Anda di halaman 1dari 2

Patofisiologi Kejang Pada Tumor Otak Bagaimana hubungan antara tumor dan timbulnya kejang

sebenarnya masih belum dipahami sepenuhnya. Secara pathogenesis sampai saat ini ada dua pendapat
yang menghubungkan antara tumor dan timbulnya kejang. Pendapat pertama didasarkan pada asal
tumor, dimana tumor mengeluarkan molekul yang dapat menjadikan jaringan tumor bersifat
epileptogenic. Pendapat yang lain berdasarkan pada pemikiran bahwa tumor menekan jaringan normal
di sekitarnya yang kemudian pada waktunya berubah menjadi “epileptogenic” setelah mengalami
proses iskemia dan hipoksia. Sementara secara mekanisme, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kejang pada penderita tumor otak :

1. Histologi
Dari segi histologi kejang biasanya terjadi pada pasien pada tumor jinak seperti disembriblastik
neuroepitelial tumor, ganglioglioma dan oligodendroglioma. Sementara pada tumor-tumor
ganas seperti dan tumor metastase seperti glioblastoma multiform kejang jarang terjadi.
Penjelasan mengenai hal ini adalah pada tumor jinak terjadi deferensiasi sel yang baik yang
mampu mengeluarkan neurotransmitter dan zat-zat modulator yang bersifat epileptogenik.
Materi-materi tersebut akan 154 merangsang korteks dan subkorteks yang akan memicu
transmisi elektrik sebagai precursor kejang. Selain itu, inflamasi kronis berupa edem perifokal
akan mengubah komposisi elektrolit yang dapat memicu timbulnya kejang. Sementara,
kenyataannya juga tidak semua pasien dengan lokasi dan histology yang sama akan mengalami
kejang. Hal ini memberikan kemungkinan adanya factor genetic yang berperan dalam hubungan
tumor otak dan terjadinya kejang.10,11,12
2. Lokasi Tumor Lokasi sebuah tumor juga sangat menentukan timbulnya kejang. Tumor yang
belokasi di daerah subkorteks sangat jarang menimbulkan gejala kejang. Beberapa penelitian
menyebutkan keberadaan tumor di korteks serebri terutama di subtansia grisea merupaka
lokasi yang sering menimbulkan kejang. Dari segi pembagian lobus, lobus frontal dan lobus
temporal serta sistem limbik berperan penting dalam terjadinya kejang.4
3. Sawar Darah Otak Komponen selular yang menyusun sawar darah otak meliputi sel endothelial,
astrosit, perisit, neuron, dan komplek jungtional dan juga dilapisi oleh protein seperti okludin,
klaudin, dan molekul adhesi. Aktivitas proliferasi sel-sel tumor akan menghasilkan zat-zat yang
akan merusak sawar darah otak, sehingga menurunkan fungsi protein transmembran, sehingga
dihasilkan VascularEndothelial Growth Factor (EGF). Difusi zat VEGF di peritumor akan
menginisiasi edema disekitar lesi yang berakibat pada meningkatkan TGF beta, akumulasi
potasium, dan N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang memediasi hipereksitabilitas dari susunan
saraf dan berujung pada timbulnya kejang.4
4. Gap Junction 155 Komunikasi antar sel glia dijembatani oleh protein yang dinamakan connexins.
Sel-sel tumor akan mengeluarkan materi-materi yang berperan dalam peningkatan reaktivitas
protein tersebut, sehingga koneksi antara sel glia menjadi meningkat. Hipereaktivitas dari
connexins merupakan salah satu faktor pencetus kejang.4
5. Perubahan Molecular Genetilk Faktor genetic yang dimiliki oleh sel tumor jika memilki peran
dalam timbulnya proses kejang. Sebagai contoh, ekspresi gen tumor LGI1 berkontribusi dalam
mempercepat pertumbuhan sel tumor disertai peningkatan aktivitas potensial aksi sel-sel
normal disekelilingnya. Perubahan genetik dari sel tumor itu sendiri juga dapat menjadi focus
eksitatorik yang berperan dalam proses terjadinya kejang.4

Anda mungkin juga menyukai