Anda di halaman 1dari 30

Keperawatan Medikal Bedah

Sistem Penginderaan

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA Ny. R DIAGNOSA NODUL TIROID
DI POLIKLINIK THT RUMAH SAKIT TK. II PELAMONIA
MAKASSAR

Oleh:

Kelompok III
Ahmad Sayuti, S.Kep.
70900115081

Preseptor Lahan
(

Preseptor Institusi
)

PRODI PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
Keperawatan Medikal Bedah

Sistem Penginderaan

RESUME KEPERAWATAN
PADA Ny. R DIAGNOSA NODUL TIROID
DI POLIKLINIK THT RUMAH SAKIT TK. II PELAMONIA
MAKASSAR

Oleh:

Kelompok III
Ahmad Sayuti, S.Kep.
70900115081

Preseptor Lahan
(

Preseptor Institusi
)

PRODI PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
I. KONSEP TEORI

A. Definisi
Terminologi nodul tiroid mengacu pada setiap pertumbuhan
abnormal yang membentuk massa pada kelenjar tiroid. Nodul tiroid dapat
terjadi pada setiap bagian dari kelenjar tiroid. Sebagian nodul dapat diraba
dengan mudah, sedangkan sebagian lainnya sulit untuk diperiksa karena letak
yang profunda.
Kelenjar tiroid terletak di leher. Kelenjar ini adalah bagian dari
sistem endokrin yang memproduksi hormon tiroid membantu mengendalikan
proses metabolisme. Nodul tiroid adalah partikel-partikel tumor yang disebut
armor tiroid. Sebaran gondok lokal diakibatkan oleh infeksi. Kebanyakan
tumor tiroid biasanya jinak atau berupa kista yang berisi cairan, namun pada
kondisi melanoma juga menunjukan hal yang sama. Karena beberapa gondok
lokal kemungkinan berpotensi kanker maka sebaran gondok lokal harus
diperiksa.
B. Anatomi & Fisiologi
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, antara fascia colli
medialis dan fascia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak
trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan serabut syaraf. Kelenjar tiroid
melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat
lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan
belakang kelenjar tyroid (Djokomoeljanto, 2001).
Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan
menutup cincin trakhea II dan III. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar
ini pada fascia pretrakhealis sehingga pada setiap gerakan menelan selalu
diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan
dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan
dengan kelenjar tiroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari arteri thyroidea superior
(cabang dari arteri carotis eksterna) dan arteri thyroidea inferior (cabang arteri
subclavia). Setiap folikel limfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-

jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular


(Djokomoeljanto, 2001).
Nodus limfatikus tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus,
dan ke nl. pretrakhealis dan nl. paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl.
brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini
penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin
(T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triiodotironin (T3), yang sebagian besar
berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung
dibentuk oleh kelenjar tiroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna
merupakan bahan baku hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi
menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang
terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin
(DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang
disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap
didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya
menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin,
globulin pengikat tiroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin
pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA) (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998).
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam.
Sebagian

T4

monodeiodonasi

endogen
menjadi

(5-17%)
T3.

mengalami

Jaringan

yang

konversi

lewat

mempunyai

proses

kapasitas

mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis.
Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3,5
triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada
tingkat seluler (Djokomoeljanto, 2001).
Menurut Djokomoeljanto (2001), efek metabolisme Hormon Tyroid adalah:
1. Kalorigenik

2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya
pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid
meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,
tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi
diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.
.
C. Etiologi
Nodul tiroid sebagian besar disebabkan oleh neoplasma jinak (nonkanker), selain itu 1% nodul tiroid disebabkan kanker tiroid. Jenis tersering
dari nodul tiroid non-kanker adalah nodul koloid dan neoplasma follikuler.
Nodul yang memproduksi hormon tiroid melebihi kebutuhan tubuh disebut
autonomous nodule,

hal ini akan bermanifestasi menjadi

keadaan

hipertiroidisme. Sedangkan jika nodul terisi cairan atau darah disebut sebagai
kista tiroid.
Penyebab sebagian besar nodul tiroid non-kanker

belum dapat

diketahui. Seorang pasien dengan sindrom hipotiroidisme biasanya disertai


dengan nodul tiroid, hal ini biasanya disebabkan oleh penyakit inflamasi
Hashimotos

disease. Defisiensi yodium dalam diet sehari-hari dapat

menyebabkan kelenjar tiroid membentuk nodul. (ATA)


D. Patofisiologi

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan


perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Jika suatu
kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke
kelenjar tiroid, akan menyebabkan nodul tiroid (Mulinda, 2005).
Defisiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan
peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir
level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk hipertrofi
kelenjar tiroid (struma). Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn
error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen (Mulinda, 2005).
E. Klasifikasi
Mayoritas nodul tiroid bersifat asimptomatik. Sebagian besar pasien
dengan nodul tiroid dalam keadaan eutiroid, sementara itu 1% lainnya dalam
keadaan hipertiroidisme atau tirotoksikosis. Keluhan biasanya berasal dari
desakan pada leher atau nyeri jika terjai perdarahan spontan pada nodul.
Anamnesis tentang gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme sangat penting
untuk pasien dengan nodul tiroid, riwayat penyakit tiroid autoimun dalam
keluarga (misalnya Hashimoto thyroiditis, Graves Disease), karsinoma tiroid
dan Sindrom Gardner. Jenis-jenis nodul tiroid tercantum dalam tabel 1.

Nodul koloid adalah tipe tersering dan jarang berisiko menjadi


keganasan. Sebagian besar adenoma folikuler bersifat jinak, sebagian lagi
menunjukkan gambaran karsinona folikuler. Tiroiditis kadang bermanifestasi
dalam bentuk nodul (gambar 1). Karsinoma tiroid biasanya teraba sebagai
nodul soliter. Jenis terbanyak dari nodul tiroid ganas adalah karsinoma papiler
(gambar 2). Beberapa red flags yang mengindikasikan adanya keganasan
pada tiroid tercantum pada tabel 2.

Gambar 1. Tiroiditis Limfositik. Dua cluster sel folikuler jinak


Dengan latar belakang sel-sel limfosit. Pewarnaan Diff-Quick.

Gambar 2. Aspirasi Jarum Halus pada nodul tiroid


menunjukkan mikrofragmen karsinoma tiroid. Pewarnaan Papanicolaou.

F. Gejala Klinik
Pada umumnya nodul tiroid bersifat asimtomatik (tidak ada gejala)
ketika nodul tersebut pertama kali ditemukan. Umumnya, pasien dengan
nodul tiroid datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa
besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data
juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun,
1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di
dalam nodul (Noer, 1996).Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens
menyebabkan terjadinya suara parau.
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan
pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma
tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri
ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang
ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada cranium.
G. Pemeriksaan Fisik
Anamnesis sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau
macam kelainan dari nodul tiroid. Perlu ditanyakan apakah penderita dari

daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (endemik).
Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan
bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang
meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe
meduler) (Tim penyusun, 1994). Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu
dinilai (Mansjoer, 2001)(APF):
1.

jumlah nodul, diffusa atau terlokalisasi

2.

Permukaan nodul rata atau noduler

3.

konsistensi lunak atau padat

4.

Mobilisasi, dapat digerakkan atau terfiksasi

5.

nyeri pada penekanan : ada atau tidak

6.

pembesaran gelenjar getah bening


Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher

bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan
ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk,
ulserasi.
Walaupun palpasi adalah metode relevan dalam pemeriksaan fisik
kelenjar tiroid, namun hal ini tidak sensitif dan kurang akurat karena
tergantung pada keterampilan dan pengalaman pemeriksa. Nodul berdiameter
kurang dari 1 cm biasanya tidak teraba, kecuali jika nodul tersebut terletak
pada pars anterior kelenjar tiroid. Lesi yang lebih luas lebih mudah untuk
dipalpasi kecuali nodul yang terletak pada pars posterior kelenjar tiroid.
Selain palpasi kelenjar tiroid, pemeriksaan kelenjar limfe pada kepala-leher
sebaiknya dilakukan. Indikator keganasan tiroid adalah benjolan yang padat
dan terfiksasi, limfadenopati pada regio cervikal, diameter nodul lebih dari 4
cm atau suara serak. (APF)
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada
tengkuk

penderita

dan

jari-jari

lain

meraba

benjolan

pada

penderita.Pada palpasi harus diperhatikan:


1. lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau
keduanya)

leher

2. ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)


3. konsistensi
4. mobilitas
5. infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar
6. apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada
bagian yang masuk ke retrosternal)
H. Diagnosis
Pada tahun 1996, organisasi Thyroid Nodule Task Force of the
American Association of Clinical Endocrinologists dan American College of
Endocrinology memformulasikan pedoman penatalaksanaan untuk pasien
dengan nodul tiroid. Formulasi ini dibuat sebagai evaluasi diagnosis dan
penatalaksanaan nodul tiroid. Gambar 3 adalah algoritma diagnostik dalam
penatalaksanaan nodul tiroid.

I.

Pemeriksaan Penunjang
1. Evaluasi Laboratorium
Pemeriksaan TSH sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
gejala hipotiroidisme atau tirotoksikosis (gambar 4). Jika kadar TSH dalam
batas normal, maka aspirasi nodul dapat dipertimbangkan. Jika level TSH
rendah, maka diagnosis mengarah ke hipertiroidisme. Sedangkan jika level
TSH meningkat, maka dapat ditegakkan suatu diagnosis hipotiroidisme.

Kadar kalsitonin diperiksa pada pasien dengan riwayat karsinoma tiroid


dalam keluarga. Tes fungsi tiroid sebaiknya tidak digunakan untuk
membedakan nodul tiroid jinak dan ganas. T4, antibodi antitiroid
peroksidase dan pemeriksaan tiroglobulin kurang bermakna dalam
menentukan apakah nodul tiroid bersifat jinak atau ganas, tetapi
pemeriksaan ini dapat membantu diagnosis penyakit Graves atau tiroiditis
Hashimoto.

2. Pemeriksaan sidik tiroid.


Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran,
bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada
pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara
fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh
tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
a.

Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang


dibandingkan sekitarnya.

b.

Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada


sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

c.

Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya.


Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan
beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti
ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
a.

kista

b.

adenoma

c.

kemungkinan karsinoma

d.

tiroiditis

4. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)


Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga
dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer,
1996).
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu
keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak
menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini
dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat,
teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau
positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
5. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada
suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan
ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9 o
C dan dingin apabila <>o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada
yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan
spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

6. Petanda Tumor
Pada

pemeriksaan

ini

yang

diukur

adalah

peninggian

tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml,


pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424
ng/ml.

J.

Penatalaksanaan
Setiap nodul tiroid yang dicurigai mengandung sel-sel kanker harus
ditatalaksana

secara

berpengalaman.

pembedahan

Prosedur

oleh

seorang

ahli

pembedahan

kelenjar

tiroid

bedah

yang

dinamakan

tiroidektomi. Sebagian besar keganasan tiroid dapat disembuhkan dan jarang


mengancam kehidupan. Setiap nodul tiroid yang tidak dihilangkan harus
dievaluasi secara teliti, melalui pemeriksaan nodul setiap 6-12 bulan atau
diobati dengan preparat levotiroksin untuk menekan pertumbuhan nodul.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identifikasi klien.
b. Keluhan utama klien.
1) Pre OP
Data subjektif
a) Pasien mengatakan takut akan di operasi
b) Pasien mengatakan dadanya berdebar debar
c) Pasien mengatakan malu dengan adanya benjolan di lehernya
Data objektif
a) Takikardi
b) Bola mata exopthalmus
c) Kulit basah, terus keluar keringat
d) Muka merah
e) Tremor
f) Terdapat benjolann di lehernya
2) Post OP
Data subjektif : Pasien mengeluh nyeri pada area luka operasi
Data objektif : Pasien tampak terpasang drain di area luka operasi
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang
semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan
karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
penyakit gondok, sebelumnya pernah menderita penyakit gondok.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
f. Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik
sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya
composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi,
b.

pernafasan dan suhu yang berubah.


Kepala dan leher
Pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
Pada post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka

operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan
hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua
c.

sampai tiga hari.


Sistem pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek

d.

dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.


Sistem Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan
didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan

e.

sakit.
Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam
lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan

f.

dengan efek anestesi yang hilang.


Aktivitas/istirahat
Insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi

g.

otot.
Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.

h.

i.

j.
k.

Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat,
makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid.
Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu
meningkat, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut
tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada
konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada
pretibial) yang menjadi sangat parah.

B. Diagnosa

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi partial


mekanik
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya obstruksi
trakeofaringeal
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan tindakan bedah
terhadap jaringan/otot dan edema pasca operasi.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan disfagia
5. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan fisiologis tubuh
(pembengkakan leher), perubahan struktur dan fungsi kulit.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya organisme sekunder
terhadap pembedahan
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan pola interakasi

D. Intervensi
NO
DIAGNOSA
1 Gangguan Pertukaran gas
Berhubungan dengan :
1. ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
2. perubahan membran
kapiler-alveolar
DS:

NOC
1. Respiratory Status : Gas exchange
2. Keseimbangan asam Basa, Elektrolit

- Dyspnoe
- Gangguan penglihatan
DO:

2. Pasang mayo bila perlu

4. Vital Sign Status

3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama . Gangguan pertukaran pasien
teratasi dengan kriteria hasil:
peningkatan

ventilasi dan oksigenasi yang adekuat


2. Memelihara kebersihan paru paru dan
bebas

dari

tanda

Penurunan CO2

Takikardi

tanda

distress

Hiperkapnia

Keletihan

3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan


suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis

dan

dyspneu

4. Keluarkan sekret dengan batuk atau


suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya

pernafasan

ventilasi

3. Respiratory Status : ventilation

1. Mendemonstrasikan

- Sakit kepala ketika bangun

NIC
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

(mampu

mengeluarkan sputum, mampu bernafas

suara tambahan
6. Berikan bronkodilator:
- .
- .
7. Berikan pelembab udara
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status O2
10.Catat

pergerakan

dada,amati

Iritabilitas

dengan mudah, tidak ada pursed lips)

kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,

Hypoxia

4. Tanda tanda vital dalam rentang normal

retraksi

Kebingungan

5. AGD dalam batas normal

intercostal

Sianosis

6. Status neurologis dalam batas normal

Warna kulit abnormal

otot

supraclavicular

dan

11.Monitor suara nafas, seperti dengkur


12.Monitor

pola

nafas

(pucat, kehitaman)

takipenia,

Hipoksemia

cheyne stokes, biot

Hiperkarbia

AGD abnormal

penurunan / tidak adanya ventilasi dan

pH arteri abnormal

suara tambahan

Frekuensi dan kedalaman


nafas abnormal

13.Auskultasi

kussmaul,

bradipena,

suara

hiperventilasi,

nafas,

catat

area

14.Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus


mental
15.Observasi sianosis khususnya membran
mukosa
16.Jelaskan

pada

pasien

dan

keluarga

tentang persiapan tindakan dan tujuan


penggunaan alat tambahan (O2, Suction,
Inhalasi)
17.Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama

Pola

Nafas

tidak

efektif

berhubungan dengan :
- Hiperventilasi
- Penurunan energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom

dan denyut jantung


1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan

1. Respiratory status : Ventilation


2. Respiratory status : Airway patency
3. Vital sign Status

2. Pasang mayo bila perlu

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu

selama..pasien

4. Keluarkan sekret dengan batuk atau

menunjukkan

keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan


kriteria hasil:
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada

- Kecemasan

sianosis

- Disfungsi Neuromuskuler

mengeluarkan sputum, mampu bernafas

- Obesitas

dg mudah, tidakada pursed lips)

dan

dyspneu

(mampu

2. Menunjukkan jalan nafas yang paten


(klien tidak merasa tercekik, irama

DS:
- Dyspnea
- Nafas pendek

nafas,

suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya

- Nyeri

- Injuri tulang belakang

ventilasi

frekuensi

pernafasan

dalam

rentang normal, tidak ada suara nafas


abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal

suara tambahan
6. Berikan bronkodilator :
-..
-.
7. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status O2
10. Bersihkan mulut, hidung dan secret

DO:
- Penurunan

(tekanan darah, nadi, pernafasan)

11. Pertahankan jalan nafas yang paten

tekanan

12. Observasi

inspirasi/ekspirasi

adanya

tanda

tanda

kecemasan

pasien

hipoventilasi

- Penurunan pertukaran udara

13. Monitor

per menit
- Menggunakan

trakea

adanya

terhadap oksigenasi

otot

14. Monitor vital sign

pernafasan tambahan

15. Informasikan pada pasien dan keluarga

- Orthopnea

tentang

- Pernafasan pursed-lip

tehnik

relaksasi

untuk

memperbaiki pola nafas.

- Tahap ekspirasi berlangsung

16. Ajarkan bagaimana batuk efektif

sangat lama

17. Monitor pola nafas

- Penurunan kapasitas vital


- Respirasi: < 11 24 x /mnt

Nyeri akut berhubungan

1. Pain Level,

dengan:

2. pain control,

komprehensif

3. comfort level

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

Agen injuri (biologi, kimia,


fisik, psikologis), kerusakan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

1. Lakukan

pengkajian

nyeri

termasuk

dan faktor presipitasi

secara
lokasi,

jaringan
DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit

selama . pasien tidak mengalami nyeri,


dengan kriteria hasil:
1. Mampu

mengontrol

nyeri

nonfarmakologi

dengan menggunakan manajemen nyeri


mengenali

nyeri

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri


berkurang

kerusakan proses berpikir,

6. Tidak mengalami gangguan tidur

- Tingkah laku distraksi,


contoh : jalan-jalan,

(skala,

intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

5. Tanda vital dalam rentang normal

orang dan lingkungan)

untuk

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang

(penurunan persepsi waktu,


penurunan interaksi dengan

(tahu

mengurangi nyeri, mencari bantuan)

3. Mampu

reaksi

nonverbal

dari

ketidaknyamanan

penyebab nyeri, mampu menggunakan


tehnik

2. Observasi

3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari


dan menemukan dukungan
4. Kontrol

lingkungan

mempengaruhi

nyeri

yang

dapat

seperti

suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan


5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri: ...
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan klien posisi yang nyaman
11. Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

menemui orang lain dan/atau

berkurang

aktivitas, aktivitas berulang-

ketidaknyamanan dari prosedur

ulang)

dan

antisipasi

12. Monitor vital sign sebelum dan sesudah

- Tingkah laku ekspresif

pemberian analgesik pertama kali

(contoh : gelisah, merintih,


menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Ketidakseimbangan
kurang

dari

nutrisi

1. Nutritional status: Adequacy of nutrient

1. Kaji adanya alergi makanan

kebutuhan

2. Nutritional Status : food and Fluid

2. Kolaborasi

tubuh

Intake
3. Weight Control

Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


untuk selama.nutrisi kurang teratasi dengan

memasukkan atau mencerna indikator:


nutrisi

oleh

karena

faktor

dengan

ahli

gizi

untuk

menentukan jumlah kalori dan nutrisi


yang dibutuhkan pasien
3. Yakinkan

diet

yang

dimakan

mengandung tinggi serat untuk mencegah


konstipasi
4. Ajarkan pasien bagaimana membuat

biologis,

psikologis

atau

ekonomi.

1. Albumin serum
2. Pre albumin serum
3. Hematokrit

DS:

catatan makanan harian.


5. Monitor adanya penurunan BB dan gula
darah

4. Hemoglobin

6. Monitor lingkungan selama makan

- Nyeri abdomen

5. Total iron binding capacity

7. Jadwalkan pengobatan

- Muntah

6. Jumlah limfosit

dan tindakan

tidak selama jam makan

- Kejang perut

8. Monitor turgor kulit

- Rasa penuh tiba-tiba setelah

9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total

makan

protein, Hb dan kadar Ht

DO:

10. Monitor mual dan muntah


11. Monitor

- Diare
- Rontok

rambut

berlebih
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah

yang

pucat,

kemerahan,

dan

kekeringan jaringan konjungtiva


12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
14. Kolaborasi

dengan

dokter

tentang

kebutuhan suplemen makanan seperti


NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.

15. Atur posisi semi fowler atau fowler


tinggi selama makan
16. Kelola pemberan anti emetik:.....
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV line
19. Catat
5

Gangguan

body

image

berhubungan dengan:
Biofisika

(penyakit

kronis),

kognitif/persepsi (nyeri kronis),


kultural/spiritual,

situasional,

trauma/injury,

pengobatan

(pembedahan,

kemoterapi,

radiasi)

Depersonalisasi

2. Self esteem

2. Kaji secara verbal dan nonverbal respon

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama . gangguan body image

4. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,


kemajuan dan prognosis penyakit

1. Body image positif


2. Mampu

klien terhadap tubuhnya


3. Monitor frekuensi mengkritik dirinya

5. Dorong

mengidentifikasi

kekuatan

personal

klien

mengungkapkan

perasaannya
6. Identifikasi arti pengurangan melalui

secara

faktual

perubahan fungsi tubuh


bagian

hiperemik,

hipertonik papila lidah dan cavitas oval


1. Body image enhancement

3. Mendiskripsikan

DS:

edema,

1. Body image

penyakit, pasien teratasi dengan kriteria hasil:

krisis

adanya

4. Mempertahankan interaksi sosial

pemakaian alat bantu


7. Fasilitasi kontak dengan individu lain
dalam kelompok kecil

tubuh
-

Perasaan negatif tentang


tubuh

Secara verbal menyatakan


perubahan gaya hidup

DO :
-

Perubahan aktual struktur


dan fungsi tubuh

Kehilangan bagian tubuh

Bagian

tubuh

tidak

berfungsi

Risiko infeksi
Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan
peningkatan

1. Immune Status

1. Pertahankan teknik aseptif

2. Knowledge : Infection control

2. Batasi pengunjung bila perlu

3. Risk control

3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

jaringan

dan selama pasien tidak mengalami infeksi

paparan dengan kriteria hasil:

tindakan keperawatan
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung

lingkungan

1. Klien bebas dari tanda dan gejala

- Malnutrisi

infeksi

- Peningkatan

paparan

- Imonusupresi
- Tidak

adekuat

sekunder

pertahanan

(penurunan

Leukopenia,

dengan petunjuk umum

2. Menunjukkan

kemampuan

untuk

mencegah timbulnya infeksi

lingkungan patogen

Hb,

penekanan

5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai


6. Gunakan

kateter

intermiten

untuk

menurunkan infeksi kandung kencing

3. Jumlah leukosit dalam batas normal

7. Tingkatkan intake nutrisi

4. Menunjukkan perilaku hidup sehat

8. Berikan terapi antibiotik:...................

5. Status

9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik

imun,

gastrointestinal,

genitourinaria dalam batas normal

dan lokal
10. Pertahankan teknik isolasi k/p

respon inflamasi)

11. Inspeksi kulit dan membran mukosa

- Penyakit kronik

terhadap kemerahan, panas, drainase

- Imunosupresi

12. Monitor adanya luka

- Malnutrisi
- Pertahan

primer

tidak

13. Dorong masukan cairan

adekuat

(kerusakan

kulit,

14. Dorong istirahat

trauma jaringan, gangguan


peristaltik)

15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan


gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam

Kecemasan

berhubungan 1.

dengan
Faktor

2.
keturunan,

Krisis

situasional, Stress, perubahan


status

kesehatan,

ancaman

Kontrol kecemasan

Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)

Koping

Setelah dilakukan asuhan selama ..


kecemasan klien

dapat teratasi dengan

kriteria hasil:

hospitalisasi

mengungkapkan gejala cemas


2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
cemas

- Insomnia
- Kontak mata kurang
- Kurang istirahat
- Berfokus pada diri sendiri
- Iritabilitas
- Takut

dirasakan selama prosedur


pasien

untuk

memberikan

keamanan dan mengurangi takut


5. Berikan

informasi

faktual

mengenai

diagnosis, tindakan prognosis

3. Vital sign dalam batas normal

6. Libatkan keluarga untuk mendampingi

4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa


tubuh

pelaku pasien

4. Temani

menunjukkan tehnik untuk mengontol


DO/DS:

2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap


3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang

kematian, perubahan konsep 1. Klien mampu mengidentifikasi dan


diri, kurang pengetahuan dan

1. Gunakan pendekatan yang menenangkan

dan

tingkat

aktivitas

menunjukkan berkurangnya kecemasan

klien
7. Instruksikan

pada

pasien

untuk

menggunakan tehnik relaksasi


8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien mengenal situasi yang

- Nyeri perut

menimbulkan kecemasan

- Penurunan TD dan denyut

perasaan, ketakutan, persepsi

nadi
- Diare, mual, kelelahan

12. Kelola pemberian obat anti cemas:........

- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan

11. Dorong pasien untuk mengungkapkan

TD,

denyut

nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long. 1995. Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung
Brunner & Suddarth, 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume
2.EGC. Jakarta
Doenges Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3,
Penerbit Buku Kedikteran : Jakarta: EGC
Nursalam. M.Nurs. , 2002. Managemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek
Keperawatan Profesional, Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media
Aesculapius : Jakarta.
Safery, Ns Andra wijaya, S.Kep, 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika
Sudoyo Aru W dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi V.
Jakarta : Erlangga
Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan,
edisi 3. Jakarta.: EGC
Wahyuningsih, Esti 2012. Buku Saku Diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai