SKENARIO 2:
KRISIS
Seorang wanita umur 28 tahun G1P0A0 8-10 minggu, dibawa ke UGD dalam keadaan tidak
sadar. TD ; 80/60 mmHg. Nadi : 110x/menit. T: 35,6 C. RR: 24x/menit. Alloanamnesis pasien
sangat pemilih dalam mengkonsumsi makanan Hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan kadar gula darah yang tinggi, glukosuria dan ketonuria. Dokter
mendiagnosanya sebagai diabetes mellitus tipe I (insulin dependent).
Bagaimana anda menjelaskan kasus diatas?
Jump 1 terminologi
diabetes melitus : suatu gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan KGD akibat
kerusakan pada sekresi insulin dan kerja insulin
Glucosuria : Glikosuria adalah kondisi ketika urine atau air seni mengandung gula. Kondisi ini
umumnya disebabkan oleh hiperglikemia atau terlalu tingginya kadar glukosa darah.
Ketonuria : ketonuria merupakan terjadinya peningkatan benda keton didalam darah yang
melebihi nilai ambang batas ginjal yang kemudia diekskresikan ke dalam urin.
Istilah benda keton terdiri dari 3 senyawa yaitu asetoasetat, aseton, dan beta
hidroksibutirat. Ketonuria akibat gangguan metabolisme karbohidrat terjadi pada penderita
diabetes melitus, pelaku program diet, serta gangguan kehamilan seperti hiperemis.
Peningkatan kadar ketonuria didalam tubuh dapat menyebabkan ketoasidosis dan
penurunan pH darah jika tidak segera mendapatkan penanganan, pada ibu hamil dapat
menyebabkan kematian janin serta ketoacidic koma.
Jump 3 hipotesa
1. Diabetes dibagi dalam 4 jenis yaitu :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa
glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa darah.
d. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali
pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga.
2. ada banyak sekali hal yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran pada ibu hamil,
mulai dari keadaan tubuh terlalu lelah, kurang asupan gizi, tekanan darah rendah, dll.
jika dikaitkan dengan skenario, kemungkinan ibu hamil mengalami ketoasidosis diabetik
dokter mendiagnosa dgn dm tipe 1, saat menderita diabetes melitus, seseorang akan
mengalami kekurangan insulin atau insulin yang diproduksi tidak bisa bekerja dengan
normal (resistensi insulin). Hal ini menyebabkan glukosa yang ada di dalam darah
menumpuk dan tidak bisa digunakan, sementara sel-sel tubuh tetap membutuhkan bahan
makanan untuk menghasilkan energi.
Untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan energi, sel-sel tubuh akhirnya mengolah lemak
menjadi energi. Salah satu zat sisa hasil pengolahan lemak adalah zat yang bersifat asam,
yaitu keton. Jika hal ini terus berlanjut, keton akan menumpuk di dalam tubuh. Akibatnya,
tubuh menjadi lebih asam (asidosis).
salah satu faktor resiko dari ketoasidosis diabetik ini adalah pada saat hamil dan menstruasi,
dan salah satu gejalanya itu adalah penurunan kesadaran hingga pingsan
7. Hampir dapat dipastikan bahwa penyebab glukosuria adalah simtoma hiperglisemia yang
tidak mendapatkan perawatan dengan baik.
Hiperglisemia ini merupakan suatu kondisi tingginya rasio gula dalam
plasma. Apabila kadar glukosa darah meningkat, filtrat glomerulus akan
mengandung lebih banyak glukosa daripada yang dapat direabsorpsi.
Pada individu normal, glukosuria dapat terjadi jika gula darah vena lebih
tinggi dari 160-180 mg/dl
9. Diabetes melitus tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas yang diperantarai
berbagai faktor. Faktor genetik dan dipicu oleh faktor lingkungan diduga sebagai penyebab
terjadinya proses autoimun yang menyebabkan destruksi sel beta pankreas. Onset diabetes
melitus tipe 1 biasanya terjadi sebeum usia 25-30 tahun. Beberapa faktor lingkungan yang
diduga memicu terjadinya diabetes melitus tipe 1 antara lain infeksi virus (rubela kongenital,
mumps, dan sitomegalovirus), radiasi, ataupun makanan (Rustama dkk., 2010).
Pada anak, jenis DM tersering adalah tipe-1, terjadi defisiensi insulin absolut akibat
kerusakan sel kelenjar pankreas oleh proses autoimun.
Risiko untuk mengalami DM tipe-1 berhubungan dengan kerusakan gen, saat ini diketahui
lebih dari 40 lokus gen yang berhubungan dengan kejadian DM tipe-1. Riwayat keluarga
jarang dijumpai, hanya 10%-15% pasien memiliki keluarga derajat pertama dan kedua
dengan DM tipe-1.
Faktor lingkungan yang berhubungan dengan DM tipe-1, antara lain, infeksi virus dan diet.
Sindrom rubella kongenital dan infeksi human enterovirus diketahui dapat mencetuskan DM
tipe-1. Konsumsi susu sapi, konsumsi sereal dini, dan vitamin D maternal diduga
berhubungan dengan kejadian DM tipe-1, tetapi masih dibutuhkan investigasi lebih lanjut.
10. Suatu kondisi kronis saat pankreas memproduksi insulin sedikit atau tidak sama sekali.
akibat dari penyakit autoimun dimana penyebab autoimunnya tidak diketahui pasti samapai
saat ini
11. Iya berhubungan,wanita hamil dengan faktor resiko seperti obesitas,riwayat diabetes
melitus gestasional sebelumnya, glukosuria,riwayat keluarga dengan diabetes,abortus
berulang,riwayat melahirkan dengan cacat bawaan atau bayi >4000 gr ,dan riwayat
preeklampsia maka dapat meningkatkan terjadinya diabetes melitus.Wanita dengan
diabetes pada kehamilan di trimester 1 bisa mengalami DM tipe 1 atau 2 sedangkan
diabetes melitus gestasional dapat didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga.
12. terapi farmako dm tipe 1 : pemberian insulin, setelah itu pengaturan makan dan
olahraga, pasien harus cek sendiri gula darah di rumah untuk memantau.
Dm tipe 2 : pemberian edukasi tentang peyakit dm, setelah itu berikan terapi gizi medis,
harus melakukan olahraga.
3. Komplikasi DM
Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi adalah hipoglikemia dan
ketoasidosis. Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun kelima,
berupa nefropati, neuropati, dan retinopati. Nefropati diabetik dijumpai pada satu
diantara tiga penderita DM tipe 1. Diagnosis dan pengobatan dini penting untuk
mengurangi terjadinya end stage renal disease yang memerlukan dialisis, sehingga
mampu memperpanjang umur penderita. Adanya mikroalbuminuria merupakan
parameter yang paling sensitif untuk identifikasi penderita risiko tinggi untuk
nefropati diabetik. Pada anak dengan DM tipe 1 selama >5 tahun, dianjurkan untuk
melakukan skrining mikroalbuminuria setiap tahunnya. Apabila tes menunjukkan
hasil positif, maka pemeriksaan dianjurkan untuk lebih sering dilakukan (Homenta,
2012).
Menurut Lemone, Burke & Bauldoff tahun 2015, komplikasi pada diabetes mellitus
terbagi dalam komplikasi akut dan komplikasi kronik.
1) Komplikasi Akut
Komplikasi akut terdiri dari hiperglikemia, diabetik ketoasidosis (DKA), dan
hiperglikemik hiperosmolar (HHS).
a.Hiperglikemia
Menurut International Society for Pediatrics and Adolescent Diabetes (2007),
hiperglikemia adalah suatu keadaan kadar gula darah sewaktu ≥ 11,1 mmol/L (200
mg/dL) ditambah dengan gejala diabetes atau kadar gula darah puasa (tidak
mendapatkan masukan kalori setidaknya dalam 8 jam sebelumnya) ≥ 7,0 mmol/L
(126 mg/dL). Masalah utama akibat hiperglikemia pada penyandang DM adalah DKA
dan HHS, dua masalah lain adalah fenomena fajar dan fenomena somogyi.
Fenomena fajar adalah kenaikan glukosa darah antara jam 4 pagi dan jam 8 pagi
yang bukan merupakan respons terhadap hipoglikemia. Penyebab pastinya tidak
diketahui namun bisa dipastikan dikarenakan oleh peningkatan hormon
pertumbuhan pada malam hari. Fenomena somogyi adalah kombinasi hipoglikemia
selama malam hari dengan pantulan kenaikan glukosa darah di pagi hari terhadap
kadar hiperglikemia (Corwin, 2009).
b. Diabetik Ketoasidosis (DKA)
Diabetik Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik
yang ditandai dengan oleh trias DKA yaitu hiperglikemia, asidosis dan ketosis yang
merupakan salah satu komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius
dan mengancam nyawa (Masharani, 2010). Keberhasilan penatalaksanaan DKA
membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit,
identifikasi faktor presipitasi komorbid dan yang terpenting adalah pemantauan
kondisi pasien terus menerus (Yehia, Epps, Golden, 2008).
c.Hiperglikemik Hiperosmolar (HHS)
HHS ditandai dengan osmolaritas plasma 340 mOsm/L atau lebih (kisaran normal
adalah 280-300 msOsm/L), naiknya kadar glukosa darah dengan cepat (lebih dari 600
mg/dl dan sering kali 1000-2000 mf/dl), dan perubahan tingkat kesadaran yang
berat. Faktor pemicu HHS yang paling umum adalah infeksi. Manifestasi gangguan ini
dapat muncul dari 24 jam hingga 2 minggu. Manifestasi dimulai dengan
hiperglikemia yang menyebabkan haluaran urine sehingga menyebabkan plasma
berkurang dan laju GFR menurun. Akibatnya glukosa ditahan dan air menjadi hilang,
glukosa dan natrium akan menumpuk di darah dan meningkatkan osmolaritas serum
yang akhirnya menyebabkan dehidrasi berat, yang mengurangi air intraseluler di
semua jaringan termasuk otak (Soewondo, Pradana, 2009).
2) Komplikasi Kronik
Komplikasi kronis terdiri atas komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.
Komplikasi makrovaskular diantaranya adalah penyakit pada kardiovaskular,
penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, hipertensi, dan penyakit vaskuler
perifer dan infeksi. Sedangkan komplikasi mikrovaskular diantaranya adalah
retinopati, nefropati, ulkus kaki, neuropati sensorik dan neuropati otonom yang akan
menimbulkan berbagai perubahan pada kulit dan otot (Rochman, 2006).
(2) Diet
Pengaturan makanan segera dilakukan setelah diagnosis. Ada beberapa
cara untuk menghitung kebutuhan kalori, antara lain berdasarkan berat badan ideal
dan berdasarkan umur. Jumlah kalori yang dibutuhkan jika dihitung
berdasarkann berat badan ideal memerlukan data umur, jenis kelamin, tinggi badan
dan berat badan saat penghitungan serta data kecukupan kalori yang dianjurkan.
Dapat pula menggunakan penghitungan berdasarkan umur yaitu bila anak berusia 0-
12 tahun menggunakan rumus 1000 + (usia dalam tahun x 100) kalori/hari,
sedangkan bila anak berusia lebih dari 12 tahun menggunakan rumus 2000 kal/m2.
Komposisi sumber kalori per hari yang disarankan sebaiknya terdiri atas: 50-55%
karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan
30-35% lemak. Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3
kali makanan kecil dengan rincian 20% berupa makan pagi, 10% berupa makanan
kecil, 25% berupa makan siang, 10% berupa makanan kecil, 25% berupa makan
malam, dan 10% berupa makanan kecil (Harris dkk., 2005).
(3) Olahraga
Pada penderita DM tipe 1 olahraga dapat membantu menurunkan kadar
glukosa darah, menimbulkan perasaan sehat dan meningkatkan sensitivitas terhadap
insulin, sehingga dapat mengurangi kebutuhan terhadap insulin. Perlu diwaspadai
bahwa o1ahraga pada penderita DM tipe 1 dapat menyebabkan keadaan
hipoglikemia. Oleh karena itu, penderita DM tipe 1 sebaiknya berolahraga teratur,
dengan menentukan waktu, lama, jenis, dan intensitas olahraga sebelumnya.
Pemberian asupan karbohidrat 1-3 jam sebelum berolahraga dan pemantauan
terhadap gula darah selama berolahraga wajib dilakukan untuk mencegah terjadinya
hipoglikemia (Ghosh dkk., 2009).
b. Glinid
Secara umum cara kerjanya hampir sama dengan sulfonilurea, namun lebih
ditekankan pada sekresi insulin fase pertama. Obat ini baik untuk mengatasi
hiperglikemi postprandial. Contoh dari obat golongan ini adalah repaglinid.
c. Biguanid
Biguanid paling banyak digunakan adalah metformin yang merupakan pilihan
pertama untuk penderita DM gemuk disertai dislipidemia dan resistensi insulin. Cara
kerjanya menurukan kadar glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan
menurunkan produksi glukosa hati. Contoh dari obat golongan ini adalah metformin.
d. Tiazolidinedio
Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosaperifer. Tiazolidindion
dikontraindikasi pada gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan. Contoh dari
obat golongan ini adalah pioglitazone.
e. Acarbose
Obat ini bekerja mengurangi absorbsi glukosa di usus halus. Acarbose tidak memiliki
efek samping hipglikemi seperti sulfonilurea tetapi efek sampingnya pada saluran
cerna seperti kembung dan flatulens.