Anda di halaman 1dari 21

SAKIT PERUT BERULANG PADA ANAK

I. DEFINISI

Nyeri perut adalah nyeri yang dirasakan di antara dada dan region inguinalis. Nyeri
perut bukanlah suatu diagnosis, tapi merupakan gejala dari suatu penyakit. Nyeri akut abdomen
didefinisikan sebagai serangan nyeri perut berat dan persisten, yang terjadi tiba-tiba serta
membutuhkan tindakan bedah untuk mengatasi penyebabnya. Appley mendefinisikan sakit
perut berulang sebagai serangan sakit perut yang berlangsung minimal 3 kali selama paling
sedikit 3 bulan dalam kurun waktu 1 tahun terakhir dan mengganggu aktivitas sehari-hari
(Markum, 1999)

II. KLASIFIKASI

Pada garis besarnya, sakit perut dapat dibagi menurut datangnya serangan dan lamanya
serangan, yaitu akut atau kronik (berulang), yang kemudian dibagi lagi atas kasus bedah dan
pediatrik. Selain itu juga dibagi berdasarkan umur penderita, yaitu umur di bawah 2 tahun dan
di atas 2 tahun, yang masing-masing dapat dikelompokkan berdasarkan penyebab, yaitu
penyebab yang berasal dari gastrointestinal dan luar gastrointestinal.
Konsep yang klasik membagi sakit perut berulang ke dalam 2 golongan: organik
(fungsional) dan psikogenik (psikosomatik). Biasanya harus dicari dulu penyebab organik, bila
tidak ditemukan bisa dipikirkan kemungkinan penyebab psikogenik. Cara pendekatan seperti
ini tentu akan banyak memakan waktu dan biaya (Boediarso, 2009).
Barr mengajukan konsep yang agak berbeda. Sakit perut berulang digolongkan atas 3
kelompok, yaitu: organik, disfungsional, dan psikogenik. Nyeri organik disebabkan oleh suatu
penyakit, misalnya infeksi saluran kemih. Nyeri disfungsional disebabkan oleh berbagai variasi
fisiologi normal dan dibagi dalam dua kategori, yaitu sindrom nyeri spesifik (yang mekanisme
penyebab nyerinya diketahui, misalnya defisiensi laktase dan konstipasi) dan sindrom nyeri
nonspesifik (mekanisme penyebab nyeri tidak jelas atau tidak diketahui). Nyeri psikogenik
disebabkan oleh tekanan emosional atau psikososial tanpa adanya kelainan organik atau

1
disfungsi (Boediarso, 2009). Untuk memastikan diagnosis kelompok nyeri psikogenik maka
ada tiga kriteria yang harus dipenuhi yaitu:
1. Ada bukti yang cukup kuat untuk menghilangkan penyebab kelainan organik.

2. Bukti positif bahwa ada gangguan emosional dan ada kaitan waktu antara timbulnya sakit
perut dengan periode meningkatnya stress yang dialami anak.

3. Sakit perut ini akan bereaksi langsung dengan hilangnya ketegangan emosional meskipun
kemungkinan hal ini tidak selalu terjadi .
Konsep ketiga diajukan oleh Levine dan Rappaport (1984) yang menekankan adanya
penyebab multifaktor. Sakit perut berulang merupakan perpaduan dari empat faktor, yaitu:
1. Predisposisi somatik, disfungsi, atau penyakit
2. Kebiasaan dan cara hidup
3. Watak dan pola respons
4. Lingkungan dan peristiwa pencetus
Faktor-faktor tersebut berperan meningkatkan atau meredakan rasa sakit. Dengan
demikian dapat diterangkan mengapa beberapa anak menderita konstipasi tanpa sakit perut
berulang. Demikian pula halnya dengan kondisi psikososial yang buruk akan menimbulkan
sakit perut berulang pada anak tertentu, tetapi tidak pada anak lain (Boediarso, 2010).

III. ETIOLOGI

Terdapat beberapa penyakit yang dapat menyebabkan sakit perut pada anak. Di bawah
ini merupakan tabel yang menyajikan penyakit yang dapat menyebabkan sakit perut pada anak
yang tidak memerlukan tindakan bedah.
Penyakit yang dapat menyebabkan sakit perut akut pada anak berdasarkan umur , yang
tidak memerlukan tindakan bedah :

 Bayi Dan Anak Dibawah Umur 2 Tahun

2
 Dalam perut: infeksi usus halus seperti infeksi oleh Salmonella spp, Shigella spp.,
Campylobacter spp.
 Luar perut: infeksi traktus urinarius

 Anak diatas umur 2 tahun


 Dalam Perut:
 Gastrointestinal
 Infeksi usus halus: Salmonella spp, Shigella spp, Campylobacter spp, Yersinia spp,
keracunan makanan : Staphylococcus spp,Clostridium spp, kolitis ulseratif, kolitis
amubik, adenitis mesenterikus, ileus mekonium, enteritis regionalis (penyakit
Crohn)
 Hepatobiliaris: hepatitis, kolelitiasis
 Infeksi mononukleosis
 Pankreas: pankreatitis akut sebagai akibat parotitis epidemika
 Ginjal: infeksi traktus urinarius, batu, nefritis
 Metabolik: intoleransi karbohidrat, hiperlipidemia, ketoasidosis diabetik
 Ginekologik: Salpingitis

 Luar perut:
 Pneumoia
 Limfadenitis inguinalis
 Osteomielitis (tulang punggung, tulang pinggul)
 Hematom otot perut
 Herpes zoster
 Kompresi susunan saraf spinal

(Sumber : Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak)

Penyakit yang dapat menyebabkan sakit perut berulang pada anak :

3
IV. PATOFISIOLOGI

Rasa sakit perut, baik mendadak maupun berulang, biasanya selalu bersumber pada
(Hegar, 2003):
1. Visera perut
2. Organ lain di luar perut
3. Lesi pada susunan saraf spinal
4. Gangguan metabolik
5. Psikosomatik
Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak bermielin
yang berasal dari sistim saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini disebut sebagai serabut
saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit lebih menyebar dan lebih lama dari rasa sakit yang
dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A.
Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa dari
organ di abdomen. Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis menuju ke ganglia pre
dan paravertebra dan memasuki akar dorsa ganglia. Impuls aferen akan melewati medula
spinalis pada traktus spinotalamikus lateralis menuju ke talamus, kemudian ke konteks serebri.
Impuls aferen dari visera biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan
ambang batas nyeri pada jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal, dan
berbatas tak jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls nyeri dan visera abdomen atas (lambung,
duodenum, pankreas, hati, dan sistem empedu) mencapai medula spinalis pada segmen
thorakalis 6, 7, 8 serta dirasakan didaerah epigastrium.
Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz sampai
fleksura hepatika memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus. Dari kolon
distalis, ureter, kandung kemih, dan traktus genitalia perempuan, impuls nyeri mencapai
segmen Th 11 dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri dirasakan pada daerah supra publik
dan kadang-kadang menjalar ke labium atau skrotum. Jika proses penyakit meluas ke
peritorium maka impuls nyeri dihantarkan oleh serabut aferen stomatis ke radiks spinals
segmentalis.
Penyebab metabolik seperti pada keracunan timah dan porfirin belum jelas patofisiologi
dan patogenesisnya. Patofisiologi sakit perut berulang yang fungsional (tidak berhubungan
dengan kelainan organik) masih sulit dimengerti. Diperkirakan ada hubungan antara sakit perut
berulang fungsional dengan penurunan ambang rangsang nyeri. Berbagai faktor psikologik dan

4
fisiologik dapat berperan sebagai mediator sebagai mediator atau moderator dari sakit perut
berulang fungsional (Tabel 3).

Psikologik Fisiologik
 Faktor stress  Intoleransi
 Depresi  Dismotilitas usus
 Ikatan Keluarga  Konstipasi
 "Operant conditioning"  Ketidakstabilan otonom
 Somatisasi

Juga diketahui ada hubungan yang kuat antara sakit perut berulang fungsional dengan
tipe kepribadian tertentu, yaitu sering cemas/gelisah, dan selalu ingin sempurna. Pada anggota
keluarga lainnya juga sering ditemukan kelainan psikosomatik seperti migrain, kolon iritabel
(ulshen, 2000).
Hubungan antara sistim susunan saraf pusat dan saluran cerna yang sangat kompleks
mungkin dapat membantu menjelaskan patofosiologi sakit perut berulang fungsional.

V. PATOGENESIS

Hipersensitivitas visera diduga sangat berperan terhadap kejadian nyeri perut non-
organik pada anak. Gangguan motilitas terlihat pada anak yang dilakukan pemeriksaan
manometri. Pada pemeriksaan manometri terlihat peningkatan intensitas kontraksi otot pada
usus halus dan usus besar, serta waktu singgah di dalam usus yang lambat (delayed intestinal
transit time). Konsep keterlibatan hipersensitivitas visera didapat dari penelitian yang
memperlihatkan perubahaan ambang reseptor pada dinding saluran cerna, perubahan modulasi
dalam mengkonduksi impuls sensorik, dan perubahan ambang kesadaran di susunan saraf pusat
pada pasien dengan irritable bowel syndrome.
Peranan inflamasi dan imunomodulasi dalam patogenesis sakit perut fungsional, perlu
dipertimbangkan dengan ditemukannya proses inflamasi nonspesifik pada biopsi jaringan
saluran cerna (Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007). Mekanisme timbulnya sakit perut organik,
ialah (Grace, 2006 dan Boediarso, 2010).

5
1. Gangguan vaskuler. Emboli atau trombosis, ruptur, oklusi akibat torsi atau penekanan seperti
pada kista ovarium terpuntir dan jepitan usus pada invaginasi.

2. Peradangan. Peradangan organ di dalam rongga peritonium menimbulkan rasa sakit bila
proses peradangan telah mengenal peritoneum parietalis. Mekanisme perjalaran nyeri sama
seperti peradangan pada umumnya yang disalurkan melalui persyarafan somatik.

3. Gangguan pasase. Nyeri bisa ditimbulkan oleh adanya gangguan pasase atau obtruksi organ
yang berbentuk pembuluh, baik yang terdapat di dalam rongga peritoneal atau pun
retroperitoneal. Bila pasase dalam saluran-saluran tersebut terganggu akan timbul rasa sakit
akibat tekanan intra lumen yang meninggi di bagian proksimal sumbatan. Sakit dirasakan
hilang timbul atau terus menerus dengan puncak nyeri yang hebat (kolik).

4. Penarikan dan peregangan peritoneum viseralis. Penarikan dan peregangan pada peritoneum
viseral dapat merangsang terjadinya nyeri yang bersifat tumpul (dull pain).

Dalam prakteknya, keempat mekanisme timbulnya sakit perut jarang ditemukan


sendiri-sendiri, tapi umumnya merupakan proses campuran.

VI. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik sakit perut pada bayi dan anak bergantung pada umur penderita.
Pedoman yang dipakai untuk menyatakan seorang bayi atau anak sakit perut adalah sebagai
berikut (Ulshen, 2000).

 0-3 bulan : umumnya digambarkan dengan adanya muntah.

 3 bln-2 th : muntah, tiba-tiba menjerit, menangis tanpa adanya trauma yang dapat
menerangkannya.

 2 th–5 th : dapat mengatakan sakit perut tetapi lokalisasi belum tepat.

 > 5 th : dapat menerangkan sifat dan lokalisasi sakit perut.

Sakit perut berulang variasinya cukup luas baik dalam hal frekuensi, waktu, intensitas,
lokasi dan gejala yang mengikuti. Mual, keringat, dingin, muntah, pusing, pucat dan palpitasi
sering menyertai sakit perut berulang. Gejala klinis sakit perut berulang yang klasik dapat

6
dilihat pada tabel 4. Pada sakit perut berulang dengan gambaran klasik ini, etiologinya bukan
kelainan organik (Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007).

Diketahui tiga tipe sakit perut berulang yaitu : kolik periumbilikus (paling sering),
peptic symptoms’s (hampir sama dengan dispepsia non ulser pada dewasa) dan nyeri perut
bawah dengan gangguan buang air besar (ekivalen dengan sindrom usus iritabel). Gejala klinis
ini dapat menetap sampai dewasa pada 30-50% kasus. Sakit perut berulang merupakan salah
satu manifestasi dini dari irritable bowel syndrome (Boediarso, 2010).
Gejala klinis sakit perut berulang klasik:
 Paroksimal
 Daerah perlumbilikus atau suprapubis
 Nyeri berlangsung kurang satu jam
 Nyeri tidak menjalar, kram atau tajam, tak membangunkan anak malam hari
 Nyeri tidak berhubungan dengan makanan, aktifitas, kebiasaan buang air besar
 Mengganggu aktivitas
 Di antara dua episode terdapat masa bebas gejala
 Pemeriksaan fisik (N), kecuali kadang-kadang sakit perut di kiri bawah
 Nilai laboratorium (N)

VII. DIAGNOSIS

1. Anamnesis (Markum, 1999; Boediarso, 2010 dan Wiryati, 2007).


 Usia: Sakit perut berulang biasanya terjadi pada usia 5-14 tahun.

 Jenis kelamin: Perempuan lebih sering mengalami sakit perut berulang dibandingkan
laki-laki (5:3).

 Riwayat sakit perut.

a. Lokalisasi.

Sakit yang disebabkan gangguan saluran pencernaan bagian atas biasanya dirasakan di
daerah epigastrium. Gangguan di ileum distal dan appendiks dirasakan di daerah perut kanan
bawah. Rasa sakit yang disebabkan oleh infeksi usus ataupun gangguan psikis lokalisasinya
sukar ditentukan.

7
b. Sifat dan faktor yang menambah / mengurangi rasa sakit.

Sakit yang berasal dari spasme otot polos usus, traktus urinarius, traktus biliaris,
biasanya berupa kolik yang sukar ditentukan lokalisasinya dengan tepat dan tidak dipengaruhi
oleh adanya batuk atau penekanan abdomen. Sakit yang berasal dari iritasi peritoneum akan
terasa menetap di tempat iritasi dan menghebat bila penderita batuk atau ditekan perutnya.

c. Waktu timbul.

Waktu timbul yang dialami oleh sang anak dipengaruhi oleh apa saja.Misalkan dapat
dipengaruhi oleh jenis makanan, pola aktivitas dan lainnya.

d. Lama sakit perut.

Lamanya anak mengalami sangat perut juga sangat berpengaruh kepada hasil diagnosis
nantinya.

e. Frekuensi.

Begitu pula dengan freukensi, kadar seringnya terjadi nyeri perut juga dapat
menentukan hasil diagnosa dan pentalaksanaan yang dapat diberikan dengan segera kepada
anak.

f. Gejala yang mengiringi.

- Pola defekasi
- Pola kencing
- Siklus Haid

g. Akibat sakit perut pada anak:

a) Terdapatkah kemunduran kesehatan pada anak tersebut?

b) Bagaimana nafsu makan anak?


h. Gejala / gangguan traktus respiratorius

8
Adanya gangguan pada respiratori, bisa menyebabkan terjadinya nyeri perut pada anak.

i. Gangguan muskuloskeletal

Nyeri perut ini, juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan ataupun kelainan pada
muskuloskeletal

j. Aspek psikososial:

 Pola hidup dan kebiasaan pola tidur, aktivitas sehari-hari, makanan, penggunaan toilet.

 Lingkungan: tetangga, sekolah, perkawinan orang tua, keadaan rumah, persaingan


sesama saudara kandung, beban keuangan, disiplin yang terlalu kaku.

 Temperamen, pola respon yang dipelajari: bagaimana anak mengatasi stress di masa
lampau, gampang bergaul, kaku, perfeksionis, obsesif, depresi kronik, sulit diatur

k. Trauma.

Trauma tumpul dapat menyebabkan hematoma subserosal ataupun pankreatitis


 Penyakit yang pernah diderita dalam keluarga.
Adakah di antara− keluarga yang menderita kista fibrosis, pankreatisis, ulkus
peptikum, kolon irritable. Adakah faktor stress dalam keluarga. Pada anamnesis yang
teliti kita sudah dapat mengetahui apakah penyebab sakit perut berulang itu kelainan
organik atau bukan (Tabel 5) (Boediarso, 2010)

Tanda peringatan sakit perut berulang yang disebabkan kelainan organik :

1. Nyeri terlokalisir, jauh dari garis tengah


2. Nyeri menjalar (punggung, bahu, ektremitas bawah)
3. Membangunkan anak pada malam hari
4. Timbul tiba-tiba
5. Muntah
6. Gangguan motilitas (diare, obstripusi, inkontinensia)

9
7. Pendarahan saluran cerna
8. Dysuria
9. Gangguan tumbuh kembang
10. Gejala sistemik : panas, arthalgia, ruam kulit
11. Riwayat keluarga : ulkus peptikum, H pylori, intoleransi laktosa, IBD
12. Kesadaran sesudah episode
13. Usia kurang dari 4 tahun atau lebih 15 tahun

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan lengkap mulai dari kepala sampai keujung
kaki walaupun titik beratnya pada abdomen. Perhatikan keadaan umum anak dan posisi anak
pada waktu berjalan atau waktu tidur di tempat periksa. Jika ia terbaring diam dan kesakitan
bila berubah posisi maka ini mungkin tanda abdomen akut (Hegar, 2003).
Pemeriksaan pada abdomen harus dilakukan pada posisi anak yang santai dan
dilihat/dicari: asimetri perut, bentuk perut (buncit, skapoid), gambaran usus, nyeri terlokalisasi,
adanya ketegangan dinding perut baik sebelum atau sesudah rangsangan tangan, massa tumor,
cairan ascites, nyeri tekan, bagaimana bising usus di seluruh perut dan colok dubur (Wiryati,
2007).
Perlu dicari tanda-tanda kedaruratan seperti dinding abdomen yang kaku, defens
muskuler, nyeri tekan dan nyeri lepas. Disamping itu perlu juga dicari kemungkinan adanya
hernia inguinalis strangulata atau inkarserata dan pneumonia (Grace, 2006).
Perhatikan keadaan umum pasien, apakah tampak sakit ringan, sedang, atau berat. Bila
sangat berat dan disertai muntah hebat kemungkinan besar kasus bedah. Sakit perut yang
timbul karena rangsangan, batuk, nafas dalam dan pergerakan kemungkinan disebabkan
peritonitis. Bila nyeri terasa saat pasien membungkuk mungkin disebabkan oleh pankreatitis.
Bila disertai diare, muntah dan kencing sedikit berarti sudah terdapat dehidrasi.
Pemeriksaan perut harus dilakukan dalam keadaan lemas (relaks). perut yang tegang,
adanya tahanan, nyeri tekan dan nyeri lepas mungkin merupakan kasus bedah, karena pada
infeksi saluran cerna biasanya hanya terdapat nyeri tekan demikian pula dengan adenitis
mesenterik. Perut yang kembung (meteorismus) bisa disebabkan adanya intoleransi
karbohidrat. Perhatikan adanya hernia atau pembesaran kelenjar getah bening (limfadenitis)
didaerah lipat paha (inguinal).

10
Lihat juga apakah ada purpura terutama didaerah bokong dan punggung kaki, ada atau
tidaknya pneumonia dan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas atau
bagian bawah (Ulshen, 2000).

3. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang

Mengingat begitu luasnya daftar diagnosis banding untuk sakit perut, maka berbagai
prosedur pemeriksaan dapat saja dilakukan untuk mencari penyebabnya, tapi perlu diingat
bahwa prosedur tersebut memerlukan biaya dan sering tidak memberikan hasil positif.
Lagipula beberapa pemeriksaan bersifat invasif dan menyakitkan anak, oleh karena itu
anamnesis yang cermat dan terarah, pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh dapat
mengarahkan pada prosedur pemeriksaan yang diperlukan (Ulshen, 2000 dan Khan, 2009).

A.Pemeriksaan laboratorium

Apusan darah dengan gambaran anemia zat besi dapat menyertai kehilangan darah
kronik. Leukositosis biasanya menyertai infeksi saluran kemih dan usus, tetapi infeksi
Salmonella biasanya leukopenia. Laju endap darah meningkat pada infeksi usus. Pemeriksaan
ureum dan elektrolit darah penting pada diare dengan dehidrasi (Boediarso, 2010).
Pemeriksaan urin perlu dilakukan untuk menentukan adanya infeksi saluran kemih,
batu saluran kemih, kelainan hepatobilier, glomerulonefritis akut dan sindrom nefrotik (Hegar,
2003).
Analisis tinja dapat dilakukan untuk melihat adanya kelainan hepatobilier, kerusakan
pankreas, infeksi bakteri atau parasit, alergi protein susu sapi, kelainan bedah (invaginasi) dan
malabsorpsi karbohidrat yang sering ditemukan pada sindrom usus inflamatorik. Intoleransi
laktosa dapat diperiksa dengan mengukur pH tinja dan tes reduksi dalam tinja (Ulshen, 2000).
Pemeriksaan biokimia seperti klirens urea, kreatinin, amilase dan lipase dapat
membantu mengetahui adanya kelainan pada pankreas, hati dan sistem bilier (Ulshen, 2000).

B.Pemeriksaan penunjang

11
Foto polos abdomen, berbaring dan tegak sangat penting untuk melihat obstruksi usus,
massa atau tinja dalam kolon, kalsifikasi pada pankreatitis kronik dan beberapa jenis tumor,
batu empedu dan gambaran mukosa usus pada colitis ulseratif kronik.
Foto polos tiga posisi sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis adanya obstruksi
dan kelainan diluar traktus digestivus. Foto polos perut dan pielografi intravena penting untuk
menegakkan diagnosis traktus urinarius dan batu di dalam saluran kemih (Smeltzer, 2002).
Barium kontras X-Ray merupakan indikasi utama untuk menentukan kelainan pada
saluran pencernaan bagian atas seperti ulkus peptikum dan lesi peradangan kronik.
Pemeriksaan barium meal untuk melihat kelainan usus halus. Double contrast enema untuk
melihat kelainan mukosa secara terperinci. Kolesistografi dilakukan untuk melihat malfungsi
saluran empedu atau batu empedu.
Pemeriksaan kolangiografi atas indikasi bila dicurigai adanya kista koledokus atau
pankreatitis. Pemeriksaan kontras saluran kemih (IVP, sistogram, dll) bila dicurigai adanya
infeksi atau disfungsi saluran kemih. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilakukan bila
diduga adanya kelainan perut dan hepatobilier. Electroensefalograf (EEG), Electromiograf
(EMG), Electrocardiograf (EKG) untuk menyokong kecurigaan pada epilepsi perut,
spasmofilia atau hipokalsemia (Boediarso, 2010).
Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi dilakukan untuk mendeteksi kolitis
ulserativa, kolitis pseudomembran atau penyakit Crohn. Pemeriksaan endoskopi dan radiologi
dikerjakan apabila gejala klinis tidak memperlihatkan perbaikan dan masih dipikirkan
keterlibatan kelainan organik seperti ulkus peptikum, lesi peradangan kronik pada lambung
atau duodenum (Ulshen, 2000).
Pemeriksaan psikologik perlu dilakukan bila diduga kemungkinan penyebab
psikogenik atau pada pemeriksaan lainnya tidak ditemukan kelainan. Oleh karena sebagian
besar penyebab sakit perut tidak diketahui maka perlu dipilih pemeriksaan mana saja yang
benar-benar harus dilakukan dan tahap-tahapnya sehingga tidak membebani anak dan keluarga
dengan pemeriksaan yang tidak perlu atau sebaliknya ada pemeriksaan yang perlu dilakukan
tetapi terlewati (Wiryati, 2007).

VIII. KRITERIA DIAGNOSIS

12
Keluhan saluran cerna fungsional umumnya bersifat kronis atau rekuren. Pendekatan
diagnosis sangat bergantung kepada kemampuan anak mengemukakan keluhan yang
dirasakannya, sehingga beberapa kelainan tidak ditemukan pada anak di bawah usia tertentu.
Pemastian seorang anak menderita sakit perut fungsional tidak boleh hanya berdasarkan
ditemukannya gangguan emosi pada anak tersebut. Perlu diingat bahwa kelainan organik yang
berkepanjangan juga akan memberikan dampak gangguan emosi pada seorang anak, karena itu
anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang lengkap merupakan hal terpenting dalam
melakukan evaluasi anak dengan sakit perut (Wiryati, 2007 dan Chang L, 2009).
Adanya suatu kelainan organik perlu dipikirkan bila pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik ditemukan beberapa hal yaitu seperti pada tabel 5 di atas.
Diagnosis nyeri perut yang banyak digunakan saat ini adalah Kriteria Rome. Kriteria
Rome membagi keluhan nyeri perut non-organik menjadi 5 kategori diagnosis, yaitu
(Boediarso, 2010 dan Chang, 2009) :

1. Dispepsia Fungsional

Dispepsia adalah rasa sakit atau tidak nyaman (discomfort) pada perut bagian atas (di
atas umbilikus). Keluhan telah dirasakan selama paling sedikit 12 minggu, tidak perlu
berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Rasa sakit tidak berhubungan dengan pola
defekasi dan bentuk tinja.
Berdasarkan gejala klinis, Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu (1)
Ulcer like dyspepsia, bila yang dirasakan adalah rasa sakit, (2) dysmotility like dyspepsia, bila
yang dirasakan adalah rasa tidak nyaman, dan (3) Unspecified (non specific) dyspepsia, bila
keluhan yang disampaikan pasien tidak memenuhi kriteria ulcer atau dysmotility dyspepsia.
Rasa tidak nyaman dapat berupa rasa penuh, cepat kenyang, sering sendawa, mual, retching,
atau muntah. Semua keluhan di atas mencerminkan gangguan pada saluran cerna atas.

2. Sindrom Usus Iritabel

Sakit perut atau rasa tidak nyaman yang berhubungan dengan perubahan pola defekasi
dan bentuk tinja. Anak telah cukup matang untuk menjelaskan rasa sakit yang dialami selama

13
paling sedikit 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Keluhan
akan hilang setelah defekasi. Kemungkinan adanya kelainan organik perlu dipikirkan bila
ditemukan rasa sakit pada malam hari, diare, perdarahan per rektum, demam atau penurunan
berat badan dan riwayat sindrom usus iritabel dalam keluarga.

3. Nyeri perut fungsional

Sakit dirasakan di daerah periumbilikus berlangsung secara terus menerus pada anak
usia sekolah atau remaja, tidak berhubungan dengan keadaan fisiologis seperti makan,
defekasi, atau menstruasi, beberapa kasus mengganggu aktivitas sehari-hari. Episode
berlangsung kurang dari 1 jam, bahkan kadangkala hanya berlangsung beberapa menit.
Rasa sakit umumnya tidak sampai membangunkan anak pada saat tidur, tetapi sakit
yang dirasakan pada malam hari seringkali menyebabkan anak tidak dapat tidur. Anak
umumnya mempunyai masalah emosi, sifat perfeksionis, kesulitan belajar, dan orangtua
mempunyai harapan yang terlalu besar kepada anak.
Anak sering pula mengeluh sakit kepala, mual (tanpa muntah), dan letih. Faktor
psikologis berupa kecemasan atau depresi, gejala somatisasi, serta fobia sekolah perlu
dipikirkan

4. Migren perut

Sakit perut timbul secara paroksismal pada daerah garis tengah perut, non-kolik,
berlangsung selama beberapa jam sampai beberapa hari dan diselingi periode tidak sakit selama
beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Keluhan lain (minimal 2 keluhan) seperti sakit kepala, takut terhadap cahaya, riwayat
migren di dalam keluarga, sakit kepala pada satu sisi, dan aura sebagai prodomal serangan sakit
(visual, sensorik, atau motorik) juga ditemukan pada anak dengan migren perut. Keluhan telah
berlangsung dalam kurun waktu 12 bulan dengan minimal 3 kali serangan.

5. Erofagia

Udara yang tertelan dapat menyebabkan distensi perut secara berlebihan sehingga
mengganggu masukan minum/makan anak. Keluhan berlangsung selama minimal 12 minggu,
tidak perlu berurutan, dalam kurun waktu 12 bulan terakhir. Pada anamnesis dan pemeriksaan

14
fisis terlihat distensi perut akibat adanya udara di dalam lumen usus, sendawa berulang kali,
dan sering flatus. Erofagia seringkali tidak terlalu diperhatikan oleh orangtua.
Erofagia perlu dipikirkan apabila pada saat pemeriksaan fisis ditemukan suara menelan
berulang kali yang disertai keluhan tersebut di atas. Keluhan dan gejala klinis akan hilang pada
saat tidur. Kecemasan yang dialami oleh seorang anak dapat menyebabkan perilaku menelan
secara berlebihan (Markum, 1999).

IX. PATOGENESIS NYERI PERUT NON ORGANIK


Diagnosis nyeri perut yang banyak digunakan saat ini adalah Kriteria Rome. Kriteria
Rome membagi keluhan nyeri perut non-organik menjadi 5 kategori dan patogenesisnya
antara lain sebagai berikut:

1. Dispepsia Fungsional
Dari sudut pandang patofisiologis, proses yang paling banyak dibicarakan dan
potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam
lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan
hipersensitivitas viseral.5 Ferri et al. (2012) menegaskan bahwa patofi siologi
dispepsia hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan penelitian-penelitian masih
terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai memiliki peranan bermakna,
seperti di bawah ini:17
 Abnormalitas fungsi motorik lambung, khususnya keterlambatan pengosongan
lambung, hipomotilitas antrum, hubungan antara volume lambung saat puasa
yang rendah dengan pengosongan lambung yang lebih cepat, serta gastric
compliance yang lebih rendah.
 Infeksi Hellicobacter pylori
 Faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas dan
depresi.

Sekresi asam lambung

Kasus dispepsia fungsional umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik
sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang rata-rata normal. Diduga
terdapat peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan
rasa tidak enak diperut3.

15
Helicobacter pylori

Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya


dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H. pylori pada dispepsia fungsional
sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan infeksi H. pylori
pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi H.
pylori pada dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan
pengobatan konservatif baku.5

Dismotilitas

Selama beberapa waktu, dismotilitas telah menjadi fokus perhatian dan beragam
abnormalitas motorik telah dilaporkan, di antaranya keterlambatan pengosongan
lambung, akomodasi fundus terganggu, distensi antrum, kontraktilitas fundus
postprandial, dan dismotilitas duodenal.19

Beragam studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional, terjadi perlambatan


pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum (hingga 50% kasus), tetapi harus
dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat
kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung saja tidak dapat mutlak menjadi
penyebab tunggal adanya gangguan motilitas.2

Disfungsi autonom
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal p
ada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam
kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu menerima makanan, sehingga
menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.5

Peranan Hormonal
Peranan hormon masih belum jelas diketahui dalam patogenesis dispepsia fungsional.
Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan
motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan
prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit
gastrointestinal.5

16
Psikologis
Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan
keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang
mendahului keluhan mual setelah pemberian stimulus berupa stres. Kontroversi
masuh banyak ditemukan pada upaya menghubungkan faktor psikologis stres
kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas. Tidak didapatkan kepribadian yang
karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dalam sebuah studi
dipaparkan adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, pelecehan seksual,
atau gangguan jiwa pada kasus dispepsia fungsional.5
2. Sindrom Usus Iritabel

Stres, diet, bakteri, kuman, jenis makanan dan reaktifitas usus yang abnormal dapat
menyebabkan IBS.

Stres dapat memicu gejala IBS. Ketika seseorang mendapatkan masalah yang menyita
pikirannya, maka hal ini dapat mempengaruhi sel- sel saraf dan menjadikan
kekejangan pada usus. Kekejangan usus ini dapat mengantarkan kita pada penyakit
irritable bowel syndrome. Apalagi stress ini berkepanjangan.

Diet yang tidak benar juga dapat memicu adanya IBS. Apabila pola makan seseorang
itu sangat besar atau tidak teratur apalagi keadaan pencernaannya bermasalah maka
dapat menyebabkan kram dan diare. Setelah itu dapat membuat seseorang itu terkena
IBS.

Yang ketiga adalah abnormalitas reaksi usus. Ketidaknormalan gerakan usus ini dapat
disebabkan oleh berbagai banyak hal diantaranya : asupan makanan yang masuk,
mikroorganisme dan stres. Ketidaknormalan gerakan usus ini apabila terlalu lambat
akan menyebabkan sembelit, dan jika terlalu cepat akan menyebabkan diare.

Intoleransi makanan juga dapat menyebabkan datangnya penyakit IBS ini. Jika
seseorang alergi terhadap suatu makanan tertentu, maka dapat menyebabkan
gangguan usus dan menjadikan irritabel bowel syndrome

Selain itu bakteri juga dapat memberikan efek tertentu terhadap usus dan dapat
menyebabkan IBS.

3. Nyeri Perut Fungsional dan Migren perut


Mekanisme timbulnya sakit perut fungsional dan migren perut, adalah: 2,5,16
 Gangguan vaskuler: Emboli atau trombosis, ruptur, oklusi akibat torsi atau
penekanan, misalnya jepitan usus pada invaginasi.

17
 Peradangan: Bila proses peradangan telah mengenai peritoneum parietalis.
 Gangguan pasase: Rasa sakit timbul akibat tekanan intralumen yang meninggi
dibagian proksmal sumbatan.
 Penarikan, peregangan, dan pembentangan peritoneum viseralis.

4. Erofagia
Erofagia terjadi karena anak menelan udara yang berlebihan sehingga perut tidak
cukup kuat untuk menahan sehingga terjadilah distensi pada perut. Hal inilah yang
menyebabkan anak menjadi susah untuk makan dan minum. Biasanya keluhan pada
erofagia ini berangsur-angsur terjadi dan minimal 12 minggu, dan terjadi dalam kurun
waktu 1 tahun. Hal yang paling sering terjadi pada erofagia adalah sendawa yang
berulang dan sering flatus karena banyak udara pada lumen usus. Keluhan-keluhan
yang terjadi biasanya akan menghilang pada anak saat sedang tertidur.9

X. PENATALAKSANAAN

Pertama kali yang harus diperhatikan dalam menghadapi nyeri perut pada anak adalah
memilah apakah kelainan fungsional (kelainan organik) atau psikogenik (psikosomatik) yang
mendasari keluhan tersebut. Pemeriksaan penunjang tidak menjadi urutan pertama pada nyeri
perut tanpa gejala-gejala yang pasti. Meskipun belum disepakati oleh semua negara tetapi
sebagian besar sudah menyetujui penggunaan Kriteria Rome untuk diagnosis nyeri perut
fungsional.
Tata laksana dimulai dengan melakukan wawancara dengan anak dan orangtuanya
secara bersama-sama. Interaksi orang tua dan anak selama wawancara merupakan hal penting
yang harus diperhatikan. Penggunaan buku harian oleh orangtua dan anak untuk mencatat jenis
makanan, derajat nyeri (skor), pola defekasi dan keluhan spesifik lainnya.
Dengan pemantauan tersebut diharapkan mereka akan lebih memberikan perhatian
terhadap keluhan yang dirasakan. Anak diajak ikut serta mengevaluasi penyakitnya dengan
menuliskan apa yang dirasakan. Beberapa data perlu diketahui seperti prestasi belajar, stress
emosi di keluarga maupun di sekolah, aktivitas sosial, dan perkembangan aktivitas dalam
beberapa bulan terakhir (Boediarso, 2010).

18
Seringkali sulit untuk memilah melakukan pendekatan psikogenik atau organik, maka
sesuai dengan data epidemiologi kejadian nyeri perut pada anak, umur 4 tahun dipakai sebagai
batas umur untuk memilah melakukan pendekatan diagnostik, dimana anak di bawah 4 tahun
lebih dihubungkan dengan kelainan organik, pemeriksaan penunjang tetap dilakukan walaupun
sebagian besar kasus nyeri perut pada anak tidak memperlihatkan kelainan organik. Pada
keadaan tersebut, alarm symptoms atau signal sign dapat digunakan sebagai dasar pendekatan
tata laksana (Kartono, 2000).
Beberapa kelainan nyeri perut non-organik memerlukan medikamentosa sebagai terapi
suportif, walaupun sejauh ini penelitian kontrol mengenai terapi dispepsia fungsional pada
anak masih terbatas. Obat dan makanan yang dianggap dapat menimbulkan keluhan sebaiknya
dihentikan. Agonis reseptor H2, Pompa Proton Inhibitor banyak diberikan pada dyspepsia,
prokinetik dapat diberikan pada dispepsia tipe dismotilitas.
Faktor psikologis sebagai pencetus keluhan perlu diketahui. Apabila faktor stres
psikologis sangat menonjol, maka diperlukan kerjasama antara dokter dan keluarga dalam
menyusun strategi mengurangi faktor stres tersebut. Penjelasan kepada anak dan orangtua
tentang penyakitnya sangat diperlukan, meskipun keluhan yang dirasakan sangat mengganggu,
anak perlu tahu bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang serius. Pencatatan harian tentang
keluhan yang diderita sangat membantu dalam proses penyembuhan.
Obat-obat anti-depresi seperti imipramin atau amitriptilin digunakan pada orang
dewasa, sedangkan pada anak belum ada laporan studi kontrol. Siproheptadine efektif pada
beberapa kasus dengan sakit kepala migren dan muntah. Pada kasus dengan konstipasi sangat
dianjurkan pemberian diet tinggi serat (diet yang direkomendasikan : umur dalam tahun + 5
gr), dan penggunaan minuman yang mengandung bikarbonat harus dihentikan (Wiryati, 2007).
Pengobatan diberikan sesuai etiologi. Pada sakit berulang fungsional pengobatan
ditujukan kepada penderita dan keluarga bukan hanya mengobati gejala. Tujuan pengobatan
ialah memberikan rasa aman serta edukasi kepada penderita dan keluarga sehingga kehidupan
keluarga menjadi normal kembali dan dapat mengatasi rasa sakit sehingga dapat melaksanakan
aktivitas sehari-hari dengan baik (Boediarso, 2010).
Penting untuk menentukan apakah nyeri perut membutuhkan suatu tindakan bedah atau
tidak, perlu dipikirkan pada keadaan sakit mendadak, kolik, tempatnya tertentu, jauh dari
umbilikus, bertambah nyeri dengan aktivitas, muntah yang berwarna hijau atau feses. Pada
keadaan ini maka anak harus dirawat di rumah sakit (Ulshen, 2000).

19
Untuk nyeri psikogenik kadang-kadang diperlukan pula konsultasi ke psikolog dan atau
psikiater anak. Pemberian obat seperti antispasmodik, antikolinergik, antikonvulsan dan anti-
depresan tidak bermanfaat (Ulshen, 2000).

XI. PROGNOSIS

Banyak faktor yang mempengaruhi sakit perut pada anak (Ulshen, 2000):
1) Anak dari keluarga yang banyak menderita sakit perut cenderung mengalami sakit perut
berulang dibanding keluarga yang normal.
2) Anak perempuan mempunyai kemungkinan lebih besar untuk sembuh dari sakit perutnya
daripada anak laki-laki tetapi mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berkembang menjadi
gejala lain.

3) Lebih muda anak yang menderita sakit perut (sebelum usia 6 bulan) mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk sembuh sempurna.

20
DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. dr. A. Samik Wahab, SpA (K). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol.2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2010.

Prof. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, SpA (K). Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 2009.

http//www.medicastore.com//nyeri-perut-berulang//

www.scribd.com//recurrrentabdominalpain/

Dr. Aswitha Boediarso,Sp.A (K) Buku ajar, Gastroenterologi – Hepatologi jilid 1 , UKK –
Gastroenterologi hepatologi IDAI 2011. Jakarta 2010.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23391/4/Chapter%20II.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23391/2/Reference.pdf

http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/02/sakit-perut-pada-anak-files-of-drsmed.pdf

http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-4-5.pdf

http://www.scribd.com/doc/101424413/Nyeri-Perut-Berulang-Pendahuluan-Tinjauan-
Pustaka-Status-Pasien-Penutup-Dan-Daftar-Pustaka-Edit-An-NEW

21

Anda mungkin juga menyukai