Anda di halaman 1dari 79

MANAJEMEN KEPERAWATAN

APLIKASI PERENCANAAN DI PUSKESMAS

Kelompok 1 :
Rikeu Tania 88160001
Suci Rahmah Yanti 88160002
Betha Destriani 88160021
Nina Hartinah 88160024
Nindy Tri Yulianti 88160031
Angelina Merici 88160033
Siska Susilawati 88160038
Velma Mustika Sari 88160042
Via Oktaviani GS 88160052
Dian Herdiawati 88160053
Zahra Hadi 88160061
Dina Nursamsiah 88160064

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BINA SARANA INFORMATIKA BANDUNG
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya, tugas makalah
ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Makalah ini berjudul perencanaan manajemen
keperawatan Puskesmas akan menjadi tugas pertama kami dalam mata kuliah manajemen
keperawatan . Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada para pihak yang turut serta
membantu kelancaran tugas kami, terutama dosen manajemen keperawatan yang telah memberi
banyak ilmu kepada kami mahasiswa. Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan
makalah kami ini.

Semoga makalah yang kami buat ini bermanfaat bagi pembaca. Kami juga tidak segan-
segan untuk menerima kritik dan saran, agar penugasan makalah selanjutnya dapat menjadi lebih
baik dari sebelumnya dan sesungguhnya semua itu bersifat membangun. Terima kasih.

Penulis

DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. 1
Daftar Isi .................................................................................................................................................. 2
BAB I ........................................................................................................................................................ 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................ 4
BAB II....................................................................................................................................................... 4
Landasan Teori ........................................................................................................................................ 4
2.1.Definisi Puskesmas ........................................................................................................................ 4
A. Pengertian Puskesmas ................................................................................................................ 4
B. Visi dan Misi Puskesmas ............................................................................................................ 4
2.2.Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas ........................................................................................... 5
2.3.Perencanaan Manajemen Puskesmas .......................................................................................... 5
BAB III ................................................................................................................................................... 31
PENUTUP ................................................................................................................................................ ii
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................................ ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dalam tahapan hidup manusia. Dengan
kondisi yang sehat, manusia dapat melakukan aktivitas sehari-harinya dengan baik, tanpa
terganggu oleh kesehatan tubuh yang kurang optimal. Masyarakat di Indonesia masih
terbilang terbelakang dalam hal menjaga kesehatan, mereka masih kurang menyadari akan
pentingnya untuk menjaga kesehtan diri, keluarga dan lingkungannya, yaitu memahami
akan pentingnya promotiv dan preventif atau lebih kita kenal dengan lebih baik mencegah
daripada mengobati. Dengan kurangnya kesadaran tersebut mengakibatkan masyarakat di
Indonesia terutama masyarakat awam sangatlah mudah untuk terjangkit penyakit. Melihat
semua masalah kesehatan tersebut, perlu adanya perbaikan dibidang kesehatan. Untuk itu,
sangatlah perlu terselengaranya berbagai upaya kesehatan, baik upaya kesehatan
perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas
penyelenggaraan. Yang hal tersebut merupakan salah satu fungsi dari puskesmas, sehingga
untuk memperbaiki kesehatan masyarakat tersebut, perlu ditunjang oleh manajemen
puskesmas yang baik agar puskesmas benar-benar berfungsi sesuai dengan tugasnya.

Manajemen puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk
menghasilkan luaran puskesmas yang efektif dan efisien. Sehingga terciptalah masyarakat
yang sehat dan produktiv. Tidak gampang terjangkit penyakit dan selalu menjaga
kesehatannya dengan baik.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa definisi puskesmas ?
2. Apa saja tugas pokok dan fungsi puskesmas ?
3. Bagaimana Perencanaan Manajemen Puskesmas ?

1.3.Tujuan
Untuk mengetahui manajemen keperawatan di puskesmas.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi Puskesmas
1. Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. UPT tugasnya adalah menyelenggarakan sebagian tugas teknis Dinas Kesehatan,
sedangkan pembangunan kesehatan maksudnya adalah penyelenggara upaya kesehatan
yang pertanggung jawaban secara keseluruhan ada di Dinkes dan sebagian ada di
Puskesmas Wilayah Kerja. Wilayah ini dapat berdasarkan kecamatan, penduduk, atau
daerah terpencil.

2. Visi dan Misi Puskesmas


Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat

Indikator Kecamatan Sehat :


a. Lingkungan sehat,
b. Perilaku sehat,
c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu,
d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan.

Sedangkan misi dari puskesmas adalah :


a. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya,
b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah
kerjanya,
c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan,
d. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat
beserta lingkungannya.

B. Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas


Menurut Permenkes No.75 Bab II
1. Tugas Pokok
Membantu Pemerintah Daerah dalam melaksanakan urusan Pemerintahan di
Bidang Kesehatan.
2. Fungsi (Pasal 6 )
Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a,
Puskesmas berwenang untuk:
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat
dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan;
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan
sektor lain terkait;
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan
berbasis masyarakat;
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan; dan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.

C. Perencanaan Manajemen Puskesmas


Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu ditunjang oleh
manajeman Puskesmas yang baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang
bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efisien.
Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan oleh Puskesmas akan membentuk fungsi-
fungsi manajeman.
1. PLANNING
Perencanaan Puskesmas adalah proses penyusunan kegiatan yang sistematis
untuk mengatasi masalah atau sebagian masalah yang dihadapi dalam rangka
pencapaian tujuan Puskesmas dalam periode waktu tertentu.

Perencanaan adalah proses penyusunan rencana Puskesmas untuk mengatasi


masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Rencana Puskemas dibedakan atas
dua macam yaitu Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk kegiatan pada setahun
mendatang dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) pada tahun berjalan.
Perencanaan Puskesmas disusun meliputi upaya kesehatan wajib, upaya kesehatan
pilihan dan upaya inovatif baik terkait dengan pencapaian target maupun mutu
Puskesmas. Istilah RUK dan RPK merupakan istilah umum, adapun
istilah/terminologi yang dipergunakan dalam perencanaan disesuaikan dengan
pedoman penganggaran di daerah.

Proses perencanaan Puskesmas harus disesuaikan dengan mekanisme


perencanaan yang ada baik perencanaan sektoral maupun lintas sektoral melalui
Musrenbang di setiap tingkatan administrasi.

1. Rencana Usulan Kegiatan (RUK)


Rencana Usulan Kegiatan adalah perencanaan kegiatan Puskesmas
untuk tahun mendatang, sering disebut dengan istilah H+1. Perencanaan
disusun dengan mengacu pencapaian indikator Kecamatan Sehat dalam
mewujudkan pencapaian indikator SPM.
2. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)/ Plan of Action (POA)

Rencana Pelaksanaan Kegiatan disusun setelah Puskesmas


mendapatkan alokasi anggaran. Penyusunan RPK berdasarkan RUK tahun yang
lalu dengan dilakukan penyesuaian (adjustment) terhadap target, sasaran dan
sumberdaya. RPK disusun dalam bentuk matrik Gantt Chart dan dilengkapi
dengan pemetaan wilayah (mapping).
Ada 6 program pokok puskesmas Kesehatan dasar (BASIC SIX) yaitu:
1. Promosi kesehatan,
2. Kesehatan lingkungan,
3. Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular,
4. Kesehatan Keluarga dan Reproduksi,
5. Perbaikan Gizi masyarakat,
6. Penyembuhan Penyakit dan Pelayanan Kesehatan.

1. Promosi Kesehatan
a. Pengertian
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi perorangan, kelompok dan
masyarakat, dalam berbagai tatanan, dengan membuka jalur komunikasi,
menyediakan informasi, dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan prilaku, dengan melakukan advokasi, pembinaan
suasana dan gerakan pemberdayaan masyarakat untuk mengenali,
menjaga/memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya.
b. Tujuan
Tercapainya perubahan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam
membina dan memelihara prilaku sehat, serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
c. Sasaran
1) Pelaksanaan posyandu dan Pembinaan kader,
2) Penyuluhan Kesehatan
a) Penyuluhan dalam gedung
b) Penyuluhan luar gedung
Penyuluhan kelompok :
a) Kelompok posyandu
b) Penyuluhan masyarakat
c) Anak sekolah
Penyuluhan perorangan : PHN
3) Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
4) Advokasi program kesehatan dan program prioritas. Kampanye program
prioritas antara lain: vitamin A, narkoba, P2M DBD, HIV, malaria, diare
5) Promosi kesehatan tentang narkoba
6) Promosi tentang kepesertaan jamkesmas
7) Pembinaan dana sehat/jamkesmas

2. Kesehatan Lingkungan
a. Pengertian
Berdasarkan teori Blum, lingkungan merupakan salah satu faktor yang
pengaruhnya paling besar terhadap status kesehatan masyarakat di samping
faktor pelayanan kesehatan, faktor genetik dan faktor prilaku. Bahaya
potensial terhadap kesehatan yang diakibatkan oleh lingkungan dapat bersifat
fisik, kimia maupun biologi.
Sejalan dengan kebijaksanaan’Paradigma Sehat’ yang mengutamakan
upaya-upaya yang bersifat promotif, preventif dan protektif. Maka upaya
kesehatan lingkungan sangat penting.

Semua kegiatan kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh para staf


Puskesmas akan berhasil baik apabila masyarakat berperan serta dalam
pelaksanaannya harus mengikut sertakan masyarakat sejak perencanaan
sampai pemeliharaan.

b. Tujuan
1) Meningkatkan mutu lingkungan yang dapat menjamin masyarakat
mencapai derajat kesehatan yang optimal
2) Terwujudnya pemberdayaan masyarakat dan keikut sertaan sektor lain
yang bersangkutan, serta bertanggung jawab atas upaya peningkatan dan
pelestarian lingkungan hidup.
3) Terlaksananya peraturan perundangan tentang penyehatan lingkungan
dan permukiman yang berlaku.
4) Terselenggaranya pendidikan kesehatan guna menunjang kegiatan dalam
peningkatan kesehatan lingkungan dan pemukiman.
5) Terlaksananya pengawasan secara teratur pada sarana sanitasi
perumahan, kelompok masyarakat, tempat pembuatan/penjualan
makanan, perusahaan dan tempat-tempat umum.
c. Kegiatan
Kegiatan-kegiatan utama kesehatan lingkungan yang harus dilakukan
Puskesmas meliputi:
1) Penyehatan air
2) Penyehatan makanan dan minuman
3) Pengawasan pembuangan kotoran mannusia
4) Pengawasan dan pembuangan sampah dan limbah
5) Penyehatan pemukiman
6) Pengawasan sanitasi tempat umum
7) Pengamanan polusi industri
8) Pengamanan pestisida
9) Klinik sanitasi
3. Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular
a. Pengertian
1) Penyakit Menular
Adalah penyakit yang disebabkan oleh agent infeksi atau
toksinnya, yang beraasal dari sumber penularan atau reservoir, yang
ditularkan/ ditansmisikan kepada pejamu (host) yang rentan.
2) Kejadian Luar Biasa (KLB)
Adalah kejadian kesakitan atau kematian yang menarik perhatian
umum dan mungkin menimbulkan kehebohan/ketakutan di kalangan
masyarakat, atau menurut pengamatan epidemiologik dianggap adanya
peningkatan yang berarti (bermakna) dari kejadiankesakitan/kematian
tersebut kepada kelompok penduduk dalam kurun tertentu.
3) Wabah Penyakit Menular
Adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
dari keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
mennnimbulkan malapetaka (U.U. No. 4 tahun 1984 tentang wabah
penyakit yang mennular)

4) Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular (P2M)


Penanggulangan KLB penyakit menular dilaksanakan dengan upaya-
upaya:
a) Pengobatan, dengan memberikan pertolongan penderita, membangun
pos-pos kesehatan di tempat kejadian dengan dukungan tenaga dan
sarana obat yang memadai termasuk rujukan.
b) Pemutusan rantai penularan atau upaya pencegahan misalnya,
abatisasi pada KLB, DBD, Kaporisasi pada sumur-sumur yang
tercemar pada KLB diare, dsb.
c) Melakukan kegiatan pendukung yaitu penyuluhan ,
pengamatan/pemantauan (surveinlans ketat) dan logistik.
5) Program Pencegahan penyakit menular
Adalah mencegah agar penyakit menular tidak menyebar didalam
masyarakat, yang dilakukan antara lain dengan memberikan kekebalan
kepada host melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan imunisasi.
Program Pemberantasan Penyakit Menular
a) Program imunisasi,
b) Program TB paru dengan kegiatan penemuan penderita TBC,
c) Program malaria dengan angka insiden malaria (AMI),
d) Program ISPA dengan frekuensi penemuan dan penaggulangan
pneumonia,
e) Program diare meliputi frekuensi penanggulangan diare,
f) Program rabies,
g) Program Surveilans,
h) Pemberantasan P2B2 demam berdarah
4. Kesehatan Keluarga dan Reproduksi
a. Pengertian
Kesehatan Keluarga adalah wujud keluarga sehat, kecil bahagia dan
sejahtra dari suami istri, anak dan anggota keluarga lainnya (UU RI no 23 th
1992). Kesehatan Reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial
yang utuh. Bukan hanya bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam segala
aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta
prosesnya.(WHO)
b. Tujuan
1) Peran serta aktif wanita dan keluarganya dalam mencegah dan
memecahkan masalah kesehatan keluarga dan masalah reproduksi,
2) Memberikan informasi, edukasi terpadu mengenai seksualitas dan
kesehatan reproduksi, manfaat dan resiko dari: obat, alat, perawatan,
tindakan serta kemampuan memilih kontrasepsi dengan tepat,
3) Melaksanakan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas,
4) Melaksanakan pelayanan kontrasepsi yang aman dan efektif,
5) Kehamilan dap persalinan yang direncanakan dan aman,
6) Pencegahan dan penanganan engguguran kandungan yang tidak
dikehendaki,
7) Pelayanan infertilitas,
8) Informasi secara menyeluruh tentang pengaruh defisiensi hormon di usia
lanjut pada usia lanjut penapisan masalah malignasi.
Keluarga Berencana
a. Pengertian
Adalah upaya kesehatan primer yang menyangkut pelayanan dan
pemeliharaan kesehatan pasangan usia subur dalam menjalankan fungsi
reproduksi yang berkualitas. Prioritas pelayanan KB dewasa ini adalah
meningkatkan derajat kesehatan pasangan usia subur dan keluarganya dalam
pengaturan kehamilan, baik jumlah dan waktu kehamilan serta jarak antar
kehamilan guna menurunkan angka kelahiran nasional.
b. Tujuan
1) Memberikan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas dan KIE kepada
pasangan usia subur dan keluarganya,
2) Memberikan pertolongan pertama/penanganan efek samping dan
kegagalan metode kontrasepsi serta merujuk ke fasilitas rujukan primer
(RS Dati II) sesuai dengan kebutuhan,
3) Memantau cakupan pelayanan kontrasepsi dan kegagalan metoda
kontrasepsi,
4) Meningkatkan kualitas pelayanan KB secara berkelanjutan,
5) Menumbuhkan, mengoptimalkan dan memelihara peran serta masyarakat
dalam upaya,
6) Memberikan pelayanan kesehatan pasangan usia subur, calon pasangan
usia subur, serta anggota keluarga yang lain dalam rangka meningkatkan
kualitas kesehatan fungsi reproduksinya,
7) Melaksanakan penanganan infentaris pasangan usia subur yang
berkualitas dan merunjuk ke fasilitas rujukan primer sesuai dengan
kebutuhan,
8) Melaksanakan managemen terpadu pelayanan kontrasepsi yang datang
berobat ke fasilitas rawat jalan termasuk pelayanan pra rujukan dan
tindakan lanjutnya,
c. Sasaran
1) Sasaran pelayanan KB adalah pasangan usia subur,
2) Calon pasangan usia subur,
3) Pasangan usia subur dengan wanita yang akan memasuki masa
menoupaus,
4) Keluarga yang tinggal dan berada di wilayah kerja Puskesmas,
5) WUS yang datang pada pelayanan rawat jalan Puskesmas yang dalam fase
intervensi,
6) Pelayanan KB.

5. Perbaikan Gizi masyarakat


a. Pengertian
Adalah kegiatan untuk mengupayakan peningkatan status gizi
masyarakat dengan pengelolaan terkoordinasi dari berbagai profesi kesehatan
serta dukungan peran serta aktif masyarakat
b. Program
Upaya Perbaikan Gizi Puskesmas meliputi:
1) Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK),
2) Upaya Perbaikan Gizi Institusi (UPGI),
3) Upaya Penanggulangan Kelainan Gizi Yang Terdiri Dari:
a) Pencegahan Dan Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY),
b) Pencegahan Dan Penanggulangan Anemia Besi (AGB),
c) Pencegahan Dan Penanggulangan Kurang Kalori Energi Protein
(KEP) Dan Kurang Energi Kronis (KEK),
d) Pencegahan Dan Penaggulangan Kekurangan Vitamin A (KVA),
e) Pencegahan Dan Penaggulangan Masalah Kekurangan Gizi Mikro
Lain
f) Pencegahan Dan Penaggulangan Masalah Gizi Lebih
4) Sistem Kewaspadaan Pangan Dan Gizi (SKPG)
c. Tujuan
1) Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan
seluruh anggotanya untuk mewujudkan prilaku gizi yang baik dan
benarsesuai denagn gizi seimbang,
2) Meningkatkan perhatian dan upaya peningkatan status gizi warga dari
berbagai institusi pemerintahan serta swasta,
3) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas gizi/petugas
Puskesmas lainnya dalam merencanakan, melaksanakan, membina,
memantau dan mengevaluasi upaya perbaikan gizi masyarakat,
4) Terselenggaranya pelayanan gizi yang melibatkan partisipasi keluarga
terhadap pencegahan dan penanggulangan masalah kelainan gizi,
5) Terwujudnya rangkaian kegiatan pencatatan/pelaporan masalah gizi dan
tersedianya informasi situasi pangan dan gizi.
d. Sasaran
Sasaran upaya perbaikan gizi adalah kelompok-kelompok yang beresiko
menderita kelainan gizi antara lain:
1) Bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak usia sekolah,
2) Wanita Usia Subur (WUS) termasuk calon pengantin (cantin), ibu hamil,
ibu nifas, ibu menyusui, dan usia lanjut (usila),
3) Semua penduduk rawan gizi (endemik),
4) Semua anak dan dewasa mempunyai masalah gizi,
5) Pekerja penghasilan rendah.
2. ORGANIZING
Menurut Endang S, Pengorganisasian Puskesmas adalah struktur organisasi dan
tata kerja Puskesmas yang merupakan perpaduan antara kegiatan dan tenaga
pelaksanan Puskesmas. Struktur organisasi puskesmas menetapkan bagaimana tugas
akan dibagi, siapa melapor siapa, dan mekanisme koordinasi formal serta pola interaksi
yang akan diikuti.
Adapun faktor-faktor yang menentukan perancangan struktur organisasi
Puskesmas adalah :
a. Strategi untuk mencapai tujuan Puskesmas. Strategi akan menjelaskan bagaimana
aliran wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun diantara pimpinan dengan
pegawai Puskesmas.
b. Ukuran organisasi Puskesmas. Besarnya organisasi Puskesmas secara keseluruhan
maupun unit-unit kerja fungsional akan mempengaruhi struktur organisasi
Puskesmas.
c. Tingkat penggunaan teknologi, yaitu tingkat rutinitas penggunaan teknologi oleh
Puskesmas untuk memberikan jasa layanan kesehatan Puskesmas. Pada layanan
kesehatan dengan menggunakan teknologi tinggi akan memerlukan tingkat
standarisasi dan spesialisasi yang lebih tinggi dibanding dengan pelayanan
kesehatan dasar.
d. Tingkat ketidakpastian lingkungan organisasi Puskesmas.
e. Preferensi(kesukaan) yang menguntungkan pribadi dari individu atau kelompok
yang memegang kekuasaan dan kontrol dalam organisasi Puskesmas.
f. Pegawai dan stakeholder dalam organisasi Puskesmas. Kemampuan dan cara
berfikir para pegawai dan stakeholderPuskesmas serta kebutuhan mereka untuk
bekerjasama harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi Puskesmas.
Kebutuhan pegawai dan stakeholder Puskesmas dalam pembuatan keputusan akan
mempengaruhi saluran komunikasi, wewenang dan hubungan diantara unit-unit
kerja fungsional (Endang S.2011).

Pengorganisasian tingkat Puskesmas didefinisikan sebagai proses penetapan


pekerjaan-pekerjaan pokok untuk dikerjakan, pengelompokan pekerjaan,
pendistribusian otoritas/wewenang dan pengintegrasian semua tugastugas dan
sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan Puskesmas secara efektif dan efisien.
Secara aplikatif pengorganisasian tingkat Puskesmas adalah pengaturan pegawai
Puskesmas dengan mengisi struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) Puskesmas
yang ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten/Kota disertai dengan pembagian
tugas dan tanggung jawab serta uraian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi), serta
pengaturan dan pengintegrasian tugas dan sumber daya Puskesmas untuk
melaksanakan kegiatan dan program Puskesmas dalam rangka mencapai tujuan
Puskesmas.
Berdasarkan definisi tersebut, fungsi pengorganisasian Puskesmas merupakan
alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang
dihubungkan dengan personil/pegawai, finansial, material, dan metode Puskesmas
untuk mencapai tujuan Puskesmas yang telah disepakati bersama antara pimpinan dan
pegawai Puskesmas. Pengorganisasian Puskesmas meliputi hal-hal berikut
(Sulaeman, 2009):
a. Cara manajemen Puskesmas merancang struktur formal Puskesmas untuk
penggunaan sumber daya Puskesmas secara efisien,
b. Bagaimana Puskesmas mengelompokkan kegiatannya, dimana setiap
pengelompokkan diikuti penugasan seorang penanggung jawab program yang
diberi wewenang mengawasi stafnya.
c. Hubungan antara fungsi, jabatan, tugas, dan pegawai Puskesmas.
d. Cara pimpinan Puskesmas membagi tugas yang harus dilaksanakan dalam unit
kerja dan mendelegasikan wewenang untuk mengerjakan tugas tersebut.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004,


bahwa untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan Puskesmas, perlu dilakukan
pengorganisasian. Ada dua macam pengorganisasian yang harus dilakukan.

Pertama, pengorganisasian berupa penentuan para penanggungjawab dan


para pelaksana untuk setiap kegiatan serta untuk setiap satuan wilayah kerja. Dengan
perkataan lain, dilakukan pembagian habis seluruh program kerja dan seluruh
wilayah kerja kepada seluruh petugas puskesmas dengan mempertimbangkan
kemampuan yang dimilikinya.

Penentuan para penanggungjawab ini dilakukan melalui pertemuan


penggalangan tim pada awal tahun kegiatan.

Kedua, pengorganisasian berupa penggalangan kerjasama tim secara lintas


sektoral. Ada dua bentuk penggalangan kerjasama yang dapat dilakukan:

a. Penggalangan kerjasama dalam bentuk dua pihak, yakni antara dua sektor terkait,
misalnya antara puskesmas dengan sektor tenaga kerja pada waktu
menyelenggarakan upaya kesehatan kerja.
b. Penggalangan kerjasama dalam bentuk banyak pihak, yakni antar berbagai sektor
terkait, misalnya antara puskesmas dengan sektor pendidikan, sektor agama,
sektor kecamatan pada waktu menyelenggarakan upaya kesehatan sekolah.
Penggalangan kerjasama lintas sektor ini dapat dilakukan:
a. Secara langsung yakni antar sektor-sektor terkait.
b. Secara tidak langsung yakni dengan memanfaatkan pertemuan koordinasi
kecamatan (Keputusan Menteri Kesehatan, 2004).
Ada 2 (dua) hal yang perlu pengorganisasian tingkat Puskesmas, yakni:
a. Pengaturan berbagai kegiatan yang ada di dalam RO (Rancangan Operasional)
Puskesmas, sehingga membentuk satu kesatuan program yang terpadu dan
sinergi untuk mencapai tujuan Puskesmas.
b. Pengorganisasian pegawai Puskesmas, yaitu pengaturan tugas dan tanggung
jawab setiap pegawai Puskesmas, sehingga setiap kegiatan dan program
mempunyai penanggung jawabnya.
Dengan memahami fungsi pengorganisasian Puskesmas akan lebih memudahkan
mempelajari fungsi penggerakan dan pelaksanaan (actuating/aktuasi) dan akan
diketahui gambaran pembimbingan dan pengarahan yang diperlukan oleh pegawai
Puskesmas sesuai dengan pembagian tugas dan tanggung jawab (Sulaeman, 2009).
Untuk kelancaran kegiatan SP2TP di Puskesmas, maka dibentuk
pengorganisasian yang terdiri dari : (Menurut Permenkes No.75 tahun 2014 pasal 34)

a. Penanggung Jawab (Kepala Puskesmas)


Tugas penanggung jawab adalah memberikan bimbingan kepada koordinator
SP2TP dan para pelaksana kegiatan di Puskesmas.
b. Koordinator (Petugas yang ditunjuk Kepala Puskesmas)
Koordinator SP2TP bertugas:
1) Mengumpulkan laporan dari masing-masing pelaksana kegiatan.
2) Bersama dengan para pelaksana kegiatan membuat laporan bulanan SP2TP
dan mengirimkan laporan tersebut ke DInas Kesehatan Dati II paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.
3) Bersama dengan para pelaksana kegiatan membuat laporan tahunan SP2TP
dan mengirimkan laporan tersebut ke Dinas Dati II paling lambat 31 Januari
tahun berikutnya.
4) Menyimpan arsip laporan SP2TP dari masing-masing pelaksana kegiatan.
5) Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan SP2TP kepada Kepala
Puskesmas.
6) Mempersiapkan pertemuan berkala setiap 3 bulan yang dipimpin oleh
Kepala Puskesmas dengan pelaksanaan kegiatan untuk menilai pelksanaan
kegiatan SP2TP.
c. Anggota (Pelaksana Kegiatan di Puskesmas)
Pelaksana kegiatan SP2TP bertugas:
1) Mencatat setiap kegiatan pada kartu individu dan register yang ada.
2) Mengadakan bimbingan terhadap Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa.
3) Melakukan rekapitulasi data dari hasil pencatatan dan laporan Puskesmas
Pembantu serta Bidan di Desa menjadi laporan kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya. Hasil dari rekapitulasi ini merupakan bahan untuk
mengisi/membuat laporan SP2TP.
4) Setiap tanggal 5 mengisi/membuat laporan SP2TP dari hasil kegiatan
masing-masing dalam 2 rangkap dan disampaikan kepada coordinator
SP2TP Puskesmas. Dengan rincian satu rangkap untuk arsip coordinator
SP2TP Puskesmas dan satu rangkap oleh Koordinator SP2TP Puskesmas
disampaikan ke Dinas Kesehatan Dati II.
5) Mengolah dan memanfaatkan data hasil rekapitulasi untuk tindak lanjut yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya.
6) Bertanggung jawab atas kebenaran isi laporan kegiatannya.

Pembuatan pola struktur organisasi Puskesmas dapat mengacu pada


Kebijakan Dasar Puskesmas (Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.128/Menkes/SK/II/2004), menetapkan pola struktur organisasi Puskesmas
sebagai berikut :

Kepala Puskesmas, yaitu seorang sarjana di bidang kesehatan yang kurikulum


pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat. Struktur tergantung jenis
kegiatan dan beban kerja. Unit Tata Usaha yang bertanggung jawab membantu
Kepala Puskesmas dalam mengelola:
a. Data dan informasi
b. Perencanaan dan penilaian
c. Keuangan
d. Umum dan kepegawaian

Unit pelaksana teknis fungsional yaitu :

a. Staf teknis untuk upaya kesehatan perorangan dan


b. Upaya kesehatan masyarakat, termasuk pembinaan UKBM(Upaya
Kesehatan Bersumber daya Masyarakat)

Jaringan pelayanan, meliputi :


a. Puskesmas pembantu
Adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana dan bersifat
menunjang dan membantu melaksanakan kegiatan puskesmas yang ruang
lingkupnya lebih kecil. Pustu secara umum melaksanakan pelayanan di
bawah puskesmas induk dengan wilayah kerja antara 2-3 desa. Sasaran
pelayanan kesehatan sekitar 2500 jiwa(untuk luar jawa), dan 10.000 jiwa
(untuk p.jawa dan bali)

b. Puskesmas keliling
Adalah salah satu kegiatan puskesmas dalam memberikan pelayanan
kesehatan di wilayah kerjanya dengan memberikan pelayanan di daerah
terpencil. Kegiatan pusling, yaitu :
1) Melakukan penyelidikan kejadian luar biasa(KLB)
2) Sebagai alat transportasi penderita untuk rujukan.
3) Melakukan penyuluhan kesehatan menggunakan audio visual.

c. Bidan di Desa/komunitas.
Adalah salah satu kegiatan pelayanan kesehatan maupun penyuluhan di
desa/kelurahan oleh tenaga Bidan yang ditunjuk oleh Puskesmas Induk.

d. Posyandu
Merupakan kegiatan keterpaduan antara Puskesmas dan masyarakat di
tingkat desa yang diwujudkan dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu. Semula
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dimana masyarakat dapat sekaligus
memperoleh pelayanan KB dan kesehatan.
Dalam pengembangannya Posyandu dapat dibina menjadi forum
komunikasi dan pelayanan di masyarakat, antara sektor yang memadukan
kegiatan pembangunan sektoralnya dengan kegiatan masyarakat, untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memecahkan masalah melalui alih
teknologi. Satu Posyandu sebaiknya melayani sekitar 100 balita (120 kepala
keluarga), atau sesuai dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat.

3. ACTUATING
Setelah perencanaan dan pengorganisasian selesai dilakukan, maka langkah
selanjutnya yang perlu ditempuh dalam manajemen adalah mewujudkan rencana
tersebut dengan mempergunakan organisasi yang terbentuk. Langkah tersebut adalah
actuating yang secara harfiah diartikan sebagai memberi bimbingan namun istilah
tersebut lebih condong diartikan penggerak atau pelaksanaan.

Jadi actuating artinya menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan


sendirinya atau dengan kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan
dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan.
Actuating adalah Pelaksanaan untuk bekerja. Untuk melaksanakan secara fisik kegiatan
dari aktivitas tesebut, makamanajer mengambil tindakan-tindakannya kearah itu.
Seperti : Leadership ( pimpinan ), perintah, komunikasi dan conseling( nasehat).
Actuating disebut juga“ gerakan aksi “ mencakup kegiatan yang dilakukan seorang
manager untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan oleh unsur-unsur
perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat tercapai.

Pemimpin yang efektif cenderung mempunyai hubungan dengan bawahan yang


sifatnya mendukung (suportif) dan meningkatkan rasa percaya diri menggunakan
kelompok membuat keputusan. Keefektifan kepemimpinan menunjukkan pencapaian
tugas pada rata-rata kemajuan, keputusan kerja, moral kerja, dan kontribusi wujud
kerja. Prinsip utama dalam penggerakan adalah bahwa perilaku dapat diatur, dibentuk,
atau diubah dengan sistem imbalan yang positif yang dikendalikan dengan cermat.

Tujuan fungsi aktuating ( penggerakan ) adalah :

a. Menciptakan kerjasama yang lebih efisien,


b. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf,
c. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan,
d. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi kerja staf,
e. Membuat organisasi berkembang lebih dinamis Secara praktis.

Fungsi actuating ini merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerjasama


diantara staf pelaksana program sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara
efektif dan efisien. Fungsi actuating tidak terlepas dari fungsi manajemen melalui
bagan dibawah ini :
a. Penentuan masalah,
b. Penetapan tujuan,
c. Penetapan tugas dan sumber daya penunjang,
d. Menggerakkan dan mengarahkan.

Memiliki keberhasilan SDM Mencakup kegiatan yang dilakukan


seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan yang ditetapkan
oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan-tujuan dapat
dicapai.Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 3 komponen yang
saling berhubungan yaitu komponen koordinasi, pengarahan dan pimpinan. Yang
sejalan dengan penelitian Ridwan (2010), yang dimana pimpinan selaku
administrator memiliki tugas yaitu melakukan koordinasi dan mengarahkan seluruh
komponen manajemen agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

Pada ketiga komponen tersebut, yang memegang peran penting yakni


pimpinan (kepemimpinan). Dalam konteks manajemen kepemimpinan harus
diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain
agar rela, mampu dan mau mengikuti keinginan pemimpin demi tercapainya tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya dengan efisien, efektif dan ekonomis.

Koordinasi dan pengarahan dilakukan bertujuan agar supaya semua


komponen dapat menjalankan tugas mereka sesuai dengan perannya masing-
masing demi tercapainya apa yang telah ditetapkan atau yang telah menjadi tujuan
awal dari perencanaan tersebut.Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
dasarnya suatu kegiatan yang tanpa diikut sertakan dengan adanya koordinasi,
komunikasi dan pengarahan akan mengalami hambatan dalam hal pencapaian
tujuan kegiatan yang telah direncanakan sebelummnya. Baik itu pada bagian unit
Gizi, KIA, UKS, dan lainnya selalu mengutamakan 3 poin tersebut.

Agar pelaksanaan kesehatan masyarakat dapat berjalan secara berhasil guna


dan berdaya guna, maka dilakukan lokakarya mini puskesmas pada tingkat
puskesmas atau di masyarakat yang mencakup :
a. Menetapkan pembagian wilayah binaan,
b. Menetapkan penanggung jawab dan pelaksana kegiatan,
c. Menetapkan uraian tugas koordinator dan pelaksana puskesmas,
d. Koordinasi lintas program dan lintas sektoral dari instansi terkait,
e. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas puskesmas,
f. Menggerakkan partisipasi masyarakat/peran serta masyarakat dan pembinaan
kader, daa wisma, dukun bayi,dll.
g. Menyediakan kesempatan konsultasi kepada koordinator, penanggung jawab
daerah binaan atau pelaksana puskesmas,
h. Pimpinan puskesmas melaksanakan bimbingan teknis kegiatan puskesmas
kepada koordinator dan penanggung jawab daerah binaan termasuk
pelaksanaan puskesmas. Penerapan proses keperawatan dapat meminta bantuan
tim penilaian atau kepada institusi pendidikan,
i. Pengembangan kegiatan-kegiatan inovatif sesuai kemampuan
daerah/masyarakat.

Menurut Nawawi (2000) pelaksanaan atau penggerakan (actuating) yang


dilakukan setelah organisasi memiliki perencanaan dan melakukan
pengorganisasian dengan memiliki struktur organisasi termasuk tersedianya
personil sebagai pelaksana sesuai dengan kebutuhan unit atau satuan kerja yang
dibentuk. Di antara kegiatan pelaksanaan adalah melakukan pengarahan,
bimbingan dan komunikasi termasuk koordinasi.
Koordinasi sebagai proses pengintegrasian tujuan dan kegiatan pada satuan
kerja yang terpisah suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi secara
efisien. Tanpa koordinasi, individu dan departemen-departemen akan kehilangan
pegangan atas peranan mereka dalam organisasi. Mereka mulai mengejar
kepentingan diri sendiri yang sering merugikan pencapaian tujuan organisasi secara
keseluruhan.
Kebutuhan akan koordinasi tergatung pada sifat dan kebutuhan komunikasi
dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam¬macam
satuan pelaksanaan. Apabila tugas tersebut memerlukan informasi antar satuan,
derajat koordinasi yang tinggi adalah yang paling baik. Koordinasi sangat
dibutuhkan bagi organisasi yang menetapkan tujuan tinggi.
Pelaksanaan/penggerakan ialah suatu fungsi penggerakan dari pimpinan
serta penggerakan orang-orang agar orang-orang atau kelompok orang-orang itu
suka dan mau bekerja. Berdasarkan pengertian tersebut, jelaslah bahwa fungsi
pelaksanaan sangat penting sebab walaupun perencanaan telah rapi dan
pengorganisasia telah tertib sesuai dengan prinsip-prinsipnya masing-masing
namun belumlah terjamin organisasi itu bergerak kearah yang ditentukan jika
fungsi yang ke-3 belum dilaksanakan.
Simbolon (2004) menjelaskan fungsi manajer memiliki deskripsi pekerjaan
sebagai berikut :
a. Memberitahu dan menjelaskan tujuan kepada para bawahan,
b. Mengelola dan mengajak para bawahan untuk bekerja semaksimal mungkin,
c. Membimbing bawahan untuk mencapai standar operasional (pelaksanaan),
d. Mengembangkan bawahan guna merealisasikan kemungkinan sepenuhnya,
e. Memberikan orang hak untuk mendengarkan,
f. Memuji dan memberikan sangsi secara adil,
g. Memberi hadiah melalui penghargaan dan pembayaran untuk pekerjaan yang
diselesaikan dengan baik,
h. Memperbaiki usaha penggerakan dipandang dari sudut hasil pengendalian.

Salah satu faktor yang mendukung pelaksanaan Puskesmas saat ini adalah
adanya ketersediaan sumber daya manusia bidang kesehatan. Unsur SDM bidang
kesehatan merupakan salah satu unsur manajemen yang harus dipenuhi untuk
tercapainya secara efektif tujuan organisasi. Sebagai organisasi pemerintah, SDM
kesehatan merupakan pegawai atau aparatur pemerintah sehingga manajemen yang
mengaturnya lebih mengarah kepada manajemen kepegawaian atau manajemen
personalia. Manajemen personalia memiliki tujuan untuk mengarahkan para
karyawan dalam pekerjaan atau hubungan kerja mereka.

Adapun manajemen sumber daya manusia di puskesmas :

a. Pengusaha
Sebagai organisasi pemerintah yang mempunyai tujuan organisasi
bersifat pengabdian sosial, yang dipandang sebagai pengusaha disini adalah
Pemerintah baik pemerintah pusat maupun PEMDA. Pemerintah menjamin
kelangsungan kegiatan pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh Puskesmas.
Modal yang diinvestasikan pemerintah tadi dapat berupa anggaran atau
pembiayaan operasional kegiatan Puskesmas, biaya subsidi pelayanan
kesehatan dasar dan biaya subsidi Jaminan kesehatan masyarakat miskin
b. Karyawan
Karyawan merupakan asset yang menentukan baik buruknya pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh puskesmas pada masyarakat. Kualitas dan
kuantitas karyawan sebanding dengan beragamnya keahlian/profesi yang ada di
Puskesmas. Semakin banyak karyawan maka pelayanan menjadi efisien dan
efektif karena pelayanan menjadi cepat, mudah ditemui dan terarah. Selain itu
beragam jenis pelayanan kesehatan juga dapat diberikan.
c. Pemimpin atau manajer
Pemimpin yang ada di Puskesmas terdiri atas kepala Puskesmas , kepala
unit program dan pengelola program kegiatan. Kepala Puskesmas merupakan
pejabat struktural yang ditunjuk dan dilantik oleh pemerintah. Seorang
personalia kepala Puskesmas dipersyaratkan harus sarjana di bidang kesehatan
yang kurikulum pendidikannya mencakup kesehatan masyarakat, misalnya
Dokter, Sarjana Kesehatan Masyarakat, Sarjana Farmasi, Sarjana Keperawatan.
Kepala Puskesmas merupakan penanggung jawab pembangunan kesehatan di
tingkat kecamatan. Sesuai tanggung jawab tersebut dan besarnya peran Kepala
Puskesmas dalam penyelenggaraaan pembangunan kesehatan di tingkat
kecamatan, menurut Depkes RI ( 2006 ) maka jabatan Kepala Puskesmas
setingkat dengan eselon III B.
Kepala unit program dan pengelola program merupakan pejabat
fungsional yang diberikan tugas tambahan. Umumnya pejabat kepala unit dan
pengelola disesuaikan dengan jabatan fungsional yang menjabat sehingga
keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas-tugas program yang akan
dijalankan.
Pengarahan karyawan Puskesmas ditentukan dengan kebijakan Kepala
Puskesmas. Tiap karyawan akan diarahkan agar dapat bekerjasama dan bekerja
efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan Puskesmas. Tiap
karyawan diharuskan memliki rencana kerja program masing-masing dan
langkah-langkah strategi untuk pencapaian rencana kegiatan tersebut.

4. CONTROLLING
Pengawasan (controlling) sebagai elemen atau fungsi keempat manajemen ialah
mengamati dan mengalokasikan dengan tepat penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi.Bedasarkan hasil penelitian bahwa penilaian selalu dilakukan untuk
mengetahui bagaimana hasil dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Selain itu, juga dapat
mengarahkan bawahan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar
sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan.
Controlling dalam manajemen puskesmas merupakan indikator keberhasilan
puskesmas yang meliputi 2 faktor yaitu menjadi indikator pencapaian sehat meliputi
lingkungan, perilaku masyarakat, layanan kesehatan dan status kesehatan mrliputi
KEP balita, insiden penyakit yang berbasis lingkungan dan kesehatna ibu dan anak.
Selain itu juga merupakan indicator penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat dan keluarga, pelayanan kesehatan tingkat I.
Kontrol kualitas Merupakan suatu upaya organisasi dalam menyediakan
pelayanan yang memenuhi standar professional dan dapat diterima oleh klien.
a. Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakaian jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata – rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan
standar atau kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996)
b. Kriteria mutu pelayanan kesehatan
1) Struktur
Kriteria rumah sakit, unit keperawatan (LOD, visi dan misi, konsep
asuhan keperawatan)
2) Proses
Fungsi, proses interpersonal, metode pengorganisasian, perspektif
keperawatan proesional, praktek keperawatan professional
3) Tujuan
Tingkat kesehatan atau kesejahteraan, kemampuan fungsional, kepuasan
pasien, sumberpenggunaan/ pengeluaran efektif dan efisien, kejadian dan
proses yang tidak menyenangkan.

4) Syarat pelayanan berkualitas


Efficacy
a) Efficacy (kamanjuran),
b) Appropriatennes (kepantasan),
c) Accebility (mudah dicapai),
d) Accepbility (diterima),
e) Effectiveness (keberhasilan),
f) Efficiency (ketepatan),
g) Continuity (terus - menerus).

Pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu:

a. Menetapkan masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,


b. Menetapkan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,
c. Menetapkan cara penyelesaian masalah mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan,
d. Menetapkan cara penyelesaian masalah mutu pelayanan kesehatanan,
e. Menyusun sasaran tudak lanjut untuk lebih memantapkan serta meningkatkan
mutu pelayanan.

Controlling adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan


tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan
kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring
performance and taking action to ensure desired results. Pengawasan adalah proses
untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah
direncanakan.

Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja


standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk
membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk
menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil
tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya
perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna
mencapai tujuan perusahaan atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalam
menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang
diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya


kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai.
melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien.
Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan
penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan.
Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan
sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan


merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai
bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di
bawahnya.” Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan
terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung
makna pula sebagai: “pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi
yang diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan peraturan.” atau “suatu usaha agar suatu pekerjaan dapat
dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya
pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah
terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikannya.”

Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai


sebagai “proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan,
atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau
diperintahkan.”
Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat
kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang
muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan
good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek
penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam
konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good
governance itu sendiri. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan
merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga
masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem
pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun
pengawasan ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan
masyarakat (social control).
Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas
rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:

a. Mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;


b. Menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;
c. Mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.

Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:

1) Pengawasan Intern dan Ekstern


Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau
badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.”
Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan
langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang
dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan
inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan
menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.

Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit


pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di
Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga
tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam
menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat
pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya
perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses
harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak
dan menilai secara objektif aktivitas pemerintah.
2) Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang


dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga
dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini
dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan
pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara
lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem
pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki.
Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh
atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan
terdeteksi lebih awal.

Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan


terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini
lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah
ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
penyimpangan.

3) Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang


dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan
pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan
pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-
bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan
pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah
“pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak
kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan
pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran
(doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah
memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban
biaya yang serendah mungkin.”

d. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan


Kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran
(doelmatigheid).
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk
menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran
negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan dijalankannya
pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung jawaban anggaran
dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.

5. EVALUATION
Salah satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manajer guna mencapai
hasil organisasi adalah system penilaian kerja karyawan.Melalui evaluasi regular dari
setiap pelaksanaan kerja pegawai manajer dapat mencapai beberapa tujuan.
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
yang tidak diinginkan kemudian diperbaiki sehingga tujuan dapat tercapai sesuai
harapan.Hasil penelitian dapat menjelaskan bahwa dari serangkaian kegiatan yang telah
disusun dan direncanakan yang kemudian berakhir pada tahap pengawasan yang
dimana pada tahap ini kita melihat hasil dari kegiatan yang dilaksanakan berhasil atau
tidaknya yang kemudian nantinya akan menjadi koreksi dan catatan penting bagi
pelaksanaan kegiatan selanjutnya yang lebih baik lagi guna mencapai tujuan yang
sesungguhnya.
a. Prinsip – prinsip evaluasi :
1) Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja, orientasi
tingkah laku untuk posisi yang ditempati,
2) Sample tingkah laku perawat yang cukup representative,
3) Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerja, standar pelaksanaan kerjadan
bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang,
4) Terdapat strategi pelaksanaan kerja yang memuaskan dan strategi perbaikan
yang diperlukan,
5) Manajer menjelaskan area mana yang dijadiakn prioritas Pertemuan evaluasi
antara perawat dan menajer sebaiknya dilakukan dalam waktu yang tepat,
6) Laporan evaluasi maupun pertemuan tersusun secara rapih sehingga membantu
dalam pelaksanaan kerja.

Alat evalausi :

1) Laporan tanggapan bebas


2) Pengurutan ayng sederhana
3) Checklist pelaksanaan kerja
4) Penilian grafik (henderson, 1984)
Penilaian Kinerja Puskesmas adalah suatu upaya untuk melakukan penilaian
hasil kerja/prestasi Puskesmas. laporan kinerja yang telah dibuat merupakan
gambaran dari situasi dan kondisi yang ada di Puskesmas, baik dari segi sarana –
prasarana dan sumber daya manusia yang ada, sehingga dari hasil yang ada dapat
dinilai kinerja dari Puskesmas itu sendiri.

Pelaksanaan penilaian dimulai dari tingkat Puskesmas sebagai instrument mawas


diri karena setiap puskesmas melakukan penilaian kinerjanya secara mandiri,
kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten melakukan verifikasi hasilnya.

b. Tujuan dan Manfaat


Tujuan penyusunan Laporan Kinerja secara umum agar tercapai tingkat kinerja
Puskesmas yang berkualitas secara optimal dalam mendukung pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan Kabupaten. Dimana secara khusus untuk mendapatkan
gambaran tingkat pencapaian hasil cakupan dan mutu kegiatan serta manajemen
Puskesmas pada akhir tahun kegiatan. Diharapkan dengan adanya laporan kinerja
dapat menjadi umpan balik bagi pelaksanaan program di Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten untuk ikut serta dalam pembangunan kesehatan.
c. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penilaian Kinerja Puskesmas meliputi penilaian pencapaian hasil
pelaksanaan pelayanan kesehatan, manajemen Puskesmas dan mutu pelayanan.

Secara garis besar lingkup penilaian kinerja Puskesmas tersebut berdasarkan pada
upaya-upaya Puskesmas dalam menyelenggarakan :

a. Pelayanan Kesehatan ;
1) Upaya Kesehatan Wajib.
2) Upaya Kesehatan Pengembangan.
b. Pelaksanaan Manajemen Puskesmas dalam penyelenggaraan kegiatan, meliputi :
1) Proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan mini lokakarya dan pelaksanaan
penilaian kinerja.
2) Manajemen sumber daya termasuk manajemen alat, obat, keuangan, dll.
c. Mutu Pelayanan :
1) Penilaian input pelayanan berdasarkan standar yang ditetapkan.
2) Penilaian proses pelayanan dengan menilai tingkat kepatuhannya
terhadap standar pelayanan yang telah ditetapkan.
3) Penilaian output pelayanan berdasarkan upaya kesehatan yang diselenggarakan,
dimana masing – masing program kesehatan mempunyai indikator mutu
tersendiri.
4) Penilaian out come pelayanan antara lain melalui pengukuran tingkat kepuasan
pengguna jasa pelayanan Puskesmas.

Standar keberhasilan program puskesmas


Dinkes Kabupaten / Kota dan propinsi secara rutin menetapkan target atau
standart keberhasilan masing-masing kegiatan progam. Standart pelaksanaan progam
merupakan standart untuk kerja (Standart Performance). Staf standart untuk kerja
merupakan ukuran kualitatif keberhasilan progam. Tingkat keberhasilan progam secara
kuantitatif diukur dengan membandingkan target yang sudah ditetapkan dengan output
(cakupan pelayanan) kegiatan progam.
Secara kualitatif keberhasilan progam diukur dengan membandingkan standart
prosedur kerja untuk masing-masing kegiatan progam dengan penampilan (kemampuan)
staf dalam melaksanakan kegiatan masing-masing progam. Cakupan progam dapat
dianalisis secara langsung oleh staf puskesmas dengan menganalisis data harian setiap
kegiatan progam. Perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat (effect
progam) dan dampak progam (impact) seperti tingkat kematian, kesakitan (termasuk
gangguan gizi), tingkat kelahiran dan kecacatan tidak diukuar secara langsung oleh
puskesmas. Dampak progam diukur setiap lima tahun melalui survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) atau surkesmas (Survei Kesehatan Nasional) Depkes. Khusus untuk
perkembangan masalah gizi dipantau setiap lima tahun, tetapi hanya sampai tingkat
kabupaten. Standart pelayanan minimal progam kesehatan pokok mulai diterapkan oleh
Depkes tahun 2003 untuk menjamin bahwa dilaksanakan tugas utama pemerintah
menyediakan pelayanan kesehatan masyarakat yang essensial di daerah.

Indikator derajat kesehatan masyarakat yang paling peka untuk menilai dampak
progam kesehatan adalah IMR (Infant Mortality rate), MMR (Maternal Mortality Rate),
dan BR (Birth Rate). Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, empat progam
pokok perlu lebih diprioritaskan oleh puskesmas yaitu KIA, KB, P2M dan gizi. Keempat
progam pokok tersebut juga dilaksanakan secara terpadu diluar gedung puskesmas
melalui pos kesehatan ditingkat dusun atau pos pelayanan terpadu. Sejak tahun
1992/1993, pemerintah juga telah menempatkan bidan didesa. Bidan yang bertugas di
desa, mengelola pondok bersalin desa.

Indikator keberhasilan Manajemen Puskesmas, meliputi :


a. Terbentuknya Tim Manajemen Puskesmas
Adanya Tim Manajemen Puskesmas, merupakan bukti bahwa Puskesmas
sudah melaksanakan fungsi manajemen Puskesmas yang ke-2, yaitu fungsi
Penggerakkan dan Pelaksanaan (P2). Tim Manajemen Puskesmas dilegalisasi
dengan Surat Keputusan (SK) Kepala Puskesmas
b. Berfungsinya Tim Manajemen Puskesmas

Terbentuknya Tim Manajemen Puskesmas saja belum cukup. Oleh karena itu
Tim Manajemen Puskesmas harus berjalan sesuai dengan tugas dan fungsinya

1) Mutu Puskesmas
Adalah kesesuaian antara SDM, pelayanan dan sarana yang dilaksanakan
oleh Puskesmas. Indikator mutu Puskesmas, meliputi :
a) Sumber Daya Manusia / SDM (Tenaga)
Seluruh tenaga yang ada di Puskesmas sudah mengikuti pelatihan teknis
dan mendapat sertifikat (misalnya, APN, PPGDON, BTCLS, ATCLS,
GELS, MTBS, QA).
b) Pelayanan
Pelayanan yang diberikan di Puskesmas hendaknya sudah sesuai atau
mengikuti Prosedur Ketetapan (Protap) atau Standar Operasional Prosedur
(SOP). Selain itu ada Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atau tersedia
Kotak Saran untuk mengevaluasi pelayanan yang telah diberikan kepada
masyarakat serta ada analisis hasil evaluasi kepuasan masyarakat.
c) Sarana
Sarana yang ada di Puskesmas hedaknya harus sesuai dengan
standar pelayanan kesehatan (misalnya, sarana ANC, sarana pelayanan
Imunisasi)
2) Program Kreatif dan Inovatif
Adalah program/kegiatan atau pelayanan yang menjadi unggulan
Puskesmas serta lebih menonjol dibandingkan pelayanan di Puskesmas lain,
seperti : Klinik Terpadu Graha Semesta, Klinik IMS, Kader UKGMD,
Puskesmas Santun Lansia. Puskesmas hendaknya minimal mempunya satu
program kreatif dan inovatif yang menjadi unggulan Puskesmas tersebut.
3) Pemberdayaan Masyarakat
Adalah upaya dan peran serta masyarakat di bidang kesehatan agar
mandiri untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Indikator pemberdayaan masyarakat, yaitu :
1) Terbentuknya Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
Meliputi : Pos Yandu, Pos Bindu, Pos UKK, Poskestren, Poskesdes,
Desa Siaga, SBH, TOGA, Kader Pos Yandu, Kader Kesling, PMO
2) Berfungsinya UKBM
Tidak hanya terbentuk UKBM saja, akan tetapi UKBM tersebut
harus berfungsi.
c. Kerjasama Lintas Sektor
Kegiatan Puskesmas akan berjalan dengan lancar, bila didukung oleh peran
Lintas Sektor (Kecamatan, UPT Pendidikan,UPT KB, KUA), terutama bila kegiatan
Puskesmas yang melibatkan masa (masyarakat banyak), misalnya Pekan Imunisasi
Nasional (PIN) bekerjasama dengan Kecamatan, Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) bekerjasama dengan UPT Pendidikan. Oleh karena itu dalam melaksanakan
kegiatannya Puskesmas harus bekerjasama dengan lintas sektor agar tujuan
Pembangunan Kesehatan dapat tercapai.

D. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun 2014, Tentang Pusat Kesehatan


Masyarakat

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 75 TAHUN 2014

TENTANG

PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN


RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu jenis


fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan
penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem
upaya kesehatan;

b. bahwa penyelenggaraan Pusat Kesehatan


Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan
aksesibilitas, keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam
rangka meningkatkan derajat masyarakat serta menyukseskan
program jaminan sosial nasional;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam


huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga


Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3637
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 8737);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem


Informasi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5542);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang


Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5570);

7. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem


Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 193);

8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012


tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 122);

9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 Tahun 2012 tentang


Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
1118);

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2013 tentang


Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat
Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Tidak
Diminati (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 153);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 906);
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PUSAT


KESEHATAN MASYARAKAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat.

2. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah


fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah satuan kerja pemerintahan daerah


kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam bidang kesehatan di kabupaten/kota.

4. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah setiap


kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga,
kelompok, dan masyarakat.

5. Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP adalah suatu


kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan
untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.

6. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.

7. Registrasi adalah proses pendaftaran Puskesmas yang meliputi pengajuan dan


pemberian kode Puskesmas.
8. Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh
Menteri setelah dinilai bahwa Puskesmas telah memenuhi standar pelayanan
Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk meningkatkan mutu
pelayanan Puskesmas secara berkesinambungan.

9. Sistem Rujukan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur


pelimpahan tugas dan tanggungjawab pelayanan kesehatan secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal.

10. Pelayanan Kesehatan adalah upaya yang diberikan oleh Puskesmas kepada
masyarakat, mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan,
pelaporan, dan dituangkan dalam suatu sistem.

11. Sistem Informasi Puskesmas adalah suatu tatanan yang menyediakan informasi
untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam melaksanakan
manajemen Puskesmas dalam mencapai sasaran kegiatannya.

12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang


kesehatan.

Pasal 2

(1) Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk


mewujudkan masyarakat yang:
a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat;
b. mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. hidup dalam lingkungan sehat; dan
d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat.

(2) Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
BAB II

PRINSIP PENYELENGGARAAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG

Pasal 3

(1) Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi:


a. paradigma sehat;
b. pertanggungjawaban wilayah;
c. kemandirian masyarakat;
d. pemerataan;
e. teknologi tepat guna; dan
f. keterpaduan dan kesinambungan.

(2) Berdasarkan prinsip paradigma sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk
berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang
dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

(3) Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban wilayah sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b, Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

(4) Berdasarkan prinsip kemandirian masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf c, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.

(5) Berdasarkan prinsip pemerataan sebagaimana pada ayat (1) huruf d, Puskesmas
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau
oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan
status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

(6) Berdasarkan prinsip teknologi tepat guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan
memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan,
mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

(7) Berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesinambungan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf f, Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan
penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta
melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas.
Pasal 4

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai


tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat.

Pasal 5 . . .
-6-

Pasal 5

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,


Puskesmas menyelenggarakan fungsi:

a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan


b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Pasal 6

Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a,


Puskesmas berwenang untuk:

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat


dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat


dalam bidang kesehatan;
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor lain terkait;
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas;
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan


cakupan Pelayanan Kesehatan; dan
i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.

Pasal 7
-7-

Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b,


Puskesmas berwenang untuk:

a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,


berkesinambungan dan bermutu;
b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif;
c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat;

d. menyelenggarakan . . .
-8-

d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan


keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi;
f. melaksanakan rekam medis;

g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses


Pelayanan Kesehatan;
h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;

i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan


kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem
Rujukan.

Pasal 8

(1) Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,


Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan.

(2) Ketentuan mengenai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB III
PERSYARATAN

Pasal 9

(1) Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan.

(2) Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1

Pasal 10 . . .
-9-
(satu) Puskesmas.

(3) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan
pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesibilitas.

(4) Pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,


peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium.

Pasal 10 . . .
- 10
-

Pasal 10

(1) Lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan:


a. geografis;
b. aksesibilitas untuk jalur transportasi;
c. kontur tanah;
d. fasilitas parkir;
e. fasilitas keamanan;
f. ketersediaan utilitas publik;
g. pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
h. kondisi lainnya.

(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendirian Puskesmas
harus memperhatikan ketentuan teknis pembangunan bangunan gedung negara.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 11

(1) Bangunan Puskesmas harus memenuhi persyaratan yang meliputi:


a. persyaratan administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja, serta
persyaratan teknis bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain; dan

c. menyediakan fungsi, keamanan, kenyamanan, perlindungan keselamatan


dan kesehatan serta kemudahan dalam memberi pelayanan bagi semua orang
termasuk yang berkebutuhan khusus, anak-anak dan lanjut usia.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai bangunan tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 13 . . .
- 11
-

Pasal 12

(1) Selain bangunan Puskesmas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, setiap
Puskesmas harus memiliki bangunan rumah dinas Tenaga Kesehatan.

(2) Bangunan rumah dinas Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didirikan dengan mempertimbangkan aksesibilitas tenaga kesehatan dalam
memberikan pelayanan.

Pasal 13 . . .
- 12
-

Pasal 13

(1) Puskesmas harus memiliki prasarana yang berfungsi paling sedikit terdiri atas:
a. sistem penghawaan (ventilasi);

b. sistem pencahayaan;

c. sistem sanitasi;

d. sistem kelistrikan;

e. sistem komunikasi;

f. sistem gas medik;

g. sistem proteksi petir;

h. sistem proteksi kebakaran;

i. sistem pengendalian kebisingan;

j. sistem transportasi vertikal untuk bangunan lebih dari 1 (satu) lantai;


k. kendaraan Puskesmas keliling; dan

l. kendaraan ambulans.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

Pasal 14

Bangunan dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan


Pasal 13 harus dilakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara
berkala agar tetap laik fungsi.

Pasal 15

Pasal 16 . . .
- 13
(1) Peralatan kesehatan di Puskesmas harus
- memenuhi persyaratan:
a. standar mutu, keamanan, keselamatan;
b. memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
c. diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi
yang berwenang.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai peralatan tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 16 . . .
- 14
-

Pasal 16

(1) Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan tenaga non
kesehatan.

(2) Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan analisis beban kerja, dengan
mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk
dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan
pembagian waktu kerja.

(3) Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit
terdiri atas:
a. dokter atau dokter layanan primer;
b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi; dan
i. tenaga kefarmasian.

(4) Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat
mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem
informasi, dan kegiatan operasional lain di Puskesmas.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan jumlah minimal Tenaga Kesehatan
dan tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 18 . . .
- 15
- 17
Pasal

(1) Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati
hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan
memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja.

(2) Setiap Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin
praktik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18 . . .
- 16
-

Pasal 18

(1) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus dilaksanakan oleh Tenaga


Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian.

(2) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 19

(1) Pelayanan laboratorium di Puskesmas harus memenuhi kriteria ketenagaan,


sarana, prasarana, perlengkapan dan peralatan.

(2) Pelayanan laboratorium di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

BAB IV
KATEGORI PUSKESMAS

Pasal 20

Dalam rangka pemenuhan Pelayanan Kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan


dan kondisi masyarakat, Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik
wilayah kerja dan kemampuan penyelenggaraan.

Pasal 21

Pasal 22 . . .
- 17
-

Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,


Puskesmas dikategorikan menjadi:

a. Puskesmas kawasan perkotaan;


b. Puskesmas kawasan pedesaan; dan
c. Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil.

Pasal 22 . . .
- 18
-

Pasal 22

(1) Puskesmas kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


21 huruf a merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan yang
memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria kawasan perkotaan
sebagai berikut:

a. aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduknya pada sektor non
agraris, terutama industri, perdagangan dan jasa;
b. memiliki fasilitas perkotaan antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar radius
2 km, memiliki rumah sakit radius kurang dari 5 km, bioskop, atau hotel;
c. lebih dari 90% (sembilan puluh persen) rumah tangga memiliki listrik;
dan/atau
d. terdapat akses jalan raya dan transportasi menuju fasilitas perkotaan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.

(2) Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan oleh Puskesmas kawasan perkotaan


memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. memprioritaskan pelayanan UKM;

b. pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;


c. pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat;
d. optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas
dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
e. pendekatan pelayanan yang diberikan berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan yang sesuai dengan pola kehidupan masyarakat perkotaan.

Pasal 23

(1) Puskesmas kawasan pedesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b

b. memiliki . . .
- 19
-
merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi kawasan yang
memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4 (empat) kriteria kawasan pedesaan
sebagai berikut:
a. aktivitas lebih dari 50% (lima puluh persen) penduduk pada sektor agraris;

b. memiliki . . .
- 20
-

b. memiliki fasilitas antara lain sekolah radius lebih dari 2,5 km, pasar dan
perkotaan radius lebih dari 2 km, rumah sakit radius lebih dari 5 km, tidak
memiliki fasilitas berupa bioskop atau hotel;
c. rumah tangga dengan listrik kurang dari 90% (Sembilan puluh persen; dan
d. terdapat akses jalan dan transportasi menuju fasilitas sebagaimana dimaksud
pada huruf b.

(2) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas kawasan pedesaan


memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. pelayanan UKM dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat;
b. pelayanan UKP dilaksanakan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat;
c. optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan Puskesmas
dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
d. pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola kehidupan
masyarakat perdesaan.

Pasal 24

(1) Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 21 huruf c merupakan Puskesmas yang wilayah kerjanya meliputi
kawasan dengan karakteristik sebagai berikut:
a. berada di wilayah yang sulit dijangkau atau rawan bencana, pulau kecil,
gugus pulau, atau pesisir;
b. akses transportasi umum rutin 1 kali dalam 1 minggu, jarak tempuh
pulang pergi dari ibukota kabupaten memerlukan waktu lebih dari 6 jam,
dan transportasi yang ada sewaktu-waktu dapat terhalang iklim atau
cuaca; dan
c. kesulitan pemenuhan bahan pokok dan kondisi keamanan yang tidak stabil.

(2) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Puskesmas kawasan terpencil dan

c. pelayanan . . .
- 21
- sebagai berikut:
sangat terpencil memiliki karakteristik
a. memberikan pelayanan UKM dan UKP dengan penambahan kompetensi
tenaga kesehatan;
b. dalam pelayanan UKP dapat dilakukan penambahan kompetensi dan
kewenangan tertentu bagi dokter, perawat, dan bidan;

c. pelayanan . . .
- 22
-

c. pelayanan UKM diselenggarakan dengan memperhatikan kearifan lokal;


d. pendekatan pelayanan yang diberikan menyesuaikan dengan pola kehidupan
masyarakat di kawasan terpencil dan sangat terpencil;
e. optimalisasi dan peningkatan kemampuan jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan; dan
f. pelayanan UKM dan UKP dapat dilaksanakan dengan pola gugus
pulau/cluster dan/atau pelayanan kesehatan bergerak untuk meningkatkan
aksesibilitas.

Pasal 25

(1) Berdasarkan kemampuan penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


20, Puskesmas dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas non rawat inap; dan
b. Puskesmas rawat inap.

(2) Puskesmas non rawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah
Puskesmas yang tidak menyelenggarakan pelayanan rawat inap, kecuali
pertolongan persalinan normal.

(3) Puskesmas rawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah
Puskesmas yang diberi tambahan sumber daya untuk meenyelenggarakan
pelayanan rawat inap, sesuai pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Puskesmas rawat inap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB V
PERIZINAN DAN REGISTRASI

Pasal 26

(4) Perpanjangan . . .
- 23
(1) Setiap Puskesmas wajib memiliki- izin untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.

(3) Izin berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama
memenuhi persyaratan.

(4) Perpanjangan . . .
- 24
-

(4) Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan
mengajukan permohonan perpanjangan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan
sebelum habis masa berlakunya izin.

Pasal 27

(1) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan permohonan tertulis kepada
Bupati/Walikota melalui satuan kerja pada pemerintah daerah kabupaten/kota
yang menyelenggarakan perizinan terpadu dengan melampirkan dokumen:
a. fotokopi sertifikat tanah atau bukti lain kepemilikan tanah yang sah;
b. fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB);
c. dokumen pengelolaan lingkungan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. surat keputusan dari Bupati/Walikota terkait kategori Puskesmas;
e. studi kelayakan untuk Puskesmas yang baru akan didirikan atau akan
dikembangkan;
f. profil Puskesmas yang meliputi aspek lokasi, bangunan, prasarana, peralatan
kesehatan, ketenagaan, dan pengorganisasian untuk Puskesmas yang
mengajukan permohonan perpanjangan izin; dan
g. persyaratan lainnya sesuai dengan peraturan daerah setempat.

(2) Satuan kerja pada pemerintah daerah harus menerbitkan bukti penerimaan
berkas permohonan yang telah lengkap atau memberikan informasi apabila
berkas permohonan belum lengkap kepada pemohon yang mengajukan
permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) hari kerja sejak berkas
permohonan diterima.

(3) Dalam hal berkas permohonan belum lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), pemohon harus mengajukan permohonan ulang kepada pemberi izin.

(4) Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah bukti penerimaan berkas
diterbitkan, pemberi izin harus menetapkan untuk memberikan atau menolak
permohonan izin.

(5) Dalam hal terdapat masalah yang tidak dapat diselesaikan dalam kurun waktu
- 25
- pemberi izin dapat memperpanjang jangka
sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
waktu pemrosesan izin paling lama 14 (empat belas) hari kerja dengan
menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pemohon.

(6) Penetapan . . .
- 26
-

(6) Penetapan pemberian atau penolakan permohonan izin dilakukan setelah


pemberi izin melakukan penilaian dokumen dan peninjauan lapangan.

(7) Dalam hal permohonan izin ditolak, pemberi izin harus memberikan alasan
penolakan yang disampaikan secara tertulis kepada pemohon.

(8) Apabila pemberi izin tidak menerbitkan izin atau tidak menolak permohonan
hingga berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
(4), permohonan izin dianggap diterima.

Pasal 28

(1) Setiap Puskesmas yang telah memiliki izin wajib melakukan registrasi.

(2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Menteri setelah memperoleh rekomendasi
dari Dinas Kesehatan Provinsi.

(3) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dalam jangka waktu
paling lambat 6 (enam) bulan setelah izin Puskesmas ditetapkan.

Pasal 29

(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan surat pemohonan


rekomendasi Registrasi Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dengan melampirkan izin Puskesmas dan surat keputusan dari Bupati/Walikota
terkait jenis Puskesmas berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya dan
kemampuan penyelenggaraan rawat inapnya.

(2) Dinas kesehatan provinsi melakukan verifikasi dan penilaian kelayakan


Puskesmas dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah
surat permohonan rekomendasi Registrasi Puskesmas diterima.
(3) Dalam hal Puskesmas memenuhi penilaian kelayakan, dinas kesehatan
Pasal 30 . . .
- 27
-
provinsi memberikan surat rekomendasi Registrasi Puskesmas, paling lambat 7
(tujuh) hari kerja setelah melakukan penilaian.

Pasal 30 . . .
- 28
-

Pasal 30

(1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan surat permohonan


registrasi Puskesmas kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam pasal 28
dengan melampirkan:
a. fotokopi izin Puskesmas;
b. profil Puskesmas;
c. laporan kegiatan Puskesmas sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan terakhir;
d. surat keputusan dari Bupati/Walikota terkait kategori Puskesmas; dan
e. rekomendasi dinas kesehatan provinsi.

(2) Menteri menetapkan nomor registrasi berupa kode Puskesmas paling lambat 14
(empat belas) hari kerja sejak surat permohonan registrasi Puskesmas diterima.

(3) Kode Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diinformasikan kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota dan dinas kesehatan provinsi.

Pasal 31

(1) Puskesmas dapat ditingkatkan menjadi rumah sakit milik Pemerintah Daerah.

(2) Dalam hal Puskesmas dijadikan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah Daerah wajib mendirikan Puskesmas baru sebagai pengganti di
wilayah tersebut.

(3) Pendirian Puskesmas baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

BAB VI
PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu
Kedudukan dan Organisasi

Pasal 33 . . .
- 29
-

Pasal 32

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 33 . . .
- 30
-

Pasal 33

(1) Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas.

(2) Kepala Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan seorang
Tenaga Kesehatan dengan kriteria sebagai berikut:
a. tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat;
b. masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun; dan
c. telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas.

(3) Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas.

(4) Dalam melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Kepala Puskesmas merencanakan dan mengusulkan kebutuhan sumber daya
Puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

(5) Dalam hal di Puskesmas kawasan terpencil dan sangat terpencil tidak tersedia
seorang tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, maka Kepala Puskesmas merupakan tenaga kesehatan dengan
tingkat pendidikan paling rendah diploma tiga.

Pasal 34

(1) Organisasi Puskesmas disusun oleh dinas kesehatan kabupaten/kota berdasarkan


kategori, upaya kesehatan dan beban kerja Puskesmas.

(2) Organisasi Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri
atas:
a. kepala Puskesmas;
b. kepala sub bagian tata usaha;
c. penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat;
Bagian . . .
- 31
d. penanggung jawab UKP, kefarmasian
- dan Laboratorium; dan
e. penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi Puskesmas sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian . . .
- 32
-

Bagian Kedua
Upaya Kesehatan

Pasal 35

(1) Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan


upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama.

(2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
terintegrasi dan berkesinambungan.

Pasal 36

(1) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 35 meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan.

(2) Upaya kesehatan masyarakat esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. pelayanan promosi kesehatan;
b. pelayanan kesehatan lingkungan;
c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
d. pelayanan gizi; dan
e. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

(3) Upaya kesehatan masyarakat esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian
standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan.

(4) Upaya kesehatan masyarakat pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat

Pasal 37 . . .
- 33
-
(1) merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan
upaya yang sifatnya inovatif dan/atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi
pelayanan, disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan
wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing
Puskesmas.

(5) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dapat dilakukan oleh
Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 37 . . .
- 34
-

Pasal 37

(1) Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 35 dilaksanakan dalam bentuk:
a. rawat jalan;
b. pelayanan gawat darurat;
c. pelayanan satu hari (one day care);
d. home care; dan/atau
e. rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan
kesehatan.
(2) Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional dan standar
pelayanan.

Pasal 38

Untuk melaksanakan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35,


Pasal 36, dan Pasal 37, Puskesmas harus menyelenggarakan:

a. manajemen Puskesmas;
b. pelayanan kefarmasian;
c. pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat; dan
d. pelayanan laboratorium.

Bagian Ketiga
Akreditasi

Pasal 39

(5) Ketentuan . . .
- 35
(1) Dalam upaya peningkatan mutu -pelayanan, Puskesmas wajib diakreditasi
secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali.

(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga
independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Lembaga independen penyelenggara akreditasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) bersifat mandiri dalam proses pelaksanaan, pengambilan keputusan dan
penerbitan sertifikat status akreditasi.

(4) Dalam hal lembaga Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum
terbentuk, pelaksanaan akreditasi Puskesmas dilaksanakan oleh komisi
akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama yang ditetapkan oleh
Menteri.

(5) Ketentuan . . .
- 36
-

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan akreditasi Puskesmas diatur


dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat

Jaringan Pelayanan, Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan


Sistem Rujukan

Pasal 40

(1) Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas didukung oleh


jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan.

(2) Jaringan pelayanan Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan bidan desa.

(3) Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas klinik, rumah sakit, apotek, laboratorium, dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.

(4) Puskesmas pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan


pelayanan kesehatan secara permanen di suatu lokasi dalam wilayah kerja
Puskesmas.

(5) Puskesmas keliling sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan pelayanan
kesehatan yang sifatnya bergerak (mobile), untuk meningkatkan jangkauan dan
mutu pelayanan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas yang belum
terjangkau oleh pelayanan dalam gedung Puskesmas.

(6) Bidan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bidan yang
ditempatkan dan bertempat tinggal pada satu desa dalam wilayah kerja
Puskesmas.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan jaringan pelayanan


Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (4), (5), dan (6) tercantum
dalam Lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
(2) Rujukan . . .
- 37
ini. -

Pasal 41

(1) Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya kesehatan dapat melaksanakan


rujukan.

(2) Rujukan . . .
- 38
-

(2) Rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai sistem
rujukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VII
PENDANAAN

Pasal 42

(1) Pendanaan di Puskesmas bersumber dari:


a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);
c. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

(2) Pengelolaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB VIII

SISTEM INFORMASI PUSKESMAS

Pasal 43

(1) Setiap Puskesmas wajib melakukan kegiatan sistem informasi Puskesmas.

(2) Sistem Informasi Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan secara eletronik atau non elektronik.

(3) Sistem informasi Puskesmas paling sedikit mencakup:


a. pencatatan dan pelaporan kegiatan Puskesmas dan jaringannya;
b. survei lapangan;
c. laporan lintas sektor terkait; dan
d. laporan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
- 39
-

Pasal 44

(1) Sistem Informasi Puskesmas merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan
kabupaten/kota.

(2) Dalam menyelenggarakan sistem informasi Puskesmas, Puskesmas wajib


menyampaikan laporan kegiatan Puskesmas secara berkala kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota.

(3) Laporan . . .
- 23 -

(3) Laporan kegiatan Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
sumber data dari pelaporan data kesehatan prioritas yang diselenggarakan
melalui komunikasi data.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi Puskesmas dilaksanakan


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 45

(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota serta fasilitas pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan
milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan Puskesmas, sesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.

(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah


Kabupaten/Kota dapat melibatkan organisasi profesi dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Puskesmas.

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.

(4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dalam bentuk fasilitasi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian
dan pengembangan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang
menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 46 Pada
saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- 24 -
a. lokasi dan bangunan Puskesmas yang telah berdiri sebelum ditetapkannya
Peraturan Menteri ini, dianggap telah memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri ini.

b. Puskesmas . . .
b. Puskesmas yang telah ada harus menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling
lambat 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

BAB XI KETENTUAN
PENUTUP

Pasal 47

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 48

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri


ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 17 Oktober 2014

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA,
NAFSIAH MBOI

Diundangkan di Jakarta pada


tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK


INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Untuk
terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang
sesuai dengan azas penyelenggaraan Puskesmas perlu ditunjang oleh manajeman Puskesmas yang

ii
baik. Manajemen Puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk
menghasilkan luaran Puskesmas yang efektif dan efisien.

iii

Anda mungkin juga menyukai