Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka kejadian tumor intrakanial berkisar antara 4,2-5,4 per 100.000
penduduk. Pada semua autopsi yang dilakukan oleh bernat & Vincent (1987)
dijumpai 2% tumor otak. Pada anak dibawah 16 tahun, angka kejadian tumor otak
adalah 2,4 per 100.000 anak. Tampaknya angka kejadian tumor cenderung naik
dengan bertambahnya umur. Tidak diketahui secara pasti perbedaan angka kejadian
menurut ras, tempat tinggal maupun iklim.8
Kira-kira 10% dari semua proses neoplasmatik di seluruh tubuh ditemukan
pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi diruang intrakranial dan 2% di
ruang kanalis spinalis. Di Amerika didapat 35.000 kasus baru dari tumor otak
setiap tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai
10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di
Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Angka
kejadian tumor otak pada anak-anak terbanyak pada dekade pertama, sedang pada
dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun. 4,9
Proses neoplasmatik atau proses malignansi di susunan saraf mencakup
neoplasma saraf primer dan non-saraf atau metastatik. Urutan frekuensi neoplasma
di dalam ruang tengkorak adalah sebagai berikut: (1) glioma (41%), (2)
meningioma (17%), (3) adenoa hipofisis (13%), (4) neurilemoma (12%), (5)
neplasma metastatik dan (6) neoplasma pembuluh darah serebral. 9
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan
pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi
membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan
tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya
timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor ke jaringan
otak yang dapat menyebabkan kompresi, invasi dan destruksi dari jaringan otak. 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Otak


a. Cranium

Tulang pembentuk kepala


b. Scalp (Blood-Brain Barrier)
- Struktur SCALP
a. Skin atau kulit ; kecuali di daerah oksipitalis, banyak mengandug
kelenjar keringat dan sebacea, serta folikel rambut.
b. Connective Tissue atau jaringan penyambung ; lapisan subkutan,
memiliki banyak pembuluh darah dan syaraf
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika; jaringan ikat yang kuat dan
tendo bagi m. Occipitalis dan m. Frontalis
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar; Merupakan
tempat terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
Menyerupai spon karena berisi ruang yang dapat mengembang
karena menyerapa cairan yang terbentuk akibat cedera atau infeksi.
e. Perikranium; selapis jaringan ikat padat, melekat erat pada ossa
cranii.
Otak dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu4 :
1. Telensefalon (endbrain) yang terdiri atas hemisfer serebri yang disusun
oleh korteks serebri, system limbic, basal ganglia dimana basal ganglia
disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus lentikularis, klaustrum dan
amigdala. Korteks serebri berperan dalam persepsi sensorik, kontrol
gerakan volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih mis.
Berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.
Nucleus basal berperan dalam Inhibisitonus otot, koordinasi gerakan yang
lambat dan menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak berguna.
2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus,
subtalamus, dan hipotalamus. Thalamus berperan dalam stasiun pemancar
untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa
tingkat kesadaran, berperan dalam kontrol motorik. Hipotalamus berperan
dalam mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa
haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan. Penghubung penting antara
sistem saraf dan endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku
dasar.
3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina yang memiliki dua
kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior danterdiri dari
tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.
4. Metensefalon (pons) dan Myelensefalon (medulla oblongata) memiliki
peran. Asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat pengaturan
kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan. Pengaturan refleks otot yang
terlibat dalam keseimbangan dan postur. Penerimaaan dan integrasi semua
masukan sinaps drkorda spinalis keadaan terjaga dan pengaktifan korteks
serebrum dan pusat tidur.
5. Serebellum memiliki peran dalam Memelihara keseimbangan,
peningkatan tonus otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter
yang terlatih. Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya masihdibagi
kedalam lobus-lobus yang dibatasi oleh gyrus dan sulkus.
Sel-sel penyusun Otak
Pembentuk susunan saraf pusat adalah neuron yang jumlahnya mencapai
100 milyar, didukung oleh sel glia yang jumlahnya 10 kali lipat dari neuron. Setiap
neuron memiliki tonjolan panjang , akson yang berfungsi membawa informasi
keluar dari neuron (serabut eferen). Selain itu terdapat tonjolan pendek, dendrit
yang berfungsi membawa informasi menuju neuron (serabut aferen)2
a. Sel glia, atau neoroglia (hanya berada pada susunan saraf pusat)
berfungsi untuk menyangga dan dukungan metabolik terhadap neuron.
Ada 2 macam sel glia; makroglia dan microglia. Mikroglia berfungsi
sebagai sel fagosit yang sangat besar jika terjadi infeksi atau kerusakan
pada susunan saraf, sedangkan makroglia berfungsi sebagai penyangga dan
fungsi nutritif. Mikroglia ada 4 macam, yaitu Oligodendroglia, sel schwann,
sel astrosit, dan sel ependyma. Bersama-sama mereka dipandang sebagai
suatu sistem yang dinamik bermakna fungsional dalam pertukaran
metabolik antara neuron sistem saraf pusat lingkungannya. Terdapat tiga
jenis sel glia, mikroglia, oligodendroglia, dan astrosit. Mikroglia secara
embriologis berasal dari lapisan mesodermal sehingga pada umumnya
tidak diklasifikasikan sebagi sel glia sejati. Mikroglia memasuki SSP
melalui sistem pembuluh darah dan berfungsi sebagai fagosit,
membersihkan debris dan melawan infeksi.2
b. Astrosit
Astrosit merupakan neuroglia terbesar, berbentuk bintang, berinti
besar, bulat atau lonjong, sitoplasmanya mengandung banyak ribosom dan
nukleoli tidak jelas. Astrosit protoplasma terutama terdapat dalam
substantia grissea otak dan medulla spinalis, sedangkan astrosit fibrosa
terutama dalam substantia alba. Karena banyaknya prosesproses sitoplasma
yang luar, astrosit penting sebagai struktur penyokong dan struktural dalam
SSP. Fungsi astrosit masih diteliti;bukti-bukti memperlihatkan bahwa sel-
sel ini mungkin berperan dalam menghantarkan impuls dan transmisi
sinaptik dari neuron dan bertindak sebagai saluran penghubung antara
pembuluh darah dan neuron2
c. Oligodendrosit
Disebut juga oligodendroglia, lebih kecil dari astrosit dengan cabang-
cabang yang lebih pendek dan jumlahnya lebih sedikit. Intinya kecil,
lonjong, sitoplasma lebih padat dengan ribosom bebas dan terikat dalam
jumlah besar. Oligodendrosit terutama terdapat dalam 2 lokasi, di dalam
substansia grissea dan di antara berkas-berkas akson di dalam substantia
alba. Lainnya terletak dalam posisi perivascular sekitar pembuluh darah.
Oligodendroglia dan astrosit merupakan neuroglia sejati dan berasal dari
lapisan embrional ektodermal (sama seperti neuron). Oligodendroglia
berperan dalam pembentukan myelin.2
d. Sel Ependim
Sel ependim berasal dari lapisan dalam tabung neuralis dan
mempertahankan susunan epitel mereka . sel ependim melapisi rongga otak
dan medulla spinalis dan terendam dalam cairan serebrospinal uang mengisi
rongga-rongga ini. Meskipin ujung apikal sel ependim melapisi rongga
tersebut, namun dasarnya tidak seragam dan terdiri dari procesus panjang
yang meluas dari pusat otak ke jaringan penyambung perifer, akibatnya
procesus sel ependim berjalan di antara unsur saraf dan merupakan matriks
penyokong yang mirip dengan sel glia lainnya.2
e. Sel Schwann
Sel schwann membungkus semua serat saraf dari susunan saraf
perifer, dan meluas sampai perlekatannya masuk atau keluar dari
perlekatannya di medulla spinalis dan batang otak sampai ke ujungnya. Sel
swhann memperlihatkan inti yang heterochromatik, biasanya gepeng, dan
terdapar di tengah sel dengan banyak mitokondria, mikrotubul dan
mikrofilamen.2

2.2. Definisi Tumor Otak


Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra
cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada
jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru,
payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder. (1)

2.3. Epidemiologi Tumor Otak


Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding
perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun
(31,85 persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari
3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita
(74,1 persen) yang dioperasi penuli,s dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan
operasi karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase
(sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen),
sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar,
medulla spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari
hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai
adalah; Meningioma (39-26%), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-
lain yang tak dapat ditentukan.(11)

2.4. Etiologi Tumor Otak


Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,
walaupun telah banyak penelitian. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai
pada anggota-anggota sekeluarga.Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-
Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru,
memperlihatkan faktor familial yang jelas.Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-
faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.5
b. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam
tubuh.Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal
dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya.Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,
teratoma intrakranial dan kordoma.5
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma.Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.5
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar
yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam
proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan
hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem
saraf pusat.5
e. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan.Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.5
f. Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak).Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf
pusat belum diketahui.(10)

2.5. Klasifikasi Tumor Otak


a. Berdasarkan gambaran histopatologi, klasifikasi tumor otak yang penting
dari segi klinis11 :
Primary brain tumor:
*Histologically benign *Histologically malignant
- Mengioma - Glioma
- Pituitary adenoma • Anaplastic Astrocytoma
- Acustic neuroma • Glioblastoma multiforme
- Craniopharyngima Ependymoma
- Pilocytic astrocytoma - Medulloblastoma
- Hemangioblastoma - Oligodendroglioma
- Pineal cell tumor
- Choroid plexus carcinoma
- Primitive neuroectodermal tumors

Metastatic brain tumors:


- Single or multiple metastases
- Meningeal Carcinomatosis
b. Berdasarkan prediksi dan topografi:
*Supratentorial Tumors *Infratentorial Tumors
- Cerebral lobe and deep Pada Dewasa
hemispheric tumors Cerebellopontine angle tumors
- Gliomas (astrocytomas & - Acoustic schwannomas
glioblastomas) Other sites
- Meningiomas - Brainstem gliomas
- Metastases Sella turcica tumors - Metastases
- Pitutary adenomas - Hemangioblastomas
- Craniopharyngiomas - Meningiomas
Pada Anak-anak :
Midline tumors
- Medulloblastomas
- Ependymomas Tumors of
cerebellar lobes
- Astrocytomas. (2)
Klasifikasi Tumor Otak Primer Menurut WHO
2.6. Patofisiologi Tumor Otak
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor :
gangguan fokal disebebkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan
infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan

neuron.
 Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang

bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.3
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa
tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga
memperberat ganggguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan
perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan.Obstruksi vena dan edema
yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan
kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi
sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid

menimbulkan hidrosefalus.
 Peningkatan tekanan intracranial akan

membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk


menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul
cepat.3
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah
intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis
bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan
saraf otak ketiga.Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan
cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat
adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan
gangguan pernafasan. (9)

2.7. Gejala Klinis Tumor Otak


Tumor serebri merupakan penyakit yang sukar terdiagnosa secara dini,
karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang sulit dievaluasi
tapi umumnya berjalan progresif. Manifestasi klinis tumor otak dapat
berupa:
a. Gejala serebral umum : nyeri kepala, kejang
b. Gejala tekanan tinggi intracranial
c. Gejala tumor otak yang spesifik

a. Gejala serebral umum


Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang
dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi,
labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan
spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan
progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.7
• Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30%
gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut
ditemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik
sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan
pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian
tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia
perlu dicurigai tumor otak.
Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu,
datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai
beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval
semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita
batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus).
Nyeri kepaia juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang
bila duduk.
Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain
sensitive structure seperti dura, pembuluh darah atau serabut saraf.
Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak yang berlokasi di
daerah lobus oksipitalis.
• Muntah
Terdapat pada 30% kasus, lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala
dan umumnya disertai dengan nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada
tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai
dengan mual.
• Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada
25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2%
penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Ini terjadi bila tumor berada
di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik.Kejang yang sifatnya
lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang
yang sifatnya umum/general sukar dibedakan dengan kejang karma epilepsi.
Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan
harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak.
Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
- Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
- Mengalami post iktal paralisis
- Mengalami status epilepsi
- Resisten terhadap obat-obat epilepsi
- Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan
astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.7

b. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial


Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul
pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena
setiap saat dapat timbul ancaman herniasi.Selain itu dapat dijumpai parese N.VI
akibat teregangnya N.VI oleh TTIK.Tumor-tumor yang sering memberikan gejala
TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma,
spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan
craniopharingioma.9
c. Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
*Lobus frontal
- Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
- Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra
lateral, kejang fokal
- Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
- Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster
kennedy
- Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
Tumor di lobus frontalis daerah prefrontal bisa memberikan gejala
gangguan mental sebelum munculnya gejala lainnya, berupa perubahan perasaan,
kepribadian dan tingkah laku serta penderita merasakan perasaan selalu senang
(euforia); jadi menyerupai gejala psikiatris.Makin besar tumornya, gejala
gangguan mental ini semakin nyata dan kompleks.Afasia motorik (gangguan
bicara bahasa berupa hilangnya kemampuan mengutarakan maksud) bisa terjadi
bila tumor mengenai daerah area Broca yang terletak di belahan kiri
belakang.Reflek memegang (grasp reflex) juga khas untuk tumor di lobus
frontalis ini.
Pada stadium yang lebih lanjut bisa terjadi gangguan penghidu (anosmia),
gangguan visual, gangguan keseimbangan dalam berjalan, gangguan bola mata
karena kelumpuhan sarafnya serta edema papil.7
*Lobus parietal
- Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi
homonym
- Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan
pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
Tumor di lobus parietalis pada umumnya akan memberikan gejala
berbagai bentuk gangguan sensoris. Lesi iritatif bisa menimbulkan gejala
parestesi (rasa tebal, kesemutan atau seperti terkena aliran listrik) di satu lokasi,
yang kemudian bisa menyebar ke lokasi lainnya. Lesi destruktif akan
menyebabkan hilangnya berbagai bentuk sensasi, tapi jarang anestesi total.
Gangguan diskriminasi terhadap rangsang taktil, astereognosis (tak bisa
mengenali bentuk benda yang ditaruh di tangan) merupakan bentuk-bentuk gejala
yang sering timbul. Tumor yang tumbuh ke arah lebih dalam bisa menimbulkan
gejala hiperestesi, seperti merasakan rangsang yang berlebih padahal rangsang
yang sebenarnya terjadi hanya ringan.Atau bisa juga mengenai jalur optik
(radiatio optica) sehingga timbul gangguan penglihatan sebagian.
*Lobus temporal
- Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi
- Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan
hemiparese
- Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan
gejala choreoathetosis, parkinsonism.
Tumor lobus temporalis bila berada di daerah unkus akan menimbulkan
gejala halusinasi pembauan dan pengecapan (uncinate fits) disertai gerakan-
gerakan bibir dan lidah (mengecap- ngecap). Bila lesinya destruktif akan
menimbulkan gangguan pembauan dan pengecapan walau tidak sampai total.
Tumor di lobus temporal bagian media bisa menimbulkan gejala "seperti pernah
mengalami kejadian semacam ini sebelumnya" (deja vu).Bisa juga terjadi
gangguan kesadaran sesaat (misalnya selagi penderita berjalan kaki) tapi tidak
sampai terjatuh.Gangguan cmosi berupa rasa takut/panik bisa juga
muncul.Berkurangnya pendengaran bisa terjadi pada tumor yang mengenai
korteks di bagian belakang lobus temporal. Tumor di hemisfer dominan bagian
belakang (area Wcrnicke) menimbulkan gejala afasia sensoris, yaitu kehilangan
kemampuan memahami maksud pembicaraan orang lain. Tumor yang
berkembang lebih lanjutakan melibatkan jalur kortikospinal sehingga
menyebabkan kelumpuhan anggota badan sisi kontralateral. Bisa juga terjadi
herniasi dan menekan batang otak sehingga menyebabkan gangguan pada
beberapa saraf kranial, misalnya terjadi dilatasi pupil sesisi yang menetap atau
menghilangkan reflek kornea.
*Lobus oksipital
- Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan
penglihatan
- Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia
berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
Tumor di lobus oksipitalis memberikan gejala awal ter- utama nyeri
kepala.Gejala khas yang muncul yaitu defek lapangan penglihatan sebagian. Lesi di
hemisfer dominan bisa menimbulkan gejala tidak mengenal benda yang dilihat
(visual object agnosia) dan kadang-kadang tidak mengenal warna (agnosia warna),
juga tidak mengenal wajah orang lain (prosopagnosia).
*Tumor di ventrikel ke III
- Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala
menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi
peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri
kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran.
*Tumor di cerebello pontin angie
- Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
- Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya
berupa gangguan fungsi pendengaran
- Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari
daerah pontin angel
*Tumor Hipotalamus
- Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
- Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism,
gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
*Tumor di cerebelum
- Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat
terjadi disertai dengan papil udem.
- Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan
spasme dari otot-otot servikal
Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan
oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas papil, warna papil berubah
menjadi lebih kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-
kadang tampak terputus- putus.Untuk mengetahui gambaran edema papil
seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlebih dahulu.Pe-
nyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan
terhadap vena sentralis retinae.Biasanya terjadi bila tumor yang lokasi atau
pembesarannya menckan jalan aliran likuor sehingga mengakibatkan bendungan
dan terjadi hidrosefalus.
*Tumor fossa posterior
- Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai
dengan nistagmus, biasanya merupakan gejala awal dari
medulloblastoma.
Penekanan pada otak bisa menyebabkan perubahan kepribadian dan
menyebabkan penderita merasa mengantuk, linglung dan tidak mampu berfikir. (7)

2.8. Diagnosis Tumor Otak


 Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor otak
adalah dengan mengetahui informasi jenis tumor, karakteristiknya, lokasinya,
batasnya, hubungannya dengan sistem ventrikel, dan hubungannya dengan struktur
vital otak misalnya; sirrkulus willisi dan hipotalamus. Selain itu, juga diperlukan
periksaan radiologis canggih yang invasive maupun non invasive. Pemeriksaan non
invasive mencakup CT-Scan dan MRI bila perlu diberikan kontras agar dapat
mengetahui batas-batas tumor. Pemeriksaan invasif seperti angiografi serebral yang
dapat memberikan gambaran sistem pendarahan tumor, dan hubungannya dengan
sistem pembuluh darah sirkulus willisi.`10
-Penegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak
yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti. Dari
anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang
mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya; ada
tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit
lapangan pandang.
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik
untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.
 Elektroensefalografi (EEG)
 Foto polos kepala
 Arteriografi
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)
 Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen
yang diduga menderita tumor otak. Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi tumor
yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT
Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang
mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan
udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi,
perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena
sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada
waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.10
Penilaian CT Scan pada tumor otak:
Tanda proses desak ruang:
 Pendorongan struktur garis tengah otak
 Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel
 Kelainan densitas pada lesi:
 Hipodens
 Hiperdens atau kombinasi
 Kalsifikasi, perdarahan
 Edema perifokal

2.10. Diagnosis Banding Tumor Otak


Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan tekanan
intrakranial, kejang dan tanda deficit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses
desak ruang di otak dapat menimbulkan gejala di atas, sehingga agak sukar
membedakan tumor otak dengan beberapa hal berikut :
• Abses intraserebral
• Epidural hematom
• Hipertensi intrakranial benigna
 Meningitis kronik. (6)

2.11 Penanganan Tumor Otak


Pemilihan tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada penderita tumor
otak tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
 Kondisi umum penderita
 Tersedianya alat yang lengkap
 Pengertian penderita dan keluarga
 Luasnya metastasis
Adapun terapi dan modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup
tindakan-tindakan:4
 Terapi Kortikosteroid
Biasanya deksametason diberikan 4 – 20 mg intravena setiap 6 jam untuk
mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan TTIK.
Peranan nya masih kontroversial dalam terapi TTIK. Beberapa efek
samping yang dapat timbul adalah berkaitan dengan penggunaan steroid
lama seperti: penurunan kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemia,
hipokalemia, alkalosis metabolic, retensi cairan, penyembuhan luka yang
terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung, dan hipertensi.
 Terapi operatif
Tindakan yang bertujuan untuk mendapatkan diagnosa pasti dan
dekompresi internal, mengingat bahwa obat-obatan antiedema otak tidak
dapat diberikan secara terus-menerus. Persiapan prabedah, penanganan
pembiusan, teknik operasi dan penanganan pascabedah sangat berperan
penting dalam menentukan keberhasilan penanganan operatif terhadap
tumor otak. 8
 Terapi konservatif
o Radioterapi
Tindakan ini untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan
menggunakan sinar X dan sinar Gamma, disamping juga radiasi
lainnya seperti: proton, partikel alfa, neutron, dan pimeson.
Keberhasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak diperankan oleh
beberapa faktor:
1. Terapi yang baik dan tidak melukai struktur kritis lainnya
2. Sensitivitas sel tumor dengan sel normal
3. Tipe sel yang disinar
4. Metastasis yang ada
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi, dan
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval
antarfraksi radiasi.6

o Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum
mempunyai nilai keberhasilan yang bermakna sekali. Saat ini yang
menjadi titik pusat perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-
tumor otak jenis astrositoma (Grade III dan IV) glioblastoma dan
astrositoma anaplastik beserta variannya. Ada beberapa obat
kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar di
kalangan medis yaitu: HU (hidroksiurea), 5-FU (5-Fluorourasil),
PCV (prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous Urea (PCNU,
BCNU/Karmustin, CCNU/lomustin, MTX (metotrksat), DAG
(dianhidrogalaktitol) dan sebagainya. Potensi kemoterapi pada
susunan saraf di samping didasarkan oleh farmakologi sendiri juga
perlu dipertimbangkan aspek farmakokinetiknya (transportasi obat
mencapai target) mengingat adanya sawar darah otak. Pemberian
kemoterapi dapat dilakukan melalui intra-arterial (infuse, perfusi),
melalui intratekal/intraventrikuler (punksi lumbal, punksi sisterna,
via pudentz/omyama reservoir); atau intra tumoral.6
o Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa
tumbuhnya suatu tumor disebabkan oleh adanya gangguan fungsi
immunologi tubuh sehingga diharapkan dengan melakukan restorasi
sistem imun dapat menekan dapat menekan pertumbuhan tumor.
2.12. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita

tumor otak ialah :


a. Gangguan fisik neurologist


b. Gangguan kognitif


c. Gangguan tidur dan mood


d. Disfungsi seksual (7)


2.13. Prognosis
Prognosisnya tergantung jenis tumor spesifik. Berdasarkan data di
Negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang
tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka
ketahanan hidup 5 tahun (5 years survival) berkisar 50-60% dan angka
ketahanan hidup 10 tahun (10 years survival) berkisar 30-40%. Terapi
tumor otak di Indonesia secara umum prognosisnya masih buruk,
berdasarkan tindakan operatif yang dilakukan pada beberapa rumah sakit
di Jakarta. (1)
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. A R
Tanggal Lahir : 01-07-1965 (53 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Badean- Bangsalsari, Jember
Pekerjaan : Kuli Bangunan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status : Menikah
No. Rekam Medis : 230197
Tgl. Masuk RS : 22 Mei 2019

3.2 Anamnesis
 Keluhan Utama: Penurunan Kesadaran
 Riwayat Penyakit Sekarang:
 Pasien datang ke IGD RSDS karena mengalami penurunan kesadaran sejak
tadi siang. Tidak ada demam dan sempat muntah 5 kali dalam sehari.
Riwayat operasi tumor otak di RSDS bulan November 2018. Kepala
membengkak lagi sejak bulan maret 2019. Direncanakan untuk operasi
ulang. Pasien menyadari ada benjolan di kepala sekitar bulan Februari
2018, sejak munculnya benjolan pasien merasakan sering sakit kepala,
sering lupa ingatan dan beberapa kali sempat mual dan muntah. Pasien
susah mengendalikan emosinya dan sering gelisah. Pada bulan November
2018, Pasien mengalami penurunan kesadaran dan kemudian dibawa ke
IGD RSDS untuk pertama kalinya dan kemudian didiagnosis tumor otak.
Pasien direncanakan untuk operasi untuk pertama kalinya tanggal 8
Oktober 2018. Setelah dioperasi, keadaan umum pasien membaik, pasien
dapat beraktivitas dengan baik setelah itu. 3 bulan yang lalu pasien
mengeluh muncul benjolan kembali pada kepala dan mengalami kelemahan
pada bagian tubuh sisi kanan dan kembali mengalami pusing, mual dan
muntah. Pasien datang ke IGD untuk yang kedua kalinya pada tanggal 21
Mei 2019 dengan keluhan utama penurunan kesadaran. Pasien juga
mengalami pusing, mual muntah sehari 5 kali. Pasien kemudian MRS dan
pada hari tersebut pasien mulai susah berbicara maupun mengungkapkan
maksud dengan kata-kata, namun masih dapat mengikuti perintah. Pasien
dilakukan operasi untuk yang kedua kalinya pada tanggal 23 mei Mei 2019.
 Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami kejadian dan keluhan serupa.
Riwayat hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal.
 Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga dengan riwayat penyakit yang sama dan riwayat hipertensi
dan Diabetes Mellitus di keluarga disangkal.
 Riwayat Pengobatan:
Riwayat operasi tumor otak 26 november 2018 dengan hasil PA
oligodendroglioma (WHO grade II)

3.3 Pemeriksaan Fisik


KU : LEMAH RR : 24 x/m
TD : 150/90 mmHg Tax : 36,70C
HR : 112 x/m

Status Generalis:
Kepala : skull defect (+) , massa (+) regio temporal sinistra
Mata : Sklera  tidak didapatkan ikterus
Konjungtiva  tidak didapatkan anemis
Telinga : didapatkan darah dari lubang telinga kanan, perdarahan aktif (-)
Hidung : tidak didapatkan sekret dan darah, tidak didapatkan pernafasan
cuping hidung
Mulut : tidak didapatkan perdarahan, tidak sianosis
Thorax :
Cor : iktus cordis tidak tampak dan teraba di ICS V MCL Sinistra, batas
jantung tidak melebar, S1S2 tunggal e/g/m = -/-/-
Pulmo : Gerak dada simetris, ketertinggalan gerak -/-, sonor +/+, Vesikuler
+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : flat
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak hepar (+) normal, hepatosplenomegali (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), massa (-)
Extremitas : Akral Hangat di keempat ekstremitas
Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas
Status Neurologis :
GCS : 3-2-5
N II dan III : Pupil bulat anisokor, RC +/+, Ø 2 mm/4 mm
Motorik : kesan lateralisasi (+) dextra
Sensorik : respon to pain (+)
Otonom : BAK (+), BAB (-)

3.4 Diagnosis Kerja


Tumor Serebri Hemisfer sinistra dd Oligodendroglioma residif
3.5 Pemeriksaan Penunjang
 CT Scan (26 Maret 2018)

Kesan: GBM lobus temporalis kiri mendesak sulci gyri dan ventrikel lateralis di
dekatnya dan menyebabkan defiasi midline shift ke kanan sejauh 0,8 cm.
Bulging Hemisfer serebri kiri isertai ensephalomalasia disekitarnya setinggi 2,5 cm
melalui defek post craniostomy os temporo parietal kiri uk. +- 9cm
Sinusiti maxilaris bilateral.
 CT Scan (21 Mei 2019)

 MRI (18 Oktober 2018)


Kesimpulan : Massa intraaxial di periventrikel lateral kiri kornu anterior susp High
grade astrocytoma (GBM) dengan edema cerebri dan herniasi subfalcine ke kanan
sinusitis maxilaris kanan dan etmoid anterior bilateral

 Biopsi PA (26 November 2018)


Diagnosa: Oligodendroglioma WHO grade II.

3.6 Diagnosis Utama


Diagnosis Klinis : Hemiparese Detxra
Diagnosis Topis : Hemisfer Sinistra lobus temporoparietalis
Diagnosis Etiologi : Oligodendroglioma
3.7 Planning
Pro Eksisi Tumor
Laporan Operasi (23/05/2019)
Tindakan Operasi: Craniotomy Eksisi Tumor
Persiapan Operasi Informed Consent + Antibitoik Profilaksis
Posisi Pasien Supine
Desinfeksi Betadine
Insisi Kulit dan pembukaan Insisi luka lama
lapangan operasi
Pendapatan pada eksplorasi Tampak kista dengan tumor disekitarnya

Uraian/Deskripsi operasi Eksisi piecemeal

Apa yang dikerjakan Rawat perdarahan


(Nama Operasi) Pasang drain
Komplikasi Perdarahan +- 300cc
Penutupan Lapang operasi Jahit lapis demi lapis
Pengiriman Jaringan Patologi Anatomi

3.8 Prognosis
Ad Vitam : Dubia Ad bonam
Ad Functionam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia
3.9 Follow Up (24-05-2019)/06.00/H3MRS/H1 Post OP / ICU
(23-05-2019)/06.00/H2MRS/R. Gardena S) penurunan kesadaran
S) pasien sadar, kesulitan dalam berbicara O) KU : lemah
O) TD : 100/68 mmHg HR : 58 x/m
KU : sedang TD : 142/80 mmHg RR : 14 x/m Tax : 36 0C
HR : 88 x/m RR : 21 x/m Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-
0
Tax : 36,6 C Thorax :Cor : S1S2 tunggal e/g/m = -/-/-
Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/- Pulmo : simetris, sonor +/+, Vesikuler +/+, Rh -/- , Wheezing -/-
Thorax :Cor : S1S2 tunggal e/g/m = -/-/- Abdomen : flat, bising usus (+) normal, timpani, soepel, nyeri tekan (-)
Pulmo : simetris, sonor +/+, Ves +/+, Rh -/- , Wh-/- Extremitas : Akral Hangat di keempat ekstremitas
Abdomen : flat, BU (+) normal, timpani, soepel, nyeri tekan (-) Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas
Extremitas : Akral Hangat di keempat ekstremitas Status Neurologis :
Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas GCS : 2-x-4
Status Neurologis : N II dan III : Pupil bulat anisokor, RC +/+, Ø 2 mm/4 mm
GCS : 4-2-5 Motorik : kesan lateralisasi (+) Sensorik : respon to pain (+)
N II dan III : Pupil bulat anisokor, RC +/+, Ø 2 mm/4 mm Otonom : BAK (+), BAB (-)
Motorik : kesan lateralisasi (+) A) post eksisi tumor cerebri H1
Sensorik : respon to pain (+) P) PZ 1500 cc/24 jam
Otonom : BAK (+), BAB (-) Ceftriaxone 2x1
A) tumor cerebri Antrain 3x1
P) pro eksisi tumor cerebri Ranitidin 2x50 mg
Dexametasone 3x1 amp
Kalnex 3x500mg
Kutoin 3x100mg
(25-05-2019)/06.00/H4MRS/H2 Post OP / ICU (26-05-2019)/06.00/H5MRS/H3 Post OP / ICU
S) penurunan kesadaran S) penurunan kesadaran
O) KU : lemah O) KU : lemah
TD : 100/68 mmHg HR : 58 x/m TD : 130/68 mmHg HR : 82 x/m
RR : 14 x/m Tax : 36 0C RR : 14 x/m Tax : 36 0C
Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/- Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax :Cor : S1S2 tunggal e/g/m = -/-/- Thorax :Cor : S1S2 tunggal e/g/m = -/-/-
Pulmo : simetris, sonor +/+, Ves +/+, Rh -/- , Wh -/- Pulmo : simetris, sonor +/+, Ves +/+, Rh-/- , Wheezing -/-
Abdomen : flat, BU (+) N, timpani, soepel, nyeri tekan (-) Abdomen : flat, BU (+) normal, timpani, soepel, nyeri tekan (-)
Extremitas : Akral Hangat di keempat ekstremitas Extremitas : Akral Hangat di keempat ekstremitas
Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas
Status Neurologis : Status Neurologis :
GCS : 2-x-4 GCS : 3-x-5
N II dan III : Pupil bulat anisokor, RC +/+, Ø 2 mm/4 mm N II dan III : Pupil bulat isokor, RC +/+, Ø 3 mm/3 mm
Motorik : kesan lateralisasi (+) Sensorik : respon to pain (+) Motorik : kesan lateralisasi (+) Sensorik : respon to pain (+)
Otonom : BAK (+), BAB (-) Otonom : BAK (+), BAB (-)
A) post eksisi tumor cerebri H2 A) post eksisi tumor cerebri H3
P) PZ 1500 cc/24 jam P) PZ 1500 cc/24 jam
Ceftriaxone 2x1 Antrain 3x1 Ceftriaxone 2x1 Antrain 3x1
Ranitidin 2x50 mg Dexametasone 3x1 amp Ranitidin 2x50 mg Dexametasone 3x1 amp
Kalnex 3x500mg Kutoin 3x100mg Kalnex 3x500mg Kutoin 3x100mg
(27-05-2019)/06.00/H6MRS/H4 Post OP / ICU (27-05-2019)/06.00/H6MRS/H4 Post OP / ICU
S) penurunan kesadaran S) kesadaran membaik
O) KU : lemah O) KU : lemah
TD : 125/70 mmHg HR : 83 x/m TD : 130/80 mmHg HR : 80 x/m
RR : 16 x/m Tax : 36 0C RR : 20 x/m Tax : 36 0C
Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/- Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax :Cor : S1S2 tunggal e/g/m = -/-/- Thorax :Cor : S1S2 tunggal e/g/m = -/-/-
Pulmo : simetris, sonor +/+, Ves +/+, Rh -/- , Wh -/- Pulmo : simetris, sonor +/+, Ves +/+, Rh -/- , Wh -/-
Abdomen : flat, BU (+) normal, timpani, soepel, nyeri tekan (-) Abdomen : flat, BU (+) normal, timpani, soepel, nyeri tekan (-)
Extremitas : Akral Hangat di keempat ekstremitas Extremitas : Akral Hangat di keempat ekstremitas
Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas Edema tidak didapatkan di keempat ekstremitas
Status Neurologis : Status Neurologis :
GCS : 3-x-5 GCS : 4-2-6
N II dan III : Pupil bulat isokor, RC +/+, Ø 3 mm/3 mm N II dan III : Pupil bulat anisokor, RC +/+, Ø 2 mm/4 mm
Motorik : kesan lateralisasi (+) Sensorik : respon to pain (+) Motorik : kesan lateralisasi (+) Sensorik : respon to pain (+)
Otonom : BAK (+), BAB (-) Otonom : BAK (+), BAB (-)
A) post eksisi tumor cerebri H4 A) post eksisi tumor cerebri H5
P) PZ 1500 cc/24 jam P) inf Aminofluid 500cc + Clinimix 500cc
Cefixime 2x100 mg Asam mefenamat 3x500 mg Ranitidin 2x1 mg Cefixime 2x100mg
Ranitidin 2x1 mg Kutoin 3x100 mg Antrain 3x1 Dexametason 2x1
Sonde susu 6x100 Metoclopramide 3x2
Sonde susu 6x10
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi


8. Jakarta: EGC.

2. Harsono, Tumor Otak dalam Buku Ajar Neurologi Klinis edisi I, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 1999 : 201 – 207
3. Mahar, M., Proses Neoplasmatik di Susunan Saraf dalam Neurologi
Klinis Dasar edisi 5, Dian Rakyat, Jakarta, 2000 : 390 – 402
4. Uddin,Jurnalis. Kerangka Umum Anatomi Susunan Saraf dalam
Anatomi susunan saraf manusia. Langgeng sejati. Jakarta; 2001: 3-13
5. Price,Sylvia A. 2005. Tumor Sistem Saraf Pusat dalam Patofisiolosi
edisi 6. EGC. Jakarta.
6. Farina Hanif1, Kanza Muzaffar, Kahkashan Perveen, Saima M Malhi,
Shabana U Simjee. 2017. Glioblastoma Multiforme: A Review of its
Epidemiology and Pathogenesis through Clinical Presentation and
Treatment. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, Vol 18.
7. Elif Ozdemir-Kaynak1, Amina A. Qutub and Ozlem Yesil-Celiktas.
2018. Advances in Glioblastoma Multiforme Treatment: New Models
for Nanoparticle Therapy. Fronties of physiology.
8. P A McKinney. 2004. BRAIN TUMOURS: INCIDENCE,
SURVIVAL, AND AETIOLOGY. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
9. J. Ricardo McFaline-Figueroa, MD, PhD, Eudocia Q. Lee, MD, MPH.
2018. Brain Tumors. The American Journal of Medicine.
10. Mary Elizabeth Davis, RN, MSN, CHPN, AOCNS. 2016.
Glioblastoma: Overview of Disease and Treatment. HHS Public
Access.
11. De Jong, W., Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi III.
Jakarta: EGC, 2010

Anda mungkin juga menyukai