Anda di halaman 1dari 24

EVIDENCED - BASED PRACTICE

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN


TINGKAT HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN
HALUSINASI PENDENGARAN DI PRUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR
RM SOEDJARWADI PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun Oleh :
APRILIA NINDIYA PUTRI
ENDAH KUSUMA WARDANI
MIFTAHUL CILLIA ULI S
MUHAMMAD ARIF ASRIKAN
RIZKY FATQUR ROHMAH
SATRIA BIMA PUTRA
SI WAHYUNI
TRI MURTININGSIH
WINDA ADE KUSUMA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderita
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial (Keliat,
Akemat, Helena & Nurhaeni, 2012). Gangguan jiwa di klasifikasikan dalam
bentuk penggolongan diagnosis. Penggolongan diagnosis gangguan jiwa di
indonesia mengguanakan pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ). Salah satu diagnosis gangguan jiwa yang sering dijumpai adalah
Skizofrenia (Keliat, Wiyono, & Susanti, 2011).
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir dan komunikasi, menerima,
mengintepretasikan realitas, merasakan dan menunjukan emosi, serta
berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Williams &
Wilkins, 2005). Skizofrenia merupakan penyakit atau gangguan jiwa kronis
yang dialami oleh 1% penduduk. Pasien yang dirawat dengan gangguan
skizofrenia di rumah sakit jiwa sekitar 80% dari total keseluruhan pasien
(Keliat, Wiyono, & Susanti, 2011).
Penderita skizofrenia akan mengalami gejala gangguan realitas seperti
waham atau halusinasi Keliat, Wiyono dan Susanti, (2011) menyatakan.
Halusinasi adalah perasaan tanpa adanya sesuatu yang merangsang (objek)
yang jelas dari luar diri klien terhadap panca indera pada saat klien dalam
keadaan sadar atau bangun (Azizah, 2008). Halusinasi terbagi dalam 5 jenis
yaitu halusinasi penglihatan, halusinasi pendengaran, halusinasi penghidu,
halusinasi pengecap, halusinasi perabaan (Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni,
2012). Halusinasi pendengaran adalah halusinasi yang sering dialami oleh
penderita gangguan mental, misalnya mendengar suara melengking, mendesir,
bising, dan dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Individu merasa suara itu
tertuju pada dirinya sehingga penderita sering terlihat bertengkar atau berbicara
dengan suara yang di dengarnya (Baihaqi, Sunardi, Riksma, & euis, 2005).
Gangguan halusinasi dapat diatasi dengan terapi farmakologi dan non
farmakologi. Terapi non farmakologi lebih aman digunakan karena tidak
menimbulkan efek samping seperti obat-obatan, karena terapi non farmakologi
menggunakan proses fisiologis (zikria, 2012). Salah satu terapi non
farmakologi yang efektif adalah mendengarkan musik. Musik memiliki
kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kemampuan pikiran
seseorang. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah terapi, musik dapat
meingkatkan, memulihkan, dan memlihara kesehatan fisik, mntal, emosional,
sosial dan spiritual (Aldridge, 2008).
Di amerika serikat prevelansi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara
bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5%; konsisten dengan angka tersebut,
penelitian Epidemological Cacthmen Area (ECA) yang disponsori oleh
National Institue of Mental Health (NIHM) melaporkan prevelansinya antara
laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukan perbedaan
dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal
dari pada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun;
untuk wanita usia Puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skozofrenia
sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang. Data yang
diperoleh dari RSJD Surakarta, pasien yang menderita schizophrenia tiga bulan
terakhir (bulan September sampai November 2010) yaitu sejumlah 1157 orang
yang terdiri dari schizophrenia tak terinci 397 (34,3%), schizophrenia
paramoid 390 (33,7%), schizophrenia katatonik 162 (14%), gangguan
psikologi schizophrenia akut 146 (12,6%) schizophrenia hebebfrenik 62
(5,3%).
Pada zaman modern, terapi musik banyak digunakan oleh psikolog
maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam gangguan kejiwaan,
gangguan mental maupun gangguan psikolog. Terpai musik sangat mudah
diterima oleh organ pendengaran dan kemudian melalui syaraf pendengaran
disalurkan ke dalam otakyang memproses emosi yaitu sistem limbik (Aldridge,
2008). Pada sistem limbik didalam otak terdapat neurotransmitter yang
mengatur melalui stres, ansietas, dan beberapa gangguan terkait ansietas
(Williams dan Wilkins, 2005). Penelitian OSsullivan (1991, dalam Rusdi &
Isnawati, 2009) menemukan bahwa musik dapat mempengaruhi hipofisis di
otak untuk melepaskan endorfin. Musik dibagi atas 2 jenis yaitu musik acid
(asam) dan alkaline (bassa). Musik yang menghasilkan accid adalah music
hard rock dan rapp yang membuat seseorang menjadi marah, bingung, mudah
terkejut dan tidak fokus. Musik yang menghasilkan alkaline adalah musik yang
lembut, musik instrumental, musik meditatif dan musik yang membuat rileks
dan tenang seperti musik klasik (Mucci & mucci, 2002). Musik klasik (Haydn
dan Mozart) mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan dan persepsi spasial.
Pada gelombang otak, gelombang gelombang alfa mencirikan perasaan
ketenangan dan kesadaran yang gelombamgnya mulai 8 hingga 13 herts.
Semakin lambat gelombang otak semakin santai, puas, dan damailah perasaan
kita, jka seseorang melamun atau merasa dirinya berada dalam suasana hati
yang emosional atau tidak terfokus, musik klasik dapat membantu memperkuat
kesadaran dan meningkatkan organiasi mental seseorang dan jika didengarkan
selama sepuluh sampai lima belas menit (Campbell, 2001).
Gold, heldal, dahle, dan Wiogram (2005) melakukan penelitian mengenai
efektifitas terapi musik sebagai terapi tambahan pada pasien skizofrenia. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa terapi musik yang diberikan sebagai terapi
tambahan pada perawatan standar dapat membatu miningkatkan kondisi mental
pasien skizofrenia. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Ulrich, Houtmans,
dan Gold (2007) yaitu menggunakan terapi musik untuk kelompok pasien
skizofrenia, didapatkan hasil bahwa terapi musik dapat mengurangi gejala
negatif dan meningkatakan kontak interpersonal serta meningkatkan
kemampuan pasien untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial di masyarakat.
Senada dengan hasil penelitian Candra dkk (2013) mengatakan terapi musik
klasik dapat mempengaruhi secara signifikan gejala perilaku agresif pada
pasien skizoprenia. Terapi musik juga efektif dalam menurunkan tingkat
depresi pada pasien isolasi sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu, Arief dan Ulfa (2012) dengan judul
efektifitas terapi musik terhadap tingkat depresi pasien isolasi sosial di Rumah
Sakit Jiwa Dr. Amino Gondhohutomo Semarang, didapatkan hasil bahwa
terapi musik efektif terhadap penurunan tingkat depresi pasien isolasi sosial.
Hal ini berarti terapi musik dapat membantu meningkatkan kesehatan mental
pada pasien isolasi sosial. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Damayanti, dkk (2014) dengan judul penelitian efektivitas terapi musik klasik
terhadap penurunan tingkat halusinasi pada pasien halusinasi dengar di RSJ
Tampan Provinsi Riau didaptakan hasil penelitian terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap tingkat halusinasi setelah diberikan terapi musik klasik
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai pvalue 0,000.
Berdasarkan penelitian diatas, didukung oleh beberapa peneliti yang
sudah menerapkan terapi musik sebagai salah satu media yang digunakan pada
penderita gangguan jiwa dengan hasil yang signifikan, maka kami ingin
menganalisa jurnal tentang efektivitas terapi musik klasik terhadap penurunan
tingkat halusinasi dengar di Puskesmas Baki Sukoharjo apakah dapat
diterapkan di warga yang terkena halusinasi

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat
halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efektifitas terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat
halusinasi pada pasien halusinasi dengar
b. Mengetahui perubahan frekuesi terjadinya halusinasi pada pasien
halusinasi pendengaran
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Terapi Musik
1. Definisi Musik
Ada beberapa definisi dan pendapat mengenai musik menurut beberapa
filsuf, penulis, musikolog maupun penyair, diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Schopenhauer, seorang filsuf dari jerman pada abad ke-19, yang
mengatakan bahwa musik adalah melodi yang syairnya adalah alam
semesta
b. David Ewen, mendifinisikan musik sebagai ilmu pengetahuan dan seni
tentang kombinasi titik dari nada-nada, baik vocal maupun instrumental.
Musik meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari segala sesuatu
yang ingin diungkapkan terutama aspek emosional
c. Suhastjarja, seorang dosen senior Fakultas Kesenian Institut Seni
Indonesia Yogyakarta, mengemukakan pendapatnya mengenai musik
adalah ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk konsep pemikiran
yang bulat, dalam wujud nada-nada atau bunyi lainnya yang mengandung
ritme dan harmoni serta mempunyai suatu bentuk dalam ruang waktu
yang dikenal oleh diri sendiri dan manusia lain dalam lingkungan
hidupnya sehingga dapat dimengerti dan dinikmatinya.
d. Dello Joio, seorang komponis Amerika, memberikan pendapatnya
tentang musik yaitu bahwa mengenal musik dapat memperluas
pengetahuan dan pandangan selain juga mengenal banyak hal lain diluar
musik. Pengenalan terhadap musik akan menumbuhkan rasa penghargaan
akan nilai seni, selain menyadari akan dimensi lain dari suatu kenyataan
yang selama ini tersembunyi.
e. Adjie Esa Poetra, seorang musisi dari indonesia, mendefinisikan musik
adalah kesenian yang berumber dari bunyi. menurutnya ada empat unsur
dalam musik, yaitu dinamik (kuat lemahnya bunyi), nada (bunyi yang
teratur), unsur waktu (panjang pendek suatu bunyi yang ditentukan dari
hitungan atau ketukan nada), dan timbre (warna suara).
2. Definisi Terapi Musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre,
bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik
yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental.
Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan meningkatkan
kemampuan berpikir seseorang. Ketika musik diterapkan menjadi sebuah
terapi, musik dapat meningkatkan, memulihkan dan memelihara kesehatan
fisik, mental, emosional sosial dan spiritual. Hal ini disebabkan musik
memiliki beberapa kelebihan, yaitu karena musik bersifat nyaman,
menenangkan, membuat rileks, berstruktur dan universal. Perlu diingat
bahwa banyak dari proses dalam hidup kita selalu berirama, Sebagai contoh,
nafas kita, detak jantung dan pulsasi semuanya berulang dan berirama.
Terapi musik adalah terapi yang universal dan bisa diterima oleh semua
orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang berat untuk
menginterpretasi alunan musik. Terapi musik sangat mudah diterima organ
pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran kita dan
kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan ke bagian otak yang
memperoses emosi (sistem limbik). Pengaruh musik sangat besar bagi
pikiran dan tubuh manusia. Contohnya, ketika seseorang mendengarkan
suatu alunan musik (meskipun tanpa lagu), maka seketika orang tersebut
bisa merasakan efek dari musik tersebut. Ada musik yang membuat
seseorang gembira, sedih, terharu, terasa sunyi, semangat, mengingatkan
masa lalu dan lain-lain.
Salah satu figur yang paling berperan dalam terapi musik di awal abad
ke -20 adalah Eva Vescelius yang banyak mempublikaskan terapi musik
lewat tulisan-tulisannya. Ia percaya bahwa objek dari terapi musik adalah
melakukan penyelarasan atau harmonisasi terhadap seseorang melalui
vibrasi. Demikian pula dengan Margaret Anderton, seorang guru piano
berkebangsaan Inggris, yang mengemukakan tentang efek alat musik.
3. Efek musik terhadap efek tubuh
Musik klasik mempunyai musik memiliki fungsi katarsik dan
emosi, serta dapat mengoptimalkan tempo, ritme, melodi dan harmoni yang
teratur sehingga menghasilkan gelombang alfa serta gelombang beta dalam
gendang telingga sehingga menghasilkan gelombang alfa serta gelombang
beta dalam gendang telinga sehingga memberikan ketenangan yang
membuat otak siap menerima masukan baru, efek rileks dan menidurkan.
Secara umum musik menimbulkan gelombang fibrasi yang dapat
meninmbulkan stimulus pada gendang pendengaran. Stimulus di
transmisikan pada susunan saraf pusat (limbik sistem) disentral memiliki
susunan saraf pusat akan mengatur segala sesuatunya untuk mengaitkan
musik dengan respon tertentu.
4. Manfaat terapi musik klasik
Ada banyak sekali manfaat terapi musik, menurut para pakar terapi
musik memiliki beberapa manfaat utama, yaitu:
a. Relaksasi, Mengistirahatkan Tubuh dan Pikiran
Manfaat yang pasti dirasakan setelah melakukan terapi musik adalah
perasaan rileks, tubuh lebih bertenaga dan pikiran lebih fresh. Terapi
musik memberikan kesempatan bagi tubuh dan pikiran untuk mengalami
relaksasi yang sempurna. Dalam kondisi relaksasi (istirahat) yang
sempurna itu, seluruh sel dalam tubuh akan mengalami reproduksi,
penyembuhan alami berlangsung, produksi hormon tubuh diseimbangkan
dan pikiran mengalami penyegaran.
b. Meningkatkan Kecerdasan
Sebuah efek terapi musik yang bisa meningkatkan intelegensia
seseorang disebut Efek Mozart. Hal ini telah diteliti secara ilmiah oleh
Frances Rauscher et al dari Universitas California. Penelitian lain juga
membuktikan bahwa masa dalam kandungan dan bayi adalah waktu yang
paling tepat untuk menstimulasi otak anak agar menjadi cerdas. Hal ini
karena otak anak sedang dalam masa pembentukan, sehingga sangat baik
apabila mendapatkan rangsangan yang positif. Ketika seorang ibu yang
sedang hamil sering mendengarkan terapi musik, janin didalam
kandungannya juga ikut mendengarkan. Otak janin pun akan terstimulasi
untuk belajar sejak dalam kandungan. Hal ini dimaksudkan agar kelak si
bayi akan memiliki tingkat intelegensia yang lebih tinggi dibandingkan
dengan anak yang dibesarkan tanpa dipekenalkan pada musik.
c. Meningkatkan Motivasi
Motivasi adalah hal yang bisa dilahirkan dengan perasaan dan
mood tertentu. Apabila ada motivasi, semangat pun akan muncul dan
segala kegiatan bisa dilakukan. Begitu juga sebaliknya, jika motivasi
terbelenggu, maka semangat pun menjadi luruh, lemas, tak ada tenaga
untuk beraktivitas. Dari hasil penelitian, ternyata jenis musik tertentu bisa
meningkatkan motivasi, semangat dan meningkatkan level energi
seseorang.
d. Pengembangan Diri
Musik ternyata sangat berpengaruh terhadap pengembangan diri
seseorang. Musik yang didengarkan seseorang juga bisa menentukan
kualitas pribadi seseorang. Hasil penelitian menunjukan bahwa orang
yang punya masalah perasaan, biasanya cenderung mendengarkan musik
yang sesuai dengan Perasaannya. Misalnya orang yang putus cinta,
mendengarkan musik atau lagu bertema putus cinta atau sakit hati. Dan
hasilnya adalah masalahnya menjadi semakin parah. Dengan mengubah
jenis musik yang didengarkan menjadi musik yang memotivasi, dalam
beberapa hasi masalah peraaan bisa hilang dengan sendirinya atau
berkurang sangat banyak. Seseorang bisa mempunyai kepribadian yang
diinginkandengan cara mendengarkan jenis musik yang tepat.
e. Meningkatkan kemampuan mengingat
terapi musik bisa meningkatkan daya ingat dan mencegah
kepikunan. Hal ini bisa terjadi karena bagian otak yang memproses
musik terletak berdekatan dengan memori. Sehingga ketika seseorang
melatih otak dengan terapi musik, maka secara otomatis memorinya juga
ikut terlatih. Atas dasar inilah terapi musik banyak digunakan di sekolah-
sekolah modern di Amerika dan Eropa untuk meningkatkan prestasi
akademik siswa. Sedangkan di pusat rehabilitasi, terapi musik banyak
digunakan untuk menangani masalah kepikunan dan kehilangan ingatan.
f. Kesehatan jiwa
Seorang ilmuwan Arab, Abu Nasr Al-Farabi (873-950M) dalam
bukunya Great Book About Music, mengatakan bahwa musik
membuat rasa tenang, sebagai pendidikan moral, mengendalikan emosi,
penengembangan spiritual, menyembuhkan penyakit psikologis.
Pernyataannya itu tentu saja berdasarkan pengalamnnya dalam
menggunakan musik sebagai terapi. Sekarang di zaman modern, terapi
musik banyak digunakan oleh psikolog maupun psikiater untuk
mengatasi berbagai macam gangguan kejiwaan, mgengguan mental atau
gangguan psikologis.
g. Mengurangi rasa sakit
Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian sistem saraf
yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut jantung dan
fungsi otak, yang mengontrol perasaan emosi. Menurut penelitian, kedua
sistem tersebut bereaksi sensitive terhadap musik. Ketika kita merasa
sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah yang membuat kita
menegangkan otot-otot tubuh, hasilnya rasa sakit menjadi semakin parah.
Mendengarkan musik secara teratur membantu tubuh relaks secara fisik
dan mental, sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah rasa
sakit. Dalam proses persalinan, terapi musik berfungsi mengatasi
kecemasan dan berfungsi mengurangi rasa sakit. Sedangkan bagi para
penderitanyeri kronis akibat suatu penyakit, terapi musik terbukti
membantu mengatasi rasa sakit.
h. Menyeimbangkan tubuh
Menurut penelitian para ahli, stimulasi musik membantu
menyeimbangkan organ keseimbangan yang terdapat di telinga dan otak.
Jika organ keseimbangan sehat, maka kerja organ tubuh lainnya juga
menjadi lebih seimbang dan lebih sehat.
i. Meningkatkan kekebalan tubuh
Dr. Jhon Diamond an Dr David Nobel, telah melakukan riset
mengenai efek musik terhadap tubuh manusia dimana mereka
menyimpulkan bahwa: apabila jenis musik yang kita dengar sesuai dan
dapat di terima oleh tubuh manusia, maka tubuh akan bereaksi dengan
mengeluarkan sejenis hormone (serotonin) yang dapat menimbulkan rasa
nikmat dan senang sehingga tubuh akan menjadi lebih kuat (dengan
meningkatnya sistem kekebalan tubuh) dan membuat kita menjadi lebih
sehat.
j. Meningkatkan olahraga
Mendengarkan musik selama olahraga dapat memberikan olahraga
yang lebih baik dalam beberapa cara, diantaranya meningkatkan daya
tahan, meningkatkan mood dan mengalihkan seseorang dari setiap
pengalaman yang tidak nyaman selama olahraga.

B. SKIZOFRENIA
1. Definisi
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi
penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau deterioting) yang luas, serta sejumlah akibat
yang tergantung pada pertimangan pengaruh genetic, fisik, dan social
budaya.
Skizofrenia adalah suatau penyakit psikosa fungsional dengan
gangguan utana pada proses piker serta disharmonisasi antara proses piker,
efek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distori kenyataan
terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga
muncul inkoherensi, efek dan emosi inadekuat, psikomotor menunjukkan
diri, ambivalensi dan perilaku bizar (Maramis, 2009). Skizofrenia berasal
dari dua kata skizo yang berarti retuk atau pecah (split), dan frenia
yang berarti jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan
jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan kepribadian
(splitting of personality) (Hawari, 2001).
Skizofrenia merupakan sebuah sindrom kompleks yang dapat
merusak pada efek kehidupan penderita maupun anggota-anggota
keluarganya atau gangguan mental dini untuk melukiskan bentuk psikosis
tertentu yang sesuai dengan pengertia skizofrenia sekarang (Durrand dan
H. Barlow, 2007). Hal tersebut dilaporkan dalam entuk kasus yang terjadi
pada seorang pemuda yng ditandai adanya kemunduran atau keruntuhan
fungsi intelek yang gawat, berikutnya (Kraepelin (1856-1926) dalam
Kaplan & Sadock, 2010), menjadi dementia yanc, menruapan kemerosotan
otot (dementia) yang diderita oleh muds (praecox) yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kekaburan keseluruhan kepribadian. Bahwa
halusinasi, delusi dan tingkah laku yang aneh pada penderita skizofrenia
dapat dikatakan sebagai kelainan fisik atau suatu penyakit. (Eugen Bleuler
(1857-1938) dalam Kaplan & Sadock, 2010). Memperkenalkan istilah
skizofrenia atau jiwa yang terbelah, sebab gangguan ini ditandai dengan
disorganisasi proses berpikir, rusaknya koherasi antara pikiran dan
perasaan, serta berorientasi dini kedalam dan menjauh dari realitas yang
intinya terjadi perpecahan anyara intelek dan emosi.
2. Etiologi Skozofrenia
a. Keterlibatan factor keturunan
Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan genetiknya
dengan pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk
menderita gangguan tersebut. Hal ini serig disebut concordant, yaitu
anak kembar dari satu telur mempunyai kemungkinan tiga sampai
enam kali lebih besar untuk sama-sama menderita gangguan
skizofrenia dibandingkan dengan anak kembar dari dua telur.
b. Faktor lingkungan
Penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi, hubungan
perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam pola
komunikasi diantara anggota keluarga dapat menimbulkan
skizofrenia. Skizofrenia tidak diduga sebagai suatu penyakit tunggal
tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum.
Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi
gangguan ini, salah satunya diungkapan oleh Residen Bagian Psikiatri
UCLA.
c. Teori biologik dan genetik
Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat
mendukung teori bahwa faktor genetik sangat penting dalam tranmisi
mendukung skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat
kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab peningkatan insiden dari
sindrom, yang mirip dengan skizofrenia (gangguan kepribadian
skizoafektif, skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.
d. Hipotesis neurotransmitter
Penelitian terakhir memperlihatkan adanya kelebihan reseptor
dopaminergik dalam susunan syaraf pusat (SSP) penderita skizofrenik.
Pada hakekatnya neuroleptik diduga efektif karena kemampuannnya
memblokir reseptor dopaminergik. Penelitian mengenai skizofrenik
yang tidak diobati juga mengungkapkan suatu kelebihan dari reseptor
dopaminergik yang secara langsung berlawanan dengan teori bahwa
temuan ini berhubungan dengan pemberian neuroleptik.
e. Pencetus psikososial
Stressor sosio lingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan
awal dan kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai suatu
terobosan kekuatan protektif dengan tetap mempertahankan
kerawanan secara psiko biologik dalam pengendalian. Tiga tindakan
emosi yang dinyatakan di lingkungan rumah : komentar kritis,
permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan terbukti
menyebabkan peningkatan angka kekambuhan skizofrenia.
3. Etiologi atau penyeba skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan oleh Kaplan
dan Sadock (1998) sebagai berikut:
a. Model diatesis-stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial
dan lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan
bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik
(diatesis) yang jika dikenal oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan gejala
skizofrenia.
b. Faktor biologis
Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofisiologis
untuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis
dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan
sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut mungkin
melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu
tempat potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik.
4. Kriteria Diagnostik Skizofrenia
Adapun kriteria diagnostik skizofrenia meliputi (Maramis, 2009)
a. Gangguan pada isi pikiran
Delusi atau kepecayaan salah yang mendalam merupakan
gangguan pikiran yang paling umum dihubungkan dengan skizofrenia.
Delusi ini mencakup delusi rujukan, penyiksaan, kebesaran, cinta,
kesalahan diri, kontrol, nihil dan pengkhianatan. Delusi lain berkenan
dengan kepercayaan irasional mengenai suatu proses berpikir, seperti
percaya bahwa pikiran bisa disiarkan, dimasuki yang lain atau hilang
dari alam pikirannya karena paksaan dari orang lain atau objek dari
luar. Delusi somatik meliputi kepercayaan yang salah dan aneh
tentang kerja tubuh, misalnya pasien skizofrenia menganggap bahwa
otaknya sudah dimakan rayap.
b. Gangguan pada bentuk pikiran, bahasa dan komunikasi
Proses berpikir dari pasien skizofrenia dapat menjadi tidak
teroganisasi dan tidak berfungsi, kemampuan berpikir mereka menjadi
kehilangan logika, cara mereka mengekspresikan dalam pikiran dan
bahasa dapat menjadi tidak dimengerti, akan sangat membingungkan
jika kita berkomunikasi dengan penderita, gangguan pikiran. Contoh
umum gangguan berpikir adalah inkoheren, kehilangan asosiasi,
neologisms, blocking dan pemakaian kata-kata yang salah.
c. Gangguan persepsi halusinasi
Halusinasi adalah salah satu simptom skizofrenia yang merupakan
kesalahan dalam persepsi yang melibatkan kelima alat indera kita
walaupun halusinasi tidak begitu terikat pada stimulus yang diluar
tetapi kelihatan begitu nyata bagi pasien skizofrenia. Halusinasi tidak
berada dalam kontrol individu, tetapi terjadi begitu spontan walaupun
individu mencoba untuk menghalanginya.
d. Gangguan afeksi (perasaan)
Pasien skizofrenia selalu mengekspresikan emosinya secara,
abnormal dibandingkan dengan orang lain. Secara umum, perasaan itu
konsisten dengan emosi tetapi reaksi ditampilkan tidak sesuai dengan
perasaannya.
e. Gangguan psikomotor
Pasien skizofrenia kadang akan terlihat aneh dan cara yang
berantakan, memakai pakaian aneh atau membuat mimik yang aneh
atau pasien skizofrenia akan memperlihatkan gangguan katatonik
stupor (suatu keadaan dimana pasien tidak lagi merespon stimulus dari
luar, mungkin tidak mengetahui bahwa ada orang di sekitarnya),
katatonik rigid (mempertahankan suatu posisi tubuh atau tidak
mengadakan gerakkan) dan katatonik gerakkan (selalu mengulang
suatu gerakkan tubuh) menonjol adalah efek yang menumpul,
hilangnya dorongan kehendak dan bertambahnya kemunduran sosial.
Menurut Eugen Bleuter (1857-1938) dalam Kaplon & Sadock.
(2010) membagi gejala-gejala skizoprenia menjadi 2 kelompok: gejala
positif dan negative. Gejala positif antara lain thougt echo, delusi,
halusinasi. Gejala negativnya seperti: sikap apatis, bicara jarang, efek
tumpul, menarik diri. Gejala lain dapat bersifat non-skizofrenia
meliputi kecemasan, depresi dan psikosomatik.

C. HALUSINASI
Halusinasi adalah gejala ganguan psikotik penderita skizofrenia yang
ditandai ganguan persepsi pada berbagai hal yang dianggap dapat dilihat,
didengar ataupun adanya perasaan dihina meskipun sebenarnya tidak
realitas.
Adapun ciri-ciri klinis dari penderita halusinasi yaitu :
a. Tidak memiliki insight yang jelas dan kesalahan dalam persepsi.
b. Adanya associative spiliting dan cognitive spiliting
Bentuk bentuk halusinasi yang berkaitan dengan penderita skizoprenia
yaitu :
a. Halusinasi pendengaran (audiotory hallucination) adalah penderita
skizofrenia yang mengalami ganguan psikotik melalui adanya
pendengaran terhadap objek suara0suara tertentu. Keadaan ini sering
terjadi ketika penderita skizofrenia tidak melakukan aktivitas.
Terjadi pada bagian Wernickes area.
b. Halusinasi pada bagian otak (brain imaging) yaitu ganguan daerah otak
terutama bagian brocas area adalah daerah pada bagian otak yang selalu
memberikan halusinasi pada penderita skizofrenia.
Tanda dan gejala halusinasi
Tanda:
1) Kepala menganguk-angguk seperti mendengar orang sedang
berbicara.
2) Mengerakkan bibir, tetapi suara atau bibir komat kamit tanpa suara.
3) Berbicara keras seperti ada teman bicara
4) Asyik sendiri, kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dan realita.
5) Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain.
6) Tidak mampu berspon terhadap perintah yang tidak kompleks, serta
berespon lebih dari satu orang.
7) Peningkatan tanda system saraf otonom (denyut jantung, pernafasan
dan tekanan darah).
Gejala :
1) Kurang tidur
2) Kelelahan
3) Nutrisi kurang
4) Infeksi
5) Keletihan
6) Isolasi social
7) Hilangnya kebebasan hidup
8) Harga diri rendah
9) Putus asa
10) Kehilangan motivasi
11) Rendahnya kemampuan bersosialisasi
12) Ketidakefektifan pengobatan
13) Ketidakadekuatan penanganan gejala
KASUS
A. PENGAKAJIAN
Nama Tn.S Tn. B
Isi Mengejek Tn. S bahwa Menyuruh Tn. B untuk mengamuk
dirinya tidak berguna
Frekuensi 3x sehari 3x sehari
Situasi Saat sendiri Saat sepi
Waktu Malam hari sebelum tidur Saat bangun tidur dan akan tidur
Respon Merasa tergangu dan sedih Merasa tergangu, marah dan takut

B. MASALAH KEPERAWATAN
Ganguan persepsi sensori : Halusinasi

C. POHON MASALAH
RPK

Core problem Halusinasi

Isolasi sosial

HDR
BAB III
DASAR PEMIKIRAN
World Health Organization (2009) memperkirakan 450 juta orang
diseluruh dunia mengalami gangguan jiwa, sekitar 10% orang dewasa mengalami
gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami
gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada
dewasa muda antara usia 18-21 tahun. Menurut National Insititute of Mental
Health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan
diperkirakan akan berkembang menjadi 25% ditahun 2030. Kejadian tersebut
akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun
ketahun diberbagai negara (NIMH, 2001).
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (24,3%), di ikuti Nagroe Aceh Darussalam (18,
5%), Sumatra Barat (17,7 %), NTB (10,9%), Sumatra Selatan (9,2%) dan Jawa
Tengah (6,8%), (Depkes RI, 2007). Secara merata di Provinsi Sulawesi Utara
hampir 1 di antara 10 penduduk (8,97%) menderita gangguan jiwa, dantertinggi di
Kabupaten Kepulauan Talaud (20%) (DinkesSulut, 2010). Prevalensi penderita
skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 sampai 1% dan biasanya timbul pada usia
sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 sampai 12 tahun
sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa,
maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia (Arif, 2006).
Salah satu gejala umum skizofrenia adalah halusinasi. Halusinasi adalah
suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau
pola rangsangan yang mendekat (baik yang simulasi secara eksternal maupun
internal) disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau
kerusakan rangsang tertentu. 3 halusinasi ada beberapa macam dan salah satunya
adalah halusinasi auditori. 3 klien dengan halusinasi auditori seringkali
mendengar suara-suara tersebut menyenangkan, bersifat menghina dan menuduh.
Hal ini menyebabkan klien tidak tidak tenang, gelisah, merasa tidak aman, dan
akhirnya menimbulkan kekerasan yang berkempanjangan.
Dari pengamatan yang peneliti lakukan di rumah warga yang anggota
keluarganya mengalami halusinasi, pangamanan halusinasi dalam keperawatan
adalah dengan membuat klien menghardik suara-suara tersebut dengan
mengatakan pergi saya tidak mau mendengar! pada beberapa klien cara ini
dapat memberikan efek yang baik, tetapi beberapa klien yang lain cara ini kurang
memberikan efek hilangnya halusinasi
BAB 1V
PELAKSANAAN TINDAKAN

Instrumen YANG digunakan berupa skala Positive And Negative


Syndrome Scale (PANSS) untuk memilih sempel yang akan digunakan dalam
penelitian dan pengkajian di lakukan dirumah warga yang anggotanya mengalami
halusinasi. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat digunakan untuk
mendapatkan gambaran tentang karakteristik responden, mendeskripsikan tingkat
halusinasi dengar kelompok eksperimen dan kelompok control sebelum dan
sesudah dilakukan terapi musik dan analisa bivariat digunakan untuk melihat
pengaruh terapi musik klasikterhadap tingkat halusinasinya pada pasien
skizofrenia (Hastono,2007).
Pemberian terapi musik dilakukan dalam waktu dua hari dengan empat
kali pemberian yerapi musik klasik yaitu pagi hari dan setelah makan siang
dengan pasien di kumpulkan dalam satu ruang dan didengarkan musik klasik.
Kami tertarik untuk mencobakan terapi musik terhadap halusinasi dengan
menggunakan musik klasik sebagai sarananya. Kami tertarik apakah suara
halusinasinya dapat hilang ketika klien diperdengarkan musik klasik. Cara ini juga
merupakan terapi yang murah dan tidak menimbulkan efek samping kimiawi.
Atas dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti hubungan terapi musik klasik
terhadap penurunan halusinasi pada pasien dengan skizofrenia paranoid di
Puskesmas Baki Sukoharjo
BAB V
PEMBAHASAN
A. ANALISA
Tindakan terapi musik klasik menggunakan musik kitaro dengan judul
koi dengan waktu 7 x 2 menit dalam waktu 2 hari di lakukan pagi hari
sesudah makan pagi makan pagi dan siang hari sesudah makan siang. Terapi
musik dilakukan pada kelompok experimen dengan responden 2 orang yang
semuanya menjadi kelompok intervensi
Setelah dilakukan tindakan terapi musik didapatkan hasil 2 orang
mengalami perubahan pada frekuensi halusinasi.

B. HASIL
Nama Tn. S Tn. B
Isi Mengejek Tn. S bahwa Menyuruh Tn. B untuk mengamuk
dirinya tidak berguna
Frekuensi 3x sehari 3x sehari

Situasi Saat sendiri Saat sepi


Waktu Malam hari sebelum tidur Sebelum tidur
Respon Merasa terganggu dan sedih Merasa terganggu, marah dan takut

C. KESIMPULAN
Disimpulkan bahwa adanya penurunan tingkat halusinasi yang telah
diberikan terapi musik klasik dan terdapat perbedaan yang signifikan antara
pretest dan posttest. Hal ini ditunjukan adanya perubahan frekuensi halusinasi
saat pretest dan posttest, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terapi
musik klasik terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia dengan
halusinasi pendengaran
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ada pengaruh terapi musik klasik terhadap skizofrenia paranoid dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi untuk pasien skizofrenia dengan pasien
halusinasi pendengaran di ruang flamboyan rumah sakit jiwa daerah DR RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

B. SARAN
Saran bagi peneliti lain yang akan melanjutkan penelitian ini hendaknya
menambah frekuensi, tidak ada perbedaan durasi pemberian terapi musik
klasik pada responden, instrumen yang digunakan teruji validitas dan
rehabilitas secara keseluruhan dan mencoba terapi musik klasik pada pasien
gangguan jiwa dengan diagnosa keperawatan lain seperti pada pasien perilaku
kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta
:EGC.
Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta :
EGC
Perry, Poter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Stuart, GW. 2006, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Penerbit : Buku Kedokteran
EGC : Jakarta
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 2004, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Penerbit :
Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai