Anda di halaman 1dari 23

MYASTHENIA GRAVIS

Oleh:
Wasiatul Ilma

Preceptor:
Dr. Zam Zanariah, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT Dr. H. ABDUL MOELOEK & FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Definisi
Miastenia gravis adalah suatu gangguan autoimun yang
menyebabkan otot skelet menjadi lemah & lekas lelah.
Etiologi
Akibat berkurangnya neurotransmitter asitelkolin
karena berikatan dengan antibodi sehingga
menghalangi transmisi pada neuromuscular
junction
Epidemiologi
Penyakit ini lebih sering menyerang wanita daripada pria,
01 dengan perbandingan 6:4

Usia terjadinya penyakit ini rata-rata berkisar dari 20-50


02 tahun
Pada wanita, penyakit ini mulai tampak di usia muda,
03 yaitu usia 28 tahun

04 Dan pada pria, penyakit sering muncul pada usai 42 tahun

05
Patofisiologi
Terjadi ikatan antibodi pada reseptor asetilkolin  pengurangan jumlah
reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction  terhalangnya
transmisi neuromuskular  lama-lama atrofi membran post sinaptik 
celah sinaptik melebar  penyeberangan asetilkolin memerlukan waktu
lebih lama  lebih banyak terjadi penguraian asetilkolin  asetilkolin
yang sampai membran post sinaptik tidak mencukupi untuk depolarisasi
Tanda dan Gejala
1. Ptosis (lumpuhnya otot ekstraokular mata)
2. Diplopia (penglihatan ganda)
3. Kelemahan wajah
4. Disfagia dan disartria (akibat lemahnya otot pada rongga mulut)
5. Kelemahan otot leher dan ekstremitas (yang memberat pasca olahraga atau saat lelah)
6. Keluhan akan dirasakan makin memburuk / terasa badan makin lemah
Klasifikasi
01 Okuler Myasthenia

02 Mild Generalised Myasthenia

03 Severe Generalised Myasthenia

04 Krisis Myasthenia

05
Kelompok 1:
• Satu atau lebih otot mata yang diserang
• Timbul ptosis dan diplopia yang muncul pada
sore hari dan menghilang pada esok harinya
• Bentuk ini biasanya ringan, tetapi kadang
resisten terhadap terapi. Biasanya terjadi progre
si dalam waktu 2 tahun sesudah onset.
Kelompok 2:
• Onset berangsur-angsur
• Dari okuler  menyebar ke otot-otot wajah,
ekstremitas dan bulbus  terjadi disfonia dan
disartria  memberat bila pasien terus berbicara
• Otot-otot pengunyah menjadi lemah dan terjadi
disfagia dan regurgitasi makanan dari hidung
• Otot-otot pernapasan masih normal
Kelompok 3:
• Onset biasanya berat dengan diserangnya otot-
otot okuler, ekstremitas dan pernapasan secara
menyeluruh
• Respons yang baik terhadap terapi hanya pada
50% kasus
• Respons jelek biasanya akibat timbul krisis
myasthenia
Kelompok 4:
• Timbul kelemahan otot berat yang menyeluruh
dengan paralisis otot pernapasan  darurat
• Krisis myasthenia terjadi:
a. Pada penderita kelompok III yang resisten obat
b. “Overmedication” atau “cholinergic crisis” 
sejumlah faktor-faktor seperti demam, hamil, haid
dapat memperberat kelemahan
Klasifikasi Foundation of America
I Hanya kelemahan okuler saat menutup mata

Kelemahan otot okuler makin parah + kelemahan otot


II sekitar okuler

IIa Kelemahan otot axial, ekstremitas, dan orofaringeal

Kelemahan otot axial, ekstremitas makin ringan +


IIb kelemahan otot pernapasan

05
III
Kelemahan otot okular berat + kelemahan otot lainnya
sedang

Kelemahan otot axial, ekstremitas, dan orofaring


IIIa memberat
Klasifikasi Foundation of America
Kelemahan otot orofaring dan pernapasan memberat,
IIIb kelemahan otot axial dan ekstremitas ringan

IV Kelemahan otot selain okular yang berat

Kelemahan otot axial, ekstremitas berat, kelemahan otot


IVa orofaringeal ringan

05
IVb Pasien menggunakan feeding tube tanpa intubasi

V Pasien menggunakan intubasi


Diagnosis
• Ptosis
Anamnesis • Kelemahan otot rahang  mulut terbuka
dan • Kelemahan otot wajah  wajah datar
Pemeriksaan • Keterlibatan bulbar  disartria, disfoni, disfagi
Fisik • Kelemahan otot palatum regurgitasi cairan
dari hidung
• Kelemahan otot leher  terkulainya kepala
• Refleks tungkai hiperaktif dan akan melemah
pengulangan tes
Anamnesis • Meminta pasien untuk melihat keatas selama
beberapa menit (untuk menilai ptosis dan
dan
kelemahan otot mata)
Pemeriksaan • Meminta pasien untuk berhitung dari 100
Fisik sampai 1 dengan lantang (untuk menilai gangu
an bicara)
• Tes secara repetitif otot-otot proksimal
Diagnosis

Uji Tensilon Uji Prostigmin Uji Kinin


Suntikkan 2 mg tensilon I.V  Suntikkan 3 cc / 1,5 Diberikan 3 tablet kinin
reaksi (-)  suntikkan lagi 8 mg prostigmin IM  masing-masing 200 mg 
mg tensilon I.V. Sesudah 20- kelemahan otot ulangi 3 jam kemudian 
30 detik  kelemahan otot hilang  myasthenia kelemahan memberat 
membaik  myasthenia gravis gravis myasthenia gravis
Pemeriksaan Penunjang

Tes Laboratorium Tes Imaging

1. Anti-asetilkolin reseptor antibodi 1. Rontgen thorax AP Lateral thymoma 


2. Antistriational antibodies massa pada anterior mediastinum
3. Anti-muscle-specific kinase (MuSK) 2. MRI pada otak dan orbita
antibodies 3. CT scan thorax  massa di mediastinum
4. Antistriated muscle (anti-SM) antibody anterior (thymoma)  miastenia gravis
Diagnosis Banding
Adanya ptosis / strabismus bisa disebabkan oleh lesi N.III pada
beberapa penyakit:
 Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika)
 Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring
 Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii
 Paralisis pasca difteri
 Pseudoptosis pada trachoma
Apabila terdapat suatu diplopia transien kemungkinan suatu
sklerosis multiple
Tatalaksana
Dengan prinsip:
1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler
2. Mempengaruhi proses imunologik
3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot

Jangka Jangka
Pendek Panjang
1. Plasma Exchange 1. Kortikosteroid
2. Intravenous Immunoglobulin 2. Azathioprine
3. Intravenous Methylprednisolone 3. Cyclosporine
4. Cyclophosphamide (CPM)
5. Thymectomy (Surgical Care)
Terapi Jangka Pendek
1. Plasma Exchange
• Untuk terapi jangka pendek dengan eksaserbasi akut
• Cara: Darah diganti dengan sel darah merah  plasma dibuang dan diganti
dengan suplemen  human albumin + larutan normal salin
• Plasmapheresis reguler jangka panjang  pengobatan lainnya tidak berhasil

2. Intravenous Immunoglobulin
Mekanisme kerja: mengurangi kemotaksis atau aktivitas makrofag.

3. Intravenous Methylprednisolone
Dosis awal 1x10 mg (pagi), ditingkatkan 10 mg sampai mencapai 1,5 mg/kg/selang
sehari atau misalnya 100 mg/hari  beberapa bulan sampai gejala berkurang 
dosis dikurangi per 10 mg setiap 3-4 minggu sampai 20 mg/selang sehari  dosis
dikurangi 1 mg setiap bulan dan diberikan kembali dengan dosis tinggi bila relaps
Terapi Jangka Panjang
1. Kortikosteroid  seperti pada terapi jangka pendek

2. Azathioprine
• Dosis awal 2x25 mg, dapat ditingkatkan 25 mg/hari sampai 2,5 mg/kg/hari
• Sebelum terapi, per 8 minggu dan per 3 bulan  tes darah rutin (hitung jenis) d
an fungsi hati

3. Thymectomy
• Dilakukan bila:
a. Pasien dengan timoma
b. Pasien usia 10-55 tahun tanpa timoma dengan myasthenia gravis umum
• Thymectomy dapat remisi 7-10 tahun kemudian (40-60%)  pada pasien muda
dengan durasi penyakit singkat, timus hiperplastik, dan titer antibodi yang tinggi.
Komplikasi

Akibat pengobatan Akibat kelebihan


tidak adekuat + pemberian
dipercepat oleh anticholinesterase
adanya infeksi Krisis Krisis
Myasthenic Cholinergic Tanda: Kram otot,
Tanda: Sulit diare, mual muntah,
bernapas, lemah, berkeringat,
nadi cepat, hipersalivasi, miosis,
hipertensi, disfagia stupor
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai