Oleh:
Wasiatul Ilma
Preceptor:
Dr. Zam Zanariah, Sp. S
05
Patofisiologi
Terjadi ikatan antibodi pada reseptor asetilkolin pengurangan jumlah
reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction terhalangnya
transmisi neuromuskular lama-lama atrofi membran post sinaptik
celah sinaptik melebar penyeberangan asetilkolin memerlukan waktu
lebih lama lebih banyak terjadi penguraian asetilkolin asetilkolin
yang sampai membran post sinaptik tidak mencukupi untuk depolarisasi
Tanda dan Gejala
1. Ptosis (lumpuhnya otot ekstraokular mata)
2. Diplopia (penglihatan ganda)
3. Kelemahan wajah
4. Disfagia dan disartria (akibat lemahnya otot pada rongga mulut)
5. Kelemahan otot leher dan ekstremitas (yang memberat pasca olahraga atau saat lelah)
6. Keluhan akan dirasakan makin memburuk / terasa badan makin lemah
Klasifikasi
01 Okuler Myasthenia
04 Krisis Myasthenia
05
Kelompok 1:
• Satu atau lebih otot mata yang diserang
• Timbul ptosis dan diplopia yang muncul pada
sore hari dan menghilang pada esok harinya
• Bentuk ini biasanya ringan, tetapi kadang
resisten terhadap terapi. Biasanya terjadi progre
si dalam waktu 2 tahun sesudah onset.
Kelompok 2:
• Onset berangsur-angsur
• Dari okuler menyebar ke otot-otot wajah,
ekstremitas dan bulbus terjadi disfonia dan
disartria memberat bila pasien terus berbicara
• Otot-otot pengunyah menjadi lemah dan terjadi
disfagia dan regurgitasi makanan dari hidung
• Otot-otot pernapasan masih normal
Kelompok 3:
• Onset biasanya berat dengan diserangnya otot-
otot okuler, ekstremitas dan pernapasan secara
menyeluruh
• Respons yang baik terhadap terapi hanya pada
50% kasus
• Respons jelek biasanya akibat timbul krisis
myasthenia
Kelompok 4:
• Timbul kelemahan otot berat yang menyeluruh
dengan paralisis otot pernapasan darurat
• Krisis myasthenia terjadi:
a. Pada penderita kelompok III yang resisten obat
b. “Overmedication” atau “cholinergic crisis”
sejumlah faktor-faktor seperti demam, hamil, haid
dapat memperberat kelemahan
Klasifikasi Foundation of America
I Hanya kelemahan okuler saat menutup mata
05
III
Kelemahan otot okular berat + kelemahan otot lainnya
sedang
05
IVb Pasien menggunakan feeding tube tanpa intubasi
Jangka Jangka
Pendek Panjang
1. Plasma Exchange 1. Kortikosteroid
2. Intravenous Immunoglobulin 2. Azathioprine
3. Intravenous Methylprednisolone 3. Cyclosporine
4. Cyclophosphamide (CPM)
5. Thymectomy (Surgical Care)
Terapi Jangka Pendek
1. Plasma Exchange
• Untuk terapi jangka pendek dengan eksaserbasi akut
• Cara: Darah diganti dengan sel darah merah plasma dibuang dan diganti
dengan suplemen human albumin + larutan normal salin
• Plasmapheresis reguler jangka panjang pengobatan lainnya tidak berhasil
2. Intravenous Immunoglobulin
Mekanisme kerja: mengurangi kemotaksis atau aktivitas makrofag.
3. Intravenous Methylprednisolone
Dosis awal 1x10 mg (pagi), ditingkatkan 10 mg sampai mencapai 1,5 mg/kg/selang
sehari atau misalnya 100 mg/hari beberapa bulan sampai gejala berkurang
dosis dikurangi per 10 mg setiap 3-4 minggu sampai 20 mg/selang sehari dosis
dikurangi 1 mg setiap bulan dan diberikan kembali dengan dosis tinggi bila relaps
Terapi Jangka Panjang
1. Kortikosteroid seperti pada terapi jangka pendek
2. Azathioprine
• Dosis awal 2x25 mg, dapat ditingkatkan 25 mg/hari sampai 2,5 mg/kg/hari
• Sebelum terapi, per 8 minggu dan per 3 bulan tes darah rutin (hitung jenis) d
an fungsi hati
3. Thymectomy
• Dilakukan bila:
a. Pasien dengan timoma
b. Pasien usia 10-55 tahun tanpa timoma dengan myasthenia gravis umum
• Thymectomy dapat remisi 7-10 tahun kemudian (40-60%) pada pasien muda
dengan durasi penyakit singkat, timus hiperplastik, dan titer antibodi yang tinggi.
Komplikasi