Anda di halaman 1dari 19

DEFINISI

Post Partum adalah masa dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil dan berlangsung kira-kira 6
minggu( Yuliana, 2020).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahanguna melahirkan anak lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus (Zakaria, 2019).
Ketuban Pecah dini atau sering di sebut dengan premature reptur of the
membran (PROM) atau sering di sebut dengan pecahnya selaputketuban sebelum
waktunya melahirkan (Lazuarti, 2020)

ETIOLOGI

1. Infeksi rahim , leher rahim atau vagina


2. Pemicu umum ketuban pecah dini adalah
a. Persalinan prematur
b. Korioamniotis terjasi 2x selama KPD
c. Mal posisi atau mal presentasi janin
3. Faktor yang mengakibatkan kerusakan serviks
a. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya aborsi eraupetik ,
LEEP dan sebagainya
b. Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selam pelahiran
sebelumnya
c. Inkompeteni serviks
4. Riwayat KPD Sebelumnya sebanyak 2 kali atau lebih
5. Faktor-faktor yang berhubungan berat badan ibu
6. Merokok selam kehamilan
7. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada ibu
muda riwayat hubungan seksualitas baru-baru ini
MANIFESTASI KLINIS (TANDA & GEJALA)

Pada periode postpartum akan terjadi perubahan baik fisiologis maupun psikologis
yang dialami oleh ibu, menurut Erma (2020) adapun perubahan fisiologis yang terjadi
pada ibu postpartum antara lain:
1) Tanda- tanda Vital

a. Suhu badan

Suhu rektal pada suhu 24 jam pertama setelah melahirkan 37,5- 38 ºC, pada
hari kedua atau ketiga dapat terjadi kenaikan suhu, namun tidak lebih dari 24 jam.
Pemeriksaan suhu badan post SC dilakukan tiap 15 menit pada jam pertama dan
30 menit sekali pada jam selanjutnya. Suhu tubuh normalnya 35 ,5 C - 37 C pada
pasien post SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam
untuk 2 jam berikutnya dan kemudian setiap 4 jam ( Medforth, 2012). b. Denyut
nadi
Nadi berkisar antara 60-80 kali permenit. Pada masa nifas umumnya denyut
nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan. Frekuensi denyut nadi pada
pasien post SC dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam
untuk 2 jam berikutnya dan kemudian setiap 4 jam ( Medforth, 2012). Denyut
nadi yang cepat dapat disebabkan oleh infeksi.
c. Tekanan darah

Tekanan darah pada post SC harus diperhatikan, tekanan darah normal antara
110-120 mmHg. Pemeriksaan tekanan darah post SC pada pasien post SC
dicatat setiap setegah jam untuk 2 jam pertama, lalu setiap jam untuk 2 jam
berikutnya dan kemudian setiap 4 jam ( Medforth, 2012).

d. Respirasi

Pemeriksaan respirasi yang pertama adalah pastikan jalan nafas bersih dan
cukup ventilasi. Respirasi pada wanita post SC, selam tidak memiliki penyakit
pernafasan akan kembali normal dengan cepat berkisar 18-20x//menit
(Mochtar,2012). Observasi setiap setegah jam pada dua jam pertama. Bila
tanda vital stabil observasi dilanjutkan stiap satu jam
2) Sistem Reproduksi dan Struktur Terkait

a. Uterus
Segera setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa yang hampir padat.
Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup yang
menyebabkan rongga dibagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama
selama dua hari pertama setelah melahirkan, tetapi kemudian ukurannya
berkurang oleh involusi. Keadaan ini disebabkan oleh kontraksi uterus dan
mengecilnya ukuran masing-masing sel miometrium dan sebagian lagi karena
proses otolisis, yaitu sebagian material protein dinding uterus dipecah menjadi
komponen yang lebih sederhana yang kemudian diabsorbsi (Reeder et al,
2011:6).
b. Afterpains

Afterpains disebabkan karena kontraksi pada rahim yang dapat berlangsung


selama 2-4 hari pasca persalinan. Mulas atau kram pada abdomen berlangsung
sebentar dan mirip dengan kram periode menstruasi. Hal tersebut dapat terjadi
karena adanya kontraksi pada uterus. Tonus uterus meningkat sehingga pada
umumnya fundus keras, kontraksi dan relaksasi periodik biasanya
menimbulkan rasa nyeri (Maryunani, 2015:21).
c. Tempat Plasenta

Segera setelah plasenta dan membran plasenta dikeluarkan, tempat plasenta


menjadi area yang menonjol, nodular, dan tidak beraturan. Konstriksi veskular
dan trombus menyumbat pembuluh darah yang ada dibawah tempat plasenta
tersebut. Kondisi ini menyebabkan hemeostasis (untuk mengontrol perdarahan
pascapartum) dan menyebabkan beberapa nekrosis daerah endometrium.
Involusi terjadi karena adanya perluasan dan pertumbuhan ke arah bawah
endometrium tepi dan karena regenerasi endometrium dari kelenjar dan stroma
pada daerah desidua basalis. Kecuali pada tempat plasenta, yang proses
involusinya komplet sampai enam hingga tujuh minggu setelah kelahiran,
proses involusi di rongga uterus yang lain komplet pada akhir minggu ketiga
pascapartum.
d. Lokea

Lokea merupakan kotoran yang keluar dari vagina yang terdiri dari jaringan
mati dan lendir yang berasal dari rahim dan vagina. Pada awal postpartum,
peluruhan jaringan desidua menyebabkan pengeluaran rabas vagina dengan
jumlah bervariasi.
Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan, lokea mengandung cukup
banyak darah sehingga berwarna merah (lokea rubra). Setelah 3 atau 4 hari,
lokea berubah menjadi semakin pucat (lokea serosa). Setelah 10 hari, lokea
tampak berwarna putih atau putih kekuningan karena penurunan leukosit dan
kandungan air (lokea alba). Lokea dapat menetap hingga 4 minggu pasca
persalinan.
e. Serviks

Segera setelah melahirkan, serviks menadatar dan sedikit tonus, tampak lunak
dan edema serta mengalami banyak laserasi kecil. Ukuran serviks dapat
mencapai dua jari dan ketebalannya sekitar 1 cm. Dalam waktu 24 jam,
serviks dengan cepat memendek dan menjadi lebih keras serta tebal. Mulut
serviks secara bertahap menutup, ukurannya 2 sampai 3 cm setelah beberapa
hari dan 1 cm dalam waktu 1 minggu. Pemeriksaan histologi serviks
menunjukkan segera setelah melahirkan hampir secara umum mengalami
edema dan perdarahan. Pemeriksaan kolposkopik serviks menunjukkan
adanya ulserasi, laserasi, memar, dan area kuning dalam beberapa hari setelah
persalinan. Lesi-lesi tersebut biasanya lebih kecil dari 4 mm, lebih sering
terlihat pada primipara. Pemeriksaan ulang dalam 6 sampai 12 minggu
kemudian biasanya menunjukkan penyembuhan yang sempurna. Kondisi
tersebut menunjukkan adanya revitalisasi yang cepat dari jaringan yang
mengalami trauma (Reeder et al, 2011:7).
f. Vagina

Segera setelah melahirkan vagina tetap terbuka lebar, mungkin mengalami


beberapa derajat edema dan memar, dan celah pada introitus. Vagina dan
lubang vagina pada permulaan puerperium merupakan saluran yang luas dan
berdinding tipis. Vagina yang semula sangat tegang akan kembali secara
bertahap. Setelah satu hingga dua hari pertama postpartum, tonus otot vagina
kembali, celah vagina tidak lebar dan vagina tidak lagi edema serta ukurannya
kembali seperti ukuran sebelum hamil pada minggu ke 6 sampai ke 8.
Keadaan vagina secara berangsur-angsur luasnya berkurang, tetapi jarang
sekali kembali seperti ukuran seorang nulipara. Sekitar minggu ketiga
postpartum, ukuran vagina menurun dengan kembalinya rugae vagina
(Maryunani, 2015:27).
g. Perineum

Perineum merupakan daerah vulva dan anus. Biasanya perineum setelah


melahirkan menjadi sedikit bengkak dan mungkin akan terdapat luka jahitan
bekas robekan atau episiotomy, yaitu sayatan untuk memperluas pengeluaran
bayi. Proses penyembuhan episiotomy biasanya berlangsung 2 hingga 3
minggu postpartum (Maryunani, 2015:27).
h. Tuba Falopi dan Ligamen

Perubahan histologik pada tuba falopi menunjukkan pengurangan ukuran


selsel silia, dan atropi epitelium tuba. Setelah enam sampai delapan minggu,
epitelium mencapai suatu kondisi fase folikular awal siklus menstruasi.
Ligamen yang menyokong uterus, ovarium, dan tuba falopi yang mulanya
mengalami ketegangan dan tarikan yang kuat mulai relaksasi setelah
melahirkan. Dibutuhkan waktu dua sampai tiga bulan agar ligamen kembali ke
ukuran dan posisi normal (Reeder et al, 2011:8).
i. Otot Penyokong Panggul

Struktur penyokong otot dan fasia uterus serta vagina dapat mengalami cidera
selama kelahiran anak. Cidera ini dapat menyebabkan relaksasi panggul, yang
melemahkan dan memanjangkan struktur penyokong uterus, dinding vagina,
rektum, utera, dan kandung kemih
3) Sistem Endoktrin

Selama proses kehamilan dan melahirkan, terdapat perubahan pada sistem


endoktrin terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Hormon-hormon tersebut antara lain (Maryunani, 2015:30):
a. Oksitosin
Hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi sehingga mencegah pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASI dan sekresi oksitosin sehingga membantu uterus kembali ke
bentuk semula.

b. Prolaktin

Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitary


bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. Pada ibu yang tidak
menyusui bayinya, tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari
setelah persalinan sehingga merangsang kelenjar bawah otak yang mengontrol
ovarium ke arah permulaan produksi estrogen dan progesteron yang normal,
pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.
c. Estrogen dan Progesteron

Selama kehamilan, volume darah normal meningkat yang diperkirakan akibat


tingginya tingkat estrogen sehingga hormon antidiuretik meningkatkan
volume darah. Hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal tersebut
berpengaruh terhadap sistem saluran kemih, ginjal usus dinding vena, dasar
panggul, perineum, vulva, dan vagina. Namun, kadar estrogen dan progesteron
menurun dengan cepat setelah melahirkan.
4) Abdomen

Dinding abdomen dapat pulih sebagian dari peregangan yang berlebihan,


namun tetap lunak dan kendur selama beberapa waktu. Dibutuhkan waktu
minimal selama enam minggu agar dinding abdomen kembali seperti keadaan
sebelum hamil.
5) Saluran Kemih

Kehamilan normal berkaitan dengan peningkatan air ekstrasel dan diuresis


setelah persalinan adalah proses fisiologis untuk membalikkan hal tersebut.
Diuresis biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima postpartum. Distensi
berlebihan, pengosongan tidak tuntas, dan residu urin yang berlebihan sering
terjadi selama periode ini dan memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih.
Katerisasi segera untuk ibu yang tidak dapat berkemih dapat mencegah
sebagian besar gangguan saluran kemih.
6) Payudara

Payudara mengalami perubahan pesat saat terjadi kehamilan sebagai proses


persiapan laktasi. Hormon-hormon yang menstimulasi perkembangan
payudara selama wanita hamil seperti estrogen, progesteron, prolaktin,
kortisol, insulin menurun cepat setelah bayi lahir. Hormon-hormon tersebut
kemudian akan kembali ke keadaan sebelum hamil, yang sebagian besar
ditentukan oleh ibu apakah menyusui atau tidak (Indriyani et al, 2016:15).

PATHWAY

Kelinan , hambatan selama hamil dan proses


persalinan misalnya : plasenta pravia
sentralis, panggul sempit, ruptur uteri
mengancam, partus lama / tidak maju,
Ketuban pecah dini

SECTIO CAESAREA / SC

Luka post op SC Insisi dinding


abdomen Resiko
perdarahan

Ketidaknyaman
Terputusnya
an pasca
Rresiko infeksi inkonuitas
melahirkan
jaringan
Gangguan
mobilitas fisik

Merangsang
pengeluaran
histamin dan
Menyusui tidak
prostagladin Nyeri akut
efektif
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI

a. Pengkajian

Menurut (S. Wahyuningsih, 2019) pengkajian pada suhan keperawatan post


partum meliputi :
1) Pengakajian Data Klien

Meninjau ulang catatan prenatal dan intraoperatif dan adanya indikasi untuk
kelahiran abnormal
2) Identitas Klien identitas suami

3) Riwayat Keperawatan, meliputi :

Riwayat Kesehatan

Riwayat Kehamilan

Riwayat Melahirkan

4) Data Bayi

5) Pengkajian masa post partum setelah melahirkan, gambaran lokhea,


keadaan perineum, perut, payudara, episotomi, kebersihan menyusui dan
respon orang terhadap bayi
6) Pemeriksaan fisik, meliputi :

Rambut

Wajah

Mata

Payudara

Lokhea

Sistem perkemihan

Perineum

Ekstremitas bawah

Tanda-tanda vital

7) Pemeriksaan penunjang

b. Masalah keperawatan yang sering muncul


1) Nyeri akut [SDKI D.0077]

2) Gangguan mobilitas fisik [SDKI D.0054]

3) Risiko infeksi [SDKI D.0142]

4) Risiko perdarahan [SDKI D.0012]

5) Ketidaknyamanan pasca melahirkan [SKDI D.0075]

6) Menyusui tidak efektif [SDKI D.0029]

c. Intervensi
Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan

Keperawatan Keperawatan dan (Standar Intervensi

(Standar Diagnosis Kriteria Hasil Keperawatan Indonesia,


Keperawatan (Standar Luaran
SIKI 2018)
Indonesia, SDKI Keperawatan
Indonesia, SLKI
2017)
2018)
1 Nyeri akut [SDKI Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)

D.0077] intervensi keperawatan Observasi


selama 3 x 24 jam,
Etiologi : - Identifikasi lokasi,
maka tingkat nyeri
1. Agen pencedera menurun (L.08066), karakteristik, durasi,

fisiologis (mis: frekuensi, kualitas, intensitas


dengan kriteria
inflamasi, iskemia, nyeri
hasil:
neoplasma) - Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri
2. Agen pencedera menurun [5] - Idenfitikasi respon nyeri non
kimiawi (mis: terbakar, 2. Meringis menurun verbal
bahan kimia iritan) [5] - Identifikasi faktor yang
3. Agen pencedera fisik 3. Sikap protektif memperberat dan
(mis: abses, amputasi, menurun [5] memperingan nyeri
terbakar, terpotong, 4. Gelisah menurun
- Identifikasi pengetahuan
mengangkat berat, [5] dan keyakinan
prosedur operasi, Kesulitan tidur
5. tentang nyeri
trauma, Latihan menurun [5] - Identifikasi pengaruh budaya
fisik berlebihan). terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
Terapeutik

- Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur

- Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
- Ajarkan Teknik
farrmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik,


jika perlu

2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi


[SDKI D.0054] Etiologi : intervensi keperawatan (I.05173)

1. Kerusakan integritas selama 3 x 24 jam,


Observasi
struktur tulang maka mobilitas
meningkat (L.05042) - Identifikasi adanya nyeri
2. Perubahan metabolisme
dengan kriteria hasil: atau keluhan fisik lainnya
3. Ketidakbugaran fisik
1. Pergerakan - Identifikasi toleransi fisik
4. Penurunan kendali otot
ekstremitas melakukan pergerakan
5. Penurunan massa otot
meningkat [5] - Monitor frekuensi jantung
6. Penurunan kekuatan otot
2. Kekuatan otot dan tekanan darah sebelum
7. Keterlambatan
meningkat [5] memulai mobilisasi
perkembangan
3. ROM meningkat - Monitor kondisi umum
8. Kekakuan sendi
[5] selama melakukan mobilisasi
9. Kontraktur
Terapeutik
10. Malnutrisi 4. Nyeri menurun
[5] - Fasilitasi aktivitas
11. Gangguan
5. Kecemasan mobilisasi dengan
musculoskeletal
menurun [5] alat bantu (mis: pagar tempat
12. Gangguan neuromuscular
tidur)
13. Indeks masa tubuh diatas 6. Kaku sendi
menurun [5] - Fasilitasi melakukan
persentil ke-75 sesuai
7. Gerakan tidak pergerakan, jika perlu
usia
terkoordinasi - Libatkan keluarga untuk
14. Efek agen
menurun [5] membantu pasien dalam
farmakologi
meningkatkan pergerakan
15. Program pembatasan 8. Gerakan terbatas
menurun [5] Edukasi
gerak
16. Nyeri 9. Kelemahan fisik - Jelaskan tujuan dan prosedur
17. Kurang terpapar menurun [5] mobilisasi
informasi tentang - Anjurkan melakukan
aktivitas fisik mobilisasi dini
18. Kecemasan - Ajarkan mobilisasi
19. Gangguan kognitif sederhana yang harus
20. Keengganan melakukan dilakukan (mis: duduk di
pergerakan tempat tidur, duduk di sisi
21. Gangguan sensori- tempat tidur, pindah dari
persepsi tempat tidur ke kursi)

3. Risiko infeksi Setelah dilakukan Perawatan luka (I.14564)

[SDKI D.0142] intervensi keperawatan Observasi


selama 3 x 24 jam,
Faktor risiko : - Monitor karakteristik luka
maka tingkat infeksi
1. Penyakit kronis (mis: (mis: drainase, warna, ukuran ,
menurun (L.14137),
diabetes melitus) bau)
dengan kriteria
2. Efek prosedur invasif - Monitor tanda-tanda
hasil:
3. Malnutrisi infeksi
1. Demam menurun
4. Peningkatan paparan Terapeutik
[5]
organisme patogen 2. Kemerahan - Lepaskan balutan dan plester
lingkungan menurun [5] secara perlahan
5. Ketidakadekuatan 3. Nyeri menurun [5] - Cukur rambut di sekitar
pertahanan tubuh primer 4. Bengkak menurun daerah luka, jika perlu
(gangguan peristaltik; [5] - Bersihkan dengan cairan
kerusakan integritas kulit; 5. Kadar sel darah NaCl atau pembersih
perubahan sekresi pH; putih membaik [5] nontoksik, sesuai
penurunan kerja siliaris; - Kebutuhan Bersihkan
ketuban pecah lama; jaringan nekrotik
ketuban pecah sebelum - Berikan salep yang sesuai
waktunya; merokok; ke kulit/lesi, jika perlu
statis cairan tubuh) - Pasang balutan sesuai jenis
6. Ketidakadekuatan luka
pertahanan tubuh - Pertahankan Teknik steril
sekunder (penurunan saat melakukan perawatan
hemoglobin; luka
imunosupresi; - Ganti balutan sesuai jumlah
leukopenia; supresi eksudat dan
respon inflamasi; Drainase
vaksinasi tidak - Jadwalkan perubahan posisi
adekuat) setiap 2 jam atau sesuai kondisi
pasien
- Berikan diet dengan kalori
30 – 35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25 – 1,5g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis: vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam amino),
sesuai indikasi
- Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu

Edukasi

- Jelaskan tanda dan gejala


infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
- Ajarkan prosedur perawatan
lika secara mandiri
Kolaborasi

- Kolaborasi prosedur
debridemen
- Kolaborasi pemberian
antibiotok jika perlu
4. Risiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan
[SDKI D.0012] intervensi keperawatan [I.02067]

Faktor risiko : selama 3 x 24 jam, Observasi


maka tingkat
1. Aneurisma - Monitor tanda dan gejala
perdarahan menurun,
2. Gangguan perdarahan
dengan kriteria hasil:
gastrointestinal - Monitor nilai
1. Membran
(misalnya ulkus hematokrit/hemoglobin
mukosa lembab
lambung, polip, varises) sebelum dan setelah
meningkat [5]
3. Gangguan fungsi hati kehilangan darah
2. Kelembaban
(misalnya sirosis - Monitor tanda-tanda
kulit meningkat [5]
hepatis)
3. Hemoptisis vital ortostatik
4. Komplikasi kehamilan
menurun [5] - Monitor koagulasi
(misalnya ketuban
4. Hematemesis
pecah sebelum (mis: prothrombin time
menurun [5]
waktunya) (PT), partial thromboplastin time
5. Hematuria
5. Komplikasi pasca (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin
menurun [5]
partum (misalnya atoni dan/atau platelet)
6. Hemoglobin
uterus, retensi plasenta)
membaik [5] Terapeutik
6. Gangguan koagulasi
7. Hematokrit
(misalnya - Pertahankan bed rest selama
membaik [5]
trombositopenia) perdarahan

7. Efek agen - Batasi tindakan invasive,

farmakologis jika perlu

8. Tindakan pembedahan - Gunakan kasur pencegah

9. Trauma decubitus
- Hindari pengukuran suhu rektal
10. Kurang terpapar
Edukasi
informasi tentang
pencegahan perdarahan - Jelaskan tanda dan gejala

Proses keganasan perdarahan


- Anjurkan menggunakan kaus
kaki saat ambulasi
- Anjurkan meningkatkan asupan
cairan untuk
- menghindari konstipasi
- Anjurkan menghindari aspirin
atau antikoagulan
- Anjurkan meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
- Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat


pengontrol perdarahan, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian produk
darah, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

5. Ketidaknyamanan pasca partus Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)


[[SKDI intervensi keperawatan Observasi

D.0075] selama 3 x 24 jam,


- Identifikasi lokasi,
maka status
Etiologi : karakteristik, durasi,
kenyamanan pasca
1. Trauma perineum selama frekuensi, kualitas, intensitas
partum
persalinan dan kelahiran meningkat, dengan nyeri

2. Involusi uterus, proses kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri

pengembalian ukuran 1. - Idenfitikasi respon nyeri non


Keluhan tidak
Rahim ke ukuran semula verbal
nyaman menurun
3. Pembengkakan payudara [5] - Identifikasi faktor yang

dimana alveoli mulai 2. memperberat dan


Meringis
terisi ASI memperingan nyeri
menurun [5]
4. Kekurangan dukungan 3. - Identifikasi pengetahuan
Luka episiotomi
dari keluarga dan tenaga dan keyakinan tentang
menurun [5]
Kesehatan nyeri
4. Kontraksi uterus
5. Ketidaktepatan posisi menurun [5] - Identifikasi pengaruh budaya
duduk 5. Payudara terhadap respon nyeri
6. Faktor budaya bengkak menurun - Identifikasi pengaruh nyeri
[5] pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

- Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)

- Kontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur

- Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
- Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

6. Menyusui tidak efektif [SDKI Setelah dilakukan Edukasi menyusui (I.12393)

D.0029] intervensi keperawatan Observasi


selama 3 x 24 jam,
Etiologi : • Identifikasi kesiapan dan
maka status menyusui
1. Ketidakadekuatan suplai membaik, dengan kemampuan menerima

ASI informasi
kriteria hasil:
2. Hambatan pada 1. Kelelahan maternal • Identifikasi tujuan atau
neonatus (mis: menurun 2. keinginan menyusui
prematuritas, sumbing) Tetesan/pancaran ASI Terapeutik
3. Anomali payudara ibu meningkat
• Sediakan materi dan media
(misL puting yang masuk ke 3. Miksi bayi lebih
Pendidikan Kesehatan
dalam) dari 8 kali/24 jam
• Jadwalkan Pendidikan
4. Ketidakadekuatan meningkat
Kesehatan sesuai kesepakatan
refleks oksitosin 4. Lecet pada
• Berikan kesempatan untuk
5. Ketidakadekuatan puting menurun
bertanya
refleks menghisap bayi • Dukung ibu meningkatkan
6. Payudara bengkak kepercayaan diri dalam
7. Riwayat operasi menyusui
payudara • Libatkan sistem pendukung:
8. Kelahiran kembar suami, keluarga, tenaga
Kesehatan, dan masyarakat

Edukasi
- Berikan konseling menyusui
- Jelaskan manfaat menyusui
bagi ibu dan bayi
- Ajarkan 4 posisi menyusui
dan perlekatan (latch on) dengan
benar
- Ajarkan perawatan payudara
antepartum dengan
mengkompres dengan kapas
yang telah diberikan minyak
kelapa
- Ajarkan perawatan payudara
post partum (mis: memerah ASI,
pijat payudara, pijat oksitosin)

DAFTAR PUSTAKA

DPP PPNI, Tim Pokja SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI
DPP PPNI, Tim Pokja SIKI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan:

Dewan Pengurus Pusat PPNI

DPP PPNI, Tim Pokja SLKI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Kartikasari, D.E., Prasastia, C. and Lestari, I., 2022. Asuhan Keperawatan Dengan
Intoleransi Aktivitas Pada Pasien Post Sectio Caesarea (Post SC) Di Ruang VK
Bersalin Di RSUD RA. Basoeni Kab. Mojokerto (Doctoral dissertation, Perpustakaan
Universitas Bina Sehat).
Pingky Agustia Zakaria, P., 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesarea
(Sc) Dalam Pemenuhan Kebutuhan Gangguan Rasa Aman Nyaman (Doctoral
dissertation, STIKes Kusuma Husada Surakarta).
Rahmawati, Erma et al .2020. Peningkatan Pengetahuan Dalam Upaya Pencegahan Depresi
Postpartum. Diploma / Sarjana thesis.
Santiasari, R.N., Mahayati, L. and Sari, A.D., 2021. Tekhnik Non Farmakologi Mobilisasi
Dini Pada Nyeri Post Sc. Jurnal Kebidanan, 10(1), pp.21-28.
Wahyuningsih, S. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum (D. 39 Novidiantoko
& C. M. Sartono (eds.)). Grup penerbitan CV BUDI UTAMA
Yuliana, W. and Hakim, B.N., 2020. Emodemo Dalam Asuhan Kebidanan Masa Nifas.

Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai