Anda di halaman 1dari 23

makalah askep INFEKSI NIFAS (reproduksi) BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Kasus infeksi nifas sering terjadi. Namun akan sembuh dengan pengobatan yang benar dan baik. Menurut derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi,diikuti peritonitis umum dan piemia. Infeksi post partum bila tidak diatasi dengan baik dan profesional sering mengalami kematian. Terutama bila sumber infeksi telah menjalar pada organ-organ vital. Dengan majunya ilmu keperawatan, mahasiswa keperawatan diharapkan mampu mengetahui asuhan keperawatan yang komprehensif yang dapat di manifestasikan dengan memberikan perawatan post partum untuk mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi. Mahasiswa perawat juga diharapkan mampu dalam memberikan penyuluhan kesehatan sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan untuk membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal. B. Tujuan Tujuan Umum Memberikan penjelasan mengenai infeksi nifas dan gangguan psikologi post partum Tujuan Khusus a. Menjelaskan teori dan konsep terkait dengan infeksi nifas dan gangguan psikologi post partum b. Memaparkan proses terjadinya infeksi nifas dan gangguan psikologi post partum c. Menerapkan teori dan konsep tersebut dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita infeksi nifas dan gangguan psikologi post partum C. Manfaat Manfaat yang diharapkan dengan diperolehnya materi-materi pada makalah ini adalah: 1. Sebagai suatu sarana untuk meningkatkan pengetahuan yang telah didapat dari materi infeksi nifas dan gangguan post partum yang sebenarnya. 2. Sebagai masukan bagi semua mahasiswa dalam upaya menjelaskan maupun berdiskusi dalam perkuliahan. 3. Dapat digunakan sebagai acuan dan referensi dalam pembelajaran BAB II ISI A. Definisi Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu (Fairer, Helen, 2001:225) Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira enam minggu (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Ne'bnatal, 2001:122) Masa nifas atau masa puerperium mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira enam minggu (Wiknjosastro, Hanifa, 1999: 237) Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, Rustam, 1998:115)

Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan. Suhu 38 C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat kali sehari B. Fisiologi post partum Infeksi nifas setelah pervagina terutama mengenai tempat implantasi plasenta dan desidua serta miometrium didekatnya. Pada sebagian kasus, duh yang keluar berbau, banyak, berdarah dan kadangkadang berbusa. Pada kasus lain duh hanya sedikit. Involusi uterus dapat terhambat. Potongan mikroskopis munghkin memperlihatkan lapisan bahan nkrotik di superficial yang mengandung bakteri dan sebukan leukosit padat. Sewaktu persalinan, bakteri yang mengkoloni servik dan vagina memperoleh akses ke cairan amnion, dan post partum bakteri-bakteri ini akan menginvasi jaringan mati di tempat histerektomi. Kemudian terjadi seluletis para metrium dengan infeksi jaringan ikat fibroareolar retroperitonium panggul. Hal ini dapat disbabkan oleh penyebaran limfogen ogranisme dari tempat laserasi servik atau insisi/ laserasi uterus yang terinfeksi. Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat, untuk menghindari terjadinya komplikasi. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Sistem Respirasi Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi. Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri. 2. Sistem Cardiovaskuler Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak mengalami perubahan antara lain : a. Cardiak Output Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan uteri. b. Volume dan Konsentrasi Darah Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada sel darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat post partum. Jumlah leukosit meningkat pada early post partum hingga nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi. Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien post partum dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak dibanding persalinan normal (600-800 cc). 3. Sistem Gastrointestinal Pada klien dengan post partum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu. Pemulihan kontraksi dan motilitas otot tergantung atau dipengaruhi oleh penggunaan analgetik dan anesthesia yang digunakan, serta mobilitas klien. Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus. Secara spontan mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa pahit pada mulut karena dipuasakan atau merasa mual karena pengaruh anesthesia

umum. Sebagai akibatnya klien akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi serta gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal anesthesia tidak perlu puasa sebelumnya. 4. Sistem Reproduksi a. Payudara Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi ASI. Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum sama dengan keadaan dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar, keras dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi. Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan pada payudara ibu, sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai macam hormon sehingga ASI dapat keluar. b. Involusi Uterus Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan retraksi ototnya akan menjadi keras sehingga dapat menutup/menjepit pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas inplantasi plasenta. Proses involusi uterus terjadi secara progressive dan teratur yaitu 1-2 cm setiap hari dari 24 jam pertama post partum sampai akhir minggu pertama saat tinggi fundus sejajar dengan tulang pubis. Pada minggu keenam uterus kembali normal seperti keadaan sebelum hamil kurang lebih 50-60 gram. Pada seksio sesarea fundus uterus dapat diraba pada pinggir perut. Rasa tidak nyaman karena kontraksi uterus bertambah dengan rasa nyeri akibat luka sayat pada uterus terjadi setelah klien sadar dari narkose dari 24 jam post operasi. c. Endometrium Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas bersama lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan miometrium yang berisi kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruhnya endometrium pulih kembali dalam minggu kedua dan ketiga. d. Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks dan vagina kecuali bila sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti post partum normal. Pada klien dengan seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka. e. Lochea Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama luka bekas inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina. Lochea merupakan pembersihan uterus setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan desidua, sel-sel epitel dan bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu : 1. Lochea Rubra Keluar pada hari pertama sampai hari ketiga post partum. Warna merah terdiri dari darah, sel-sel desidua, vernik caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan sisa-sisa selaput ketuban. 2. Lochea Serosa Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa-sisa jaringan dengan warna kuning kecoklatan, berlangsung hari keempat dan kesembilan post partum. 3. Lochea Alba Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darah, berisi sel leukosit, sel-sel epitel dan mukosa serviks. Dimulai pada hari ke-10 sampai minggu ke 2-6 post partum (Cuningham, 195 : 288). Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika pengeluaran lochea berkepanjangan, pengeluaran lochea tertahan, lochea yang prulenta (nanah), aras nyeri yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan dan terjadi infeksi intra uterin. 5. Sistem Endokrin

Kaji kelenjar tiroid, adakah pembesaran pada kelenjar tiroid, pembengkakan kelenjar getah bening dan kaji .juga pengeluaran ASI dan kontraksi uterus. 6. Sistem Perkemihan Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan bldder training. Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya. 7. Sistem Persarafan Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau penusukan pada anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada ekstremitas bawah. Klien dengan spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24 jam pertama. Kesadaran biasanya 8. Sistem Integumen Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat dari penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun pada beberapa wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan, kadang ada yang hyperpigmentasi yang menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat selama kehamilan seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat dari penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi folikel rambut sehingga rambut tampak rontok. 9. Sistem Muskuloskletal Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum, terutama menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding abdomen sering tampak lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara berangsur akan kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan, pada klien post partum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot. Adaptasi psikologis orangtua Ketika kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan kelahiran bayi. Perasaan emosi yang tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran bayi, terjadi perubahan psikologis yang cukup kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi pula oleh respon anggota keluarga terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh keluarga, perlu mempersiapkan diri secara psikologis dalam menerima kehadiran anggota keluarga baru. Beberapa adaptasi psikologis anatara lain : 1) Adaptasi parental Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal, ibu merupakan bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk berkembang dan tumbuh sebelum anak lahir. Proses menjadi orangtua tidak mudah dan sering menimbulkan konflik dan krisis komunikasi karena ketergantungan penuh bayi pada orangtua. Untuk menjadi orangtua diperlukan komponen yaitu : a. kemampuan kognitif dan motorik, merupakan komponen pertama dari respon menjadi orangtua dalam perawatan bayi. b. Kemampuan kognitif dan afektif merupakan komponen psikologis dalam perawatan bayi. Perasaan keibuan, kebapakan, dan pengalaman awal menjadi orangtua. 2) Fase maternal Tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut Rubin Maternal Phases yaitu : a. Taking in (periode ketergantungan)

Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu berfokus pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu berusaha untuk mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya b. Taking hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian) Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri. c. Letting go (fase mampu sendiri) Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir. Ibu melepas bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mapu menerima kenyataan. 3) Bounding attachment (perasaan kasih sayang yang meningkat) Bounding merupakan suatu hubungan yang berawal dari saling mengikat diantara orangtua termasuk orangtua dan anak, ketika pertama kali bertemu. Attachment adalah suatu perasaan ksih sayang yang meningkat satu sama lain setiap waktu dan bersifat unik dan memerlukan kesabaran ( Bobak, 2000 : 746). Hubungan antara ibu dengan bayinya harus dibina setiap saat untuk memperat rasa kekeluargaan. Kontak dini antara ibu, ayah danbayi disebut bounding attachment melalui touch/sentuhan, kontak mata, dan aroma. 4) Adaptasi ayah Kemampuan ayah dalam beradaptasi dengna kelahiran bayi dipengaruhi oleh keterlibatan ayah selama kehamilan, partisipasi saat persalinan, struktur keluarga, identifikasi jenis kelamin, tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang cultural 5) Adaptasi sibling Biasanya kelahiran adik atau bayi dapat menjadi suatu perubahan pada sibling atau saudara, anak pertama le bih ingin mempertahankan dirinya lebih tinggi dari adik barunya. Perjalanan penyakit Apabila timbul demam post partum kita harus mencurigai kemungkinan infeksi uterus. Demnam mungkin setara dengan luas infeksi, dan apabila terbatas di endometrium (desidua) dan miometrium superficial, kasus biasanya ringan dan demamnya minimal. Biasanya suhu lebih dari 38 sampai 39 0C. demam dapat disertai menggigil dan mengisyaratkan adanya bakterimia, yang terbukti yang terjadi pada 10-20 % wanita dengan infeksi panggul setelah seksio sesaria. Denyut nadi biasanya mengikuti kurva sushu. Wanita yang bersangkutan biasanya mengeluh nyeri abdomen, dan pada pemeriksaan abdomen dan bimanual di jumpai nyeri tekan tekan parametrium. Karena nyeri insisi, nyeri tekan abdomen dan fundus uterus mungkin lebih bermanfaat untuk memastikan diagnosis metrititis setelah perlahiran pervaginam daripada seksio sesaria. Bahkan pada tahap awal sudah dapat timbuh duh berbau; namun, pada banyak wanita dijumpai lokea berbau tidak enak tanpa tanda-tanda infeksi yang lain. Sebagian infeksi dan terutama yang disebabkan oleh streptokokus hemolitikus grup A, sering disertai dengan lokea yang sedikit dan tidak berbau. Lekositosis dapat berkisar dari 15000-30000 sel/l. Rata-rata peningkatan hitung leukosit post partum adalah 22 % (hartmann dkk.,2000). Dengan demikian, setelah mengeksklusi kausa lain, demam merupakan criteria terpenting untuk diagnosis metrititis post partum. Apabila proses terbatas diuterus, sushu dapat kembali ke normal tanpa terapi antimikroba. Memang metritis local mungkin salah didiagnosis sebagai infeksi saluran kemih, pemmbengkakan payudara, atau atelektaksisi paru. Tanpa terapi, selulitis uterus dan panggul akan memburuk: namun, dengan terapi antimikroba yang sesuai penyebuhan biasanya cepet terjadi.

Manifestasi klinis Infeksi postpartum dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu : 1. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium. Gejalanya berupa rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, kadang-kadang perih saat kencing. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat, suhu sekitar 38 derajat selsius dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka yang terinfeksi, tertutup jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40 derajat selsius, kadang-kadang disertai menggigil. 2. Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe dan permukaan endometrium. Endometritis : Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek. Septikemia : Sejak permulaan, pasien sudah sakit dan lemah. Sampai 3 hari pasca persalinan suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil. Suhu sekitar 39-40 derajat selsius, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat (140-160 kali per menit atau lebih). Pasien dapat meninggal dalam 6-7 hari pasca persalinan. Piemia : Tidak lama pasca persalinan, pasien sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat. Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman dengan emboli memasuki peredaran darah umum. Ciri khasnya adalah berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai menggigil lalu diikuti oleh turunnya suhu. Lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis. Peritonitis : Pada peritonotis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, dan ada defense musculaire. Muka yang semula kemerah-merahan menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat fasies hippocratica. Pada peritonitis yang terbatas didaerah pelvis, gejala tidak seberat peritonitis umum. Peritonitis yang terbatas : pasien demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum tidak baik. Bisa terdapat pembentukan abses. Selulitis pelvik : Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, patut dicurigai adanya selulitis pelvika. Gejala akan semakin lebih jelas pada perkembangannya. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah uterus. Di tengah jaringan yang meradang itu bisa timbul abses dimana suhu yang mula-mula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai menggigil. Pasien tampak sakit, nadi cepat, dan nyeri perut.

C. Etiologi Bermacam-macam: Eksasogen : kuman datang dari luar. Autogen : kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh.

Endogen : dari jalan lahir sendiri. Selain itu infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh: Streptococcus haemolytieus aerobicus merupakan sebab infeksi yang paling berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain). Staphylococcus aerus menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi infeksi umum. Banyak ditemukan di RS dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. E. coli berasal dari kandung kemih atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium. Clostridium Welchii, bersifat anaerob. Jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis. Organisme yang menyerang bekas implantasi plasenta atau laserasi akibat persalinan adalah penghuni normal serviks dan jalan lahir, mungkin juga dari luar. Biasanya lebih dari satu spesies. Kuman anaerob adalah kokus gram positif (peptostreptokok, peptokok, bakteriodes dan clostridium). Kuman aerob adalah berbagai macam gram positif dan E. coli. Mikoplasma dalam laporan terakhir mungkin memegang peran penting sebagai etiologi infeksi nifas. Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi dan penyebabnya : Perdarahan postpartum dini a. Atonia uteri Definisi : Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.

Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah : Regangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim. Infeksi intrauterin (korioamnionitis) Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya. Umur yang terlalu muda / tua Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi Gejala Klinik : Perdarahan pervaginam masif Konstraksi uterus lemah anemia Konsistensi rahim lunak, 12 Diagnosis : bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih konstraksi yang lembek.

Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti. 13 Penanganan : Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. 13 Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut : a. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen. b. Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara : Masase fundus uteri dan merangsang puting susu Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c Memberikan derivat prostaglandin Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rektal Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal Kompresi aorta abdominalis c. Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi. b. Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Klinik : Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir Uterus kontraksi dan keras Plasenta lengkap Pucat dan Lemah Perlukaan jalan lahir terdiri dari: Robekan Perineum HematomaVulva Robekan dinding vagina Robekan serviks Ruptura uteri Robekan Perineum Dibagi atas 4 tingkat Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang atau melingkar. Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks. Pengelolaan Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva

Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit. 1. Robekan perineum tingkat I Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight). 2. Robekan perineum tingkat II Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secara terputusputus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur. 3. Robekan perineum tingkat III Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat II. 4. Robekan perineum tingkat IV Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota. Hematoma vulva 1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres. 2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar. Robekan dinding vagina 1. Robekan dinding vagina harus dijahit. 2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit. Robekan serviks Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir belakang serviks dijepit dengan klem Fenster. Kemudian serviks ditarik sedikit untuk menentukan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan dijahit dengan catgut kromik dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan perdarahan. c. Retensio plasenta Definisi : Plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Faktor predisposisi : Plasenta previa Bekas SC Kuret berulang

Multiparitas Penyebab : a. Fungsional HIS kurang kuat Plasenta sukar terlepas karena : Tempatnya : insersi di sudut tuba Bentuknya : placenta membranacea, placenta anularis. Ukurannya : placenta yang sangat kecil Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhesiva d. Patologi- Anatomis Placenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium Placenta increta : vilous menginvaginasi miometrium Placenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa Plasenta akreta ada yang komplit ialah kalau seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim dan ada yang parsialis ialah kalau hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. Plasenta akreta yang terjadi komplit begitu juga placenta increta dan percreta jarang terjadi. Sebabnya plasenta akreta adalah kelainan decidua misalnya desidua yang terlalu tipis. Plasenta akreta menyebabkan retensio plasenta. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual.Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat konstraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual atau kuret dan pemberian uterotonika. Klinis : Perdarahan pervagina Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi Uterus berkonstraksi dan keras Terapi : kalau placenta dalam jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka dilakukan manual plasenta. Teknik pelepasan placenta secara manual: alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapatdapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar. Plasenta akreta Terapi : Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi. Gangguan pembekuan darah

Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang,trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protombin dan PTT (partial thromboplastin time). Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau EACA (epsilon amino caproic acid). D. Patofisologi infeksi nifas dan gangguan post partum

Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat- alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau yang membantunya. Hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin. Dalam RS banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara ke mana-mana antara lain ke handuk, kainkain, alat-alat yang suci hama dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau nifas. Coitus pada akhir kehamilan bukan merupakan sebab yang paling penting kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban. Infeksi intra partum. Biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan periksa dalam.

E. Faktor Predisposisi Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre ekslampsi, infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya. Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama. Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan jalan lahir. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah. F. Patologi Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya. Infeksi nifas dapat terbagi dalam 2 golongan, yaitu : Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, seviks dan endometrium.

Penyebaran dari tempat-tempat melalui vena, jalan limfe dan melalui permukaan endometrium. Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks dan Endometrium a. Vulvitis. Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitar membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan megeluarkan pus. b. Vaginitis. Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. c. Sevicitis. Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium. d. Endometritis. Paling sering terjadi. Kumankuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insertio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran. Penyebaran melalui pembuluh darah (Septikemia dan Piemia) Merupakan infeksi umum disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas. Penyebaran melalui jalan limfe. Peritonitis dan Parametritis (Sellulitis Pelvika) Penyebaran melalui permukaan endometrium. Salfingitis dan Ooforitis. Cara terjadinya infeksi: Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat- alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau yang membantunya. Hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin. Dalam RS banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara ke mana-mana antara lain ke handuk, kainkain, alat-alat yang suci hama dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau nifas. Coitus pada akhir kehamilan bukan merupakan sebab yang paling penting kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban. Infeksi intra partum. Biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan periksa dalam. Gejala: kenaikan suhu disertai leukositosis dan tachikardi, denyut jantung janin meningkat, air ketuban menjadi keruh dan berbau. Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya infeksi berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak perlukaan jalan lahir.

Faktor Predisposisi Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre ekslampsi, infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya. Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama. Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan jalan lahir. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah. Patologi Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya. Infeksi nifas dapat terbagi dalam 2 golongan : Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, seviks dan endometrium. Penyebaran dari tempat-tempat melalui vena, jalan limfe dan melalui permukaan endometrium. 1) Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks dan Endometrium a) Vulvitis. Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitar membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus. b) Vaginitis. Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. c) Sevicitis Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium. d) Endometritis Paling sering terjadi. Kumankuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insertio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran. Penyebaran melalui pembuluh darah (Septikemia dan Piemia) Merupakan infeksi umum disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas. 2) Penyebaran melalui jalan limfe a) Peritonitis dan Parametritis (Sellulitis Pelvika) Penyebaran melalui permukaan endometrium. b) Salfingitis dan Ooforitis. Gambaran Klinik. Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina dan Serviks. Rasa nyeri dan panas pada infeksi setempat. Nyeri bila kencing. Suhu meningkat 38o C kadang mencapai 39o C 40o C disertai menggigil. Nadi kurang dan 100/menit. c) Endometritis

Tergantung pada jenis virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Biasanya demam mulai 48 jam pertama post partum bersifat naik turun. Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau. Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut Lokiometra. Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek. d) Septikemia dan Piemia Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toxinnya langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Piemia dimulai dengan tromboplebitis vena-vena daerah perlukaan lalu lepas menjadi embolusembolus kecil dibawa keperadaran darah umum dan terjadilah infeksi dan abses pada organ-organ tubuh yang dihinggapinya. Keduanya merupakan infeksi berat. Gejala septikemia lebih akut dan dari awal ibu kelihatan sudah sakit dan lemah. Keadaan umum jelek Suhu meningkat antara 39C 40C, menggigil, nadi cepat 140 160 x per menit atau lebih. TD turun, keadaan umum memburuk. Sesak nafas, kesadaran turun, gelisah. Piemia dimulai dengan rasa sakit pada daerah tromboplebitis, setelah ada penyebaran trombus terjadi gejala umum diatas. Lab: leukositosis. Lochea: berbau, bernanah, involusi jelek. e) Peritonitis Peritonitis terbatas pada daerah pelvis (pelvia peritonitis): demam, nyeri perut bagian bawah, KU baik. Peritonitis umum: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat abses pada cavum Douglas. f) Sellulitis Pelvika Pada periksa dalam dirasakan nyeri, demam tinggi menetap dari satu minggu, nadi cepat, perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat teraba selamaVT. Infiltrat kadang menjadi abses. g) Salfingitis dan Ooforitis Gejala hampir sama dengan pelvio peritonitis. Pencegahan Infeksi Nifas 1) Selama kehamilan Perbaikan gizi untuk mencegah anemia. Coitus pada hamil tua hendaknya tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi. 2) Selama persalinan Membatasi masuknya kuman-kuman ke dalam jalur jalan lahir. Membatasi perlukaan. Membatasi perdarahan. Membatasi lamanya persalinan. 3) Selama nifas Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik. Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama. Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan digabung dengan wanita dalam nifas yang sehat.

Pengobatan Infeksi Nifas Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan serviks, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat. Berikan dosis yang cukup dan adekuat. Sambil menunggu hasil laboratorium berikan antibiotika spektrum luas. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai. G. Gangguan psikologi post partum Gangguan psikologi post partum diantaranya depresi post parum, post partum blues atau disebut dengan istilah baby blues sindrome, dan post partum psikosa. Pengertian depresi post partum Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, dapat terjadi kapanpun bahkan sampai 1 tahun kedepan. Pitt tahun 1988 dalam Pitt(regina dkk,2001) depresi post partum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan libido(kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Llewelly-jones (1994) menyatakan wanita yang didiagnosa mengalami depresi 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita tersebut secara social dan emosional meras terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi post partum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus-menerus sampai 6 bulan atau bahkan sampai satu tahun. Penyebab gangguan psikologi post partum Disebabkan karena gangguan hormonal. Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid dan progesterone. Pitt(regina dkk,2001) mengemukakan 4 faktor penyebab depresi post partum: 1. Faktor konstitusional 2. Faktor fisik yang etrjadi karena ketidakseimbangan hormonal 3. Faktor psikologi 4. Faktor sosial dan karateristik ibu Gejala Gejala yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu: a. Berkurangnya energi b. Penurunan efek c. Hilang minat (anhedonia) Ling dan Duff(2001) mengatakan bahwa gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita mempunyai karateristik dan spesifik antara lain: a. Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi b. Kelelahan dan perubahan mood c. Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur d. Tidak mau berhubungan dengan orang lain e. tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri. Gambaran klinik Monks dkk (1988) mengatakan depresi post partum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti labilitas efek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan-bulan. Faktor resiko: 1. Keadaan hormonal

2. Dukungan sosial 3. Emotional relationship 4. Komunikasi dan kedekatan 5. Struktur keluarga 6. Antropologi 7. Perkawinan 8. Demografi 9. Stressor psikososial dan lingkungan Hormon yang terkait dengan terjadinya depresi post partum adalah prolaktin, steroid, progesteron dan estrogen. Definisi post partum blues Post Partum Blues (PBB) sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelahh persalinan. Penyebab post partum blues Dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan, tetapi bila tidak ditatalaksanai dengan baik dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis salin yang mempunyai dampak lebih buruk terutama dalam hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anknya. Gejala post partum blues Gejala-gejala yang terjadi: a. Reaksi depresi/sedih/disforia b. Menangis c. Mudah tersinggun atau iritabilitas d. Cemas e. Labil perasaan f. Cendrung menyalahkan diri sendiri g. Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gambaran klinik Banyak factor yang dianggap mendukung pada sindroma ini: 1. Faktor hormonal yang terlalu rendah 2. Faktor demografik yaitu umur dan parietas 3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan 4. Latar belakan psikososial yang bersangkutan Pengertian post partum psikosa Post partum psikosa dalah depresi yang terjadi pada minggu pertama dalam 6 minggu setelah melahirkan. Penyebab post partum psikosa Disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik lainnya yang disebut schizoaffektif disorder. Wanita tersebut mempunyai resiko tinggi untuk terkena post partum psikosa. Gejala post partum psikosa Gejala yang sering terjadi adalah: 1. Delusi 2. Halusinasi 3. Gangguan saat tidur 4. Obsesi mengenai bayi Gambaran klinik

Pada wanita yang menderita penyakit ini dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari depresi ke kegusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu singkat. Penderita kehilangan semangat dan kenyamanan dalam beraktifitas,sering menjauhkan diri dari teman atau keluarga, sering mengeluh sakit kepala dan nyeri dada, jantung berdebar-berdebar serta nafas terasa cepat. H. Farmakologi Bagian dari standar pelayanan medis (SPM), misalnya : obat oksitosin pada persalinan normal, bagian dari manajemen aktif kala III (melahirkan plasenta) dalam mencegah perdarahan pasca persalinan. antibiotika pada pasien yang menjalani operasi caesar untuk mencegah terinfeksinya luka operasi atau untuk mengobati infeksi yang sudah terjadi sebelum operasi caesar dilakukan. Analgetika ( penghilang rasa nyeri ) Persalinan : Pethidine : berefek tenang, rileks, malas bergerak dan terasa agak mengantuk, tetapi tetap sadar . Diberikan pada kala I persalinan ( mulai kontraksi uterus sampai pembukaan lengkap), diberikan pada keadaan kontraksi rahim yang terlalu kuat. Anestesi epidural : berefek ibu tidak merasakan sakit tanpa tidur, disuntikkan pada rongga kosong tipis (epidural) di antara tulang punggung bagian bawah Entonox : campuran oksigen dan nitrous oxida TENS : menggunakan mesin TENS (transcutaneous Electrical Nerves Stimulation) ILA (Intrathecal Labour Analgesia) : hampir mirip dengan epidural Uterotonika : Oksitosik obat yang merangsang kontraksi uterus bekerja selektif dan banyak digunakan dalam praktek kebidanan Contoh : Ergonovin / ergometrin, Metilergonovin, Oksitosin, Prostaglandin semisintetik Penggunaan klinik oksitosik, indikasi : a. Induksi (memacu ) partus aterm (telah cukup usia kehamilan) b. Mengontrol perdarahan pasca persalinan c. Menginduksi abortus terapeutik sesudah trimester I kehamilan d. Uji oksitosin e. Menghilangkan pembengkakan mamae Contoh oksitosin : 1. Oxytocin / Oksitosin sintetik. Indikasi : induksi persalinan, penanganan kala III persalinan. Sediaan : Ampul 10 iu/ml, Vial 2. Metilergometrin hidrogen maleat. Indikasi : o Penanganan aktif kala III persalinan, o atonia uteri (tidak adanya tegangan atau kekuatan otot) dan perdarahan post partum, o perdarahan dalam masa nifas, o subinvolusi (mengecilnya kembali rahim sesudah persalinan hampir seperti bentuk asal), o lokiometra (pembendungan getah nifas di dalam rongga rahim).

I. Penatalaksanaan infeksi nifas dan gangguan post partum Pencegahan infeksi nifas : Anemia diperbaiki selama kehamilan. Beriikan diet yang baik. Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang. Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga persalinan

agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat. Selama nifas, rawat higiene perlukaan jaalan lahir. Jangan merawat pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang berada dalam masa nifas. Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik. Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama. Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan digabung dengan wanita dalam nifas yang sehat. Penanganan infeksi nifas : Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari. Berikan terapi antibiotik. Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila perlu. Hati-hati bila ada abses, jaga supaya naanah tidak masuk ke dalam rongga perineum. Penanganan umum Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam masa nifas. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan. Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui. Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera. Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi oral/IV secukupnya. Pengobatan secara umum Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam pengobatan., Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat. Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spektrum luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi darah diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai

J. Gizi infeksi nifas dan gangguan psikologis post partum 1. Protein, sangat besar peranannya dalam memproduksi sel-sel darah. 2. Karbohidrat, dibutuhkan untuk energi tubuh sehari-hari. 3. Kalsium, selain untuk memperkuat tulang, kalsium juga penting untuk membantu penyembuhan dalam masa infeksi 4. Zat besi, amat penting dalam membantu proses produksi sel-sel darah merah, utamanya untuk mencegah timbulnya anemia. 5. Asam folik,ibu dengan infeksi post partum juga mambutuhkan nutrisi ini untuk menyusui bayinya

6. Lemak, lemak besar sekali manfaatnya untuk cadangan energi tubuh, agar sebentar-sebentar tubuh tidak terasa lelah. NUTRISI PENTING Nutrisi yang diperlukan adalah: 1. Karbohidrat dan lemak sebagai sumber zat tenaga untuk menghasilkan kalori dapat diperoleh dari serealia, umbi-umbian. 2. Protein sebagai sumber zat pembangun dapat diperoleh dari daging, ikan, telur dan kacangkacangan. 3. Mineral sebagai zat pengatur dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayur sayuran. 4. Vitamin B kompleks berguna untuk menjaga sistem saraf, otot dan jantung agar berfungsi secara normal. Dapat dijumpai pada serealia, biji bijian, kacang-kacangan, sayuran hijau, ragi, telur dan produk susu. 5. Vitamin D berguna untuk pertumbuhan dan pembentukan tulang bayi Anda. Sumbernya terdapat pada minyak hati ikan, kuning telur dan susu. 6. Vitamin E berguna bagi pembentukan sel darah merah yang sehat. Makanlah lembaga bijibijian terutama gandum, kacang-kacangan, minyak sayur dan sayuran hijau. 7. Asam folat berguna untuk perkembangan sistem saraf dan sel darah, banyak terdapat pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam, kembang kol dan brokoli. Pada buah-buahan, asam folat terdapat dalam jeruk, pisang, wortel dan tomat. Kebutuhan asam folat selama hamil adalah 800 mcg per hari, terutama pada 12 minggu pertama kehamilan. Kekurangan asam folat dapat mengganggu pembentukan otak, sampai cacat bawaan pada susunan saraf pusat maupun otak janin. 8. Zat besi yang dibutuhkan ibu hamil agar terhindar dari anemia, banyak terdapat pada sayuran hijau (seperti bayam, kangkung, daun singkong, daun pepaya), daging dan hati. 9. Kalsium, diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan gigi janin, serta melindungi ibu hamil dari osteoporosis Jika kebutuhan kalsium ibu hamil tidak tercukupi, maka kekurangan kalsium akan diambil dari tulang ibu. Sumber kalsium yang lain adalah sayuran hijau dan kacang-kacangan. Saat ini kalsium paling baik diperoleh dari susu serta produk olahannya. Susu juga mengandung banyak vitamin, seperti vitamin A, D, B2, B3, danvitamin C. 10. Konsumsi vitamin C Vitamin c dapat meningkatkan kekebalan sistem imun untuk melawan infeksi dan mempercepat masa penyembuhan infeksi. ASKEP Ny. Viandra (25 th) post partum hari ke 4. Status obstetri: G1P0A0, dirawat di RS karena infeksi post partum. Saat ini Ny. Viandra mengeluh badan terasa lemah, badan terasa demam. Terdapat luka epiostomi latero medial. Tanda REEDA (+). Lokea rubra 1 kotek penuh dalam 5 jam. Saat ini Ny. Viandra tampak gelisah dan mudah marah, dan merasa tidak mampu menjadi ibu yang baik. TD: 180/90 mmHg, nadi: 83x/menit, suhu: 380C, leukosit 17,9. Kata-kata sukar: Infeksi post partum: infeksi bakteri pada traktus genitalia, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Epiostomi: tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum. Tanda REEDA: Red, Ekimosis, Edema, Discharge, Aproxiamately Lokea rubra: Cairan yang keluar merupakan darah segar sisa-sisa selaput ketuban dan sisa mekonium (feses janin) yang keluar pada hari pertama dan kedua.

PENGKAJIAN 1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan 2. Pola nutrisi metabolic 3. Pola eliminasi 4. Pola aktivitas dan latihan 5. Pola kognitif dan persepsi sensori 6. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress 7. Pola reproduksi 8. Pola tidur 9. Pola persepsi dan konsep diri

ANALISA DATA DATA KUNCI PROBLEM DS:- klien mengeluh demam

ETIOLOGI

DO:- terdapat luka epiostomi latero medial TD: 180/90 mmHg Suhu: 380C Leukosit: 17,9 tanda REEDA (+) Lokea rubra 1 kotek penuh dalam 5 jam Resiko infeksi Prosedur invasif DS: - klien merasa tidak mampu menjadi ibu yang baik DO: - klien mudah marah Klien tampak gelisah Cemas Perubahan dalam status peran DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko infeksi berhubungan dengan agen invasif 2. Cemas berhububungan dengan perubahan dalam setatus peran ditandai dengan klien merasa tidak mampu menjadi ibu yang baik, klien mudah marah,klien tampak gelisah. INTERVENSI KEPERAWATAN Tgl/jam No. DP Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional 1 Resiko infeksi teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 40x24 jam dgn criteria hasil: Klien tidak mengeluh demam lagi Suhu badan klien 36,5-37,50C TD: Leukosit: tanda REEDA(-) Tidak terjadi tanda-tanda infeksi 1. Pantau suhu nadi dan pernafasan, perhatikan adanya mengigil atau malaise

2. Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf klien dan pengunjung 3. Observasi adanya tanda infeksi lain atau catat adanya infeksi lain(lokea rubra atau drainase yang berbau busuk)

4. 5. 6.

Berikan posisi semi fowler Lakukan perawatan luka tiap hari jika memungkinkan Kolaborasi pemberian antibiotik

7. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium leukosit 1. Peningkatan tanda vital menyertai infeksi fluktuasi atau perubahan gejala menunjukan perubahan pada kondisi klien 2. Mencegah kontaminasi silang

3. Memungkinkan identifikasi awal dan tindakan , meningkatkan resolusi infeksi ( nyeri tekan pada uterus, kemerahan drainase dan edema 4. Meningkattkan aliran lokea dan drainase uterus 5. Mengurangi resiko infeksi 6. 7. 2 hasil: Membasmi mikroorganisme infeksius lokal, menurunkan resiko penyebaran infeksi Membantu dalam jalur resolusi proses infeksius atau inflamaasi Cemas teratasi setelah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan criteria Klien tampak segar lagi Klien tampak tenang, tidak gelisah Klien percaya diri menjadi seorang ibu

1. Motivasi klien untuk menurunkan ketegangan emosi seperti teknik relaksasi dan pengungkapan masalah

2. 3.

Pantau tanda prilaku kegelisahan Libatkan klien atau orang terdekat dalam pengembangan perawatan

4. Berikan penkes tentang perubahan post partum 1. Teknik pelepasan energi dan mengungkapkan masalah dapat mengurangi kecemasan. Relaksasi mencegah kelelahan otot dan memungkinkan klien untuk beristirahat 2. Dapat menunjukan perubahan pada tingkat kecemasan 3. Memberikan informasi dan membantu klien dan orang terdekat memahami kebutuhan serta memberikan mereka perasaan mampu mengendalikan situasi 4. Menurunkan rasa takut akan ketidak tauan serta meningkatkan pembelajaran

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Gejala infeksi nifas tergantung pada bagian tubuh yang diserang. Pada minggu-minggu pertama, gejala yang terjadi akibat perluasan infeksi biasanya belum terlihat. Setelah infeksi berkembang lebih lanjut, barulah gejala berikut mulai terlihat. Bila infeksi terjadi pada daerah antara lubang vagina dan anus, bagian luar alat kelamin, vagina atau mulut rahim , biasanya timbul gejala, yakni: o Rasa nyeri dan panas pada tempat yang terinfeksi. o Kadang-kadang, rasa perih muncul ketika buang air kecil. o Sering juga disertai demam. Bila terjadi infeksi pada selaput lendir rahim, gejalanya bisa dikenali dari cairan yang keluar setelah melahirkan. Cairan ini seringkali tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta atau selaput ketuban. Padahal, ini mengakibatkan gejala berikut: o Suhu tubuh meningkat. o Rahim membesar disertai rasa nyeri. Bila infeksi menyebar melalui pembuluh darah balik ke berbagai organ tubuh , seperti paruparu, ginjal, otak, atau jantung, akan mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat tersebut. Bila infeksi menyebar melalui pembuluh getah bening dalam rahim, dapat langsung menuju selaput perut atau kadang melalui permukaan selaput lendir rahim menuju saluran telur serta indung telur. Gejala yang akan muncul berupa: o Rasa sakit. o Denyut nadi meningkat o Suhu tubuh meningkat disertai menggigil. kita sebagai perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang pengenalan infeksi nifas serta cara pencegahannya. o anemia adalah salah satu kondisi yang memudahkan terkena infeksi nifas. Jadi, jagalah kondisi tubuh sebaik mungkin sebelum persalinan, agar daya tahan tubuh benar-benar prima pada hari-H. o Biasakanlah berpola hidup sehat dan selalu menjaga kebersihan tubuh. Dengan begitu, benteng pertahanan tubuh Anda cukup kuat untuk menahan kuman penyakit yang kebetulan nyelonong masuk ke dalam tubuh. Kalaupun terjadi infeksi, dengan cepat diatasi berkat sistem kekebalan tubuh yang cukup kuat. o Cara lainnya adalah menjaga agar air ketuban tidak pecah sebelum waktunya. Juga, sebaiknya Anda minta pada dokter agar proses persalinan tidak berlarut-larut, dan diselesaikan dengan meninggalkan sesedikit mungkin luka dan perdarahan. Tentu saja, kesterilan berbagai piranti yang akan dipakai dalam persalinan perlu diperhatikan.

Anda mungkin juga menyukai