Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Konsep Lansia

A. Pengertian

Gerontologi berasal sari bahasa latin yaitu geros berarti lanjut usia dan logos berarti ilmu.
Gerontologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang
terjadi pada lanjut usia (Artinawati, 2014).

Geriatri merupakan salah satu cabang dari geronologi dan medis yang mempelajari
khusus aspek kesehatan dari lanjut usia, baik yang ditinjau dari segi promotif, preventuf,
kuratif maupun rehabilitatif yang mecakup kesehatan badani, jiwa dan sosial, serta penyakit
cacat (Artinawati, 2014).

Menua (menjadi tua) adalah proses menghilangkan secara perlahanlahan kemampuan


jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat tertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantanides, 1994). Ini merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alami.
Ini dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup.

Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan keperawatan yang profesional


dengan menggunakan ilmu dan kegiatan keperawatan gerontik, mencakup biopsikososial dan
spritual, dimana klien adalah orang yang telah berusia >60 tahun, baik yang kondisinya sehat
maupun sakit .
B. Tujuan

1. Tujuan Gerontologi

a. Membantu indivudu lanjut usia memahami adanya perubahan dirinya berkaita


dengan proses menua.

b. Membantu mempertahankan indentittas kepribadian lanjut usia

c. Mempertahankan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia,


baik jasmani, rohani, maupun sosial secara optimal.

d. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan


kesejahteraan lanjut usia

e. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari.

f. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas seharihari.

g. Mempercepat pemulihan penyembuhan penyakit.

h. Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluaraga dan masyarakat, sesuai dengan keberdayaan
dalam masyarakat.

2. Tujuan Keperawatan Gerontik

Adalah memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, serta


membuat lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan
teknik keperawatan gerontik.

3. Tujuan Pelayanan Geriatri

a. Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari


penyakit atau gangguan/ kesehatan.
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan
aktivitas mental yang mendukung

c. Melakukan diagnosis dinis secara cepat tepat dan memadai

d. Melakukan pengobatan yang tepat e. Memelihara kemandirian secara maksimal

f. Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya agar
kematiannya berlangsung dengan tenang.

2. Konsep Menua

2.1 Mitos-Mitos Lanjut Usia dan Kenyataannya

Menurut Bandiyah (2009) mitos-mitos lanjut usia dan kenyataannya adalah


sebagai berikut:

a) Mitos Kedamaian dan Ketenangan


b) Mitos Konservatisme dan Kemunduran
c) Mitos berpenyakitan
Lanjut usia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh berbagai
penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses menua (lanjut usia
merupakan masa berpenyakitan dan kemunduran).
Kenyataan:
a. Memang proses penuaan disertai dengan menurunnya daya tahan dan metabolisme
sehingga rawan terhadap penyakit.
b. Tetapi banyak penyakit masa sekarang dapat dikontrol dan diobati

d) Mitos senilitas
e) Mitos tidak jatuh cinta
2.2 Teori-Teori Proses Menua

a) Secara individual
Menurut Bandiyah (2009) Teori-Teori Biologis :
a. Teori genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
b. Pemakaian dan rusak berlebihan usaha stres menyebabkan sel-sek tubuh lelah
(terpakai).
c. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi
dari produk sisa.
d. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan
e. Tidak ada perlindungan terhadap radiadi, penyakit dan kekurangan gizi
f. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
g. Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)
h. Teori Stres
i. Teori Radikal Bebas
j. Teori rantai silang
k. Teori Program.
Menurut Bandiyah (2009) Teori Kejiwaan Sosial :
a. Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)
b. Kepribadian berlajut (Continuity Theory)
c. Teori Pembebasan (Didengagement Theory)
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketuaan

Menurut Bandiyah (2009) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketuaan meliputi:

1. Hereditas = Keturunan/ Genetik


2. Nutrisi = Makanan
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
5. Lingkungan
6. Stres
2.4 Batasan-Batasan Lanjut Usia

Menurut Burnside (1979), ada empat tahap lanjut usia. Yakni:

a. Young old (usia 60-69 tahun)

b. Middle age old (usia 70-79 tahun)


c. Old-old (usia 80-89 tahun)

d. Very old-old (usia 90 tahun keatas)

Menurut Hurlock (2002) Tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi
usia lanjut yang berkisaran antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan usia
lanjut yang dimulai pada usia tujun puluh tahun hingga sampai akhir kehidupan
seseorang. Orang tua muda atau usia tua (65 tahun hingga 74 tahun) dan orang tua yang
tua atau usia akhir (75 tahun atau lebih) (Baltes, Smith&staudinger,
Charness&Bosmann) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa
lanjut yang lebih muda (Johnson&Perlin).

2.5 Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

 Perubahan-perubahan Fisik
a. Sel
1) lebih sedikit jumlahnya
2) lebih besar ukurannya
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler
4) Menurunnya proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah dan hati.
5) Jumlah sel otak menurun
6) Terganggunya mekanisme perbaikan sel
7) Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%
b. Sistem pernafasan
1) Berat otak menurun 10-20 % (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam
setiap harinya)
2) Cepatnya menurun hubungan persyarafan
3) Lamabat dalam berespon DNA waktu untuk bereaksi khususnya dengan stres
4) Mengecilkan saraf sel panca indra
5) Mengurangnya penglihtanan dan sistem pendengaran, mengecilkan syaraf
penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu rendahnya tekanan
terhadap dingin.
6) Kurang sensitif terhadap sentuhan.
c. Sistem Pendengaran
1) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi atau suarasuara atau
nada-nada tinggi, suara yang
2) Tidak jelas, sulit mengerti kata-kata 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun
3) Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis
4) Terjadinya pengumpulan cerumen dapat mengeras karena meningkatnya kratin
5) Pendengaran bertambah menurun karena pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa/stres
d. Sistem Penglihatan
1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
2) Kornea lebih membentuk sferis (bola)
3) Lensa lebih suram (kekerhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan
gangguan penglihatan .
4) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat, dan sudah melihat dalam cahaya gelap
5) Hilangnya daya akomodasi
6) Menurunnya lapang pandang, berkurangnya luas pandangannya
7) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pasa skala.
e. Sistem kardiovaskuler
f. Sistem pengatuaran temperatur Tubuh
g. Sistem Respirasi h. Sistem Gastrointestinal
i. Sistem Genitorurinaria
1) Ginjal
2) Vesika urinaria (kandungan kemis) otot-otot menjadi lemah, kapasitas menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika
urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan
meningkatnya retensi urin
3) Pembesaran otot dialami oleh pria usia diatas 65
4) Atrofi vulva
5) Vagina
j. Sistem Endokrin
k. Sitem Kulit (Integumentary System)
l. Sistem Muskulosletal (Musculosceletal System)

 Perubahan-Perubahan Mental Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental


a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidik
d. Keturunan
e. Lingkungan Perubahan kepribadian yang drastis, keadaan ini jarang terjadi. Lebih
sering terjadi ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang kekakuan mungkin karena
faktor lain seperti penyakit-penyakit.

 Kenangan (memory)
 IQ (Intellegentia Quantion)
 Perubahan-perubahan psikososial
a. Pensiun
b. Merasakan atau sadar akan kematian (Sense Of Awareness Of Mortality)
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit
d. Ekonomi akibat pemberhentian jabatan (Economic Depribation)
e. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya
pengobatan
f. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.

 Perubahan Spiritual

3 Konsep Depresi
1. Definisi Depresi
Depresi merupakan kondisi emosional seseorang yang biasanya ditandai dengan
kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang
lain, tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta
kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Neale&Kring, 2010). Jaya (2015)
mendefinisikan depresi suatu kelainan alam perasaan yang berupa hilangnya minat atau
kesenangan dalam aktivitas yang biasa dan pada waktu lampau. Rentang respons emosi
individu dapat berfluktuasi dalam rentang respons emosi dari adaptif sampai maladaptif.
Respons depresi merupakan emosi yang maladaptif.
Depresi adalah suatu kondisi umum yang terjadi pada lansia dan terjadinya alasan
kondisi ini dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik
pada lansia (Roger & Watson, 2003 dalam Indriana, 2013). Sedangkan Keliat (2007)
menyatakan bahwa depresi merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai oleh
kesedihan, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan perasaan kosong.
2. Etiologi Depresi
Dikutip dari Indriana (2013) menurut Stuart dan Sundeen (2006), faktor-faktor
penyebab depresi adalah :

a. Faktor Predisposisi

 Faktor genetik, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan efektif


melalui riwayat keluarga dan keturunan.

 Teori agresi menyerang ke dalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi


karena perasaan marah yang ditujukkan kepada diri sendiri.

 Teori kehilangan obyek, menunjuk kepada perpisahan traumatika individu


dengan benda atau yang sangat berarti.

 Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang


negative dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian
seseorang terhadap stressor.
 Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif
yang didominasi oleh evaluasi negative seseorang terhadap diri seseorang,
dunia seseorang, dan masa depan seseorang.

 Model ketidakberdayaan yang dipelajari (Learned helplessness)


menunjukkan bahwa bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi
keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang
penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respon yang tidak
adaptif.

 Model prilaku, berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang


mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif
dalam berinteraksi dengan lingkungan.

 Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi


selama depresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin,
hipersekresi kortisol, dan variasi periodic dalam irama biologis.

b. Stresor Pencetus

Ada empat (4) sumber utama stressor yang dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan (depresi) menurut Jaya (2015):

 Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk kehilangan

cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri. Karena elemen
actual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan, maka persepsi seseorang
merupakan hal yang sangat pnting.

 Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai

pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-


masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
 Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi

perkembangan depresi, terutama pada wanita.

 Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit

fisik, seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan keseimbangan metabolic,


dapat mencetuskan gannguan alam perasaan. Diantara obat-obatan tersebut
terdapat obat anti hipertensi dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan
kecanduan. Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga sering
disertai depresi.
3. Tanda Gejala dan Tingkat Depresi
Dikutip dari Jaya (2015) seorang usia lanjut yang mengalami depresi kebanyakan
menyangkal adanya mood depresi, yang terlihat adalah gejala hilangnya tenaga (loyo),
hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri. (Brodaty, 1991
dalam Jaya, 2015) gejala yang sering tampak adalah ansietas (kecemasan), preokupasi
gejala fisik, perlambatan motorik, kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri dan
insomnia.
Gambaran Klinis depresi pada pasien lanjut usia (dibandingkan dengan pasien yang
lebih muda), adalah mereka lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya disamping
mengeluh tentang gangguan memori dan cenderung meminimalkan atau menyangkal
mood depresinya. Hal lain yang tidak menguntungkan adalah pasien usia lanjut umumnya
kurang mau mencari bantuan psikiater karena tidak dapat menerima penjelasan yang
bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka alami .

1. Gejala Depresi dan Tingkatan Depresi

Gangguan Depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat sesuai
dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan
seseorang (Jaya, 2015). Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama
yaitu:
a. Mood terdepresi (suasana hati murung atau sedih).
b. Hilang minat atau gairah.
c. Hilang tenaga dan mudah lelah, yang disertai dengan gejala lain seperti:
1) Konsentrasi menurun.
2) Harga diri menurun.
3) Perasaan bersalah.
4) Pesimis memandang masa depan.
5) Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri.
6) Pola tidur berubah.
7) Nafsu makan menurun.
Menurut PPDGJ-III (Maslim, 2004) dalam Indriana (2013), tingkatan depresi ada
tiga (3) berdasarkan gejala-gejalanya :
a. Depresi Ringan Gejala Depresi Ringan :
1) Kehilangan minat dan kegembiraan
2) Berkurangnya energi yang menuju meningkatkan keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktivitas
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
5) Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurangkurangnya 2 minggu
6) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan
7) kegiatan sosial yang biasa dilakukannya
b. Depresi Sedang Gejala Depresi Sedang :
1) Kehilangan minat dan kegembiraan
2) Berkurangnya energi yang menuju meningkatkan keadaan mudah lelah
dan menurunnya aktivitas
3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang
4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang
5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
7) Lamanya gejala tersebut berlangsung minimum sekitar dua minggu
8) Menghadapi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan dan
urusan rumah tangga
c. Depresi Berat Gejala Depresi Berat :
1) Mood depresi
2) Kehilangan minat dan kegembiraan
3) Berkurangnya energi yang menuju meningkatkan keadaan mudah lelah
4) Konsentrasi dan perhatian kurang
5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
6) Pandangan masa depan yang suram
7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri
8) Tidur terganggu
9) Disertai waham, halusinasi
10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu

4. Dampak Depresi pada Lansia

Para lansia depresi sering menunjukkan keluhan nyeri fisik tersamar yang
bervariasi, kecemasan, dan perlambatan berpikir. Perubahan pada lansia depresi dapat
dikategorikan menjadi perubahan fisik, perubahan dalam pemikiran, perubahan dalam
perasaan, dan perubahan perilaku (Lunenfeld, 2007 dalam Irawan, 2013).

1. Perubahan pada fisik adalah :


a. Perubahan nafsu makan sehingga berat badan turun (lebih dari 5% dari berat
badan bulan terakhir)
b. Gangguan tidur berupa gangguan untuk memulai tidur, tetap tertidur, atau
tidur terlalu lama
c. Jika tidur, merasa tidak segar dan lebih buruk di pagi hari

d. Penurunan energi dengan perasaaan lemah dan kelelahan fisik

e. Beberapa orang mengalami agitasi dengan kegelisahan dan bergerak terus

f. Nyeri, nyeri kepala, dan nyeri otot dengan penyebab fisik yang tidak
diketahui
g. Gangguan perut, konstipasi
2. Perubahan pemikiran
a. Pikiran kacau, melambat dalam berpikir, berkonsentrasi, atau sulit mengingat
b. Sulit dan sering menghindari mengambil keputusan
c. Pemikiran obsesif akan terjadi bencana atau malapetaka
d. Preokupasi atas kegagalan
e. atau kekurangan diri menyebabkan kehilangan kepercayaan diri
f. Menjadi tidak adil dalam mengambil keputusan
g. Hilang kontak dengan realitas, dapat menjadi halusinasi (auditorik) atau delusi
h. Pikiran menetap tentang kematian, bunuh diri, atau mencoba melukai diri sendiri
3. Perubahan perasaan
a. Kehilangan minat dalam kegiatan yang dulu merupakan sumber kesenangan
b. Penurunan minat dan kesenangan seks
c. Perasaan tidak berguna, putus asa, dan perasaan bersalah yang besar
d. Tidak ada perasaan
e. Perasaan akan terjadi malapetaka
f. Kehilangan percaya diri
g. Perasaan sedih dan murung yang lebih buruk di pagi hari
h. Menangis tiba-tiba, tanpa alasan jelas
i. Iritabel, tidak sabar, marah, dan perasaan agresif
4. Perubahan perilaku
a. Menarik diri dari lingkungan sosial, kerja, atau kegiatan santai
b. Menghindari mengambil keputusan
c. Mengabaikan kewajiban seperti pekerjaan rumah, berkebun, atau membayar tagihan
d. Penurunan aktivitas fisik dan olahraga
e. Pengurangan perawatan diri seperti perawatan diri dan makan
f. Peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan
5. Penatalaksanaan Depresi pada Lansia
Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi adalah
mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada konsesus atau prosedur
khusus untuk penapisan atau skrining depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu
instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric Depresion Scale (GDS) yang terdiri
atas 30 pertanyaan yang harus oleh pasien sendiri GDS ini dapat dimampatkan
menjadi 15 pertanyaan saja (Jaya, 2015).
Tata laksana depresi pada lansia dipengaruhi tingkat keparahan dan kepribadian
masing-masing. Pada depresi ringan dan sedang, psikoterapi merupakan tatalaksana
yang sering dilakukan dan berhasil. Akan tetapi, pada kasus tertentu atau pada depresi
berat, psikoterapi saja tidak cukup, diperlukan farmakoterapi (Irawan, 2013). Menurut
Jaya (2015) beberapa terapi yang dapat diberikan pada pasien adalah:

1. Terapi Fisik

a. Obat
Secara umum, semua obat anti depresan memiliki kefektifan yang sama.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan
pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan
dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikan secara perlahan-
lahan sampai ada perbaikan gejala.
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh
diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan
aman. ECT diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat inap, unilateral
untuk mengurangi permasalahan konfusi dan memori. Terapi ECT diberikan
sampai ada perbaikan mood (sekitar 5-10 kali), dilanjutkan dengan
antidepresan untuk mencegah kekambuhan.
2 Terapi Psikologik
a. Psikoterapi
Psikoterapi individu meupun kelompok paling efektif jika dilakukan
bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan
psikodinamik maupun kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun
mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan
antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan
membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta
lebih percaya diri.
b. Terapi Kognitif
Perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif
(persepsi diri, masa depan, dunia, diri tidak berguna, tidak mampu dan
sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia
lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini, meskipun penjelasan
diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan, tugas dan aktifitas
tertentu, terpai kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
c. Terapi Tawa
Tertawa sebagai mediaterapi depresi kajian media modern menegaskan
bahwa tertawa merupakan terapi yang paling baik untuk membantu berbagai
penyakit psikis dan syaraf. Tertawa dapat meringankan ketegangan dan
memumbuhkan optimisme. Jika seseorang jarang tertawa maka akan
berpengaruh terhadap kesehatan jiwa dan akan mereka.
d. Terapi Keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi,
sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan
mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi
dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien
yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa,
mengubah dan memperbaiki sikap atau struktur dalam keluarga yang
menghambat proses penyembuhan pasien.
e. Penangan ansietas (relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik
dengan instruktur (psikolog atau terapi okupasional) atau melalui tape
recorder. Menurut Dewi (2014) Latihan relaksasi dapat meningkatkan
betaendorfin dan menurunkan katekolamin yang mampu menghambat
stimulus nyeri post seksio sesaria. Selain itu, pelatihan relaksasi dapat
menimbulkan keadaan tenang dan rileks dimana gelombang otak mulai
melambat sehingga akhirnya membuat seseorang menjadi tenang dan
nyaman (Guyton, 2007; Benson, 2000 dalam Dewi, 2014).
6. Geriatric Depression Scale (GDS).
Pentingnya mendeteksi depresi semakin disadari apalagi depresi yang
terjadi pada lansia sulit diketahui. Untuk itu, alat pendeteksi depresi dibuat
untuk memudahkan professional kesehatan mendeteksi gejala depresi.
Namanya instrument pendeteksi ini adalah Geriatric Depression Scale
(GDS). Alat skrining ini terdiri dari 30 pertanyaan untuk GDS panjang dan
15 pertanyaan untuk GDS pendek, yang akan dijawab oleh klien. Para klien
hanya menjawab dengan jawaban Ya atau Tidak pada setiap pertanyaan yang
diajukan. GDS ini dibuat oleh Yesavage J.A dan teman-teman pada tahun
1982 dalam bentuk GDS panjang. Dan pada tahun 1986 direvisi lagi oleh
Yesavage J.A menjadi GDS pendek (Holroyd dan Clayton, 2002 dalam
Indriana, 2013). Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu
instrumen yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis depresi pada
usia lanjut. Skala ini sengaja tidak memasukan skala gejala somatik yang
dapat mengacaukan deteksi depresi pada lansia (Brink et al., 1982;
Yesavage., 1983 dalam Maas 2011).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai