Sistem Penginderaan
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA Ny. R DIAGNOSA NODUL TIROID
DI POLIKLINIK THT RUMAH SAKIT TK. II PELAMONIA
MAKASSAR
Oleh:
Kelompok III
Ahmad Sayuti, S.Kep.
70900115081
Preseptor Lahan
(
Preseptor Institusi
)
Sistem Penginderaan
RESUME KEPERAWATAN
PADA Ny. R DIAGNOSA NODUL TIROID
DI POLIKLINIK THT RUMAH SAKIT TK. II PELAMONIA
MAKASSAR
Oleh:
Kelompok III
Ahmad Sayuti, S.Kep.
70900115081
Preseptor Lahan
(
Preseptor Institusi
)
A. Definisi
Terminologi nodul tiroid mengacu pada setiap pertumbuhan
abnormal yang membentuk massa pada kelenjar tiroid. Nodul tiroid dapat
terjadi pada setiap bagian dari kelenjar tiroid. Sebagian nodul dapat diraba
dengan mudah, sedangkan sebagian lainnya sulit untuk diperiksa karena letak
yang profunda.
Kelenjar tiroid terletak di leher. Kelenjar ini adalah bagian dari
sistem endokrin yang memproduksi hormon tiroid membantu mengendalikan
proses metabolisme. Nodul tiroid adalah partikel-partikel tumor yang disebut
armor tiroid. Sebaran gondok lokal diakibatkan oleh infeksi. Kebanyakan
tumor tiroid biasanya jinak atau berupa kista yang berisi cairan, namun pada
kondisi melanoma juga menunjukan hal yang sama. Karena beberapa gondok
lokal kemungkinan berpotensi kanker maka sebaran gondok lokal harus
diperiksa.
B. Anatomi & Fisiologi
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, antara fascia colli
medialis dan fascia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak
trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan serabut syaraf. Kelenjar tiroid
melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat
lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan
belakang kelenjar tyroid (Djokomoeljanto, 2001).
Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan
menutup cincin trakhea II dan III. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar
ini pada fascia pretrakhealis sehingga pada setiap gerakan menelan selalu
diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan
dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan
dengan kelenjar tiroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari arteri thyroidea superior
(cabang dari arteri carotis eksterna) dan arteri thyroidea inferior (cabang arteri
subclavia). Setiap folikel limfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-
T4
monodeiodonasi
endogen
menjadi
(5-17%)
T3.
mengalami
Jaringan
yang
konversi
lewat
mempunyai
proses
kapasitas
mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis.
Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3,5
triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada
tingkat seluler (Djokomoeljanto, 2001).
Menurut Djokomoeljanto (2001), efek metabolisme Hormon Tyroid adalah:
1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya
pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid
meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,
tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi
diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.
.
C. Etiologi
Nodul tiroid sebagian besar disebabkan oleh neoplasma jinak (nonkanker), selain itu 1% nodul tiroid disebabkan kanker tiroid. Jenis tersering
dari nodul tiroid non-kanker adalah nodul koloid dan neoplasma follikuler.
Nodul yang memproduksi hormon tiroid melebihi kebutuhan tubuh disebut
autonomous nodule,
keadaan
hipertiroidisme. Sedangkan jika nodul terisi cairan atau darah disebut sebagai
kista tiroid.
Penyebab sebagian besar nodul tiroid non-kanker
belum dapat
F. Gejala Klinik
Pada umumnya nodul tiroid bersifat asimtomatik (tidak ada gejala)
ketika nodul tersebut pertama kali ditemukan. Umumnya, pasien dengan
nodul tiroid datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa
besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus
(disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data
juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun,
1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di
dalam nodul (Noer, 1996).Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens
menyebabkan terjadinya suara parau.
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan
pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma
tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri
ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang
ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada cranium.
G. Pemeriksaan Fisik
Anamnesis sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau
macam kelainan dari nodul tiroid. Perlu ditanyakan apakah penderita dari
daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (endemik).
Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan
bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang
meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe
meduler) (Tim penyusun, 1994). Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu
dinilai (Mansjoer, 2001)(APF):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan
ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk,
ulserasi.
Walaupun palpasi adalah metode relevan dalam pemeriksaan fisik
kelenjar tiroid, namun hal ini tidak sensitif dan kurang akurat karena
tergantung pada keterampilan dan pengalaman pemeriksa. Nodul berdiameter
kurang dari 1 cm biasanya tidak teraba, kecuali jika nodul tersebut terletak
pada pars anterior kelenjar tiroid. Lesi yang lebih luas lebih mudah untuk
dipalpasi kecuali nodul yang terletak pada pars posterior kelenjar tiroid.
Selain palpasi kelenjar tiroid, pemeriksaan kelenjar limfe pada kepala-leher
sebaiknya dilakukan. Indikator keganasan tiroid adalah benjolan yang padat
dan terfiksasi, limfadenopati pada regio cervikal, diameter nodul lebih dari 4
cm atau suara serak. (APF)
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada
tengkuk
penderita
dan
jari-jari
lain
meraba
benjolan
pada
leher
I.
Pemeriksaan Penunjang
1. Evaluasi Laboratorium
Pemeriksaan TSH sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
gejala hipotiroidisme atau tirotoksikosis (gambar 4). Jika kadar TSH dalam
batas normal, maka aspirasi nodul dapat dipertimbangkan. Jika level TSH
rendah, maka diagnosis mengarah ke hipertiroidisme. Sedangkan jika level
TSH meningkat, maka dapat ditegakkan suatu diagnosis hipotiroidisme.
b.
c.
kista
b.
adenoma
c.
kemungkinan karsinoma
d.
tiroiditis
6. Petanda Tumor
Pada
pemeriksaan
ini
yang
diukur
adalah
peninggian
J.
Penatalaksanaan
Setiap nodul tiroid yang dicurigai mengandung sel-sel kanker harus
ditatalaksana
secara
berpengalaman.
pembedahan
Prosedur
oleh
seorang
ahli
pembedahan
kelenjar
tiroid
bedah
yang
dinamakan
operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan
hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua
c.
d.
e.
sakit.
Sistem gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam
lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan
f.
g.
otot.
Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
h.
i.
j.
k.
Integritas ego
Mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil,
depresi.
Makanan/cairan
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat,
makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah,
pembesaran tyroid.
Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri orbital, fotofobia.
Keamanan
Tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi
terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu
meningkat, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut
tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada
konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada
pretibial) yang menjadi sangat parah.
B. Diagnosa
D. Intervensi
NO
DIAGNOSA
1 Gangguan Pertukaran gas
Berhubungan dengan :
1. ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
2. perubahan membran
kapiler-alveolar
DS:
NOC
1. Respiratory Status : Gas exchange
2. Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
- Dyspnoe
- Gangguan penglihatan
DO:
dari
tanda
Penurunan CO2
Takikardi
tanda
distress
Hiperkapnia
Keletihan
dan
dyspneu
pernafasan
ventilasi
1. Mendemonstrasikan
NIC
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
(mampu
suara tambahan
6. Berikan bronkodilator:
- .
- .
7. Berikan pelembab udara
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status O2
10.Catat
pergerakan
dada,amati
Iritabilitas
Hypoxia
retraksi
Kebingungan
intercostal
Sianosis
otot
supraclavicular
dan
pola
nafas
(pucat, kehitaman)
takipenia,
Hipoksemia
Hiperkarbia
AGD abnormal
pH arteri abnormal
suara tambahan
13.Auskultasi
kussmaul,
bradipena,
suara
hiperventilasi,
nafas,
catat
area
pada
pasien
dan
keluarga
Pola
Nafas
tidak
efektif
berhubungan dengan :
- Hiperventilasi
- Penurunan energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan
muskulo-skeletal
- Kelelahan otot pernafasan
- Hipoventilasi sindrom
selama..pasien
menunjukkan
- Kecemasan
sianosis
- Disfungsi Neuromuskuler
- Obesitas
dan
dyspneu
(mampu
DS:
- Dyspnea
- Nafas pendek
nafas,
suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya
- Nyeri
ventilasi
frekuensi
pernafasan
dalam
suara tambahan
6. Berikan bronkodilator :
-..
-.
7. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status O2
10. Bersihkan mulut, hidung dan secret
DO:
- Penurunan
tekanan
12. Observasi
inspirasi/ekspirasi
adanya
tanda
tanda
kecemasan
pasien
hipoventilasi
13. Monitor
per menit
- Menggunakan
trakea
adanya
terhadap oksigenasi
otot
pernafasan tambahan
- Orthopnea
tentang
- Pernafasan pursed-lip
tehnik
relaksasi
untuk
sangat lama
1. Pain Level,
dengan:
2. pain control,
komprehensif
3. comfort level
1. Lakukan
pengkajian
nyeri
termasuk
secara
lokasi,
jaringan
DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit
mengontrol
nyeri
nonfarmakologi
nyeri
(skala,
untuk
(tahu
3. Mampu
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
2. Observasi
lingkungan
mempengaruhi
nyeri
yang
dapat
seperti
suhu
berkurang
ulang)
dan
antisipasi
Ketidakseimbangan
kurang
dari
nutrisi
kebutuhan
2. Kolaborasi
tubuh
Intake
3. Weight Control
Berhubungan dengan :
Ketidakmampuan
oleh
karena
faktor
dengan
ahli
gizi
untuk
diet
yang
dimakan
biologis,
psikologis
atau
ekonomi.
1. Albumin serum
2. Pre albumin serum
3. Hematokrit
DS:
4. Hemoglobin
- Nyeri abdomen
7. Jadwalkan pengobatan
- Muntah
6. Jumlah limfosit
dan tindakan
- Kejang perut
makan
DO:
- Diare
- Rontok
rambut
berlebih
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah
yang
pucat,
kemerahan,
dan
dengan
dokter
tentang
Gangguan
body
image
berhubungan dengan:
Biofisika
(penyakit
kronis),
situasional,
trauma/injury,
pengobatan
(pembedahan,
kemoterapi,
radiasi)
Depersonalisasi
2. Self esteem
5. Dorong
mengidentifikasi
kekuatan
personal
klien
mengungkapkan
perasaannya
6. Identifikasi arti pengurangan melalui
secara
faktual
hiperemik,
3. Mendiskripsikan
DS:
edema,
1. Body image
krisis
adanya
tubuh
-
DO :
-
Bagian
tubuh
tidak
berfungsi
Risiko infeksi
Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan
peningkatan
1. Immune Status
3. Risk control
jaringan
tindakan keperawatan
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
lingkungan
- Malnutrisi
infeksi
- Peningkatan
paparan
- Imonusupresi
- Tidak
adekuat
sekunder
pertahanan
(penurunan
Leukopenia,
2. Menunjukkan
kemampuan
untuk
lingkungan patogen
Hb,
penekanan
kateter
intermiten
untuk
5. Status
imun,
gastrointestinal,
dan lokal
10. Pertahankan teknik isolasi k/p
respon inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
- Pertahan
primer
tidak
adekuat
(kerusakan
kulit,
Kecemasan
berhubungan 1.
dengan
Faktor
2.
keturunan,
Krisis
kesehatan,
ancaman
Kontrol kecemasan
Koping
kriteria hasil:
hospitalisasi
- Insomnia
- Kontak mata kurang
- Kurang istirahat
- Berfokus pada diri sendiri
- Iritabilitas
- Takut
untuk
memberikan
informasi
faktual
mengenai
pelaku pasien
4. Temani
dan
tingkat
aktivitas
klien
7. Instruksikan
pada
pasien
untuk
- Nyeri perut
menimbulkan kecemasan
nadi
- Diare, mual, kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan
TD,
denyut
nadi, RR
- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long. 1995. Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung
Brunner & Suddarth, 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume
2.EGC. Jakarta
Doenges Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3,
Penerbit Buku Kedikteran : Jakarta: EGC
Nursalam. M.Nurs. , 2002. Managemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek
Keperawatan Profesional, Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran, edisi ketiga jilid 1. Media
Aesculapius : Jakarta.
Safery, Ns Andra wijaya, S.Kep, 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika
Sudoyo Aru W dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi V.
Jakarta : Erlangga
Syarifuddin, drs. AMK. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan,
edisi 3. Jakarta.: EGC
Wahyuningsih, Esti 2012. Buku Saku Diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC