Anda di halaman 1dari 20

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya

hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel

atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel

atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009).

PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan

dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-

paru (Bruner & Suddarth, 2002).

PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan

ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-

duanya (Snider, 2003).

2. Penyebab

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut

Smeltzer, Suzanna, C. (2012) adalah:

1. Kebiasaan merokok

2. Polusi Udara

3. Paparan Debu dan asap

4. Gas-gas kimiawi akibat kerja

5. Riwayat infeki saluran nafas

6. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin

Faktor-faktor pencetus yang menyebabkan PPOK menurut Price, Sylvia

(2007) adalah:
1. Asma Bronchiale suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang

meningkat dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan

dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh

peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas.

2. Bronkhitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan

pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan

dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam

setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut.

3. Emfisema merupakan perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai

pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding

alveolar.

Faktor penyebab dan faktor resiko yang paling utama menurut

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2010) bagi

penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan

penderita penyakit PPOK, yaitu:

1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.

2. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita.

3. Merokok.

4. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak

dirasakan.

5. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu.

6. Polusi udara.

7. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus.


8. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru

obstuksi kronik.

9. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang

normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang

kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda,

walau pun tidak merokok.

3. Patofisiologi

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu

pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran

karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga

tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan

keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas

antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi

darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan

restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi

berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering

dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),

sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa

detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood,

2001).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-

komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus


bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan

atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel

penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris

dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit

dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian

mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul

peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama

ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang

memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya

peradangan (GOLD, 2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya

peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara

progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya

elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.

Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal

terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi.

Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan

terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa

eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK

predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag

untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak

diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan


(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran

gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi

berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,

bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan

dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).


4. Klasifikasi

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik

adalah sebagai berikut:

1. Bronchitis Kronis

a. Definisi Bronchitis

Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan

mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk

batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling

sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).

2. Emfisema

a. Definisi

Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding

alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &

Suddarth, 2002).

3. Asthma Bronchiale

a. Definisi

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari

trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan

manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan

yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).

5. Manifestasi klinis

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada

pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul
lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan

produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah

menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya

parahnya batuk penderita.

Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung

lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang

sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang

menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK

berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas

dan pada saat mengalami eksaserbasi akut. Gejala-gejala PPOK eksaserbasi

akut meliputi:

1) Batuk bertambah berat


2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran
6. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologi

a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis

yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan

tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

2) Corak paru yang bertambah

b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary

oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada

emfisema panlobular dan pink puffer.

2) Corakan paru yang bertambah.

3) Pemeriksaan faal paru Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan

KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal.

Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM

(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal

expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP

bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium

lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran

napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi

menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul

sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan

eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan

eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-


60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih

berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila

sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P

pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio

R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB

inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap

7. Komplikasi

1. Hipoxemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55

mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan

mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada

tahap lanjut timbul cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang

muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,

peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.

Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya

dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru),

harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi

ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan

emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau

asidosis respiratory.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma

bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan

seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa

diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher

seringkali terlihat.

8. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada

fase akut, tetapi juga fase kronik.


2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas

harian.

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat

dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan

merokok, menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi

antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat

sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas

atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan

kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih

kontroversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan

dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret

bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan

pernapasan yang paling efektif.

3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk

memulihkan kesegaran jasmani.

4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita

dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi

Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.

Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau

eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam

klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya

adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B.

Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,

amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami

eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan

membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya

dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi

sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan

antibiotik yang kuat.


b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan

karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2

c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan

baik.

d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk

di dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada

pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium

bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau

aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang di lakukan :

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin

4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran

napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan

pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

c. Fisioterapi

4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

5. Mukolitik dan ekspektoran

6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas

tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg) Rehabilitasi, pasien cenderung

menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu

kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1. Aktivitas dan Istirahat

Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise,Ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas · Ketidakmampian

untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi · Dispnea pasa saat

istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

Tanda : · Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan

massa otot

2. Sirkulasi

Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda : · Peningkatan tekanan darah · Peningkatan frekuensi jantung ·

Distensi vena leher · Edema dependen, tidak berhubungan dengan

penyakit jantung Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan

peningkatan diameterAPdada) · Warna kulit/membrane mukosa :

normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dansianosis perifer · Pucat dapat

menunjukkan anemia.

3. Integritas Ego

Gejala : · Peningkatan factor resiko · Perubahan pola hidup

Tanda : · Ansietas, ketakutan, peka rangsang

4. Makanan/ cairan

Gejala : · Mual/muntah · Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) ·

ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan · penurunan


berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan

menunjukkan edema (bronchitis)

Tanda : · Turgor kulit buruk · Edema dependen · Berkeringat

5. Hyegene

Gejala : · Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitassehari-hari

Tanda : · Kebersihan buruk, bau badan

6. Pernafasan

Gejala : · Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai

gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau

episode berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan

ketidakmampuan untuk bernafas(asma) Batuk menetap dengan produksi

sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3

bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi sputum

(hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis) ·

Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap

dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema) · Riwayat pneumonia

berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasandalam jangka

panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara,

rami katun, serbuk gergaji · Penggunaan oksigen pada malam hari

secara terus-menerus.

Tanda : · Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi

memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema) · Penggunaaan


otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung. ·

Dada: gerakan diafragma minimal. · Bunyi nafas : mungkin redup

dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar, lembut atau krekels

lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada

ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan

atau tidak adanya bunyi nafas (asma) · Perkusi : Hiperesonan pada area

paru (mis. Jebakan udara denganemfisema); bunyi pekak pada area paru

(mis. Konsolidasi, cairan, mukosa) · Kesulitan bicara kalimat atau lebih

dari 4 atau 5 kata sekaligus. · Warna : pucat dengan sianosis bibir dan

dasar kuku; abbu-abukeseluruhan; warna merah (bronchitis kronis,

“biru mengembung”). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut

“pink puffer” karena warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak

normal dan frekuensi pernafasancepat. · Tabuh pada jari-jari

(emfisema).

7. Keamanan

Gejala : · Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor

lingkungan · Adanya/berulang infeksi · Kemerahan/berkeringat (asma)

8. Seksualitas

Gejala : · penurunan libido

9. Interaksi Sosial

Gejala : · Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung ·

Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat · Penyakit

lama atau ketidakmampuan membaik


Tanda : · Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara

karena distress pernafasan · Keterbatasan mobilitas fisik · Kelalaian

hubungan dengan anggota kelurga lain

2. Diagnose keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penyakit


paru obstruksi kronik ditandai dengan batuk berdahak.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolar kapiler ditandai dengan nafas cuping hidung.
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan penggunaan otot bantu nafas.
4. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient ditandai dengan membrane
mukosa pucat.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan dyspnea saat/setelah
sesak
4. Evaluasi

Menurut Nursalam (2011), evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis


yaitu:
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan
sampai dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8

volume 2. Jakarta, EGC.

Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.

Jakarta: EGC

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition, IOWA Intervention Project, Mosby

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC)

second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah,

Brunner and Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai