Anda di halaman 1dari 4

Tugas Proposal Skripsi

A. Tuliskan :
1. Tujuan dari penulisan literature review pada artikel ‘Information overload within the health
care system: a literature review’
2. Rumusan masalah pada artikel ‘Information overload within the health care system: a
literature review’
3. Kriteria inklusi dari artikel ‘Information overload within the health care system: a literature
review’
4. Apa jenis Literatur review pada artikel ‘Information overload within the health care system:
a literature review’?
B. Tuliskan :
5. Rencana judul proposal yang akan dibuat
6. Latar belakang dari proposal yg akan dibuat sebanyak 2 paragraf, 1000 kata

Jawaban:
1. Tujuan ulasan ini adalah untuk menemukan bukti untuk menginformasikan pandangan
luas yang dipegang oleh petugas kesehatan yang efektivitas kerjanya terganggu oleh
'kelebihan informasi’. Sehingga overview ini akan membahas mengenai: beragam teori
menyeluruh dari informasi yang banyak mengenai sistem pelayanan kesehatan, efek dari
fenomena yang dianggap terjadi, dan mengusulkan beberapa solusi untuk masalah ini.
2. Rumusan masalahnya timbul dari adanya pandangan luas yang dipegang oleh beberapa
petugas kesehatan bahwa efektivitas kerja mereka terganggu oleh 'kelebihan informasi.'
Jadi untuk mencari bukti konkret dari pandangan tersebut maka dibuatlah literature
review ini.
3. Kriteria inklusi:
- Artikel ini dicari menggunakan database seperti PubMed, ASSIA, ERIC, LISA,
British Medical Journal, Web of Knowledge, AMED and CINAHL.
- Kriteria pencariannya diperluas menjadi dapat mencakup manajemen pengetahuan
dalam pencarian informasi dan kesehatan
- Tidak ada pembatasan tanggal/tahun, sehingga peta longitudinal dari sujek area dapat
terinklusi
- Ulasan ini difokuskan terutama pada informasi yang berlebihan untuk petugas medis.
Sehingga article yg merujuk pada kelebihan informasi pada pasien akan dieklusikan
- Pendekatan yang digunakan menghasilkan total 114 artikel yang disertakan dalam
ulasan artikel ini. Terdapat 23 dari kesepakatan akhir yang informasinya berlebihan
dengan konteks pelayanan kesehatan.
4. Berupa Literature Review ( Generic term - Overview Literature Review)
5. Dampak implementasi diet terhadap menurunnya tekanan darah systole dan diastole pada
pasien penderita diabetes mellitus tipe 2
6. Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemi akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja insulin, atau keduanya.
Diabetes melitus tipe 2 adalah kondisi saat gula darah dalam tubuh tidak terkontrol akibat
gangguan sensitivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan hormon insulin (Lemone,
2015). Insulin berfungsi untuk mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah, akan
tetapi apabila intake glukosa /karbohidrat terlalu banyak, maka insulin tidak mampu
menyeimbangkan kadar gula darah dan terjadi hiperglikemi. Penderita yang terdiagnosa
penyakit DM membutuhkan terapi pengobatan lama untuk menurunkan kejadian
komplikasi (ADA, 2017). Diabetes tipe 2 merupakan diabetes yang muncul pada usia
dewasa dan memiliki proporsi 80% pada diabetes melitus secara keseluruhan.. Selain itu,
diabetes mellitus tipe 2 juga merupakan salah satu bentuk penyakit metabolic yang
ditandai dengan berkurangnya keefektifan tubuh dalam mengatur keseimbangan glukosa
dalam darah yang dapat mengarah pada beberapa penyakit komplikasi yang berbahaya
seperti hiperglikemia, obesitas, neuropati, retinopati, osteoporosis, stroke, dan penyakit
jantung coroner yang dapat berakhir pada kematian.
Diabetes tipe 2 ini disebabkan oleh 2 hal yaitu penurunan respon jaringan perifer
terhadap insulin (resistensi insulin) dan penurunan kemampuan sel alfa prankeas untuk
mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Sebagian besar kasus diabetes
tipe 2 diawali dengan kegemukan sehingga sel beta pankreas merespon dengan
mensekresi insulin lebih, sehingga terjadi hiperinsulinemia. Insulin yang tinggi
mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri dengan
menurunkan jumlah reseptor. Hal ini membawa dampak pada penurunan respon
reseptornya dan lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin, kondisi
hiperinsulinemia ini dapat megakibatkan desensitisasi reseptor. Pada resistensi insulin
terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga
mengakibatkan hiperglikemi (Lemone, 2015).
Menurut Tanto dan Hustrini (2014) diabetes melitus yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi. Berdasarkan
ADA (2017) dua orang dari 3 orang penderita diabetes melitus memiliki tekanan darah
tinggi. Cheung et al (2012) menyebutkan bahwa hiperglikemia sering disertai dengan
timbulnya sindrom metabolik yaitu hipertensi, dislipidemia, obesitas, disfungsi endotel
dan faktor protrombotik yang kesemuanya itu akan memicu dan memperberat komplikasi
kardiovaskuler. Salah satu komplikasi makroangiopati diabetes dapat terjadi karena
perubahan kadar gula darah, gula darah yang tinggi akan menempel pada dinding
pembuluh darah. Setelah itu terjadi proses oksidasi dimana gula darah bereaksi dengan
protein dari dinding pembuluh darah yang menimbulkan AGEs. Advanced Glycosylated
Endproducts (AGEs) merupakan zat yang dibentuk dari kelebihan gula dan protein yang
saling berikatan. Keadaan ini merusak dinding bagian dalam dari pembuluh darah, dan
menarik lemak yang jenuh atau kolesterol menempel pada dinding pembuluh darah,
sehingga reaksi inflamasi terjadi. Sel darah putih (lekosit) dan sel pembekuan darah
(trombosit) serta bahan-bahan lain ikut menyatu menjadi satu bekuan plak (plaque), yang
membuat dinding pembuluh darah menjadi keras, kaku dan akhirnya timbul penyumbatan
yang mengakibatkan perubahan tekanan darah yang dinamakan hipertensi (Tandra,
2009). Mutmainah (2012) dalam penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan
antara kadar gula darah dengan hipertensi pada penderita diabetes melitus tipe 2.
Penyakit diabetes mellitus tipe 2 telah mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia (Gustina,
2014). Laporan dari National Diabetes Statistics menunjukkan bahwa prevalensi diabetes
mellitus di dunia tahun 2015 adalah 30,3 miliar (National Diabetes Statistics Report,
2017). Laporan dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015, prevalensi
diabetes mellitus di dunia sebesar 415 juta penderita (8,8%) dan pada tahun 2040
diperkirakan akan meningkat sebesar 10,4% menjadi 642 juta penderita (Aditya
Primahuda US., 2016). Adapun prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan
Riskesdas, prevalensi diabetes mellitus pada usia >15 tahun di Indonesia sebesar 6,3%
pada tahun 2013 dan meningkat pada tahun 2018 menjadi 8,5% (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia,2018).
Widodo menegaskan bahwa penerapan diet merupakan salah satu komponen
penting dalam keberhasilan penatalaksanaan diabetes mellitus (Agus Widodo, 2012).
Memilih pangan karbohidrat berupa karbohidrat kompleks seperti ubi kayu, jagung
maupun makanan olahan yang mengandung karbohidrat seperti biskuit dan roti
merupakan salah satu upaya untuk menjaga kadar gula darah pada taraf normal(Bertalina,
2016). Diabetes mellitus tipe 2 tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan
(Mujib Hannan, 2013), banyak penderita Dibetes mellitus yang mengalami kegagalan
dalam pengobatan karena tidak menjalani diet dengan baik (Astuti R. Mona E, Bintanah
S, 2012).
Diabetes tipe 2 dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit
makrovaskular, seperti infark miokard dan stroke. Dan dari data penelitian yang ada,
penyakit ini menjadi penyebab utama dari terjadinya kebutaan di Negara yang
berkembang, dan juga menjadi penyebab utama dari timbulnya penyakit ginjal kronis
yang terjadi dari adanya komplikasi dari penyakit makrovaskular tersebut. Tekanan darah
pada pasien diabetes mellitus rata-rata berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada
tekanan darah rata-rata orang dewasa biasa, yang mana hal tersebut yang menjadi factor
utama timbulnya penyakit kardiovaskuler/penyakit jantung coroner pada pasien diabetes
mellitus tipe 2 ini. Selain itu, penyakit kardiovaskuler juga berperan penting dalam
meningkatkan tingkat morbiditas dan martalitas dari pasien diabetes mellitus tipe 2.
Beberapa mekanisme patofisiologi juga sudah dapat memapaparkan adanya hubungan
antara diabetes dengan hipertensi. Selain itu, hipertensi juga menjadi salah satu factor
penyebab utama dari adanya perkembangan komplikasi kronis diabetes berupa penyakit
mikrovaskular dan makrovaskular.
Beberapa studi klinis juga sudah mendemonstrasikan bahwa dengan menurunnya
tekanan darah tinggi dapat juga mengurangi adanya kejadian serangan jantung iskemik,
stroke, dan nefropati pada pasien-pasien yang memiliki diabetes mellitus tipe 2. Hal ini
juga sudah tercatat pada suatu studi yang mengtakan bahwa system adrenergic dituding
berperan pada pathogenesis dari hipertensi pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Dilihat
dari tingginya prevalensi hipertensi pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dan
perannya sebagai factor resiko utama dari diabetes, studi besar juga sudah dilaksanakan
untuk menyelidiki managemen klinis dan pengobatan dari hipertensi yang terjadi pada
pasien diabetes mellitus tipe 2.
Beberapa studi sudah memiliki beberapa evidence base yang menunjukkan adanya
peran dari modifikasi diet dalam mencegah dan mengatur tekanan darah tinggi pada
pasien hipertensi. Berdasarkan guidelines menurut AHA (American heart association)
para pasien hipertensi dan pre-hipertensi seharusnya dapat mengikuti rekomendasi diet
yang ada, yaitu dengan adanya modifikasi pada menu diet seperti mengurangi konsumsi
sodium, dan meningkatkan konsumsi sayur dan buah segar. Namun, walaupun dengan
adanya beberapa rekomendasi diet tersebut, belum dapat dikatakan sudah dapat
menyeluruh dalam hal untuk mencegah dan mengatur tekanan darah tinggi.
Dari sebuah studi sistematic review dan meta-analisis terbaru mengatakan bahwa
DASH diet mungkin menjadi implementasi diet yang paling efektif dalam menurunkan
tekanan darah tinggi pada penderita penyakit hipertensi dan pre-hipertensi. Melihat dari
banyaknya prevalensi tekanan darah tinggi yang diderita oleh penderita diabetes mellitus
tipe 2 dan adanya keefektifan untuk menurunkan tekanan darah tinggi melalui
implementasi diet memunculkan sebuah pertanyaan baru yang masih belum terjawab,
apakah implementasi diet juga dapat efektif untuk menurunkan tekanan darah tinggi jika
diterapkan pada pasien diabetes tipe 2. Oleh karena itu, maka saya tertarik ingin
mengetahui hal tersebut melalui systematic review dan meta analisis dari studi beberapa
studi RCT dengan populasi studi pada orang dewasa dengan rentang umur antara 18
sampai 65 tahun yang menderita penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan memiliki tekanan
darah systole diatas 140 mmhg dan tekanan drah distol diatas 90 mmhg, dengan
mengambil jurnal baik berbahsa Indonesia maupun bahasa inggris dengan tahun terbit
lebih dari tahun 2011.

Anda mungkin juga menyukai