Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN 1. Masa Nifas a.

Pengertian Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. (Muchtar, 1998 : 115). Periode post partum (puerperium) adalah jangka waktu 6 minggu, yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum kehamilan. (Bobak, 2000 : 716). Masa nifas atau post partum adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. (Hanifa, 1999 : 237). Post partum adalah masa setelah melahirkan dimana masa ini meliputi beberapa minggu pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil yang normal. (Cuningham, 1995 : 281). Pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa : Masa nifas disebut juga post partum atau puerperium, adalah masa penyembuhan dan pulihnya kembali alat-alat reproduksi sejak selesai melahirkan sampai pada keadaan normal, seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6 minggu. b. Periode Nifas 1) Periode Immediate post partum : terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. 2) Periode Early post partum : terjadi setelah 24 jam post partum sampai akhir minggu pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu post partum, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastic. 3) Periode late post partum : terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap. c. Adaptasi Fisiologis post Partum Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat, untuk menghindari terjadinya komplikasi. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Sistem Respirasi Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan

menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi. Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri. 2) Sistem Cardiovaskuler Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak mengalami perubahan antara lain : a) Cardiak Output Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan uteri. b) Volume dan Konsentrasi Darah Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada sel darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat post partum. Jumlah leukosit meningkat pada early post partum hingga nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi. Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien post partum dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak dibanding persalinan normal (600-800 cc).

3) Sistem Gastrointestinal Pada klien dengan post partum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu. Pemulihan kontraksi dan motilitas otot tergantung atau dipengaruhi oleh penggunaan analgetik dan anesthesia yang digunakan, serta mobilitas klien. Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus. Secara spontan mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa pahit pada mulut karena dipuasakan atau merasa mual karena pengaruh anesthesia umum. Sebagai akibatnya klien akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi serta gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal anesthesia tidak perlu puasa sebelumnya. 4) Sistem Reproduksi a) Payudara Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi ASI. Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum sama dengan keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar, keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan pada payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar. b) Involusi Uterus Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan retraksi ototnya akan menjadi keras sehingga dapat menutup/menjepit pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas inplantasi plasenta. Proses involusi uterus terjadi secara progressive dan teratur yaitu 1-2 cm setiap hari dari 24 jam pertama post partum sampai akhir minggu pertama saat tinggi fundus sejajar dengan tulang pubis. Pada minggu keenam uterus kembali normal seperti keadaan sebelum

hamil kurang lebih 50-60 gram. Pada seksio sesarea fundus uterus dapat diraba pada pinggir perut. Rasa tidak nyaman karena kontraksi uterus bertambah dengan rasa nyeri akibat luka sayat pada uterus terjadi setelah klien sadar dari narkose dari 24 jam post operasi. c) Endometrium Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas bersama lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan miometrium yang berisi kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruhnya

endometrium pulih kembali dalam minggu kedua dan ketiga. d) Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks dan vagina kecuali bila sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti post partum normal. Pada klien dengan seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka. e) Lochea Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama luka bekas inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina. Lochea merupakan

pembersihan uterus setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan desidua, sel-sel epitel dan bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu : (1) Lochea Rubra Keluar pada hari pertama sampai hari ketiga post partum. Warna merah terdiri dari darah, sel-sel desidua, vernik caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa-sisa selaput ketuban. (2) Lochea Serosa Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa-sisa jaringan dengan warna kuning kecoklatan, berlangsung hari keempat dan kesembilan post partum.

(3) Lochea Alba Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darah, berisi sel leukosit, sel-sel epitel dan mukosa serviks. Dimulai pada hari ke-10 sampai minggu ke 2-6 post partum (Cuningham, 195 : 288). Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika pengeluaran lochea berkepanjangan, pengeluaran lochea tertahan, lochea yang prulenta (nanah), aras nyeri yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan dan terjadi infeksi intra uterin. 5) Sistem Endokrin Kaji kelenjar tiroid, adakah pembesaran pada kelenjar tiroid, pembengkakan kelenjar getah bening dan kaji .juga pengeluaran ASI dan kontraksi uterus. 6) Sistem Perkemihan Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan bldder training. Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya. 7) Sistem Persarafan Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau penusukan pada anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada ekstremitas bawah. Klien dengan spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24 jam pertama. Kesadaran biasanya 8) Sistem Integumen Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat dari penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun pada beberapa wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan, kadang ada yang hyperpigmentasi yang menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat selama kehamilan

seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat dari penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi folikel rambut sehingga rambut tampak rontok. 9) Sistem Muskuloskletal Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum, terutama menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur akan kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan, pada klien post partum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot.

d. Adaptasi psikologis orangtua Ketika kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan kelahiran bayi. Perasaan emosi yang tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran bayi, terjadi perubahan psikologis yang cukup kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi pula oleh respon anggota keluarga terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh keluarga, perlu mempersiapkan diri secara psikologis dalam menerima kehadiran anggota keluarga baru. Beberapa adaptasi psikologis anatara lain : 1) Adaptasi parental Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal, ibu merupakan bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk berkembang dan tumbuh sebelum anak lahir. Proses menjadi orangtua tidak mudah dan sering menimbulkan konflik dan krisis komunikasi karena ketergantungan penuh bayi pada orangtua. Untuk menjadi orangtua diperlukan komponen yaitu : a) kemampuan kognitif dan motorik, merupakan komponen pertama dari respon menjadi orangtua dalam perawatan bayi. b) Kemampuan kognitif dan afektif merupakan komponen psikologis dalam perawatan bayi. Perasaan keibuan, kebapakan, dan pengalaman awal menjadi orangtua.

2) Fase maternal Tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut Rubin Maternal Phases yaitu : a) Taking in (periode ketergantungan) Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu berfokus pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu berusaha untuk mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya. b) Taking hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian) Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri. c) Letting go (fase mampu sendiri) Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir. Ibu melepas bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mapu menerima kenyataan. 3) Bounding attachment (perasaan kasih sayang yang meningkat) Bounding merupakan suatu hubungan yang berawal dari saling mengikat diantara orangtua termasuk orangtua dan anak, ketika pertama kali bertemu. Attachment adalah suatu perasaan ksih sayang yang meningkat satu sama lain setiap waktu dan bersifat unik dan memerlukan kesabaran ( Bobak, 2000 : 746). Hubungan antara ibu dengan bayinya harus dibina setiap saat untuk memperat rasa kekeluargaan. Kontak dini antara ibu, ayah danbayi disebut bounding attachment melalui touch/sentuhan, kontak mata, dan aroma. 4) Adaptasi ayah Kemampuan ayah dalam beradaptasi dengna kelahiran bayi dipengaruhi oleh keterlibatan ayah selama kehamilan, partisipasi saat persalinan, struktur keluarga,

identifikasi jenis kelamin, tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang cultural 5) Adaptasi sibling Biasanya kelahiran adik atau bayi dapat menjadi suatu perubahan pada sibling atau saudara, anak pertama le bih ingin mempertahankan dirinya lebih tinggi dari adik barunya.

2. Seksio Sesaria a. Pengertian Seksio sesaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningam, 1995 : 511). Seksio sesaria adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umr kehamilan lebih dari 28 minggu. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1999 : 229) Seksio sesaria adalh pembedahan untuk melhirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono Prawiroharjo , 1991 : 863) Pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Seksio sesaria adalah suatu cara persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umr kehamilan lebih dari 28 minggu.

b. Indikasi dilakukan seksio sesaria Tindakan seksio sesaria dilakukan bilamana diyakini bahwa penundaan perslinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya. Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan aman. Beberapa alasan/indikadi untuk dilakukan seksio sesaria yaitu : 1 ) Indikasi ibu a) Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu dan janin.

b) Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya bagi ibu maupun janin. c) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan lahir akibatnya bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina. d) Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan pada persalinan, sehingga persalinan mengalami hambatan/kemacetan. e) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan spontan. f) Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak persalian yang lama(lebih dari delapan tahun) 2) Indikasi janin a. Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 4000 gram, sehingga sulit melahirkannya b.Kelainan gerak, presentasi atau posisi ideal persalinan pervaginam adalah dengan kepala ke bawah/ sefalik c. Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam persalinan d.Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar serta terjadi peleberan sutura-sutura dan ubun-ubun, kepalka terlalu besar sehingga tidak dapat berakomodasi dengan jalan lahir.

Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan, apabila telah mengalami seksio sesaria atau menjalani operasi kandungan sebelumnya Ruptura uteri bisa terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi seperti seksio sesaria klasik, miomektomi (Muhtar, 1998 :289) misalnya ibu dengan riwayat mioma sehingga dilakukan miomektomi, sebaiknya persalinan berikutnya dengan

seksio sesaria untuk menghindari terjadinya ruptura uteri saat kontraksi uterus pada peresalinan spontan.

c. Jenis-jenis operasi seksio sesaria 1) Seksio sesaria klasik atau korporal yaitu insisi memanjang pada segmen atas uterus. 2) Seksio sesaria transperitonealis profunda yaitu insisi pada segmen bawah uterus. Teknik ini paling sering dilakukan. 3) Seksio sesaria ekstra peritonealis : rongga peritoneum tidak dibuka, dulu dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang dilakukan. 4) Seksio sesaria histerektomy : setelah seksio sesaria dilakukan histerektomy dengan indikasi atonia uteri, plasenta previa, mioma uteri, infeksi intra uterin yang berat.

d. Kontra indikasi 1) 2) 3) Janin mati Syok, akibat anemia berat yang belum diatasi Kelainan congenital berat

e. Komplikasi yang sering muncul pada tindakan seksio sesaria 1) Pada Ibu a) infeksi puerperalis/nifas bisa terjadi dari infeksi ringan yaitu kenaikan suhu beberapa hari saja, sedang yaitu kenikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung, berat yaitu dengan peritonitis dan ileus paralitik. b) Perdarah akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang terputus dan terluka pada saat operasi. c) Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang terpotong saat melakukan seksio sesaria. d) Resiko ruptura uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah mengalami pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat menciptakan garis kelemahan yang sangat beresiko untuk ruptur pada persalinan berikutnya. e) Endometritis yaitu infeksi atau peradangan pada endometrium.

2)

Pada Bayi a) Hipoxia b) Depresi pernapsan c) Sindrom gawat pernapasan d) Trauma persalinan

f. Perawatan setelah operasi Tindakan seksio sesaria tetap menghadapkan ibu pada trias komplikasi, sehingga memerlukan observasi dengan tujuan agar dapat mendeteksi kejadiannya lebih dini. Observasi trias komplikasi meliputi : 1) Kesadaran penderita a) pada anestesi lumbal Kesadaran penderita baik oleh karenanya ibu dapat mengetahui hampir semua proses persalinan b) pada anestesi umum pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan memberiokan o2 menjelang akhir operasi. 2) Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital a) pengukuran : - tensi, nadi, temperatur dan pernapasan - keseimbangan cairan melalui produksi urine, dengan perhitungan : produksi urine normal 500-600 cc pernapasan 500-600 cc penguapan badan 900-1000 cc - pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan perhitungan 20 tetes/menit (= 1 cc/menit) - infus setelah operasi sekitar 2x24 jam b) Pemeriksaan - paru-paru : bersihan jalan napas ronchi basal, untuk mengetahui adanya edema paru

- bising usus, menandakan berfungsinya usus (dengan adanya flatus) - perdarahan local pada luka operasi - kontraksi rahim, untuk menutup pembuluh darah perdarahan pervaginam : evaluasi pengeluaran lochea, atonia uteri meningkatkan perdarahan, perdarahan berkepanjangan.

3)

provilaksis antibiotika Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steril, infeksi asenden karena manipulasi vagina sehingga pemberian antibiotika sangat penting untuk menghindari terjadinya sepsis sampai kematian. Pertimbangan pemberian antibiotika : bersifat provilaksis bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi berpedoman pada hasil sensitivitas kualitas antibiotika yang akan diberikan cara pemberian antibiotika.

4)

mobilisasi penderita Konsep mobilisasi dini tetap memberikan landasan dasar, sehingga pulihnya fungsi alat vital dapat segera tercapai. a) mobilisasi fisik : - setelah sadar pasien boleh miring - berikutnya duduk, bahkan jalan dengan infus - infus dan kateter dibuka pada hari kedua atau ketiga b) mobilisasi usus - setelah hari pertama dan keadaan baik penderita boleh minum - diikuti makan bubur saring dan pada hari kedua ketiga makan bubur - hari keempat kelima nasi biasa dan boleh pulang.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan, untuk mengatasi, serta pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara efektif, terhadap masalah yang diatasinya. (Effedi, Nasrul,1995: 3). Proses keperawatan pada dasarnya adalah metode pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang berfokus pada respon manusia secara individu, kelompok dan masyarakat terhadap perubahan kesehatan baik actual maupun potesial. Proses keperawatan terdiri dari empat tahap yaitu : Pengkajian, Perecanaan, Implementasi dan Evaluasi, dimana masing-masing tahap saling berkaitan dan berkesinambungan satu sama lain.

1. Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 : 18). a. Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan awal dari pengkajian untuk mengumpulkan informasi tentang klien yang akan dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan kesehatan klien sehari-hari meliputi : 1) Identitas a) Identitas klien terdiri dari : nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, diagnosa medis, status marital, alamat. b) Identitas penanggung jawab terdiri dari : nama, umur, suku/bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat. 2) Status Kesehatan a) Keluhan Utama Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Biasanya klien akan mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.

b) Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan klien. Biasanya nyeri akan bertambah bila bergerak/mengubah posisi, nyeri berkurang jika klien diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diiris-iris/disayat-sayat, nyeri akan megganggu aktivitas terutma pada hari pertama post operasi, skala yer bervsariasi dari 2-4 (0-5). Dijabarkan dengan PQRST. c) Riwayat Kesehatan Yang Lalu Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu pada klien post seksio sesarea, apakah pernah mengalami operasi sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi obatobatan, hypertensi, penyakit system pernafasan, diabetes mellitus. d) Riwayat Kesehatan Keluarga Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hypertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental. e) Riwayat Obstetri dan Ginekologi (1) Riwayat ginekologi (a) Riwayat menstruasi Melalui siklus haid, lamanya, jumlahnya, sifat darah (warna, bau, cair/gumpal), dismenorhea, HPHT (Haid Pertama Haid Terakhir) dan taksiran persalinan. (b) Riwayat perkawinan Riwayat perkawinan (suami dan istri) meliputi usia perkawinan, umur klien saat menikah, pernikahan ke berapa. (c) Riwayat keluarga berencana Apakah klien sudah pernah menggunakan alat kontrasepsi sebelumnya, jenis kontrasepsi, berapa lama, rencana KB setelah melahirkan, untk dapat hamil lagi klien post seksio sesarea minimal 3 tahun. (2) Riwayat obstetri (a) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu

Perlu dikaji riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, apakah kehamilan, tanpa penyulit, control teratur, melahirkan dimana, ditolong oleh siapa, umur kehamilan, jenis persalinan, berat anak waktu lahir, masalah yang terjadi dan keadaan anak. Penyakit kandungan yang pernah dialami. (b) Riwayat kehamilan sekarang Usia kehamilan, keluhan selama hamil terutama yang dirasakan pada trimester pertama biasanya akan mengalami morning sikness, muntah, lesu dan sering kencing. Pada trimester kedua mulai dirasakan gerakan janin. Apakah ibu control secara teratur, riwayat pemberian TT dan obat yang dikonsumsi setiap hari, apakah keadaan janin selama kehamilan tidak ada kelaian, pernah dilakukan pemeriksaan panggul, keadaan panggulnya, keadaan uterusnya sehingga klien harus menjalani operasi seksio sesarea. (c) Riwayat persalinan sekarang Kaji pengetahuan klien tentang tindakan operasi yang dialaminya. Kaji jalannya operasi waktu dan lamanya operasi, jenis anesthesi, jenis operasi seksio sesarea. Kaji keadaan bayi saat partus, berat badan, panjang badan, kelainan congenital, nilai APGAR dalam satu menit pertama dan lima menit selanjutnya. Apakah bayi mengalami aspixia. Bagaimana involusi dan konsistensi uterus, apakah terjadi perdarahan, jumlahnya, keadaan ibu saat setelah operasi. 3) Pemeriksaan Fisik a) Pemeriksaan ibu (1) Keadaan Umum Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua biasanya klien masih lemah, tigkat kesadaran pada umumnya compos mentis, tanda-tanda vital biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil dimana ibu mulai masuk dalam fase taking hold. BB biasanya mendekati BB sebelum hamil.

(2)

Sistem Respirasi Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon tubuh terhadap nyeri, perubahan pola nafas terjadi apabila terdapat penumpukan secret akibat anesthesi.

(3)

Sistem Kardiovaskuler Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah biasanya mengalami penurunan. Bila terjadi peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg diastolic kemungkinan terjadi pre eklampsia dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Observasi nadi terhadap penurunan sehingga kurang dari 50x/menit kemungkinan ada shock hypovolemik, kaji apakah konjungtiva anemis sebagi akibat kehilangan darah operasi, kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga fungsi jantung. Pada tungkai bawah kaji adanya tanda-tanda tromboemboli periode post partum, seperti kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar betis perasaan tidak nyaman pada ekstremitas bawah, kaji ada tidaknya tanda-tanda humans positif dorso fleksi pada kaki.

(4)

Sistem Saraf Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi pada tungkai bawah pada klien dengan spinal anesthesi.

(5)

Sistem Pencernaan Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua keadaan mulut biasanya kering arena klien puasa pada klien dengan anesthesi umum, fungsi menelan baik, kecuali klien merasa tenggorokan terasa kering. Berbeda pada klien dengan anesthesi spinal tidak perlu puasa, kaji bising usus, apakah ada tanda distensi pada saluran cerna, apakah klien sudah BAB, atau flatus.

(6)

Sistem Urinaria Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali frekuensinya, kaji keadaan blass apakah ada distensi, bagaimana pola BAK klien, kecuali terpasang kateter, kaji warna urine, jumlah dan bau urine.

(7)

Sistem Reproduksi Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah simetris, adakah hyperpigmentasi pada areola, putting susu menonjol, apakah ASI sudah keluar.

Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen, karena pada bagian tengah abdomen terdapat luka, kaji kontraksi uterus, perasaan mulas adalah normal karena proses involusi. Tinggi fundus uteri pada post partum seksio sesarea hari kedua adalah 1-2 jari dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis dan umbilical. Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da baunya. Biasanya lochea berwarna merah, bau amis dan agak kental (lochea rubra). Kaji pengetahua klien tentang cara membersihkannya, berapa kali mengganti pembalut dalam sehari. (8) Sistem Integumen Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak post operasi klien belum melakukan aktivitas seperti biasa, kaji muka apakah ada hyperpigmentasi, kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi, balutan dan kebersihannya, luka balutan biasanya dibuka pada hari ke tiga. (9) Sistem Muskuloskletal Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah pergerakan klien kaku, apakah ekstremitas simetris, apakah klien mampu melakukan pergerakan ROM, tonus otot biasanya normal, tapi kekuatan masih lemah, terutama karena klien dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan sendi-sendi biasanya tidak ada keterbatasan. Kaji apakah ada diastasis rektus abdominalis. (10) Sistem Endokrin Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana produksi ASI, pada post partum akan terjadi penurunan hormone estrogen dan progesterone sehingga hormone prolaktin meningkatyang menyebabkan terjadinya produksi ASI dan hormone oksitosin yang merangsang pengeluaran ASI. Sehingga pada masa ini akan terjadi peningkatan produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan payudara bila bay tidak segera diteteki. 4) Pola Aktivitas Sehari-hari Pola aktivitas yang perlu dikaji adalah : sebelum hamil, selama hamil, selama dirawat di rumah sakit.

a) Nutrisi Kaji frekuensi makan, jenis makanan yang disukai dan tidak disukai, apakah makanan pantangan atau alergi, bagaimana nafsu makan klien, porsi makan (jumlah). b) Eliminasi Kaji frekuensi BAB, warna, bau dan kosistensi feses serta masalah yang dihadapi klien saat BAB. Kaji frekuensi BAK, warna, bau dan jumlah urine. c) Pola tidur dan istirahat Klien post partum seksio sesarea membutuhkan waktu tidur yang cukup, tapi sering mengalami masalah tidur karena perasaan yeri dan suasana rumah sakit. d) Personal hygiene Data yang perlu dikaji adalah mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku. Pada klien dengan post partum seksio sesarea hari ke 1-2 masih memerlukan bantuan dalam personal hygiene. e) Ketergantungan fisik Apakah klien suka merokok, minum-minuman keras, serta kaji apakah klien mengkonsumsi obat-obatan terlarang. 5) Aspek Psikososial a) Pola pikir dan persepsi Yang perlu dikaji adalah hubungan ibu dan bayi, respon ibu mengenai kelahiran, kaji pengetahuan klien tentang kondisi setelah melahirkan/setelah seksio sesarea. Dan hal apa yang perlu dilakukan setelah operasi seksio sesarea, kaji pengetahuan klien tentang laktasi, perawatan payudara dan perawatan bayi. b) Persepsi diri Kaji tingkat kecemasan dan sumber yang menjadi pencetus kecemasan, kaji rencana ibu setelah pulang dari rumah sakit untuk merawat bayi dan siapa yang membantunya dalam merawat bayi di rumah. c) Konsep diri Terdiri dari body image, peran diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri klien setelah menjalani seksio sesarea.

d) Hubungan komunikasi Kesesuaian antara yang diucapakan dengan ekspresi, kebiasaan bahasa dan adat yang dianut. e) Kebiasaan seksual Kaji pengetahuan klien tentang seksual post partum, terutama setelah seksio sesarea. Biasanya dapat dilakukan setelah melewatiperiode nifas (40 hari). f) Sistem nilai dan kpercayaan Kaji sumber kekuatan klien, kepercayaan klien terhadap sumber kekuatan, kaji agama yang klien anut, apakah klien suka menjalankan ibadah selama sakit. g) Pemeriksaan penunjang Klien post partum dengan seksio sesarea perlu pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan leukosit. h) Therapi Biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik dan vitamin.

b.Analisa Data Analisa data adalah kemampuan menigkatkan data dengan menghubungkan data tersebut dengan data dari konsep teori serta prinsip yang relevan untuk mebuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan rencana keperawatan pasien (Effendi, 1995 : 24). Jadi analisa data adalah membuat kesimpulan dari data-data yang terkumpul. Adapun masalah-masalah yag ditemukan pada klien post seksio sesarea adalah : 1) Resiko perdarahan Adanya tindakan operasi megakibatkan terjadiya perdarahan, yang akan menurunkan tekanan pengisian sistemik rata-rata dan akan menurunkan aliaran balik vena. Sebagai akibat, curah jantung turun dibawah normal dan volume darah berkurang untuk dipompakan ke seluruh tubuh sehingga mengakibatkan sirkulasi darah tidak memadai yang pada akhirnya terjadi hypovolemik. 2) Resiko tidak efektifnya jalan nafas Klien yang dioperasi dengan pemberian anesthesia umumpada saat operasi dilakukan pemasangan alat dan obat-obatan yang merangsang mukosa yang mengakibatkan

pengeluaran secret dalam jalan nafas yang akan menghalangi jalan nafas sedang pada klien dengan spinal aesthesi hal ini tidak terjsadi. 3) Gangguan rasa nyaman nyeri pada daerah operasi Karena adanya tindakan seksio sesarea menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan sehingga merangsang pengeluaran zat proteolitik : serotonin dan bradikinin kemudian impuls nyeri dihantarkan melalui medulla spinalis ke ganglia radiks posterior (subtansia gelatinosa sebagai reseptor nyeri) diteruskan ke thalamus melalui conue posterior traktus lateral spinothalamikus dan diinterpretasikan oleh kortex, sehingga nyeri dipersepsikan sebagai akibatnya terjadi gangguan rasa nyaman : nyeri. 4) Resiko terjadinya infeksi Dengan adanya luka sayatan pada daerah abdomen merupakan media yang baik untuk invasi mikroorganisme pada daerah luka operasi sehingga resiko untuk terjadinya infeks 5) Resiko gangguan elimiasi : BAK Klien post operasi dilakukan pemasangan kateter, apabila posisi kateter tidak tepat mengakibatkan pengeluaran urine tidak lancer bahkan tersumbat, sehingga urine tidak dapat keluar dan tertahan di dalam blass yang mengakibatkan blass tegang (distensi). 6) Resiko/actual gangguan proses laktasi Klien post seksio sesarea diraat terpisah dengan bayinya utuk sementara. Rangsangan hisapan bay sangat mempengaruhi laktasi. Tidak adanya hisapan bay mengakibatkan tidak ada rangsangan pada hypothalamus sehingga oksitosi tidak terangsag untuk dikeluarkan dan tidak dapat mengalir tetapi membendung dalam duktus laktoferus yang menyebabkan terhambatnya sirkulasi dalam vena dan limfe sehingga proses laktasi terganggu. 7) Resiko gangguan involusi uterus Proses involusi totalnya terjadi dalam 6 minggu yang dimulai segera setelah melahirkan dengan didahului oleh kontraksi uterus yang kuat. Pada keadaan subinvolusi yaitu factor yang menyebabkannya antara lain karena ketinggalan sisasisa plasenta dalam uterus dan endometritis, sehingga akan menghambat kotraksi uterus yang mengakibatkan gangguan involusi.

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (actual) dan kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana pemecahannya dalam batas wewenang perawat. Diagnosa keperawatan yag mungkin muncul pada klien seksio sesarea antara 1 jam sampai 5 hari post operasi adalahj sebagai berikut : (Dongoes, 2001 :381-413). 1. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan pengaruh anesthesi, imobilisasi, infeksi paru. 2. Resiko : syock hypovolemik berhubungan dengan perdarahan akibat tindakan operasi seksio sesarea, kecapaian otot myometrium akibat persalinan lama, pengaruh oksitosin. 3. Resiko tromboemboli berhubungan dengan imobilisasi, haemokonsentrasi akibat kehilangan plasma darah dan peningkatan bekuan darah. 4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih. 5. Resiko infeksi : peritonitis, endometritis, cystitis, nefritis berhubungan dengan luka yang basah, keterlambatan involusi uterus, rupture me,bran lebih dari 6 jam sebelum seksio sesarea, terpasang dower kateter. 6. Gangguan pemasukan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia. 7. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan gerakan usus akibat anesthesia, imobilisasi, penekanan usus akibat penumpukan gas, diet asupan cairan. 8. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan terpasangnya kateter, retensi urine. 9. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia, terpasang infus. 10. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi : perubahan post seksio sesarea, laktasi, seksual post seksio sesarea, ambulasi dini berhubungan dengan kurang informasi pada nulipara/primipara. 11. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua, tidak bisa melahirkan pervaginam dan tindakan seksio sesarea.

12. Gangguan konsep diri : harga diri rendah, gambaran diri rendah berhubungan dengan perasaan tidak adekuat karena melahirkan seksio sesarea. 13. Actual atau potensial gangguan hubungan orang tua anak berhubungan dengan persepsi diri yang negative terhadap kelahiran seksio sesarea.

3. Intervensi Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan kebutuhan pasien dan pelaksanaan tindakan keperawatan. Dengan demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan pada klien post partum dengan seksio sesarea menurut (Dongoes, 1994 : 417). a. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan pengaruh anesthesia, imobilisasi, infeksi paru. Tujuan : Dalam waktu 24 jam pertama post operasi, pola nafas tidak terganggu. Criteria Evaluasi : Respirasi rate normal (18-24x/menit), suara paru vesikuler. Intervensi - Kaji ulang denyut nadi and frkuensi nafas setiap 4 jam sekali dan bila sudah satbil atau kondisi membaik setiap 8 jam sekali. - Kaji ulang suara nafas tiap 4 jam sekali, catat adanya rales, dispnea, nyeri dada, sputum mukopurulen, serta retraksi interkostalis atau adakah pernafasan cuping hidung. Rales menandakan secret bertumpuk dan biasanya terjadi dalam 24 jam pertama post seksio sesarea. Tiadaka ada suara paru menandakan Adanya ateleksitasis retraksi atau otot Rasional Tachikardi dan peningkatan respirasi

menandakan hypoksia.

pneumonia. - Anjurkan nafas dan batuk efektif setiap 2 sampai 4 jam sekali sambil menekan luka insisi dengan tangan atau bantal. - Berikan pasien posisi semi fowler (30-45 c) stelah anesthesia hilang. -

pernafasan yang berlebih. Nafas dalam dapat meningkatkan volume paru dan batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari bronchus atau jalan nafas. Untuk meningkatkan diameter dada dan mengurangi penekanan diafragma oleh

- Berikan pasien minum air hangat setelah 6 jam post operasi (setelah klien boleh minum) sedikt demi sedikit atau bertahap. - Anjurkan -

perut. Air hangat dapat mengencerkan secret. Setelah 6 jam reaksi atau pengaruh obat anesthesia berkurang shingga aspirasi

untuk

meningkatkan

aktivitas -

dapat dicegah. Aktivitas dapat meningkatkan kebutuhan oksigen dan meningkatkan pernafasan.

sesuai dengan kemampuan.

b. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan akibat tindakan operasi seksio sesaria Tujuan : Dalam waktu 48 jam syok hipovolemik tidak terjadi Kriteria Evaluasi : Tanda tanda vital normal ( tensi : Systol tidak kurang dari 100 mmHg, diastole tidak kurang dari 60 atau 70 mmHg ). Haemoglobin normal 12-16 gr/dl, Hematokrit dalam batas normal (tidak kurang dari 33%). Intervensi Monitor intake output, catat warna urine, konsentrasi dan kandungannya. Rasional Bila dalam urine ada darah menunjukan trauma kandung kemih saat bedah atau pemasangan kateter. Kaji riwayat sebelumnya tentang kelelahan myometrium, insisi klasik. Observasi ulang tanda-tanda vital dan keadaan kulit setiap 4 jam sekali, bila stabil setiap 8 jam sekali, serta keadaan Incisi klasik biasanya kehilangan darah lebih luas dan lebih besar. Peningkatan tekanan darah menunjukan adanya hipertensi, hipotensi dan

tachichardi menandakan dehidrasi atau shock, kulit dingin menandakan hilangnya volume darah 30-50%. Keadaan

konjungtiva dan CRT.

konjungtiva dan CRT menunjukan efektif atau tidaknya aliran darah pada perifer. Kaji luka dari perdarahan, catat jam dan Luka yang berdarah menandakan adanya

tanggal bila perdarahan banyak. Catat jenis dan jumlah lochea yang keluar.

komplikasi. Kontraksi uterus yang keras menandakan perdarahan. Lochea keluar normal bebas dari gumpalan, fundus berada dibawah umbilicus dan kontraksi teratur.

c. Resiko Thromboemboli berhubungan dengan immobilisasi, Hemokonsentrasi, akibat kehilangan plasma darah dari peningkatan darah. Tujuan : Dalam waktu 2 hari tidak terjadi thromboemboli Kriteria Evaluasi : Tidak terdapat tanda-tanda kemerahan, bengkak, panas. Klien melakukan mobilisasi Intervensi Kaji ulang ekstremitas bawah dari tandatanda thromboemboli yaitu terasa hangat dan merah. Anjurkan klien latihan lutut dan kaki dan ambulasi dini. Rasional Thromboemboli terjadi bila kehilangan plasma darah yang banyak pengaruh

anesthesia atau immobilisasi Untuk meningkatkan aliran darah vena dan mencegah statis pada ekstremitas bawah untuk menghindarkan resiko

thromboemboli.

d. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih. Tujuan : Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang Kriteria evaluasi : Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi 18-24 x/menit), tidak meringis, kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri.

Intervensi

Rasional Untuk mengenal indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.

Tentukan skala nyeri dan intensitas nyeri, pantua tekanan darah, nadi dan pernafasan setiap 4 jam.

Anjurkan klien untuk menggunakan teknik relaksasi dan nafas dalam serta teknik distraksi (untuk nyeri ringan dan sedang).

Relaksasi mengurangi menghambat

dan

nafas

dalam otot nyeri

dapat dan serta

ketegangan rangsang

menambah pemasukan oksigen. Distraksi mengganggu stimulus nyeri tetapi tidak mengubah intensitas nyeri, paling baik Anjurkan posisi tidur miring. Berikan obat analgetik sesuai order untuk periode pendek. Mempermudah pengeluaran gas Analgetik bersifat menghambat reseptor nyeri, sehingga persepsi nyeri

berkurang/hilang

e. Resiko Infeksi : Peritonitis, Cytitis, Nefritis, berhubungan dengan luka yang basah, keterlambatan involusi uterus, rupture membrane lebih dari 6 jam sebelum seksio sesaria Tujuan : Dalam 3 hari post operasi, infeksi tidak terjadi Kriteria evaluasi : Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi 60-80 x/menit, suhu tidak lebih dari 38 0C), Insisi kering, lochea tidak berbau busuk, uterus tidak lembek. Intervensi Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic dan anti septic. Rasional Akan meminimalkan dan dan atau mencegah masuknya

kontaminasi

mikroorganisme. Observasi adanya tanda-tanda infeksi pada Akan memudahkan intervensi lebih dini

daerah luka : dolor, kalor, rubor dan function laesa. Berikan antibiotic sesuai order dan

dan intervensi selanjutnya.

Antibiotik bersifat bakterisida dan adanya leukositosis merupakan salah satu tanda infeksi.

kolaborasi untuk pemeriksaan leukosit.

Anjurkan untuk makan makanan tinggi protein, vitamin C dan zat besi.

Protein dan viatamin C dibutuhkan untuk pertumbuhan jaringan dan zat besi untuk pembentukan hemoglobin.

f. Gangguan pemasukan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat. Tujuan : Dalam Waktu 3 Hari nutrisi terpenuhi Kriteria Evaluasi : Nafsu makan bertambah dan asupan nutrisi adequate. Intervensi Berikan dan jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan pemberian infuse Rasional Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bila lewat oral belum memungkinkan atau bising usus sangat lemah. Buatkan makanan sedcara bertahap dari cair , lunak dan makanan bila bising usus sudah normal Anjurkan makan sedikit-sedikit tapi sering. Untuk menghindari mual, sehingga intake adequate. Bising usus normal antara 6-12 x/menit, makanan baru dapat dicerna.

g. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan gerak usus akibat anesthesia, Immobilisasi, penekanan usus akibat penumpukan gas, diet asupan cairan. Tujuan : Dalam waktu 3 hari tidak terjadi konstipasi Kriteria Evaluasi :

Bising usus normal (6-12 x/menit), klien dapat BAB pada hari ke 3 post partum. Intervensi Auskultasi ulang bising usus pada 4 area selama 1 menit setiap 4 jam sekali. Bila normal tiap 8 jam sekali. Berikan Hidrasi (minum) setelah bising usus terdengar. Rasional Bising usus menurun pada hari ke 1 post operasi, membaik pada hari ke 2 dan aktif pada hari ke 3. Bising usus yang lemah meningkatkan absorpsi cairan di usus dan kolon dan cairan menghindari faeces yang keras. Anjurkan makanan tinggi serat. Lakukan enema bila tidak dapat BAB. Untuk merangsang bising usus Untuk merangsang mengencerkan Faeces.

h. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan terpasang kateter, retensi urine. Tujuan : Dalam waktu 2 hari pola eliminasi urine tidak terganggu. Kriteria Evaluasi : KLien dapat Buang air kecil setelah diangkat kateter dan terhindar dari infeksi system urine. Intervensi Rawat perineum dan kateter secara rutin dan teratur. Tempatkan kantung kencing bila dipasang kateter lebih rendah dari pasien. Ajarkan teknik merangsang kencing setelah diangkat kateter seperti siram daerah kandung kemih dengan air dan anjurkal klien duduk. Rasional Mencegah agar tidak mendukung

pertumbuhan bakteri. Untuk mencegah refluk, sehingga tidak tumbuh bakteri Klien biasanya bisa buang air kecil setelah 6-8 jam setelah pengangkatan kateter. Posisi duduik dapatmenimbulkan rasa

penuh sehingga klien terangsang untuk kencing.

Angkat kateter sesuai ketentuan biasanya 6-12 jam post operasi

Untuk menghindari pertumbuhan bakteri.

i. Aktifitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia, terpasang infuse. Tujuan : Dalam waktu 3 hari aktivitas tidak terganggu. Kriteria Evaluasi : Klien dapat melakukan personal Hygiene (ADL) Intervensi Rubah posisi klien setiap 1 jam sampai 2 jam sekali, anjurkan nafas dalam dan latihan kaki Bantu dan ajarkan klien dalam memenuhi ADL Kaji tipe anestesi jika epidural anestesi anjurkan klien tidur 6-8 jam tanpa bantal Rasional Untuk menghindari komplikasi setelah bedah seperti dekubitus dan tromboemboli. Meningkatkan kemandirian klien dan

memenuhi kebutuhan klien Untuk mencegah komplikasi dan perasaan nyeri

j. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi : perubahan post seksio sesaria, laktasi, seksual post seksio, ambulasi dini berhubungan dengan kurang informasi nulipara Tujuan : Setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan dan demonstrasi (minimal 3 kali pertemuan) pengetahuan klien bertambah tentang perawatan diri dan bayi. Criteria evaluasi: Klien mengetahui dan mendemontrasikan tentang perawatan diri dan bayi. Intervensi Berikan informasi tentang perawatan diri seperti perawatan vulva, perawatan luka, dan kebersihan diri. Berikan informasi perawatan bayi seperti tali pusat dan memandikan Berikan penjelasan kembali tentang seksio Untuk meningkatkan keterlibatan klien dengan bayi Membantu klien mempunyai pandangan Rasional Untuk mencegah terjadinya infeksi dan mempercepat kesembuhan

sesaria Beri penjelasan dan ajarkan tentang

positif tentang seksio sesaria Meningkatkan minat untuk memberikan laktasi dan mencegah gangguan laktasi Mencegah kehamilan terlalu cepat

laktasi/menyusui dan perawatan payudara Beri penjelasan tentang hubungan seksual post partum dan pemakaian alat kontrasepsi

k. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua Tujuan : Setelah diberi penjelasan (minimal dalam 2 kali pertemua) rasa cemas berkurang atau hilang. Kriteria Evaluasi Klien dan keluarga mengungkapkan perasaannya dan mempunyai cara untuk mengatasinya. Intervensi Anjurkan perasaanya Berikan penjelasan tentang kondisi klien dan bayinya. Anjurkan dan bantu koping untuk untuk mengungkapkan Rasional Mendukung dan mendorong emosi klien sehingga merasa diperhatikan Memberikan perasaan tenang karena

kondisinya dan bayi dalam keadaan baik Membantu memfasilitasi peran sebagai ibu baru sehingga cemas berkurang

mengatasi masalah

l. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan perasaan tidak adekuat karena melahirkan melalui seksio sesaria Tujuan Setelah diberi penjelasan dan motivasi selama minimal 3 kali pertemuan harga diri klien tidak terganggu Criteria Evaluasi Klien dapat mengungkapkan perasaan dan pandangan terhadap kelahiran.

Intervensi Kaji respon keluarga tentang seksio sesaria dan berikan penjelasan tentang seksio sesaria Berikan penjelasan setelah seksio pada kelahiran selanjutnya yaitu bisa lewat vagina jika tidak ada komplikasi

Rasional Seksio sesaria dilakukan untuk menolong bayinya Untuk meningkatkan harga diri klien dengan tidak beranggapan satu kali seksio tetap seksio

m. Actual atau potensial gangguan hubungan orang tua dan anak berhubungan dengan persepsi diri yang negative terhadap kalahiran seksio sesaria Tujuan : Dalam waktu 24 jam tidak ada hubungan antara orang tua dan bayi Criteria Evaluasi : Klien ikut dalam perawatan bayi. Intervensi Dengarkan klien dan pasangan saat Rasional Untuk membantu memecahkan masalah hubungan orang tua dan bayinya saat Untuk meningkatkan hubungan klien dan orang tua

mengungkapkan perasaan negative Dengarkan klien dan pasangan

mengungkapkan perasaan negative tentang bayi dan dirinya Libatkan orang tua dalam perawatan bayinya Kaji ulang persiapan orang tua dalam menerima proses persalinan

Orrsng tua akan menerima bayinya bila sudah siap

4. Implementasi Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksaan dari rencana yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya perawat menerapkan pengetahuan, sikap dan keterampilan berdasarkan Ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu yang terkait secara terintegrasi. 5. Evaluasi Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengukur keberhasilan dari tujuan yang ingin dicapai selanjutnya dilakukan penilaian tiap hari melalui catatan perkembangan. Evaluasi yang diharapkan pada pasien post SC adalah n. Ibu pulang dengan keadaan kondisi fisik dan emosi yang baik dengan tidak ada tanda-tanda infeksi. o. Involusi berlanjut secara normal. p. Bounding telah dilakukan dan dimulai antara ibu dan anak. q. Ibu memahami perawatan luka insisi, perawatan payudara, perawatan tali pusat. 6. Dokumentasi Setelah melakukan asuhan keperawatan setiap data, rencana maupun tindakan serta evaluasi yang harus dilakukan harus didokumentasikan.Hal ini dilakukan agar dapat diketahui bagaimana perkembangan klien tiap harinya.

DAFTAR PUSTAKA Bobak. 2000. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta. Cunningham. 1995. Obstatri Williams. Jakarta : EGC

Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC Wiknjosastro. Hanifa. Prof. Dr. 1992. Ilmu Kebidanan, Edisi III.. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai