A. PENDAHULUAN
terjadi karena akibat kontraksi otot detrusor sering berkontraksi lebih sering dari
biasanya. Hal ini menyebabkan seseorang merasakan desakan secara tiba-tiba untuk
buang air kecil bahkan saat kandung kemih tidak dalam keadaan penuh.1 Menurut
International Continence Society (ICS), OAB merupakan sebagai keluhan urgensi, yang
biasanya diikuti dengan frekuensi pada siang hari dan nokturia, dan tanpa didapatkan
bahwa prevalensi OAB di kedua benua ini hampir sama, yakni kurang lebih 17% pupulasi
umum menderita OAB.3 Diperkirakan hampir 1 dari 5 orang di Kanada yang berusia yang
berusia 35 tahun ke atas menderita OAB, baik pria maupun wanita yang berusia kurang
dari 65 tahun.1 Penelitian yang dilakukan oleh Natural Overactive Bladder Evaluation
Study (NOBE) disebutkan bahwa 37% pasien OAB mengeluhkan adanya inkontinensia
urine, atau dikenal dengan OAB basah (wet) dan 63 % tidak disertai dengan inkontinensia
urine atau OAB kering (dry). Prevalensi OABwet akan meningkat dengan bertambahnya
usia. Disebutkan bahwa OABdry lebih sering dijumpai pada lelaki daripada perempuan
(36% dibanding 7%) dan sebaliknya OABwet lebih sering dijumpai pada perempuan
diantaranya adalah terbatasnya aktifitas fisik, psikis, sosial, seksual, dan produktivitas
kerja. Pada penelitian Brown et al, 19-42% perempuan di panti jompo pernah jatuh; 4-9%
1
sampai terjadi fraktur. Bahkan disebutkan bahwa resiko terjatuh bias mencapai seminggu
sekali. Resiko tersebut dimungkinkan mereka sering harus ke kamar mandi karena
B. EPIDEMIOLOGI
mengevaluasi 5204 orang dewasa yang berusia ≥ 18 tahun yang mewakili populasi AS
berdasarkan jenis kelamin, usia, dan wilayah geografis, 16,5% dari peserta penelitian
memenuhi kriteria untuk OAB. Dari jumlah tersebut, 6,1% memenuhi kriteria untuk OAB
dengan urgensi inkontinensia, dan 10,4% memenuhi kriteria untuk OAB tanpa urgensi
OAB mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, tanpa memandang ras. Data frekuensi
pada OAB yang ditemukan di Eropa mirip dengan yang ditemukan di Amerika Serikat.4
sebuah studi penelitian di Jepang menyatakan bahwa prevalensi pada anak-anak antara
usia 7-12 tahun, didapatkan angka kejadian OAB 17.8%, dengan tanpa ada perbedaan
yang begitu signifikan antara pria dan wanita. Terdapat penurunan dalam prevalensi dari
Vesika urinaria (buli-buli) adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot
detrusor yang saling beranyaman, yakni (1) terletak paling dalam otot longitudinal, (2) di
tengah merupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa
vesika urinaria terdiri atas sel transisional yang sama pada mukosa pelvis renalis, ureter,
2
dan uretra posterior. Pada dasar vesika urinaria kedua muara ureter dan meatus uretra
Secara anatomis vesika urinaria terdiri atas 3 permukaan, yaitu (1) permukaan
superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, (2) dua permukaan inferiolateral,
dan (3) permukaan posterior. Permukaan posterior merupakan lokus minoris (daerah
urine, vesika urinaria mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang
dewasa lebih kurang adalah 300-450 ml. sedangkan kapasitas vesika urinaria pada anak
3
Pada saat kosong, vesika urinaria terletak dibelakang simfisis pubis dan pada saat
penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Vesika urinaria
yang terisi penuh memerikan rangsangan pada saat aferen dan mengaktifkan pusat miksi
di medula sipnalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor,
terbukanya leher vesika urinaria, dan relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses
miksi.3
yakni arteria vesikalis superior, yang menyilang di depan ureter. Sistem vena dari vesika
D. PATOFISIOLOGI
a. Teori Neurogenik
Vesika urinaria adalah organ berupa otot polos yang dalam proses miksi
dikendalikan oleh sistem saraf pusat, oleh karena itu gangguan dari sistem saraf maupun
kerusakan otot vesika urinaria sendiri dapat menyebabkan OAB. Penyebab neurogenik
tersebut antara lain adalah penurunan inhibisi suprapontin terhadap refleks miksi, seperti
yang terjadi pada pasien pasca stroke. Di samping itu, kerusakan jaras akson pada korda
spinalis, meningkatnya input aferen pada traktus urinaria sebelah bawah, hilangnya
inhibisi perifer, dan meningkatnya nerotransmisi pada jaras refleks miksi. Keadaan di atas
bias terjadi pada stroke, cedera korda spinalis, dan sklerosis multiple.3,8
b. Teori Miogenik
berakibat terjadinya denervasi otot polos detrusor. Bangkitan potensial aksi pada otot
polos menjadi terganggu dan tidak bisa disebarkan dari sel ke sel otot polos yang lain.
4
Denervasi ini menyebabkan timbulnya gerakan mikro (micromotion), yang justru
menambah tekanan intravesika dan memberikan rangsangan pada reseptor aferen otot
polos. Rangsangan ini akan memberikan umpan balik ke sistem saraf pusat sehingga
E. GEJALA KLINIS
1. Urgensi
Keluhan berupa dorongan keinginan yang sangat untuk berkemih, yang sulit
untuk ditunda
2. Inkontinensia Urgensi
3. Frekuensi
4. Nokturia
Keluhan berupa terbangun untuk berkemih pada malam hari > 1 kali
dry yang mengenai sekitar dua per tiga pasien dengan kelainan tersebut. Sedangkan jika
dengan inkontinensia urgensi, hal tersebut sering disebut sebagai overactive bladder wet.
F. DIAGNOSIS
Ada tiga gejala penting yang harus diperhatikan ketika mendiagnosis OAB yaitu
urgensi, frekuensi, dan nokturia.13 Diagnosis OAB dapat dibuat berdasarkan :3,9
5
1. Anamnesis riwayat penyakit
(urge) datang ?
urgensi, atau hanya karena rasa tidak enak harus membuang urinnya, atau usaha
Jika terdapat inkontinensia, harus ditentukan jenisnya, apakah stress (terjadi pada
saat batuk, bersin, merubah posisi dari duduk ke berdiri atau latihan), urge, atau
campuran ?
otot, paralisis, gangguan koordinasi, tremor, rasa tebal) keadaan neurologis yang
diketahui berefek pada vesika urinaria, antara lain cedera spinal, penyakit diskus
6
Untuk mengetahui derajat keparahan OAB, pasien dapat mengisi kuesioner
Total Skor
Pasien diminta untuk melingkari jawaban pada nilai skor, sesuai dengan kondisi yang
dialami selama seminggu terakhir, kemudian skor total adalah penjumlahan dari keempat
skor tersebut. Skor < 5 : ringan, 6 – 11 : sedang, > 12 : berat.
2. Pemeriksaan Fisik
maupun neurologi yang dapat menyebabkan timbulnya gejala itu. Pemeriksaan dimulai
dari mengamati cara berjalan dan sikap pasien saat masuk ke ruang periksa. Perlu
diperiksa daerah abdomen dan pinggang. Colok dubur untuk mengetahui kelainan prostat.
Dermatom sacral dievaluasi dengan memeriksa tonus sfingter ani, dan refleks
7
bulbokavernosus. Hilangnya atau lemahnya refleks sfingter merupakan tanda kerusakan
neurologis. Pada perempuan, pemeriksaan vagina harus dikerjakan pada saat vesika
urinaria kosong untuk memeriksa organ pelvis dan pada saat terisi penuh untuk
patologis atau metabolik (ISK, karsinoma buli-buli, BPH, atau diabetes). Keluhan urgensi
adalah gejala primer, dan diagnosis OAB tidak dapat ditegakkan tanpa adanya keluhan
Gejala OAB dapat terjadi karena otot detrusor buli-buli berkontraksi secara
Produksi urine yang meningkat karena asupan cairan yang berlebihan, penurunan
ISK akut yang sering kali memberikan gejala mirip dengan OAB
Terlalu banyak asupan kopi, alkohol, atau pemakaian obat yang meningkatkan
produksi urine
3. Pemeriksaan Penunjang
laki), tetapi pemeriksaan urodinamika diindikasikan pada pasien yang gagal setelah terapi
8
konservatif, atau bagi pasien yang memiliki sisa urin sangat banyak setelah miksi,
kelainan uroflometri, atau pada kasus yang sulit dan tidak sederhana.3
Sampel urin untuk memeriksa infeksi dan kadar glukosa. Sampel darah untuk
memeriksa kadar gula darah dan infeksi (leukositosis). Selain itu juga dapat berupa
residu urin yang ada akan dapat menimbulkan gejala overactive bladder.
kemih.
cystometry.
9
Catatan harian kandung kencing selama 3 hari untuk menilai gejala baik sebelum
G. PENATALAKSANAAN
1. Non-Medikamentosa
seringkali memberikan hasil yang cukup bagus. Terapi ini meliputi pemberian edukasi
pasien tentang traktus urinarius, proses pengisian dan pengeluaran urin. Pencatatan miksi
dengan catatan harian berkemih sangat berguna karena dapat membantu pasien mengerti
Kafein. Kafein mempunyai efek diuretik. Terdapat didalam teh, kopi dan
Pada suatu penelitian di panti jompo perempuan usia lebih dari 55 tahun, episode
10
Bladder training
Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperlambat peregangan kandung kemih
sehingga dapat memperbesar volume kandung kemih. Pada saat yang sama akan
Hal ini akan memakan waktu beberapa minggu, tujuannya untuk mengeluarkan
urin hanya 5 – 6 kali dalam 24 jam. Selama mengerjakan bladder training ini sebaiknya
dicatat dalam buku harian sehingga dapat diketahui kemajuan yang dicapai. Setelah
beberapa bulan akan didapatkan rasa ingin berkemih/ ke toilet yang normal. Bladder
training mungkin merupakan hal yang sulit, tetapi akan lebih mudah dengan seiring
berjalannya waktu dan dengan adanya dukungan dari dokter, perawat atau pelatih.
Pastikan bahwa jumlah masukan cairan cukup selama melakukan bladder training ini.
stress. Pelvic floor exercises adalah terapi utama dari inkontinensia stress. Terapi ini
meliputi latihan untuk memperkuat otot-otot yang melingkupi bagian bawah kandung
kemih, uterus dan rektum. Terapi ini meliputi menekan dasar pelvis ketika duduk dari
berbaring ke berdiri. Masih belum jelas apakah pelvic floor exercises dapat membantu
11
2. Medikamentosa
bahwa kombinasi kedua terapi tersebut jauh lebih efektif dari pada terapi tunggal. Titik
tangkap terapi ini adalah pada otot polos buli-buli, saraf eferen (motorik), aferen
(sensoris), dan SSP. Kesulitan dalam memilih jenis obat adalah tidak adanya obat
uroselektif (yang hanya bekerja pada buli-buli). Pada umunya obat yang saat ini
diresepkan adalah penghambat adrenergic alfa dan antimuskarinik. Kedua jenis obat itu
berpengaruh terhadap sistem lain di samping traktus urinaria bawah. Antimuskarinik yang
biasa juga disebut antikolinergik. Yang termasuk golongan ini adalah : oxybutynin,
tolterodine, trospium chloride, propiverine dan solifenacin. Obat-obat ini bekerja dengan
cara memblok impuls saraf ke kandung kemih yang akan berakibat relaksasi otot
kandung kemih dan akan meningkatkan kapasitas kandung kemih. Efek samping yang
sering dijumpai adalah mulut kering, konstipasi, pusing, dan nyeri kepala.3,10,13
Injeksi botox (BTX), injeksi BTX intravesika diindikasikan pada pasien yang
BTX dapat dikerjakan secara poliklinik; yang ditujukan tidak hanya untuk mengurangi
hiperaktif detrusor yang berhubungan dengan saraf aferen, tetapi juga hipersensitif saraf
aferen yang berperan dalam terjadinya OAB refrakter. Telah terbukti bahwa BTX mampu
menurunkan atau menghilangkan inkontinesia hingga 6-9 bulan pada 67-73% pada pasien
OAB neurogenik atau idiopatik. Kontraindikasi penyuntikan BTX ini adalah terdapat
infeksi pada tempat yang akan diinjeksi atau hipersensifitas terhadap BTX.3,12
12
3. Pembedahan
Neuromodik adalah implantasi alat neuromodulator listrik yang berfungsi dalam
merangsang saraf sakral, dan kemudian memodulasi vesica urinaria, sfingter, dan
otot dasar panggul. Cara ini diindikasikan jika dengan pengobatan secara
berbagai pengobatan.
H. PENCEGAHAN
Tidak ada cara spesifik dalam mencegah terjadinya OAB pada seseorang.
Namun bila muncul gejala awal seperti yang sudah diuraikan di atas, dapat langsung
13
I. KOMPLIKASI
Depresi
Cemas
Fatigue
Sulit berkonsentrasi
Usus memiliki lapis epithelium yang terlibat dalam absorpsi dan sekresi elektrolit. Hal
permukaan usus yang digunakan. Pasien dengan fungsi ginjal yang baik dapat
J. PROGNOSIS
gabungan modifikasi perilaku dan pengobatan, pasien dapat membantu secara signifikan
mengatasi urgensi, dan kualitas hidup mereka yang terkena OAB dapat meningkat secara
substansial.15
14