Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

ILMU PENYAKIT BEDAH

OVERACTIVE BLADDER

Oleh :

Anggita

122011101092

Pembimbing:

dr. Ogi Bahaurini Gumilar, Sp. U

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

SMF Ilmu Bedah di RSD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER
BAB I. PENDAHULUAN

Overactive Bladder (OAB) adalah kelainan pada kandung kemih yang


mengakibatkan penderitanya mengalami keinginan berkemih tidak tertahankan
(urgensi), miksi yang sering dengan atau tanpa inkontinensia urin. Menurut The
International Continence Society (ICS), buli-buli overaktif atau OAB (Overactive
Bladder) didefinisikan sebagai keluhan urgensi yang disertai inkontinensia urgensi
atau tanpa disertai dengan inkontinensia urgensi, yang biasanya diikuti dengan
frekuensi pada siang hari dan nokturia, dan tanpa didapatkan infeksi atau patologi
yang lain pada buli-buli.1
Berbagai penelitian yang dilakukan di Eropa maupun di Amerika
menunjukkan bahwa prelavensi OAB di kedua benua ini hampir sama, yakni lebih
kurang 17% populasi umum menderita OAB.1 Studi terakhir di Eropa pada wanita
berusia 18 tahun atau lebih 35% dilaporkan ada pengeluaran urin secara tidak sadar
dalam 30 hari terakhir, dimana 20% dilaporkan adanya gejala - gejala inkontinensia
urgensi, 37% stress urinary incontinence (SUI) dan 33% inkontinensia campuran.
Gejala – gejala inkontinensia urgensi dan campuran meningkat seiring dengan
peningkatan usia.2 Studi epidemiologi terbaru telah menghasilkan data tentang
kejadian OAB dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup.3
Gejala OAB antara lain adalah adanya urgensi, frekuensi, nokturia, dapat
disertai dengan atau tanpa adanya urge inkontinensia. Untuk mengetahui derajat
keparahan OAB, penderita dapat mengisi kuisioner (system scoring) OAB yang
dirancang oleh Homma. Gejala-gejala tersebut menyebabkan penurunan kualitas
hidup, diantaranya adalah terbatasnya aktivitas fisis, psikis, sosial, seksual, dan
produktivitas kerja.1 Terapi non farmakologis adalah pilihan pertama untuk pasien
OAB. Yang terbaik adalah kombinasi dengan terapi farmakologis. Tindakan
pembedahan hanya dilakukan jika terapi non farmakologis dan terapi farmakologis

1
gagal. Dengan pengobatan tersebut diharapkan kualitas hidup penderita OAB dapat
ditingkatkan.3

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI

Kandung Kemih Hiperaktif (overactive detrusor instability) didefinisikan sebagai


suatu keadaan urgensi dengan atau tanpa inkontinensia tipe urgensi, biasanya disertai
dengan frekuensi dan nokturia. OAB adalah suatu keadaan kronik, kondisi
debilitating, yang dapat mengenai semua umur, meskipun lebih banyak terdapat pada
usia lanjut.1 Overactive Bladder adalah suatu sindroma klinis yang merupakan salah
satu bentuk dari kelainan detrusor. Overactive Bladder adalah suatu keadaan dimana
terjadi aktivitas atau kontraksi kandung kemih yang berlebihan, yang berdasarkan
etiologinya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu overactive detrusor hypereflexia dan
overactive detrusor instability.4
Detrusor hypereflexia merupakan kontraksi detrusor berlebihan yang involunter
akibat gangguan neurologi, seperti lesi suprapontine (penyakit serebrovaskular,
Parkinson’s disease, Alzheimer’s) atau lesi spinal seperti multiple scelrosis, servikal
atau lumbar stenosis. Sedangkan detrusor instability adalah suatu keadaan dimana
terjadi akitfitas atau kontraksi kandung kemih yang berlebihan bukan disebabkan
kelainan atau gangguan neurologi dan penyebabnya sering tidak diketahui, sehingga
sering disebut overactive detrusor idiopatik. Overactive detrusor idiopatik inilah
yang saat ini lebih dikenal sebagai Overactive Bladder (OAB).4 The International
Continence Society (ICS) tahun 2002 mendefinisikan OAB sebagai kumpulan gejala
yang terdiri dari urgensi, frekuensi, nokturia yang dapat disertai dengan atau tanpa
urge inkontinensia.1

2.2. INSIDENSI

Berbagai penelitian yang dilakukan di Eropa maupun di Amerika menunjukkan


bahwa prelavensi OAB di kedua benua ini hampir sama, yakni lebih kurang 17%
populasi umum menderita OAB.1 Studi terakhir di Eropa pada wanita berusia 18

3
tahun atau lebih 35% dilaporkan ada pengeluaran urin secara tidak sadar dalam 30
hari terakhir, dimana 20% dilaporkan adanya gejala - gejala inkontinensia urgensi,
37% stress urinary incontinence (SUI) dan 33% inkontinensia campuran. Gejala –
gejala inkontinensia urgensi dan campuran meningkat seiring dengan peningkatan
usia.2 Studi epidemiologi terbaru telah menghasilkan data tentang kejadian OAB dan
pengaruhnya terhadap kualitas hidup.3
Penelitian yang dilakukan oleh National Overactive Bladder Evaluation
(NOBLE) disebutkan bahwa 37% pasien OAB mengeluhkan adanya inkontinensia
urin, atau dikenal dengan OAB basah (wet) dan 63% tidak disertai dengan
inkontinensia urine atau OAB kering (dry). Prevalensi OAB ‘basah’ akan meningkat
dengan bertambahnya usia. Disebutkan bahwa OAB ‘kering’ lebih sering dijumpai
pada lelaki daripada perempuan (36% dibanding 7%) dan sebaliknya OAB ‘basah’
lebih sering dijumpai pada perempuan (9,3% dibanding 2,4%).1

2.3. ANATOMI

4
Vesika urinaria adalah suatu kantong yang dapat mengempis, terletak
dibelakang simfisis pubis di dalam cavitas pelvis. Vesika urinaria yang kosong pada
orang dewasa seluruhnya terletak dibelakang pelvis, bila vesika urinaria terisi,
dinding atasnya terangkat sampai masuk ke region hypogastrikum.1 Dinding vesika
urinaria terdiri dari 4 lapis : tunika mukosa, tunika submukosa, tunika muskularis,
dan tunika serosa. Tunika muskularis terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman, yakni (1) terletak paling dalam adalah otot longitudinal, (2) ditengah
merupakan otot sirkuler, dan (3) paling luar merupakan otot longitudinal.1
Lapisan otot ini akan menebal pada bagian leher untuk membentuk spinchter
vesicae. Mukosa vesika urinaria terdiri atas epitel transisional yang sama seperti pada
mukosa pelvis renalis, ureter, dan uretra posterior. Mukosa ini sebagian besar
berlipat-lipat pada vesika urinaria yang kosong dan lipatan-lipatan tersebut akan
menghilang bila vesika urinaria terisi penuh. Pada dasar vesika urinaria, kedua muara
ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum
buli-buli.5

Gambar 2.1 Anatomi Vesika Urinaria

5
Fungsi vesika urinaria adalah menampung urin dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Normalnya
vesika urinaria dapat menampung urin sebanyak 300-450 ml.1

2.4. SISTEM PERSARAFAN VESIKA URINARIA


Sistem saraf involunter mencakup sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem
saraf simpatis mengatur pengisian vesika urinaria dengan menghambat kontraksi
muskulus detrusor vesika dan merangsang penutupan muskulus spinchter vesicae,
sehingga memberikan rasa penuh, rasa terbakar, atau rasa kejang dan perasaan
urgency. Refleks detrusor memulai kontraksi involunter dari otot vesika urinaria
karena peregangan pada dinding. Refleks ini terjadi melalui serabut aferen dan eferen
sistem parasimpatis. Refleks detrusor menjadi aktif bila vesika urinaria terisi lebih
dari 100-150 cc urin. Sistem saraf parasimpatis menimbulkan keinginan untuk
berkemih merangsang kontraksi muskulus detrusor vesika dan menghambat kerja
muskulus spinchter vesicae. Sistem saraf somatik mengirim signal ke sfingter uretra
eksterna untuk mencegah kebocoran urin atau untuk berelaksasi sehingga urin dapat
keluar.1,5

6
Gambar 2.2 Persarafan Vesika Urinaria

2.5. MEKANISME BERKEMIH


Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase yaitu fase pengisian dan fase
pengosongan kandung kemih.
1. Fase pengisian Kontraksi peristaltik yang timbul secara teratur satu sampai lima
kali tiap menit akan mendorong urin dari pelvis renalis menuju vesika urinaria, dan
akan masuk secara periodik sesuai dengan gelombang peristaltik. Ketika vesika
urinaria terisi dan tekanan dinding vesika urinaria meningkat, kontraksi refleks
involunter muskulus detrusor secara efektif dilawan oleh aktivasi spinchter internus.
Pada saat yang bersamaan terjadi penutupan spinchter internus dan relaksasi
muskulus detrusor.
2. Fase pengosongan kandung kemih (miksi) Stimulus yang terpenting untuk
mikturisi adalah regangan dinding vesika urinaria. Urin yang memasuki vesika
urinaria tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai vesika urinaria terisi
penuh. Selain itu, seperti juga jenis otot polos lainnya, otot vesika urinaria memiliki
sifat plastis; bila diregang, ketegangan yang mula-mula dimiliki tidak akan

7
dipertahankan. Keinginan pertama untuk berkemih timbul bila volume vesika sekitar
150 mL, dan rasa penuh timbul pada pengisian sekitar 400 mL. Reseptor regangan
didalam vesika urinaria terangsang dan impuls tersebut diteruskan ke sistem saraf
pusat, dan timbullah kesadaran miksi. Selama proses berkemih, otot perineum dan
spinchter uretra externa melemas; otot detrusor berkontraksi; dan urin akan mengalir
melalui uretra. Ketika miksi berakhir secara volunter, dasar panggul berkontraksi
untuk meninggikan leher vesika urinaria kearah simfisis pubis, leher vesika urinaria
tertutup dan tekanan detrusor menurun.1

Gambar 2.3 Mekanisme Berkemih

8
2.6. PATOFISIOLOGI
Vesika urinaria adalah organ yang dilapisi otot polos yang dalam proses miksi
dikendalikan oleh sistem saraf pusat, oleh karena itu gangguan dari sistem saraf
maupun kerusakan otot vesika urinaria sendiri dapat menyebabkan OAB. Penyebab
neurogenik tersebut antara lain adalah penurunan inhibisi suprapontin terhadap
refleks miksi, seperti yang terjadi pada pasien pasca stroke. Disamping itu, kerusakan
jaras akson pada korda spinalis, meningkatnya input aferen pada Lower Urinary
Tract (LUT), hilangnya inhibisi perifer, dan meningkatnya neurotransmisi pada jaras
refleks miksi, yang kesemuanya bisa terjadi pada stroke, cedera korda spinalis, dan
sclerosis multiple.6
Teori miogenik, dapat terlihat pada pasien yang menderita obstruksi intravesika,
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intravesika; yang berakibat terjadinya
denervasi otot polos detrusor. Bangkitan potensial aksi pada otot polos menjadi
terganggu dan tidak bisa disebarkan dari sel ke sel otot polos yang lain. Denervasi ini
menyebabkan timbulnya gerakan mikro (micromotion), yang justru meningkatkan
tekanan intravesika dan memberikan rangsangan pada reseptor aferen otot polos.
Rangsangan ini akan memberikan umpan balik ke sistem saraf pusat sehingga timbul
sensasi OAB.1 Dalam teori lain dikemukakan bahwa asetilkolin (Ach) yang
dikeluarkan dari urotelium pada saat distensi vesika urinaria jauh lebih banyak
daripada normal, disamping itu reseptor sensoris pada urotelium lebih sensitif
terhadap Ach yang dikeluarkannya. Kedua hal tersebut memberikan umpan balik
pada susunan saraf pusat yang memberikan perasaan urgensi dari suatu OAB.
Terdapat banyak 8 bukti bahwa urotelium juga berperan pada fungsi sensoris,
termasuk di sini adalah pelepasan neurotransmitter sebagai respon dari stimulus.1,6
Pada keadaan normal, selama proses pengisian vesika urinaria, tidak terjadi
aktivitas saraf eferen postganglionik. Dalam hipotesis lain disebutkan bahwa pada
pasien OAB, terdapat kebocoran Ach pada serabut eferen, menyebabkan gerakan

9
mikro (micromotions) pada otot polos detrusor dan menstimulasi SSP, yang
menyebabkan perasaan urgensi.1

Gambar 2.4 Patofisiologi OAB

2.7. GEJALA DAN TANDA


Kajian klinis secara umum meliputi :
 Riwayat medis (anamnesa).
 Pemeriksaan fisik lengkap terutama pada daerah abdomen dan genitals
 Pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya infeksi, adanya darah atau
kelainan lain.
 Pemeriksaan neurologi untuk identifikasi masalah sensorik.
Gejala Overactive bladder meliputi :
 Merasa selalu ingin berkemih (urgensi).
 Keluarnya urin secara tidak diinginkan yang sebelumnya didahului oleh
urgensi (inkontinensia urgensi).
 Sering berkemih, biasanya lebih dari 8 kali dalam 24 jam (frekuensi).
 Terbangun untuk berkemih pada malam hari lebih dari 1 kali (nocturia).

10
Overactive bladder tanpa inkontinensia urgensi sering disebut overactive bladder
dry yang mengenai sekitar dua per tiga pasien dengan kelainan tersebut. Sedangkan
jika dengan inkontinensia urgensi, hal tersebut sering disebut sebagai overactive
bladder wet.1

2.8. DIAGNOSIS
Diagnosis OAB dapat dibuat berdasarkan :
1. Anamnesis riwayat penyakit
Di dalam menggali riwayat penyakit harus diperhatikan berbagai hal, yakni :
- Berapa kali ia berkemih pada siang atau malam hari ?
- Setiap berapa lama (menit/jam) jarak antara berkemih ?
- Berapa lama ia dapat menunda berkemih setelah muncul keinginan berkemih
(urge) datang ?
- Harus ditentukan kenapa ia seringkali harus berkemih, apakah karena timbulnya
urgensi, atau hanya karena rasa tidak enak harus membuang urinnya, atau usaha
untuk mencegah inkontinensia ?
- Jika terdapat inkontinensia, harus ditentukan jenisnya, apakah stress (terjadi
pada saat batuk, bersin, merubah posisi dari duduk ke berdiri atau latihan), urge,
atau campuran ?
- Apakah pasien menyadari celana dalamnya basah oleh urin ?
- Apakah memakai pempers (pembalut) ? apakah pempernya selalu basah penuh
urin ? seberapa sering ia menggantinya ?
- Apakah ada kesulitan memulai berkemih ? apakah perlu mengedan dulu ?
- Apakah pancaran urin lemah atau terputus-putus ? pernahkah mengalami retensi
urin ? pada perempuan, pernahkah mengalami prolaps organ (vagina) ? nyeri
daerah sakral, atau kesulitan defekasi ?
- Harus dicari kemungkinan adanya gejala neurologis (double vision, kelemahan
otot, paralisis, gangguan koordinasi, tremor, rasa tebal) keadaan neurologis yang

11
diketahui berefek pada vesica urinaria, antara lain cedera spinal, penyakit diskus
lumbalis, mielodisplasia, diabetes, dan parkinson.
- Riwayat operasi vagina, pernah operasi inkontinensia urin, operasi desobstruksi
uretra, atau pernah radiasi.
- Untuk mengetahui derajat keparahan OAB, pasien dapat mengisi kuesioner
(sistem skoring) OAB yang dirancang oleh Homma.1

12
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi
maupun neurologi yang dapat menyebabkan timbulnya gejala itu. Pemeriksaan
dimulai dari mengamati cara berjalan dan sikap pasien saat masuk keruang periksa.
Perlu diperiksa daerah abdomen dan pinggang. Colok dubur untuk mengetahui
kelainan prostat. Dermatom sacral dievaluasi dengan memeriksa tonus sfingter ani,
dan refleks bulbokavernosus.
Beberapa ahli menyarankan pemeriksaan uroflometri (terutama pada pasien
laki-laki), tetapi pemeriksaan urodinamika diindikasikan pada pasien yang gagal
setelah terapi konservatif, atau bagi pasien yang memiliki sisa urin sangat banyak
setelah miksi, kelainan uroflometri, atau pada kasus yang sulit dan tidak sederhana.3

2.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Sampel urin untuk memeriksa infeksi dan kadar glukosa.
Sampel darah untuk memeriksa kadar gula darah dan infeksi (leukositosis)
Tes Khusus meliputi :
- tes Urodinamik : untuk melihat fungsi kandung kemih dan kemampuan
pengosongannya secara tuntas.

13
- Pengukuran residu urin. Bila pengosongan kandung kemih tidak komplit,
residu urin yang ada akan dapat menimbulkan gejala overactive bladder.
- Uroflowmetry. Untuk menentukan kecepatan dan volume urin yang
keluar.
- Cystometry. Untuk mengukur tekanan kandung kemih selama pengisian.
Prosedur ini dapat mengidentifikasi adanya kontraksi otot involunter yang
dapat mengindikasikan tingkat tekanan dimana seseorang merasa ingin
berkemih dan dapat mengukur tekanan yang diperlukan untuk
pengosongan kandung kemih.
- Electromyography. Prosedur ini dapat mengkaji koordinasi dari impuls
saraf di dalam otot kandung kemih dan sfingter uriner..
- Video urodinamik. Prosedur ini menggunakan X-ray atau gelombang
ultrasonografi untuk mendapatkan gambar kandung kemih pada saat
pengisian dan pengosongan. Tes ini biasanya dikombinasikan dengan
cystometry.
- Cystoscopy. Digunakan untuk melihat abnormalitas pada traktus urinarius
bawah misalnya batu saluran kemih atau tumor.
Catatan harian kandung kencing selama 3 hari untuk menilai gejala baik
sebelum maupun sesudah percobaan pengobatan.

2.10. PENATALAKSANAAN

1. Non-Medika Mentosa :
 Perubahan gaya hidup.
 Bladder training.
 Pelvic floor exercises.
Perubahan gaya hidup yang dapat membantu :
 Ke toilet. Untuk pergi ke toilet dibuat semudah mungkin.

14
 Kafein. Kafein mempunyai efek diuretik. Terdapat didalam teh, kopi dan
coklat kadang terdapat dalam obat pereda nyeri. Kafein merangsang kandung
kemih, menimbulkan gejala overactive bladder.
 Alkohol. Pada beberapa orang alkohol dapat memperburuk gejala overactive
bladder, apalagi bila dikombinasikan dengan kafein.
 Minum dalam jumlah yang cukup. Sehari kurang lebih 2 liter.
 Pergi ke toilet hanya jika perlu.
 Bladder training (kadang disebut 'bladder drill')
 Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperlambat peregangan kandung
kemih sehingga dapat memperbesar volume kandung kemih. Pada saat yang
sama akan mengurangi hiperaktivitas otot kandung kemih.

Bladder training ('bladder drill')


Pada saat berusaha menahan, usahakan untuk menahan diri, misalnya :
 Duduk pada kursi yang keras.
 Berusaha menghitung mundur dari 100.
 Berusaha mengerjakan beberapa pelvic floor exercises.
Hal ini akan memakan waktu beberapa minggu, tujuannya untuk mengeluarkan urin
hanya 5 – 6 kali dalam 24 jam. Selama mengerjakan Bladder training ini sebaiknya
dicatat dalam buku harian sehingga dapat diketahui kemajuan yang dicapai. Setelah
beberapa bulan akan didapatkan rasa ingin berkemih/ ke toilet yang normal.
Bladder training mungkin merupakan hal yang sulit, tetapi akan lebih mudah
dengan seiring berjalannya waktu dan dengan adanya dukungan dari dokter, perawat
atau pelatih. Pastikan bahwa jumlah masukan cairan cukup selama melakukan
Bladder training ini.

Pelvic floor exercises


Banyak orang menderita campuran inkontinensia urgensi dan inkontinensia
stress. Pelvic floor exercises adalah terapi utama dari inkontinensia stress. Terapi ini
15
meliputi latihan untuk memperkuat otot-otot yang melingkupi bagian bawah kandung
kemih, uterus dan rektum. Terapi ini meliputi menekan dasar pelvis ketika duduk dari
berbaring ke berdiri. Masih belum jelas apakah pelvic floor exercises dapat membantu
inkontinensia urgensi tanpa inkontinensia stress. Bagaimanapun juga pelvic floor
exercises dapat membantu jika dilakukan bersama dengan bladder training.6.7

Absorbent pads.
Penderita menggunakan popok (absorbent pads) untuk melindungi pakaian
dan bila tidak dapat menahan kencing.

Akupuntur
Emmon & Otto melakukan studi yang mendapatkan hasil (level of evidence 1)
bahwa akupuntur mempunyai efek singkat yang bermakna terhadap perbaikan OAB
setara dengan terapi farmakologi dan terapi fisik atau perubahan tingkah laku. Studi
dilakukan terhadap 74 wanita dengan OAB dimana kelompok perlakuan
mendapatkan terapi akupuntur selama 4 minggu. Pada kelompok ini didapatkan
perbaikan pada kapasitas kandung kemih, urgensi, frekuensi dan kualitas hidup
dibandingkan dengan kelompok plasebo.7

Stimulasi Elektrik
Pulsa elektrik ringan dapat digunakan untuk merangsang saraf yang
mengontrol kandung kemih dan otot-otot sfingter. Pulsa dapat diberikan melalui
vagina atau anus atau menggunakan patches di kulit, tergantung saraf mana yang
akan dirangsang.
Metoda lain adalah dengan bedah minor yaitu dengan menempelkan kawat
elektrik di dekat tulang ekor. Pada prosedur ini ada 2 tahap, yaitu :
1. Kawat ditempatkan dan dihubungkan dengan stimulator temporer yang dapat
dibawa untuk beberapa hari. Jika kondisinya membaik maka akan dilanjutkan
dengan langkah kedua.

16
2. Kawat elektrik ditempastkan dekat dengan tulang ekor dan dihubungkan
dengan stimulator permanent yang ditempatkan di bawah kulit.

Gambar 2.5 Stimulator elektrik

2. Medika Mentosa
Antimuskarinik
Obat-obat yang biasa digunakan adalah antimuskarinik yang biasa juga
disebut antikolinergik. Yang termasuk golongan ini adalah : oxybutynin, tolterodine,
trospium chloride, propiverine dan solifenacin. Obat-obat ini bekerja dengan cara
memblok impuls saraf ke kandung kemih yang akan berakibat relaksasi otot kandung
kemih dan akan meningkatkan kapasitas kandung kemih.
Obat-obatan ini dapat memperbaiki gejala pada beberapa kasus. Perbaikan ini
bervariasi pada setiap individu. Sebaiknya dicoba diberikan obat untuk satu bulan
atau lebih, jika membantu maka obat dilanjutkan selama enam bulan atau lebih
kemudian obat dihentikan dan dilihat bagaimana gejala yang ada tanpa minum obat.
Efek samping obat ini sering terjadi tetapi hanya ringan dan dapat ditoleransi.
Efek samping yang sering adalah mulut kering, mata kering, konstipasi dan
penglihatan kabur.
Oxybutynin:
Oxybutynin adalah golongan antimuskarinik non selektif yang mempunyai
aktifitas relaksasi otot kandung kemih dan anestesi local. Sediaan obat ini dapat ini

17
dapat yang lepas segera (5 mg TID), lepas lambat (5 atau 10 mg OD) dan
transdermal patches (39 cm2 patch in a dose of 36 mg per patch) yang akan melepas
3.9 mg oxybutynin per hari selama 3-4 hari.
Pada studi Multicenter Assessment of Transdermal Therapy in Overactive
Bladder With Oxybutynin (MATRIX), telah dievaluasi efek dari oxybutynin
transdermal system (OXY-TDS; 3.9mg/h) terhadap kualitas hidup dan keamanan obat
tersebut. Pada penelitian selama 6 bulan terhadap 2878 dewasa termasuk 699 pasien
usia 75 tahun atau lebih. Studi ini memperlihatkan bahwa OXY-TDS meningkatkan
kualitas hidup dan dapat ditoleransi dengan baik dan aman. OXY-TDS tampaknya
merupakan terapi OAB yang ideal pada orang tua. Pemberian dua kali per minggu
dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan pada beberapa pasien lanjut usia lebih suka
memakai ‘patch’ daripada pil.8
Tolterodine:
Tolterodine adalah suatu antagonis muskarinik yang tersedia dalam bentuk
short- acting dan long-acting. Berbagai uji klinik memperlihatkan bahwa 2 mg atau 4
mg per hari akan sama efektifnya dengan pemberian oxybutynin 5 mg atau 10 mg per
hari.
Propiverine dan trospium:
Obat ini efektif untuk OAB dan efek samping obat yang minimal
dibandingkan dengan oxybutynin short-acting.
Estrogen (untuk wanita)
Sediaan vagina lokal lebih efektif daripada estrogen oral, tetapi data yang ada
tentang efektifitasnya terbatas.
Antagonis Alpha-adrenergic (untuk pria)
Agen ini sangat berguna pada pria dengan pembesaran prostat yang jinak.
Efek samping yang serius adalah hipotensi postural. Dosis yang digunakan dinaikkan
bertahap untuk mengatasi efek toleransi.

18
Obat-obat lain :
1. Imipramine: suatu antidepresan trisiklik dengan efek antikolinergik dan alfa-
adrenergik. Mungkin mempunyai efek sentral terhadap refleks pengosongan kandung
kemih sehingga direkomendasikan untuk inkontinensia campuran urgensi – stres.
Penggunaannya harus hati-hati karena efek samping hipotensi postural dan gangguan
konduksi jantung.
2. Darifanacin dan solifenacin : suatu antimuskarinik masa depan dengan aksi
antagonis reseptor M3 selektif dan efek antikolinergik sistemik yang sedikit.
3. Capsaicin dan resiniferatoxin : suatu agen intravesikal yang menjanjikan untuk
mengatasi hiperrefleksia detrusor pada kandung kemih neurogenik.
Riset tentang penggunaan calcium channel antagonists dan potassium-channel masih
terbuka dan serotonin selektif dan nor-epinephrine re-uptake inhibitor.
4. Botulinum Toxin (Botox) : ada beberapa subtype antigen toksin botulinum yang
sudah dikenal yaitu : A, B, C1, D, E, F, dan G. Jenis A dan B digunakan di bidang
urologi. Toksin botulinum beraksi dengan cara menghambat pelepasan acetylcholine
dari ujung saraf kolinergik yang berinteraksi dengan kompleks protein yang
digunakan untuk mengisi vesikel acetylcholine. Efek dari toksin botulinum adalah
menurunkan kontraksi otot dan atrofi otot pada tempat penyuntikan. Denervasi
kimiawi ini bersifat reversible dan regenerasi axon akan terjadi dalam waktu kurang
lebih 3-6 bulan. Pemberian toksin botulinum dalam jumlah cukup akan menghambat
pelepasan acetylcholine dan neurotransmitter yang lain. Molekul tidak dapat
melewati sawar otak sehingga tidak mempunyai efek di SSP. Penggunaan toksin
botulinum meningkat dengan cepat, digunakan untuk mengobati overaktivitas
detrusor neurogenik dan idiopatik dengan cara penyuntikan.9
2.11. PRINSIP PEMBEDAHAN
Pembedahan dilakukan hanya jika dengan terapi medikamentosa dan non-medika
mentosa tidak berespon. Tujuan dari terapi bedah adalah meningkatkan kemampuan
pengisian kandung kemih dan mengurangi tekanan pada kandung kemih.
Tindakan bedah meliputi :
19
 Stimulasi nervus Sacralis
Pada prosedur ini dipasang semacam pacemaker di bawah kulit perut dan
dihubungkan dengan kabel kecil yang diletakkan di dekat nervus sacralis di
daerah tulang ekor. Modulasi dari impuls saraf ini dapat memperbaiki gejala
OAB.
 Augmentation cystoplasty.
Prosedur rekonstruksi ini digunakan untuk meningkatkan kapasitas kandung
kemih, dengan menggunakan sebagian usus untuk mengganti sebagian
kandung kemih. Pada prosedur ini diperlukan kateter untuk mengosongkan
kandung kemih.6,7

2.12. KOMPLIKASI

Penderita dengan overactive bladder mudah menjadi :


• Depresi
• Rasa percaya diri yang rendah
• Cemas
• Fatigue
• Sulit berkonsentrasi

BAB III. KESIMPULAN

Overactive Bladder (OAB) adalah keadaan urgensi dengan atau tanpa


inkontinensia tipe urgensi, biasanya disertai dengan frekuensi dan nokturia, adalah
beban berat bagi pasien dan penyedia layanan kesehatan di seluruh dunia. Studi
epidemiologi terbaru telah menghasilkan data tentang kejadian OAB dan
pengaruhnya terhadap kualitas hidup.
Overactive Bladder (OAB) bisa terjadi akibat kelainan miogenik ataupun
neurogenik. Keadaan yang berpengaruh terhadap kelainan tersebut bisa sistemik atau
keadaan yang terjadi pada traktus urinarius bagian bawah.

20
Pengobatan OAB pada stadium awal akan meningkatkan kondisi pasien dan
mengurangi penggunaan sumber daya kesehatan. Tetapi keterlambatan diagnosa akan
meningkatkan kegagalan terapi.
Sebagian besar pasien lanjut usia dengan OAB akan efektif dikelola dengan
kombinasi terapi nonfarmakologi dan farmakologi.
Terapi OAB :
- Nonfarmakologi : diet, terapi tingkah laku, pelvic floor exercise, stimulasi elektrik
dan akupuntur.
- Farmakologi :
- Agen Antimuskarinik : oxybutynin, tolterodine, trospium chloride,
propiverine dan solifenacin.
- Obat lain : toxin botulinum, imipramine, capsaicin, resiniferatoxin, estrogen,
antagonis alfa adrenergik.
- Bedah :
- Stimulasi nervus sakralis.
- Augmentation cystoplasty

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar – dasar Urologi edisi ketiga. Jakarta: Sagung
Seto.
2. Mullins, C. dan Subak, L. 2005. New Perspectives on Overactive Bladder:
Quality of Life Impact, Medication Persistency, and Treatment Costs. The
American Journal Of Managed Care, 11: 101 - 102.
3. MacDiarmid, SA. 2008. Maximizing the Treatment of Overactive Bladder in the
Elderly. Reviews In Urology, 10(1):6-13.

21
4. Drake, N., Flynn, M., Romero, A., Weidner, A., Amundsen, C. 2005. Nocturnal
polyuria in women with overactive bladder symptoms and nocturia. American
Journal of Obstetrics and Gynecology, 192(5): 1682–1686.
5. Snell, RS. 2006. Anatomi klinik ed.6. Jakarta : EGC.
6. Sandhu, J., Gupta, A., Mohan, V., Markan, A., Sandhu, P. 2006. Approach to
Overactive Bladder, JIACM 7(2): 109-112.
7. Ouslander, J.G. 2004. Management of Overactive Bladder. N Engl J Med,
350(8):786-99.
8. Oki T, Toma-Okura A, Yamada S. 2006. NEUROPHARMACOLOGY :
Advantages for Transdermal over Oral Oxybutynin to Treat Overactive Bladder:
Muscarinic Receptor Binding, Plasma Drug Concentration, and Salivary
Secretion. JPET, 316:1137-1145.
9. Staskin, DR.2005. Overactive Bladder In The Elderly: A Guide to
Pharmacological Management. Drugs Aging, 22(12):1013-28.

22

Anda mungkin juga menyukai