Anda di halaman 1dari 6

MODUL 5 BLOK 20

LEARNING OBJECTIVE

1. M4 Penyakit Neuromuskular (jenis, etiologi, patofisiologi, tanda gejala, manifestasi oral dan
pertimbangan dental)

2. M4 Nyeri orofasial (jenis, etiologi, patofisiologi, tanda gejala, manifestasi oral dan pertimbangan
dental)

1. M4 Penyakit Neuromuskular
A. Epilepsi
- Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % darikasus epilepsi tidak
dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebihsering kita sebut sebagai kelainan
idiopatik. Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum.
Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu kejang fokal dan kejang
umum.
Etiologi epilepsi adalah multifaktorial, menurut klasifikasi ILAE 2017. etiologi dibagi
menjadi struktural, genetik, infeksi, metabolik, imun, dan tidak diketahui. Secara garis
besar penyebab epilepsi di bagi menjadi dua, yaitu struktural dan non struktural. Etiologi
struktural merupakan penyebab epilepsi yang ditandai dengan adanya kelainan anatomi
otak atau adanya lesi pada otak. Kelainan pada otak dapat terjadi karena adanya trauma
kepala, trauma persalinan, demam tinggi, stroke, intoksikasi, tumor otak, masalah
kardiovaskular tertentu, gangguan keseimbangan eletrolit, infeksi, dan reaksi alergi.
Sedangkan etiologi non struktural merupakan penyebab yang tidak didapatkan kelainan
pada otak bahkan penyebab yang tidak diketahui.

- Patofisiologi
Patofisiologi Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih
dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasiaferen,
disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel
opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal
inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh
konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan
keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron

- gejala klinis
bervariasi tergantung bagian otak yang mengalami gangguan dan sejauh mana
penyebaran nya. Gejala sebelum kejang dapat terjadi penurunan kesadaran, gangguan
dalam pergerakan otot, adanya sensasi pada penglihatan, pendengaran. Pasien dengan
epilepsi seringkali mengalami gangguan pada lisik (patah tulang, memar, luka akibat
kecelakaan sat terjadinya kejang). Gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi
sering terjadi.
- manifestasi oral
obat antiepilepsi yang sangat berpengaruh pada keadaan rongga mulut adalah fenitoin.
Pembesaran gingiva (gingival enlargement) adalah hal yang paling sering terjadi pada
pengguna fenitoin. Gingival enlargement tidak diobservasi pada semua pasien.
Prevalansinya sekitar 25-50%, dan tak ada hubungan yang jelas antara dosis obat dan
keparahan pertumbuhan yang berlebih. Efek yang sinergi dilaporkan pada penggunaan
pada penggunaan dua atau lebih agen yang dicurigai. Pembesaran jaringan secara tipikal
terjadi antara 1-3 bulan setelah terapi obat diinisiasi dan dimulai di jaringan gusi
superfisial di antara gigi (papila interdental). Segmen anterior lebih sering mengalami
pembesaran dibandingkan area posterior, tapi keterlIbatan yang sama rata tidak umum.

Terdapat hubungan terbalik yang jelas antara oral hygiene dan derajat pembesaran dengan
penggunaan obat tersebut. Walau oral hygiene yang baik secara tipikal tidak mencegah
pembesaran individu yang rentan, ini sering membatasi keparahan dari respon pada level
yang menerima. Walau penghentian atau penggantian obat dapat menimbulkan penurunan
pembesaran, pemotongan secara bedah pada jaringan yang melampaui batas (contoh
gingivectomy) mungkin diperlukan pula adanya oral hygiene yang adekuat untuk
individual tertentu.

- Pertimbangan dental
 Apabila ingin membuat gigi tiruan disarankan gigi tiruan cekat. Hal ini untuk
menghindari apabila dipakai gigi tiruan lepasan jika terjadi kejang bisa saja gigi
tiruan lepas dan bahkan tertelan dan dapat mengganggu jalannya nafas.
 Disarankan pula untuk penggunaan jaket akrilik untuk mahkota sehingga
meminimalkan/menghindariterjadifraktur.
 Pada pasien epilepsi yang memiliki manifestasi oral hiperplasi gingiva bisa
dilakukan tindakan gingi vektomi melalui prosedur elektrokauterisasi atau laser
juga bisa dengan instrumen bedah.
 Kontrol efektif plak untuk mengurangi dan mencegah hiperplasi gingiva setelah
dilakukan gingivektomi.

B. Miastenia gravis
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terusmenerus dan
disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini timbul karena adanya gangguan
dari sinaps transmission atau pada neuromuscular junction. Bila penderita beristirahat,
maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembal

- Tanda dan gejala


Gejala – gejala yang timbul bervariasi pada tipe dan berat kasus, termasuk di
dalamnya adalah lemahnya salah satu atau kedua kelopak mata (ptosis), kabur atau
penglihatan ganda (diplopia) oleh karena kelemahan dari otot yang mengontrol
pergerakan mata, ketidakseimbangan atau gaya berjalan yang terhuyung-huyung,
perubahan pada ekspresi wajah, kesulitan dalam menelan yang dapat menyebabkan
regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan (otot-otot palatum),
menimbulkan suara yang abnormal atau suara nasal (sengau) serta gangguan bicara
(disartria), dan pasien tidak mampu menutup mulut, yang dinamakan sebagai tanda
rahang menggantung, nafas pendek oleh karena terkadang melibatkan otot-otot yang
mengatur pernafasan, dan kelemahan pada lengan, tangan, jari, tungkai bawah dan
leher.

- Etiologi
Etiologi myasthenia gravis (MG) atau miastenia gravis adalah reaksi autoimun yang
umumnya bersifat idiopatik. MG adalah penyakit autoimun yang paling dimengerti
dibandingkan penyakit autoimun lainnya. Meskipun demikian, faktor dan mekanisme
autoimun yang menyebabkan MG masih belum diketahui dengan pasti.

- Patofisiologi
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline
Receptor(AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap
dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan potensial aksi menuju
membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang 6 tetap pada
jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan
oleh impuls tertentu, inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses auto-immun di
dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat memblok AChR dan
merusak membran post-synaptic. Etipatogenesis proses autoimun pada Miastenia
gravis tidak sepenuhnya diketahui, walaupun demikian diduga kelenjar timus turut
berperan pada patogenesis Miastenia gravis. Sekitar 75 % pasien Miastenia gravis
menunjukkan timus yang abnormal, 65% pasien menunjjukan hiperplasi timus yang
menandakan aktifnya respon imun dan 10 % berhubungan dengan timoma.

C. Cerebrovaskular disease
Stroke atau Cerebrovascular disease menurut World Health Organization (WHO) adalah
tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global
karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih.

- Etiologi
Penyebab utama dari nya diurutkan dari yang paling sering adalah aterosklerosis
(trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan pendarahan intraserebral dan
ruptur aneurisme vaskuler. Penyakit ini biasanya disertai satu atau beberapa penyakit
lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes
melitus, atau penyakit vaskuler perifer.

- Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri- arteri
yang membentuk sirkulus Willisi (arteria karotis intera dan sistem vetebrobasilar atau
semua cabang- cabangnya). Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak
terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu
diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat
sirkulasi kolateral yang memadahi ke daerah tersebut. Proses patologik yang
mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh
darah yang mendarahi otak
- Manifestasi oral
Pada pasien stroke, kelemahan fisik menjadi masalah utama keterbatasan untuk
melakukan mobilisasi. Gangguan menelan serta kelumpuhan pada wajah dapat
meningkatkan jumlah bakteri pada mulut dari sisa-sisa makanan yang ada. Pada
pasien yang mengalami gangguan penurunan kesadaran dapat menyebabkan
imobilitas fisik dan gangguan menelan makanan melalui mulut sehingga dapat
menjadi salah satu penyebab terjadinya peradangan selaput lendir pada mulut ataupun
infeksi pada rongga mulut.

1. Halitosis adalah bau pada rongga mulut yang disebabkan oleh oral hygiene yang
kurang baik.
2. Karies. Penyakit yang merusak struktur jaringan keras gigi yang ditandai dengan
gigi berlubang dan aktivitas bakteri di dalam mulut.
3. Gingivitis adalah peradangan atau pembengkakan pada jaringan gusi.
4. Periodontitis adalah peradangan pada jaringan pendukung sekitar gigi.
5. Sialorrhea adalah peningkatan volume air liur didalam mulut.

- Pertimbangan dental
 mengalami beberapa masalah mulut, termasuk pengunyahan dan kelumpuhan
otot wajah
 gangguan atau kehilangan sensasi sentuhan dan rasa,
 refleks muntah yang berkurang,
 disfagia. Disfagia adalah kondisi yang menyebabkan penderitanya sulit
menelan

2. M4 Nyeri orofasial
A. Bell’s palsy
adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer (N.VII), terjadi secara akut dan penyebabnya
tidak diketahui (idiopatik) atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat mengakibatkan
lesi nervus fasialis atau kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-
neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada
bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen
tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan

- Etiologi
Penyebab pasti Bell’s palsy masih belum diketahui. Tetapi penyakit ini dianggap
memiliki hubungan dengan virus, bakteri, dan autoimun. Bell’s palsy meliputi
inflamasi saraf atau blokade sinyal muscular dari HSV 1 lewat karier yang belum
diketahui, ketidakseimbangan imunitas (stress, HIV/AIDS, trauma) atau apapun yang
secara langsung maupun tidak langsung menekan sistem imun (seperti infeksi bakteri
pada Lyme disease dan otitis media, atau trauma, tumor, dan kelainan kongenital),
serta apapun yang dapat menyebabkan inflamasi dan edema nervus fasialis (N.VII)
dapat memicu terjadinya bell’s palsy.

- Patofisiologi
Patofisiologi pasti Bell’s palsy masih diperdebatkan. Perjalanan saraf facialis melalui
bagian os temporalis disebut sebagai facial canal. Suatu teori menduga edema dan
ischemia berasal dari kompresi saraf facialis di dalam kanal tulang tersebut.
Kompresi ini telah nampak dalam MRI dengan fokus saraf facialis (Seok, 2008).
Bagian pertama dari canalis facialis segmen labyrinthine adalah yang paling sempit,
foramen meatus dalam segmen ini hanya mempunyai diameter 0,66 mm. Yang
bertempat dan diduga paling sering terjadi kompresi saraf facialis pada Bell’s palsy.
Karena sempitnya canalis facialis, keadaan ini nampaknya wajar apabila inflamasi,
demyelinasi, iskemia, atau proses kompresi mungkin mengganggu konduksi neural
pada tempat ini (NINDS, 2014). Lokasi kerusakan saraf facialis diduga dekat atau di
ganglion geniculatum. Jika lesi proksimal dari ganglion geniculatum, kelemahan
motorik diikuti dengan abnormalitas pengecapan dan autonom. Lesi antara ganglion
geniculatum dan chorda tympani menyebabkan efek sama, namun tanpa gangguan
lakrimasi. Jika lesi berada pada foramen stylomastoideus, ini mungkin hanya
menyebabkan paralisis wajah

- Tanda dan gejala


Onset Bell’s palsy adalah akut, sekitar satu - setengah dari kasus mencapai
kelumpuhan maksimum selama 48 jam dan hampir semua berjalan dalam waktu lima
hari. Nyeri di belakang telinga dapat mendahului kelumpuhan selama satu atau dua
hari. Terganggunya saraf facial di foramen stylomastoid dapat menyebabkan
kelumpuhan di seluruh otot ekspresi wajah. Sudut mulut jatuh, garis dan lipatan kulit
juga terpengaruh, garis dahi menghilang, lipatan palpebra melebar, dan lid margin
mata tidak tertutup. Kantong mata bawah dan punctum jatuh, disertai air mata yang
menetes melewati pipi. Makanan yang mengumpul di antara gigi, pipi dan saliva
yang menetes dari sudut mulut. Penderita juga mengeluh ada rasa tebal atau mati rasa
dan terkadang mengeluh nyeri di wajah. Jika lesi berada di saluran saraf facialis di
atas chorda tympani tetapi di bawah ganglion genikulatum, semua gejala dapat timbul
ditambah kehilangan rasa di lidah 2/3 anterior di sisi yang sama dengan lesi. Jika lesi
mempengaruhi saraf di otot stapedius maka dapat terjadi hyperakustikus yaitu
penderita sensitif dan merasa nyeri bila mendengar suara-suara yang keras. Jika
ganglion genikulatum terpengaruh, produksi air mata dan air liur mungkin berkurang.
Lesi di daerah ini dapat berpengaruh juga pada saraf vestibulokoklearis yang
menyebabkan tuli, tinnitus dan pusing yang berputar (dizziness).

B. Neuralgia trigeminal
- Pertimbangan dental
dokter gigi yang baik kita perlu menentukan diagnosis dengan tepat, apabila dokter
gigi tidak mampu menentukan diagnosis jangan langsung dilakukan prosedur dental
apabila tidak ada masalah pada kondisi gigi dan mulutnya karena kemungkinan nyeri
bukan disebabkan dari gigi dan mulut namun dari sarafnya. Dengan diagnosis yang
tepat, dokter gigi dapat bekerja sama dengan dokter spesialis saraf/bedah saraf agar
dapat dengan cepat membantu pasien agar segera sembuh dari rasa sakitnya dan tidak
terjadi kesalahan dalam menentukan rencana perawatan pada pasien tersebut.
dokter gigi dapat memberikan medikasi yang tepat untuk pasien TN adalah
carbamazepine. Carbamazepine adalah obat antikonvulsan yang efektif mengurangi
nyeri saraf dengan menurunkan impuls elektrik pada neuron sehingga mengurangi
kemampuan terjadinya rasa sakit, misalnya tegretol atau carbatrol. Namun, seiring
pemberian carbamazepine akan muncul efek samping atau rasa nyeri menjadi kebal
dan medikasi yang diberikan tidak lagi memberikan efek yang signifikan, maka dapat
dilakukan prosedur pembedahan untuk mengobati nyeri TN.

Anda mungkin juga menyukai