Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN NY. M.

P DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE II


DIRUANG INTERNA WANITA RSUD Dr. M. HAULUSSY AMBON

DISUSUN OLEH

CHRISTINE MARLISSA,S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MALUKU HUSADA
TAHUN 2022
LEMBARAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN NY. M. P DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE II


DIRUANG INTERNA WANITA RSUD Dr. M. HAULUSSY AMBON 2022

Telah disetujui dan disahkan oleh perseptor Departemen Keperawatan Medikal Bedah
diRumah Sakit Umum Daerah Dr. M. Haulussy Ambon

CORS NERS

CHRISTINE MARLISSA, S.Kep

Mengetahui

Preseptor Lahan Preseptor Institusi

( ) ( )
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunianya, saya dapat menyelesaikan Tugas Laporan Stase KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH diruang Interna Wanita RSUD Dr. M. Haulussy ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Saya sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita.

Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam laporan pendahuluan ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,saya berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan laporan akhir saya, yang akan nantinya saya buat dimasa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga LAPORAN STASE KMB yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya Laporan akhir stase yang telah disusun ini dapat berguna bagi
saya sendiri maupun pembaca. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan.

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

LEMBARAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I Laporan pendahuluan

A. Konsep medis

1. Definisi

2. Etiologi

3. Patofisiologis

4. WOC

5. Manifestasi klinis

6. Pemeriksaan penunjang

7. Penatalaksanaan

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

2. Diagnosa Keperawatan

3. Intervensi Keperawatan

BAB II KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep medis
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya (Smeltzer dan Bare, 2015). Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-
duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah (PERKENI, 2015 dan ADA, 2017).
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak
terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel beta (β) pankreas untuk menghasilkan
hormon insulin yang berperan sebagai pengontrol kadar gula darah dalam tubuh (Dewi,
2014). Pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak
dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel.
Akibatnya glukosa dalam darah meningkat. Kemungkinan terjadinya DM tipe 2 adalah
bahwa sel-sel jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau sudah resisten terhadap
insulin sehingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel dan akhirnya tertimbun dalam
peredaran darah (Tandra, 2007).

2. Etiologi
Disebabkan oleh kegagalan relative beta dan resistensi insulin. Secara pasti
penyebab dari Diabetes Mellitus tipe 2 ini belum diketahui, faktor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin.
Pada awalnya tanpak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin
mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor – reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel,
Pada pasien dengan Diabetes Melitus tak tergantung insulin terdapat kelainan dalam
peningkatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsive insulin pada membrane sel. Akibatnya terjadi
pengabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan sistem transport glukosa.
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus Tipe 2 disebut juga
Diabetes Melitus yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes
yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul
pada masa kanak-kanak. Faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
Diabetes Melitus Tipe 2, diantaranya adalah :
1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun )
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik

3. Patofisiologis
Diabetes Melitus tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum jelas,
faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM
tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya
hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas
(Smeltzer dan Bare, 2015). Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan
karena resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare,
2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM
tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada DM tipe 2. Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan
menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non-
Ketotik (HHNK) (Smeltzer dan Bare, 2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahuntahun) dan
progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur
(jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya
penyakit DM selama bertahun-tahun adalah terjadinya komplikasi DM jangka panjang
(misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah
terjadi sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare, 2015).

4. WOC
Sumber : Padila & Wilkinson, 2012)
5. Manifestasi klinis
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), manifestasi klinis Diabetes Mellitus yaitu :
1. Kadar glukosa puasa tidak normal
2. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis osmostic yang
meningkatkan pengeluaran urin ( polyuria) dan timbul timbul rasa haus (polydipsia)
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
4. Lelah dan mengantuk
5. Gejala lain yang dikeluhakan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
peruritas volva

6. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Penggunaan darah vena ataupun
kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler (Decroli,
2019).
Diagnosis Diabetes Melitus dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah vena dengan
sistem enzimatik dengan hasil :
1. Gejala klasik + GDP ≥ 126mg/dl
2. Gejala klasik + GDS ≥200mg/dl
3. Gejala klasik + GD 2 jam setelah TTGO ≥200mg/dl
4. Tanpa gejala klasik + 2x pemeriksaan GDP ≥126mg/dl
5. Tanpa gejala klasik + 2x pemeriksaan GDS ≥200 mg/dl
6. Tanpa gejajala klasik + 2x pemeriksaan GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200mg/dl
7. HbA1c ≥6.5% (Decroli, 2019)
Kriteria diagnosis Diabetes Melitus menurut Perkeni (2015) :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl, puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl, 2jam setelah tes toleransi glukosa oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6.5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

7. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), penatalaksanaan insulin pada Diabetes Mellitus
tipe 2 diperlukan pada keadaan :
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetic (KAD) atau hiperglikemia hyperosmolar non ketotik (HONK)
4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
5. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
6. Stres berat (infeksi sistematik, operasi besar, IMA, stroke)
7. Kehamilan dnegan diabetes melitus atau Diabetes Melitus gestasioanal yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
8. Gangguan fungsi ginjal atau gangguan hati yang berat
9. Kontraindikasi dan alergi terhadap OHO
Menurut Fatimah (2015), Pilar utama pengelolaan diabetes melitus meliputi :
1. Edukasi (Penyuluhan)
2. Diet (Perencanaan makanan)
3. Olahraga
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
5. Pemeriksaan mandiri gula dara

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian (Pemeriksaan Head to Toe)
1. Pengkajian
Proses pengakajian keluarga dapat berasal dari berbagai sumber seperti wawancara,
observasi rumah keluarga dan fasilitasnya, pengalaman yang dilaporkan anggota
keluarga.
a. Data umum
1) Yang perlu dikaji pada data umum antara lain nama kepala keluarga dan anggota
keluarga, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan pendidikan. Pada pengkajian
pendidikan diketahui bahwa pendidikan berpengaruh pada kemampuan dalam
mengatur pola makan dan kemampuan pasien dalam pengelolaan serta perawatan
diabetes mellitus. Umur juga dikaji karena faktor usia berpengaruh terhadap
terjadinya diabates mellitus dan usia dewasa tua (>40 tahun) adalah resiko tinggi
diabetes mellitus (Harmoko, 2012).
2) Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui adanya faktor genetic atau faktor
keturunan untuk timbulnya diabetes mellitus pada pasien.
3) Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe / jenis keluarga beserta kendala atau masalah-masalah
yang terjadi pada keluarga tersebut. Biasanya dapat terjadi pada bentuk keluarga
apapun.
4) Suku
Mengakaji asal usul suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku
bangsa dan kebiasaan adat penderita tersebut terkait dengan penyakit diabetes
melitus.
5) Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
mempengaruhi terjadinya diabetes melitus.
6) Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu sosial ekonomi keluarga
ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga serta
barang-barang yang dimiliki oleh keluarga. Pada pengkajian status sosial ekonomi
diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat
kesehatan seseorang. Diabetes Melitus sering terjadi pada keluarga yang
mempunyai status ekonomi menengah keatas. Karena faktor lingkungan dan gaya
hidup yang sehat, seperti makan berlebihan, berlemak, kurang aktivitas fisik, dan
strees berperan penting sebagai pemicu diabetes (Friedmann, 2010).
7) Aktifitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi keluarga dapat dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama
untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, kegiatan menonton televisi serta
mendengarkan radio.
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1. Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari keluarga ini.
Biasanya diabetes mellitus sering terjadi pada lakilaki atau perempuan yang
berusia > 40 tahun. Tahap perkembangan keluarga yang beresiko mengalami
masalah Diabetes Melitus adalah tahap perkembangan keluarga dengan usia
pertengahan dan lansia. Karena pada tahap ini terjadi proses degenerative yaitu
suatu kemunduran fungsi system organ tubuh, termasuk penurunan fungsi dari sel
beta pankreas.
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan
mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi oleh keluarga serta
kendala-kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.
Biasanya keluarga dengan diabetes mellitus kurang peduli terhadap pengontrolan
kadar gula darah jika belum menimbulkan komplikasi lain.
3. Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi riwayat penyakit keturunan,
riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian keluarga terhadap
pencegaha penyakit termasuk status imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang
biasa digunakan keluarga dan pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. Perlu
dikaji riwayat kesehatan keluarga karena diabetes mellitus juga merupakan salah
satu dari penyakit keturunan, disamping itu juga perlu dikaji tentang perhatian
keluarga terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa
digunakan keluarga serta pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
4. Riwayat keluarga sebelumnya
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari pihak suami dan istri
untuk mengetahui kemungkinan jika diabetes nelitus yang terjadi pada pasien
merupakan faktor keturunan.
c. Lingkungan
1) Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah
ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah tangga,
jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber air minum yang digunakan serta
denah rumah (Friedman, 2010). Penataan lingkungan yang kurang pas dapat
menimbulkan suatu cidera, karena pada penderita diabetes mellitus bila mengalami
suatu cidera atau luka biasanya sulit sembuh.
2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, yang
meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan /kesepakatan penduduk setempat,
budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan penderita diabetes melitus.
3) Mobilitas geografis keluraga Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan
melihat kebiasaan keluarga berpindah tempat tinggal.
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dalam masyarakat Menjelaskan mengenai
waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang
ada dan sejauh mana interaksi keluarga dengan masyarakat. Misalnya perkumpulan
keluarga inti saat malam hari, karena saat malam hari orang tua sudah pulang
bekerja dan anak-anak sudah pulang sekolah atau perkumpulan keluarga besar saat
ada perayaan seperti hari raya. Interaksi dengan masyarakat bisa dilakukan dengan
dilakukan kegiatan-kegiatan di lingkungan tempat tinggal seperti gotong royong
dan arisan RT/RW.

5) Sistem Pendukung Keluarga


Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasiltas yang dimilki keluarga untuk
menunjang kesehatan mencakup fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau pendukung
dari anggota keluarga dan fasilitas social atau dukungan dari masyarakat setempat
terhadap pasien dengan diabetes melitus. Pengelolaan pasien yang menderita
Diabetes Melitus dikeluarga sangat membutuhkan peran aktif seluruh anggota
keluarga, petugas dari pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat. Semuanya
berperan dalam pemberian edukasi, motivasi dan monitor atau mengontrol
perkembangan kesehatan anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus.
d. Struktur Keluarga
Menjelaskan mengenai pola komunikasi antar keluarga, struktur kekuatan keluarga
yang berisi kemampuan keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk
merubah prilaku, struktur peran yang menjelaskan peran formal dan informal dari
masing-masing anggota keluarga serta nilai dan norma budaya yang menjelaskan
mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungan dengan
penyakit diabetes mellitus.
e. Stress dan koping keluarga
1) Stressor jangka pendek
Stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang
dari enam bulan.
2) Stressor jangka panjang
Stressor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih
dari enam bulan.
3) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Stressor dikaji sejauhmana keluarga berespon terhadap stressor.
4) Strategi koping yang digunakan
Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan/stress.
5) Strategi adaptasi disfungsional
Menjelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang digunakan keluarga bila
menghadapi permasalahan / stress.
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di gunakan
pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik klinik head to toe,
untuk pemeriksaan fisik untuk diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda - tanda vital. Biasanya pada penderita diabetes didapatkan berat badan yang
diatas normal / obesitas.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, apakah ada pembesaran pada leher, kondisi
mata, hidung, mulut dan apakah ada kelainan pada pendengaran. Biasanya pada
penderita diabetes mellitus ditemui penglihatan yang kabur / ganda serta diplopia
dan lensa mata yang keruh, telinga kadang-kadang berdenging, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah.
3) Sistem Integumen
Biasanya pada penderita diabetes mellitus akan ditemui turgor kulit menurun, kulit
menjadi kering dan gatal. Jika ada luka atau maka warna sekitar luka akan
memerah dan menjadi warna kehitaman jika sudah kering. Pada luka yang susah
kering biasanya akan menjadi ganggren.
4) Sistem Pernafasan
Dikaji adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Biasanya pada penderita
diabetes mellitus mudah terjadi infeksi pada sistem pernafasan.
5) Sistem Kardiovaskuler
Pada penderita diabetes mellitus biasanya akan ditemui perfusi jaringan menurun,
nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi /bradikardi, hipertensi / hipotensi,
aritmia, kardiomegalis.
6) Sistem Gastrointestinal
Pada penderita diabetes mellitus akan terjadi polifagi, polidipsi, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen
dan obesitas.
7) Sistem Perkemihan
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya poliuri, retensio urine,
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem Muskuluskletal
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya
penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem Neurologis
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
dan rasa kesemutan pada tangan atau kaki

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut
b. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
c. Gangguan Intergritas Kulit
d. Resiko Infeksi
e. Kekurangan Volume Cairan
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
. Tujuan dan Kriteria Hasil
1. Nyeri Akut 1. Identiikasi 1. untuk megetahui karakteristik
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan lokasi,karakteristik,durasi, frekuensi, serta frekuensi nyeri
diharapkan tingkat nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri 2. untuk mengetahui skala nyeri
Kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri pasien
1. Keluhan nyeri menurun 3. Berikan teknik nonfarmakologi 3. membantu meredahkan nyeri
2. Meringis menurun untuk mengurangi rasa nyeri secara nonfarmakologi
3. Sikap protektif menurun 4. ajarkan teknik nonfarmakologi untuk 4. memberikan kenyamanan dalam
4. Gelisah menurun mengurangi nyeri meredahkan nyeri
5. Sulit tidur menurun 5. kolaborasi pemberian analgetik 5. membantu meredahkan nyeri
6. Frekuensi nadi membaik dengan terapi obat

2. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah 1. Identifikasi kemungkinan penyebab 1. Untuk mengetahui factor
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan hiperglikemia penyebab hiperglikemia
diharapkan kadar glukosa darah pada rentang 2. Monitor kadar glukosa darah 2. Mengetahui kadar glukosa darah
normal 3. Monitor tanda dan gejala 3. Mengetahui gejala hiperglikemia
Kriteria hasil : hiperglikemia 4. Membantu pemberian asupan
1. Mengantuk menurun 4. Berikan asupan cairan oral cairan
2. Pusing menurun 5. Anjurkan monitor kadar gula darah 5. Agar pasien dan keluarga
3. Lelah/lesu menurun secara mandiri Mengetahui kadar gula darah
4. Rasa lapar menurun 6. Ajarkan pengelolaan diabetes secara mandiri
5. Kadar glukosa dalam darah membaik 7. Kolaborasi pemberian insulin 6. Agar dapat mengetahui proses
8. Kolaborasi pemberian cairan IV perjalan diabetes secara baik
7. Membantu memenuhi kebutuahn
insulin pada penderita diabetes
8. Membantu pemberian cairan
secara intravena
3. Gangguan Intergritas Kulit 1. Identifikasi penyebab gangguan 1. Mengetahui penyebab umum
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit terhadap integritas kulit
diharapkan integritas kulit membaik 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah 2. Membantu mencegah iritasi kulit
Kriteria hasil : baring 3. Membantu pasien dalam proses
1. Kerusakan jaringan menurun 3. Hindari produk berbahan dasar penyembuhan
2. Kerusakan lapisan kulit menurun alcohol pada kulit kering 4. memberikan pemahamn terhadap
4. Anjurkan menggunaskan pelembab penggunaan pelembab terhadap
(mis. Lotion) kulit
5. Anjurkan minur air yang cukup 5. membantu pemenuhan asupan
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
nutrisi 6. membantu meningkatkan suoan
7. Anjurkan meningkatkan asupan buah nutrisi pasien
dan sayur 7. membantu dalam proses
penyembuhan terhadap kerusakan
kulit dengan pemenuhan vitamin
4. Resiko Infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Mengetahui tanda dan gejala
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan lokasi dan sistemik infeksi yang terjadi
diharapkan resiko infeksi menurun 2. Berikan perawatan kulit pada area 2. Membantu merawat kulit agar
Kriteria hasil : edema tidak terinfeksi
1. Demam menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 3. Agar menjaga kondisi pasien
2. Kemerahan menurun kontak dengan pasien dan terhadap resiko infeksi
3. Nyeri menurun lingkungan pasien dilingkungan
4. Bengkak menurun 4. Pertahankan teknik aseptic pada 4. Membantu dalam
5. Kadar sel darah putih membaik pasien beresiko tinggi mempertahankan teknik aseptic
5. Anjurkan meningkatkan asupan 5. Membantu pemenuhan asupan
nutrisi nutrisi secara baik
6. Anjurkan meningkatkan asupan 6. Membantu pemenuhan asupan
cairan cairan secara baik
7. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika 7. Membntu proses kekebalan tubuh
perlu pasien
5. Kekurangan Volume Cairan 1. Monitor status Hidrasi 1. Agar mengetahui status hidrasi
Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan 2. Monitor berat badan harian pasien
di harapkan volume cairan meningkat 3. Catat intake output dan hitung balans 2. Mengetahui berat badan pasien
Kriteria hasil : cairan 24 jam secara pertahap
1. Asupan cairan meningkat 4. Berikan asupan cairan, sesuai 3. Mengetahui intake dan output
2. Output urin meningkat kebutuhan pasien secara baik
3. Membrane mukosa lembab meningkat 5. Berikan cairan intravena 4. Membantu pemenuhan asupan
4. Edema menurun 6. Kolaborai pemberian diuretic nutrisi
5. Dehidrasi menurun 5. Membantu pemenuhan cairan
6. Tekanan darah membaik intravena kedalam tubuh pasien
7. Frekuensi nadi membaik 6. Membantu proses penyembuhan
8. Kekuatan sendi membaik
9. Tekanan arteri rata-rata
10. Mata cekung membaik
11. Turgo kulit membaik
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
American Diabetes Association, (2018). Standar Medikal Care In Diabetes 2018. The Journal of
Celinical And Applied Research Neducation.
Arief Mansjoer (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media Aesculapius
Arthur C, Guyton, John E. Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12 Jakarta : EGC
Dolensek, J., Rupnik, M.S. and Stozer, A. 2015, Structural similarities and differences between
the human and the mouse pancreas. Islets, 7(1), e1024405. Diakses pada 28 Maret
2016
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. 4, 93–101.
Friedman. (2010). Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan Praktek. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC
Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Penerbit: pustaka Pelajar. Yogyakarta
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T
Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PERKENI,
Jakarta
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (ed.) ; Edisi 1).
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (D. P. P. P. P. N.
Indonesia (ed.) ; Edisi 1).
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SLKI
DPP PPNI (ed.) ; Edisi 1)
Rendy dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika
Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Tim
Smeltzer, S.C, & Bare Brenda, B.G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 3 (8th
ed.). Jakarta : EGC
Sudiharto. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan
Transkuktural. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai