direktur Utama Perjan RSCM dr. Merdias Almatsier, Sp.S(K), Kepala Bidang
Penelitian Pelayanan Medik Perjan RSCM dr. Wresti Indriatmi, Sp.KK(K),
M.Epid, Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam Perjan RSCM
Prof. dr. H.A. Aziz Rani, Sp.PD-KGEH, Kepala Divisi Hepatologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Perjan RSCM Prof. Dr. H. Ali Sulaiman,
Ph.D., Sp.PD-KGEH, FACG, Kepala Instalasi Gizi Perjan RSCM
S.A. Budi Hartati, SKM, M.Epid, dan Kepala Unit Produksi Makanan Perjan
RSCM Triyani Kresnawan, DCN., M.Kes. yang telah memberikan izin
penelitian.
5. Pembimbing lapang dan koordinator gizi di IRNA B lantai (Utih Arupah,
SKM), koordinator gizi di IRNA B lantai 4 (Syahrial, SKM), para petugas
gizi IRNA B lantai 5 dan lantai 4, serta para juru masak di bagian masakan
diet UPM Perjan RSCM atas bantuan dan kerja samanya.
6. Kepala Ruangan beserta staf dan perawat, dokter, dan dokter coass di IRNA B
lantai 4 dan 5 Perjan RSCM serta Kepala Unit Pelayanan Rekam Medik
Perjan RSCM beserta staf atas bantuan yang diberikan selama penelitian.
7. Bapak (Benny Subyarmono), Ibu (Wariyati), serta Dik Rio dan Dik Rizky
yang tiada hentinya memberikan kasih sayang, doa, serta semangat kepada
penulis dan Bude Sri Kurnianingsih sekeluarga yang telah memberikan
perhatian, bantuan, dan dukungannya.
8. Keluarga besar GMSK 37 dan teman-teman di Wisma Melati Bateng, Fauziah
Bateng, dan Wisma Melati Radar atas bantuan dan kebersamaannya sampai
saat ini, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah banyak memberikan bantuan hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2006

Primadhani
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juli 1982
dari pasangan Bapak Benny Subyarmono dan Ibu Wariyati. Penulis adalah putri
pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMA Negeri I Purworejo,
Kab. Purworejo, Jawa Tengah dan lulus tahun 2000. Pada tahun yang sama
penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga (GMSK), Fakultas Pertanian, Institut pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi staf Biro
Keprofesian dan Kajian Strategis pada Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi
Pertanian (HIMAGITA) periode 2001/2002 dan staf Departemen Keuangan dan
Usaha pada Keluarga Mahasiswa Purworejo IPB (Gamapuri) tahun 2001/2002.
Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Gizi Kelompok Khusus pada Program
Studi Diploma Manajemen Usaha Boga, Fakultas Pertanian, IPB tahun ajaran
2005/2006.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
Latar Belakang .............................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................ 2
Kegunaan ....................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
Anatomi dan Fisiologi Hati ........................................................... 4
Anatomi Hati ........................................................................ 4
Fisiologi Hati ....................................................................... 4
Penyakit Hati ................................................................................. 6
Hepatitis ............................................................................... 6
Sirosis Hati .......................................................................... 11
Hepatoma ............................................................................. 13
Gizi Kurang Pada Penyakit Hati .................................................. 14
Kebutuhan dan Konsumsi Zat Gizi................................................ 15
Energi ............................................................................................ 16
Protein .......................................................................................... 17
Daya Terima terhadap Makanan ................................................... 18
Pelayanan Gizi Rumah Sakit ......................................................... 21
Diet Pada Penyakit Hati ................................................................ 24
Diet Rendah Garam ....................................................................... 25
Pemberian Dukungan Gizi ............................................................ 26
KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................................... 29
METODE .................................................................................................. 31
Disain, Tempat, dan Waktu .......................................................... 31
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .............................................. 31
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................ 33
Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 35
Definisi Operasional ...................................................................... 40
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 43
Gambaran Umum Lokasi .............................................................. 43
Gambaran Umum Perjan RSCM ........................................ 43
Gambaran Umum IRNA B ................................................ 46
Gambaran Umum UPM ..................................................... 46
Karakteristik Contoh .................................................................. 51
Umur .................................................................................. 51
Jenis Kelamin dan Jenis Penyakit Hati .............................. 52
Tingkat Pendidikan ............................................................ 52
Pekerjaan ............................................................................ 52
Status Malnutrisi ................................................................. 53
Lama Perawatan ........................................................................... 54
Kebutuhan Energi dan Protein Contoh ......................................... 54
Ketersediaan Diet Hati .................................................................. 55
Jenis Diet Hati .................................................................... 55
Ketersediaan Energi dan Protein Diet Hati ......................... 56
Konsumsi Energi dan Protein Contoh .......................................... 57
Konsumsi Energi dan Protein Diet Hati ............................ 58
Konsumsi Energi dan Protein Makanan Luar ..................... 58
Konsumsi Energi dan Protein Cairan Infus ........................ 59
Perbandingan Antara Kebutuhan, Ketersediaan, dan Konsumsi
Energi-Protein ............................................................................ 59
Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein terhadap
Kebutuhan Energi dan Protein .......................................... 59
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein terhadap
Ketersediaan Energi dan Protein ......................................... 61
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein terhadap
Kebutuhan Energi dan Protein ........................................... 62
Daya Terima terhadap Diet Hati .................................................... 62
Penilaian terhadap Atribut Makanan .................................. 62
Daya Terima Berdasarkan Waktu Makan .......................... 64
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 65
Kesimpulan ................................................................................... 65
Saran ............................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 67
LAMPIRAN .............................................................................................. 71
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Data yang dikumpulkan dan cara memperoleh ............................. 34
2 Pengkategorian status malnutrisi berdasarkan persentase berat
badan aktual terhadap berat badan ideal (%) dan kadar serum
albumin (g/l) ................................................................................. 35
3 Peubah dan kategori peubah ......................................................... 39
4 Jenis dan jumlah tenaga kerja di Perjan RSCM ............................ 46
5 Tingkat pendidikan pegawai UPM Perjan RSCM ........................ 47
6 Sebaran contoh berdasarkan kelompok umur ............................... 51
7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jenis penyakit hati 52
8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ........................... 52
9 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ................................ 53
10 Sebaran contoh berdasarkan status malnutrisi .............................. 53
11 Sebaran contoh berdasarkan lama perawatan ............................... 54
12 Sebaran contoh berdasarkan jenis diet hati ................................... 55
13 Sebaran contoh berdasarkan diet hati rendah garam dan asites .... 56
14 Rata-rata ketersediaan energi dan protein contoh per hari
berdasarkan jenis diet hati ............................................................. 57
15 Kandungan energi dan protein makanan biasa, makanan lunak,
dan makanan saring kelas III per hari ........................................... 57
16 Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh per hari ................ 57
17 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi makanan luar ................ 58
18 Sebaran contoh berdasarkan jenis infus ...................................... 59
19 Rata-rata tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap
kebutuhan energi dan protein ........................................................ 60
20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan
protein terhadap kebutuhan energi dan protein ............................. 60
21 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap
ketersediaan energi dan protein .................................................... 61
22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan
protein terhadap ketersediaan energi dan protein ......................... 61
23 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap
kebutuhan energi dan protein ........................................................ 62
24 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan
protein terhadap kebutuhan energi dan protein ............................. 62
25 Sebaran contoh berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan
pada waktu makan pagi ................................................................. 63
26 Sebaran contoh berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan
pada waktu makan siang ................................................................ 63
27 Sebaran daya terima contoh terhadap diet hati berdasarkan
waktu makan ................................................................................. 64
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Kerangka pemikiran penelitian .................................................... 30
2 Cara penarikan contoh .................................................................. 32
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada makanan
lunak ..................................................................................... 72
2 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada makanan
saring ........................................................................................... 73
3 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada diet
rendah garam .............................................................................. 74
4 Struktur organisasi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta .......................................................................................... 75
5 Struktur organisasi Unit Produksi Makanan Perjan RS Dr.Cipto
Mangunkusumo Jakarta .............................................................. 76
6 Menu kelas III masakan diet dan masakan saring Perjan RSCM 77
7 Menu selingan kelas III masakan diet dan masakan saring
Perjan RSCM ............................................................................. 78
8 Standar makanan cair diet hati Perjan RSCM ............................ 79
9 Data kebutuhan energi-protein contoh berdasarkan jenis kelamin 80
10 Data ketersediaan dan konsumsi energi-protein contoh dari
diet hati ...................................................................................... 81
11 Data konsumsi energi-protein contoh dari makanan luar............. 82
12 Data konsumsi energi-protein contoh dari cairan infus............... 83
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hati adalah salah satu organ di dalam tubuh manusia. Organ ini merupakan
organ tubuh dengan fungsi terbanyak dan merupakan salah satu organ terpenting
dalam metabolisme zat gizi (Mahan & Arlin 1992).
Ada beberapa jenis penyakit yang dapat menyerang hati yaitu hepatitis,
sirosis hati, dan hepatoma. Di Indonesia, prevalensi hepatitis cukup tinggi yaitu
berkisar antara 2-20% (Chairulsjah 2004). Pada Majalah Sehat No. 12 tahun 2004
disebutkan bahwa sirosis hati di Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia.
Hepatoma berada pada urutan kelima penyakit neoplasma yang paling banyak
diderita pasien rawat inap pada tahun 1998 (Dir. Jen. Yan. Medik 2000). Menurut
Bagian Rekam Medis Perjan RSCM, pada tahun 2003 penderita penyakit hati
rawat inap paling banyak menderita sirosis hati kemudian disusul oleh hepatoma
dan hepatitis.
Hati tidak dapat melaksanakan tugasnya secara maksimal apabila penyakit
yang menyerangnya telah mengakibatkan lebih dari 80% sel hati rusak. Pada
kondisi tersebut penderitanya mengalami ikterus, asites, dan ensefalopati
(Budihusodo 2004). Pada tahun 1992 sebesar 1,8% kematian pada seluruh umur
di Indonesia disebabkan oleh penyakit hati (BKKBN 1995, diacu dalam
Tjiptoherijanto 1999).
Penderita penyakit hati yang menjalani rawat inap di rumah sakit tidak
hanya mendapatkan pelayanan pengobatan dan penyembuhan. Penderita tersebut
juga mendapatkan pelayanan gizi. Pelayanan gizi dalam bentuk yang paling
umum yaitu penyelenggaraan makan (Moehyi 1986) oleh instalasi gizi rumah
sakit (Almatsier 1992).
Keadaan gizi pada penderita penyakit hati perlu mendapat perhatian khusus
karena gangguan gizi dapat memperberat morbiditas serta memperburuk
prognosis penyakitnya. Pada 10-80% penderita ditemukan dalam keadaan
malnutrisi. Oleh karena itu, perubahan kebutuhan dan tolerasi terhadap beberapa
komponen gizi selama sakit harus diperhatikan (Noer 2003).
Pasien rawat inap mendapatkan makanan yang berbeda dengan makanan
yang biasa dimakan di rumah. Perbedaan tersebut diantaranya dalam hal jenis
2

makanan, cara menghidangkan, tempat makan, dan waktu makan. Apabila tidak
diperhatikan, maka bisa menjadi beban mental pasien yang pada akhirnya bisa
menghambat proses penyembuhan penyakit (Moehyi 1997).
Diet yang tepat untuk penderita penyakit hati disebut Diet Hati. Diet Hati
terbagi menjadi Diet Hati I, II, III, dan IV. Penggolongan tersebut berdasarkan
kondisi kesehatan pasien. Kandungan energi dan protein pada masing-masing
Diet Hati berbeda. Semakin tinggi Diet Hati-nya maka kandungan energi dan
proteinnya semakin tinggi pula seiring dengan semakin baiknya kondisi pasien.
Pada pasien dengan asites dan pengeluaran urinnya kurang baik maka Diet Hati-
nya bisa dikombinasikan dengan Diet Rendah Garam (Bagian Gizi RSCM &
Persagi 2002).
Konsumsi energi dan protein pada penderita penyakit hati merupakan dua
hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Konsumsi energi yang tinggi
diperlukan untuk mencegah terjadinya katabolisme protein sedangkan konsumsi
protein tinggi agar terjadi anabolisme protein (Yunahar 2004). Meskipun
demikian, konsumsi protein harus disesuaikan dengan kondisi penderita. Pada
penyakit hati yang berat metabolisme protein terganggu sehingga amonia
terakumulasi secara abnormal di dalam darah. Keadaan ini bisa meracuni sistem
saraf pusat sehingga terjadi ensefalopati (kerusakan sel-sel otak) yang dapat
memicu terjadinya komplikasi serius yang bisa berakhir dengan kematian. Pada
pasien dengan kondisi ini protein diperlukan dalam jumlah yang rendah
(Eschleman 1996).

Tujuan
Tujuan Umum
Mempelajari konsumsi energi dan protein pada penderita penyakit hati rawat
inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Tujuan Khusus
1. Mempelajari karakteristik dan lama perawatan penderita penyakit hati rawat
inap.
2. Mempelajari kebutuhan energi dan protein penderita penyakit hati rawat
inap.
3. Mempelajari ketersediaan Diet Hati penderita penyakit hati rawat inap.
3

4. Mempelajari konsumsi energi dan protein penderita penyakit hati rawat


inap.
5. Mempelajari daya terima penderita penyakit hati rawat inap terhadap Diet
Hati.

Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai konsumsi
energi dan protein pada penderita penyakit hati rawat inap di Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Selain itu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan
pertimbangan dan masukan dalam penyelenggaraan Diet Hati bagi pasien rawat
inap di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta serta sebagai bahan acuan
penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Hati

Anatomi Hati
Menurut Pearce (1997), hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh.
Letaknya di bagian teratas di dalam rongga abdomen sebelah kanan, di bawah
diafragma. Tulang-tulang iga melindungi hati secara luas.
Hati terdiri dari dua belahan utama yaitu kanan dan kiri. Permukaan atas
hati berbentuk cembung sedangkan permukaan bawah tidak rata dan
memperlihatkan lekukan, fisura transversus. Permukaannya dilewati oleh
berbagai pembuluh darah yang keluar-masuk hati. Fisura longitudinal
memisahkan belahan kanan dan kiri di permukaan bawah sedangkan ligamen
falsiformis di permukaan atas hati. Secara umum hati dibagi menjadi belahan
kanan, belahan kiri, belahan kaudata, dan belahan kuadrata. Belahan (lobus)
terdiri atas lobulus. Lobulus berbentuk polihedral (segibanyak) dan terdiri atas sel
hati berbentuk kubus. Cabang-cabang pembuluh darah diikat bersama oleh
jaringan hati (Pearce 1997).

Fisiologi Hati
Hati mempunyai banyak fungsi. Menurut Tortora dan Anagnostakos (1992),
fungsi hati yaitu :
1. Metabolisme karbohidrat
Pada metabolisme karbohidrat, hati berperanan penting dalam menjaga
kenormalan kadar gula darah. Hati akan mengubah glukosa menjadi glikogen
(glikogenesis) saat kadar gula darah tinggi serta mengubah glikogen menjadi
glukosa (glikogenolisis) dan mengubah asam amino menjadi glukosa
(glukoneogenesis) saat kadar gula darah rendah. Hati juga dapat mengubah
fruktosa dan galaktosa menjadi glukosa serta mengubah glukosa menjadi
lemak.
2. Metabolisme lemak
Hati memecah asam lemak menjadi asetil koenzim A (beta oksidasi),
mengubah kelebihan asetil koenzim A menjadi keton (ketogenesis);
5

mensintesis lipoprotein, kolesterol, dan fosfolipid; memecah kolesterol


menjadi garam empedu, dan menyimpan lemak.
3. Metabolisme protein
a. Deaminasi asam amino, yaitu pelepasan gugus amina (NH2) sehingga
asam amino bisa digunakan sebagai sumber energi atau dikonversi
menjadi karbohidrat atau lemak.
b. Konversi amonia (NH3) yang bersifat racun menjadi ureum yang
kemudian diekskresikan melalui urine. Amonia dihasilkan dari proses
deaminasi dan bakteri yang ada pada saluran pencernaan.
c. Sintesis sebagian besar plasma protein, seperti alfa dan beta globulin,
albumin, protrombin, dan fibrinogen
d. Transaminasi, yaitu pemindahan gugus amina dari suatu asam amino ke
substansi lain (asam keto-) sehingga menghasilkan satu asam amino baru
dan satu asam keto baru.
4. Merubah obat dan hormon
Hati dapat mendetoksifikasi atau mengekskresikan ke dalam empedu berbagai
jenis obat seperti penisilin, ampisilin, erithromisin, dan sulfonamid. Hati
secara kimia juga dapat merubah atau mengekskresikan hormon steroid seperti
estrogen, aldosteron, dan tiroksin.
5. Ekskresi empedu (bilirubin)
Bilirubin yang merupakan turunan hem dari sel darah merah yang sudah tua,
diserap hati dari darah, dan diekskresikan ke dalam empedu. Kebanyakan
bilirubin pada empedu dimetabolisme di usus oleh bakteri dan dikeluarkan
melalui feses.
6. Sintesis garam empedu
Garam empedu digunakan usus halus untuk emulsifikasi dan absorpsi lemak,
kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein.
7. Penyimpanan
Hati berfungsi sebagai tempat penyimpanan glikogen, vitamin (A, B12, D, E,
dan K), dan mineral (Fe dan Cu). Sel hati mengandung protein yang disebut
apoferitin yang bergabung dengan besi membentuk feritin. Feritin merupakan
6

bentuk mineral besi yang disimpan di hati dan dapat dilepaskan saat
dibutuhkan.
8. Fagositosis
Sel Kupffer hati mengfagositasi sel darah merah dan sel darah putih yang
sudah tua serta beberapa bakteri.
9. Aktifasi vitamin D
Hati dan ginjal berpartisipasi dalam mengaktifasi vitamin D.

Penyakit Hati
Hepatitis
1. Epidemiologi
a. Hepatitis A
Hepatitis A dahulu disebut hepatitis infeksiosa. Penularannya
terutama melalui kontaminasi oral-fekal akibat higiene yang buruk atau
makanan yang tercemar. Individu yang tinggal di tempat-tempat padat
yang higienenya mungkin tidak baik, seperti panti asuhan, institusi mental,
penjara, dan penampungan gelandangan, beresiko mengidap penyakit ini.
Virusnya kadang-kadang ditularkan melaui darah (Corwin 2001). Di
Indonesia berdasarkan data dari rumah sakit, hepatitis A merupakan
bagian terbesar dari kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu sebesar 39,8-
68,3% (Akbar et al. 1981, diacu dalam Sulaiman & Julitasari 1995).
b. Hepatitis B
Hepatitis B kadang-kadang disebut hepatitis serum. Virus hepatitis
B (HBV) ada dalam semua cairan tubuh individu yang terinfeksi, termasuk
darah, semen, ludah, dan kencing. Penularan HBV terutama terjadi
dengan jalan parenteral, seksual, atau vertikal (ibu-bayi) sedangkan jalan
tinja-oral relatif tidak penting. Penularan biasanya memerlukan inokulasi
yang jelas (tranfusi darah, injeksi dengan jarum yang terkontaminasi, atau
luka karena ujung jarum yang tidak disengaja) atau kontak personal yang
intim (antara mitra seksual atau ibu dan neonatus). Kelompok yang
beresiko tinggi terinfeksi HBV yaitu penyalahguna obat intravena yang
memakai jarum bersama, homoseksual laki-laki, hubungan seksual yang
7

tidak selektif, pekerja kesehatan, penderita yang ditranfusi, dan penderita


hemofilia (Shulman et al. 1994).
Di dunia terdapat sekitar 284 juta orang pembawa kuman (carrier)
dengan sekitar 200 juta berada di Asia. Prevalensi tertinggi yaitu 8-20%
yang terdapat di daerah endemisitas tinggi seperti Afrika dan Asia. Satu
per lima atau lebih penduduknya mungkin telah terinfeksi secara kronis
yang kebanyakan telah menderita sejak bayi (Sulaiman et al. 1995).
c. Hepatitis C
Hepatitis C dahulu disebut hepatitis non-A non-B. Virus hepatitis C
(HCV) merupakan penyebab tersering infeksi hepatitis yang ditularkan
melalui suplai darah komersial (Corwin 2001). Virus ini bisa
menyebabkan hepatitis akut yang sebagian besar penderitanya berlanjut
menjadi hepatitis kronis dan pengidap yang merupakan sumber infeksi.
Sekitar 20% dari penderita hepatitis C kronis akan berkembang menjadi
sirosis hati yang berpotensi besar berkembang menjadi hepatoma di masa
yang akan datang. Waktu rata-rata yang diperlukan untuk berkembang
menjadi sirosis hati yaitu 17 tahun sedangkan untuk menjadi hepatoma
sekitar 20 tahun (Dalimartha 2004).
d. Hepatitis D
Virus Hepatitis D (HDV) diduga tersebar luas di seluruh dunia dan
pernah endemik di Amerika Selatan. Penularannya sama dengan HBV,
kecuali transmisi vertikal. Penyakit ini timbul karena adanya koinfeksi
atau superinfeksi dengan HBV. Koinfeksi yaitu infeksi HDV dan HBV
yang terjadi secara bersamaan sedangkan superinfeksi yaitu penderita
hepatitis B kronis atau pembawa HBsAg terinfeksi oleh HDV. Koinfeksi
umumnya menyebabkan hepatitis akut yang diikuti dengan kesembuhan
total sedangkan superinfeksi sering berkembang menjadi kronis dengan
tingkat penyakit lebih berat yang berakibat fatal (Dalimartha 2004).

e. Hepatitis E
Virus Hepatitis E (HEV) terutama ditularkan melalui ingesti air yang
tercemar. Sebagian besar kasus yang dilaporkan ditemukan di negara-
negara berkembang. Virus tersebut tidak menimbulkan keadaan pembawa
8

(carrier) atau menyebabkan hepatitis kronik. Akan tetapi, bisa menjadi


hepatitis fulminan yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan hati dan
kematian (Corwin 2001).
2. Etiologi
Hepatitis A, B, C, D, dan E disebabkan oleh virus. Hepatitis A
disebabkan oleh virus RNA berukuran 27 nm dan termasuk golongan
picornaviridae. VHB yaitu virus DNA berukuran 42 nm yang termasuk
golongan hepadnaviridae. VHC termasuk golongan flaviviridae dan
merupakan virus RNA berantai tunggal dengan ukuran 50-60 nm. VHD
bernama antigen delta yang berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA
yang tidak sempurna. VHE merupakan virus RNA yang termasuk golongan
caliciviridae (Dalimartha 2004).
3. Gambaran Klinis
Menurut Corwin (2001), gambaran klinis hepatitis virus dapat berkisar
dari asimptomatik sampai penyakit yang mencolok, kegagalan hati, dan
kematian. Ada tiga stadium pada semua jenis hepatitis yaitu stadium
prodromal, stadium ikterus, dan stadium konvalesensi.
a. Stadium Prodromal
Stadium prodromal disebut periode praikterus karena ikterus belum
muncul. Stadium ini dimulai setelah periode masa tunas virus selesai dan
pasien mulai memperlihatkan tanda-tanda penyakit. Penderita sangat
infeksius pada stadium ini. Antibodi terhadap virus biasanya belum
dijumpai. Stadium ini berlangsung selama 1-2 minggu dan ditandai oleh
malese umum, rasa lelah, gejala-gejala infeksi salauran napas atas,
mialgia, dan enggan terhadap sebagian besar makanan.
b. Stadium Ikterus
Pada sebagian besar orang stadium ini ditandai oleh timbulnya ikterus
yang dapat berlangsung selama 2-3 minggu atau lebih. Manifestasi lain
yang timbul selain ikterus yaitu memburuknya semua gejala yang ada pada
stadium prodromal, pembesaran dan nyeri hati, splenomegali, dan
mungkin gatal di kulit.
9

c. Stadium Kovalesensi (Pemulihan)


Stadium ini biasanya timbul dalam 4 bulan untuk hepatitis B serta hepatitis
C dan 2-3 bulan untuk hepatitis A. Pada stadium ini gejala-gejala mereda
(termasuk ikterus) dan nafsu makan pulih
4. Diagnosis
Menurut Sulaiman & Julitasari (1995), diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala klinis dibantu hasil pemeriksaan laboratorium.
a. Anamnesis, gejala prodromal, riwayat kontak
b. Pemeriksaan jasmani
ikterus pada sklera, kulit, dan selaput lendir langit-langit mulut
pada kasus yang berat (fulminan) mulut berbau spesifik (foetor
hepaticum)
pada perabaan, hati membengkak 2-3 jari di bawah arkus kosta dengan
konsistensi lemah, tepi tajam, dan sedikit nyeri tekan, perkusi pertama
positif
limpa kadang-kadang teraba lunak
c. Pemeriksaan laboratorium
tes fungsi hati (bilirubin, SGOT, SGPT, GGT, alkali fosfatase)
tes serologi
5. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2001), pengobatan hepatitis virus terutama bersifat
suportif yang mencakup :
a. Istirahat sesuai keperluan
b. Pendidikan agar menghindari penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan
c. Pendidikan mengenai cara penularan hepatitis kepada mitra seksual dan
anggota keluarga
d. Pemberian vaksin hepatitis
Obatobatan yang bisa diberikan pada penderita hepatitis menurut Dalimartha
(2004) yaitu :
a. Obat antivirus untuk mencegah terjadinya replikasi virus. Contohnya
interferon (IFN), adenine arabinoside (ARA-A), dan ribavirin.
10

b. Obat imunomodulator. Obat ini dapat memodulasi sistem kekebalan


tubuh. Contohnya kortikosteroid.
c. Biological Response Modifiers yang merupakan obat baru. Contohnya
IFN alfa dan thymosin alfa I.
d. Obat nonspesifik untuk membantu pemulihan kelainan yang timbul baik
klinis maupun laboratoris. Contohnya methicol, litrison, curcil, curcuma,
dan urdafalk.
e. Obat simptomatik untuk menghilangkan keluhan dan gejala klinis.
Contohnya paracetamol dan enzyplex.
Menurut Williams (1995), prinsip terapi diet yang sesuai dengan kebutuhan
penderita hepatitis yaitu :
a. Tinggi protein
Protein diperlukan untuk membangun sel dan jaringan yang baru. Selain
itu, protein juga mencegah kerusakan akibat infiltrasi lemak dalam
jaringan hati. Protein yang dibutuhkan sehari berkisar antara 70 sampai
100 g.
b. Tinggi karbohidrat
Penyediaan glukosa ditingkatkan untuk melindungi simpanan glikogen di
hati. Ini juga membantu menyediakan energi dan mencegah pemecahan
protein untuk energi. Diet seharusnya mengandung 300-400 gram
karbohodarat per hari.
c. Lemak sedang
Beberapa lemak menyedapkan makanan sehingga meningkatkan selera
makan. Produk susu dan minyak tumbuhan dalam jumlah sedang sangat
bermanfaat. Makanan sebaiknya mengandung 100-150 garam lemak per
hari.
d. Tinggi energi
Energi yang dibutuhkan per hari berkisar antara 2500-3000 Kal.
Peningkatan kebutuhan energi ini untuk mendukung proses penyembuhan,
menutupi kehilangan energi akibat demam dan kondisi tubuh yang lemah,
serta memperbaharui tenaga untuk sembuh dari penyakit.
11

e. Pemberian makan
Makanan yang diberikan pertama kali sebaiknya dalam bentuk cair seperti
milkshake yang tinggi protein dan kalori atau produk formula khusus
untuk penggunaan yang berulang. Apabila selera makan dan toleransi
terhadap makanan meningkat maka bentuk makanan diberikan perlu
segera diubah. Ini harus dibarengi dengan memperhatikan makanan yang
disukai dan tidak disukai pasien untuk meningkatkan intake makanan.
Sirosis Hati
1. Epidemiologi
Sirosis hati merupakan penyakit dengan peradangan difus dan menahun
pada hati yang diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan
regenerasi sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim
hati (Mansjoer et al. 1992). Menurut Dalimartha (2004), sirosis hati di
Indonesia lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada perempuan.
2. Etiologi
Menurut Lesmana & Hasan (2001) ada berbagai macam penyebab
sirosis hati. Penyebab tersebut yaitu virus hepatitis B, C, dan delta, alkohol,
gangguan metabolik, kolestasis, imunologi, zat toksik dan obat, serta
kriptogenik.
3. Gambaran Klinis
Gambaran klinis sirosis hati adalah sebagai berikut :
a. Gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah,
dan diare.
b. Demam, berat badan turun, dan lekas lelah.
c. Asites, hidrotoraks, dan edema.
d. Ikterus dan kadang urin menjadi lebih tua warnanya/kecoklatan.
e. Hepatomegali dan dapat mengecil karena fibrosis bila lebih lanjut.
f. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen
dan toraks, kaput medusa, wasir, dan varises esofagus.
g. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme seperti :
impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut aksila dan pubis
amenore, hiperpigmentasi areola mamae
12

spider nevi dan eritema


hiperpigmentasi
h. Jari tabuh (Mansjoer et al. 2002).
4. Diagnosis
Menurut Lesmana & Hasan (2001), kriteria diagnosis pada sirosis hati
yaitu stigmata penyakit hati kronik, hepatosplenomegali, serta asites dan
edema tungkai pada keadaan dekompensasi. Diagnosis bandingnya yaitu
hepatitis kronik aktif. Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan yaitu
tes faal hati (albumin, globulin), petanda virus hepatitis B dan C,
ultrasonografi abdomen atas, biopsi hati, endoskopi saluran cerna, dan pungsi
abdomen.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sirosis hati dibagi menjadi dua yaitu untuk sirosis hati
kompensasi dan sirosis hati dekompensasi. Pada sirosis hati kompensasi
dilakukan evaluasi tes faal hati secara berkala dan diberikan obat antivirus
untuk sirosis yang disebabkan oleh HBV atau HCV yang masih mengalami
replikasi. Sirosis hati dekompensasi penderitanya dirawat inap di rumah sakit,
diberi Diet Hati, dan roboransia. Pada sirosis hati dekompensasi dengan
penyulit (perdarahan varises esofagogastrik dan gastropati hipertensi portal,
koma hepatik, Peritonitis Bakterial Spontan, asites masif) maka penyulitnya
harus diatasi sedangkan pada sirosis hati dekompensasi tanpa penyulit diberi
diuretik (Lesmana & Hasan 2001).
Menurut Williams (1995), prinsip terapi diet yang sesuai dengan
kebutuhan penderita sirosis hati yaitu :
a. Protein menurut toleransi
Apabila tidak ada tanda dan gejala koma hepatikum, protein dibutuhkan
80-100 gram per hari untuk memperbaiki malnutrisi berat, memperbaiki
jaringan hati, dan memperbaharui plasma protein. Apabila mulai ada
tanda-tanda koma, protein harus dibatasi.
b. Rendah natrium
Natrium dibatasi menjadi 500-1000 mg/hari untuk membantu mengurangi
retensi cairan (asites).
13

c. Makanan bertekstur lunak


Makanan lunak membantu mencegah ruptur dan pendarahan saat varises
esofagus berkembang.
d. Nutrisi secara umum yang optimal
Prinsip diet pada hepatitis dilanjutkan untuk sirosis yang penyebabnya
sama dengan hepatitis. Energi, karbohidrat, dan vitamin, khususnya
vitamin B kompleks termasuk tiamin dan folat, sangat penting. Alkohol
tidak boleh dikonsumsi.
Hepatoma
1. Epidemiologi
Menurut Dalimartha (2004), hepatoma disebut juga Karsinoma Hepato
Seluler (KHS). Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan. Hepatoma tersebar di seluruh dunia dengan kasus terbanyak di
Sub Sahara Afrika dan Asia Tenggara. Penyakit ini secara makroskopis
dibedakan menjadi tipe masif, nodular, dan difus. Tipe masif umumnya
terjadi di lobus kanan, berbatas tegas, dan dapat dikelilingi nodul-nodul kecil.
Pada tipe nodular ukuran nodulnya bervariasi dan terjadi di seluruh hati. Tipe
difus batas-batasnya sukar ditentukan.
2. Etiologi
Hepatoma bisa disebabkan oleh HBV dan HCV, sirosis hati, aflatoksin,
dan infeksi beberapa macam parasit. Selain itu, faktor keturunan dan ras juga
bisa memicu timbulnya penyakit ini (Dalimartha 2004).
3. Gambaran Klinis
Menurut Corwin (2001), gambaran klinis pada penderita hepatoma
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri tumpul dan perasaan penuh pada abdomen
b. Mual dan muntah
c. Ikterus
d. Anoreksia dan enggan mengkonsumsi makanan tertentu
e. Tumor yang menyumbat saluran empedu bisa menyebabkan hipertensi
porta dan asites, ikterus memburuk, dan timbul nyeri kolik.
f. Hepatomegali
14

4. Diagnosis
Diagnosis hepatoma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan tambahan seperti rontgen, USG, CT scan,
peritoneoskopi, biopsi hati, dan tes laboratorium. Pada penderitanya
ditemukan peningkatan kadar hemoglobin, kalsium, kolesterol, dan alfa
fetoprotein darah serta peningkatan kadar SGOT, SGPT, fosfatase alkali,
laktat dehidrogenase, dan alfa L-fukosidase (Dalimartha 2004).
5. Penatalaksanaan
Upaya pengobatan dan penyembuhan bisa dilakukan dengan
pembedahan dan kemoterapi. Prognosisnya sangat buruk. Angka bertahan
hidup setelah 5 tahun hanya sekitar 1% (Corwin 2001).

Gizi Kurang Pada Penyakit Hati


Malnutrisi yang biasanya terjadi pada seseorang yang menderita suatu
penyakit yaitu gizi kurang. Faktor resiko terjadinya gizi kurang diantaranya yaitu
asupan makanan yang tidak cukup selama lebih dari 7 hari dan kehilangan berat
badan lebih dari 10% dalam waktu singkat (Dir. Jen. Yan. Medik 1999a).
Secara umum prevalensi malnutrisi pada penderita penyakit hati kronis
meningkat seiring dengan tingkat penyakit yang semakin berat. Akan tetapi,
hubungan antara perubahan status malnutrisi dengan penyebab penyakit tidak
jelas (Italian Multicentre Co-operative Project 1994 & Wilkins et al. 1995, diacu
dalam Morgan & Heaton 2000).
Menurut McCullough & Tabill (1991) diacu dalam Nelson et al. (1994),
beberapa penyebab malnutrisi pada penderita penyakit hati yaitu :
1. Penurunan intake makanan karena menurunnya kualitas dan/atau kuantitas
makanan.
2. Penurunan kemampuan mencerna dan mengabsorpsi makanan.
3. Kebutuhan energi yang meningkat.
4. Sintesis protein yang tidak efisien, pemecahan protein yang semakin cepat,
dan peningkatan oksidasi protein.
15

Kebutuhan dan Konsumsi Zat Gizi


Kebutuhan zat gizi yaitu sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari
konsumsi makanan (Hardinsyah & Martianto 1992). Kebutuhan manusia akan
energi dan zat gizi lainnya sangat barvariasi meskipun faktor-faktor seperti ukuran
badan, jenis kelamin, macam kegiatan, dan faktor lainnya sudah diperhitungkan.
Jumlah zat gizi yang dibutuhkan dapat tergantung pada kualitas makanan karena
efisiensi penyerapan dan pendayagunaan zat gizi oleh tubuh dipengaruhi oleh
komposisi dan keadaan makanan secara keseluruhan (Suhardjo & Kusharto 1992).
Menurut Supariasa et al. (2001), kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan
oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain tingkat metabolisme basal, tingkat
pertumbuhan, aktifitas fisik, dan faktor yang bersifat relatif seperti gangguan
pencernaan, perbedaan daya serap, tingkat penggunaan, serta perbedaan
pengeluaran dan penghancuran zat gizi dalam tubuh.
Manusia mengkonsumsi makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan
yang mengandung zat gizi yang bervariasi baik jenis maupun jumlahnya berguna
untuk energi dalam melakukan kegiatan fisik sehari-hari, memelihara proses
tubuh, serta pertumbuhan dan perkembangan (Suhardjo & Kusharto 1992).
Ada beberapa faktor yang menentukan seseorang dalam memilih
makanannya. Faktor-faktor tersebut yaitu kesenangan dan ketidaksenangan,
kebiasaan, daya beli dan ketersediaan makanan, kepercayaan dan ketahayulan,
aktualisasi diri, faktor agama dan psikologis, serta pertimbangan gizi dan
kesehatan (Hartono 2000).
Konsumsi makanan dalam aspek gizi bertujuan untuk memperoleh sejumlah
zat gizi yang diperlukan tubuh. Tingkat konsumsi seseorang merupakan persen
angka konsumsi energi dan zat gizi yang diperoleh dari survei terhadap angka
kecukupan yang dianjurkan. (Suhardjo et al. 1988). Menurut Supariasa et al.
(2001), survei konsumsi makanan dapat dilakukan dengan berbagai metode
diantaranya metode recall 24 jam dan metode penimbangan makanan (food
weighing method). Prinsip metode recall 24 jam yaitu mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Data yang
diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Oleh karenanya jumlah makanan yang
dikonsumsi individu harus ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukur
16

rumah tangga (URT) seperti sendok, piring, dan lain-lain untuk mendapatkan data
kuantitatif. Menurut Suhardjo (1989), prinsip food weighing method yaitu
mengukur secara langsung berat setiap jenis pangan yang dikonsumsi. Berat
makanan yang dikonsumsi didapatkan dari mengurangi berat makanan sebelum
dimakan dengan berat makanan yang tersisa setelah makan. Tingkat ketelitian
metode ini paling tinggi dibanding metode lainnya dalam hal mengukur konsumsi
pangan secara kuantitatif.

Energi
Energi dalam makanan berbentuk energi kimia yang dapat diubah menjadi
energi dalam bentuk yang lain. Bentuk energi yang berkaitan dengan proses-
proses biologis adalah energi kimia, energi mekanik, energi panas, dan energi
listrik (Budiyanto 2002).
Energi dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan, dan melakukan aktifitas fisik. Energi harus tersedia dalam jumlah
yang cukup agar sintesis protein dapat berlangsung dan penggunaan asam amino
untuk memenuhi kebutuhan energi dapat dicegah (Nelson et al. 1994). Energi
tersebut diperoleh dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak, dan protein yang ada
pada makanan serta alkohol. Setiap gram karbohidrat dan protein menghasilkan
energi sebesar 4 Kal, lemak menghasilkan 9 Kal, dan alkohol menghasilkan 7 Kal.
Metabolisme karbohidrat,protein, lemak, dan alkohol diatur oleh hati (Almatsier
2002). Oleh karena itu, hati dikatakan sebagai sebagai pemegang peran utama
dalam menjaga keseimbangan energi (Morgan & Heaton 2000).
Sumber energi tinggi yaitu bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan
minyak, kacang-kacangan, dan padi-padian. Setelah itu, bahan makanan sumber
karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni (Almatsier 2002).
Kekurangan energi pada orang dewasa bisa menyebabkan penurunan berat
badan dan kerusakan jaringan tubuh. Kelebihan energi juga tidak baik karena
kelebihannya akan diubah menjadi lemak tubuh yang dapat mengakibatkan
kegemukan. Pada akhirnya ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi tubuh yang
merupakan resiko untuk menderita penyakit kronis dan memperpendek harapan
hidup (Almatsier 2002).
17

Protein
Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O,
dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga
mengandung fosfor, belerang, dan unsur logam seperti besi dan tembaga
(Winarno 1997).
Fungsi utama protein bagi tubuh yaitu membentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang sudah ada. Secara garis besar fungsi protein yaitu
sebagai enzim, alat pengangkut dan penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang
mekanis, membangun sel-sel jaringan tubuh, pertahanan tubuh, bahan bakar dan
pemberi tenaga, menjaga asam basa cairan tubuh, membuat protein darah, dan
media perambatan impuls saraf (Nasoetion et al. 1994).
Metabolisme protein yang terganggu bisa menimbulkan komplikasi pada
penyakit hati. Komplikasi tersebut dikenal dengan Hepatic Encephalopathy
(Koma Hepatik). Beberapa hal yang mendorong terjadinya Koma Hepatik yaitu :
1. Akumulasi bermacam-macam racun yang disebabkan oleh melemahnya fungsi
hati. Amonia merupakan penanda racun yang dihubungkan dengan
encephalopathy.
2. Neurotransmiter yang salah. Ini ditandai dengan perubahan komposisi plasma
asam amino dan penurunan rasio asam amino rantai cabang (BCAA) terhadap
asam amino aromatik (AAA).
3. Peningkatan substansi penghambat saraf otak dan serum yang ditandai dengan
peningkatan kadar asam gama-aminobutirik (GABA) dan peningkatan
densitas reseptor GABA otak (Nelson et al. 1994).
Menurut Almatsier (2002), bahan makanan hewani merupakan sumber
protein yang baik dalam jumlah maupun mutu. Contoh sumber protein hewani
yaitu telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati
contohnya kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-
kacangan lain. Padi-padian dan hasil-hasilnya relatif rendah dalam protein tetapi
jika dimakan dalam jumlah besar dapat memberi sumbangan besar terhadap
konsumsi protein sehari.
Kekurangan protein menyebabkan kwashiorkor, marasmus, atau gabungan
keduanya. Ini mengakibatkan kegagalan pertumbuhan ringan sampai suatu
18

sindrom klinis berat yang spesifik. Keadaan tersebut tidak hanya dipengaruhi
oleh intake makanan. Akan tetapi, juga keadaan lingkungan seperti pemukiman,
sanitasi dan higiene, serta infeksi berulang yang ditimbulkannya (Effendi 2002).
Kelebihan protein bisa menyebabkan obesitas karena makanan yang tinggi
protein biasanya tinggi lemak. Selain itu, kelebihan protein menyebabkan
asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan urea darah, dan
demam. Asam amino yang berlebihan akan memberatkan kerja ginjal dan hati
yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen (Almatsier
2002).
Pembatasan konsumsi protein pada penderita penyakit hati dilakukan
apabila pasien mengalami intoleransi protein. Kondisi ini biasanya ditemukan
pada pasien dengan Koma Hepatik. Konsumsi sumber protein selain daging,
seperti sayuran dan produk susu, sangat dianjurkan. Sayuran dan produk susu
mengandung amonia, metionin, dan asam amino aromatik (AAA) yang lebih
rendah serta asam amino rantai cabang (BCAA) yang lebih tinggi dibandingkan
dengan daging (Nelson et al. 1994).

Daya Terima terhadap Makanan


Daya terima (tingkat penerimaan) konsumen yang selanjutnya akan
berpengaruh pada kemampuan mengkonsumsi makanan berhubungan erat dengan
penilaian inderawi terhadap makanan tersebut. Indera yang terlibat yaitu indera
penglihat, pembau, pencecap, dan bahkan indera pendengar. Kualitas makanan
yang dinilai sangat tergantung pada keadaan makanan itu sendiri yang meliputi
faktor rupa (contohnya bentuk dan warna), tekstur, dan citarasa (contohnya bau,
rasa, dan suhu). Ketiga faktor tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi
merupakan sesuatu yang saling berhubungan seperti sebuah lingkaran. Sikap
penilai yang terbentuk dari faktor budaya, agama, lingkungan, kondisi psikis dan
fisiologis juga mempengaruhi penilaian yang diberikan (Nasoetion 1988). Selain
itu, penyajian makan seperti pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun
makanan di tempat saji, dan penghias hidangan juga mempengaruhinya (Moehyi
1997).
19

Berikut adalah beberapa atribut makanan yang dinilai untuk menentukan


daya terima terima terhadap makanan :
1. Bentuk
Bentuk makanan sangat ditentukan oleh komposisi serta kandungan
komponen-komponen makanan seperti air, protein, karbohidrat, lemak, dan
lainnya (Nasoetion 1988). Makanan yang disajikan dalam bentuk tertentu bisa
membuat makanan lebih menarik daripada biasanya. Bentuk makanan yang
disajikan bisa : (a) sesuai bentuk aslinya, (b) menyerupai bentuk asli tetapi
bukan merupakan bahan makanan yang utuh, (c) diperoleh dengan memotong
bahan makanan dengan teknik tertentu, atau (d) dibuat sebagai sajian khusus
(Moehyi 1992).
2. Warna
Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan
dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau
memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya.
Penerimaan warna tergantung pada faktor alam, geografis, dan aspek sosial
masyarakat penerima (Winarno 1997). Warna makanan dipengaruhi oleh
pigmen di dalam pangan itu sendiri, reaksi antara unsur kimia dalam makanan
dengan udara, teknik memasak, serta penambahan zat warna alami atau
sintetik (Nasoetion 1988 & Moehyi 1992).
3. Tekstur
Menurut Nasoetion (1988), tekstur menggambarkan keadaan struktur
makanan. Beberapa hal yang mempengaruhinya yaitu jenis bahan makanan,
cara mengolah makanan, dan kontak makanan dengan udara.
4. Bau
Bau dari hidangan merupakan salah satu unsur yang turut menentukan
kelezatan makanan tersebut. Bau-bauan dapat dikenali bila dalam bentuk uap.
Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak
merupakan empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus
(Nasoetion 1988). Bau makanan yang harum disebut aroma (Depdikbud
1995). Menurut Moehyi (1992), aroma makanan disebabkan oleh adanya
suatu senyawa yang mudah menguap akibat reaksi yang terjadi dengan atau
20

tanpa enzim. Aroma makanan yang timbul bergantung pada jenis


makanannya, cara memasak, atau aroma sintetik yang ditambahkan. Aroma
makanan yang sangat kuat dan mampu merangsang indera pencium dapat
membangkitkan selera.
5. Rasa
Rasa makanan diberikan oleh rempah-rempah sebagai bumbu masakan yang
berinteraksi dengan bahan makanan primer. Rasa makanan dapat dipertinggi
dengan menambahkan bahan penyedap alami maupun sintetis (Moehyi 1992).
Semakin tua usia manusia maka semakin rendah jumlah kuncup perasanya.
Oleh karena itu, indera pencecap seringkali dibantu indera pencium, penglihat,
serta peraba untuk mengenali rasa (Nasoetion 1988).
6. Suhu
Suhu mampengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap
rangsangan rasa. Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh di
bawah 200C atau di atas 300C (Winarno 1997). Makanan yang dapat
memancarkan aroma sedap sebaiknya dihidangkan dalam keadaan panas
sedangkan makanan yang harus dihidangkan dalam keadaan dingin sebaiknya
dihidangkan dalam keadaan dingin (Moehyi 1992). Makanan yang panas akan
membakar lidah dan merusak kepekaan kuncup cecapan. Akan tetapi, sel
cecapan yang telah rusak akan diganti dengan sel yang baru dalam beberapa
hari kemudian. Makanan yang dingin dapat membius kuncup cecapan
sehingga tidak peka lagi (Winarno 1997).
7. Kebersihan Alat Makan
Menurut hasil penelitian Faizal (1991) diacu dalam Noras (2000), alat yang
digunakan dalam penyajian makanan berpengaruh terhadapa sisa makanan.
Apabila alat yang digunakan bersih maka makanan yang diberikan akan habis
dimakan. Menurut Yuliati (2001), kebersihan peralatan makan dijaga dengan
melakukan pencucian yang baik. Indikasi kebersihan makanan secara fisik
dapat diketahui dengan tidak adanya kotoran/noda dan tidak berbau (amis,
tengik, atau bau makanan).
Daya terima terhadap makanan dapat diketahui dengan melakukan Uji
Penerimaan. Salah satu jenis Uji Penerimaan yaitu Uji Hedonik Skala Verbal.
21

Seseorang yang melakukan Uji Hedonik Skala Verbal mengemukakan tanggapan


pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap sifat sensorik atau
kualitas makanan yang dinilai (Soekarto 1984, diacu dalam Hardinsyah et al.
1988).

Pelayanan Gizi Rumah Sakit


Rumah sakit merupakan suatu tempat yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang meliputi kuratif, rehabilitatif, preventif, dan promotif melalui
pelayanan medis, rawat inap, dan administratif secara rawat jalan, rawat darurat
dan rawat tinggal (Soeprapto 1985). Fungsi utamanya adalah menyediakan dan
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan
pasien. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.983/SK/MENKES/XI/92,
rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat (Djojodibroto 1997).
Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang diberikan rumah
sakit bagi penderita yang dirawat dan yang berobat jalan untuk memperoleh
makanan yang sesuai guna mencapai syarat gizi yang maksimal. Kegiatan
pokoknya yaitu produksi/pengolahan makanan, pelayanan gizi di ruang
perawatan; penyuluhan, konsultasi dan rujukan gizi; serta penelitian dan
pengembangan gizi terapan (Uripi 1993). Menurut SK Menkes RI No.
983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah
Sakit Umum, kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit dilaksanakan oleh unit gizi
yang disebut Instalasi Gizi (Almatsier 1992).
Menurut Moehyi (1986), pelayanan gizi di rumah sakit menduduki tempat
yang sama penting dengan pelayanan lain seperti pelayanan pengobatan,
perawatan medis, dan sebagainya yang diberikan untuk penyembuhan penyakit.
Pelayanan dalam bentuk yang paling umum yaitu penyelenggaraan makanan bagi
penderita yang dirawat. Pengelolaan penyelenggaraan makanan di rumah sakit
bertujuan supaya penderita yang dirawat memperoleh makanan yang sesuai
dengan kebutuhan gizinya sehingga dapat mempercepat penyembuhan penyakit,
memperpendek hari perawatan, dan biaya yang disediakan untuk penyelenggaraan
22

makan orang sakit dapat digunakan dengan tepat sehingga diperoleh daya guna
dan hasil guna yang maksimal.
Aspek pokok dalam pengelolaan penyelenggaraan makanan yaitu aspek
teknis dan aspek administratif. Aspek teknis meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pembagian tugas dan tanggung jawab, dan mekanisme kerja
pelayanan makanan. Aspek administratif mencakup perencanaan keuangan,
pengelolaan keuangan, barang, serta laporan dan evaluasi (Moehji 1986).
Menurut Moehyi (1997), dalam upaya penyembuhan penyakit makanan
dapat berfungsi sebagai :
1. Salah satu bentuk terapi/pengobatan. Misalnya pengaturan diet pada penderita
obesitas yang merupakan upaya primer dalam penyembuhan penyakit tersebut.
2. Penunjang pengobatan. Misalnya pemberian makanan dibarengi dengan
pemberian suntikan insulin pada penderita diabetes melitus agar kadar gula
dalam darah penderita tetap dalam batas normal.
3. Penunjang tindakan medis. Misalnya pemberian Makanan Cair bagi penderita
penyakit saluran pencernaan yang baru selesai dioperasi.
Beberapa hal yang dijadikan dasar dalam penentuan diet bagi orang sakit yaitu :
1. Diet yang diberikan sebisa mungkin dapat memenuhi kebutuhan berbagai zat
gizi esensial orang sakit dengan mempertimbangkan aktifitasnya sehari-hari
dan latihan yang diberikan kepadanya.
2. Diet Khusus diberikan dengan indikasi yang kuat dan sangat diperlukan serta
harus segera diubah ke Diet Biasa jika tidak diperlukan untuk jangka waktu
yang sangat lama. Diet Khusus ini harus berpola pada Makanan Biasa dan
fleksibel dengan kondisi pasien.
3. Jenis bahan makanan/makanan yang disajikan harus dapat diterima orang sakit
serta sebaiknya alami, mudah didapat, mudah diolah, dan lazim digunakan.
4. Makanan diberikan lewat mulut sepanjang orang sakit dapat makan melalui
mulut.
5. Penderita dan keluarganya harus mendapat penjelasan tentang tujuan dan
manfaat diet yang diberikan.
23

Menurut Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002), standar makanan rumah sakit
yaitu Makanan Biasa, Makanan Lunak, Makanan Saring, dan Makanan Cair.
1. Makanan Biasa (MB)
Makanan ini diberikan kepada penderita yang tidak memerlukan makanan
khusus yang berhubungan dengan penyakitnya. Makanan tersebut cukup
energi, protein, dan zat gizi lainya. Makanan yang merangsang atau yang
dapat menimbulkan gangguan pencernaan tidak boleh diberikan. Makanan
yang merangsang contohnya makanan yang sangat berlemak, terlalu manis
atau berbumbu, serta minuman yang beralkohol.
2. Makanan Lunak (ML)
Makanan ini diberikan pada penderita sesudah operasi tertentu atau penderita
penyakit infeksi dengan kenaikan suhu badan tidak terlalu tinggi. Menurut
keadaan penyakit, Makanan Lunak merupakan perpindahan dari Makanan
Saring ke Makanan Biasa. Makanan tersebut mudah dicerna, rendah serat,
dan tidak mengandung bumbu yang merangsang. Kandungan energi, protein,
dan zat gizi lainnya cukup. Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan
pada Makanan Lunak dapat dilihat pada Lampiran 1.
3. Makanan Saring (MS)
Makanan Saring diberikan kepada penderita sesudah mengalami operasi
tertentu, pada infeksi akut, termasuk infeksi saluran pencernaan seperti gastro
enteritis, dan pada kesukaran menelan. Menurut keadaan penyakit, makanan
ini diberikan langsung kepada penderita atau merupakan perpindahan dari
Makanan Cair ke Makanan Lunak. Makanan Saring tidak memenuhi
kebutuhan gizi, terutama energi dan thiamin, sehingga jangka waktu
pemberiannya pendek. Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada
Makanan Saring dapat dilihat pada Lampiran 2.
4. Makanan Cair (MC)
Makanan Cair diberikan pada penderita sebelum dan sesudah operasi tertentu,
dalam keadaan mual dan muntah, kesadaran menurun, suhu badan sangat
tinggi atau infeksi akut. Makanan Cair berupa cairan jernih yang tidak
merangsang dan tidak meninggalkan sisa. Makanan yang boleh diberikan
yaitu teh, kopi, kaldu jernih, air bubur kacang hijau, sari buah, sirup, dan gula
24

pasir. Jangka waktu pemberiannya dibatasi selama 1-2 hari saja karena nilai
gizinya sangat rendah.

Diet Pada Penyakit Hati


Tujuan diet pada penyakit hati yaitu untuk memberikan makanan
secukupnya guna mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaan
hati. Syarat diet pada penyakit hati yaitu :
1. Energi tinggi, karbohidrat tinggi, lemak sedang, dan protein disesuaikan
dengan keadaan klinik penderita. Diet diberikan secara berangsur disesuaikan
dengan nafsu makan dan toleransi penderita terhadap protein.
2. Cukup mineral dan vitamin.
3. Garam rendah bila ada retensi garam atau air.
4. Mudah dicerna dan tidak merangsang.
5. Bahan makanan yang menimbulkan gas dihindarkan.
Bahan makanan yang tidak boleh diberikan yaitu semua makanan dan daging
yang banyak mengandung lemak seperti daging kambing dan daging babi. Selain
itu, juga bahan makanan yang menimbulkan gas seperti ubi, kacang merah, kol,
sawi, lobak, ketimun, durian, dan nangka (Bagian Gizi RSCM & Persagi 2002).
Semua bahan harus dimasak dengan cara direbus, dikukus, atau dipanggang.
Jenis makanan yang digoreng atau bertekstur keras harus dihindari (Uripi 2001).
Berikut adalah macam diet pada Penyakit Hati dan indikasi pemberiannya
menurut Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002) :
1. Diet Hati I (DH I)
Diet tersebut diberikan kepada penderita sirosis hati berat dan hepatitis
infeksiosa akut dalam keadaan prekoma atau segera sesudah penderita dapat
makan kembali. Pemberian sumber protein sedapat mungkin dihindarkan.
Makanan berupa cairan yang mengandung karbohidrat sederhana seperti sari
buah, sirup, dan teh manis. Cairan diperlukan kurang lebih 2 liter sehari bila
tidak ada asites. Bila ada asites dan diuresa belum sempurna pemberian cairan
maksimum 1 liter sehari. Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, besi,
dan thiamin. Pemberiannya tidak lebih dari 3 hari. Infus glukosa dapat
diberikan untuk menambah energi.
25

2. Diet Hati II (DH II)


Diet ini diberikan bila keadaan akut atau prekoma sudah dapat diatasi dan
penderita sudah mulai mempunyai nafsu makan. Makanan diberikan dalam
bentuk cincang atau lunak menurut keadaan penderita. Protein dibatasi (30 g
sehari) dan lemak diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Makanan ini
rendah energi, kalsium, besi, dan thiamin. Sebaiknya diberikan selama
beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam/air, makanan diberikan
sebagai Diet Hati II Rendah Garam. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda
diuresa belum baik maka diberikan Diet Rendah Garam I (DRG I).
3. Diet Hati III (DH III)
Diet tersebut diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau
pada penderita yang nafsu makannya cukup. Makanan diberikan dalam
bentuk lunak atau biasa menurut keadaan penderita. Protein diberikan 1 g/kg
berat badan dan lemak sedang dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan
ini cukup mengandung energi, besi, vitamin A dan C, tetapi kurang kalsium
dan thiamin. Menurut beratnya retensi garam/air, makanan diberikan sebagai
Diet Hati III Rendah Garam. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresa
belum baik maka diberikan Diet Rendah Garam I (DRG I).
4. Diet Hati IV (DH IV)
Diet ini diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati III atau kepada
penderita hepatitis infeksiosa dan sirosis hati yang nafsu makannya baik, dapat
menerima protein dan tidak menunjukkan gejala sirosis hati aktif. Makanan
diberikan dalam bentuk lunak atau biasa menurut kesanggupan penderita.
Makanan ini tinggi energi, protein, lemak, karbohidrat, dan cukup vitamin
serta mineral. Menurut beratnya retensi garam/air, makanan diberikan sebagai
Diet Hati IV Rendah Garam. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresa
belum baik maka diberikan Diet Rendah Garam I (DRG I).

Diet Rendah Garam


Menurut Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002), Diet Rendah Garam
bertujuan membantu menghilangkan retensi garam/air dalam jaringan tubuh serta
menurunkan tekanan darah pada hipertensi.
26

Syarat dietnya yaitu :


1. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin
2. Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit
3. Jumlah natrium yang diperbolehkan disesuaikan dengan berat tidaknya retensi
garam/air dan/atau hipertensi.
Diet Rendah Garam terbagi menjadi :
1. Diet Rendah Garam I (DRG I)
Kadar natrium dalam makanan sehari yaitu 200-400 mg. Saat memasak tidak
ditambahkan garam dapur dan bahan makanan tinggi natrium dihindarkan.
Makanan ini untuk penderita dengan edema, asites dan/atau hipertensi berat.
2. Diet Rendah Garam II (DRG II)
Kadar natrium dalam makanan sehari yaitu 600-800 mg. Saat memasak boleh
ditambah sendok teh garam dapur (1 g) dan bahan makanan tinggi natrium
dihindarkan. Makanan ini untuk penderita dengan edema, asites, dan/atau
hipertensi tidak terlalu berat.
3. Diet Rendah Garam III (DRG III)
Kadar natrium dalam makanan sehari 1000-1200 mg. Saat memasak boleh
ditambah sendok teh garam dapur (2 g). Makanan ini untuk penderita
dengan edema dan/atau hipertensi ringan.
Diet Rendah Garam membatasi konsumsi garam dapur dan bahan makanan yang
mengandung natrium tinggi. Makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi
dapat dilihat pada Lampiran 3. Bumbu-bumbu yang tidak mengandung natrium
dapat digunakan untuk mempertinggi rasa makanan. Bumbu-bumbu tersebut
seperti gula, cuka, bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, laos, salam, dan
sebagainya. Makanan yang dikukus, ditumis, digoreng, atau dipanggang lebih
enak daripada yang direbus.

Pemberian Dukungan Gizi


Menurut Dir. Jen. Yan. Medik (1999a), pemberian dukungan gizi bagi
pasien rawat inap dapat berupa gizi enteral (melalui gastrointestinal) dan gizi
parenteral (melalui vena). Dukungan gizi ini diberikan apabila asupan zat gizi
pasien dengan makanan padat tidak dapat memenuhi kebutuhan.
27

1. Gizi Enteral
Pemberian gizi enteral bertujuan untuk mencukupi kebutuhan gizi
keseluruhan (terapetik) pada pasien yang tidak dapat makan sama sekali dan
sebagai tambahan (suplementasi) pada pasien yang mampu makan dan minum
tetapi tidak mencukupi kebutuhannya. Indikasi pemberiannya yaitu adanya
gangguan mekanin (kesadaran terganggu), gangguan menelan, koma, stroke,
kekacauan sistem saraf pusat, dan selera makan yang buruk. Gizi enetaral
dapat diberikan melalui mulut (oral), pipa (sonde), dan enterostomi
(esofagustomi, jejunostomi).
Makanan enteral terdiri dari formula rumah sakit dan formula komersial.
Formula rumah sakit dibuat oleh rumah sakit dari berbagai bahan makanan
yang dihaluskan. Konsistensi, kandungan zat gizi, dan osmolaritas formula
rumah sakit berubah-ubah pada saat pembuatannya. Formula komersial
merupakan formula yang sudah siap digunakan dan tersedia di pasaran.
Pemilihan formula yang digunakan bergantung pada kebutuhan zat gizi
pasien, kebutuhan cairan, fungsi gastrointestinal, restriksi zat gizi (energi,
protein, lemak, mineral), dan kebutuhan tambahan (ekstra).
Pemberian gizi enteral memiliki kelebihan dibadingkan dengan gizi
parenteral. Keuntungan tersebut yaitu bersifat fisiologis, lebih efektif,
komplikasi kurang, energi tinggi mudah dicapai, teknik pemasangannya
mudah, dan biayanya murah.
2. Gizi Parenteral
Menurut Hartono (2000), gizi parenteral bisa diberikan melalui vena
perifer atau vena sentral kepada pasien yang beresiko malnutrisi tetapi tidak
mampu dan/atau tidak boleh mendapatkan zat gizi lewat saluran cerna. Gizi
parenteral disebut gizi parenteral total jika seluruh kebutuhan zat gizi pasien
diberikan lewat vena dan disebut gizi parenteral parsial jika hanya sebagain
kebutuhan zat gizi saja yang diberikan lewat vena.
Pemberian gizi parenteral dapat dilakukan sebagai terapi gizi primer dan
terapi gizi suplemental/suportif. Gizi parenteral sebagai terapi gizi primer
diberikan pada pasien yang tidak mampu mempertahankan, mencerna atau
menyerap makanan, seperti pada kasus bedah dan interne. Gizi parenteral
28

sebagai terapi gizi suplemental/suportif diberikan pada pasien yang bisa


makan atau mendapat gizi enteral tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan
gizinya. Kondisi ini biasanya ditemui pada pasien prabedah, pascabedah,
trauma, penderita kanker, malnutrisi protein atau energi protein, dan
penolakan atau ketidakmampuan makan. Nutrisi parenteral tidak boleh
diberikan pada pasien dengan krisis hemodinamik atau kegagalan pernafasan
yang membutuhkan bantuan respirator.
KERANGKA PEMIKIRAN

Salah satu bentuk pelayanan gizi rumah sakit bagi penderita penyakit hati
rawat inap yaitu pemberian makanan dalam bentuk Diet Hati. Konsumsi Diet
Hati dipengaruhi oleh ketersediaan Diet Hati, daya terima terhadap Diet Hati,
lama perawatan dan selera makan. Ketersediaan Diet Hati didasarkan pada
kebutuhan energi dan protein pasien dengan mempertimbangkan karakteristik
pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, jenis penyakit hati). Daya
terima terhadap Diet Hati merupakan penilaian pasien terhadap atribut makanan
seperti bentuk, warna, tekstur, bau, rasa, suhu, dan kebersihan alat makan.
Konsumsi energi dan protein merupakan dua hal yang mendapat perhatian
khusus pada penderita penyakit hati. Konsumsi energi dan protein penderita
penyakit hati rawat inap didapatkan dari Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus.
Pada akhirnya, konsumsi energi dan protein akan mempengaruhi status gizi
pasien setelah perawatan. Bagan kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada
Gambar 1.
30

Umur, Jenis Kelamin, Berat Badan, Status malnutrisi, tingkat


Tinggi Badan, Jenis Penyakit Hati pendidikan, pekerjaan

Kebutuhan Energi dan Protein Pasien

Ketersediaan Energi dan Protein Diet Hati

Lama Perawatan Daya Terima terhadap Diet Hati


Konsumsi Diet Hati (bentuk, warna, tekstur, bau, rasa,
suhu, kebersihan alat makan)
Selera Makan

Cairan Infus Konsumsi Energi dan Protein Konsumsi Makanan Luar

Status Gizi Setelah Perawatan

Keterangan :

: Variabel yang Diteliti

: Variabel yang Tidak Diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian


METODE

Disain, Tempat, dan Waktu


Penelitian ini merupakan penelitian survei karena contoh diambil dari satu
populasi dan datanya dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner (Singarimbun
1995). Disain penelitiannya yaitu cross sectional study. Data hanya diambil pada
suatu periode tertentu dan setiap contoh hanya diamati satu kali selama penelitian
(Budiarto 2003).
Penelitian dilakukan di Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo (Perjan
RSCM), Jakarta. Lokasi ini dipilih secara purposive sampling dengan
pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan
(Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/FKUI) dan rumah sakit rujukan
nasional kelas A (Dir. Jen. Yan. Medik 1999b). Oleh karena itu, Perjan RSCM
dapat memberikan kesempatan kepada penulis dalam menggunakannya sebagai
tempat penelitian. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari Agustus
hingga November 2004.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh


Contoh penelitian adalah penderita penyakit hati rawat inap di Bagian
Penyakit Dalam kelas III (Instalasi Rawat Inap B/IRNA B) Perjan RSCM, Jakarta
pada saat penelitian dilakukan. Contoh ditentukan secara purposive sampling
dengan kriteria sebagai berikut :

1. Penderita penyakit hati di Bagian Penyakit Dalam kelas III (IRNA B).
2. Berusia 17 tahun ke atas untuk mempermudah komunikasi dan dapat menilai
makanan yang disajikan secara rasional.
3. Telah dirawat minimal dua hari sehingga sudah mengalami penyesuaian
terhadap makanan rumah sakit.
4. Mendapatkan Diet Hati atau Diet Hati Rendah Garam secara oral.
5. Tidak sedang berpuasa.
6. Kesadaran baik dan bisa diajak komunikasi sehingga data yang didapatkan
rasional.
7. Bersedia diwawancara.
32

Selama penelitian berlangsung ada 904 pasien penderita penyakit dalam di


IRNA B kelas 3 dengan 72 pasien menderita penyakit hati berdasarkan diagnosis
dokter. Pasien yang memenuhi kriteria penarikan contoh sebanyak 30 orang.
Selanjutnya 30 orang pasien tersebut diwawancara dan dilihat konsumsi energi
dan proteinnya selama tiga hari berturut-turut. Sebanyak 20 pasien dengan data
lengkap dijadikan sebagai contoh penelitian. Penjelasan lebih lanjut mengenai
cara penarikan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
Pasien Rawat Inap di IRNA B RSCM

Pasien di Bagian Penyakit Dalam kelas III


904 orang

Pasien penderita penyakit hati berdasarkan diagnosa dokter


(hepatitis, sirosis hati, abses hati, hepatoma)
72 orang

Purposive sampling sesuai kriteria

30 orang

Wawancara dan penimbangan makanan (3 hari)

Data tidak lengkap Data lengkap


10 orang 20 orang

Contoh penelitian

Gambar 2 Cara penarikan contoh


33

Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi :
1. Karakteristik contoh (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, jenis
penyakit hati, status malnutrisi, tingkat pendidikan, pekerjaan).
2. Lama perawatan contoh.
3. Kebutuhan energi dan protein contoh.
4. Ketersediaan Diet Hati (jenis Diet Hati dan ketersediaan energi-protein Diet
Hati).
5. Konsumsi energi dan protein contoh (konsumsi energi-protein dari Diet
Hati, makanan luar, dan cairan infus).
6. Daya terima terhadap Diet Hati.
Data karakteristik contoh dan daya terima contoh terhadap Diet Hati
diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data berat badan
dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale. Data tinggi
badan dikumpulkan dengan pengukuran menggunakan microtoise bagi pasien
yang bisa berdiri atau menggunakan pengukuran tinggi lutut bagi pasien yang
tidak bisa berdiri. Data jenis penyakit hati, kadar serum albumin, dan lama
perawatan diperoleh dari rekam medis. Data kebutuhan energi dan protein contoh
ditentukan melalui perhitungan menggunakan rumus dengan mengacu pada data
karakteristik contoh. Data jenis Diet Hati yang diterima contoh diketahui dari
buku makanan IRNA B Bagian Penyakit Dalam kelas 3. Data ketersediaan Diet
Hati contoh (dalam satuan gram) untuk makan pagi, siang, dan selingan I
dikumpulkan dengan penimbangan makanan dari Unit Produksi Makanan (UPM)
sebelum dikonsumsi contoh sedangkan makan sore dan selingan II merujuk pada
standar porsi bahan makanan UPM karena tidak dilakukan penimbangan
makanan. Data konsumsi Diet Hati (dalam satuan gram) untuk makan pagi, siang,
dan selingan I dikumpulkan dengan food weighing method sedangkan makan sore,
selingan II, dan makanan luar dengan recall method. Data konsumsi infus diambil
dari rekam medis. Data ketersediaan Diet Hati serta data konsumsi Diet Hati,
konsumsi makanan luar, dan konsumsi cairan infus diambil selama tiga hari
berturut-turut.
34

Data sekunder yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi:


1. Gambaran umum Perjan RSCM (sejarah, lokasi, klasifikasi, visi dan misi,
maksud dan tujuan, fungsi, kegiatan, pelayanan kesehatan, tenaga kerja, dan
struktur organisasi)
2. Gambaran umum IRNA B Perjan RSCM
3. Gambaran umum UPM Perjan RSCM (struktur organisasi, tugas pokok dan
fungsi, tenaga kerja, jam kerja, penyelenggaraan makan, dan pengawasan)
Data sekunder didapatkan melalui wawancara dengan staf Perjan RSCM dan
membaca dokumen/laporan Perjan RSCM. Selain itu, dilakukan juga pengamatan
langsung selama penelitian untuk melengkapi data gambaran umum Perjan
RSCM, IRNA B, dan UPM.
Tabel 1 Data yang dikumpulkan dan cara memperoleh
Data Jenis Data Cara Pengumpulan Alat
Karakteristik Primer Wawancara, Kuesioner, timbangan
contoh penimbangan, kamar mandi, microtoise,
pengukuran, rekam alat pengukur tinggi lutut
medis
Lama perawatan Primer Rekam medis Kuesioner
contoh
Kebutuhan energi Primer Perhitungan Program komputer
dan protein contoh menggunakan rumus Microsoft Excell
Ketersediaan Diet Primer Buku makanan IRNA Kuesioner, timbangan
Hati contoh B Bagian Penyakit makanan digital Tanita
Dalam kelas III, food
weighing, standar
porsi bahan makanan
UPM
Konsumsi energi Primer Food weighing, recall, Kuesioner, timbangan
dan protein rekam medis makanan digital Tanita,
food model
Daya terima Primer Wawancara Kuesioner
terhadap Diet Hati
Gambaran umum Sekunder Wawancara, Kuesioner
Perjan RSCM dokumen/laporan
Gambaran umum Sekunder Pengamatan langsung Kuesioner
IRNA B Perjan
RSCM
Gambaran umum Sekunder Wawancara, Kuesioner
UPM Perjan dokumen/laporan,
RSCM pengamatan langsung
35

Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan Data
Karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi
badan, jenis penyakit hati, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status malnutrisi.
Data jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, dan jenis penyakit hati
digunakan untuk menghitung kebutuhan energi dan protein contoh. Jenis kelamin
dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Umur dikelompokkan menjadi
dewasa awal (18-40 tahun), dewasa menengah (40-65 tahun), dan dewasa akhir
(>65 tahun) (Papalia & Olds 1986). Menurut Chumlea et al. (1984) diacu dalam
Gibson (1993) tinggi badan pasien yang tidak dapat berdiri ditentukan dengan
memasukkan hasil pengukuran tinggi lutut ke dalam rumus sebagai berikut :
Tinggi badan laki-laki
= [2.02 x tinggi lutut (cm)] - [0.04 x umur (tahun)] + 64.19
Tinggi badan perempuan
= [1.83 x tinggi lutut (cm)] - [0.24 x umur (tahun)] + 84.88
Jenis penyakit hati dikelompokkan menjadi hepatitis, sirosis hati, dan hepatoma.
Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi tamat SD/sederajat, tidak tamat
SD/sederajat, tamat SMP/sederajat, tidak tamat SMP/sederajat, tamat
SMA/sederajat, tidak tamat SMA/sederajat, D3, dan S1. Pekerjaan
dikelompokkan menjadi buruh, petani, wiraswasta, karyawan swasta, PNS,
pensiunan, dan ibu rumah tangga. Status malnutrisi dikategorikan menurut Funk
& Ayton (1995) diacu dalam Stump (1997) berdasarkan berat badan (kg) dan
kadar serum albumin (g/l) seperti terlihat pada Tabel 2. Data lama perawatan
dibedakan menjadi tiga yaitu <5 hari, 5-10 hari, dan >10 hari.
Tabel 2 Pengkategorian status malnutrisi berdasarkan persentase berat badan
aktual terhadap berat badan ideal (%) dan kadar serum albumin (g/l)
Serum Persentase Berat Badan Aktual terhadap Berat Badan Ideal (%)
Albumin (g/l)
< 60 60-75 76-90 > 90
< 25 Malnutrisi energi- Malnutrisi energi- Malnutrisi sedang Malnutrisi protein
protein berat protein berat (kwashiorkor)
25-30 Malnutrisi energi- Malnutrisi sedang Malnutrisi sedang Malnutrisi protein
protein berat (kwashiorkor)
31-35 Malnutrisi sedang Malnutrisi sedang Malnutrisi ringan Malnutrisi ringan
> 35 Malnutrisi energi Malnutrisi energi Malnutrisi ringan Tidak malnutrisi
(marasmus) (marasmus)
Sumber : Funk & Ayton (1995) diacu dalam Stump (1997)
36

Menurut Sutardjo (2004), kebutuhan energi contoh dihitung berdasarkan


rumus sebagai berikut :
Kebutuhan Energi = AMB x Faktor Aktifitas x Faktor Trauma/Stres
AMB (Angka Metabolisme Basal) dihitung menggunakan Rumus Harris Benedict
yaitu:
a. AMB laki-laki = 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) (6,8 x U)
b. AMB permpuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 x U)
Keterangan :
BB = Berat Badan Ideal (kg)
BBI ditentukan menggunakan Rumus Brocca yaitu :
BBI = [Tinggi Badan (cm) - 100] 10% [Tinggi Badan (cm) - 100]
TB = Tinggi Badan (cm)
U = Umur (tahun)
Faktor aktifitas dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Istirahat di tempat tidur = 1,2
b. Tidak terikat di tempat tidur = 1,3
Faktor taruma/stres dibedakan menjadi :
a. Tidak ada stress, pasien dalam keadaan gizi baik = 1,3
b. Stres ringan = 1,4
c. Stres sedang = 1,5
d. Stres berat = 1,6
e. Stres sangat berat = 1,7
f. Luka bakar sangat berat = 2,1
Pada penelitian ini faktor trauma/stress yang digunakan berdasarkan kondisi klinis
pasien yaitu :
a. Hepatitis akut = 1,4
b. Sirosis hati = 1,5
c. Hepatoma = 1,5
Kebutuhan protein penderita penyakit hati didasarkan pada kondisi
klinisnya. Menurut European Society for Parenteral and Enteral Nutrition
(ESPEN) (1997) diacu dalam Morgan & Heaton (2000) penderita hepatitis virus
berat dan gagal hati fulminant membutuhkan protein 1,21,5 gram/kg BB/hari,
penderita sirosis kompensasi membutuhkan 11,2 gram/kg BB/hari, dan penderita
sirosis dekompensasi membutuhkan 1,5 gram/kg BB/hari. Penderita hepatoma
37

yang merupakan salah satu jenis penyakit kanker membutuhkan 1 1,5 gram
protein/kg BB/hari (Sri 2004).
Pada penelitian ini kebutuhan protein contoh berdasarkan pada kondisi klinisnya
adalah sebagai berikut:
Hepatitis virus berat = 1,2 gram/kg BB/hari
Sirosis kompensasi = 1 gram/kg BB/hari
Sirosis dekompensasi = 1,5 gram/kg BB/hari
Hepatoma = 1 gram/kg BB/hari
Ketersediaan Diet Hati dari hasil penimbangan makanan sebelum
dikonsumsi contoh (pagi, siang, selingan I) dan standar porsi bahan makanan
(sore, selingan II) dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein. Konversi
tersebut dilakukan dengan menggunakan Program komputer Nutrsoft dari
Puslitbang Gizi.
Konsumsi Diet Hati pada makan pagi, siang, dan selingan I dihitung dari
berat makanan rumah sakit sebelum dikonsumsi dikurangi dengan berat makanan
sisa. Konsumsi Diet Hati pada makan sore dan selingan II serta konsumsi
makanan luar dihitung dari hasil recall. Konsumsi Diet Hati dan makanan luar
(dalam satuan gram) dikonversikan ke dalam bentuk energi dan protein
menggunakan Program komputer Nutrsoft dari Puslitbang Gizi.
Konsumsi energi dan protein dari cairan infus dihitung menurut Pedoman
Cairan Infus yang dikeluarkan PT Otsuka Indonesia (2003). Dextrose 5%
mengandung energi 200 Kkal/l. KAEN 3B mengandung energi 108 Kkal/l.
Triofusin 500 mengandung energi 500 Kkal/l. Trofusin E 1000 mengandung
energi 1000 Kkal/l. Albumin 20% mengandung protein 200 g/l. Asering dan
NaCl 0,9%, tidak mengandung energi dan protein.
Tingkat ketersediaan energi-protein terhadap kebutuhan energi-protein
dihitung dengan membandingkan kandungan energi-protein Diet Hati sebelum
dikonsumsi contoh dengan kebutuhan energi-protein contoh. Penilaiannya
dikategorikan menjadi (1) defisit: jika <90% angka kebutuhan, (2) normal: jika
90-119% angka kebutuhan, dan (3) di atas kebutuhan: jika 120% angka
kebutuhan (Dir. BGM 1996).
38

Tingkat konsumsi energi-protein terhadap ketersediaan energi-protein


diperoleh dengan menghitung perbandingan antara konsumsi energi-protein dari
Diet Hati dengan kandungan energi-protein Diet Hati sebelum dikonsumsi contoh.
Penilaiannya dikategorikan menjadi (1) defisit tingkat berat: jika <70% angka
ketersediaan, (2) defisit tingkat sedang: jika 70-79% angka ketersediaan,
(3) defisit tingkat ringan: jika 80-89% angka ketersediaan, dan (4) normal: jika
90-100% angka ketersediaan (Dir. BGM 1996).
Tingkat konsumsi energi-protein terhadap kebutuhan energi-protein dihitung
dengan membandingkan antara jumlah konsumsi energi-protein contoh dari Diet
Hati, makanan luar, dan cairan infus yang didapatkan contoh dengan kebutuhan
energi-protein contoh. Penilaiannya dikategorikan menjadi (1) defisit tingkat
berat: jika <70% angka kebutuhan, (2) defisit tingkat sedang: jika 70-79% angka
kebutuhan, (3) defisit tingkat ringan: jika 80-89% angka kebutuhan, (4) normal:
jika 90-1i9% angka kebutuhan, dan (5) di atas kebutuhan: jika 120% angka
kebutuhan (Dir. BGM 1996).
Daya terima contoh terhadap Diet Hati diuji dengan Uji Hedonik Skala
Verbal dengan menanyakan penilaian inderawi contoh terhadap tujuh atribut
makanan pada waktu makan pagi dan siang selama tiga hari berturut-turut.
Atribut makanan tersebut yaitu bentuk, warna, tekstur, bau, rasa, suhu, dan
kebersihan alat makan. Setiap jawaban pertanyaan mendapatkan skor (1) jika
menjawab tidak suka, (2) jika menjawab kurang suka, dan (3) jika menjawab
suka. Total skor yang diperoleh selama tiga hari (tiap waktu makan pagi dan
siang) berkisar antara 21-63. Total skor dikonversikan sehingga berada pada
rentang 0 sampai 100% berdasarkan rumus sebagai berikut:
(skor contoh skor minimal)
y = x 100%
(skor maksimal skor minimal)
Penilaian daya terima dibagi menjadi tiga kategori yaitu (1) rendah: jika y < 60%,
(2) sedang: jika 60% y < 80% , dan (3) tinggi: jikay 80%.

Analisis Data
Semua data yang didapatkan diolah dan dianalisis secara deskriptif
(persentase, rata-rata, nilai maksimum, dan nilai minimum). Analisis data
dilakukan dengan program komputer Microsoft Excell.
39

Tabel 3 Peubah dan kategori peubah


Peubah Kategori Peubah
Jenis kelamin a. Laki-laki
b. Perempuan
Umur a. Dewasa awal (18-40 tahun)
(Papalia & Olds 1986) b. Dewasa menengah (40-65 tahun)
c. Dewasa akhir (>65 tahun)
Jenis penyakit hati a. Hepatitis
b. Sirosis hati
c. Hepatoma
Tingkat pendidikan a. Tidak tamat SD/sederajat e. Tidak tamat SMA/sederajat
b. Tamat SD/sederajat f. Tamat SMA/sederajat
c. Tidak tamat SMP/sederajat g. D3
d. Tamat SMP/sederajat h. S1
Pekerjaan a. Buruh e. PNS
b. Petani f. Pensiunan
c. Wiraswasta g. Ibu Rumah Tangga
d. Karyawan swasta
Status malnutrisi a. Malnutrisi energi-protein berat
b. Malnutrisi sedang
c. Malnuitrisi energi (marasmus)
d. Malnutrisi ringan
e. Malnutrisi protein (kwashiorkor)
f. Tidak malnutrisi
Lama perawatan a. < 5 hari
b. 5-10 hari
c. >10 hari
Jenis Diet Hati a. Diet Hati I Cair
b. Diet Hati II Saring
c. Diet Hati III Lunak
d. Diet Hati III Biasa
e. Diet Hati Rendah Garam III Lunak
f. Diet Hati Rendah GaramIII Biasa
Konsumsi makanan a. Ya
luar b. Tidak
Jenis cairan infus a. Asering
b. Dextrose 5%
c. KAEN 3B
d. NaCl 0,9%
e. NaCl 0,9%+Dextrose 5%
f. NaCl 0,9%+Albumin 20%
g. NaCl 0,9%+Triofusin 500
h. NaCl 0,9%+Dextrose 5%+KAEN 3B+Triofusin E 1000
i. Tidak pakai infus
40

Tabel 3 (lanjutan)
Peubah Kategori Peubah
Tingkat ketersediaan energi dan protein a. Defisit (<90% angka kebutuhan)
terhadap kebutuhan energi dan protein b. Normal (90-119% angka kebutuhan)
(Dir. BGM 1996) c. Di atas kebutuhan (120% angka kebutuhan)
Tingkat konsumsi energi dan protein a. Defisit tingkat berat (<70% angka ketersediaan)
terhadap ketersediaan energi dan protein b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka
(Dir. BGM 1996) ketersediaan)
c. Defisit tingkat ringan (80-89% angka
ketersediaan)
d. Normal (90-100% angka ketersediaan)
Tingkat konsumsi energi dan protein a. Defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan)
terhadap kebutuhan energi dan protein b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka
(Dir. BGM 1996) kebutuhan)
c. Defisit tingkat ringan (80-89% angka
kebutuhan)
d. Normal (90-1i9% angka kebutuhan)
e. Di atas kebutuhan (120% angka kebutuhan)
Daya terima terhadap Diet Hati a. Rendah ( y < 60%)
(skor contoh skor minimal) b. Sedang (60% y < 80%)
y = x 100% c. Tinggi (y 80%)
(skor maksimal skor minimal)

Definisi Operasional
Contoh adalah pasien rawat inap penderita penyakit hati di Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Responden adalah contoh yang diwawancarai saat pengumpulan data primer atau
pegawai Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta yang diwawancarai
saat pengumpulan data sekunder.

Umur adalah waktu yang telah dilalui contoh untuk hidup.

Jenis kelamin adalah identitas seksual contoh.

Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh contoh secara


penuh.

Pekerjaan adalah tugas pokok contoh sehari-hari yang menghasilkan pendapatan.

Jenis penyakit hati adalah spesifikasi penyakit hati contoh yang telah
diidentifikasi dan didiagnosis oleh dokter Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
41

Status malnutrisi adalah keadaan malnutrisi pada contoh yang ditentukan


berdasarkan persentase berat badan aktual terhadap berat badan ideal dan
kadar serum albumin.

Lama perawatan adalah jumlah hari contoh menjalani rawat inap sampai saat
diwawancarai.

Jenis cairan infus adalah cairan infus yang diperoleh contoh selama contoh
diteliti.

Diet Hati adalah diet untuk contoh yang disediakan UPM Perjan RS Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta.

Jenis Diet Hati adalah spesifikasi Diet Hati (DH I, DH II, DH III, dan DH IV)
yang disediakan rumah sakit untuk contoh. DH I jika penderita dalam
keadaan prekoma atau segera sesudah penderita dapat makan kembali, DH
II jika penderita sadar dan nafsu makannya kurang, DH III jika penderita
sadar dan nafsu makannya cukup, dan DH IV jika penderita sadar, nafsu
makan baik, dan penyakitnya sudah ringan.

Waktu makan adalah saat makanan (rumah sakit) disajikan kepada contoh.

Daya terima adalah tanggapan contoh mengenai tingkat kesukaannya terhadap


kualitas atribut makanan (rumah sakit) yang dinilai berdasarkan tiap waktu
makan dan tiap hari selama tiga hari pengamatan yang ditentukan dengan
skor (1) jika tidak suka, (2) jika kurang suka, dan (3) jika suka.
Penilaiannya dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang, dan tinggi .

Bentuk makanan adalah tanggapan indera penglihatan (mata) contoh terhadap


rupa makanan yang disajikan rumah sakit.

Warna makanan adalah tanggapan indera penglihatan (mata) contoh terhadap


keserasian warna makanan yang disajikan rumah sakit.

Tekstur makanan adalah struktur makanan yang dirasakan di dalam mulut.

Bau makanan adalah tanggapan indera pembau (hidung) terhadap aroma yang
timbul dari makanan yang disajikan rumah sakit.
42

Rasa makanan adalah tanggapan indera penecap (lidah) contoh terhadap


makanan yang disajikan.

Suhu makanan adalah temperatur makanan yang disajikan rumah sakit.

Kebersihan alat makan adalah kebersihan plato yang digunakan sebagai alat
hidang yang ditandai dengan tidak adanya kotoran/noda dan bau
amis/tengik.

Ketersediaan energi dan protein adalah jumlah energi dan protein yang
terkandung dalam Diet Hati yang disajikan rumah sakit.

Konsumsi energi dan protein adalah jumlah energi dan protein dari konsumsi
Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus.

Kebutuhan energi dan protein adalah jumlah energi dan protein minimal yang
dibutuhkan seseorang agar dapat hidup sehat.

Tingkat ketersediaan energi-protein terhadap kebutuhan energi-protein


adalah perbandingan antara kandungan energi-protein Diet Hati sebelum
dikonsumsi contoh dengan kebutuhan energi-protein contoh. Penilaiannya
dikategorikan menjadi defisit, normal, dan di atas kebutuhan.

Tingkat konsumsi energi-protein terhadap ketersediaan energi-protein


adalah perbandingan antara konsumsi energi-protein dari Diet Hati dengan
kandungan energi-protein Diet Hati sebelum dikonsumsi contoh.
Penilaiannya dikategorikan menjadi defisit tingkat berat, defisit tingkat
sedang, defisit tingkat ringan, dan normal.

Tingkat konsumsi energi-protein terhadap kebutuhan energi-protein adalah


perbandingan antara jumlah konsumsi energi-protein contoh dari Diet Hati,
makanan luar, dan infus yang didapatkan contoh dengan kebutuhan energi-
protein contoh. Penilaiannya dikategorikan menjadi defisit tingkat berat,
defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan, normal, dan di atas kebutuhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi


Gambaran Umum Perjan RSCM
1. Sejarah Perjan RSCM
Pada awal berdirinya di tahun 1919, Perjan RSCM dikenal dengan nama
Centrale Burgevlijke Ziekeninvichting (CBZ). CBZ didirikan pemerintah pada
masa itu sebagai wujud dari keinginan sekolah dokter STOVIA (School tot
Opleiding van Inlandse Artsen) untuk memiliki rumah sakit pendidikan sendiri
dengan pengajar dari STOVIA. Sejak saat itu CBZ dan STOVIA tidak bisa
dipisahkan seperti Perjan RSCM dengan Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI) pada saat ini. Keduanya saling tergantung dan saling
mengisi (Rukmono & Manus 1989).
CBZ mengalami beberapa kali perubahan nama sebelum pada akhirnya
menjadi Perjan RSCM. Pada masa pendudukan Jepang di tahun 1942, CBZ
diubah namanya menjadi Ika Daiku Byongin/Rumah Sakit Perguruan Tinggi.
Tahun 1945 namanya diubah lagi menjadi Roemah Sakit Oemoem Negeri
(RSON). Tanggal 17 Agustus 1964 nama Dr. Cipto Mangunkusumo
diresmikan untuk rumah sakit ini oleh Menteri Kesehatan RI Prof. Dr. Satrio.
Setelah itu, rumah sakit ini dikenal dengan nama Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunksumo (RSCM) hingga Semarang (Rukmono & Manus 1989).
2. Lokasi, Klasifikasi, Visi, dan Misi Perjan RSCM
Perjan RSCM terletak di Jalan Diponegoro No. 71, Salemba, Jakarta
Pusat 10430, Telp. (021) 330898, 3918301-11, dan Fax. (021) 3148991.
RSCM merupakan perusahaan jawatan milik negara (berdasarkan PP No. 116
tahun 2000) di bawah pengawasan Departemen Keuangan, Kantor Menteri
Negara BUMN, dan secara teknis di bawah Departemen Kesehatan RI.
Menurut klasifikasinya, RSCM termasuk rumah sakit rujukan nasional kelas
A, rumah sakit pendidikan utama dari FKUI, dan rumah sakit lahan
pendidikan untuk institusi pendidikan kesehatan. Visi Perjan RSCM yaitu
menjadi rumah sakit pendidikan yang mandiri dan terkemuka di ASEAN
tahun 2005 dan ASIA PASIFIK tahun 2010 sedangkan misinya memberikan
pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau di semua lapisan
44

masyarakat, menjadi tempat pendidikan, dan penelitian tenaga kesehatan, serta


tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri.
3. Maksud dan Tujuan, Fungsi, dan Kegiatan
Maksud dan tujuan Perjan RSCM adalah menyelenggarakan kegiatan
jasa pelayanan, pendidikan, dan penelitian serta usaha lain di bidang kesehatan
yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan dan senantiasa
berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Berdasarkan maksud dan tujuan
tersebut, Perjan RSCM mempunyai 6 fungsi yaitu menyelenggarakan
pelayanan medis; pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan rujukan;
pendidikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan; serta administrasi
umum dan keuangan. Kegiatan yang diselenggarakan yaitu pelayanan
kesehatan kepada masyarakat baik dalam bentuk promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif secara paripurna; pengembangan pelayanan, pendidikan,
dan penelitian proyek-proyek unggulan kesehatan sesuai dengan fungsinya
sebagai rumah sakit pendidikan rujukan nasional; pelayanan kesehatan
lainnya; serta pendidikan, penelitian dan usaha lain dalam bidang kesehatan.
4. Struktur Organisasi Perjan RSCM
Pimpinan tertinggi Perjan RSCM dipegang oleh seorang Direktur Utama
yang membawahi 4 Direktur, 1 Satuan Pengawas Intern, dan 1 Komite Medik.
Direktur Utama tersebut berada di bawah Dewan Pengawas. Tugas Direktur
Utama dan 4 Direktur di bawahnya dibantu oleh Sekretaris Direksi. Masing-
masing Direktur membawahkan beberapa bidang, bagian, departemen, unit
pelayanan, dan instalasi. Struktur organisasi Perjan RSCM yang lebih jelas
dapat dilihat pada Lampiran 4.
5. Pelayanan Kesehatan
Perjan RSCM memberikan pelayanan medis dan penunjang medis.
Pelayanan medis yang diberikan terdiri atas rawat jalan dan rawat inap.
Instalasi rawat jalan dibagi menjadi 3 bagian yaitu kunjangan medis,
kunjungan penunjang, dan poliklinik utama. Kunjungan medis terdiri atas 16
bagian yaitu akupuntur, anestesi, anak, bedah syaraf, bedah umum, gigi, gizi,
jantung, jiwa, kebidanan, kulit, mata, pejabat teras, penyakit dalam, syaraf,
45

dan THT. Kunjungan penunjang terdiri atas hemodialisa, IGD (Instalasi


Gawat Darurat) lantai 3, instalasi rekam medik, radiologi, dan radioterapi.
Poliklinik utama terdiri atas poliklinik anggrek, bedah plastik, PKS (Paviliun
Khusus Swasta), teratai, wijaya kusuma, cempaka, PTK (Paviliun Tumbuh
Kembang), dan bedah urologi.
Instalasi Rawat Inap Perjan RSCM dikelola oleh 23 bagian yaitu anak,
bedah jantung, bedah syaraf, bayi, bedah, Eria, ICCU (Intensive Cardiac Care
Unit), ICU (Intensive Care Unit), IGD, IW Anak (Intermediate Ward Anak),
jiwa, kebidanan, kulit, mata, NICU (Neonatus ICU), penyakit dalam,
perinatologi, radioterapi, syaraf, THT (Telinga Hidung Tenggorokan), ULB
(Unit Luka Bakar), ICU anak, dan umum. Ruang rawat untuk pasien rawat
inap ada 3 yaitu Instalasi Rawat Inap A (IRNA A), Instalasi Rawat Inap B
(IRNA B), dan Paviliun Swadana. Paviliun Swadana terdiri atas paviliun
cendrawasih I sampai IV, mawar, melati, PTK I, PTK II, ULB, dan stroke.
Ruang rawat inap dibagi menjadi 4 tipe yaitu VIP, Kelas 1, Kelas 2, Kelas 3,
dan Kelas Khusus. Kelas Khusus terdiri atas pasien yang dirawat inap di ICU,
ICCU, IW anak, dan IGD lantai 2. Kapasitas tempat tidur untuk masing-
masing tipe ruang rawat inap yaitu 144 pada kelas VIP, 46 pada Kelas 1, 212
pada Kelas 2, 729 pada Kelas 3, dan 83 pada Kelas Khusus.
Selain pelayanan medis, Perjan RSCM juga memberikan pelayanan
penunjang medis. Pelayanan penunjang medis di Perjan RSCM dikelola oleh
instalasi patologi klinik, patologi anatomik, forensik, radiodiagnostik,
radioterapi, gizi, farmasi, tranfusi darah, dan pemulasaran jenazah.
6. Tenaga Kerja
Berdasarkan data pada tahun 2003, tenaga kerja di Perjan RSCM
mencapai ribuan orang. Jumlah yang sangat besar tersebut untuk
mengimbangi banyaknya pelayanan yang diberikan Perjan RSCM.
Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 4.
46

Tabel 4 Jenis dan jumlah tenaga kerja di Perjan RSCM tahun 2003
No. Jenis Tenaga Jumlah
1. Tenaga Medis
-PNS Departemen Kesehatan 566
-PNS Departemen Pendidikan Nasional 342
2. Tenaga Perawat 1282
3. Paramedis non Perawat 354
4. Tenaga non Medis 1327
Total 3801
Peserta Pendidikan Dokter Spesialis 1198
Sub. Total 5098
Sumber : Bagian Penelitian dan Pelayanan Medik Perjan RSCM (2004)

Gambaran Umum IRNA B


IRNA B terdiri atas 7 lantai. Tiap lantai dibagi menjadi 2 bagian yaitu
kiri dan kanan. Lantai 1 untuk pasien neurologi, lantai 2 untuk pasien penyakit
kulit dan kelamin serta THT, lantai 3 untuk pasien anak dan mata, lantai 4 untuk
pasien penyakit dalam laki-laki, lantai 5 untuk pasien penyakit dalam perempuan,
lantai 6 untuk pasien penyakit dalam laki-laki dan perempuan, dan lantai 7 untuk
paviliun melati. Masing-masing lantai dikelola oleh tenaga medis dan non medis.
Tenaga medis seperti dokter, perawat, dan co-ass. Tenaga non medis seperti ahli
gizi, petugas gizi, petugas administrasi, petugas pengantar pasien, dan cleaning
service. Tenaga medis dan non medis bagian kiri dan kanan berbeda kecuali
dokter dan co-ass.

Gambaran Umum Unit Produksi Makanan


1. Struktur Organisasi
Seiring dengan perubahan status RSCM menjadi perusahaan jawatan
(perjan) maka Unit Produksi Makanan (UPM) tidak lagi berada di bawah
Instalasi Gizi berdasarkan SK Dinas No. 207/TU./I/2003. UPM menjadi di
bawah Direktur Sarana & Prasarana dan sebagai bagian dari Unit Pelayanan
Umum & Utilitas sedangkan Instalasi Gizi dibawah Direktur Pelayanan Medik
& Keperawatan dan sebagai bagian dari Instalasi Penunjang Medik..
Pimpinan tertinggi UPM dipegang oleh seorang Manager III yang
membawahkan 2 manager yaitu Manager II Bidang Perencanaan dan
Administrasi serta Manager II Operasional Bidang Pengolahan dan
Penyaluran Makanan. Masing-masing Manager II tersebut membawahkan
47

beberapa Pelaksana IV dan Pelaksana V. Strukrur organisasi UPM secara


jelas dapat dilihat pada Lampiran 5.
2. Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas pokok UPM yaitu memantau jumlah pelanggan dan
mengendalikan mutu, serta biaya dalam kegiatan penyelenggaraan makanan
mulai dari penerimaan, persiapan, pengolahan/pemasakan sampai dengan
pendistribusian makanan pasien, karyawan, dokter, dan peserta didik yang
mempunyai jatah makanan di rumah sakit.
Fungsi UPM yaitu :
a. Mendata jumlah pasien, karyawan, pelanggan luar yang memesan
makanan ke UPM.
b. Menyelenggarakan perencanaan menu.
c. Memantau mutu bahan makanan yang diterima.
d. Memantau persiapan bahan makanan.
e. Mengawasi pengolahan/pemasakan makanan dan distribusi hasil
pemasakan.
f. Menilai dan mengendalikan mutu masakan (hasil olahan)/hasil produksi
makanan.
g. Memantau dan mengevaluasi keluhan pelanggan, serta arus biaya
penyelenggaraan makanan.
3. Tenaga Kerja
Tabel 5 Tingkat pendidikan pegawai UPM Perjan RSCM
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
1. S2 1
2. S1 1
3. D3 8
4. D1 1
5. SME/SMEA/SMKK/SMTK/SKKP 65
6. SMP 20
Total 96
Sumber : UPM Perjan RSCM (2004)
Tenaga kerja di UPM sebanyak 96 orang dengan 53 orang berstatus PNS
dan 43 orang pegawai kontrak. Pada Tabel 5 di atas disajikan tingkat
pendidikan pegawai UPM Perjan RSCM.
48

4. Jam Kerja
Total jam kerja yang dibebankan kepada pegawai UPM yaitu 42
jam/minggu. Banyaknya hari kerja ada 2 yaitu :
a. Lima (5) hari kerja/minggu
Jumlah jam kerja yang harus dipenuhi yaitu 8 jam/hari. Ini berlaku untuk
Manager UPM dan pengawas.
Shift kerjanya :
Subuh : Pukul 05.00-13.00
Pagi : Pukul 07.30-15.30
Sore : Pukul 11.30-18.30
b. Enam (6) hari kerja/minggu
Jumlah jam kerja yang harus dipenuhi yaitu 7 jam/hari. Ini berlaku
untuk pegawai UPM selain Manager dan pengawas. Contohnya juru
masak, pegawai administrasi, dan lain-lain.
Shift kerjanya :
Subuh : Pukul 05.00-12.00
Pagi : Pukul 07.30-14.30
Sore : Pukul 11.30-17.30
Malam : Pukul 18.30-05.00
5. Penyelenggaraan Makan
a. Perencanaan Menu
Perencanaan menu menjadi tanggung jawab Pelaksana V sebagai
penanggung jawab pengembangan resep makanan di bawah Manager II
Bidang Perencanaan dan Administrasi. Menu makanan dikembangkan
dari bahan makanan utama yang frekuensi pemakaiannya dalam satu siklus
menu sudah ditentukan terlebih dahulu. Setelah ditentukan menunya,
dibuat resep standar dengan cara trial and error untuk menentukan jenis
dan jumlah bahan makanan yang sesuai untuk satu porsi makanan dan
dapat diterima secara organoleptik. Menu makanan dievaluasi setiap
bulan dan akan direvisi apabila diperlukan.
49

b. Pengadaan Bahan Makanan


Pengadaan bahan makanan dilakukan sesuai dengan perencanaan
kebutuhan bahan makananan yang dibuat setiap bulan. Perencanaan
bahan makanan didasarkan pada standar porsi bahan makanan, rata-rata
kekuatan pasien dan pegawai tiga bulan terakhir, harga pasar pada saat itu,
Rencana Kebutuhan Anggaran Tahunan, dan biaya pembelian bahan
makanan triwulan sebelumnya sehingga dihasilkan daftar kebutuhan dan
perkiraan biaya bahan makanan. Biaya yang ditetapkan per pasien per
hari untuk makanan saring kelas III B Rp 8.200, makanan lunak kelas III
B Rp 9.065, dan makanan biasa kelas III B Rp 9.370.
Daftar kebutuhan dan perkiraan biaya bahan makanan dijadikan
sebagai acuan pengadaan bahan makanan. Pengadaan bahan makanan
dilakukan melalui dua cara yaitu tender dan pembelian langsung. Tender
dilakukan oleh Panitia pembelian sampai mendapatkan rekanan yang
mampu memberikan harga paling rendah dan memiliki spesifikasi bahan
makanan sesuai dengan standar UPM. Rekanan pemenang tender akan
mengirimkan bahan makanan dalam jangka waktu yang berbeda-beda
(harian, mingguan, bulanan) tergantung pada jenis dan pemakaian bahan
makanan. Pembayaran dilakukan setiap 10 hari setelah rekanan
memenuhi semua pesanan. Pembelian langsung dilakukan khusus untuk
masakan VIP. UPM membeli langsung pada penjual bahan makanan
menggunakan uang muka kerja yang diberikan RS. Setiap bulan UPM
merekap penggunaan bahan makanan tersebut dan melaporkan biaya yang
dikeluarkan kepada pihak RS.
c. Penerimaan Bahan Makanan
Panitia penerimaan bahan makanan yang ditetapkan berdasarkan SK
Direktur RS bertanggung jawab pada penerimaan bahan makanan di
UPM. Panitia tersebut memeriksa kualitas dan kuantitas setiap bahan
makanan yang dikirim oleh rekanan sebelum digunakan oleh UPM.
Pemeriksaan dilakukan untuk mengecek kesesuaian antara kualitas dan
kuantitas bahan makanan yang telah disepakati dalam kontrak dengan
bahan makanan yang dikirim rekanan.
50

d. Penyimpanan Bahan Makanan


Bahan makanan yang dibeli UPM ada yang langsung digunakan dan
ada yang tidak. Bahan makanan yang tidak langsung digunakan akan
disimpan pada tiga ruang penyimpanan yaitu ruang penyimpanan lauk
hewani & nabati; sayur, buah, & bumbu; dan bahan makanan kering.
Ruang penyimpanan lauk hewani & nabati serta sayur, buah, & bumbu
dilengkapi dengan refrigerator dan freezer yang dapat diatur suhunya
untuk menjaga mutu bahan makanan. Ruang penyimpanan ini sekaligus
berfungsi sebagai ruang penyiapan beberapa bahan makanan.
e. Penyiapan Bahan Makanan
Penyiapan bahan makanan bisa dilakukan di ruang penyimpanan
atau ruang pengolahan. Lauk hewani, buah, dan bumbu disiapkan di
ruang penyimpanan sedangkan lauk nabati dan sayuran disiapkan ruang
pengolahan. Jumlah bahan makanan yang disiapkan untuk diolah
disesuaikan dengan jumlah pasien rawat inap dan pegawai yang bertugas
pada hari itu, standar porsi bahan makanan, dan standar bumbu.
f. Pengolahan Bahan Makanan
Ruang pengolahan bahan makanan dibagi menjadi lima bagian.
Bagian pertama untuk makanan biasa pasien kelas I, II, dan III, pegawai,
dokter, dan co-ass. Kedua, untuk makanan diet. Ketiga, untuk snack
(makanan selingan). Keempat, untuk makanan anak dan saring dan
kelima, untuk pasien kelas VIP. Selain itu, ada satu bagian khusus untuk
memasak nasi dan bubur nasi. Setiap bagian dipegang oleh satu sampai
lima orang juru masak.
g. Pembagian Makanan
Pembagian makanan di UPM dilakukan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan. Makan pagi dibagikan pukul 06.30 07.30, makan siang
pukul 11.30-12.30, dan makan sore pukul 17.00-18.00. Apabila pada jam
tersebut makanan belum siap maka jam pembagian makanannya menjadi
mundur. Pembagian makanan dilakukan di meja pembagian yang ada di
ruang pengolahan oleh juru masak masing-masing bagian. Makanan yang
telah dibagikan kemudian dibawa oleh petugas gizi ke ruangan masing-
51

masing menggunakan kereta makan yang terbuat dari stainless steel,


rantang, atau container.
Pembagian makanan di ruangan dilakukan dengan dua cara yaitu
sentralisasi dan desentralisasi. Cara sentralisasi untuk ruang rawat kelas
III dan ruang rawat anak di IRNA A dan B sedangkan ruangan lainnya
menggunakan cara desentralisasi.
h. Penyajian Makanan
Makanan untuk pasien di ruang rawat kelas I, II, III, dan VIP
disajikan menggunakan tempat makan yang berbeda. Pada kelas I dan II
makanan disajikan dengan tempat makan dari melamin, kelas III
menggunakan plato stainless steel, dan kelas VIP menggunakan tempat
makan keramik dengan garnish dan diwrapping.
6. Pengawasan
Kegiatan produksi makanan di UPM diawasi oleh pengawas yang
bertugas secara bergantian. Satu orang pengawas bertugas pada jam makan
pagi dan dua orang pengawas bertugas pada makan siang dan sore. Selain itu,
dilakukan juga pengawasan terhadap mutu organoleptik makanan oleh tujuh
orang ahli gizi yang bergantian setiap harinya.

Karakteristik Contoh
Umur

Umur contoh yang berselang antara 26-70 tahun dikategorikan menjadi


dewasa awal, dewasa menengah, dan dewasa akhir. Mayoritas contoh termasuk
dewasa menengah yaitu 55%. Sisanya sebanyak 30% termasuk dewasa awal dan
15% dewasa akhir.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan kelompok umur


Total
Kelompok Umur
n %
Dewasa Awal 6 30
Dewasa Menengah 11 55
Dewasa Akhir 3 15
Total 20 100
52

Jenis Kelamin dan Jenis Penyakit Hati


Jenis kelamin sebagian besar contoh (85%) yaitu laki-laki dan 15% sisanya
perempuan. Jenis penyakit hati yang diderita contoh dari yang paling banyak
sampai paling sedikit berturut-turut yaitu sirosis hati (60%), hepatoma (35%), dan
hepatitis B (5%). Contoh yang menderita sirosis hati lebih banyak berjenis
kelamin laki-laki daripada perempuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Akbar
(2002) dan Dalimartha (2004).
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jenis penyakit hati
Jenis Kelamin
Total
Jenis Penyakit Hati Laki-laki Perempuan
n % n % n %
Hepatitis B 1 5 - - 1 5
Sirosis Hati 9 45 3 15 12 60
Hepatoma 7 35 - - 7 35
Total 17 85 3 15 20 100

Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan contoh menyebar dari tidak tamat SD/sederajat sampai
dengan S1. Paling banyak contoh berpendidikan tamat SMA/sederajat yaitu 30%
sedangkan paling sedikit contoh tidak tamat SMP/sederajat dan D3 masing-
masing sebesar 5%.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan
Total
Tingkat Pendidikan
n %
Tamat Sekolah Dasar/sederajat 2 10
Tidak tamat Sekolah Dasar/sederajat 5 25
Tamat Sekolah Menengah Pertama/sederajat 2 10
Tidak tamat Sekolah Menengah Pertama/sederajat 1 5
Tamat Sekolah Menengah Atas/sederajat 6 30
Tidak tamat Sekolah Menengah Atas/sederajat - 0
D3 1 5
S1 3 15

Total 20 100
Pekerjaan
Pekerjaan contoh tersebar hampir merata pada jenis pekerjaan yang terlihat pada
Tabel 9. Persentase tertinggi (20%) ada pada pekerjaan PNS. Sebesar 15%
53

contoh pada pekerjaan wiraswasta, karyawan swasta, pensiunan, dan ibu rumah
tangga. Sisanya masing-masing sebesar 10% memiliki pekerjaan sebagai buruh
dan petani.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan
Total
Pekerjaan n %
Buruh 2 10
Petani 2 10
Wiraswasta 3 15
Karyawan Swasta 3 15
Pegawai Negeri Sipil 4 20
Pensiunan 3 15
Ibu Rumah Tangga 3 15
Total 20 100

Status Malnutrisi
Tidak semua contoh bisa diketahui status malnutrisinya berdasarkan berat
badan dan kadar albumin darah. Ada 5% contoh yang tidak diketahui kadar
albumin darahnya sehingga status malnutrisinya tidak bisa ditentukan sedangkan
95% sisanya mengalami malnutrisi. Contoh paling banyak mengalami malnutrisi
protein (kwashiorkor) dan malnutrisi ringan masing-masing sebesar 40%. Sisanya
sebesar 5% mengalami malnutrisi energi-protein berat dan 10% mengalami
malnutrisi sedang.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status malnutrisi


Total
Status Malnutrisi n %
Malnutrisi Energi-Protein Berat 1 5
Malnutrisi Sedang 2 10
Malnutrisi Energi (Marasmus) - 0
Malnutrisi Ringan 8 40
Malnutrisi Protein (Kwashiorkor) 8 40
Tidak Malnutrisi - 0
Tidak Ada Data 1 5
Total 20 100
Penderita penyakit hati kronis dengan malnutrisi sedang atau berat
cenderung mempunyai serum bilirubin yang lebih tinggi, serum albumin lebih
rendah, dan masa protrombin lebih panjang. Selain itu, mereka cenderung
mempunyai asites yang resisten, mengalami infeksi berulang, dan tingkat
54

mortalitasnya lebih tinggi (Mendenhall et al. 1986 & Merli et al. 1996, diacu
dalam Morgan & Heaton, 2000).

Kondisi malnutrisi dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Oleh


karena itu, pemberian nutrisi (oral, enteral, parenteral, atau kombinasinya) dengan
memperhatikan kondisi pasien mutlak diperlukan.

Lama Perawatan
Contoh menyebar pada lama perawatan kurang dari 5 hari, 5-10 hari, dan
lebih dari 10 hari. Separuh contoh (50%) ada pada lama perawatan 5-10 hari
sedangkan persentase terendah yaitu sebesar 10% ada pada lama perawatan lebih
dari 10 hari.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan lama perawatan
Total
Lama Perawatan n %
< 5 hari 8 40
5 10 hari 10 50
> 10 hari 2 10
Total 20 100
Salah satu upaya untuk memperpendek hari perawatan dan mempercepat
penyembuhan penyakit yaitu dengan adanya penyelenggaraan makanan yang
dikelola pihak rumah sakit sehingga pasien memperoleh makanan sesuai dengan
kebutuhan gizinya (Moehyi 1986). Pasien yang menderita penyakit kronis kadang
memerlukan hari perawatan yang lama sehingga pasien mudah menghafal menu
yang disajikan rumah sakit. Akibatnya nafsu makan pasien hilang sebelum
makanan disajikan (Moehyi 1997).

Kebutuhan Energi-Protein Contoh


Kebutuhan energi contoh per hari berkisar antara 1800-2900 kkal dengan
rata-rata 2459258 kkal pada laki-laki dan 1967208 kkal pada perempuan.
Energi dibutuhkan manusia untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan, dan melakukan aktifitas fisik. Energi tersebut diperoleh dari hasil
oksidasi karbohidrat, lemak, protein, dan alkohol pada makanan yang
metabolismenya diatur oleh hati (Almatsier 2002). Oleh karena itu, hati dikatakan
sebagai pemegang peran utama dalam menjaga keseimbangan energi (Morgan &
Heaton 2000).
55

Kebutuhan protein contoh per hari berkisar antara 49,5-98,6 gram dengan
rata-rata 80,414,9 gram pada laki-laki dan 64,212,8 gram pada perempuan.
Fungsi utama protein yaitu membentuk jaringan baru dan mempertahankan
jaringan yang sudah ada (Almatsier 2002). Proses sintesis dan degradasi protein
berpusat di hati (Lieber 1999). Pada penderita penyakit hati, protein dibutuhkan
dalam jumlah yang agak tinggi agar terjadi anabolisme protein (Yunahar 2004).
Akan tetapi, pada pasien yang mengalami ensefalopati, protein dibutuhkan dalam
jumlah yang rendah untuk meminimalkan hasil metabolisme protein yang berupa
amonia. Ini terjadi karena hati tidak bisa bekerja maksimal dalam mengubah
amonia menjadi urea sebelum diekskresikan melalui urin (Nelson et al. 1994).
Amonia yang tidak terkonversi tersebut akan meracuni sistem saraf pusat
sehingga penderitanya mengalami ensefalopati yang ditandai dengan terjadinya
koma. Kondisi tersebut bisa berakhir dengan kematian (Eschleman 1996).

Ketersediaan Diet Hati


Jenis Diet Hati
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jenis diet hati
Total
Jenis Diet Hati
n %
Sebelum Contoh Diteliti
Diet Hati I + Diet Hati II 3 15
Diet Hati II 2 10
Diet Hati II + Diet Hati III 5 25
Diet Hati III 10 50
Total 20 100
Saat Contoh Diteliti
Diet Hati II 4 20
Diet Hati II + Diet Hati III 5 25
Diet Hati III 11 55
Total 20 100
Diet Hati yang disediakan UPM Perjan RSCM berupa makanan utama dan
makanan selingan. Menu dietnya bisa dilihat pada Lampiran 6, 7, dan 8. Selama
contoh menjalani perawatan, diet yang diberikan rumah sakit akan berubah seiring
dengan perubahan kondisi kesehatan contoh. Diet Hati III paling banyak diterima
contoh sebelum (50%) dan saat (55%) diteliti. Secara umum, Diet Hati I
diberikan pada contoh dengan kondisi koma, hematemesis, melena, atau setelah
menjalani tindakan medis tertentu (contohnya ligasi dan endoskopi). Diet Hati II
56

diberikan pada pasien dengan kesulitan menelan, nafsu makan rendah, atau
sebagai perpindahan dari Diet Hati I sedangkan Diet Hati III diberikan pada
pasien dengan nafsu makan cukup, kondisinya cukup baik, atau sebagai
perpindahan dari Diet Hati II.
Diet Hati ada yang rendah garam dan tidak rendah garam. Diet Hati Rendah
Garam diberikan kepada pasien dengan asites (perut busung) berat dan
diuresisnya (kelancaran kencing) belum baik. UPM RSCM menyediakan Diet
Hati Rendah Garam hanya untuk Diet Hati Lunak atau Biasa. Menu Diet Hati dan
Diet Hati Rendah Garam sama hanya penambahan garam dapur pada sayur dan
lauk hewaninya berbeda.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan diet hati rendah garam dan asites
Asites
Diet Hati Total
Ya Tidak
Rendah Garam
n % n % n %
Ya 2 10 1 5 3 15
Tidak 8 40 9 45 17 85
Total 10 50 10 50 20 100
Ada 15% contoh yang mendapat Diet Hati Rendah Garam dengan 10%
mengalami asites hebat dan 5% menderita hipertensi. Sebanyak 40% contoh
dengan asites tidak mendapat Diet Hati Rendah Garam dengan alasan asites
ringan dan diuresisnya masih bisa diatasi dengan pemberian obat.

Ketersediaan Energi dan Protein Diet Hati


Rata-rata ketersediaan energi dan protein Diet Hati III Biasa lebih besar
daripada Diet Hati II Saring (Tabel 14). Hal ini dimungkinkan oleh jenis
makanan pada Diet Hati III yang lebih lengkap daripada Diet Hati II. Diet Hati III
terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah
sedangkan pada Diet Hati II hanya terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, dan
buah.
Rata-rata ketersediaan energi dan protein Diet Hati III Biasa lebih besar
daripada Diet Hati III Lunak (Tabel 14). Ini dikarenakan makanan pokok pada
Diet Hati III Biasa disajikan dalam bentuk nasi sedangkan pada Diet Hati III
Lunak dalam bentuk bubur nasi.
Rata-rata ketersediaan energi Diet Hati III Lunak lebih kecil daripada Diet
Hati II Saring sedangkan ketersediaan proteinnya lebih besar (Tabel 14). Hal ini
57

sesuai dengan standar kandungan energi dan protein yang dikeluarkan rumah sakit
(Tabel 15).
Tabel 14 Rata-rata ketersediaan energi dan protein contoh per hari berdasarkan
jenis diet hati
Kandungan Zat Gizi
Zat Gizi Diet Hati II Diet Hati III Diet Hati III
Saring Lunak Biasa
Energi (kkal) 1884164 1733143 1901125
Protein (g) 54,15,4 62,27,3 65,34,4
Apabila rata-rata ketersediaan energi-protein Diet Hati (Tabel 14)
dibandingkan dengan standar kandungan energi-protein makanan rumah sakit
(Tabel 15) maka nilainya tidak sama. Perbedaan ini dimungkinkan oleh
pemorsian makanan yang tidak sesuai standar sebab sulit untuk menyamakan
jumlah dan besar potongan bahan makanan setiap porsi makanan. Meskipun
demikian, ketersediaan energi dan protein Diet Hati dirasa sudah sesuai dengan
alokasi biaya makanan yang dianggarkan rumah sakit.
Tabel 15 Kandungan energi dan protein makanan biasa, makanan lunak, dan
makanan saring kelas III per hari
Kandungan Zat Gizi
Zat Gizi Makanan Makanan Makanan
Saring Lunak Biasa
Energi (Kkal) 1765 1745 2048
Protein (g) 50,0 72,7 71,3
Sumber: UPM Perjan RSCM (2001)

Konsumsi Energi dan Protein Contoh


Konsumsi energi dan protein contoh berasal dari tiga sumber. Sumber
tersebut yaitu Diet Hati, makanan luar, dan cairan infus.
Tabel 16 Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh per hari
Konsumsi Zat Gizi
Sumber Energi dan Protein
Energi (Kkal) Protein (g)
Diet Hati
DH II Saring 1299337 35,310,9
DH III Lunak 1145343 44,716,1
DH III Biasa 1572334 51,312,8
Rata-rata 1293374 43,214,9
Makanan luar
Rata-rata 203213 6,16,7
Cairan Infus
Rata-rata 69123 1,04,4
Total 710
1565 26,0
50,3
58

Konsumsi Energi dan Protein Diet Hati


Konsumsi energi Diet Hati contoh per hari antara 518 sampai 1947 Kkal
dengan rata-rata 1293374 Kkal. Energi harus dikonsumsi dalam jumlah yang
cukup agar sintesis protein dapat berlangsung dan penggunaan asam amino untuk
memenuhi kebutuhan energi dapat dicegah (Nelson et al. 1994).
Konsumsi protein Diet Hati per hari yaitu antara 22,5 sampai 65,2 gram
dengan rata-rata 43,214,9 gram. Konsumsi protein yang cukup diperlukan untuk
memperbaiki kondisi malnutrisi yang ditemukan pada sebagian besar penderita
penyakit hati serta mencegah terjadinya Koma Hepatik pada pasien yang
mengalami intoleransi protein (Nelson et al. 1994).

Konsumsi Energi dan Protein Makanan Luar


Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi makanan luar
Total
Konsumsi Makanan Selain dari Rumah Sakit
n %
Ya 17 85
Tidak 3 15
Total 20 100
Sebagian besar contoh (85%) mengkonsumsi makanan selain yang
disediakan rumah sakit (makanan luar). Rata-rata konsumsi energi makanan luar
203213 Kkal dan rata-rata konsumsi protein makanan luar 6,16,7 gram.
Contoh mengkonsumsi makanan luar dengan alasan :
ingin makan makanan tertentu,
sudah merasa lapar tetapi makanan belum datang,
masih merasa lapar meskipun sudah menghabiskan makanan dari rumah sakit,
meneruskan kebiasaan makan makanan tertentu seperti saat tinggal di rumah,
atau
mengikuti saran dokter/salah satu anggota keluarga untuk mengkonsumsi
makanan tertentu.
Sebanyak 15% contoh tidak mengkonsumsi makanan luar karena merasa cukup
dengan porsi makanan yang disediakan rumah sakit atau takut makanan luar
mempengaruhi penyakit yang dideritanya.
Makanan luar yang dikonsumsi contoh sangat bervariasi, dari makanan
pokok, lauk hewani, lauk nabati, buah, susu, sampai bermacam-macam makanan
59

jajanan. Makanan tersebut yaitu nasi, arem-arem, bubur ayam, bubur sum-sum,
ayam goreng, hati ayam, tempe, telur ayam kampung, telur ayam ras, pisang
emas, pisang ambon, jus melon, apel merah, jeruk medan, jeruk mandarin,
kelengkeng, anggur, pir, semangka, Hepatosol, susu tinggi kalsium, susu full
cream, susu non fat, susu kental manis, bubur kacang hijau, roti tawar, roti keju,
roti coklat, roti nanas, roti isi kelapa, biskuit, malkist, wafer, kue mangkok, putu
ayu, talam, kelepon, dan agar-agar.

Konsumsi Energi dan Protein Cairan Infus


Macam cairan infus yang diberikan pada contoh selama penelitian yaitu
asering (larutan elektrolit), dextrose 5% (larutan infus karbohidrat), KAEN 3B
(larutan rumatan), NaCl 0,9% (larutan elektrolit), albumin 20% (larutan protein),
serta Triofusin 500 dan Triofusin E 1000 (larutan infus karbohidrat). Sebanyak
65% contoh mendapatkan infus selama diteliti. Hanya 35% contoh yang tidak
memakai infus. Rata-rata konsumsi energi dari cairan infus per hari sebesar
69123 Kkal dan rata-rata konsumsi protein dari cairan infus per hari sebesar
1,04,4 gram. Menurut Wattlers et al.(1995) diacu dalam Karsono (2000), cairan
infus dapat menggantikan kehilangan cairan tubuh akut (resusitasi), memelihara
keseimbangan cairan tubuh dan zat gizi (rumatan), serta menjaga akses ke vena
untuk pemberian obat.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jenis infus
Total
Jenis Infus
n %
Asering 1 5
Dextrose 5 % 1 5
KAEN 3B 1 5
NaCl 0.9 % 3 15
NaCl 0.9 % + Dextrose 5 % 4 20
NaCl 0.9 % + Albumin 20% 1 5
NaCl 0.9 % + Triofusin 500 1 5
NaCl 0.9 % + Dextrose 5 % +KAEN3B+Triofusin E 1000 1 5
Tidak pakai infus 7 35
Total 20 100

Perbandingan Antara Kebutuhan, Ketersediaan, dan Konsumsi


Energi-Protein
Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein terhadap Kebutuhan Energi dan
Protein
Tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan
protein contoh rata-ratanya masing-masing sebesar 7812% dan 8118%. Nilai
60

maksimum tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan
protein contoh masing-masing sebesar 105% (normal) dan 131% (di atas
kebutuhan) sedangkan nilai minimumnya masing-masing sebesar 60% (defisit)
dan 57% (defisit).
Tabel 19 Rata-rata tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan
energi dan protein
Tingkat Ketersediaan
terhadap Kebutuhan Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum
(% angka kebutuhan)
Energi 7812 105 60
Protein 8118 131 57
Makanan yang disediakan rumah sakit belum bisa memenuhi kebutuhan
contoh secara maksimum meskipun ragam makanannya dirasa sudah sesuai
dengan alokasi biaya makanan rumah sakit. Hal ini terlihat dari sebagian besar
contoh yang tergolong defisit pada tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan
energi (85%) dan tingkat ketersediaan protein terhadap kebutuhan protein (75%).
Kondisi tersebut mungkin terjadi karena penyediaan makanan contoh tidak
didasarkan pada perhitungan kebutuhan gizi perorangan. Penyediaan makanan
hanya didasarkan pada jenis dietnya saja dengan merujuk pada kondisi kesehatan
contoh. Masing-masing jenis Diet Hati mempunyai standar pembagian bahan
makanan dan nilai gizi tertentu.
Pemorsian makanan yang tidak sesuai dengan standar juga memungkinkan
terjadinya penyediaan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan contoh.
Standar pemorsian makanan disusun dalam satuan gram sedangkan pemorsian
makanan dilakukan menggunakan ukuran rumah tangga. Oleh karena itu, sulit
didapatkan pemorsian yang sesuai dengan standar.
Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan tingkat ketersediaan energi dan protein
terhadap kebutuhan energi dan protein
Energi Protein
Tingkat Ketersediaan terhadap Kebutuhan
n % n %
Defisit 17 85 15 75
Normal 3 15 4 20
Di Atas Kebutuhan 0 0 1 5
Total 20 100 20 100
61

Tingkat Konsumsi Energi dan Protein terhadap Ketersediaan Energi dan


Protein
Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi
dan protein contoh masing-masing sebesar 7117% dan 7219%. Tingkat
konsumsi energi terhadap ketersediaan energi berkisar antara 29% sampai 98%
sedangkan tingkat konsumsi protein terhadap ketersediaan protein berkisar antara
35% sampai 99%.
Tabel 21 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan
energi dan protein
Tingkat Konsumsi
terhadap Ketersediaan Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum
(% angka ketersediaan)
Energi 7117 98 29
Protein 7219 99 35
Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan
protein sebagian besar contoh yaitu 85% untuk energi dan 80% untuk protein
tergolong defisit tingkat berat, sedang, dan ringan. Bahkan 50% contoh tergolong
defisit tingkat berat (Tabel 22). Contoh tidak mampu menghabiskan makanan
yang disediakan rumah sakit dengan alasan perutnya terasa begah setelah makan
beberapa suap, mual, sedang tidak selera makan, atau tidak cocok dengan rasa
makanannya. Menurut Noer (2003), keadaan anoreksia, mual, atau pembesaran
abdomen yang mengganggu dalam mengkonsumsi makanan dapat diatasi dengan
memberikan makanan lebih sering dalam jumlah yang kecil. Misalnya 4 sampai 6
kali pemberian makanan dalam sehari. Apabila cara di atas dirasa belum cukup
maka bisa dibantu dengan makanan tambahan yang dapat berupa larutan yang
mengandung 1-1,5 kkal/ml.
Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein
terhadap ketersediaan energi dan protein
Energi Protein
Tingkat Konsumsi terhadap Ketersediaan
n % n %
Derfisit Tingkat Berat 10 50 10 50
Defisit Tingkat Sedang 4 20 1 5
Defisit Tingkat Ringan 3 15 5 25
Normal 3 15 4 20
Total 20 100 20 100
62

Tingkat Konsumsi Energi dan Protein terhadap Kebutuhan Energi dan


Protein
Rata-rata tingkat konsumsi energi terhadap kebutuhan energi contoh sebesar
6722% dengan nilai maksimum 118% (normal) dan nilai minimum 29% (defisit
tingkat berat). Rata-rata tingkat konsumsi protein terhadap kebutuhan protein
contoh sebesar 6622% dengan nilai maksimum 107% (normal) dan nilai
minimum 32% (defisit tingkat berat).
Tabel 23 Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan
energi dan protein
Tingkat Konsumsi
terhadap Kebutuhan Rata-rata Nilai Maksimum Nilai Minimum
(% angka kebutuhan)
Energi 6722 118 29
Protein 6622 107 32
Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan
protein mayoritas contoh (60%) tergolong defisit tingkat berat. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa konsumsi contoh masih rendah sehingga belum bisa
mencukupi kebutuhan energi dan proteinnya. Ini bisa terjadi karena 70% contoh
berada dalam kategori defisit tingkat berat dan sedang untuk tingkat konsumsi
energi terhadap ketersediaan energi. Disamping itu, 55 % contoh juga berada
dalam kategori defisit tingkat berat dan sedang untuk tingkat konsumsi protein
terhadap ketersediaan protein (Tabel 22).
Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein
terhadap kebutuhan energi dan protein
Energi Protein
Tingkat Konsumsi terhadap Kebutuhan
n % n %
Derfisit Tingkat Berat 12 60 12 60
Defisit Tingkat Sedang 3 15 1 5
Defisit Tingkat Ringan 3 15 5 25
Normal 2 10 2 10
Di atas kebutuhan 0 0 0 0
Total 20 100 20 100

Daya Terima terhadap Diet Hati


Penilaian terhadap Atribut Makanan
Rasa dan suhu merupakan dua atribut makanan yang kurang disukai di
antara tujuh atribut makanan yang ditanyakan pada contoh. Rasa makanan yang
63

kurang disukai contoh diakibatkan dari penggunaan bumbu masakan yang jenis
dan jumlahnya terbatas, terutama garam dapur dan bumbu-bumbu yang dapat
merangsang saluran cerna meskipun bumbu tersebut mampu meningkatkan nafsu
makan. Suhu makanan sumber karbohidrat utama seperti nasi/bubur sum-
sum/bubur havermout, lauk hewani/nabati, dan sayur yang sebaiknya disajikan
dalam keadaan panas biasanya sudah menjadi dingin saat diterima pasien. Hal ini
dimungkinkan oleh jarak bangsal dan UPM yang cukup jauh. Selain itu, makanan
dari UPM sudah diporsikan ke dalam plato sehingga luas permukaannya lebih
lebar dan cepat dingin.
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan pada
waktu makan pagi
Skala Penilaian
Total
Atribut Makanan Tidak Suka Kurang Suka Suka
n % n % n % n*) %
Bentuk - 0,0 2 3,3 58 96,7 60 100
Warna - 0,0 4 6,7 56 93,3 60 100
Tekstur 2 3,3 5 8,3 53 88,3 60 100
Bau 2 3,3 6 10,0 52 86,7 60 100
Rasa 4 6,7 18 30,0 38 63,3 60 100
Suhu 2 3,3 18 30,0 40 66,7 60 100
Kebersihan alat makan - 0,0 3 5,0 57 95,0 60 100
*) n = 1 makan pagi x 3 hari x 20 orang
Penilaian contoh terhadap atribut makanan pada waktu makan siang (Tabel
26) lebih baik daripada makan pagi (Tabel 25). Ini terlihat dari contoh yang
menilai suka terhadap berbagai atribut makanan yang ditanyakan pada waktu
makan siang lebih banyak daripada makan pagi
Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan penilaian terhadap atribut makanan pada
waktu makan siang
Skala Penilaian
Total
Atribut Makanan Tidak Suka Kurang Suka Suka
n % n % n % n*) %
Bentuk - 0,0 - 0,0 60 100,0 60 100
Warna - 0,0 1 1,7 59 98,3 60 100
Tekstur - 0,0 2 3,3 58 96,7 60 100
Bau - 0,0 1 1,7 59 98,3 60 100
Rasa 4 6,7 14 23,3 42 70,0 60 100
Suhu 2 3,3 12 20,0 46 76,7 60 100
Kebersihan alat makan - 0,0 2 3,3 58 96,7 60 100
*) n = 1 makan siang x 3 hari x 20 orang
64

Daya Terima Berdasarkan Waktu Makan


Sebagian besar contoh memiliki daya terima tinggi pada waktu makan pagi
(90%). Bahkan 100% contoh memiliki daya terima tinggi pada waktu makan
siang. Pada waktu makan pagi contoh cenderung memiliki daya terima yang lebih
rendah daripada makan siang. Hal ini terlihat dari contoh dengan daya terima
sedang pada waktu makan pagi lebih banyak daripada makan siang. Selain itu,
penilaian atribut makanan pada waktu makan pagi kurang baik dibandingkan
dengan makan siang (Tabel 25 dan 26).
Tabel 27 Sebaran daya terima contoh terhadap diet hati berdasarkan waktu makan
Waktu Makan
Daya Terima Pagi Siang
n % n %
Rendah - 0 - 0
Sedang 2 10 - 0
Tinggi 18 90 20 100
Total 20 100 20 100
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pada penelitian ini mayoritas contoh termasuk dalam kategori umur dewasa
menengah. Contoh yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada
perempuan. Jenis penyakit hati yang diderita contoh dari yang paling banyak
yaitu sirosis hati, hepatoma, dan hepatitis. Pendidikan contoh paling banyak
tamat SMA/sederajat. Pekerjaan yang paling banyak dimiliki contoh yaitu PNS.
Malnutrisi protein (kwashiorkor) dan malnutrisi ringan paling banyak ditemukan
pada contoh. Separuh dari contoh yang diteliti sedang menjalani rawat inap
selama 5-10 hari.
Kebutuhan energi contoh per hari berkisar antara 1800-2900 kkal dengan
rata-rata 2459258 kkal pada laki-laki dan 1967208 kkal pada perempuan.
Kebutuhan protein per hari berkisar antara 49,5-98,6 gram dengan rata-rata
80,414,9 gram pada laki-laki dan 64,212,8 gram pada perempuan.
Diet Hati yang disediakan UPM untuk contoh berupa Diet Hati I Cair, Diet
Hati II Saring, Diet Hati III Lunak, dan Diet Hati III Biasa dalam bentuk rendah
garam dan tidak rendah garam. Diet Hati III paling banyak diterima contoh
sebelum dan saat diteliti. Diet Hati Rendah Garam hanya diberikan pada sebagian
kecil contoh. Pada saat contoh diteliti rata-rata ketersediaan energi Diet Hati II
Saring 1884164 kkal, Diet Hati III Lunak 1733143 kkal, dan Diet Hati III Biasa
1901125 kkal sedangkan rata-rata ketersediaan protein Diet Hati II Saring
54,15,4 gram, Diet Hati III Lunak 62,27,3 gram, dan Diet Hati III Biasa
65,34,4 gram.
Konsumsi energi contoh berasal dari konsumsi Diet Hati, makanan luar,
dan cairan infus. Sebagian besar contoh mengkonsumsi makanan luar dan cairan
infus. Contoh rata-rata mengkonsumsi energi 1565710 kkal per hari dan protein
50,326,0 gram per hari. Rata-rata konsumsi energi per hari dari Diet Hati
1293374 kkal, makanan luar 203213 kkal, dan cairan infus 69123 kkal
sedangkan rata-rata konsumsi protein per hari dari Diet Hati 43,214,9 gram,
makanan luar 6,16,7 gram, dan cairan infus 1,04,4 gram.
Tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan
protein sebagian besar contoh tergolong defisit. Separuh contoh tingkat konsumsi
66

energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan proteinnya tergolong defisit
tingkat berat. Mayoritas contoh tergolong defisit tingkat berat pada tingkat
konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan proteinnya.
Pada umumnya contoh menyukai semua atribut makanan penentu daya
terima terhadap Diet Hati. Rasa yang kurang enak dan suhu makanan yang dingin
menyebabkan atribut rasa dan suhu paling kurang disukai contoh. Daya terima
terhadap Diet Hati dengan kategori tinggi dimiliki sebagain besar contoh pada
waktu makan pagi dan seluruh contoh pada waktu makan siang. Daya terima
contoh terhadap Diet Hati pada waktu makan siang labih baik daripada makan
pagi.

Saran
1. Pasien tanpa intoleransi protein (kondisi keseluruhan baik) yang
memerlukan Diet Hati cair setelah menjalani tindakan medis sebaiknya tidak
diberi Diet Hati I. Akan tetapi, bisa langsung mendapatkan Diet Hati II, III,
atau IV yang berbentuk cair sesuai dengan kondisi pasien tersebut agar
terpenuhi kebutuhan energi dan proteinnya.
2. Tenaga medis (dokter/dokter muda) perlu berperan aktif dalam memberikan
penjelasan kepada pasien dan keluarganya tentang pentingnya terapi diet
yang berkaitan dengan penyakit pasien sehingga dapat mempercepat masa
penyembuhan.
3. Ahli gizi perlu meningkatkan frekuensi pemberian konseling gizi sehingga
memotivasi pasien untuk makan dan menghabiskan makanan yang
disediakan rumah sakit.
4. UPM sebaiknya mengkaji kembali standar nilai gizi yang ditetapkan untuk
masing-masing jenis Diet Hati agar bisa memenuhi kebutuhan gizi pasien
secara perorangan.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, N. 2002. Zat Pewarna dan Pengawet Makanan Pemicu Sirosis Hepatis.
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/fig-1.htm [23 Sep 2004].
Almatsier S. 1992. Pelayanan gizi rumah sakit dan perkembangan ilmu serta
teknologi. Gizi Indonesia 17: 97-104.
Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier S, Jusat I, Akmal N. 1992. Persepsi pasien terhadap makanan di
rumah sakit (Survei pada 10 rumah sakit di DKI Jakarta). Gizi Indonesia
17: 87-96.
[Anonim]. 2003. Pedoman Cairan Infus. Ed Rev VIII. Jakarta: Otsuka
Indonesia.
[Anonim]. 2004. Sirosis: Merusak Semua Fungsi Hati. Sehat Plus 2(12): 24-27.
[Bagian Gizi RSCM, Persagi] Bagian Gizi Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2002. Penuntun Diit.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Budiarto E. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran: Sebuah Pengantar.
Jakarta: EGC.
Budihusodo U. 2004. Liver Vailure and Clinical Nutrition.
http://www.kalbe.co.id/kfportal.nsf/0/c09837f54f7f545047256e3000269f69
?OpenDocument&Autoframed&Click= [ 23 Sep 2004].
Budiyanto MAK. 2002. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Chairulsjah. 2004. Prevalensi Hepatitis Masih Tinggi.
http://www.sinarharapan.co.id/nasional/2004/s0405.html [25 Feb 2005] .
Corwin EJ. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Pendit BU, penerjemah); Jakarta:
EGC. Terjemahan dari: Handbook of Pathophysiology.
Dalimartha S. 2004. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis. Jakarta:
Penebar Swadaya.
[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Ed ke-2. Jakarta: Balai Pustaka.
[Dir. BGM] Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1996. Laporan Akhir Survei
Konsumsi Gizi Tahun 1995. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
[Dir. Jen. Yan. Medik] Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1999a. Pedoman
Pencegahan Gizi Kurang di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
[Dir. Jen. Yan. Medik] Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1999b. Daftar
Rumah Sakit Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
68

[Dir. Jen. Yan. Medik] Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2000. Statistik
Rumah Sakit di Indonesia. Seri ke-3. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Djojodibroto RD. 1997. Kiat Mengelola Rumah Sakit. Jakarta: Hipokrates.
Effendi, Y. H. 2002. Pengantar gizi kesehatan [diktat]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Eschleman MM. 1996. Introductory Nutrition and Nutrition Therapy. Ed ke-3.
Philapelphia: Lippincott.
Gibson RS. 1993. Nutritional Assessment: A Laboratory Manual. New York:
Oxford Univ Pr.
Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah, Setiawan B, Marliyati SA. 1988. Aspek Gizi dan Daya Terima Menu
dengan Pangan Pokok Beragam dalam Upaya Penganekaragaman
Konsumsi Pangan. Bogor: Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Hartono A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit: Diagnosis, Konseling, dan
Preskripsi. Jakarta: EGC.
Karsono S. 2000. Prinsip Terapi Cairan Intravena. Ed ke-1. Jakarta: Widatra
Bhakti.
Lesmana LA, Hasan I. 2001. Sirosis hati. Di dalam: Simadibrata M et al., editor.
Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. hlm 125-126.
Lieber CS. 1999. Nutrition in liver disorders. Di dalam: Shils ME, Olson JA,
Shike M, Ross AC, editor. Modern Nutrition in Health and Disease. Ed
ke-9. Pennsylvania: Williams & Wilkins. hlm 1177-1189.
Mahan LK, Arlin MT. 1992. Krauses Food, Nutrition, and Diet Therapy. Ed
ke-8. Philadelphia: WB Saunder.
Mansjoer A et al. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid ke-1. Ed ke-3.
Jakarta: Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Moehyi S. 1986. Ilmu Gizi. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta:
Bhratara.
Moehyi S. 1997. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit.
Jakarta: Gramedia.
Morgan MY, Heaton KW. 2000. Nutrition, the liver, and gallstones. Di
dalam:Garrow JS, James WPT, Ralph A, editor. Human Nutrition and
Dietetics. London: Churchill Livingstone. hlm 575-600.
69

Nasoetion A. 1988. Cara Penilaian Kualitas Hidangan dan Konsumsi Pangan.


Bogor: Laboratorium Gizi Masyarakat, Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Nasoetion A, Riyadi H, Mudjajanto ES. 1994. Dasar-dasar Ilmu Gizi. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Nelson JK, Moxness KE, Jensen MD, Gastineau CF. 1994. Mayo Clinic Diet
Manual: A Handbook of Nutrition Practices. Ed ke-7. Philadelphia:
Mosby.
Noer S. 2003. Gizi dan Penyakit Hati.
http://www.papdi.or.id/nutrisi/Nutrisi%2011%20gizi_dan_penyakit_hati.ht
m [23 Sep 2004].
Noras JU. 2000. Penilaian pasien terhadap pelayanan gizi di ruang rawat teratai
RSUP Fatmawati Jakarta [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Papalia ED, Olds SW. 1986. Human Development. New Yoerk: McGraw-Hill.
Pearce EC. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Handoyo SY,
penerjemah; Jakarta: Gramedia. Terjemahan dari: Anatomy & Physiology
for Nurses.
Ratnasari L. 2003. Daya terima makanan dan tingkat konsumsi energi-protein
pasien rawat inap penderita penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupatern Cilacap [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Rukmono, Manus MPB. 1989. Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Di
dalam: Tim Penyusun, editor. Sejarah & Perjuangan RSCM-FKUI.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. hlm.
15-25.
Shulman ST, Phair JP, Sommers HM. 1994. Dasar Biologis & Klinis Penyakit
Infeksi. Wahab AS, penerjemah. Ed ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada
University Pr. Terjemahan dari: The Biological & Clinical Basis of
Infectious Diseases.
Singarimbun M. 1995. Metode dan poses penelitian. Di dalam: Singarimbun M,
Effendi S, editor. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. hlm 3-15.
Soeprapto. 1985. Administrasi Rumah Sakit. Surabaya: Brata Jaya.
Sri L. 2004. Diet penyakit kanker. Di dalam: Almatsier S, editor. Penuntun Diet.
Ed Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm 201-204.
Stump SE. 1997. Nutrition and Diagnosis Related Care. Ed ke-4. Baltimore:
Willliams & Wilkims.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Suhardjo, Kusharto CM. 1992. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
70

Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Bogor: Pusat


Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Sulaiman A, Julitasari. 1995. Hepatitis A. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.
Sulaiman A, Kandun IN, Sastrosoewignjo RI, Budihusodo U. 1995. Hepatitis B.
Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.
Supariasa IPN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Sutardjo S. 2004. Pedoman menuju gizi seimbang. Di dalam: Almatsier S,
editor. Penuntun Diet. Ed Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm
12-26.
Tjiptoherijanto P. 1999. Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia. Studi
Indonesia 9:1 [terhubung berkala]. http://psi.ut.ac.id/jsi/91prijono.htm [25
Feb 2005].
Tortora GJ, Anagnostakos NP. 1992. Principles of Anatomy and Physiology. Ed
ke-6. New York: Harper & Row.
Uripi V. 1993. Pengelolaan makanan di rumah sakit [diktat]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Uripi V. 2001. Menu untuk Penderita Hepatitis dan Gangguan Saluran
Pencernaan. Jakarta: Puspa Swara.
Williams SR. 1995. Basic Nutrition and Diet Therapy. Ed ke-10. St. Louise:
Mosby.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yuliati LN. 2001. Manajemen jasa makanan dan gizi [diktat]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Yunahar, H. 2004. Diet penyakit hati. Di dalam: Almatsier S, editor. Penuntun
Diet. Ed Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm 120-129.
LAMPIRAN
72

Lampiran 1 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada makanan
lunak
Golongan Bahan Makanan Makanan yang Boleh Diberikan Makanan yang Tidak Boleh
Diberikan
Sumber karbohidrat Beras ditim, dibubur; kentang Nasi goreng, beras ketan,
direbus atau dipuree; makaroni, bulgur, jagung, cantel, ubi,
mi, soun, misoa rebus; roti; singkong, tales
tepung beras, maizena,
hunkwee, havermout dibubur
atau dibuat puding
Sumber protein hewani Daging sapi, kerbau, ikan, Daging berlemak banyak;
unggas direbus, dikukus, daging, ikan, telur digoreng;
disemur, ditim, dipanggang; ikan banyak duri; bandeng,
telur didadar, diceplok air, mujair, mas, selar, dan
dicampur dalam makanan atau sebagainya
minuman; keju, yogurt, susu
Sumber protein nabati Tahu, tempe, oncom, direbus, Dalam bentuk digoreng
dikukus, dipanggang; kacang-
kacangan: kacang hijau, kacang
merah direbus dalam jumlah
terbatas; sari kedelai
Lemak Mentega, margarin, minyak Untuk menggoreng, santan
goreng untuk menumis; santan kental
encer
Sayuran Sayuran yang tidak banyak Sayuran mentah; sayuran
serat dan dimasak: bayam, yang menimbulkan gas: kol,
kangkung, kacang panjang, sawi, lobak; sayuran yang
buncis muda, oyong muda banyak serat: genjer, kapri,
dikupas, labu siam, labu daun singkong, daun kelor,
kuning, labu air, tomat, terubuk, daun katuk, keluwih, melinjo,
kembang kol dan ketimun yang pare, nangka muda, krokot
dikupas dan dikeluarkan bijinya
Buah-buahan Buah segar: pisang, pepaya, sari Buah-buahan yang banyak
sirsak, jeruk, mangga, sawo, mengandung serat dan/atau
dan alpukat; buah lain dimasak menimbulkan gas: nangka,
dengan menghilangkan kulit durian, kedondong, nanas, dsb
dan biji: nanas, jambu biji; buah
dalam kaleng dan sari buah
Bumbu-bumbu Dalam jumlah terbatas: bumbu Cabe, merica, dan bumbu
dapur, pala, kayu manis, asam, lainnya yang merangsang
gula, garam
Minuman Teh encer, kopi encer, coklat, Minuman yang mengandung
susu, sirup alkohol : bir, wiski; minuman
yang mengandung gas: air
soda, limun, coca cola,
orange crush, dan sebagainya
Sumber: Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002)
73

Lampiran 2 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada makanan
saring
Golongan Bahan makanan Makanan yang Boleh Makanan yang Tidak Boleh
Diberikan Diberikan
Sumbet karbohidrat Beras dibubur saring atau Beas ketan, bulgur, jagung,
dihaluskan; roti dipanggang; cantel, ubi, tales
krakers, biskuit; tepung-
tepungan: beras, maezena,
sagu, hunkwe, havermout
dibubur, dipuding, dsb; gula
pasir, sirup
Sumber protein hewani Daging giling saring atau Daging berlemak; daging
dihaluskan; telur ayam direbus digoreng; daging diawet;
masak, diceplok air atau dendeng, daging asap; ikan
dicampur dalam makanan atau diawet; ikan banyak duri:
minuman; susu bandeng, mujahir, mas,
selar, dsb; telur digoreng
Sumber protein nabati Tahu giling, kacang hijau Sumber protein nabati lain
saring atau dihaluskan; sari
dele
Lemak Mentega atau margarin dalam Santan, minyak
jumlah terbatas
Sayuran Sayurannyang rendah serat Sayuran mentah; sayuran
dan disaring atau dihaluskan, yang menimbulkan gas: kol,
seperti bayam, wortel, labu sawi, lobak; sayuran yang
kuning, labu siam banyak serat: genjer, kapri,
daun singkong, nangka
muda, keluwih, dsb
Buah-buahan Buah-buahan yang tidak Buah-buahan yang banyak
banyak dserat disaring atau serat dan/atau menimbulkan
dihaluskan, seperti pepaya, gas: nangka, durian,
jeruk, dsb kedondonh, nanas, dsb
Bumbu-bumbu Bumbu yang tidak merangsang Lombok, merica, dan
dalam jumlah terbatas bumbu merangsang yang
lain
Minuman Teh encer, kopi encer, coklat Minuman yang
dalam jumlah terbatas mengandung alkohol: bir,
wiski; minuman yang
mengandung gas: air soda,
minumjan botol ringan
(coca cola, fanta, dsb)
Sumber: Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002)
74

Lampiran 3 Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan pada diet rendah
garam
Golongan Bahan Makanan Makanan yang Boleh Diberikan Makanan yang Tidak Boleh
Diberikan
Sumber karbohidrat Beras, bulgur, kentang, Roti, biskuit dan kue-kue
singkong, terigu, tapioka, yang dimasak dengan garam
hunkwee, gula, makanan yang dapur dan atau soda
diolah dari bahan makanan
tersebut di atas tanpa garam
dapur dan soda seperti:
makaroni, mi, bihun, roti,
biskuit, kue kering, dan
sebagainya
Sumber protein hewani Daging dan ikan maksimum Otak, ginjal, lidah, sarden,
100 g sehari; telur maksimum 1 keju; daging, ikan, dan telur
butir sehari; susu maksimum yang diawet dengan garam
200 g sehari dapur seperti: daging asap,
ham, bacon, dendeng, abon,
ikan asin, ikan kaleng, kornet,
ebi, udang kering, telur asin,
telur pindang, dan sebagainya
Sumber protein nabati Semua kacang-kacangan dan Keju kacang tanah dan semua
hasilnya yang diolah dan kacang-kacangan dan hasilnya
dimasak tanpa garam yang dimasak dengan garam
dapur dan lain ikatan natrium
Lemak Minyak, margarin tanpa garam, Margarin dan mentega biasa
mentega tanpa garam
Sayuran Semua sayuran segar; sayuran Sayuran yang diawet dengan
yang diawet tanpa garam dapur, garam dapur dan lain ikatan
natrium benzoat, dan soda natrium, seperti sayuran
dalam kaleng, sawi asin,
asinan, acar, dan sebagainya
Buah-buahan Semua buah-buahan segar; Buah-buahan yang diawet
buah-buahan yang diawet tanpa dengan garam dapur dan lain
garam dapur, natrium benzoat ikatan natrium
dan soda.
Bumbu-bumbu Semua bumbu-bumbu segar dan Garam dapur, baking powder,
kering yang tidak mengandung soda kue, vetsin dan bumbu-
garam dapur dan lain ikatan bumbu yang mengandung
natrium garam dapur seperti: kecap,
terasi, maggi, saus tomat,
petis, tauco
Minuman Teh, kopi, minuman botol Coklat
ringan
Sumber: Bagian Gizi RSCM & Persagi (2002)
75
76

Lampiran 5 Struktur organisasi Unit Produksi Makanan Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Direktur Sarana & Prasarana

Manager III
UPM

Manager II Manager II Oprasional


Perencanaan & Administrasi Pengolahan & Penyaluran Makanan

Pelaksana V Pelaksana IV Pelaksana IV Pelaksana V Pelaksana V Pelaksana V Pelaksana V Pelaksana IV Pelaksana IV


Pj Pj Pj Pj Pj Pj Pj Pj Pj
Makanan Kepegawaian Sarana & Pengembangan Penyediaan Pengolahan Pengolahan Pengolahan Pengolahan
Swadana Inventaris Alat Resep Makanan & Persiapan & Distribusi & Mutu Higiene & Makanan
Sanitasi Pegawai

Sumber: UPM Perjan RSCM (2004)


77

Lampiran 6 Menu kelas III masakan diet dan masakan saring Perjan RSCM
Siklus Waktu Makan
Menu Pagi Siang Sore
Hari Bubur sumsum+saus gula Nasi (B), Bubur nasi (L), Nasi (B), Bubur nasi (L),
ke-I merah (B, L, S) Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula
Telur rebus (B, L, S) merah/Bubur havermout+saus merah/Bubur
santan (S) havermout+saus santan (S)
Daging bumbu sate manis (B, Ayam bumbu opor (B, L),
L), Telur rebus (S) Telur rebus (S)
Bihun goreng (B, L) Tempe tumis (B, L)
Cah wortel (B, L) Sayur bening bayam (B, L)
Pisang Ambon (B, L, S) Pepaya (B, L, S)
Hari Roti+gula aren (B, L) Nasi (B), Bubur nasi (L), Nasi (B), Bubur nasi (L),
ke-II Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula
merah (S) merah/Bubur havermout+saus merah/Bubur
Telur rebus (B, L, S) santan (S) havermout+saus santan (S)
Ikan panggang bumbu kuning Telur bumbu semur (B, L),
(B, L), Telur rebus (S) Telur rebus (S)
Tahu bumbu tumis tanpa cabe Tempe bumbu tomat (B, L)
(B, L) Tumis kacang panjang+toge
Sayur asem (B, L) (B, L)
Jeruk (B, L, S) Pisang ambon (B, L, S)
Hari Bubur ayam (B, L), Bubur Nasi (B), Bubur nasi (L), Nasi (B), Bubur nasi (L),
ke-III sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula
merah/Bubur merah/Bubur havermout+saus merah/Bubur
havermout+saus santan (S) santan (S) havermout+saus santan (S)
Bawang goring, tongcay, Ayam laksa+kemangi (B, L), Ikan panggang bumbu
daun seledri (B, L) Telur rebus (S) kuning (B, L), Telur rebus
Ayam bumbu semur (B, L), Tempe bacem (B, L) (S)
Telur rebus (S) Sup sayuran (B, L) Tahu semur (B, L)
Pepaya (B, L, S) Sayur lodeh (B, L)
Jeruk (B, L, S)
Hari Nasi (B), Bubur nasi (L), Nasi (B), Bubur nasi (L), Nasi (B), Bubur nasi (L),
ke-IV Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula
merah/Bubur merah/Bubur havermout+saus merah/Bubur
havermout+saus santan (S) santan (S) havermout+saus santan (S)
Telur dadar (B, L), Telur Daging empal basah (B, L), Telur bumbu kuning (B, L),
rebus (S) Telur rebus (S) Telur rebus (S)
Tumis kacang panjang (B, L) Tempe bacem (B, L) Mie goreng (B, L)
Tumis buncis (B, L) Bening bayam (B, L)
Pepaya (B, L, S) Pisang ambon (B, L, S)
Hari Nasi (B), Bubur nasi (L), Nasi (B), Bubur nasi (L), Nasi (B), Bubur nasi (L),
ke-V Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula
merah/Bubur merah/Bubur havermout+saus merah/Bubur
havermout+saus santan (S) santan (S) havermout+saus santan (S)
Daging bumbu semur ( B, Ayam bumbu sapit (B, L), Daging bumbu malbi (B, L),
L), Telur rebus (S) Telur rebus (S) Telur rebus (S)
Cah wortel (B, L) Tahu bacem (B, L) Mie goreng (B, L)
Tumis kacang panjang (B, L) Sup sayuran (B, L, S)
Jeruk (B, L, S) Pisang ambon (B, L, S)
Hari Nasi (B), Bubur nasi (L), Nasi (B), Bubur nasi (L), Nasi (B), Bubur nasi (L),
ke- Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula Bubur sumsum+saus gula
XXXI merah/Bubur merah/Bubur havermout+saus merah/Bubur
havermout+saus santan (S) santan (S) havermout+saus santan (S)
Telur dadar (B, L), Telur Semur hati (B, L), Telur rebus Ayam waikiki (B, L), Telur
rebus (S) (S) rebus (S)
Tumis kacang panjang (B, L) Tumis tempe (B, L) Bihun goreng (B, L)
Sayur kerry (B, L) Gulai manis labu siam (B, L)
Pepaya (B, L, S) Jeruk (B, L, S)
Sumber: UPM Perjan RSCM (2001)
Keterangan : B = Diet Hati III Biasa
L = Diet Hati III Lunak
S = Diet Hati II Saring
78

Lampiran 7 Menu selingan kelas III masakan diet dan masakan saring Perjan
RSCM
Jenis Waktu Makan
Siklus Menu
Masakan Siang Malam
Hari ke-I Agar-agar srikaya bumbu Cake tape Malkis
spekuk
Hari ke-II Bubur kacang hijau Puding sagu ambon Biskuit
Masakan Hari ke-III Agar-agar coklat Lapis basah Roti bagelen
Saring Hari ke-IV Puding maizena Zantar isi buah Malkis
Hari ke-V Bubur kacang hijau Balu zebra Roti bagelen
Hari ke-XXXI Agar-agar srikaya bumbu Biskuat Creekers
spekuk
Hari ke-I Puding agar-agar bumbu Pisang raja -
spekuk
Hari ke-II Sus isi vla Pisang ambon -
Masakan
Hari ke-III Agar-agar buah Cake marmer -
Diet
Hari ke-IV Puding maizena Jeruk -
Hari ke-V Puding cocktail Pepaya -
Hari ke-XXXI Pepaya Puding cocktai -
Sumber: UPM Perjan RSCM (2001)
Keterangan :
Menu selingan masakan saring untuk Diet Hati II Saring
Menu selingan masakan diet untuk Diet Hati III Lunak dan Diet Hati III
Biasa
79

Lampiran 8 Standar makanan cair diet hati Perjan RSCM


Bahan Makanan Satuan DH I DH II DH III DH IV
Susu full cream gram - 80 40 150
Susu skim gram - - 80 150
Gula pasir gram 150 200 160 150
Maizena gram 20 20 20 20
Telur ayam butir - 1 1 -
Sirup gram 50 - - -
Nilai Gizi
Kalori Kkal 723 1296 1240 1910
Protein gram 1,83 30,3 48,4 94,2
Lemak gram 0,78 30,1 19,7 56,3
Karbohidrat gram 183 231,8 221,4 276
Sumber: UPM Perjan RSCM (2000)
80

Lampiran 9 Data kebutuhan energi-protein contoh berdasarkan jenis kelamin

Kebutuhan
Contoh Energi Protein
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
1 2400 - 57.6 -
2 2300 - 74.3 -
3 2700 - 94.5 -
4 2300 - 54.0 -
5 2300 - 75.6 -
6 2700 - 98.6 -
7 2700 - 87.8 -
8 2900 - 97.2 -
9 - 1900 71.6
10 - 1800 71.6
11 - 2200 49.5
12 2400 - 81.0 -
13 2200 - 81.0 -
14 2700 - 87.8 -
15 2500 - 82.4 -
16 2800 - 93.2 -
17 2400 - 75.6 -
18 1900 - 75.6 -
19 2300 - 98.6 -
20 2300 - 52.2 -
Rata-rata 2457 1900 81.5 72.0
Nilai maksimum 2900 2200 98.6 71.6
Nilai minimum 1900 1800 52.2 49.5
Standar deviasi 274 208 14.6 13.0
81

Lampiran 10 Data ketersediaan dan konsumsi energi-protein contoh dari diet hati
Ketersediaan Diet Hati Konsumsi Diet Hati
Jenis Diet Hati
Con-
Energi Protein Energi Protein
toh

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3

1 DH II Saring DH II Saring DH II Saring 1863 1977 1768 59.2 57.5 57.2 1308 1308 1124 42.5 37.6 38.7

2 DH III Lunak DH III Lunak DH III Lunak 2004 1690 1749 75.0 58.2 61.0 701 405 449 33.7 18.4 15.8

3 DH III Biasa DH III Biasa DH III Biasa 2076 1973 1861 65.7 61.2 65.8 1590 1829 1846 48.0 55.5 64.1

4 DH II Saring DH II Saring DH II Saring 1970 1927 1999 54.4 52.8 53.7 1397 1363 1068 36.1 37.1 21.4

5 DH III Lunak DH III Lunak DH III Biasa 1839 1875 1894 62.4 67.4 63.4 1182 1421 914 26.5 54.2 24.4

6 DH II Saring DH III Lunak DH III Lunak 2018 1794 1760 62.3 60.4 51.4 648 997 1066 15.8 44.8 35.2

7 DH III Lunak DH III Lunak DH III Lunak 1780 1631 1752 59.5 64.5 69.8 1507 1631 1626 54.9 64.5 67.5

8 DH II Saring DH II Saring DH III Lunak 1875 1899 1771 52.6 52.4 61.4 1148 1285 1307 30.0 33.3 38.7

9 DH II Saring DH II Saring DH II Saring 1910 1790 1990 53.4 50.0 53.0 1097 1011 997 25.9 21.2 20.6

10 DH III Biasa DH III Biasa DH III Biasa 1926 1924 1838 73.0 74.3 62.9 1143 1210 1212 43.8 35.0 37.4

11 DH III Lunak DH III Lunak DH III Lunak 1679 1635 1935 57.7 60.2 76.3 1496 974 1042 55.4 40.8 42.5

12 DH II Saring DH II Saring DH II Saring 1946 1849 1975 57.1 57.8 53.9 1535 1540 1975 45.6 45.8 53.9

13 DH III Biasa DH III Biasa DH III Biasa 2023 1739 1693 63.8 65.5 57.1 1946 1323 1510 62.3 50.6 55.1

14 DH II Saring DH III Biasa DH III Lunak 1898 1734 1597 56.2 64.9 58.6 1298 1377 1037 40.8 43.7 37.1

15 DH II Saring DH II Saring DH III Lunak 1623 1341 1530 49.0 36.5 61.2 1451 759 1384 60.2 23.2 45.1

16 DH II Saring DHRG III Lunak DHRG III Lunak 2111 1649 1848 59.1 63.5 69.1 1547 915 706 47.1 31.9 14.6

17 DHRG III Lunak DHRG III Lunak DHRG III Lunak 1749 1696 1865 55.3 62.5 69.6 1421 1202 1098 49.6 52.5 57.2

18 DH III Lunak DH III Lunak DH III Lunak 1791 1610 1899 59.7 64.0 71.5 1607 1536 1899 57.7 63.1 71.5

19 DHRG III Biasa DHRG III Biasa DHRG III Biasa 2120 1905 1904 66.8 62.4 67.6 2120 1816 1904 66.8 61.3 67.6

20 DH III Lunak DH III Lunak DH III Lunak 1306 1779 1570 40.1 60.9 57.4 895 1410 1078 35.0 54.6 37.8
Rata-rata Diet Hati 1819 60.3 1293 43.2
Standar Deviasi Diet Hati 166 7.5 374 14.9
Rata-rata Diet Hati II Saring 1884 54.1 1299 35.3
Standar Deviasi Diet Hati II Saring 164 5.4 337 10.9
Rata-rata Diet Hati III Lunak 1733 62.2 1145 44.7
Standar Deviasi Diet Hati III Lunak 143 7.3 343 16.1
Rata-rata Diet Hati III Biasa 1901 65.3 1572 51.3
Standar Deviasi Diet Hati III Biasa 125 4.4 334 12.8
82

Lampiran 11 Data konsumsi energi-protein contoh dari makanan luar

Konsumsi Makanan Luar


Energi Protein
Contoh
Hari Hari Hari Hari Hari Hari
ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3
1 93 93 93 7.7 7.7 7.7
2 0 53 379 0.0 2.0 14.7
3 215 379 252 2.8 5.0 6.2
4 0 19 0 0.0 0.3 0.0
5 669 156 0 13.2 2.3 0.0
6 0 172 136 0.0 6.6 5.4
7 496 496 496 16.0 16.0 16.0
8 209 187 320 8.7 12.6 7.3
9 0 0 0 0.0 0.0 0.0
10 0 281 0 0.0 13.8 0.0
11 183 206 0 2.8 6.6 0.0
12 134 0 0 3.3 0.0 0.0
13 297 481 265 4.6 12.2 4.2
14 0 0 0 0.0 0.0 0.0
15 0 298 485 0.0 2.8 4.8
16 0 257 0 0.0 3.8 0.0
17 574 392 338 13.8 10.8 10.2
18 438 429 429 17.2 16.1 16.1
19 382 829 594 14.6 25.4 22.4
20 0 0 0 0.0 0.0 0.0
Rata-rata 203 6.1
Standar Deviasi 213 6.7
83

Lampiran 12 Data konsumsi energi-protein contoh dari cairan infus


Konsumsi Cairan Infus
Jenis Cairan Infus
Contoh Energi Protein
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3
1 NaCl 0.9% NaCl 0.9% NaCl 0.9% 0 0 0 0 0 0
2 - - - 0 0 0 0 0 0
3 NaCl 0.9% NaCl 0.9% - 0 0 0 0 0 0
4 NaCl 0.9% - NaCl 0.9% 0 0 0 0 0 0
5 - - - 0 0 0 0 0 0
6 NaCl 0.9% - Albumin 20% 0 0 0 0 0 20
7 NaCl 0.9%+Dextrose 5% NaCl 0.9%+Dextrose 5% NaCl 0.9%+Dextrose 5% 200 200 200 0 0 0
8 NaCl 0.9% NaCl 0.9%+Dextrose 5% Dextrose 5% 0 200 200 0 0 0
9 NaCl 0.9%+Triofusin 500 - NaCl 0.9% 250 0 0 0 0 0
10 Asering - - 0 0 0 0 0 0
11 - - - 0 0 0 0 0 0
12 - - - 0 0 0 0 0 0
13 - - - 0 0 0 0 0 0
14 - - - 0 0 0 0 0 0
15 Dextrose 5% Dextrose 5% Dextrose 5% 200 200 200 0 0 0
16 - Albumin 20%+NaCl 0.9% Albumin 20%+NaCl 0.9% 0 0 0 0 20 20
17 KAEN 3B KAEN 3B KAEN 3B 216 324 216 0 0 0
18 NaCl 0.9%+Dextrose 5% - NaCl 0.9% 400 0 0 0 0 0
19 - - - 0 0 0 0 0 0
20 NaCl 0.9%+Triofusin E 1000 KAEN 3B+Dextrose 5% KAEN 3B+Dextrose 5% 500 308 308 0 0 0
Rata-rata 69 1.0
Standar Deviasi 123 4.4

Anda mungkin juga menyukai