Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus yang dikenal sebagai penyakit kencing manis

adalah kumpulan gejala pada seseorang dikarenakan kadar gula darah

yang meningkat (glukosa), sehingga pankreas bekerja kebih keras untuk

memproduksi insulin guna menyeimbangkan kadar gula di dalam darah

(Dyah restuning, 2015). Diabetes melitus juga merupakan penyakit

metabolisme timbul dengan gejala yang khas, yaitu polidipsia, polifagia,

dan poliuria terkadang mengakibatkan penurunan berat badan (Perkeni,

2011). Diabetes melitus bisa mengakibatkan gangguan Integritas Kulit

disebabkan karena tingginya kandungan glukosa sehingga darah menjadi

pekat dan menyebabkan aliran darah tidak lancar sehingga dapat

memunculkan luka (Hermand, 2013).

Secara klinis terdapat dua tipe DM yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.

Pada diabetes tipe 1, tubuh tidak dapat memproduksi hormon insulin.

Sedangkan pada diabetes tipe 2, sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif

terhadap hormon insulin, meskipun produksi dan kadar hormon insulin

normal. Insulin adalah hormon yang dihasilkan di dalam pankreas.

Diabetes tipe 1 disebut sebagai penyakit autoimun karena kondisi ini

disebabkan oleh kerusakan pankreas, akibat serangan dari antibodi yang

ada di tubuh. Kerusakan tersebut membuat pankreas tidak mampu


menghasilkan insulin. Pada diabetes tipe 2, pankreas masih dapat

memproduksi insulin. Hanya saja, sel di tubuh tidak dapat menggunakan

insulin dengan baik.

Menurut WHO pada tahun 2014 terdapat 422 juta jiwa penderita

Diabetes di dunia diantaranya dialami oleh orang dewasa. Diabetes

Melitus merupakan penyakit dengan dampak serius, salah satunya

Gangguan Integritas Kulit karena adanya penyempitan pembuluh darah

sehingga menimbulkan ulkus diabetik (Maghfuri ali, 2016). Terjadinya

ulkus diabetic disebabkan oleh tingginya glukosa dalam darah dan tidak

cukupnya sediaan insulin yang dihasilkan tubuh, sehingga glukosa tidak

dapat dikirim ke sel tubuh untuk dijadikan sumber energi yang dapat

menopang sistem kerja organ, sehinggaorgan tidak dapat bekerja secara

optimal (Damayanti & Kurniawan, 2014).

Glukosa dengan jumlah banyak menyebabkan darah menjadi pekat

sehingga aliran darah tidak lancar, aliran darah yang tidak lancar

menyebabkan neuropati pada saraf perifer karena suplai oksigen dan

nutrisi kejaringan terhambat sehingga kondisi tersebut mempengaruhi

proses penyembuhan luka (Perkeni, 2015).

Komplikasi kronik terjadi pada semua organ tubuh dengan

penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat

penyakit gagal ginjal. Selain itu, sebanyak 30% penderita diabetes

mengalami kebutaan akibat retinopati dan 10% menjalani amputasi

tungkai kaki.
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan secara komperehesif dalam

pengolahan pasien dengan masalah diabetes mellitus.

2. Tujuan Khusus

a) Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan

diabetes mellitus.

b) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada diabetes

mellitus.

c) Mampu menentukan tujuan keperawatan pada diabetes mellitus.

d) Mampu menentukan intervensi keperawatan pada diabetes

mellitus.

e) Mampu melaksanakan implementasi pada kasus diabetes

mellitus.

f) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada kasus diabetes

mellitus.

g) Mampu melakukan dokumentasi pada kasus diabetes mellitus.


C. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan Laporan Tahap Akhir ini, penulis memiliki

sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN : Penulis menyajikan beberapa data berupa

latar belakang, tujuan penulisan terdiri dari tujuan umum dan tujuan

khusus, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS: Penulis menyajikan data berupa

tinjauan teoritas terdiri dari anatomi fisiologis, gambaran umum kasus,

serta konsep kebutuhan dasar manusia.

BAB III TINJAUAN KASUS : Penulis menyajikan data berupa

pengkajian keperawatan dan pembahasan kasus.

BAB IV PENUTUP : Penulis menyajikan data berisi kesimpulan,

rekomendasi, dan juga penutup.


BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Anatomi & Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Diabetes Mellitus

Pankreas adalah kelenjar terengolasi berukuran besar dibalik kurvatura

besar lambung. Pankreas terlatak di retroperitonial rongga abdomen

bagian atas, dan terbentang horizontal dari cincin duodenal ke lien.

Panjang sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm. Pankreas mendapat

pasokan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus. Pankreas

berfungsi sebagai organ endokrin dan eksokrin.

a. Fungsi eksokrin pankreas ( asinar )

Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan. ketiga

jenis makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak. Getah

pankreas juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang


memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang

dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.

b. Fungsi endokrin pankreas

Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau

langerhans. Pulau-pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel yaitu :

1) Sel α (alpha) yang menghasilkan glucagon. Efek glukagon ini

juga sama dengan efek kortisol, GH dan epineprin. Dalam

meningkatkan kadar gula darah, glukagon merangsang

glikogenolisis (pemecahan glukogen menjadi glukosa) dan

meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta

meningktakan glukoneogenesis (Pemecahan glukosa dari yang

bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon,

meningkatkan lipolisis ( Pemecahan lemak ).

2) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin Insulin sebagai hormon

anabolik terutama akan meningkatkan difusi glukosa melalui

membran sel jaringan. Efek metabolik penting lainnya dari

hormon insulin adalah sebagai berikut :

a) Efek pada hepar

b) Efek pada otot

(c) Efek pada jaringan lemak

3) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya

belum jelas diketahui.


Hasil dari sistem endokrin ini langsung dialirkan kedalam peredaran

darah dibawa ke jaringan tanpa melewati duktus untuk membantu

metabolisme karbohidrat

2. Definisi

Menurut WHO (2017), Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis terjadi

saat pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau tubuh tidaak dapat

secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Hormon yang

mengatur gula darah ialah insulin. Efek umum jika diabetes tidak

terkontrol dan dengan seiring berjalannya waktu akan menyebabkan

kerusakan yang serius pada sistem tubuh, terutama pada pembuluh darah

dan saraf merupakan hiperglikemia atau peningkatan kadar gula darah

(WHO, 2017).

Diabetes Melitus ialah gangguan metabolisme yang secara genetis dan

klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi

karbohidrat (Price, 2005)

Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.

Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah

(Smeltzer, 2002)

3. Etiologi

Faktor penyebab diabetes mellitus sesuai klasifikasi penyakit menurut

(Smeltzer, 2002) antara lain :

1. DM tipe 1 : IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


Pada tipe ini insulin tidak diproduksi. Hal ini disebabkan dengan

timbulnya reaksi autoimun oleh karena adanya peradangan pada sel

beta insulitis. Kecenderungan ini ditemukan pada individu yang

memiliki antigen HLA (Human Leucocyte Antigen).

a. Faktor genetik Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu

sendiri, tetapi mewarisi suatu kecenderungan genetik ke arah

terjadinya DM tipe 1. Kecenderungan genetik ini ditemukan

pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human

Leucocyte Antigen) tertentu.

b. Faktor imunologi Respon abnormal dimana Antibodi terarah

pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi dengan

jaringan tersebut sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan Virus / toksin tertentu dapat memacu proses

yang dapat menimbulkan distruksi sel beta.

2. DM tipe 2 : NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)

Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan sekresi

insulin pada DM tipe 11 masin belum diketahui. Faktor resiko yang

berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga, usia (resistensi insulin

cenderung meningkat pada usia 65 tahun (Suddarth, 2002)

3. DM tipe spesifik lain

Awitan selama kehamilan, disebabkan oleh hormon yang

diekskresikan plasenta dan mengganggu kerja insulin (Smeltzer, 2002)


4. Patoflow
5. Tanda dan Gejala

Pada penderita Diabetes Mellitus yang mengalami hiperglikemia dapat

disertai dengan gejala sebagai berikut :

1) Mudah lelah dan lesu

2) Mulut terasa kering

3) Mengalami rasa haus berlebih

4) Urin yang dihasilkan jumlahnya meningkat

5) Serta kadar glukosa dalam darah / urin relatif tinggi.

6. Komplikasi

Menurut Black & Hawks (2005), Smeltzer, et all (2008)

mengklasifikasikan

komplikasi diabetes mellitus menjadi 2 kelompok yaitu :

1. Komplikasi akut

1) Hipoglikemia

Kadar glukosa darah yang abnormal/rendah terjadi jika kadar

glukosa darah turun dibawah 60-50 mg/dL (3,3-2,7 mmol/L).

Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat

oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau

karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi setiap

saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa dijumpai

sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda atau bila

pasien lupa makan cemilan.


2) Ketoasidosis Diabetik

Keadaan ini disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak

cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan

gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada

tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis:

dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Apabila jumlah

insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan

berkurang pula. Di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi

tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan

hiperglikemia.

3) Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Nonketotik

Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of

awareness). Pada saat yang sama tidak ada atau terjadi ketosis

ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa

kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten

menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan

elekrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan

akan berpindah dari ruang intrasel ke dalam ruang ekstrasel.

Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan

hypernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan

utama antara sindrom HHNK dan DKA adalah tidak terdapatnya


ketosis dan asidosis pada sindrom HHNK. Perbedaan jumlah

insulin yang terdapat dalam masing-masing keadaan ini dianggap

penyebab parsial perbedaan diatas. Pada hakikatnya, insulin tidak

terdapat pada DKA.

2. Komplikasi kronik

1) Komplikasi Makrovaskuler

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering

terjadi pada diabetes mellitus. Perubahan aterosklerotik ini serupa

dengan yang terlihat pada pasien-pasien nondiabetik, kecuali dalam

hal bahwa perubahan tersebut cemderung terjadi pada usia yang

lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien - pasien

diabetes mellitus.

2) Komplikasi Mikrovaskuler

Perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi unik yang hanya

terjadi pada diabetes mellitus. Penyakit mikrovaskuler diabetik

(mikroangiopati) ditandai oleh penebalan membran basalis

pembuluh kapiler. Membran basalis mengelilingi sel-sel endotel

kapiler.

3) Retinopati Diabetik

Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetic

disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil

pada retina mata.

4) Nefropati
Penyakit diabetes mellitus turut menyebabkan kurang lebih 25%

dari pasien - pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang

memerlukan dialisis atau transplantasi setiap tahunnya di Amerika

Serikat. Penyandang diabetes mellitus tipe I sering memperlihatkan

tanda-tanda permulaan penyakit renal setelah 15-20 tahun

kemudian, sementara pasien diabetes mellitus tipe 2 dapat terkena

penyakit renal dalam waktu 10 tahun sejak diagnosis diabetes

ditegakkan. Banyak pasien diabetes mellitus tipe 2 ini yang sudah

menderita diabetes mellitus selama bertahun-tahun selama penyakit

tersebut didiagnosis dan diobati.

5) Neuropati

Neuropati dalam diabetes mellitus mengacu kepada sekelompok

penyakitpenyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf

perifer (sensorimotor), otonom dan spinal. Kelainan tersebut

tampak beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf

yang terkena (Hasdianah, 2014).

7. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan penunjang diabetes mellitus

adalah:

1) Gula darah meningkat > 200 ml/dl

2) Aseton plasma (aseton) positif secara mencolok.

3) Osmolaritas serum : meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/lt

4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)


5) Alkalosis respiratorik

6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis dan

hemokonsentrasi menunjukkan respon terhadap stres atau infeksi.

7) Ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/ normal lochidrasi/penurunan

fungsi ginjal

8) Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.

9) Insulin darah : mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I), normal sampai

meningkat (Tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin.

10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat

meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin

meningkat

12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK dan infeksi luka.

8. Pencegahan

Pencegahan DM berdasarkan Perkeni (2011) terdiri dari tiga tingkatan

yaitu:

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah sebuah upaya pencegahan yang ditujukan

pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yaitu kelompok yang

belum mengalami DM tipe 2 tetapi memiliki potensi untuk mengalami

DM tipe 2 karena memiliki faktor risiko. Pelaksanaan pencegahan

primer bisa dilakukan dengan tindakan penyuluhan dan pengelolan pada


kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi merupakan salah satu

aspek penting dalam pencegahan primer (Perkeni, 2011).

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah suatu upaya pencegahan timbulnya

komplikasi pada pasien yang mengalami DM tipe 2. Pencegahan ini

dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan

deteksi dini penyakit sejak awal pengelolaan penyakit DM tipe 2.

Program penyuluhan memegang peran penting dalam meningkatkan

kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan menuju

perilaku sehat (Perkeni, 2011).

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah suatu upaya yang ditujukan pada pasien DM

tipe 2 yang mengalami komplikasi untuk mencegah kecacatan lebih

lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin,

sebelum kecacatan berkembang dan menetap. Penyuluhan dilakukan

pada pasien serta pada keluarga pasien. Materi yang diberikan ialah

mengenai upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencegah

kecacatan lebih lanjut agar dapat mencapai kualitas hidup yang optimal

(Perkeni, 2011). Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan

yang menyeluruh antar tenaga medis. Kolaborasi yang baik antar para

ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi,

bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi medis, gizi dan lain sebagainya)


sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier

(Perkeni, 2011).

9. Penatalaksanaan

1) Edukasi

Pemberian informasi tentang gaya hidup yang perlu diperbaiki secara

khusus memperbaiki pola makan, pola latihan fisik, serta rutin untuk

melakukan pemeriksaan gula darah. Informasi yang cukup dapat

memperbaiki pengetahuan serta sikap bagi penderita Diabetes

Mellitus

2) Terapi Gizi

Pada penderita Diabetes Mellitus prinsip pengaturan zat gizi bertujuan

untuk mempertahankan atau mencapai berat badan yang ideal,

mempertahankan kadar glukosa dalam darah mendekati normal,

mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas

hidup diarahkan pada gizi seimbang dengan cara melakukan diet 3J :

a. Jumlah makanan

Kebutuhan kalori setiap orang berbeda, bergantung pada jenis

kelamin, berat badan, tinggi badan serta kondisi kesehatan pada

klien. Penghitungan kebutuhan kalori klien berdasarkan pada

rumus Harris-Benedict yang memperhitungkan usia, jenis

kelamin, berat badan, tinggi badan, hingga tingkat aktivitas fisik

yang dilakukan.

Pada pria : 66,5 + 13,8 x (BB dalam Kg) + 5 x (TB dalam cm)
6,8 x usia

Pada wanita : 655,1 + 9,6 x (BB dalam Kg)+1,9 x (TB dalam cm)

4,7 x usia

Hasil dari penghitungan kemudian dikalikan dengan faktor

aktivitas fisik. Faktor aktifitas fisik dibagi menjadi 3 yaitu :

1) Pada aktivitas fisik rendah dikalikan 1,2

2) Pada aktivitas fisik sedang dikalikan dengan 1,3

3) Pada aktivitas fisik berat dikalikan dengan 1,4

b. Jenis makan

Pada penderita Diabetes Mellitus sebaiknya menghindari

makanan dengan kadar glukosa yang tinggi seperti madu, dan

susu kental manis. Pilih makanan dengan indeks glikemik rendah

dan kaya serat seperti sayur-sayuran, biji-bijian dan kacang-

kacangan. Batasi makanan yang mengandung purin (jeroan,

sarden, burung darah, unggas, kaldu dan emping). Cegah

dislipidemia dengan menghindari makanan berlemak secara

berlebih (telur, keju, kepiting, udang, kerang, cumi, santan, susu

full cream atau makanna dengan lemak jenuh). Batasi konsumsi

garam natrium yang berlebih.

c. Jadwal makanan.

Jadwal diit harus diikuti sesuai dengan intervalnya yaitu dengan

1) Sarapan pagi jam 6.00


2) Kudapan/snack jam 9.00

3) Makan siang jam 12.00

4) Kudapan/snack jam 15.00

5) Makan malam jam 18.00

6) Kudapan/snack jam 21.00

Mengatur jam makan yang teratur sangat penting, jarak antar 2

kali makan yang ideal sekitar 4-5jam jika jarak waktu 2 kali

makan terlalu lama akan membuat gula darah menurun

sebaliknya jika terlalu dekat jaraknya gula darah akan tinggi.

4. Latihan Fisik

Dalam penatalaksannan diabetes, latihan fisik atau olahraga sangatlah

penting bagi penderita Diabetes Mellitus karena efeknya dapat

menurunkan kadar gula darah dan mengurangi faktor resiko kardio

vaskuler.

5. Farmakoterapi

Penggunaan obat-obatan merupakan upaya terakhir setelah beberapa

upaya yang telah dilakukan tidak berhasil, sehingga penggunaan obat -

obatan dapat membantu menyeimbangkan kadar glukosa darah pada

penderita Diabetes Mellitus.

a) Obat

Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO)

1) Golongan Sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah merangsang sel beta pankreas

untuk mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya

bekerja bila sel-sel beta utuh, menghalangi pengikatan insulin,

mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin dan menekan

pengeluaran glukagon.

2) Golongan Biguanid

Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin.

Golongan biguanid dapat menurunkan kadar gula darah

menjadi normal dan istimewanya tidak pernah menyebabkan

hipoglikemi.

3) Alfa Glukosidase Inhibitor

Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glucosidase

didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan

glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial. Obat ini

bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemi

serta tidak berpengaruh pada kadar insulin.

4) Insulin Sensitizing Agent

Efek farmakologi pada obat ini meningkatkan sensitifitas

berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan

hipoglikemia.

b) Insulin

Dari sekian banyak jenis insulin menurut cara kerjanya yaitu; yang

bekerja cepat (Reguler Insulin) dengan masa kerja 2-4 jam; yang
kerjanya sedang (NPN) dengan masa kerja 6-12 jam; yang kerjanya

lambat (Protamme Zinc Insulin) masa kerjanya 12-24 jam.

6. Mengontrol Gula Darah

Bagi penderita Diabetes Mellitus mengontrol gula darah sebaiknya

dilakukan secara rutin agar dapat memantau kondisi kesehatan saat

menjalankan diet maupun tidak. Dengan mengontrol gula darah secara

rutin, penderita dapat memahami kondisi tubuhnya mengalami

hiperglikemi atau hipoglikemi.


BAB III

TINJAUAN KASUS
BAB IV

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai