Anda di halaman 1dari 29

1

LAPORAN KASUS
ILMU BEDAH
BATU REN

Oleh :
Imama Rasyada
132011101001

Pembimbing:
dr. Budi Suwarno, Sp. U

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Bedah di RSD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
2

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................. 1
DAFTAR ISI ................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
1. Definisi......................................... .................................................... . 3
2. Faktor Resiko dan Etiologi . ............................................................... 3
3. Patofisiologi ..................................................................................... 4
4. Manifestasi klinis .............................................................................. 5
5. Jenis jenis batu .................................................................................. 6
6. Diagnosis ........................................................................................... 7
7. Diagnosis Banding ............................................................................ 11
8. Tatalaksana ........................................................................................ 12
9. Prognosis ........................................................................................... 16
LAPORAN KASUS ...................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 29
3

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Batu ginjal adalah benda-benda padat yang terjadi di dalam ginjal yang
terbentuk melalui proses fisikokimiawi dari zat-zat yang terkandung di dalam air
kemih. Batu ginjal terbentuk secara endogen yaitu dari unsur-unsur terkecil,
mikrolith-mikrolith dan dapat tumbuh menjadi besar. Massa yang mula-mula
lunak, misalnya jendalan darah, juga dapat mengalami pembatuan (kalsifikasi).1

2. Faktor Resiko dan Etiologi


Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang idiopatik. Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-
faktor tersebut antara lain:
a. Faktor Intrinsik :
 Herediter (keturunan)
 Umur: sering dijumpai pada usia 30-50 tahun
 Jenis kelamin: lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
b. Faktor Ekstrinsik :
 Geografis: pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga
dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah
batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran
kemih.
 Iklim dan temperatur
4

 Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral


kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih.
 Diet: Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih.
 Pekerjaan: Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Sumber lain juga mengatakan bahwa terbentuknya batu bisa terjadi karena
air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air
kemih kekuranga penghambat pembentukan batu yang normal. Sekitar 80% batu
terdiri dari kalsium, sisanya mengandung berbagai bahan, termasuk asam urat,
sistin dan mineral struvit. Batu struvit (campuran dari magnesium, amonium dan
fosfat) juga disebut "batu infeksi" karena batu ini hanya terbentuk di dalam air
kemih yang terinfeksi. Ukuran batu bervariasi, mulai dari yang tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang sampai yang sebesar 2,5 sentimeter atau lebih.2
Batu yang besar disebut "kalkulus staghorn". Batu ini bisa mengisi hampir
keseluruhan pelvis renalis dan kalises renalis. Penyebab dari renal calculi adalah
idiopatik akan tetapi ada faktor-faktor predisposisi dan yang utama adalah UTI
(Urinary Tract Infection). Infeksi ini akan meningkatkan timbulnya zat-zat
organik. Zat-zat ini dikelilingi oleh mineral-mineral yang mengendap.
Pengendapan mineral-mineral ini akan meningkatkan alkalinitas urin dan
mengakibatkan pengendapan calsium posphat dan magnesium-amonium posphat.
Stasis urin juga dapat menimbulkan pengendapan zat-zat organik dan mineral-
mineral. Dehidrasi juga merupakan faktor resiko terpenting dari terbentuknya batu
ginjal. 1,2

3. Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urin), yaitu
pada system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalices(stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
5

seperti pada hyperplasia prostat benigna, striktura dan buli-buli neurogenik


merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.2
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terdapat dalam urine. Kristal-kristal ini tetap dalam
keadaan metastable/tetap telarut dalam urine jika tidak ada keadaan–keadaan
tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.2
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti
batu/nukleasi yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-
bahan lain sehingga menjadi kristal yang agak besar, tapi agregat kristal ini masih
rapuh dan belum cukup mampu membuat buntu atau sumbatan saluran kemih.2
Agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih atau membentuk
retensi kristal, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu
sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastable dipngaruhi oleh suhu, PH larutan, adanya koloid didalam
urine, konsentrasi solute dalam urine, laju aliran urine, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. 1,2
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu calsium, meskipun
patogenesis pembentukan batu hampir sama,tetapi suasana di dalam saluran
kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama, misal batu
asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,sedangkan batu magnesium
ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa. 1,2

4. Manifestasi Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu
saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang
disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan
penyulit yang telah terjadi.2
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang.
Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik
6

terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan
peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.2
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran
kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction),
dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang
sering menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke
kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.1
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan
nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat
hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai
infeksi didapatkan demam-menggigil.2

5. Jenis Jenis Batu


a. Batu struvit
Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih
besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.
Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea
splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:
CO(NH2)2+H2O 2NH3+CO2.1

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah


matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple
phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula
terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.2

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium, ammonium,


fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg
7

NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3


kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-
phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah
Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus.
Meskipun E.coli banyak menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini
bukan termasuk bakteri pemecah urea.2

b. Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80% dari
seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalium oksalat,
kalium fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut. Faktor terjadinya batu
kalsium adalah:
1. hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300
mg/24 jam. Terdapat tiga macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara
lain; hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya peningkatan
absorbsi kalsium melalui usus, hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya
gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal,
hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium
tulang yang banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor
paratiroid.1
2. Hiperoksaluri

3. Hiperurikosuri

4. Hipositraturia

5. Hipomagnesiuria

6. Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,
laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya
8

obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu
dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis
batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi. Pemeriksaan
laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang
adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan sebab
terjadinya batu. Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua
ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat
total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal
yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit.
Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan
ruang dan lumen saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi
batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.3

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis


dan rencana terapi antara lain:

1. Foto Polos Abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara
batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen).
Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

2. Pielografi Intra Vena (PIV)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non
9

opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi
ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.2

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan antomi dan fungsi ginjal,


selain itu IVP juga dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu
1
non-opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Pada yang
radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya
batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu
terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan.
Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena
(PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan
menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada.2 Yang
menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi
sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perlu dilakukan pielografi
retrograd.1,2

3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP,
yaitu pada keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat
menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli yang ditunjukkan dengan
echoic shadow, hidronefrosis dengan gambaran dilatasi pelvis dan kaliks
ginjal.3
USG dapat mendeteksi adanya batu dan dilatasi sistem
kollektivus.Visualisasi hidronefrosis yaitu: derajat 1, dilatasi pelvis renalis
tanpa dilatasi kaliks, kaliks berbentuk blunting, alias tumpul. Derajat 2, kaliks
berbentuk flattening, mendatar, derajat 3, dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor,
kaliks minor, tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing,
alias menonjol. Derajat 4, ada penipisan korteks ginjal dan kaliks berbentuk
balloonong, alias menggembung.2,3
10

Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan menunjukkan batu


ureter dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi dan batu radiolusen. 2

Gambar 1. Hidronefrosis Ginjal Kanan Dan Pelebaran Sistem Kolektivus.3

Gambar 2. USG Abdomen, tampak adanya calculus dengan hiperechoic shadow


pada renal sinistra dan hidronefrosis dengan pelebaran pelvis renalis.3
Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan menunjukkan batu ureter
dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi dan batu radiolusen.2
4. CT Scan
Pada CT scan dapat ditemukan hidronefrosis. Penyebab hidronefrosis
adalah obstruksi kronis pada saluran kemih pada traktus urinarius sehingga
menyebabkan penimbbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan
ureter.3.4
Gambaran CT-Scan pada hisronefrosis adalah hidronefrosis yang dini
memberikan gambaran flattening, yaitu kaliks-kaliks yang mendatar.
Perubahan ini reversibel. Pada stadium lanjut akan memeperlihatkan kaliks-
11

kaliks yang berbentuk tongkat atau menonjol (clubbing)1,5 pada tingkat yang
lebih parah lagi akan terjadi destruksi parenkim ginjal dan pembesaran sistem
saluran kemih.5

Gambar 3. CT –Scan ginjal dengan hidronefrosis.5


5. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
6. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi
ginjal.
7. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
8. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
9. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase
alkali serum

10. Diagnosis Banding


Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut,
misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika
dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu
dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau
apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan
adneksitis. Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa
batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor
yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada
batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor
ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.2
12

11. Tatalaksana
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu
telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan
batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi
dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari salura kemih.1,2
Pilihan terapi antara lain :

a. Terapi Konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan
sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,
berupa :
 Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
 α – blocker
 NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya
infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi
bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada
pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan
fungsi ginjal ) tidak ada toleransiterhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus
segera dilakukan intervensi. 1,2
13

b. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan
bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya
pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang. 1,2

Gambar 4. Prinsip ESWL. 6


Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu
elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masingmasing generator
mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau
gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin
mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh. ESWL
merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang kejut antara
15-22 kilowatt. 1,2
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan
kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras
14

(misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing
manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anakanak,
serta berat badan berlebih (obesitas). Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter
distal pada wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius.
Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada
data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan
sejelas-jelasnya. 1,2

c. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,
dengan memakai energy hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser. 1,2
Tindakan endourologi antara lain PNL (Percutaneous Nephro
Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan
cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen
kecil. 1,2

Gambar 5. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy). 6


15

d. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, Pengambilan batu
masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain
adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,
dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani
tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak
berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau
mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi
atau infeksi yang menahun. 1,2

Gambar 6. Operasi bedah terbuka.5

e. Pemasangan Stent
16

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang


memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu
ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,
pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%
dalam 10 tahun. 1,2

12. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi Ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas
dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa
fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,
80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh
pengalaman operator. 1,2
17

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Salawi
Usia : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Asembagus, Situbondo
Agama : Islam
Suku Bangsa : Madura
Pekerjaan : Tani
No. Rekam Medis : 189934
Tgl. Masuk RS : 20/02/2018
Tgl. Keluar RS : 25/02/2018
Tgl. Operasi : 21/02/2018

2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pingang kanan sejak tahun 2015. Nyeri
dirasakan hilang timbul dan menembus sampai ke perut kanan depan.
Nyeri dirasakan sangat berat dengan VAS 7, pasien pernah sampai
pingsan. Nyeri dipicu oleh aktivitas dan konsumsi makanan dan minuman
yang banyak. Pasien mengatakan nyeri membaik apabila pasien berubah-
ubah posisi. Pasien mengeluh mual (+), muntah (-), demam (-)
Pasien tidak mengeluhkan gangguan saat kencing. Nyeri saat
kencing (-), kencing berwarna merah (-), pasien merasa tuntas saat
kencing, memancar, dan tidak perlu mengejan namun pasien terbangun
tiap 2 jam sekali untuk kencing di malam hari. Pasien pernah opname di
18

RSD dr. Soebandi pada tahun 2016 namun menolak tindakan operasi.
Pasien selama 3 tahun terakhir rutin berobat untuk keluhan nyeri
pinggangnya di RSUD Asembagus Situbondo. Pola makan pasien teratur
3x sehari dengan nasi, lauk pauk, dan sayuran dalam jumlah besar. Pasien
rata-rata minum air putih 2 liter perhari.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat batu saluran kemih (+) 2016 menolak operasi
Riwayat ISK (-)
Riwayat HT (-), DM (-), asma (-), alergi (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat HT (-), DM (-), asma (-), alergi (-)
Riwayat penyakit yang sama di keluarga tidak ada
e. Riwayat Pengobatan (-)
f. Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Pasien awalnya bekerja sebagai petani. Sehari hari pasien bekerja di
sawah dari pukul 06.00 sampai 15.00. Semenjak sakit tahun 2015 sudah
mengurangi kegiatannya, dan hanya sesekali saja mencarikan makan
untuk ternaknya. Pasien merupakan peserta BPJS PBI Kelas III

3. Pemeriksaan Fisik (6/11/2017)


Status generalis
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92x/menit, reguler, kuat angkat
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5 ºC
Pemeriksaan Fisik Umum
a. Kepala
- Kepala : Normocephali
19

- Mata : Konjungtiva anemis-/-, sklerai kterik -/-, refleks pupil +/+


- Hidung : Deformitas (-), rhinorrhea (-)
- Telinga : Otorrhea -/-
b. Leher : pembesaran KGB (-) deviasi trakhea (-)
c. Thorax
- Inspeksi: terlihat bentuk dada simetris, pergerakan dinding dada kanan
dan kiri simetris, retraksi dinding dada (-), iktus kordis tidak tampak
- Palpasi: pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris, iktus kordis
teraba pada ICSV midclavicula sinistra
- Perkusi: sonor di lapangan paru
- Auskultasi: Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
d. Abdomen
- Inspeksi : Flat, Distended (-), DC (-) DS (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal, borborygmus (-), metalic sound (-)
- Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), defans muskuler (-),
hepar/lien tidak teraba, Mcburney sign (-), Murphy sign (-)
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen, pekak hepar (+)
e. Extremitas: Akral hangat (+) , edema (-) ekstrimitas atas dan bawah
f. Genitalia eksterna: MUE (+) letak normal, discharge (-), DC (+)
g. Anal-perianal : fistula (-), hemmoroid (-), tanda-tanda abses (-)

Pemeriksaan Fisik Khusus


a. Status Urologis
Regio flank :
I: massa -/-, sikatrik -/-, jejas -/-
P: pemeriksaan bimanual tidak dilakukan (nyeri)
P: nyeri ketok CVA +/+
A: bruit -
Regio suprapubik :
I: massa (-), sikatrik (-),
20

P:VU tidak teraba, kesan kosong, nyeri tekan (-)


P: batas atas 3 jari diatas simfisis pubis
Regio genitalia eksterna: MUE (+) letak normal, discharge (-), DC (+) produksi
urin 750cc
RT:TSA normal, mukosa licin, nyeri (-), sulkus media teraba normal,
permukaan prostat halus dan simetris, konsistensi prostat kenyal, feses (-),
darah (-)

4. Diagnosis
Batu Ren Dextra + Hidronefrosis Gr 1-2 Dextra

5. Planning
Open ren dextra
21

6. Pemeriksaan Penunjang
BOF (14/11/2017)

• Kesan: Tampak bayangan opak multipel setinggi vertebrae Lumbal 2-3


dextra

IVP (17/11/2017)
22
23

Kesan IVP:

 Nephrogram kanan kiri normal

 Ekskresi ginjal kanan kiri tampak pada menit ke 7

 System pelviocalycecal : calyx kanan kiri flattening

 Ureter kanan dan kiri tampak melebar

 Vesika Urinaria : bentuk dan posisi normal, mukosa reguler, post miksi masih
tampak residual urin
24

Laboratorium (13/11/2017)

7. Prognosis
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
25

8. Laporan Operasi (6/12/2017)

9. Follow-Up (22/02/2018)

Subjektif
Nyeri di bekas operasi
Objektif
Status Generalis
26

- Keadaan Umum : Cukup


- Kesadaran : Composmentis
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 88x/menit, reguler, kuat angkat
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,5 ºC
- K/L : a/i/c/d -/-/-/-
- Tho : C/ S1S2 tunggal e/g/m -/-/-
P/ sim + ves +/+ rh -/- wh -/-
- Abd : flat, BU (+) N, soepel, timpani
- Ext : AH ++/++ OE --/--
Status Urologis
- Regio flank: flank pain -/- massa -/- dressing +/- rembesan +/- drain
produksi 30cc/24 jam serohemoragik
- Regio suprapubik: VU tidak teraba kesan kosong, massa (-), nyeri (-)
- Regio genitalia eksterna: MUE (+), discharge (-), MUE (+) letak normal,
discharge (-),terpasang DK, produksi urin 500 mL/3 jam warna kuning
Assesment
Batu Ren Dextra post Open post Bivalve Nefrolithotomy + DJ stent D
H+1
Planning
Inf PZ: D5 2:1

Inj ceftfriaxone 2x1 g

Inj kalnex 3x500 mg

Inj ranitidin 2x 50 mg

Inj antrain 3x 1 g

Follow up Up (23/02/2018)
27

Subjektif
Nyeri di bekas operasi
Objektif
Status Generalis
- Keadaan Umum : Cukup
- Kesadaran : Composmentis
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 82x/menit, reguler, kuat angkat
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,5 ºC
- K/L : a/i/c/d -/-/-/-
- Tho : C/ S1S2 tunggal e/g/m -/-/-
P/ sim + ves +/+ rh -/- wh -/-
- Abd : flat, BU (+) N, soepel, timpani
- Ext : AH ++/++ OE --/--
Status Urologis
- Regio flank: flank pain -/- massa -/- dressing +/- rembesan -/- drain
produksi minimal serohemoragik
- Regio suprapubik: VU tidak teraba kesan kosong, massa (-), nyeri (-)
- Regio genitalia eksterna: MUE (+), discharge (-), MUE (+) letak normal,
discharge (-)
Assesment
Batu Ren Dextra post Open post Bivalve Nefrolithotomy + DJ stent D
H+2
Planning
Inf PZ: D5 2:1

Inj ceftfriaxone 2x1 g

Inj kalnex 3x500 mg

Inj ranitidin 2x 50 mg
28

Inj antrain 3x 1 g
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Stroller, Marshall L. 2013. Urinary Stone Disease in General Urology in


Smith and Tanagho’s 18th Edition. Lange Mc Graw Hill.
2. Basuki, Purnomo. 2012. Dasar-dasar Urologi. Penerbit Sagung Seto :
Jakarta.
3. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Cetakan keempat. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. Hal 297-303.
4. Malueka RG. Hidronefrosis dalam Radiologi Diagnostik. Cetakan Ketiga.
Yogyakarta:Pustaka Cendekia Press. 2011. Hal. 86-7.
5. Schaefer Prokop C, Prokop M. Spiral and Multislice Computed Tomography
of The Body. Germany: Thieme, 2001. Chapter 18; Kidneys.
6. Netter, Frank H. 2010. Atlas of Human Anatomy 6th Ed. Elshevier

Anda mungkin juga menyukai