Anda di halaman 1dari 29

POST PARTUM

Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Maternitas

Dosen pengampuh : Mardiani Mangun S.ST.M.Kes

Disusun Oleh :

Tingkat II B

 Arini M Pawelay : 22036

YAYASAN AKADEMI KEPERAWATAN JUSTITIA PALU

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

T.A 2O23/2024
A. KONSEP POST PARTUM
1. Definisi Post Partum
Post partum atau masa nifas adalah masa dimulai dari beberapa
jam sesudah lahirnya plasenta sampai enam minggu setelah melahirkan
atau masa yang digunakan seorang ibu yang telah melahirkan yang
digunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya
memerlukan waktu enam sampai dua belas minggu (Nugroho T., 2014).
Menurut Marni (2012) masa nifas adalah beberapa jam sesudah
lahirnya plasenta atau tali pusat dan berakhirnya ketika alat-alat
kandungan kembali pada masa sebelum hamil, yang berlangsung kira-kira
enam minggu setelah kelahiran yang meliputi minggu—minggu
berikutnya pada waktu sistem reproduksi kembali ke keadaan normal
sebelum hamil. Berdasarkan pengertian dari para ahli diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa, Post Partum adalah masa dimana alat-alat reproduksi
mulai kembali ke ukuran semula sebelum hamil dengan waktu kurang
lebih enam minggu lamanya untuk menunggu semuanya kembali.
2. Etiologi
Post Partum Penyebab mulainya persalinan belum diketahui tetapi ada
beberapa factor yang turut berperan dan saling berkaitan.
a. Berubahan kadar hormone Perubahan kadar hormone mungkin
dibutuhkan oleh penuaan plasenta dan terjadi sebagai berikut:
1) Kadar progesterone menurun (relaksasi otot menghilang).
2) Kadar esterogen dan prostaglandin meninggi.
3) Oksitosin pituitary dilepaskan (pada kebanyakan kehamilan
produksi hormone akan disupresi).
b. Distensi uterus Distensi uterus menyebabkan terjadinya hal berikut:
1) Serabut otot yang teregang sampai batas kemampuannya akan
bereaksi dengan adanya kontraksi.
2) Produksi dan pelepasan prostaglandin F myometrium.
3) Sirkulasi plasenta mungkin terganggu sehingga menimbulkan
perubahan hormone
c. Tekanan janin Kalau janin sudah mencapai batas pertumbuhannya di
dalam uterus, ia akan menyebabkan :
1) Peningkatan tekanan dan ketegangan pada dinding uterus.
2) Stimulasi dinding uterus yang tegang tersebut sehingga timbul
kontraksi
d. Factor-faktor lain
1) Penurunan tekanan secara mendadak ketika selaput amnion
pecah.
2) Gangguan emosional yang kuat (lewat rantai korteks-
hipotalamus hipofise) dapat menyebabkan pelepasan oksitosin.
3. Klasifikasi Post Partum
Beberapa tahapan pada masa nifas Maritalia (2017) adalah sebagai berikut:
a. Puerperium dini
Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu yang melahirkan tanpa
komplikasi dalam waktu ena jam pertama setela kala IV dianjurkan
untul mobilisasi dini atau segera. Ibu diperbolehkan untuk berdiri dan
berjalan-jalan(40 hari).
b. Puerperium intermedial
Merupakan masa pemulihan yang berlangsung selama kurang lebih
enam minggu atau 42 hari, dimana organ- organ reproduksi secara
berangsur-angsur akan kembali ke keadaan saat sebelum hamil.
c. Remotte puerperineum
Merupakan waktu yang diperbolehkan ibu dapat pulih kembali
terutama saat hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.
Pada tahap ini rentang waktu yang dialami setiap ibu akan berbeda
tergantung dari berat ringannya komplikasi yang dialami selama hamil
ataupun persalinan.
4. Manifestasi Klinis
Adapun tanda-tanda persalinan yaitu:
a. Lightening atau pengosongan
Penurunan secara bertahap, wanita akan merasa lebih lega dan lebih
mudah bernapas. Tetapi akibat pergeseran ini terjadi peningkatan
tekanan pada kandung kemih sehingga akan lebih sering berkemih.
b. Persalinan palsu
Selama 4 sampai 8 minggu akhir masa kehamilan Rahim menjalani
kontraksi tak teratur dan sporadic. Pada bulan terakhir kehamilan,
kadang-kadang setiap 10-20 menit dengan intensitas lebih besar.
Mengeluh merasa nyeri yang menetap pada punggung bagian bawah
dan tekanan pada sakroiliaka.
c. Permbukaan servik
Servik sering dirasakan melunak akibat peningkatan kandungan air dan
lisis kolagen. Pembukaan secara serentak, atau penipisan sementara
serviks itu melebar ke dalam segmen bawah uterus. Lender vagina
yang keluar semakin banyak akibat besarnya kongesti selaput lender
vagina. Lender serviks berwarna kecoklatan atau bercak darah (bloody
show) keluar. Serviks menjadi lunak (matang), sebagian menipis dan
berdilatasi ketuban pecah dengan spontan.
5. Factor-faktor yang terlihat dalam persalinan:
1) Power yaitu kontraksi dan retraksi otot-otot Rahim plus kerja otot-otot
volunteer dari ibu yaitu kontraksi otot perut dan diagfragma sewaktu
ibu mengejan atau meneran.
2) Passage bagian tulang panggul, serviks, vagina dan dasar panggul
3) Passage terutama jenis plus plasenta, selaput dan cairan
ketuban/amnion.

Gambar jalannya persalinan secara klinis ditemukan sebagai berikut:

1) Tanda persalinan sudah dekat


1) Terjadinya lightening
2) Terjadinya his palsu
2) Tanda persalinan
a. Terjadinya his persalinan
b. Terjadinya pengeluaran pembawa tanda
c. Terjadinya pengeluaran cairan
3) Pembagian waktu persalinan
a. Kala I = sampai pembukaan lengkap
b. Kala II = pengusiran janin
c. Kala III = pengeluaran urin
d. Kala IV = observasi 2 jam
4) Pimpinan persalinan Sikap menghadapi setiap pembagian waktu
persalinan.
6. Patofisiologis
a. Adaptasi Fisiologi
1) Involusio Perubahan proses kembalinya uterus dan jalan lahir sampai
pulih kembali ke keadaan semula disebut dengan involusio.
a) Fundus Uteri Setelah proses persalinan, uterus merupakan alat
yang keras karena terjadi peregangan pada otot-ototnya.
Perubahan uterus setelah proses persalinan yaitu:
b) Plasenta lahir, tinggi fundus uteri setinggi pusat bobot uterus
1000gram, dan diameter uterus 12,5 cm.
c) 7 hari, tinggi fundus uteri pertengahan pusat sampai simpisi, bobot
uterus 500gram, dan diamater uterus 7,5 cm.
d)
e) 14 hari, tidak teraba, bobot uterus 350 gram, dan diameter uterus 5
cm.
f) 6 minggu, tinggi fundus uteri normal, bobot uterus 60 gram, dan
diameter uterus 2,5 cm.
I. Tempat Plasenta Menurut Padila (2017) setelah persalinan bekas plasenta
yang mengandung banyak pembuluh darah besar akan tersumbat oleh
trombus. Luka bekas implansi plasenta tidak meninggalkan parut karena
dilepaskan dari dasar oleh pertumbuha endometrium baru dibawah
permukaan luka. Endometrium ini muncul dari pinggir luka dan juga sisa-
sisa kelenjar pada dasar luka
II. Perubahan Pembuluh Darah Rahim Menurut Padila (2017) uterus dalam
masa kehamilan merupaka organ yang memilki pembuluh darah yang
besar, tetapi karena sesudah proses melahirkan sudah tidak lagi diperlukan
maka peredarahan darah akan kembali mengecil dalam masa nifas.
III. Perubahan Serviks Menurut Icemi dan wahyu tahun 2017 perubahan
bentuk serviks setelah persalinan yaitu bentuk serviks yang akan
menganga seperti corong. Setelah melahirkan astrium eksternum dapat
dilewati oleh 2 hingga 3 jari tangan. Setelah enam minggu pesalianan
maka serviks akan menutup dengan sendirinya.
IV. Perubahan Vulva, vagina dan Perineum Setelah tiga minggu, vulva dan
vagina akan kembali ke keadaan semula dan rugae dalam vagina secara
perlahan-lahan akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih
menonjol. Pada hari ke lima post partum, perineum sudah mendapatkan
kembali sebagian besar tonusnya dan perineum menjadi lebih kendur dari
pada keadaan sebelum hamil (Icemi dan Wahyu, 2017).
V. Endometrium Endometrium mengalami involusi daerah implantasi
plasenta. Nekrosis pembuluh darah terjadi hari ke-2 dan ke-3 setelah
persalinan. Pada hari ke 7 terbentuk lapisan basal dan pada hari ke 16
normal kembali (Aspiani, 2017).
VI. Lochia Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari rahim melalui vagina
selama masa nifas. Lochia berwujud alkalis, jumlahnya lebih banvak dari
darah menstruasi. Dalam keadaan normal lochia berbau anyir, tetapi tidak
busuk. Pengeluaran lochia dapat dibagi menurut jumlah dan warnanya
yaitu: Lochia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari rambut lanugo,
sel desidua verniks kaseosa, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai
hari pertama sampai hari ketiga. Lochia sangiolenta berwarna putih
bercampur merah, mulai hari ketiga sampai hari ketujuh. Lochia serosa
berwarna kekuningan dari hari ketujuh sampai hari keempat belas. Lochia
alba berwarna putih setelah dua minggu (Aspiani, 2017)
2) Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi
pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama
pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan
oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah
plasenta lahir.
3) Dinding Perut Pasca persalinan dinding perut longgar karena diregang
dalam waktu yang lama. Umumnya akan pulih dalam 6 minggu.
Diafragma dan ligamen pelvis yang meregang saat partum sesudah
bayi lahir akan mengecil dan pulih kembali (Aspiani, 2017).
4) Sistem Kardiovaskuler Saat kehamilan, secara normal volume darah
untuk menunjang penambahan aliran darah yang dibutuhkan oleh
pembuluh darah uterus dan plasenta. Penurunan dari estrogen
menyebabkan diuresis yang menimbulkan volume plasma menurun
secara cepat pada keadaan normal. Kondisi ini berlangsung 1-2 hari
pasca persalinan. Selama ini klien mengalami sering kencing.
Penurunan progesteron membantu mengurangi retensi cairan
sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan ketika
kehamilan (Padila, 2017).
5) Sistem Hematologi Pada hari pertama setelah melahirkan, kadar
fibrinogen dan plasma sedikit menurun, peningkatan viskositas
menyebabkan pembekuan darah. Pada keadaan dengan tidak ada
komplikasi, hematokrit dan hemoglobin akan kembali normal seperti
sebelum hamil dalam 4-5 minggu masa nifas. Leukosit meningkat,
dapat mencapai 15000/mm³ saat persalinan dan tetap tinggi dalam
beberapa hari masa nifas (Elisabeth dan Endang, 2020).
6) Sistem Urinaria Saat proses persalinan, kandung kemih akan
mendapatkan trauma yang mengakibatkan edema dan kehilangan
sensitivitas terhadap cairan. Perubahan ini memicu tekanan yang
berlebihan dan pengosongan kantung kemih yang tidak sempurna.
Setelah melahirkan umumnya klien mengalami ketidakmampuan
buang air kecil pada dua hari pertama. Pada masa ini, sebaiknya ibu
post partum dianjurkan untuk berkemih sesegera mungkin setelah 12
melahirkan untuk menghindari terjadinya distensi kantung kemih
(Solehati dan Kosasih , 2015).
7) Sistem Endokrin Saat plasenta keluar menimbulkan berbagai
perubahan fisiologis dan anatomi pada masa nifas. Terjadi penurunan
pada human placental lactogen (hpl) , kortisol, hormon estrogen dan
progesteron. Sedangkan prolaktin dan oksitosin mengalami
peningkatan dikarenakan proses menyesui (Solehati dan Kosasih,
2015).
8) Payudara Pada payudara terjadi penurunan kadar progesteron secara
tepat dengan peningkatan kadar hormon prolaktin pasca persalinan.
Produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3 pasca persalinan.
Kondisi payudara menjadi lebih besar dan keras karena proses laktasi
(Elisabeth dan Endang, 2020).
9) Sistem Pencernaan Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan
waktu beberapa saat untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas
menjadi berkurang dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa
sakit untuk defekasi. Hal tersebut mendukung terjadinya konstipasi
pada ibu nifas dalam minggu pertama (Icemi & Wahyu, 2017).
10) Sistem Muskuloskeletal Ambulasi pada umumnya dimulai 4-8 jam post
partum. Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi
dan mempercepat proses involusi (Elisabeth dan Endang, 2020).
b. Adaptasi Psikologis
Rubin dalam Aspiyani (2017)menyatakan bahwa perubahan psikologi
pada masa post partum terdapat 3 tahapan, yaitu:
a) Fase Taking In
Pada fase ini ibu dalam keadaan kelelahan setelah melahirkan,
masih berkonsentrasi pada keadaan dirinya, belum berkeinginan
untuk merawat bayinya. Fase taking in terjadi 1-2 hari setelah
persalinan.
b) Fase Taking Hold
Pada fase ini ibu berusaha bertanggung jawab terhadap bayinya
dengan menguasai keterampilan perawatan pada bayi. Fase taking
hold terjadi pada hari ke-3 sampai ke-4 setelah persalinan.
c) Fase Letting Go
Pada fase ini ibu mengemban tanggung jawab pada bayi. Masa ini
terjadi sesudah ibu pulang ke rumah.
7. Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin
b) Hematocrit
c) Golongan darah
d) Leukosit
8. Komplikasi
a) Perdarahan
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama
periode post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah
lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada
satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:
1) Kehilangan darah lebih dai 500 cc
2) Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
3) Hb turun sampai 3 gram % . Perdarahan post partum dapat
diklasifikasi menurut kapan terjadinya perdarahan dini terjadi 24
jam setelah melahirkan.
Perdarahan lanjut lebih dari 24 jam setelah melahirkan, syok
hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi kasus lainnya, tiga
penyebap utama perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan
kontraksi dengan baik dan ini merupakan sebap utama dari
perdarahan post partum. Uterus yang sangat teregang
(hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan janin
besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan
predisposisi untuk terjadinya atonia uteri.
b. laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum
dapat menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak
direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio
plasenta adalah : tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau
30 menit selelah bayi lahir.
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi
kontraksi uterus sehingga masih ada pembuluh darah yang
tetap terbuka.
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas
jaringan parut pada uterus setelah jalan lahir hidup.
b) Infeksi puerperalis Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi
selama masa post partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %,
ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari
pertama post partum. Penyebap klasik adalah : streptococus dan
staphylococus aureus dan organisasi lainnya.
c) Endometritis Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan
oleh infeksi puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur
membran memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis.
d) Mastitis Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau
pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali
dengan pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan
pertamapost partum.
e) Infeksi saluran kemih Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum,
pembedahan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme
terbanyak adalah Entamoba coli dan bakterigram negatif lainnya.
f) Tromboplebitis dan trombosis Semasa hamil dan masa awal post
partum, faktor koagulasi dan meningkatnya status vena menyebapkan
relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi tromboplebitis
(pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding
pembuluh darah) dan trombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis
superfisial terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama
post partum.
g) Emboli Yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah
kecil menyebapkan kematian terbanyak di Amerika.
h) Post partum depresi Kasus ini kejadinya berangsur-angsur,
berkembang lambat sampai beberapa minggu, terjadi pada tahun
pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya. Tandanya antara
lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi cemas,
kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung, nyeri
kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik
pada sex, kehilanagan semangat.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanan yang diperlukan untuk klien dengan post partum adalah
sebagai berikut (Masriroh, 2013):
a. Memperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan
baik antara ibu dan anak.
c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan
memungkinkannya mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik
dengan orang, keluarga baru, maupun budaya tertentu.

Hal –hal yang harus diperhatikan

a. Personal Hygiene
Kebersihan diri sangat penting dilakukan pada masa post partum,
kondisi ibu pasca melahirkan sengatlah rentan terhadap infeksi. Oleh
karena itu, kebersihan diri sangat penting dilakukan yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya infeksi. Dan kebersihan wajib dilakukan
pada area tubuh, pakaian, tempat tidur dan lingkungan yang sangat
penting untuk tetap dijaga.
b. Istirahat
Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkulitas untuk
memulihkan kembali keadaan fisiknya setelah melahirkan. Keluarga
18 disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk
beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk merawat bayi salah
satunya pada perawatan tali pusat nanti.
c. Senam
Nifas Dilakukan sejak hari pertama melahirka setiap hari sampai hari
kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk
mempercepat pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu untuk
memperbaiki sirkulasi darah dan memeperbaiki sikap tubuh dan
punggung setelah melahirkan, memeperkuat otot panggul dan
membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan.
B. Konsep Dasar Keamanan dan Kenyamanan
1. Definisi
1) Keamanan Menurut A.Aziz Aumul Hidayat (2012) keamanan adalah
kebutuhan untuk memberikan rasa aman dan keselamatan dari resiko
tertularnya penyakit dan lainnya atau keadaan bebas dari cidera fisik
dan psikologi atau keadaan aman dan tentram.
2) Kenyamanan Suatu kondisi atau keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan ketentraman, rasa
puas/lega dan terbebas dari masalah-masalah fisik yang mengganggu
2. Faktor yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan Terdapat berbagai
macam faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap
nyeri. Faktor- faktor tersebut yaitu :
1) Usia Persepsi nyeri dipengaruhi oleh usia, yaitu bahwa semakin tua
usianya maka semakin mentoleransi rasa nyeri yang muncul.
Kemampuan untuk mengerti dan mengontrol nyeri sering kali
berkembang dengan bertambahnya usia.
2) Jenis Kelamin Umumnya wanita dan pria tidak begitu berbeda dalam
merespon nyeri. Ada beberapa budaya yang memengaruhi jenis
kelamin dalam merespons nyeri. Misalnya bahwa anak perempuan
boleh menangis sedangkan anak laki-laki harus berani dan tidak
boleh menangis dalam kondisi yang sama.
3) Kebudayaan Nilai-nilai kebudayaan dan keyakinan mempengaruhi
individu dalam mengatasi nyeri. Sejak dini pada saat anak-anak.
Individu belajar dari sekitar mereka bagaimana respons nyeri dapat
diterima dan tidak di terima. Sebagai contoh anak diajarkan bahwa
cedera karena olah raga diperkirakan tidak terlalu menyakitkan
dibandingkan dengan cedera karena kecelakaan motor. Nilai budaya
pasien dengan perawat dapat berbeda. Harapan dan nilai-nilai
perawat dapat meliputi menghindari ekspresi yang berlebihan.
Sedangkan harapan budaya pasien mungkin memperlihatkan ekspresi
yang berlebihan.
4) Keletihan Keletihan yang dirasakan individu akan menambah
persepsi nyeri. Rasa keletihan akan mengakibatkan sensasi nyeri
semakain hebat dan menurunkan kemampuan koping.
5) Pengalaman Sebelumnya Bila seseorang pernah merasakan jenis
nyeri yang sama dan kemudia nyerinya berhasil dihilangkan, akan
lebih mudah bagi individu tersebut mengatasi nyeri. Dan sebaliknya
bila seseorang belum pernah mengalami nyeri yang diderita akan
lebih sulit untuk mengatasi nyerinya.
6) Gaya Koping Saat individu merasakan nyeri yang sangat hebat. Klien
sering menemukan beberapa cara untuk mengatasi efek nyeri baik
fisik maupun psikologis. Penting untuk mengetahui sumber-sumber
koping klien selama mengalami nyeri. Sumber koping ini seperti 20
bebicara dengan keluarga dan teman dekat, latihan dan bernyanyi
dapat digunakan untuk mengurangi nyeri.
3. Dampak Dampak-dampak yang ditimbulak dari ketidaknyamanan pasca
partum adalah sebagai berikut:
1) Ansietas Proses ini sering menyertai peristiwa nyeriyang terjadi.
Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol
nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memeperbert nyeri.
Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol
nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan
kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
2) Gangguan Mobilitas Fisik Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar
manusia dalam mobilisasi pada ibu post partum dapat disebabkan
oleh trauma selain persalinan. Trauma yang dimaksud adalah luka
pada perineum yang menyebabkan ibu merasa nyeri. Dari luka
perineum yang dialami oleh ibu akan membuat mobilisasi fisik ibu
terganggu.
3) Gangguan Pola Tidur Pada ibu post partum seringkali mengalami
pola tidur yang terganggu. Rasa ketidaknyamanan yang dirasakan
oleh ibu post partum dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang
nyaman, bayi meringis, aktivitas untuk merawat bayi, serta nyeri
yang dirasakan akibat trauma perineum selama
persalinan(Andarmoyo, 2013).
C. Robekan Perineum
1. Definisi
Robekan perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir secara
spontan maupun dengan alat atau tinndakan. Robekan perineum biasanya
terjadi di garis tengah dan dapat menjadi luas jika kepala janin lahir
terlalu cepat (Fatimah & Lestari P, 2019).
2. Klasifikasi Klasifikasi robekan perineum berdasarkan luasnya menurut
Fatimah dan Lestari (2019) adalah sebagai berikut :
a. Derajat satu : terjadi pada jaringan mukosa vagina, vulva bagian depan
dan kulit perineum
b. Derajat dua: terjadi pada jaringan mukosa vagina, vulva bagian depan,
kulit perineum dan otot perineum
c. Derajat tiga: terjadi pada jaringan mukosa vagina, vulva bagian depan,
kulit perineum, otot-otot perineum, dan sfingter ani eksternal
d. Derajat empat: terjadi pada jringna keseluruhan perineum dan sfingter
ani yang meluas sampai ke mukosa rektum.
3. Faktor Terjadinya Robekan Perineum Fatimah dan Lestari (2019)
menyatakan bahwa terjadinya robekan perineum dikarenakan faktor dari
ibu, janin, persalinan pervaginam, dan penolong persalinan. Berikut ini
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya robekan perineum :
a. Faktor ibu
1) Paritas Paritas adalah jumlah anak yang sudah dilahirkan oleh
seorang ibu, baik hidup maupun mati. Pada ibu paritas satu
memiliki risiko lebih besar dikarenakan jalan lahir yang belum
pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum
menegang.
2) Meneran Secara fisiologis ibu akan merasakan tekanan untuk
meneran jika pembukaan sudah lengkap dan refleks ferguson telah
terjadi.
b. Faktor janin
1) Berat badan bayi baru lahir Janin dengan berat lebih dari 3.500
gram dapat menyebabkan robekan perineum karena risiko trauma
partus melalui vagina seperti distosia bahu dan kerusakan jaringan
lunak pada ibu.
2) Presentasi Presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang
janin dengan sumbu memanjang panggul ibu. Presentasi
digunakan untuk menentukan bagian yang ada di bagian bawah
rahim yang ketahui saat palpasi atau pemeriksaan dalam. Macam-
macam presentasi dapat dibedakan menjadi presentasi muka, dahi
dan bokong.
a) Presentasi muka Presentasi muka menyebabkan persalinan
lebih lama karena muka merupakan pembukaaan serviks yang
kurang menguntungkan. Dengan presentasi muka ibu harus
bekerja lebih keras , merasa lebih sakit, dan menderita lebih
banyak laserasi dari pada kedudukan normal.
b) Presentasi dahi Lewatnya dahi melewati panggul menjadi
lebih lambat, lebih berat, dan lebih traumatik pada ibu.
Robekan perineum karena presentasi dahi tidak dapat
dihindari dan dapat meluas ke atas sampai fornices vagina
atau rectum.
c) Presentasi bokong Berdasarkan posisi janin, presentasi
bokong terbagi menjadi empat macam yaitu presentasi
bokong murni, presentasi bokong sempurna, presentasi
bokong kaki, dan presentasi bokong lutut. Presentasi bokong
tersebut dapat mengakibatkan ruptur uteri, laserasi serviks
atau keduanya.
c. Faktor persalinan pervaginam
1) Vakum ekstraksi Vakum ekstraksi merupakan suatu tindakan
bantuan saat persalinan, janin dilahirkan dengan ekstraksi
memakai tekanan negatif dengan alat vakum yang dipasang pada
kepala janin. Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah
robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina serta robekan
perineum.
2) Ekstraksi cunam/forceps Ekstraksi cunam/forceps merupakan
suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunam yang
dipasang di kepala janin. Komplikasi yang dapat muncul karena
tindakan ekstrksi cunam/forceps antara lain ruptur uteri, robekan
portio,vagina, robekan perineum, syok, perdarahan post partum
dan pecahnya varises vagina.
3) Partus prespitatus Partus preipitatus adalah persalinan yang
berjalan kurang dari 3 jam, tidak adanya rasa nyeri pada saat his
sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang
sangat kuat.
d. Faktor penolong persalinan Penolong persalinan adalah seseorang yang
mampu dan berwenang dalam memberikan asuhan persalinan.
Pimpinan persalinan menjadi salah satu penyebab terjadinya robekan
perineum, sehingga diperlukan kerjasama dengan ibu dan prosedur
yang tepat dalam mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh
bayi untuk mencegah laserasi.
4. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang pasti ada yaitu perdarahan
segera, darah segar yang mengalir setelah bayi lahir, keadaan plasenta
baik, uterus berkontraksi dengan baik. Tanda dan gejala yang kadang
muncul yaitu lemah, menggigil dan pucat (Aspiyani, 2017).
5. Penanganan Robekan Perineum Fatimah dan Lestari (2019) menyatakan
bahwa penanganan robekan perineum dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis. Prinsip dalam menangani
robekan perineum :
a. Jika seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah melahirkan,
segera periksa, apakah perdarahan berasal dari retensio plasenta atau
plasenta tidak lahir lengkap
b. Jika plasenta telah keluar dan uterus berkontraksi dengan baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan berasal dari perlukaan pada jalan lahir.
Selanjutnya dilakukan penjahitan. Tujuan penjahitan perineum
menjahit laserasi atau episiotomi yaitu untuk meyatukan kembali
jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah. Prinsip dalam
melakukan penjahitan pada robekan perineum :
1) Robekan perineum derajat I, tidak perlu dijahit bila tidak ada
perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan
harus segera dijahit.
2) Robekan derajat II, otot dijahit dengan catgut kemudian selaput
lendir. Vagina dijahit secara putus-putus atau jelujur. Penjahitan
mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum
dijahit secara jelujur dengan benang catgut.
3) Robekan perineum derajat III, pertama jahit dinding depan rektum
yang robek, kemudian fasia septum 21 rektovaginal dijahit dengan
catgut kromik agar menyatu lagi.
4) Robekan perineum derajat IV, ujung-ujung otot sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian
dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti robekan
perineum derajat I.
6. Perawatan Perineum Perawatan luka perineum pada ibu post partum
berguna untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan,
mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Perawatan
perineum umumnya bersamaan dengan perawatan vulva (Fatimah &
Lestari P, 2019). Perawatan luka perineum bagi wanita setelah melahirkan
menurut Hamilton (2016) dalam Fatimah dan Lestari ( 2019) adalah
sebagai berikut:
a. Mencuci tangan
b. Isi botol plastik dengan air 25
c. Setelah pembalut penuh, ambil pembalut dengan gerakan ke
bawah menuju rektum dan masukkan ke dalam kantong plastik
d. Berkemih dan BAB
e. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air
f. Keringkan perineum dengan tissue atau handuk dari depan ke
belakang
g. Pasang pembalut dari depan ke belakang
h. Cuci tangan kembali Parameter yang digunakan untuk
mengevaluasi hasil perawatan yaitu pembalut dalam posisi yang
tepat, area perineum tidak lembab dan ibu merasa nyaman.
7. Komplikasi Menurut Fatimah dan Lestari (2019) risiko komplikasi yang
mungkin terjadi jika robekan perineum tidak segera diatasi, yaitu :
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan setelah
persalinan dalam waktu satu jam setelah persalinan. Menilai
kehilangan darah dengan memonitor tanda-tanda vital, mengevaluasi
asal perdarahan, memperkirakan jumlah perdarahan lanjutan, dan
menilai tonus otot.
b. Hematoma
Hematoma dapat terjadi akibat trauma persalinan karena adanya
penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai
dengan rasa nyeri pada perineum pada vulva berwarna biru dan
merah.
c. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa penyebab yang diketahui karena perlukaan
pada vagina menembus kandung kencing atau rektum. Fistula dapat
menekan kandung kemih atau rektum yang lama antara kepala janin
dan panggul, sehingga terjadi iskemia.
d. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan disekitar alat genetalia
selama masa nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat
masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan
infeksi.
8. Fase Penyembuhan Luka
Fase penyembuhan luka menurut Fatimah dan Lestari (2019) meliputi tiga
fase, yaitu :
1) Fase inflamasi
Fase ini disebut juga sebagai fase peradangan yang dimulai sesudah
pembedahan dan berakhir pada hari ke 3-4 setelah operasi. Pada fase
ini terdapat dua tahap, yaitu hemostatis dan pagositosis. Hemostatis
adalah proses untuk menghentikan perdarahan, yaitu kontraksi yang
terjadi pada pembuluh darah akan membawa trombosit yang
membentuk matriks fibrin yang berguna untuk mencegah masuknya
organisme infeksius. Pagositosis adalah memproses hasil dari
kontruksi pembuluh darah yang berdampak terjadinya pembekuan
darah berguna untuk menutupi luka.
2) Fase proliferasi
Fase ini dimulai pada hari ke 3-4 dan berakhir pada hari ke-21. Fase
ini menghasilkan zat-zat penutup luka bersamaan dengan
terbentuknya jaringan granulasi yang akan membuat seluruh
permukaan luka tertutup oleh epitel.
3) Fase maturasi
Fase ini dimulai pada hari ke-21 dan berlanjut hingga 1-2 tahun
setelah terjadinya luka. Pada fase ini, terjadi proses pematangan,
yaitu jaringan yang berlebih akan kembali diserap dan membentuk
kembali jaringan yang baru.
9. Faktor yang dapat Mempengaruhi Penyembuhan Luka Faktor yang dapat
mempengaruhi penyembuhan luka menurut Fatimah dan Lestari (2019)
yaitu :
1) Usia
Pada ibu dengan usia muda akan lebih cepat penyembuhannya
dibanding dengan usia yang lebih tua. Hal ini disebabkan oleh
penurunan fungsi tubuh yang akan mengakibatkan penyembuhan
pada usia yang lebih tua berlangsung lebih lama. B
2) Nutrisi
Ibu post partum memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak,
vitamin A dan C, serta mineral Fe dan Zn. Ibu post partum dengan
kekurangan nutrisi dapat menyebabkan penyembuhan berlangsung
lama.
3) Obat-obatan
Obat anti inflamasi (aspirin dan steroid), heparin, dan antineoplasmik
akan mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotic yang
lama dapat membuat klien rentan terhadap luka infeksi.
4) Budaya dan keyakinan
Budaya dan keyakinan dapat mempengaruhi penyembuhan luka
perineum. Sepeti dilarang memakan telur, ikan, daging ayam dapat
mempengaruhi nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu post partum dan
akan berdampak pada penyembuhan luka.
D. Konsep Asuhan Keperawatan Ketidaknyamanan Pasca Partum Dengan
Luka Perineum
1. Pengkajian
Menurut Rohman dan Wahid (2019) Pengkajian adalah suatu proses
pelaksaan pemeriksaan yang dilakukan perawat untuk mengetahui kondisi
pasien dan sebagai langkah awal yang dijadikan dasar pengambiln
keputusan klinik keperawatan. Pengkajian juga merupakan proses atau
tahapan awal dari proses keperawatan. Datayang dikumpulkan secara
sistematis yang digunakan untuk menentukan status kesehatan pasien saat
ini. Pengakjian harus dilaksanakan secara komperhensif terkait dengan
aspek biologis, psikologis, social dan spiritual.
1) Identitas Pengkajian identitas meliputi: nama, umur, alamat, nomor
rekam medis, agama, pekerjaaan, suku/bangsa, status pernikahan,
pendidikan. Tanggal dan jam masuk rumah sakit dan tanggal
pengkajian. Setelah identitas pasien dalam asuhan keperawatan juga
terdapat identitas penanggung jawab. Identitas penanggung jawab
meliputi: nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan pasien,
suku/bangsa.
2) Keluhan utama Keluhan utama merupakan keluhanan yang paling
dirasakan oleh klien. Pada ibu post partum dengan mengalami
robekan perineum akan merasakan ketidaknyamanan pasca partum
pada perineumnya. Selain itu ibu pasca partum tampak wajahnya
meringis, terdapat lukaepisiotomi bahkan sampai merintih atau
menangis.
3) Data Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu
Mengetahui riwayat penyakit yang di derita klien yang dapat
mempengaruhi kesehatan saat ini. Seperti ibu mengalami
diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung atau yang dapat
mempengaruhi masa nifas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengetahui adanya kemungkinan penyakit yang diderita sat ini
yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayi baru lahir.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Mengetahui adanya penyakit keluarga yang menurun seperti
diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung dan asma yang
dapat mempengaruhi masa post partum.
d. Riwayat kehamilan sekarang
Data yang perlu dikaji yaitu usia kehamilan HPL, dan HPHT,
dan riwayat ANC yang dilakukan dan Status Gravida Para dan
Abortus (GPA).
e. Riwayat obestri
1. Riwayat menstruasi: umur menarche, siklus menstruasi,
lamanya, banyak ataupun karakteristik darah yang keluar,
keluhan yang dirasakan saat menstruasi dan mengetahui Hari
Pertama Haid Terakhir (HPHT).
2. Riwayat pernikahan: jumlah pernikahan dan lamanya
pernikahan
3. Riwayat kelahiran, persalinan dan nifas yang lalu: riwayat
kehamilan sebelumnya (umur kehamilan dan factor
penyulit), riwayat persalinan sebelumnya (jenis, penolong
dan penyulit), komplikasi post partum (laserisasi, infeksi dan
perdarahan), jumlah anak yang dimiliki.
4. Riwayat Keluarga Berencana (KB): jenis aseptor KB dan
lamanya menggunakan KB.
f. Riwayat persalinan sekarang
Data yang perlu dikaji adallah jenis persalinan, lamanya
persalinan, komplikasi dalam persalinan, penolong persalinan.
Pada bayi data yang dikaji meliputi jenis kelamin, panjang badan
dan berat badan bayi.
g. Pola pemenuhan nutrisi sehari-hari
1. Pola manajemen kesehatan dan persepsi
Persepsi sehat dan sakit bagi pasien, pengetahuan status
kesehatan pasien saat ini, perlindungan terhadap kesehatan
pasien saat ini, perlindungan terhadap kesehatan (kunjungan
ke pust pelayanan kesehatan, manajemen stress),
pemeriksaan diri sendiri (riwayat medis keluarga,
pengobatan yang sudah dilakukan), perilaku untuk
mengatasi masalah kesehatan.
2. Pola Nutrisi
Menggambarkan tentang kebutuhan makan dan minum,
porsi makan dalam sehari, jenis makanan, makanan yang
disukai dan makanan yang dihindari. 30
3. Pola Eliminasi
Menggambarkan tentang kebiasaan eliminasi klien meliputi
BAK seperti: frekruensi, warna dan jumlah. Pada kebiasaan
BAB seperti: frekruensi, konsistensi dan bau
4. Pola Aktivitas
Menggambarkan kebiasaan klien dalam beraktivitas sehari-
hari. Beberpa hal yang perlu dikaji dlam pola ini yaitu
pengaruh aktivitas berhubungan dengan kesehatan pasien.
Pada ibu post partum akan mengalami kelemahan aktivitas
karena adanya nyeri.
5. Pola Istirahat dan Tidur
Menggambarkan kebiasaan istirahat dan tidur klien, seperti:
intensitas tidur, kebiasaan yang dilakukan sebelum tidur,
misalnya: baca buku, berdzikir dan lain-lain.
6. Pola persepsi-kognitif
Menggambarkan tentang pengindraan (pengelihatan,
pendengaran, penciuman, perasa dan peraba)
7. Pola Personal
8. Menggambarkan kebiasaan kebersihan diri klien. Kaji
kebersihan diri ibu seperti mandi dua kali sehari, kebersihan
daerah genetlia karena pada masa nifas masih mengeluarkan
lochea.
9. Pola hubungan peran
Menggambarkan peran pasien terhadap keluarga, kepuasan
atau ketidakpuasan menjalankan peran, struktur dan
dukungan keluarga, proses pengambilan keputusan,
hubungan dengan orang lain.
10. Pola seksual
Menggambarkan masalah kesehatan pada seksual
reproduksi, menstruasi, jumlah anak, pengetahuan yang
berhubungan dengan kebersihan reproduksi.
11. Pola toleransi stress koping
Menggambarkan tentang penyebab, tingkat, respon stress,
strategi koping yang biasa dilakukan untuk mengatasi stress
12. Pola kenyakinan
Menggambarkan tentang latar belakang budaya, tujuan
hidup pasien, keyakinan yang dianut, serta adat dan budaya
yang berkitan dengan budaya kesehatan.
h. Data pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada ibu post partum adalah
1. Keadaan Umum
Keadaan umum biasanya lemah, jumlah GCS, berat badan,
tinggi badan dan lingkar lengan atas (LILA)
2. Kesadaran Kesadaran klien biasanya composmentis
3. Tanda-tanda vital (Aspiyani, 2017)
a) Suhu : Meningkat diatas 37,5
b) Nadi
c) Pernapasan : Meningkat atau lebih dari 90x/menit :
Meningkat atau lebih dari 20x/mnt
d) Tekanan darah : Normal 120/80
4. Pengkajian Head to Toe
a) Kepala dan rambut Data yang perlu dikaji yaitu : bentu
kepala, kulit kepala apakah berketombe atau kotor,
adanya luka atau laserisasi.
b) Wajah Data yang perlu dikaji yaitu warna kulit pucat atau
tidak, bentuk wajah bulat atau lonjong.
c) Mata Data yang perlu dikaji yaitu konjungtiva anemis
atau tidak, bentuk mata simetris atau tidak.
d) Hidung Data yang dikaji yaitu bentuk hidung adakah
hambatan atau tidak.
e) Mulut Data yang dikaji yaitu mukosa mulut
(warna,kelembapan,lesi).
f) Leher Data yang dikaji bentuk leher, simetris atau tidak,
ada pembesaran tiroid atau tidak.
g) Thorax Dikaji kesimetrisannya, ada tidak suara ronchi.
h) Jantung dan paru Data yang dikaji yaitu suara napas
dengan bunyi normal.
i) Payudara Dikaji kesimterisannya, adakah pembengkakan,
papilla mammae menonjol.
j) Abdomen Ada tidaknya distensi abdomen, tinggi fundus
uteri masih setinggi pusat, bising usus, ada tidaknya nyeri
tekan.
k) Perineum Inspeksi adanya tanda-tanda REEDA
l) Lochea Data yang dikaji yaitu bau biasanya anyir dalam
keadaan normal tetapi tidak busuk, jumlah dan bentuk
perdarahannya, adanya bekuan darah atu tidak.
m) Genetalia Data yang dikaji yaitu dilakukan pengkajian
perineum terhadap memar, edema, hematoma,
penyembuhan setiap jahitan, inflamasi. Pemeriksaan tipe,
kuantitas dan bau lochea. Pemeriksaan anus terhadap
hemoroid.
n) Ektremitas
a. Ekstermitas atas Kesimetrisan pada ujung jari
sianosis atau tidak, edema ada atau tidak.
b. Ekstermitas bawah Kesimetrisan, adakah sianosis,
adakah edema, pergerakannya dan reflek patella.
i. Pemeriksaan penunjang Untuk mendukung
pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dari
pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan
laboratorium dan pemriksaan EKG.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya. Tujuan diagnosa keperawatan yaitu untuk mengidentifikasi
respons pasien individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Diagnosis keperawatan adalah bagian vital
dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan
klien guna untuk mencapai kesehatan yang optimal (Tim Pokja SDKI
PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam penelitian ini
adalah ketidaknyamanan pasca partum.
a. Ketidaknyaman pasca partum (D.0075)
1) Definsi Perasaan tidak nyaman yang berhubungan dengan
kondisi setelah melahirkan.
2) Penyebab Trauma perineum selama persalinan dan kelahiran,
involusi uterus, pembengkakan payudara, kekurangan
dukungan dari keluarga dan tenaga kesehatan, ketidaktepatan
posisi duduk, daan factor budaya.
3) Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif - Mengeluh tidak nyaman
b) Objektif - Tampak meringis - Terdapat kontraksi uterus
34 - Luka epsiotomi - Payudara bengkak
4) Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif - Tidak tersedia
b) Objektif - Tekanan darah meningkat - Frekruensi nadi
meningkat - Berkeringat berlebihan - Menangis/merintih -
Hemoroid (wasir)
5) Kondisi Klinis Terkait Kondisi pasca persalinan
3. Intervensi
Intervensi (Perencanaan) adalah semua perawatan yang dilakukan oleh
perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis unruk
mencapai hasil yang diinginkan(Tim Pokja SIKI PPNI, 2019). Adapun
rencana keperawatan yang harus dilakukan menurut Tim Pokja PPNI
adalah:
a) Ketidaknyamanan pasca partum
b) Tujuan/ Kriteria hasil (Tim Pokja SLKI PPNI, 2019) Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
masalah ketidaknyamanan pasca partum dapat teratasi dengan kriteria
hasil (L.07061):
1) Keluhan tidak nyaman menurun
2) Meringis menurun
3) Luka episiotomi menurun
4) Kontraksi uterus menurun
5) Berkeringat menurun
6) Menangis menurun
7) Merintih menurun
8) Hemoroid menurun
9) Kontraksi uterus menurun
10) Payudara bengkak menurun
11) Tekanan darah menurun
12) Frekruensi nadi menurun
c) Perencanaan Perawatan Pascapersalinan (I.07225)
Observasi
1) Monitor tanda-tanda vital
2) Monitor keadaan lochia (mis. warna,jumlah, bau dan bekuan)
3) Periksa perineum atau robekan (kemerahan, edema, ekimosis,
pengeluaran, penyatuan jahitan)
4) Monitor nyeri
5) Monitor status pencernaan
6) Monitor tanda Homan
7) Identifikasi kemampuan ibu merawat bayi
8) Identifikasi adanya masalah adaptasi psikologis ibu postpartum

Terapeutik

1) Kosongkan kandung kemih sebelum pemeriksaan


2) Masase fundus sampai kontraksi kuat, jika perlu
3) Dukung ibu untuk melakukan ambulansi dini
4) Berikan kenyamanan pada ibu
5) Fasilitasi ibu berkemih secara normal
6) Fasilitasi ikatan tali kasih ibu dan bayi secara optimal
7) Diskusikan kebutuhan aktivitas dan istirahat selama masa
postpartum
8) Diskusikan tentang perubahan fisik dan psikologis ibu post
partum
9) seksualitas masa postpartum
10) Diskusikan penggunaan alat kontrasepsi
Edukasi

1) Jelaskan tanda bahaya nifas pada ibu dan keluarga


2) Jelaskan pemeriksaan pada ibu dan bayi secara rutin
3) Ajarkan cara perawatan perineumm yang tepat
4) Ajarkan ibu mengatasi nyeri secara nonfarmakologis (mis.
Teknik relaksasi nafas dalam, teknik distraksi)
5) Ajarkan ibu mengurangi masalah trombosis vena

Kolaborasi

1) Rujuk ke konselor laktasi, jika perlu


4. Implementasi
Implementasi merupakan perwujudan dari rencana tindakan yang telah
ditentukan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan klien dengan
sebaik baiknya(Padila, 2015). Tipe-tipe tindakan implementasi:
a) Independen Merupakan kegiatan yang dilakukan perawat tanpa
petunjuk dan perintah dari dokter maupun tenaga kesehatan lainnya.
Tipe tindakan ini dikategorikan menjadi empat yaitu:
1) Tindakan Adalah tindakan yang ditujukan pada pengkakjian
untuk merumuskan suatu diagnose keperawatan. Tindakan ini
meliputi: diagnostik, observasi dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan fisik dilakukan berdasarkan pendekatan sistem
head to toe.
2) Tindakan Terapeutik Tindakan yang ditujukan untuk merubah
perilaku klien dan dilakukan melalui promosi kesehatan atau
pendidikan kesehatan kepada klien.
3) Tindakan edukatif atau mengajarkan Tindakanyang bertujuan
untuk menekankan kemampuan perawat untuk membuat
keputusan klinis tentang kondisi klien dan kemampuan perawat
untuk berkerja sama dengan tim medis lain.
4) Tindakan merujuk
b) Interdependen Tindakan yang lebih memerluan kerjasama dengan
tenaga kesehatan lainnya misalnya dokter, ahli gizi dan fisioterapi
c) Dependen Tindakan yang bekaitan dengan pelaksanaan tindakan
medis.
5. Evaluasi
Rohman dan Walid (2019) menyatakan bahwa evaluasi adalah penilaian
dengan cara membandingkan perubahan kondisi klien dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap intervensi keperawatan.Untuk
memudahkan perawat memantau perkembangan klien, digunakan
komponen SOAP/SOAPIER. Adapun pengertian SOAP yaitu S (data
subjektif) dimana perawat menuliskan keluhan yang dirasakan setelah
tindakan keperawatan, O (data objektif) adalah data berdasarkan hasil
observasi atau pengukuran perawat dan yang dirasakan klien setelah
dilakukan tindakan keperawatan, A (analisis) adalah interpretasi dari data
subjektif dan data objektif, P (planning) adalah perencanaan keperawatan
yanga akan dilanjutkan, dihentikan, atau ditambahkan dari rencana
tindakan keperawatan. Menurut Tim Pokja PPNI (2019) kriteria hasil
pada klien dengan ketidaknyamanan pasca partum adalah:
a) Keluhan tidak nyaman menurun
b) Meringis menurun
c) Tekanan darah dalam rentang normal
d) Frekruensi nadi dalam rentang normal

Anda mungkin juga menyukai