Anda di halaman 1dari 15

ANALISA JURNAL

PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN JIWA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 10

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH

Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera yang tidak
terdapat stimulasi terhadap reseptornya. Halusinasi harus menjadi fokus perhatian
oleh tim kesehatan karena apabila halusinasi tidak ditangani secara baik, maka
dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan diri klien sendiri, orang lain dan
juga lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan halusinasi dengar klien sering
berisikan perintah melukai dirinya sendiri maupun orang lain (Rogers, et al., 1990
dalam Dunn & Birchwood, 2009).
Salah satu gejala positif yang sering pada klien skizofrenia adalah halusinasi.
Menurut Stuart dan Laraia (2005), yang menyatakan bahwa 70% klien skizofrenia
mengalami halusinasi. Pada penelitian juga menunjukkan 90% klien halusinasi
mengalami delusi, sedang pada klien delusi hanya 35% yang mengalami
halusinasi. Hal ini didukung oleh Thomas (1991, dalam Mc-Leod, et al., 2006)
yang menyatakan halusinasi secara umum ditemukan pada klien gangguan jiwa
salah satunya adalah pada klien skizofrenia.
Secara klinik dan evidence base, halusinasi dengar tersebut telah terbukti dapat
menyebabkan distress pada individu (Garety & Hemsley, 1987 dalam Dunn &
Birchwood, 2009). Distress disebabkan karena frekuensi halusinasi yang sering
muncul pada individu setiap harinya, kekerasan dari suara-suara yang
didengarnya, isi dari halusinasi dan juga keyakinan klien terhadap isi dari
halusinasinya (Dunn & Birchwood, 2009). Selain itu, halusinasi juga sering
menyebabkan ketakutan/ kecemasan bahkan depresi pada klien gangguan jiwa.
Dunn dan Birchwood (2009) juga menyebutkan 40% klien skizofrenia mengalami
depresi akibat halusinasi dengar yang dialaminya.
British Association for Behavioural and Cognitive Psychotherapies (2006)
menyatakan cognitive behaviour therapy adalah terapi yang membantu individu
merubah cara berfikir dan perilakunya sehingga perubahan itu membuat individu
merasa lebih baik, dan terapi ini berfokus pada here and now serta kesulitan yang
dihadapi. Dengan demikian cognitive behaviour therapy merupakan suatu terapi
yang membantu individu mengevaluasi kembali persepsi, keyakinan, cara berfikir,
dan perilaku yang tidak adaptif yang disebabkan oleh masalah yang dihadapinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai
rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi:
proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di
telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2005).
British Association for Behavioural and Cognitive Psychotherapies (2006)
menyatakan cognitive behaviour therapy adalah terapi yang membantu
individu merubah cara berfikir dan perilakunya sehingga perubahan itu
membuat individu merasa lebih baik, dan terapi ini berfokus pada here and
now serta kesulitan yang dihadapi. Dengan demikian cognitive behaviour
therapy merupakan suatu terapi yang membantu individu mengevaluasi
kembali persepsi, keyakinan, cara berfikir, dan perilaku yang tidak adaptif
yang disebabkan oleh masalah yang dihadapinya.

B. Etiologi
Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku
psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung
oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
C. Jenis halusinasi
Jenis Halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau
mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa
adanya rangsang apapun (Maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang
berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai
klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut
(Stuart, 2007).
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu
sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. Pohon masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Akibat)

Perubahan sensori perseptual: halusinasi ( Masalah Utama)

Isolasi sosial : menarik diri (Penyebab)


BAB III
KASUS

Di puskesmas terdapat pasien poli jiwa yang sedang melakukan kontrol


rutin dengan diagnosa medis skizofrenia dengan gangguan keperawatan yaitu
halusinasi penglhatan. Keluarga pasien tersebut mengatakan, pasien sering
menyendiri di kamar dan merasa ketakutan. Dilakukan pengkajian klien
mengatakan melihat pocongan ada dimana-mana dan membuat klien ketakutan.
Klien mengatakan merasa sangat terganggu dengan pocongan tersebut hingga
sautu ketika klien sampai mengamuk dan memecahkan kaca serta membantingi
barang disekitar klien.
Keluarga megatakan klien sudah pernah di rawat di rumah sakit jiwa
Surakarta dengan diagnosa yang sama. Klien saat ini sudah dirumah dan
melakukan rawat jalan di puskesmas. Kondisi klien saat ini masih tampak
bingung, tampak kurang kooperatif ketika diajak ngobrol, raut wajah ketakutan
maih tampak.
BAB IV
DIAGRAM FISH BONE

pemberian cognitive
behavior therapy
Belum optimalnya pemberian Topik TAK yang
terapi penanganan pasien membosankan untuk terapi
dengan halusinasi pasien

Sarana dan prasarana TAK


Kurang pahamnya perawat
yang kurang mendukung
dalam pemberian itervensi
untuk diadakannya TAK
keperawatan yang baru
yang baru
BAB V
ANALISA JURNAL

A. PICO
P (Problem/Population)
Halusinasi adalah Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya
rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan
atau sensasi: proses penerimaan rangsang
I (Intervention)
Cognitive behaviour therapy adalah terapi yang membantu individu
merubah cara berfikir dan perilakunya sehingga perubahan itu membuat
individu merasa lebih baik, dan terapi ini berfokus pada here and now
serta kesulitan yang dihadapi.
C (Comparation)
Tidak ada
O (Outcome)
Hasil yang didapatkan yaitu CBT lebih efektif menurunkan gejala
halusinasi secara bermakna karena CBT merupakan ketrampilan terbaru
yang dapat digunakan dalam pemberian aktivitas kelompok.
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera yang
tidak terdapat stimulasi terhadap reseptornya. Halusinasi harus menjadi
fokus perhatian oleh tim kesehatan karena apabila halusinasi tidak
ditangani secara baik, maka dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan
diri klien sendiri, orang lain dan juga lingkungan sekitar. Hal ini
dikarenakan halusinasi dengar klien sering berisikan perintah melukai
dirinya sendiri maupun orang lain (Rogers, et al., 1990 dalam Dunn &
Birchwood, 2009).
Secara klinik dan evidence base, halusinasi dengar tersebut telah terbukti
dapat menyebabkan distress pada individu (Garety & Hemsley, 1987
dalam Dunn & Birchwood, 2009). Distress disebabkan karena frekuensi
halusinasi yang sering muncul pada individu setiap harinya, kekerasan dari
suara-suara yang didengarnya, isi dari halusinasi dan juga keyakinan klien
terhadap isi dari halusinasinya (Dunn & Birchwood, 2009). Selain itu,
halusinasi juga sering menyebabkan ketakutan/ kecemasan bahkan depresi
pada klien gangguan jiwa. Dunn dan Birchwood (2009) juga menyebutkan
40% klien skizofrenia mengalami depresi akibat halusinasi dengar yang
dialaminya.
Peningkatan pengetahuan terjadi karena pada saat pelaksanaan cognitive
behavior therapy klien diberi informasi dan belajar keterampilan baru
dalam mengontrol halusinasinya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Oemarjoedi (2003), yang menyebutkan bahwa pada proses cognitive
behaviour therapy terdapat proses cognitive behaviour modification. Salah
satu dari proses cognitive behaviour modification adalah klien diajarkan
keterampilan baru untuk mengatasi masalah secara praktis agar dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Smith, et al. (2003) menyebutkan
bahwa proses pelaksanaan cognitive behaviour therapy memperkuat
keyakinan dan kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi yaitu
dengan cara melatih melakukan strategi koping dalam mengontrol
halusinasinya secara konsisten.
Selain itu, pada proses cognitive behaviour therapy, klien dipersiapkan
agar dapat melakukan intervensi dan memotivasi dirinya sendiri untuk
berubah, serta mampu berhadapan dengan kemungkinan resistensi dan
relapse melalui pelatihan stress inoculation. Pelatihan ini terdiri dari
kombinasi antara pemberian informasi, diskusi, restrukturisasi kognitif,
problem solving, relaksasi, pengulangan tingkah laku, monitor diri,
instruksi diri, penguatan diri, dan kemampuan dalam merubah lingkungan
(Oemarjoedi, 2003).
Dalam latar belakang yang ada, sudah dijelaska secara spesifik bahwa
halusinasi dapat disembuhkan dengan cara CBT. Hal ini sudah terbukti
dengan penelitian sebelumnya yang membahas tentang CBT untuk pasien
zkisofrenia dengan halusinasi

B. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitia yaitu quasi experimental. Dalam
penelitian ini tidak dibagai antara kelmpok perlakauan ataupun kelompok
kontrol. Menurut Nursalam 2008, bahwa quasi experimental merupakan
penelitian semu, sehingga dalam pembagian penelitian dibagi antara
kelompok kontrl dengan kelompok perlakuan.
Selain itu, jurnal tersebut menggunakan consecutive sampling. Teori
mengemukakan consecutive sampling seharusnya lebih dari 1 hari dalam
melakukan penelitian. Dalam juarnla ini tida ditemukan berapa hari
penelitian dilakukan.
Sehingga menurut kelompok, seharusnya jurnal ini menggunakan metode
yang ada kelompok kontrol sehingga dalam pemaparan metode dan hasil
yang dapat singkron.
C. Hasil
Dalam jurnal terebut didapatkan hasil bahwa CBT yang dilakukan pada
kelompok perlakukan megalami penurunan gejala halusiasi secara
signifikasn. Penurunan tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yag
membahas hal yang sama.
Akan tetapi dalam pemberian terapi cognitive behavior tidak bisa
dilakukan secara penuh untuk pasien dengan gangguan halusinasi
dikarenakan kurangnya sarana dan prasarana yang memadai dalam
pemberian terapi CBT. Sehingga intervensi ini tidak bisa dilakukan untuk
masyarakat. Selain itu tools yang digunakan berbeda dengan tools yang
sudah ada untuk pasien jiwa dengan halusinasi
BAB VII
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN

A. Kelebihan
Kelebihan dalam jurnal ini adalah latar belakang yang dipaparkan cukup
jelas sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh pembaca. Selain itu
hasil yang dipaparkan dapat terlihat jelas sehingga dapat dianalisa secara
spesifik

B. Kelemahan
Kelemahan dalam jurnal ini adalah metode yang digunakan, metode dalam
jurnal sudah tertulis dengan jelas, akan tetapi dalam pelaksanan berbeda.
Sehingga menurut kami seharusnya jurnal ini menggunakan kelompok
kontrol, sehingga hasil yang didapatkan lebih spesifik lagi antara
kelompok yang diberi perlakukan dan kelompok kontrol.
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan halusinasi menurun secara bermakna pada
kelompok yang mendapat cognitive behaviour therapy sedangkan
halusinasi pada kelompok yang tidak mendapat cognitive behaviour
therapy menurun secara tidak bermakna. Pengetahuan dan pelaksanaan
cara mengontrol halusinasi pada kelompok yang mendapat cognitive
behaviour therapy meningkat secara bermakna dan kelompok yang tidak
mendapat cognitive behaviour therapy meningkat secara bermakna juga.
Secara deskriptif didapat skor peningkatan pelaksanaan cara mengontrol
halusinasi pada kelompok yang mendapat cognitive behaviour therapy
lebih tinggi dari kelompok yang tidak mendapat terapi (DN, NN, MK).

B. Saran
Penelitian ini apat dikembankan lagi dengan dibuatnya tools yang lebih
jelas sehingga CBT dapat diberikan kepada masyarakat untuk menurunkan
kejadian halusinasi.

Anda mungkin juga menyukai