BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Selain itu, serabut saraf motorik juga bekerja sebagai saraf simpatis
melalui saraf hipogastrik, memberi sedikit efek kontraksi kandung kemih.
Saraf ini berhubungan dengan segmen L-2 dan juga member efek rasa
penuh dan nyeri pada beberapa kasus.
1) Pusat yang lebih tinggi menjaga agar refleks mikturisi tetap terhambat
sebagian, kecuali bila mikturisi diinginkan
2) Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi
refleks mikturisi, dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus
menerus melakukan kontraksi tonik hingga saat yang tepat datang
dengan sendirinya
3) Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat
mikturisi sakral untuk membantu memulai refleks mikturisi dan oada
saat yang sama mengambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urin
dapat terjadi.
Pape 5
r
2.3 Epidemiologi
Lebih dari 200.000 orang di Amerika Serikat hidup dengan cidera tulang
belakang akibat dari trauma. Setiap tahunnya kira-kira 10.000 kasus baru terjadi
dengan rata-rata usia 30.7 tahun. Lebih dari 50% dari jumlah kasus tersebut,
terjadi berbagai macam derajat disfungsi kandung kemih.2
2.4 Etiologi
Terdapat banyak kasus neurologis yang dapat menjadi penyebab terjadinya
disfungsi traktus urinarius.2,5 Lesi pada saraf perifer atau pusat mikturisi di sakral
dapat menyebabkan detrusor areflexia, yakni menyebabkan tidak timbulnya rasa
ingin berkemih sehingga kandung kemih menjadi meregang dan terjadi
inkontinensia uri. Sedangkan lesi pada suprapontin menyabkan uninhibited
bladder contraction akibat tidak adanya inhibisi dari korteks serebri, sementara
sfingter uretra dalam keadaan relaksasi. Hal ini kemudian menjadikan otot
detrusor terlalu aktif (detrusor overactivity)
Pape 7
r
Gambar 3. Etiologi dan lokasi lesi yang dapat menyebabkan neurogenic bladder.2
2.5 Patofisiologi
Pada keadaan normal, otot detrusor, uretra posterior, dan sfingter eksterna
bekerja secara sinergis untuk menampung urin dalam kandung kemih dan
mengosongkannya. Pada pasien dengan neurogenic bladder, terjadi disfungsi dari
otot detrusor dan sfingter eksterna. (Pediatr nephrol) Gangguan pada berkemih
juga merupakan hasil dari ketidaknormalan mekanis dan fisiologis traktus
urinarius sehingga menyebabkan ketidak mampuan sfingter untuk meningkatkan
atau menurunkan tekanannya secara sempurna ketika tekanan pada kandung
kemih meningkat.3
1) Lesi yang berada diatas pusat mikturisi pontin (mis: stroke, tumor otak
lobus frontalis, parkinson, SCI) menyebabkan gangguan inhibisi kandung
kemih (Uninhibitted bladder)
2) Lesi yang berada diantara pusat mikturisi pontin dan tulang belakang
bagian sakral (mis: tumor medula spinalis, mielopati servikal, SCI, atau
multiple sclerosis yang melibatkan tulang belakang bagian cervicothoraks)
yang mengakibatkan upper motor neuron bladder
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan saat berkemih (disuria, infeksi berulang, nokturia, inkontinensia,
urgensi, frekuensi)
Riwayat berkemih
Riwayat operasi dan penyakit dahulu yang berhubungan dengan
genitourinaria
Riwayat pengobatan (obat-obatan sedative, antidepressant, antipsikotik,
antihistamin, antikolinergik, antispasmodik, opiat, calcium channel blocker)
dapat mempengaruhi fungsi perkemihan.
Kebiasaan berkemih (pola berkemih, intake cairan, volume urin saat
berkemih)
Pape 10
r
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologis (status mental, refleks, kekuatan, dan sensasi pada
dermatom sakral) pemeriksaan ini berfungsi untuk mengevaluasi
kemungkinan kondisi neurologis berhubungan dengan gangguan berkemih
Kemungkinan ketidaknormalan mekanis seperti pembesaran prostat atau
prolaps kandung kemih harus dinilai dan dieksklusi
Pada pasien dengan cidera tulang belakang, periksa derajat dari lesi pada
spinal (komplit atau inkomplit), tonus ekstremitas, sensasi dan tonus pada
rectal, tonus volunter dari rektal, dan refleks bulbokavernosus
c. Pemeriksaan lanjutan
Urinalisis
Kultur urin
Serum kreatinin, BUN (Blood Urea Nitrogen)
Creatinine clearance
Evaluasi urodinamik:
Pemeriksaan urodinamik
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui fungsi kandungan
kemih dengan mengevaluasi kerja kandung kemih untuk penyimpanan urin,
pengosongan kandung kemih dan kecepatan aliran urin keluar dari kandung
kemih pada saat buang air kecil. Pemeriksaan urodinamika dapat berupa
Cystometrography, Postvoid residual urine, uroflometri, serta
elektromielografi sfingter.
Cystometrography
Cara pemeriksaannya dengan memasukan kateter berisi transduser
untuk mengukur tekanan ke dalam kandungan kemih dan rektum dan
kateter tersebut ddihubungkan dengan komputer. Kemudian memasukan
Pape 11
r
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan betujuan untuk memungkinkan baldder benar-benar
kosong dan secara reguler, mencegah infeksi, mengontrol inkontinensia,
melindungi fungsi ginjal. Kateterisasi atau teknik untuk memicu buang air
kecil dapat membantu mencegah urin dari sisa terlalu lama di kandung
kemih. Sebagai contoh, beberapa orang dengan kandung kemih spastik
dapat memicu buang air kecil dengan menekan perut mereka lebih rendah
atau menggaruk paha mereka . Ketika urin tetap dalam kandung kemih
terlalu lama , orang tersebut berada pada risiko infeksi saluran kemih.
Memasukkan kateter ke dalam kandung kemih secara berkala biasanya
lebih aman daripada meninggalkan kateter secara terus menerus. Jika
penyebabnya adalah cedera saraf, maka dipasang kateter melalui uretra
untuk mengosongkan kandung kemih, baik secara berkesinambungan
maupun untuk sementara waktu. Kateter dipasang
Tatalaksana pada neurogenic bladder berupa:6,7
Augmentation Enterocystoplasty
Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan reservoir dengan
kapasitas besar dan good compliance dengan cara melakukan
sigmoidocolocystoplasty yang terkadang dikombinasi dengan
tindakan uretral re-implantation.
Sel neuron dan sel glia matur tidak dapat beregenerasi, oleh
karena itu ditransplantasikan neural progenitor cells untuk
merangsang perbaikan fungsi vesika urinaria dengan jalan terjadinya
regenerasi pada area yang cedera.
2.9 Komplikasi
Pada pasien dengan neurogenic bladder juga memungkinkan untuk
meningkatkan resiko terkena infeksi saluran kemih (ISK) dan gangguan
saluran keluar kandung kemih (bladder outlet obstruction). Pada pasien
dengan neurogenic bladder, jika mereka tidak diobati secara optimal maka
juga bisa menyebabkan sepsis dan gagal ginjal.7
2.10 Prognosis
Nurogenic bladder merupakan keadaan yang dapat ditangani, yakni
dengan tujuan untuk mendapatkan kembali kemampuan berkemihnya
secara normal. Apabila neurogenic bladder tidak ditangani secara optimal,
maka dapat terjadi peningkatan resiko terhadap sepsis dan gagal ginjal
yang disebabkan oleh tingginya tekanan otot detrusor. 2
BAB III
KESIMPULAN
Pape 15
r
DAFTAR PUSTAKA
Pape 16
r
1. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Pembentukan
urin oleh ginjal. pp: 328-31
4. Peter T. D., Peter M.M. 2012. Review Article: Neurogenic Bladder. Advances in
Urology. Hindawi Publishing Corporation. Available at:
http://downloads.hindawi.com/journals/au/2012/816274.pdf
5. Carla, V., Gunnar M.B. 2008. The Neurogenic Bladder: medical Treatment.
Pediatr Nephrol 23: 717-725. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2275777/