Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KPP (KETUBAN PECAH PREMATURE)

A. DEFINISI
Ketuban pecah premature adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan yaitu bila pembukaan pada primipara < 3 cm dan pada multipara <
5 cm ( Prawirohardjo, 2010 )
Ketuban pecah premature (KPP) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Dalam keadaan normal 8 –
10 % wanita hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini. (Prawirohardjo,
2015). Ketuban pecah premature adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya
tanda-tanda persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu
kehamilan, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak. (Manuaba, 2010)
Ketuban pecah premature (KPP) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan/sebelum partus, pada pembukaan < 4 cm (fase laten). Hal ini dapat
terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan
(Nugraha,2010). Ketuban pecah premature merupakan komplikasi yang
berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang
besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan
KPP pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk
menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS (Respiration
Dystress Syndrome) (Nugraha,2010).
B. ETIOLOGI
Ketuban pecah premature disebabkan oleh kurangnya kekuatan membrane atau
meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari
vagina dan serviks. Penyebabnya juga disebabkan karena inkompetensi servik.
Polihidramnion / hidramnion, mal presentasi janin (seperti letak lintang) dan juga
infeksi vagina / serviks. Adapun yang menjadi faktor resiko terjadinya ketuban
pecah dini adalah : (Prawirohardjo, 2010)
a. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis)
Korioamnionitis adalah keadaan pada ibu hamil dimana korion, amnion dan
cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi
paling serius bagi ibu dan janin, bakan dapat menjadi sepsis. Infeksi, yang
terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenderen dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPP.
b. Serviks yang inkompeten
Serviks yang inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, curettage). Serviks yang tidak lagi
mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada adanya ketidakmampuan
serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering
menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat
berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan
bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada srviks
pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks
pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik.
c. Trauma
Trauma juga diyakini berkaitan dengan terjadinya ketuban pecah premature.
Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari frekuensi
yang ≥ 4 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan penetrasi penis
yang sangat dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya ketuban pecah dini,
pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis dapat menyebabkan terjadinya
ketuban pecah dini karena biasanya disertai infeksi.
d. Ketegangan intra uterin
Perubahan volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil
akhir kehamilan yang kurang bagus. Ketegangan intra uterin yang meninggi
atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma,
hidramnion, gemelli.
e. Kelainan letak
Misalnya sungsang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu
atas panggu serta dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
f. Paritas
Faktor paritas, terbagi menjadi primipara dan multipara. Primipara adalah
wanita yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan
hidup. Ibu primipara yang mengalami ketuban pecah dini berkaitan dengan
kondisi psikologis, mencakup sakit saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi
dan termasuk kecemasan akan kehamilan. Selain itu, hal ini berhubungan
dengan aktifitas ibu saat hamil yaitu akhir triwulan kedua dan awal triwulan
ketiga kehamilan yang tidak terlalu dibatasi dan didukung oleh faktor lain
seperti keputihan atau infeksi maternal. Sedangkan mulipara adalah wanita yang
telah beberapa kali mengalami kehamilan dan melahirkan anak hidup. Wanita
yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami ketuban pecah dini pada
kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat, diyakini
lebih beresiko akan mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya.
g. Usia kehamilan
Persalinan preterm terjadi tanpa diketahui penyebab yang jelas, infeksi
diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya KPD dan persalinan preterm
(Prawirohardjo, 2010). Pada kelahiran <37 minggu sering terjadi pelahiran
preterm, sedangkan bila ≥47 minggu lebih sering mengalami KPD (Manuaba,
2010). Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia
kehamilan 37 minggu adalah sindroma distress pernapasan yang terjadi pada 10-
40% bayi baru lahir. Risiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini,
selain itu juga terjadinya prolapsus tali pusat. Risiko kecacatan dan kematian
janin meningkat pada ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan
komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya
mencapai 100% apabila ketuban pecah dini preterm terjadi pada usia kehamilan
kurang dari 23 minggu.
h. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.
Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya
penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko
tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah
mengalami ketuban pecah dini akan beresiko mengalaminya kembali antara 3-4
kali dari wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena
komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan sebelumnya, karena
komposisi membran yang terjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang
semakin menurun pada kehamilan berikutnya
C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Nugraha (2010), tanda dan gejala ketuban pecah dini antara lain :
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina
warna keruh. Jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit- sedikit atau
sekaligus banyak.
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris
warna darah. Biasanya agak keruh dan bercampur dengan lanugo (rambut
halus pada janin) serta mengandung verniks caseosa (lemak pada kulit bayi).
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak
di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk
sementara.
4. Usia kehamilan vible (>20 minggu)
5. Demam, bercak vagina banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme ketuban pecah premature adalah diawali dengan terjadi pembukaan
premature serviks lalu selaput ketuban menjadi tidak kuat sebagai akibat kurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasi. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput
ketuban sangat lemah dan mudah pecah dan terjadi pengeluaran air ketuban dapat
dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim proteotik dan kolagenase.
Banyak teori mulai dari defect kromosom kelainan kolagen, sampai infeksi.
Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi ( sampai 65%)
hight virulensi: bacteroides, how virulensi, lactobacillus. Kolagen terdapat pada
lapisan terdapat pada lapisan kompaktaamnion, fibroblast, jaringan retikuler korion
dan trofoblas. Sintesis degradasi jaringan kolagen di control oleh system aktifitas
dan inhalasi interleukin –a (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi
terjadi peningkatan aktifitas iL-a dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase
jaringan, sehingga terjadi dipolimerasi kolagen pada selaput korion 1 amnion,
menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
E. PATHWAY

Inplantasi bakteri Riwayat KPP Kelainan letak janin


seperti bakteria sebelumnya
vaginosis ↓

Kandungan Tekanan Intra Uterin
Cairan ketuban kolagen Meningkat
terinfeksi menurun
↓ ↓
Infeksi amnionitis Membran amnion
/Korioamnionitis rapuh


Kemungkinan Inkompetensia
KPP
kesempitan panggul serviks

Jaringan
yang
Mengurangi ROM terbuka ↓ ↓ ↓
↓ ↓
Tindakan Kontraksi Persalinan
Bedrest Total Risiko Infeksi Invasif Uterus lama
↓ ↓ ↓
Defisit Epysiotomi Risiko cedera
perawatan diri Maternal dan
Neonatal

Nyeri Akut Ansietas

( Prawirohardjo & Nugroho, 2015 )

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Nugraha (2010), pemeriksaan penunjang untuk ketuban pecah
premature yaitu :
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna, konsentrasi, bau
dan pH nya
b) Cairan yang keluar dari vagina ada kemungkinan air ketuban, urine atau
secret vagina
c) Sekret vagina ibu hamil pH: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah
warna, tetap kuning.
d) Tes lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7-7,5
darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
e) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
a) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri
b) Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidramnion.
G. PENATALAKSANAAN
1. Pada kehamilan preterm berupa penanganan konservatif, antara lain:
a. Rawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Sedian terdiri atas betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari atau dexametahos IM 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.
d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa (-) : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)
2. Pada kehamilan aterm berupa penanganan aktif, antara lain:
a. Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosi, bila gagal sekso
sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali
b. Bila ada tanda – tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalinan di akhiri:
1) Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi.
Jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria
2) Bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginaan.
3. Penatalaksanaan lanjutan
a. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali
didahului kondisi ibu yang menggigil.
b. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum
persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas
normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik
secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda
gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat
mengindikasikan infeksiuteri.
c. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
d. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar–benar diperlukan,
perhatikan juga hal – hal berikut:
1) Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
2) Bau rabas atau cairan di sarung tangan
3) Warna rabas atau cairan di sarung tangan
4) Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh
gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi
peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

H. KOMPLIKASI
1. Infeksi Intrapartum (Karioamnionitis)
2. Partus preterm
3. Prolapse tali pusat
4. Distosia (partus kering)
5. Risiko kecacatan janin
6. Hypoplasia paru
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN
1. Data Demografi Klien:
Menanyakan Identitas klien seperti : nama, usia, jenis kelamin, suku /
bangsa, alamat, agama,tanggal MRS, jam MRS, nama suami, pendidikan,
pekerjaan, tanggal pengkajian.
2. Keluhan utama :
Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau/ kecoklatan sedikit/
banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir/ selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudah kering.
3. Riwayat haid :
Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,
konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal
partus
4. Riwayat Perkawinan :Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa,
apakah perkawinan sah atau tidak, atautidak direstui dengan orang tua
5. Riwayat Obstetris :
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG , darah,
urine, keluhanselama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi,
upaya mengatasi keluhan, tindakandan pengobatan yang diperoleh
6. Riwayat penyakit dahulu:
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan
yang dijalaninya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut
diderita sampai saat ini atau kambuh berulang-ulang.
7. Riwayat kesehatan keluarga :
Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara
genetic seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yang menderita
penyakit menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah
diderita oleh keluarga.
8. Kebiasaan sehari-hari:
a. Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPP mengalami penurunan
nafsu makan,frekuensi minum klien juga mengalami penurunan
b. Pola istirahat dan tidur : klien dengan KPD mengalami nyeri pada
daerah pinggangsehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah
mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada
perineum)
c. Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia(hilangnya infolunter pengeluaran urin),hilangnya kontrol
blas, terjadi over distensi blassatau tidak atau retensi urine karena rasa
takut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saatBAK. Pola BAB,
freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka perineum,
kebiasaan penggunaan toilet.
d. Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dankebersihan genitalia, pola berpakaian, tata rias
rambut dan wajah
e. Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan
KPD di anjurkanuntuk bedresh total
f. Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks
9. Keadaan Umum : Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi
peningkatankarena respon dari terjadinya ketuban pecan prematur atau tanda-
tanda persalinan.
10. Head to toe
a. Rambut :  warna rambut, jenis rambut, baunya, apakah ada luka
lesi/lecet2)
b. Mata : sklera nya apakah ikterik/tdk, konjungtiva anemis/tidak, apakah
palpebraoedema/tidak,bagaimana fungsi penglihatan nya baik/tidak,
apakah klien menggunakan alat bantu penglihatan/tidak. Pada umumnya
ibu hamil konjungtiva anemis)
c. Telinga : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat
serumen/tidak, apakah klienmenggunakan alat bantu pendengaran/tidak,
bagaimana fungsi pendengaran klien baik/tidak 
d. Hidung : apakah klien bernafas dengan cuping hidung/tidak, apakah
terdapat serumen/tidak,apakah fungsi penciuman klien baik/tidak
e. Mulut dan gigi : bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah lembab
atau kering,keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan
pendarahan, apakah ada karies gigi/tidak,keadaan lidah klien
bersih/tidak, apakah keadaan mulut klien berbau/tidak. Pada ibu hamil
padaumum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan karena ibu hamil
mengalami penurunan kalsium
f. Leher : apakah klien mengalami pembengkakan tiroid
g. Paru-paru
I : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan kanan,
apakah ada terdapatluka memar/lecet, frekuensi pernafasannya
P : apakah ada teraba massa/tidak, pembengkakan/tidak, dinding dada
apakah simetris/tidak antara kiri dan kanan
P : bunyi Paru
A : suara nafas
h. Jantung
I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah
terlihat/tidak
P : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS%
Midclavikula
P : bunyi jantung
A : apakah ada suara tambahan/tidak pada jantung klien
i. Abdomen
I : keadaan perut, warna nya, apakah ada/tidak luka lesi dan lecet
P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah
masuk PAP/belum
P : bunyi abdomen
A : DJJ janin apakah masih terdengar/tidak
j. Payudara : puting susu klien apakah menonjol/tidak,warna aerola, kondisi
mamae, kondisiASI klien, apakah sudah mengeluarkan ASI /belum
k. Ekstremitas
Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi/memar, apakah ada
oedema/tidak
Bawah : apakah ada luka memar/tidak, apakah oedema/tidak
l. Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada oedema/tidak
pada daerah genitalia klien
m. Intergumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit baik/tidak
11. Pemeriksasan Penunjang
a. Pemeriksaan leukosit/WBC, bila > 15.000/ml kemungkinan telah
terjadi infeksi
b. Ultrasonografi (USG) sangat membantu dalam menentukan usia
kehamilan, letak atau persentasi janin, berat janin, letak dan gradasi
plasenta serta jumlah air ketuban.
c. Monitor DJJ dengan fetoskoplaennec atau Doppler atau dengan
melakukan pemeriksaan atau kardiotokografi (bila usia kehamilan >32
minggu)
d. Gunakan kertas lakmus, bila menjadi biru (basa): air ketuban, bila
menjadi merah (asam): air kemih (urine)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077).
2. Gangguan rasa nyaman b.d gangguan adaptasi kehamilan (D.0074).
3. Ansietas b.d kondisi kehamilan perinatal (D.0080).
4. Risiko infeksi d.d Ketuban pecah sebelum waktunya(D.0142).
C. INTERVENASI
Diagnosa Tujuan Intervensi
Nyeri akut b.d agen Manajemen nyeri (I. 08238) :
Setelah dilakukan tindakan
pencedera fisiologis Observasi
keperawatan selama ... jam
(D.0077). 1)Identifikasi lokasi, karateristik,
diharapkan tingkat nyeri
durasi, frekuensi, kualitas,
dapat menurun(L.08066).
intensitas nyeri
Kriteria Hasil :
2)Identifikasi skala nyeri
1) Keluhan nyeri menurun
3)Identifikasi respons nyeri non
2) Meringis menurun
verbal
3) Gelisah menurun
4)Identifikasi factor yang
4) Kesulitan tidur menurun
memperberat dan memperingan
nyeri
Terapeutik
1)Berikan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Edukasi
1)Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Manajemen kenyamanan lingkung
nyaman b.d keperawatan selama ... jam an (I.14561):
gangguan adaptasi diharapkan status Observasi
kehamilan kenyamanan pasien 1) Monitor tanda tanda vital
(D.0074). meningkat(L.08064). 2) Timbang berat badan
Kriteria Hasil : Terapeutik
1)Keluhan tidak nyaman 1) Pertahankan postur tubuh yang
menurun benar
2)Gelisah menurun 2) Jaga kebersihan vulva dan vagina
Edukasi
1)Anjurkan menghindari kelelahan
2)Ajarkan teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemeriksaan
labolatorium

Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314 )


kondisi kehamilan keperawatan selama ... jam Observasi
perinatal (D.0080). diharapkan status tingkat 1)Identifikasi saat tingkat ansietas
ansietas pasien berubah
menurun(L.09093). 2)Monitor tanda tanda ansietas
Kriteria hasil : Terapeutik
1)Prilaku gelisah menurun 1)Pahami situasi yang membuat
2)Pola tidur membaik ansietas
2)Dengarkan dengan penuh
perhatian
3)Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
Edukasi
1)Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
2)Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1)Kolaborasi pemberian obat anti
ansietas, jika perlu

Risiko infeksi d.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I. 14559)
Ketuban pecah sebe keperawatan selama ... jam Observasi
lum waktunya diharapkan status tingkat 1)Monitor tanda dan gejala infeksi
(D.0142) infeksi pasien menurun local dan sistemik
(L.14137).Kriteria hasil : Terapeutik
1) Demam menurun 1)Cuci tangan sebelum dan sesudah
2) Nyeri menurun kontak dengan pasien dan
3) Kadar sel darah putih lingkungan pasien
membaik Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi
1)Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Nugroho, Taufan. 2010. Kasus Emergency Kebidanan.Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif, Amin Huda. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi. Yogyakarta.
Mediaction
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: FKUI
Prawirohardjo, S., 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Varney, Helen. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta. EGC
Yulaikhah. 2019. Panduan Lengkap Kebidanan. Yogyakarta: Pallwall

Anda mungkin juga menyukai