Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MATERNITAS
POSTPARTUM
(POST NATAL)

Di susun oleh :

Mukhamat Putra Ragil LL

15.07.031

PROGRAM STUDI NERS

STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG


2018

LAPORAN PENDAHULUAN
POSTPARTUM (POST NATAL)

I. Konsep Dasar
A. Pengertian
Masa puerpenium (nifas) adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-
kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih kembali seperti
sebelumnya (Doenges, 2011).
Masa puerperium atau masa nifas (post partum) adalah jangka waktu 6 minggu
yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ
reproduksi seperti sebelum kehamilan (Green, & Wilkinson, 2012).
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai
alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8
minggu, Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan. Selain
itu masa nifas / purperium adalah masa partus selesai dan berakhir setelah kira-kira
6 minggu (Lowdermilk, Perry, & Cashion, 2013).

B. Klasifikasi
Masa nifas ini dapat dibagi menjadi tiga tahap yakni :
1. Immidiate post partum
Masa setelah post partum sampai 24 jam setelah melahirkan (24 jam)
2. Early post partum
Masa setelah hari pertama sampai dengan minggu pertama post partum
3. Late post partum
Masa minggu pertama post partum sampai dengan minggu keempat post partum
(Sarwono, & Wiknjosastro, 2011).

C. Tanda-tanda bahaya postpartum


1. Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
2. Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
3. Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung
4. Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
5. Pembengkakan di wajah atau tangan
6. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
7. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
9. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
10. Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri
11. Merasa sangat letih/nafas terengah-engah (Gunawan, 2010).

D. Perubahan fisiologi post partum

1. Tanda-tanda vital
a. Suhu
Selama 24 jam pertama, mungkin meningkat 38 0 C sebagai suatu akibat
dari dehidrasi persalinan 24 jam wanita tidak boleh demam.
b. Nadi
Bradikardi umumnya ditemukan pada 6 – 8 jam pertama setelah
persalinan. Brandikardi merupakan suatu konsekuensi peningkatan cardiac
out put dan stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan cardia output dan
stroke volume. Nadi kembali seperti keadaan sebelum hamil 3 bulan
setelah persalinan. Nadi antara 50 sampai 70 x/m dianggap normal.
c. Respirasi
Respirasi akan menurun sampai pada keadaan normal seperti sebelum
hamil
d. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama sekali. Hipotensi
yang diindikasikan dengan perasaan pusing atau pening setelah berdiri
dapat berkembang dalam 48 jam pertama sebagai suatu akibat gangguan
pada daerah persarafan yang mungkin terjadi setelah persalinan.
2. Adaptasi sistim cardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah itu stabil tapi biasanya terjadi penurunan tekanan
darah sistolik 20 mmHg jika ada perubahan dari posisi tidur ke posisi duduk.
Hal ini disebut hipotensi orthostatik yang merupakan kompensasi
cardiovaskuler terhadap penurunan resitensi didaerah panggul. Segera setelah
persalinan ibu kadang menggigil disebabkan oleh instabilitas vasmotor secara
klinis, hal ini tidak berarti jika tidak disertai demam.
3. Adaptasi kandung kemih
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma akibat tekanan
oedema dan menurunnya sensifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini
menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan kandung kemih yang
tidak tuntas, biasanya ibu mengalami kesulitan BAK sampai 2 hari pertama
post partum.
4. Adaptasi sistem endokrim
Sistem endokrim mulai mengalami perubahan kala Iv persalinan mengikuti
lahirnya placenta, terjadi penurunan yang cepat dari estrogen progesteron dan
proaktin. Ibu yang tidak menyusui akan meningkat secara bertahap dimana
produksi ASI mulai disekitar hari ketiga post partum. Adanya pembesaran
payudara terjadi karena peningkatan sistem vaskulan dan linfatik yang
mengelilingi payudara menjadi besar, kenyal, kencang dan nyeri bila disentuh.
5. Adaptasi sistem gastrointestinal
Pengembangan fungsi defekasi secara normal terjadi lambat dalam minggu
pertama post partum. Hal ini berhubungan dengan penurunan motilitas usus,
kehilangan cairan dan ketidaknyamanan parineal.
6. Adaptasi sistem muskuloskletal
Otot abdomen terus menerus terganggu selama kehamilan yang
mengakibatkan berkurangnya tonus otot yang tampak pada masa post partum
dinding perut terasa lembek, lemah, dan kotor. Selama kehamilan otot
abdomen terpisah yang disebut distasi recti abdominalis, juga terjadi
pemisahan, maka uteri dan kandung kemih mudah dipalpasi melalui dinding
bila ibu terlentang.
7. Adaptasi sistem integument
Cloasma gravidrum biasanya tidak akan terlihat pada akhir kehamilan,
hyperpigmenntasi pada areola mammae dan linea nigra, mungkin belum
menghilang sempurna setelah melahirkan (Doenges, 2011).
8. Adaptasi Reproduksi
a. Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusio) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil

. Involusio Tinggi Fundus Uterus Berat Uterus


Bayi lahir Setinggi pusat 100 gram
Plasenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba diatas simfisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

Involusi terjadi disebabkan oleh :


1) Kontraksi retraksi serabut otot yang terjadi terus-menerus sehingga
mengakibatkan kompresi pembuluh darah dan anemia setempat (iskemia).
2) Otolisis yang disebabkan sitoplasma sel yang berlebihan akan tercernah
sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro-elastik dalam jumlah renik
sebagai bukti kehamilan.
3) Atrofi merupakan jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen
dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofit sebagai reaksi terhadap
penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
Selain perubahan atrofik pada otot-otot uterus, lapisannya (desidua) mengalami
atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan bergenerasi
menjadi endometrium yang baru. Luka bekas pelekatan plasenta memerlukan
waktu 8 minggu untuk sembuh total
b. Lokia
Lokia adalah istilah yang diberikan pada pengeluaran darah dan jaringan
desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas. Jumlah dan
warnah lokia akan berkurang secara progresif.
Lokia dapat dibagi atas
1) Lokia rebra (hari 1 – 4) jumlahnya sedang, berwarnah merah
terutama darah.
2) Lokia serosa ( hari 4 – 8) jumlahnya berkurang dan berwarnah
merah mudah (hemoserosal)
3) Lokia alba (hari 8 – 14) jumlahnya sedikit, berwarnah putih atau
hampir tidak berwarna.
c. Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan,
ostium ekstern dapat dimasuki oleh dua hingga tiga tangan : setelah 6
minggu postnatal, serviks menutup. Karena robekan kecil-kecil yang
terjadi selama dilatasi. Serviks tidak pernah kembali kekeadaan sebelum
hamil (nulipara) yang berupa lubang kecil seperti mata jarum, serviks
hanya kembali pada keadaan tidak hamil yang berupa lubang yang sudah
sembuh, tertutup tapi berbentuk celah. Dengan demikian, os servisis
wanita yang sudah pernah melahirkan merupakan salah satu tanda yang
menunjukkan riwayat kelahiran lewat vagina.
d. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta perenggangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah tiga minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaab
tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul
kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.
e. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya
tegang oleh tekanan kepada bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari
ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali bagian besar tonusnya
sekaligus tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan
(nulipara).
f. Payudara
Payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas kecuali jika
laktasi disupresi. Payudara akan menjadi lebih besar lebih kencang dan
mula-mula lebih nyeri tekan status hormonal serta dimulainya laktasia.
g. Traktus urinarius
Buang air kecil sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat
spasme sfigner dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami
kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan (Mochtar,
2009).
E. Adaptasi psikososial pada post partum

1. Fase-fase transisi
a. Fase antisipasi kehamilan :
Fase antisipasi orang tua, membuat keputusan dan harapan, membagi
pekerjaan dalam keluarga.
b. Fase bulan madu (periode post partum)
Kontak lebih lama dan intim, menggali keadaan anggota keluarga yang
baru
c. Fase adaptsi ibu meliputi :
1) Taking In
a) Dependet
b) Pasif
c) Fokus pada diri sendiri
d) Perlu tidur dan makan
2) Taking Hold
a) Dependent
b) Independent
c) Fokus melibatkan bayi
d) Melakukan perawatan diri sendiri
e) Waktu yang baik untuk penyuluhan
f) Dapat menerima tanggungjawab
3) Letting Go
a) independence pada peran yang baru
b) letting go terjadi pada hari-hari terakhir pad minggu pertama
persalinan.
d. Adaptasi psikologis ayah :
1) Respon ayah :
a) Bangga dan takut memegang bayi.
b) Diekspresikan secara berbeda-beda, dekat dengan keluarga,
mengadakan pesta dengan teman-teman.
c) Pada waktu immediately ; kelihatan lelah dan mengantuk.
d) Bila ada komplikasi bayi, maka ayah akan mencari
informasi untuk ibu dalam merawat bayinya.
2) Psikologis ayah :
Tergantung keterlibatan selama proses kelahiran berlangsung.
Biasanya ayah merasa lelah dan ingin selalu dekat dengan istri dan
anaknya. Bila ada masalah dengan bayinya dan harus dirawat
terpisah dengan ibunya, maka ayah merupakan sumber informasi
bagi ibu mengenai anaknya. Dalam hal ini ayah sering merasa
khawatir tentang keadaan istri dan anaknya. Ayah juga dapat
mengalami post partum blue karena masalah keuangan keluarga,
merasa tidak yakin akan kemampuannya sebagai orang tua dan
kesulitan beradaptasi terhadap perubahan hubungan dengan
istrinya.
3) Psikologi keluarga :
Kehadiran bayi yang baru lahir di dalam keluarga menimbulkan
adanya perubahan-perubahan paeran dan hubungan di dalam
keluarga tersebut. Umpamanya anak yang lebih besar sekarang
menjadi kakak, orang tua menjadi kakek, suami-istri harus saling
membagi perhatian karena tuntutan dan ketergantungan bayi dalam
memenuhi kebutuhannya. Bila banyak anggota keluarga yang
dapat membantu dalam merawat bay, mungkin keadaannya tidal
sesulit bila tidak ada yang membantu. Mengingat kompleksnya
tugas-tugas ibu pada masa sesudah melahirkan, dimana ibu harus
merawat dirinya, merawat bayinya dan melakukan tugas
(Saifuddin, 2010).

F. Penanganan masa nifas (puerperium)


1. Kebersihan diri
a. Anjurkan menjaga kebersihan seluruh tubuh
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah alat kelamin dengan
sabun dan air. Pastikan bahwa klien mengerti untuk membersihkan daerah
vulva terlebih dahulu dari depan ke belakang, baru kemudian
membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan ibu untuk membersihkan
vulva setiap kali buang air kecil atau besar.
c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya
2x sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan dibawah matahari dan disetrika.
d. Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu
untuk menghindari menyentuh daerah luka.
2. Istirahat
a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan berlebihan.
b. Sarankan untuk kembali melakukan kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan serta untuk tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.
c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam
d. Mengurangi jumlah asi yang diproduksi
e. Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
f. Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri.
3. Latihan
a. Diskusikan pentingnya otot-otot panggul kembali normal. Ibu akan merasa
lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya menjadi kuat sehingga
mengurangi rasa sakit pada panggul.
b. Jelaskan pentingnya latihan untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan
dasar panggul (kelgel exercise). Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan
untuk setiap gerakan. Setiap minggu naikkan jumlah latihan 5 kali lebih
banyak. Pada minggu ke-6 setelah persalinan ibu harus mengerjakan setiap
gerakan sebanyak 30 kali.
4. Gizi
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari.
b. Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan
vitamin yang cukup
c. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali
menyusui.
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40
hari post partum.
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A
kepada bayi melalui air asinya.
5. Perawatan payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama pada puting susu
b. Menggunakan Bra yang menyokong payudara
c. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar puting susu setiap kali menyusui. Tetap menyusui dimulai dari
puting susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI
dikeluarkan dan diminumkan menggunakan sendok.
e. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet.
f. Urut payudara dari arah pangkal menuju puting susu dan gunakan sisi
tangan untuk mengurut payudara.
g. Keluarkan ASI sebagian dari depan payudara sehingga puting susu
menjadi lunak.
h. Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI,
sisanya keluarkan dengan tangan.
i. Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
6. Senggama
a. Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan 1 atau 2 jarinya kedalam
vagina tanpa rasa nyeri
b. Banyaknya budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami
istri sampai pada masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6
minggu setelah persalinan. Keputusan bergantung pada pasangan yang
bersangkutan (Mochtar, 2009).
F. Perawatan post partum
1. Perineum
Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura atau laserasi merupakan daerah
yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan kering. Pengamatan dan
perawatan khusus diperlukan untuk menjamin agar daerah tersebut sembuh
dengan cepat dan mudah. Pencucian daerah perineum memberikan kesempatan
untuk melakukan inspeksi secara seksama pada daerah tersebut dan mengurangi
rasa sakitnya.
2. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin ibu harus istirahat tidur terlentang selama 8 jam post
partum, kemudian boleh miring-miring kekiri dan kekanan untuk mencegah
terjadinya trobosis dan tramboemboli. Pada hari kedu duduk-duduk, hari ketiga
jalan-jalan dan pada hari keempat atau lima boleh pulang. Mobilisasi diatas
mempunyai variasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan nifas dan
sembuhnya luka-luka
3. Diet
Makanan harus bermutu dan bergizi cukup kalori. Sebaiknya makan makanan
yang mengandung protein, banyak cairan sayuran-sayuran dan buah-buahan.
4. Miksi
Hendaknya berkemih dapat dilakukan sendiri dngan secepatnya. Kadang-kadang
wanita sulit berkemih karena sphineter uretrae mengalami tekanan oleh kepala
janin dan spasme otot iritasi musculus sphicterani selama persalinan bila kandung
kemih penuh dan wanita sulit berkemih sebaiknya lakukan kateterisasi.
5. Defakasi
Buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari post partum. Bila masih sulit buang air
besar dan terjadi optipasi apabila faeces keras harus diberikan obat laksans atau
perectal, jika masih belum bisa dilakukan klisma.
6. Laktasi
Perawatan mammae telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu tidak
keras, lemas dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Laktasia
dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu (ASI).
Keuntungan ASI yakni :
1. Bagi ibu
a) Mudah didapatkan
b) Praktis dan murah
c) Memberi kepuasan
2. Bagi bayi
a) ASI mengandung zat ASI yang sesuai dengan kebutuhan
b) ASI mengandung berbagai zat antibody untuk mencegah infeksi
c) ASI mengandung laktoperin untuk mengikat zat gizi
d) Susu tepat dan selalu segar
e) Memperindah gigi dan rahang
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran AS
1. Faktor anatomis
Apabila jumlah lobus dalam buah dada berkurang maka produksi ASI akan
kurang karena sel-sel ocini yang ngisap zat makanan dari pembuluh darah
akan berkurang.
2. Faktor fisiologis
Bahwa terbentuknya ASI dipengaruhi oleh hormon yaitu hormon proloctin
yang merangsang sel-sel ocini untuk membentuk ASI, apabila ada kelainan
dari hormon ini maka dengan sendirinya rangsangan pada sel-sel ocini akan
berkurang sehingga tidak dapat membentuk ASI.
3. Makanan yang dimakan ibu yang menyusui
4. Faktor istirahat
5. Faktor isapan anak
6. Faktor obat-obatan dapat mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI
karena adanya hormon yang dikandung oleh obat-obatan tersebut
mempengaruhi hormon prolaktin yang sangat berperan penting dalam
produksi dan peneluaran ASI (Lowdermilk, Perry, & Cashion, 2013).
(Green, & Wilkinson, 2012).

II. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Fisik
a. Riwayat kesehatan sebelumnya
b. Tanda-tanda Vital
c. Mamae: gumpalan, kemerahan, nyeri, perawatan payudara, management
engorgement, kondisi putting, pengeluaran ASI.
d. Abdomen: palpasi RDA, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, striae.
e. Perineum: lochea, tanda-tanda REEDA.
f. Ekstremitas: varices, tanda-tanda Homan.
g. Rektum: hemoroid, dll.
h. Aktivitas sehari-hari.
2. Pengkajian Psikologis
a. Umum: status emosi,gambaran diri dan tingkat kepercayaan.
b. Spesifik: depresi postpartum.
c. Seksualitas: siklus menstruasi,pengeluaran ASI dan penurunan libido
(Sarwono, & Wiknjosastro, 2011).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d. Agen injuri fisik (trauma jalan lahir, episiotomi).
2. Menyusui tidak efektif b.d. Kurang pengetahuan ibu, terhentinya proses
menyusui.
3. Risiko infeksi b.d. Faktor risiko: Episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan
pertolongan persalinan.
4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltik, nyeri episiotomi, penurunan aktivitas.
6. Kurang pengetahuan: Perawatan post partum b.d. Kurangnya informasi
tentang penanganan postpartum (Herdman, & Kamitsuru, 2015).
C. INTERVENSI
1. Nyeri b.d. Agen injuri fisik (trauma jalan lahir, episiotomi).
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri ibu
berkurang denga kriteria hasil : skala nyeri 0-1, ibu mengatakan nyerinya
berkurang sampai hilang, tidak merasa nyeri saat mobilisasi , tanda vital
dalam batas normal . S = 37 C . N = 80 x/menit , TD = 120/80 mmHG , R =
18 – 20 x / menit
Intervensi :
a. Kaji ulang skala nyeri
mengidentifikasi kebutuhan dan intervensi yang tepat
b. Anjurkan ibu agar menggunakan teknik relaksasi dan distraksi rasa nyeri
R/ untuk mengalihkan perhatian ibu dan rasa nyeri yang dirasakan
c. Motivasi : untuk mobilisasi sesuai indikasi
memperlancar pengeluaran lochea, mempercepat involusi dan mengurangi
nyeri secara bertahap.
d. Berikan kompres hangat
meningkatkan sirkulasi pada perinium
e. Delegasi pemberian analgetik
melonggarkan system saraf perifer sehingga rasa nyeri berkurang
2. Menyusui tidak efektif b.d. Kurang pengetahuan ibu, terhentinya proses
menyusui.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu dapat mencapai
kepuasan menyusui dengan kriteria hasil : ibu mengungkapkan proses situasi
menyusui, bayi mendapat ASI yang cukup.
Intervesi :
a. Kaji ulang tingkat pengetahuan dan pengalaman ibu tentang menyusui
sebelumnya. membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan saat ini agar
memberikan intervensi yang tepat.
b. Demonstransikan dan tinjau ulang teknik menyusui
Rasional : posisi yang tepat biasanya mencegah luka/pecah putting yang
dapat merusak dan mengganggu.
c. Anjurkan ibu mengeringkan puting setelah menyusui
agar kelembapan pada payudara tetap dalam batas normal.
3. Risiko infeksi b.d. Faktor risiko: Episiotomi, laserasi jalan lahir, bantuan
pertolongan persalinan.
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan infeksi pada ibu tidak terjadi
dengan kriteria hasil : dapat mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan
resiko infeksi, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
a. Kaji lochea (warna, bau, jumlah) kontraksi uterus dan kondisi jahitan
episiotomi. untuk dapat mendeteksi tanda infeksi lebih dini dan
mengintervensi dengan tepat.
b. Sarankan pada ibu agar mengganti pembalut tiap 4 jam.
pembalut yang lembab dan banyak darah merupakan media yang menjadi
tempat berkembangbiaknya kuman.
c. Pantau tanda-tanda vital.
peningkatan suhu > 38°C menandakan infeksi.
d. Lakukan rendam bokong.
untuk memperlancar sirkulasi ke perinium dan mengurangi udema.
e. Sarankan ibu membersihkan perineal dari depan ke belakang.
membantu mencegah kontaminasi rektal melalui vaginal.
4. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan: Kebutuhan ADL-nya dapat terpenuhi dengan kriteria hasil Klien
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa bantuan orang lain, keadaan
umum baik, kekuatan otot baik
Intervensi:
a. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
mengetahui kemampuan klien dan dapat memenuhi kebutuhannya
b. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
bantu dan latihan yang teratur membiasakan klien melakukan aktivitas
sehari-hari.
c. Anjurkan keluarga untuk kooperatif dalam perawatan
keluarga dapat membantu dan bekerja sama memenuhi kebutuhan klien
dan mempercepat proses penyembuhan.
5. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan
peristaltik, nyeri episiotomi, penurunan aktivitas.
Tujuan : Gangguan eliminasi teratasi dengan kritenia hasil klien secara verbal
mengatakan mampu BAB normal tanpa keluhan sesuai pola.
Intervensi :
a. Kaji bising usus, diastasis recti.
mengevaluasi fungsi usus. Diastasis recti berat menurunkan tonus otot
abdomen yang diperlukan untuk mengejan selama pengosongan.
b. Kaji adanya Hemoroid.
hemoroid akan menyebabkan gangguan eliminasi.
c. Anjurkan diet makanan tinggi serat, peningkatan cairan.
makanan tinggi serta dan peningkatan cairan merangsang eliminasi.
d. Anjurkan peningkatan aktivitas dan ambulasi sesuai toleransi.
membantu peningkatan peristaltik gastrointestinal.
e. Kolaborasi pemberian laksantif, supositona atau enema.
meningkatkan untuk kembali ke kebiasaan defekasi normal dan mencegah
mengejan atau stress perianal selama pengosongan
6. Kurang pengetahuan: Perawatan post partum b.d. Kurangnya informasi
tentang penanganan postpartum.
Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan pengetahuan ibu tentang
perawatan dini dan bayi bertambah dengan
kriteria hasil : mengungkapkan kebutuhan ibu pada masa post partum dan
dapat melakukan aktivitas yang perlu dilakukan dan alasannya seperti
perawatan bayi, menyusui, perawatan perinium.
Intervensi :
a. Berikan informasi tentang perawatan dini (perawatan perineal) perubahan
fisiologi, lochea, perubahan peran, istirahat, KB.
membantu mencegah infeksi, mempercepat penyembuhan dan berperan
pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik dan emosional.
b. Berikan informasi tentang perawatan bayi (perawatan tali pusat,
memandikan dan imunisasi).
menambah pengetahuan ibu tentang perawatan bayi sehingga bayi tumbuh
dengan baik.
c. Sarankan agar mendemonstrasikan apa yang sudah dipelajari.
memperjelas pemahaman ibu tentang apa yang sudah dipelajari (Nurarif,
& Kusuma, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M., E. (2011) Rencana Perawatan Maternal bayi, Pedoman untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Jakarta, EGC.
Green, C.J., & Wilkinson, J.D. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan Maternal dan
Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC.
Gunawan,S. (2010). Reproduksi Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: CV Graha.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC
Lowdermilk, D.L., Perry, S.E., & Cashion, K. (2013). Keperawatan Maternitas (Edisi 8).
Jakarta : Salemba Medika.
Mochtar, R. (2009) Obstetri Fisiologis, obstetri patologis. Jakarta. EGC.

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jogjakarta : Mediaction.
Saifuddin, A.B. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Sarwono, & Wiknjosastro, H. (2011). Pengantar Ilmu Kandungan (Edisi 3). Jakarta:
Yayasan Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai