Anda di halaman 1dari 16

Pape 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kandung kemih neurogenik didefinisikan sebagai disfungsi kandung
kemih karena kerusakan atau penyakit pada sistem saraf pusat ataupun sistem
saraf perifer. Pada kandung kemih neurogenik terjadi gangguan pengisian dan
pengosongan urin sehingga timbul gangguan miksi yang disebut inkontinensia
urin dan apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal.
Kelainan tersebut dapat merupakan bagian kelainan kongenital ataupun didapat.
Kandung kemih neurogenik pada anak berbeda dengan dewasa dalam hal etiologi.
Sebagian besar kandung kemih neurogenik pada anak disebabkan kelainan
kongenital sedangkan pada dewasa lebih sering karena kelainan didapat.1,2
Istilah neurogenic bladder tidak mengacu pada suatu diagnosis spesifik
ataupun menunjukkan etiologinya, melainkan lebih menunjukkan suatu gangguan
fungsi urologi akibat kelainan neurologis. Fungsi bladder normal memerlukan
aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf otonomi dan somatik. Jaras neural
yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter meluas dari lobus
frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab neurogenik dari
gangguan bladder dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.1,2
Salah satu penelitian pertama prevalensi Neurogenic Bladder di Asia
adalah sebuah survai oleh APCAB (Asia Pacific Continence Advisory Board)
pada tahun 1998 yang mencakup 7875 laki-laki dan perempuan (sekitar 70%
perempuan) dari 11 negara (termasuk 499 dari Indonesia) ; didapatkan bahwa
prevalensi Neurogenic Bladder secara umum pada orang Asia adalah sekitar
50,6%. Banyak penyebab dapat mendasari timbulnya Neurogenic Bladder
sehingga mutlak dilakukan pemeriksaan yang teliti sebelum diagnosis ditegakkan.
Penyebab tersering adalah gangguan medulla spinalis; trauma merupakan
penyebab akut serta memberikan manifestasi klasik.2,3
Pape 2
r

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Mikturisi melibatkan dua tahap utama pada yakni; (1) kandung
kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat,
dan (2) keadaan tersebut menyebabkan terjadinya refleks saraf yang
disebut dengan refleks berkemih. Refleks berkemih merupakan refleks
autonom medulla spinalis, namun refleks tersebut dapat di fasilitasi dan
diinhibisi oleh pusat yang lebih tinggi, yakni korteks serebri dan batang
otak.1

Kandung kemih merupakan suatu ruang otot polos yang disebut


juga dengan otot detrussor. Ketika kandung kemih terisi oleh urin, maka
serabut saraf akan meluas ke segala arah sehingga meningkatkan tekanan
pada kandung kemih. Bila urin terkumpul dalam kandung kemih lebih
banyak dari 300-400 mliliter, akan menyebabkan peningkatan tekanan
secara cepat.1

Tekanan yang meningkat akan menimbulkan refleks regang yang


dipicu oleh reseptor regang sensorik dalam dinding kandung kemih. Sinyal
dari reseptor akan dikirim ke segmen sakralis medulla spinalis melalui
saraf pelvis. Sinyal tersebut akan dikembalikan ke kandung kemih melalui
saraf parasimpatis dengan menggunakan persarafan yang sama.1
Pape 3
r

Gambar 1. Persarafan pada kandung kemih serta struktur anatomis


kandung kemih

Saraf utama kandung kemih adalah saraf-saraf pelvis yang


berhubungan dengan medula spinais melalui pleksus sakralis, terutama
segmen 2 dan 3. Perjalanan melalui saraf pelvis terdapat dalam dua bentuk
persarafan yaitu serabut saraf sensorik dan saraf motorik.

Serabut saraf sensorik akan mendeteksi derajat regangan dari


kandung kemih yang terisi urin. Serabut ini berperan untuk memicu
refleks pengosongan kandung kemih. Sedangkan serabut motorik yang
dibawa dalam saraf-saraf pelvis merupakan serabut parasimpatis. Saraf ini
akan berakhir di sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih.
Kemudian saraf-saraf post ganglionik akan mempersarafi otot detrusor.

Selain itu, serabut saraf motorik juga bekerja sebagai saraf simpatis
melalui saraf hipogastrik, memberi sedikit efek kontraksi kandung kemih.
Saraf ini berhubungan dengan segmen L-2 dan juga member efek rasa
penuh dan nyeri pada beberapa kasus.

Selain mempersarafi kandung kemih, saraf motorik skeletal yang


meruapakan saraf somatik akan memicu refleks pudendus ke sfingter
eksterna kandung kemih. Refleks ini terjadi apabila refleks mikturisi sudah
cukup kuat. Refleks ke sfingter eksterna ini menimbulkan sinyal
konstriktor volunter untuk menghambat pengeluaran urin.
Pape 4
r

Gambar 2. Jalur neuronal yang meregulasi traktus urinarius bagian bawah.2

Refleks mikturisi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi


biasanya pusat yang lebih tinggi akan melakukan kendali akhir untuk
proses miktursi sebagai berikut:1,2

1) Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks mikturisi tetap terhambat
sebagian, kecuali bila mikturisi diinginkan
2) Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi
refleks mikturisi, dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus
menerus melakukan kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang
dengan sendirinya
3) Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat
mikturisi sakral untuk membantu memulai refleks mikturisi dan oada
saat yang sama mengambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin
dapat terjadi.
Pape 5
r

2.1.2 Hubungan dengan susunan saraf pusat


a. Pusat Miksi Pons
Pons merupakan pusat yang mengatur miksi melalui refleks spinal-
bulbospinal atau long loop refleks. Demyelinisasi Groat (1990) menyatakan
bahwa pusat miksi pons merupakan titik pengaturan (switch point) dimana
refleks transpinal-bulber diatur sedemikian rupa baik untuk pengaturan
pengisian atau pengosongan bladder. Pusat miksi pons berperan sebagai pusat
pengaturan yang mengatur refleks spinal dan menerima input dari daerah lain
di otak.1,2

b. Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian anteromedial
dari lobus frontal dapat menimbulkan gangguan miksi berupa urgensi,
inkontinens, hilangnya sensibilitas bladder atau retensi urine. Pemeriksaan
urodinamis menunjukkan adanya bladder yang hiperrefleksi. 1,2

2.2 Definisi Neurogenic bladder


Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat
kerusakan sistem saraf pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian
berkemih. Keadaan ini bisa berupa kandung kemih tidak mampu berkontraksi
dengan baik untuk miksi (underactive bladder) maupun kandung kemih terlalu
aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasar refleks yang tak
terkendali (overactive bladder) (Rackley, 2009; Waxman, 2010).
Pape 6
r

2.3 Epidemiologi

Lebih dari 200.000 orang di Amerika Serikat hidup dengan cidera tulang
belakang akibat dari trauma. Setiap tahunnya kira-kira 10.000 kasus baru terjadi
dengan rata-rata usia 30.7 tahun. Lebih dari 50% dari jumlah kasus tersebut,
terjadi berbagai macam derajat disfungsi kandung kemih.2

Selain disebabkan oleh cidera tulang belakang, neurogenic bladder juga


terjadi pada menjadi gejala dari penyakit seperti multiple sclerosis, Alzheimer,
Parkinson, stroke dan mielodisplasia. Neurogenic bladder ditemukan pada 40-
90% pasien multiple sclerosis (MS) di Amerika Serikat, 37-72% pada pasien
parkinsonisme, dan 15% pada pasien stroke. Diperkirakan bahwa 70-84% pasien
dengan cidera tulang belakang memiliki setidaknya beberapa derajat disfungsi
kandung kemih. Selain itu neurogenic bladder juga dapat ditemukan pada pasien
diabetes mellitus dengan neuropati otonom. Pada pasien MS, sebanyak 34-99%
mengalami uninhibited bladder contraction atau detrusor overactivity. Begitu
juga dengan pasien dengan cidera tulang belakang dan kecelakaan yang
melibatkan cerebrovascular. Sedangkan sisanya mengalami detrusor
underactivity.3

2.4 Etiologi
Terdapat banyak kasus neurologis yang dapat menjadi penyebab terjadinya
disfungsi traktus urinarius.2,5 Lesi pada saraf perifer atau pusat mikturisi di sakral
dapat menyebabkan detrusor areflexia, yakni menyebabkan tidak timbulnya rasa
ingin berkemih sehingga kandung kemih menjadi meregang dan terjadi
inkontinensia uri. Sedangkan lesi pada suprapontin menyabkan uninhibited
bladder contraction akibat tidak adanya inhibisi dari korteks serebri, sementara
sfingter uretra dalam keadaan relaksasi. Hal ini kemudian menjadikan otot
detrusor terlalu aktif (detrusor overactivity)
Pape 7
r

Gambar 3. Etiologi dan lokasi lesi yang dapat menyebabkan neurogenic bladder.2

2.5 Patofisiologi
Pada keadaan normal, otot detrusor, uretra posterior, dan sfingter eksterna
bekerja secara sinergis untuk menampung urin dalam kandung kemih dan
mengosongkannya. Pada pasien dengan neurogenic bladder, terjadi disfungsi dari
otot detrusor dan sfingter eksterna. (Pediatr nephrol) Gangguan pada berkemih
juga merupakan hasil dari ketidaknormalan mekanis dan fisiologis traktus
urinarius sehingga menyebabkan ketidak mampuan sfingter untuk meningkatkan
atau menurunkan tekanannya secara sempurna ketika tekanan pada kandung
kemih meningkat.3

Banyak klasifikasi yang telah digunakan untuk mengelompokkan


disfungsi neurogenic bladder. Setiap klasifikasi memiliki manfaat dan kegunaan
klinis tersendiri, yang dibentuk berdasarkan temuan kriteria urodinamik, atau
fungsi kandung kemih dan uretra.

Klasifikasi berdasarkan lokasi lesi neurologic dapat membantu mentukan


terapi farmakologis dan terapi bedah. Pada klasifikasi ini, neurogenic bladder
terdiri dari:4
Pape 8
r

1) Lesi yang berada diatas pusat mikturisi pontin (mis: stroke, tumor otak
lobus frontalis, parkinson, SCI) menyebabkan gangguan inhibisi kandung
kemih (Uninhibitted bladder)
2) Lesi yang berada diantara pusat mikturisi pontin dan tulang belakang
bagian sakral (mis: tumor medula spinalis, mielopati servikal, SCI, atau
multiple sclerosis yang melibatkan tulang belakang bagian cervicothoraks)
yang mengakibatkan upper motor neuron bladder

3) Lesi korda spinalis yang merusak nukleus detrusor tetapi menyisakan


nukleus pudendus sehingga menyebabkan mixed type A bladder
4) Lesi korda spinalis yang menyisakan nukleus detrusor tapi merusak
nukelus pudendus sehingga menyebabakan mixed B bladder
5) Cidera pada nervus yang berjalan dari sakral kebawah sehingga
menyebabkan lower motor neuron bladder
2.6 Gejala
Pada unhibited neurogenic bladder, biasanya terjadi penurunan kesadaran
akan kandung kemih yang penuh dan penurunan kapasitas kandung kemih
dikarenakan penurunan fungsi inhibisi dari pusat mikturisi pontin pada kerusakan
struktur kortikal dan subkortikal. Inkontinensia urin dapat terjadi dengan lesi
pada otak yang berada diatas pusat mikturisi pontin, terutama dengan lesi
bilateral.

Neurogenic bladder upper motor neuron ditandai dengan disinergi dari


sfingter dan detrusor. Kerusakan pada korda spinalis menjadikan kandung kemih
dan sfingter spastik, terutama apabila lesi berada diatas torakal 10 (diatas saraf
simpatis otonom yang menginervasi kandung kemih). Kapasitas kandung kemih
biasanya berkurang, dikarenakan tingginya tonus otot detrusor (neurogenic
detrussor overactivity atau detrusor hiperrefleksia).

Pada neurogenic bladder mixed type A, terjadi kerusakan dari nukleus


detrusor sehingga menyebabkan detrusor flasid (detrusor arefleksia), sementara
Pape 9
r

nukleus pudendus masih intak sehingga menimbulkan hipertonik pada sfingter


uretra eksternal. Sehingga pada akhirnya keadaan ini menyebabkan retensi urin.

Neurogenic bladder mixed type B ditandai dengan sfingter uretra eksterna


yang flasid oleh karena lesi pada nukleus pudendus, sementara kandung kemih
dalam keadaan spastik karena nukelus detrusor yang tidak terinhibisi. Keadaan ini
menyebabkan kapasitas kandung kemih sedikit tapi tekanan dalam kandung kemih
juga tidak meningkat disebabkan resistensi pengeluaran urin yang sedikit.
Sehingga manifestasi tipe neurogenic bladder ini adalah inkontinensia urin.

Pada neurogenic bladder lower motor neuron, pusat mikturisi di sakral


atau nervus perifer yang terlibat mengalami kerusakan, sementara sistem saraf
simpatis di torakal masih intak. Sehingga keadaan ini menyebabkan kapasitas
kandung kemih yang banyak dikarenakan tonus detrusor menurun (detrusor
arefleksia) dan inervasi sfingter interna intak.2,6,7

2.7 Diagnosis

Pemeriksaan secara menyeluruh penting untuk menegakkan diagnosis


neurogenic bladder. 2,6,7

a. Anamnesis
Keluhan saat berkemih (disuria, infeksi berulang, nokturia, inkontinensia,
urgensi, frekuensi)
Riwayat berkemih
Riwayat operasi dan penyakit dahulu yang berhubungan dengan
genitourinaria
Riwayat pengobatan (obat-obatan sedative, antidepressant, antipsikotik,
antihistamin, antikolinergik, antispasmodik, opiat, calcium channel blocker)
dapat mempengaruhi fungsi perkemihan.
Kebiasaan berkemih (pola berkemih, intake cairan, volume urin saat
berkemih)
Pape 10
r

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologis (status mental, refleks, kekuatan, dan sensasi pada
dermatom sakral) pemeriksaan ini berfungsi untuk mengevaluasi
kemungkinan kondisi neurologis berhubungan dengan gangguan berkemih
Kemungkinan ketidaknormalan mekanis seperti pembesaran prostat atau
prolaps kandung kemih harus dinilai dan dieksklusi
Pada pasien dengan cidera tulang belakang, periksa derajat dari lesi pada
spinal (komplit atau inkomplit), tonus ekstremitas, sensasi dan tonus pada
rectal, tonus volunter dari rektal, dan refleks bulbokavernosus

c. Pemeriksaan lanjutan
Urinalisis
Kultur urin
Serum kreatinin, BUN (Blood Urea Nitrogen)
Creatinine clearance
Evaluasi urodinamik:
Pemeriksaan urodinamik
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui fungsi kandungan
kemih dengan mengevaluasi kerja kandung kemih untuk penyimpanan urin,
pengosongan kandung kemih dan kecepatan aliran urin keluar dari kandung
kemih pada saat buang air kecil. Pemeriksaan urodinamika dapat berupa
Cystometrography, Postvoid residual urine, uroflometri, serta
elektromielografi sfingter.
Cystometrography
Cara pemeriksaannya dengan memasukan kateter berisi transduser
untuk mengukur tekanan ke dalam kandungan kemih dan rektum dan
kateter tersebut ddihubungkan dengan komputer. Kemudian memasukan
Pape 11
r

cairan steril ke dalam kandungan kemih. Selama fase pengisian tersebut


komputer akan memberikan informasi mengenai tekanan kandung kemih,
dan rektum, refleks kandungan kemih dan kapasitas kandungan kemih.

Postvoid residual urine


Adalah sebuah tes diagnostik yang mengukur berapa banyak urin
di kandung kemih yang tersisa setelah buang air kecil. Pemeriksaan residu
urine setelah berkemih (PVR) adalah pemeriksaan dasar untuk
inkontinensia urine untuk mengetahui kemampuan vesika urinaria dalam
mengosongkan seluruh isinya. Abnormal : 50-100ml / >20% volume
BAK.
Urolfowmetri
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama
proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak
invasive. Hasil biasanya diberikan dalam mililiterper detik(mL / detik).
Elektromielografi
Membantu memastikan adanya kegiatan berkemih
yangterkoordinasi atau tidak. Kegagalan relaksasi uretra selama
kontraksikandung kemih menghasilkan disinergia detrusor sfingter
(kegiatan berkemih yang tidak terkoordinasi) yang dapat didiagnosis
secara akurat saat terjadi lesi pada korda spinalis.
Cystoscopy
Membantu memastikan adanya kegiatan berkemih yang
terkoordinasi atau tidak. Kegagalan relaksasi uretra selama kontraksi
kandung kemih menghasilkan disinergia detrusor sfingter (kegiatan
berkemih yang tidak terkoordinasi) yang dapat didiagnosis secara akurat
saat terjadi lesi pada korda spinalis. Fungsi sistoskopi dalam pemeriksaan
disfungsi kandung kemih neurogenik memungkinkan adanya penemuan
massa kandung kemih seperti kanker dan batu pada kandung kemih yang
tidak dapat terdiagnosa dengan hanya pemeriksaan urodinamik saja.
Pape 12
r

Pemeriksaan ini diindikasikan untuk pasien yang mengeluhkan gejala


berkemih iritatif persisten atau hematuria. Pemeriksa dapat mendiagnosa
berbagai macam penyebab pasti dari overaktivitas kandung kemih seperti
sistitis, batu dan tumor secara mudah.
Pemeriksaan Imaging berupa pemeriksaan X-ray, USG, CT-Scan serta
MRI.
Untuk mendeteksi kelainan neurologis dapat dilakukan pemeriksaan ini.

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan betujuan untuk memungkinkan baldder benar-benar
kosong dan secara reguler, mencegah infeksi, mengontrol inkontinensia,
melindungi fungsi ginjal. Kateterisasi atau teknik untuk memicu buang air
kecil dapat membantu mencegah urin dari sisa terlalu lama di kandung
kemih. Sebagai contoh, beberapa orang dengan kandung kemih spastik
dapat memicu buang air kecil dengan menekan perut mereka lebih rendah
atau menggaruk paha mereka . Ketika urin tetap dalam kandung kemih
terlalu lama , orang tersebut berada pada risiko infeksi saluran kemih.
Memasukkan kateter ke dalam kandung kemih secara berkala biasanya
lebih aman daripada meninggalkan kateter secara terus menerus. Jika
penyebabnya adalah cedera saraf, maka dipasang kateter melalui uretra
untuk mengosongkan kandung kemih, baik secara berkesinambungan
maupun untuk sementara waktu. Kateter dipasang
Tatalaksana pada neurogenic bladder berupa:6,7

Tatalaksana konservatif non-invasif


Bladder training
Lower Urinary Tract rehabilitation tujuan terapi ini adalah
untuk mengembalikan kontrol fungsi kandung kemih secara
volunter dengan cara pemberian stimulus elektrik
Terapi medikamentosa
Pape 13
r

a) Antimuskarinik merupakan terapi lini pertama pada


manajemen neurogenic detrusor overactivity. Bekerja dengan
cara stabilisasi otot detrusor. Obat-obatan antimuskarinik:
Oxybutin Chloride, trospium chloride, propiverine
b) Obat-obatan kolinergik digunakan untuk mengatasi
kelemahan otot detrusor (detrusor underactivty), obat ini bekerja
dengan meningkatkan kontraktilitas otot detrusor sehingga
pengosongan kandung kemih optimal, contoh: betanekol klorida
(urecholin)
Terapi operatif
Pembedahan bisa dilakukan pada kasus tertentu yang jarang.
Pembedahan dilakukan untuk membuat jalan lain untuk mengeluarkan
urin, memasang alat untuk menstimulasi otot kandung kemih.
tindakan pembedahan yang biasa dilakukan :

Augmentation Enterocystoplasty
Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan reservoir dengan
kapasitas besar dan good compliance dengan cara melakukan
sigmoidocolocystoplasty yang terkadang dikombinasi dengan
tindakan uretral re-implantation.

Tissue-Engineering Bladder Augmentation


Tindakan ini menggunakan small intestine submucosa (SIS),
dan terbukti meningkatkan fungsional vesika urinaria.

Artificial Urinary Sphincter (AUS)


pasien dengan neurogenic bladder mempunyai resitensi vesika
urinaria yg rendah , dan tindakan AUS memungkinkan terjadinya
spontaneus voiding.

Stem Cell Transplantation


Pape 14
r

Sel neuron dan sel glia matur tidak dapat beregenerasi, oleh
karena itu ditransplantasikan neural progenitor cells untuk
merangsang perbaikan fungsi vesika urinaria dengan jalan terjadinya
regenerasi pada area yang cedera.
2.9 Komplikasi
Pada pasien dengan neurogenic bladder juga memungkinkan untuk
meningkatkan resiko terkena infeksi saluran kemih (ISK) dan gangguan
saluran keluar kandung kemih (bladder outlet obstruction). Pada pasien
dengan neurogenic bladder, jika mereka tidak diobati secara optimal maka
juga bisa menyebabkan sepsis dan gagal ginjal.7

2.10 Prognosis
Nurogenic bladder merupakan keadaan yang dapat ditangani, yakni
dengan tujuan untuk mendapatkan kembali kemampuan berkemihnya
secara normal. Apabila neurogenic bladder tidak ditangani secara optimal,
maka dapat terjadi peningkatan resiko terhadap sepsis dan gagal ginjal
yang disebabkan oleh tingginya tekanan otot detrusor. 2

BAB III
KESIMPULAN
Pape 15
r

Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat


kerusakan sistem saraf pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian
berkemih. Keadaan ini bisa berupa kandung kemih tidak mampu berkontraksi
dengan baik untuk miksi (underactive bladder) maupun kandung kemih terlalu
aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih berdasar refleks yang tak
terkendali (overactive bladder)
Gejala-gejala disfungsi Neurogenik bladder terdiri dari urgensi, frekuensi,
retensi dan inkontinens. Hiperrefleksi detrusor merupakan keadaan yang
mendasari timbulnya frekuensi, urgensi dan inkontinens sehingga kurang dapat
menilai lokasi kerusakan (localising value) karena hiperrefleksia detrusor dapat
timbul baik akibat kerusakan jaras dari suprapons maupun suprasakral. Retensi
urine dapat timbul sebagai akibat berbagai keadaan patologis. Retensi dapat juga
timbul akibat gangguan kontraksi detrusor seperti pada lesi LMN. Retensi juga
dapat timbul akibat kegagalan untuk memulai refleks niksi seperti pada lesi
susunan saraf pusat. Inkontenensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia
detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral.
Bladder Training atau latihan bladder adalah salah satu upaya
mengembalikan fungsi bladder yang mengalami gangguan, ke keadaan normal
atau ke fungsi optimalnya sesuai dengan kondisi.

DAFTAR PUSTAKA
Pape 16
r

1. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Pembentukan
urin oleh ginjal. pp: 328-31

2. Al-Shukri, Salman. 2012. Neurogenic Bladder Assesement, Investigation and


Treatment. European Urological Review. Available at:
http://www.urology-hub.com/system/files/private/articles/2883/pdf/al-
shukri.pdf

3. Ginsberg, David. 2013. The Epidemiology and Pathophysiology of Neurogenic


Bladder. The American Journal of Managed Care. Vol.19, No.10

4. Peter T. D., Peter M.M. 2012. Review Article: Neurogenic Bladder. Advances in
Urology. Hindawi Publishing Corporation. Available at:
http://downloads.hindawi.com/journals/au/2012/816274.pdf

5. Carla, V., Gunnar M.B. 2008. The Neurogenic Bladder: medical Treatment.
Pediatr Nephrol 23: 717-725. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2275777/

6. Pannek, et al. 2011. Guidelines on Neurogenic Lower Urinary Tract


Dysfunction. European Association of Urology. Available at:
http://www.uroweb.org/gls/pdf/17_Neurogenic%20LUTS.pdf

7. Delen E, Sahin S, Aydin HE, Atkinci AT, Arsiantas A. DegenerativeSpine


Diseases Causing Cauda Equina Syndrome. World Spinal column
Journal.2015;6:3.

Anda mungkin juga menyukai