Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL KEGIATAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


TERAPI MUSIK

Disusun Oleh :
ARIE CHANDRA MEIDIANTA
AMITA WINDA AYU
SURYA RAKHMAT HIDAYAT
DINA YUNITA
NOVRIDA AYU MARYANI
ABDUL MUIS
SULASTRI

PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan
dan mempertahankan perilaku yang berkontribusi pada fungsi yang terintegrasi baik
individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. Perawatan ini termasuk
intervensi yang behubungan dengan pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Intervensi keperawatan yang spesifik dalam pencegahan primer termasuk penyuluhan
kesehatan, pengubahan lingkungan dan dukungan sistem sosial. Secara khusus dalam
usaha peningkatan pelayanan kesehatan jiwa bagi klien yang kondisi fisik dan
fisiologis yang lemah perlu melibatkan keluarga klien untuk berpartisipasi aktif dalam
pelayanan terapi. Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara
klinis bermakna yang berhubungan dengan distress atau penderita dan menimbulkan
gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2014).

Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang signifikan setiap
tahun diberbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah.
Berdasarkan data dari WHO dalamYoseph 2013 ada sekitar 450 juta orang di dunia
mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan, setidaknya ada satu dari empat orang
di dunia mengalami masalah mental dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang ada
di seluruh dunia suadah menjadi masalah yang sangat serius. Berdasarkan hasil
penelitian dari Rudi Maslim dalam Mubarta 2011 prevalensi masalah kesehatan jiwa
di idonesia sebesar 6,55%. Angka tersebut tergolong sedang dibandingkan dengan
negara lain.

Data dari 33 RSJ yang ada di Indonesia menyebutkan hingga saat ini jumlah penderita
gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Jumlah penderita gangguan jiwa di
Jawa Barat naik sekitar 63%. Data Riskesdas 2013 menyebutkan pasien gangguan
jiwa ringan hingga berat di jawa barat mencapai 465.975 orang naik signifikan dari
tahun 2012 sebesar 296.943 orang, Konferensi Nasionalpsikiatrik Komunitas ke-3
mengungkapkan fakta penting, ternyata jumlah penderita gangguan jiwa di jawa barat
naik sekitar 63%. Penyebab terbesar gangguan jiwa di jawa barat adalah tingginya
angka pengangguran dan meningkatnya tuntutan ekonomi, selain itu faktor lain yang
menyebabkan terjadinya peningkatan masalah gangguan jiwa adalah adanya
pengobatan yang tidak teratur, fasilitas pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau oleh
masyarakat, stresor sosial dan kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang
pentingnya kontrol ulang dan minum obat secara teratur. Menurut data Riskesdas 201
ada dua jenis penyakit psikologi yang dialami oleh masyarakat yaitu yang ringan dan
sedang seperti stress, cemas, gangguan susah tidur (Insomnia), sedangkan yang berat
meliputi skizofrenia, depresi sampai pada penyakit psikologis dengan dorongan bunuh
diri (Riskesdas, 2013).

Tiga gejala gangguan jiwa yaitu gejala positif (delusi/waham, halusinasi, pikiran
paranoid, gejala negatif (motivasi rendah/ low motivation, menarik diri dari
masyarakat/ social withdrawal), dan gejala kognitif (mengalami problema dengan
perhatian dan ingatan, tidak dapat berkonsentrasi, miskin perbendaharaan kata dan
proses pikir yang lambat) (Hawari, 2001).

Penatalaksanaan keperawatan dengan klien gangguan jiwa adalah pemberian terapi


modalitas yang salah satunya adalah terapi aktivitas kelompok (TAK). Terapi
aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat
pada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas
digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan.

Terapi aktivitas kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam
rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu fokus
terapi adalah membuat sadar diri (self-awareness). Peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya. TAK stimulasi adalah TAK
dengan fokus memberikan stimulasi kepada pasien agar mampu memberikan respon
yang adekuat. TAK stimulasi sensori diindikasikan untuk pasien isolasi sosial, harga
diri rendah, dan kurang komunikasi verbal (Keliat & Akemat, 2014).

Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori adalah upaya menstimulasi semua panca
indra (sensori) agar memberi respons yang asdekuat. TAK stimulasi sensori adalah
TAK yang diadakan dengan memberikan stimulus tertentu kepada klien sehingga
terjadi perubahan perilaku (Keliat & Akemat, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Klien dapat merespon terhadap stimulus panca indra yang diberikan
2. Tujuan khusus
a. Klien mampu mengenali musik yang didengar
b. Klien mampu memberi respon terhadap musik
c. Klien mampu menceritakan perasaannya setelah mendengarkan
BAB II
RENCANA KEGIATAN

A. LandasanTeori
1. Definisi Musik

Djohan (2009) mendefinisikan musik sebagai produk pikiran, maka dari itu
elemen vibrasi (fisika dan kosmos) dalam bentuk frekuensi, amplitudo, dan durasi
belum menjadi musik bagi manusia sampai semua itu ditransformasi secara
neurologis dan diintepretasikan melalui otak menjadi pitch (nada-harmoni),
timbre (warna suara), dinamika (keras-lembut), dan tempo (cepat lambat).
Musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung
irama, lagu, dan keharmonisan terutama suara yang dihasilkan dari alat-alat
yang dapat menghasilkan bunyi (Suryana, 2012).
Musik berkaitan dengan unsur keberaturan, sehingga suara dering jam weker
di pagi hari, suara kucuran air di kamar mandi, suara desis penggorengan di
dapur, suara mobil di garasi, belum dapat disebut sebagai musik jika tidak
memenuhi unsur keberaturan yang penting terdapat dalam musik (Campbell,
2001).
Dalam perkembangannya, musik selalu berkembang mengikuti perkembangan
aktif dari masyarakat. Pada zaman dahulu, musik digunakan sebagai katalis untuk
menstimulasi emosi dan mengantarkan individu pada kondisi istriahat dan
relaksasi sampai kemudian orang-orang Yunani pada abad kelima sebelum
masehi menggunakan jenis musik tertentu untuk mengatasi orang-orang yang
memiliki masalah. Musik yang digunakan untuk penyembuhan pada
perkembangannya mengilhami lahirnya terapi musik. Terapi musik merupakan
terapi yang dilakukan menggunakan musik dan aktivitas musik untuk
memfasilitasi proses terapi dalam membantu kliennya. Sebagaimana halnya terapi
yang merupakan upaya yang dirancang untuk membantu orang dalam konteks
fisik atau mental, terapi musik mendorong klien untuk berinteraksi, improvisasi,
mendengarkan, atau aktif bermain musik (Djohan, 2009).
World Federation of Music Therapy menjelaskan terapi musik sebagai
penggunaan profesional dari musik dan elemennya sebagai salah satu intervensi
dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan lingkungan sehari-hari dengan individu,
kelompok, keluarga, atau komunitas yang mencoba untuk melakukan optimalisasi
kualitas hidupnya dan meningkatkan kesehatan fisik, sosial, komunikatif,
emosional, intelektual, spiritualnya serta kondisi well-being dirinya (Edwards,
2017).
Lebih lanjut, terapi musik dapat didefinisikan sebagai sebuah aktivitas
terapeutik yang menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki,
memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi. Terapi musik
juga dijelaskan sebagai sebuah proses intervensi sistematis dengan terapis yang
membantu klien untuk meningkatkan kesehatan menggunakan pengalaman musik
dan hubungan yang berkembang diantaranya sebagai kekuatan dinamis perubahan
(Bruscia, 2014).
Pengertian yang sama juga diberikan oleh Do (2012) yang menjelaskan terapi
musik sebagai penggunaan klinis dari intervensi musik untuk mencapai tujuan
individual dalam hubungan terapeutik oleh seorang profesional yang sudah
menyelesaikan program pendidikan terapi musik.

2. Terapi Musik
Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima oleh semua orang
karena tidak membutuhkan kerja otak yang berat untuk menginterpretasi alunan
musik. Terapi musik sangat mudah diterima organ pendengaran dan kemudian
melalui saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang memproses emosi
(sistem limbik) (Reza, Ali, Saeed, Abul-Qasim, & Reza, 2007).
Namun di sisi lain, beberapa pendapat menyatakan bahwa musik adalah
sebuah produk budaya. Unsur-unsur budaya yang terdapat dalam musik terlihat
jelas dalam beberapa penelitian terbaru. Salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Argstatter (2016) yang mencoba meninjau apakah emosi dalam
musik dirasakan secara universal oleh pendengar dengan background kultur yang
berbeda. Ditinjau dari sejarahnya, musik di masa lalu terikat dengan dua fungsi
pokok, yaitu sebagai sarana nemesis (dari bahasa Yunani yang artinya
transformasi dan imitasi dari luar ke dalam diri manusia) dan juga katarsis yang
mengandung arti pemurnian jiwa melalui pengalaman emosional. Pada perannya
sebagai sarana nemesis, musik ditunjukkan dalam permainan opera yang tidak
hanya membawakan musiknya saja namun juga dituntut untuk menjiwai peran
yang dibawakannya. Sedangkan sebagai sarana katarsis, musik dipandang sebagai
saran mengekspresikan diri. Maka dari itu musik sangat erat kaitannya dengan
emosi (Djohan, 2009).
Untuk menyediakan musik yang cocok digunakan dalam sesi terapi,
diperlukan pemahaman lebih lanjut dari latar belakang pembuatan musik,
terutama pesan emosi apa yang akan disampaikan dalam musik, karena
dikhawatirkan pesan yang ditangkap oleh pendengar berbeda dengan pesan
sesungguhnya yang dituangkan penulis dalam musiknya karena ada peran kultur
(Argstatter, 2016).

3. Manfaat Terapi Musik


Manfaat terapi musik antara lain (Djohan, 2009)
a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan
b. Mempengaruhi pernafasan
c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia
d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh
e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera
f. Bisa mempengaruhi rasa sakit

4. Jenis Musik

a. Musik Klasik

Istilah musik klasik terdiri dari dua kata, yaitu musik dan klasik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik adalah seni menyusun

nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk

menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan

kesinambungan. Sementara kata klasik, menurut KBBI yaitu karya sastra

yang bernilai tinggi serta langgeng dan sering dijadikan tolak ukur atau

karta sastra zaman kuno yang bernilai kekal. Jadi musik klasik adalah

nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama,
lagu, dan keharmonisan yang merupakan suatu karya sastra zaman kuno

yang bernilai tinggi. Pada penelitian ini menggunakan jenis musik klasik

mozart.

Menurut Campbell (2002) musik-musik Mozart memiliki keunggulan

akan kemurnian dan kesederhanaan bunyi-bunyi yang dimunculkannya,

irama, melodi, dan frekuensi-frekuensi tinggi pada musik Mozart

merangsang dan memberi daya pada daerah-daerah kreatif dan motivasi

dalam otak. Musik Mozart memberi rasa nyaman tidak saja ditelinga

tetapi juga bagi jiwa yang mendengarnya. Gubahan-gubahan musik klasik

ini, bila rajin diperdengarkan akan memberi efek keseimbangan emosi dan

ketenangan.

b. Musik Alam

Musik alam adalah sebuah irama yang dihasilkan dari lingkungan

sekitar. Seperti kicauan burung, deburan ombak dan suara gemericik air

yang jatuh dapat dijadikan sebagai musik terapi (Jihan Parlina dalam

Pengaruh Terapi Musik Gamelan Jawa Terhadap Status Hemodinamik.

c. Musik Tradisional

Musik tradisional adalah musik yang terbentuk dan hidup dimasyarakat

secara turun temurun yang dipertahankan sebagai sarana hiburan dan

tradisi. Musik tradisional merupakan seni suara yang berkembang di

masyarakat pada suatu daerah yang diturunkan pada setiap generasi di

daerah tersebut, termasuk di Indonesia. Musik jenis ini memiliki bahasa,

gaya dan tradisi khas dari daerah setempat. Salah satu alat musik
tradisional adalah gamelan. Musik gamelan jawa yang memiliki irama

teratur dan menenangkan dengan ketukan 60 – 90 per menit mirip dengan

musik klasik mozart. Musik gamelan jawa dapat dijadikan sebagai terapi

untuk menurunkan nyeri.

5. Mekanisme pemberian terapi musik

Musik dihasilkan dari stimulus yang gelombangnya ditransformasikan

melalui ossicles ditelinga tengah danmelalui cairan cochlear berjalan menuju

nervus auditori serta pada area sistem saraf otonom kemudian nervus auditori

menghantar sinyal ini ke korteks auditori dilobus temporal. Kemudian musik

merangsang mengeluarkan hormon endofrin. Endofrin memiliki efek relaksasi

pada tubuh.

Efek yang ditimbulkan musik adalah dapat memberikan rangsangan

pada syaraf simpatis untuk menghasilkan respon relaksai. Efek yang muncul

dari relaksasi tersebut adalah menurunkan ketegangan otot, meningkatkan

ambang kesadaran. Indikator yang bisa diukur dengan penurunan adalah

menurunkan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.

B. Kriteria peserta TAK


Kriteria pasien yang diikutsetakan dalam TAK, adalah sebagai berikut:
Peserta inklusi :
1. Kooperatif
2. Mengalami kemunduran sensori
3. Sehat fisik
4. Bicara jelas
5. Waham atau halusinasi terkontrol
6. Mau mengikuti kegiatan
7. Klien mengalami isolasi sosial, HDR dan kurang komunikasi verbal
Peserta eksklusi :
1. Tidak kooperatif
2. Tidak mengalami kemunduran sensori
3. Tidak sehat fisik
4. Tidak bicara jelas
5. Waham atau halusinasi tidak terkontrol
6. Tidak mau mengikuti kegiatan
7. Klien tidak mengalami isolasi sosial, HDR dan kurang komunikasi verbal

C. Waktu dan tempat pelaksanaan


Hari/tanggal : Sabtu, 6 Maret 2021
Tempat : Ruang Elang
Waktu :08.00 – 08.20 WITA

D. Metode
Metode yang digunakan dalam TAK adalah diskusi dan sharing persepsi

E. Alat
1. Tape recorder / Musik
2. Speaker

F. Tim terapis
1. Leader : Abdul Muis
2. Co-Leader : Arie Chandra Meidianta
3. Fasilitator : AmitaWindaAyu
Dina Yunita
Novrida Ayu Maryani
Sulastri
4. Observer : Surya Rakhmat Hidayat
G. Setting tempat

Keterangan :

= Leader

= Co Leader

= Fasilitator

= Klien

= Observer
H. Langkah Kegiatan
Tahap Kegiatan
Persiapan a. Membuat kontrak dengan klien yang sesuai dengan indikasi:
menarik diri, harga diri rendah, dan tidak mau bicara
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
Orientasi a. Salam terapeutik
Salam dari terapis kepada klien
b. Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan,
yaitu mendengarkan musik.
a) Klien mampu mengenali musik yang
didengar
b) Klien mampu memberi respon terhadap
musik
c) Klien mampu menbceritakanb
perasaannya setelah mendengarkan musik
2. Waktu
3. Terapis membacakan tata tertib TAK
4. Doa
Tahap Kerja a. Terapis mengajak klien untuk saling memperkenalkan diri
(nama dan nama panggilan) dimulai dari terapis secara
berurutan searah jarum jam.
b. Setiap kali seorang klien selesai memperkenalkan diri,
terapis mengajak semua klien untuk bertepuk tangan.
c. Terapis dan klien memakai papan nama.
d. Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu, klien boleh
tepuk tangan atau berjoget sesuai dengan irama lagu. Setelah
lagu selesai klien akan diminta menceritakan isi dari lagu
tersebut dan perasaan klien setelah mendengar lagu.
e. Terapis memutar lagu, klien mendengar (kira-kira 15 menit).
Musik yang diputar boleh diulang beberapa kali. Terapis
mengobservasi respons klien terhadap musik.
f. Secara bergiliran, klien diminta menceritakan isi lagu dan
perasaannya. Sampai semua klien mendapat giliran.
g. Terapis memberikan pujian, setiap klien selesai
menceritakan perasaannya, dan mengajak klien lain bertepuk
tangan.
Terminasi a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien
setelah mengikuti TAK
2. Terapis memberikan pujian atas
keberhasilan kelompok.
b. Tindak Lanjut
Terapis menganjurkan klien untuk mendengarkan musik
yang disukai dan bermakna dalam kehidupannya.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati TAK yang akan datang
2. Menyepakati waktu dan tempat

I. Tata Tertib
Tata tertib untuk kegiatan TAK, antara lain:
1. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK.
2. Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara dimulai.
3. Peserta berpakaian rapi, bersih dan sudah mandi.
4. Tidak diperkenankan makan, minum dan merokok selama kegiatam TAK
berlangsung.
5. Jika ingin mengajukan atau menjawab pertanyaan peserta mengangkat tangan
kanan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin.
6. Peserta yang mengacau jalannya acara akan dikeluarkan.
7. Peserta dilarang keluar sebelum acara TAK selesai.
8. Apabila waktu TAK sesuai kesepakatan telah habis namun TAK belum selesai
makan pemimpin akan meminta persetujuan anggota untuk memperpanjang waktu
TAK pada anggota.

J. Program Antisipasi
1. Penangan klien yang tidak aktif saat aktivitas kelompok
a. Memanggil klien
b. Memberi kesempatan pada klien tersebut untuk menjawab sapaan perawat
atau klien yang lain
2. Penganan pada klien yang diam saat TAK berlangsung
a. Fasilitator membujuk klien untuk berbicara
b. Jika klien tetap tidak mau berbicara, terapis atau leader meningkatkan
motivasi klien
3. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit
a. Panggil nama klien
b. Tanya alasan klien meninggalkan permainan
c. Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan klien
bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah TAK
4. Bila ada klien yang ingi ikut
a. Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang telah
dipilih
b. Katakan pada klien lain bahwa permainan lain yang mungkin dapat diikuti
klien tersebut
c. Jika klien memaksa beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi
peran pada permainan tersebut
5. Bila ada klien yang melakukan hal-hal yang tidak diinginkan (mengamuk, ribut,
dan mengganggu klien lain), terapis atau leader mengingatkan tentang tata tertib
TAK

K. Evaluasi dan Dokumentasi


1. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemapuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk
TAK stimulus sensori mendengar musik, meberi pendapat tentang musik yang
didengar, dan perasaan saat mendengar musik. Hal-hal yang perlu dievaluasi,
antara lain:
a. Evaluasi struktur
1) Tim berjumlah 7 orang, terdiri atas 1 leader, 1 co-leader, 4 orang fasilitator
dan 1 observer
2) Lingkungan tenang
3) Peralatan
b. Evaluasi proses
1) Minimal 75% dapat mengikuti permainan dan dapat mengkuti kegiatan
dari awal sampai selesai.
2) Minimal 75% klien aktif mengikuti kegiatan.
c. Evaluasi akhir
1) Minimal 75% mampu memahami musik yang didengar.
2) Minimal 75% mampu memberi respon terhadap musik yang didengar.
3) Minimal 75% mampu memberi pendapat tentang musik yang didengar.
4) Minimal 75% mampu menceritakan perasaannya setelah mendengar
musik.
5) Minimal 75% mampu mengikuti peraturan kegiatan.
6) Minimal 75% mampu menyebutkan manfaat dari TAK.

2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat mengikuti TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 1, TAK
stimulasi sensori mendengarkan musik. Klien mengikuti kegiatan dari awak
sampai akhir dan menggerakkan jari sesuai dengan irama musik, namun belum
mampu memberi pendapat dan perasaan tentang musik. Latih klien mendengarkan
musik di ruang rawat.
DAFTAR PUSTAKA

Argstatter, H. (2016). Perception of basic emotions in music: Culture-specific or


multicultural? Psychology of Music, 44(4), 674–690.

Bruscia, K. E. (2014). Defining music therapy (3rd ed). Gilsum, NH: Barcelona
Publishers.

Campbell, D. G. (2001). The Mozart effect: Tapping the power of music to heal the
body, strengthen the mind, and unlock the creative spirit. New York: Quill.

Campbell, D. (2002). Efek Mozart Bagi Anak. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Djohan. (2009). Psikologi musik. Yogyakarta: Best Publisher. & Terapi musik: Teori dan
aplikasi. Yogyakarta: Galangpress.

Do, W. D. M. T. (2012). Music therapy. Retrieved from http://registration.ocali.


org/rms_event_sess_handout/5942_Handout.pdf

Edwards, J (Ed). (2017). Oxfordbuku pegangan terapi musik. Oxford:Oxford University Press
Geraldina A.M (2017). Terapi Musik: Bebas Budaya atau Terikat Budaya. Fakultas Psikologi
Universitas Gadjah Mada. Buletin Psikologi. Vol. 25, No. 1, 45 – 53.

Hawari, Dadang. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Keliat, B. A. & Akemat. 2014. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktifitas kelompok Edisi 2.
Jakarta: EGC & Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC & Proses
Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Novita, Dian., 2012. Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post Operasi Open Reduction
And Internal Fixation (ORIF) Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Propinsi Lampung. Depok :
Fakultas Ilmu Perawatan Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia. Thesis.
Suryana, Dayat. (2012) Terapi Musik. https://books.google.co.id/books diakses pada tanggal
04 Maret 2021

Reza, N., Ali, S. M., Saeed, K., Abul-Qasim, A., & Reza, T. H. (2007). The impact of music
on postoperative pain and anxiety following cesarean section. Middle East J Anesthesiol,
19(3), 573–586.

Anda mungkin juga menyukai