Anda di halaman 1dari 12

Buletin Psikologi ISSN 0854-7106 (Print)

2017, Vol. 25, No. 1, 45 – 53 ISSN 2528-5858 (Online)


DOI: 10.22146/buletinpsikologi.27193 https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi

Terapi Musik: Bebas Budaya atau Terikat Budaya?


Alma Marikka Geraldina1
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

Abstract
Music therapy began to show its existence as one of the new therapeutic methods. Music
therapy which was previously identic with Western society, is now starting to be used in
Indonesia. It began to develop as one of therapy methods in psychology field. Along with the
development of music therapy, the issues around music therapy are also an interesting study
material. Newly developed music therapy in Indonesia often has very different application
methods between one and another study, and the use of music as a method of therapy is still
being debated issue to find good operational standards. Therefore, this paper attempts to
examine the growing cultural-related assumptions around music and music therapy.

Keywords: culture, cultural psychology, cultural-related music therapy, music, music


therapy, psychology of music

Pengantar terapi musik sebagai hiburan (music therapy


entertainment), guided imagery, improvisasi,
Dibukanya klinik terapi musik1 oleh dan mendengarkan musik (Yinger, 2017).
Conservatory of Music Universitas Pelita Musik yang digunakan dalam terapi musik
Harapan Jakarta pada bulan Maret 2015, sendiri disarankan merupakan musik yang
menunjukkan pada publik bahwa terapi lembut dan teratur seperti instrumentalia
musik mulai menarik perhatian masyarakat dan musik klasik (Dillman Carpentier &
Indonesia, khususnya dari kalangan Potter, 2007).
akademisi (“Conservatory of Music UPH
Perkembangan terapi musik yang
Buka Klinik Terapi Musik,” 2015). Terapi tergolong masih baru, tentunya tidak lepas
musik sendiri merupakan intervensi yang dari berbagai perdebatan yang masih
sedang berkembang belakangan ini sebagai
mempertanyakan efektivitas, standar
sebuah intervensi sistematis dengan terapis
prosedur, musik yang digunakan dan
yang membantu klien untuk meningkatkan
berbagai hal lain yang menjadi detail dalam
kesehatan menggunakan pengalaman
terapi. Meski begitu, popularitas terapi
musik dan hubungan yang berkembang
musik semakin menanjak dari waktu ke
diantaranya sebagai kekuatan dinamis
waktu. Jika dahulu terapi musik banyak
perubahan (Bruscia, 2014).
dilakukan oleh masyarakat-masyarakat
Treatment dalam terapi musik dilaku- Barat, di masa sekarang Indonesia sudah
kan dalam berbagai metode, diantaranya mulai mempertimbangkan untuk menggu-
dengan menyanyi dan bermain instrumen, nakan terapi musik meskipun penggunaan-
menulis lagu, memilih lagu, reviu nya masih eksklusif dan terbatas (Rahardjo,
kehidupan bermusik (musical life review), 2016).
Seiring dengan perkembangannya,
1
Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilaku- pertanyaan mengenai detail-detail terapi
kan melalui: alma.marikka.g@ugm.ac.id

Buletin Psikologi 45
GERALDINA

musik mendorong dilakukannya riset untuk sehingga suara dering jam weker di pagi
mengungkap hal-hal baru yang belum hari, suara kucuran air di kamar mandi,
diangkat menjadi sebuah isu yang penting. suara desis penggorengan di dapur, suara
Tulisan ini dibuat sebagai salah satu kajian mobil di garasi, belum dapat disebut
mengenai unsur universalitas dan lintas sebagai musik jika tidak memenuhi unsur
budaya yang terdapat dalam terapi musik. keberaturan yang penting terdapat dalam
Diharapkan tulisan ini mampu memberikan musik (Campbell, 2001).
sumbangan bagi keilmuan psikologi
khususnya pada pengembangan Musik sebagai Sarana Terapi
pendekatan terapi musik.
Dalam perkembangannya, musik selalu
berkembang mengikuti perkembangan aktif
Pembahasan dari masyarakat. Pada zaman dahulu,
musik digunakan sebagai katalis untuk
Apa yang Dimaksud dengan Musik? menstimulasi emosi dan mengantarkan
individu pada kondisi istriahat dan
Pemandangan orang-orang berolahraga di
relaksasi sampai kemudian orang-orang
pagi hari dengan earphone di telinga sambil
Yunani pada abad kelima sebelum masehi
mengangguk-angguk tentunya tidak asing
menggunakan jenis musik tertentu untuk
lagi dijumpai. Orang-orang berhenti di
mengatasi orang-orang yang memiliki
jalanan untuk mendengarkan pemusik
masalah (Grocke & Wigram, 2007). Musik
jalanan mendendangkan lagunya, orang-
yang digunakan untuk penyembuhan pada
orang bernyayi mengikuti irama lagu yang
perkembangannya mengilhami lahirnya
diputar melalui handphone, orang-orang
terapi musik.
bersenandung mengikuti lagu yang diputar
di pusat perbelanjaan juga tentunya juga Terapi musik merupakan terapi yang
bukan merupakan pemandangan yang dilakukan menggunakan musik dan aktivi-
jarang dijumpai lagi. Ketika ditanya, apa tas musik untuk memfasilitasi proses terapi
yang sedang mereka lakukan? Mereka akan dalam membantu kliennya. Sebagaimana
menjawab “saya sedang mendengarkan halnya terapi yang merupakan upaya yang
musik”. Namun apakah yang dimaksud dirancang untuk membantu orang dalam
dengan ‘musik’ itu sendiri? konteks fisik atau mental, terapi musik
mendorong klien untuk berinteraksi,
Djohan (2009) mendefinisikan musik improvisasi, mendengarkan, atau aktif
sebagai produk pikiran, maka dari itu bermain musik (Djohan, 2006).
elemen vibrasi (fisika dan kosmos) dalam
World Federation of Music Therapy
bentuk frekuensi, amplitudo, dan durasi
belum menjadi musik bagi manusia sampai menjelaskan terapi musik sebagai
semua itu ditransformasi secara neurologis penggunaan profesional dari musik dan
dan diintepretasikan melalui otak menjadi elemennya sebagai salah satu intervensi
pitch (nada-harmoni), timbre (warna suara), dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan
dinamika (keras-lembut), dan tempo (cepat- lingkungan sehari-hari dengan individu,
lambat). Musik adalah suara yang disusun kelompok, keluarga, atau komunitas yang
demikian rupa sehingga mengandung mencoba untuk melakukan optimalisasi
irama, lagu, dan keharmonisan terutama kualitas hidupnya dan meningkatkan
suara yang dihasilkan dari alat-alat yang kesehatan fisik, sosial, komunikatif,
dapat menghasilkan bunyi (Suryana, 2012). emosional, intelektual, spiritualnya serta
Musik berkaitan dengan unsur keberaturan, kondisi well-being dirinya (Edwards, 2017).

46 Buletin Psikologi
TERAPI MUSIK: BEBAS BUDAYA ATAU TERIKAT BUDAYA?

Lebih lanjut, terapi musik dapat dide- Musik juga menyediakan media relaksasi
finisikan sebagai sebuah aktivitas terapeutik dengan komunikasi lewat ritme, men-
yang menggunakan musik sebagai media dengarkan musik, isyarat non-verbal,
untuk memperbaiki, memelihara, mengem- eksplorasi, gerakan, dan improvisasi (Torres
bangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi. ML, Ramos V, Suarez PC, Garcia S, &
Terapi musik juga dijelaskan sebagai sebuah Mendoza M, 2016).
proses intervensi sistematis dengan terapis
yang membantu klien untuk meningkatkan Musik sebagai Sarana Terapi: Bebas Budaya vs
kesehatan menggunakan pengalaman Terikat Budaya
musik dan hubungan yang berkembang
Musik dan manfaatnya sebagai sarana
diantaranya sebagai kekuatan dinamis
penyembuhan dalam terapi telah banyak
perubahan (Bruscia, 2014). Pengertian yang
diungkapkan dalam berbagai penelitian dan
sama juga diberikan oleh Do (2012) yang
berbagai literatur. Musik sendiri dianggap
menjelaskan terapi musik sebagai penggu-
merupakan sesuatu yang ”spesial” sebagai
naan klinis dari intervensi musik untuk
metode terapi, dikarenakan adanya
mencapai tujuan individual dalam hubung-
pendapat yang menjelaskan jika musik
an terapeutik oleh seorang profesional yang
merupakan bahasa universal yang mem-
sudah menyelesaikan program pendidikan
fasilitasi belajar, membangun hubungan,
terapi musik. self-expression, dan komunikasi (Havlat,
Selama ini terapi musik banyak diguna- 2006).
kan untuk mengatasi berbagai permasa-
Do (2012) menjelaskan bahwa musik
lahan seperti untuk menurunkan stres
bersifat universal. Musik akan menyediakan
(Rosanty, 2014), terapi musik untuk “jembatan” alami antara individu dengan
menurunkan kecemasan pada pasien yang individu lain, dengan lingkungan, memfa-
akan menjalani pengobatan (Savitri, silitasi hubungan, belajar, self-expression dan
Fidayanti, & Subiyanto, 2016). Musik juga komunikasi. Musik menangkap dan
digunakan sebagai media untuk mening- membantu memelihara perhatian. Musik
katkan well-being (Weinberg & Joseph, 2017), juga sangat memotivasi dan digunakan
dan sebagai media intervensi untuk sebagai natural reinforcer untuk respon yang
pengembangan kemampuan anak autis diinginkan (Do, 2012).
(Eren, 2015; Havlat, 2006; Kim, Wigram, &
Gold, 2008; Lim, 2010; Shi, Lin, & Xie, 2016). Alasan universalitas dari musik inilah
yang selanjutnya banyak digunakan
Penelitian-penelitian tersebut menun- menjadi pijakan dalam berbagai penelitian
jukkan jika terapi musik memiliki manfaat yang menggunakan musik sebagai media
untuk menurunkan stress, meningkatkan utama terapi, seperti penelitian yang
well-being individu dan bahkan dapat dilakukan oleh Havlat (2006) yang
dikembangkan sebagai media untuk menggunakan musik sebagai sarana terapi
optimalisasi perkembangan kemampuan
untuk mengembangkan kemampuan
penyandang autis karena musik yang komunikasi verbal dan non-verbal anak
mampu menjembatani komunikasi antara autis. Penelitian ini menggunakan terapi
terapis dengan subjek dalam komunikasi musik karena menganggap musik sebagai
verbal maupun non-verbal. Terapi musik aspek universal pengganti bahasa yang
memberikan fasilitas pada individu yang dapat digunakan untuk membangun
menjalani terapinya untuk masuk dalam komunikasi dengan anak autis (Havlat,
proses yang emosional, bebas, dan kreatif. 2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh

Buletin Psikologi 47
GERALDINA

Fritz juga menunjukkan bahwa musik Persepsi emosi adalah kemampuan


dalam tataran tertentu memiliki aspek yang untuk mengidentifikasi dan menguraikan
dapat dikenali secara universal seperti pada emosi pada wajah, gambar, suara, dan
ekspresi wajah dan emotional prosody (Fritz artefak budaya seperti musik. Musik sendiri
et al., 2009). merupakan kode emosi yang dapat
diterjemahkan secara subjektif. Keakuratan
Terapi musik adalah terapi yang
deteksi emosi dari sebuah musik/lagu dapat
universal dan bisa diterima oleh semua
disejajarkan dengan deteksi emosi dari
orang karena tidak membutuhkan kerja
ekspresi atau ekspresi verbal. Unsur prosodi
otak yang berat untuk menginterpretasi
dalam musik juga merupakan salah satu
alunan musik. Terapi musik sangat mudah
unsur dalam komunikasi dasar yang
diterima organ pendengaran dan kemudian
berperan sebagai kode informasi yang
melalui saraf pendengaran disalurkan ke
memungkinkan pembicaraan menjadi dapat
bagian otak yang memproses emosi (sistem
dirasakan, lebih dari sekedar verbal saja. Di
limbik) (Reza, Ali, Saeed, Abul-Qasim, &
sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh
Reza, 2007). Namun di sisi lain, beberapa
Scherer et al., menunjukkan jika ada
pendapat menyatakan bahwa musik adalah
pengaruh kultur yang spesifik dalam
sebuah produk budaya.
mengidentifikasi emosi dalam musik
Unsur-unsur budaya yang terdapat (dalam Argstatter, 2016).
dalam musik terlihat jelas dalam beberapa
Hasil dari penelitian tersebut menjelas-
penelitian terbaru. Salah satunya adalah
kan jika emosi dasar yang disampaikan
penelitian yang dilakukan oleh Argstatter
lewat musik diterima oleh pendengar sesuai
(2016) yang mencoba meninjau apakah
dengan latar belakang budaya yang
emosi dalam musik dirasakan secara uni-
dimilikinya. Hal ini menjelaskan sisi lain
versal oleh pendengar dengan background
dari adanya pengaruh budaya dalam musik.
kultur yang berbeda. Penelitian mengenai
Penelitian serupa dilakukan oleh Laukka et
persepi emosi dari musik menjadi penting
al. (2013), yang mencoba menggali apakah
karena musik dalam intepretasinya tidak
emosi bisa dikomunikasikan dengan musik
bisa dipisahkan dari emosi (Argstatter,
dalam setting kultur yang berbeda.
2016).
Penelitian tersebut dibuat karena dilatar-
Ditinjau dari sejarahnya, musik di masa belakangi perdebatan apakah ekspresi dari
lalu terikat dengan dua fungsi pokok, yaitu musik merupakan hal yang dapat
sebagai sarana nemesis (dari bahasa Yunani diidentifikasi secara universal atau kultural.
yang artinya transformasi dan imitasi dari Musik sebagai fenomena muncul di
luar ke dalam diri manusia) dan juga berbagai kultur, ditambah bahwa unsur
katarsis yang mengandung arti pemurnian utama dari musik seperti pitch dan durasi
jiwa melalui pengalaman emosional. Pada merupakan aspek yang dapat dikenali
perannya sebagai sarana nemesis, musik secara universal. Di sisi lain, musik juga
ditunjukkan dalam permainan opera yang dianggap sebagai produk kultur karena
tidak hanya membawakan musiknya saja persepsi dan kognisi dari struktur elemen
namun juga dituntut untuk menjiwai peran musik yang dikenali secara berbeda oleh
yang dibawakannya. Sedangkan sebagai manusia dengan background kultur yang
sarana katarsis, musik dipandang sebagai berbeda (Laukka, Eerola, Thingujam,
saran mengekspresikan diri. Maka dari itu Yamasaki, & Beller, 2013).
musik sangat erat kaitannya dengan emosi
(Djohan, 2006).

48 Buletin Psikologi
masyarakat

dirasakan

tersebut

sebenarnya

(Laukka et al., 2013).

nya dalam

terdapat

adalah terapi musik untuk klien

kecemasan.
dilakukan
Buletin Psikologi 49
Encoding

The performer’s

intended

expression

penelitian mengenai kultur yang sensitif


dalam terapi musik. Dicontohkan dalam
Meninjau dari bagan tersebut, emosi
yang ingin disampaikan oleh pemain musik
melewati proses encoding ke dalam bentuk
musik, kemudian melalui proses decoding
sebelum sampai ke pendengar. Dalam
proses encoding dan decoding ini terdapat
faktor budaya yang menjadi latar belakang
pemain musik dengan pendengar. Latar
belakang budaya yang dimiliki oleh pemain
dan pendengar ini nantinya akan meme-
ngaruhi tersampaikannya intensi yang
sesungguhnya dari musik yang diterima
oleh pendengar. Bisa jadi maksud sesung-
guhnya yang ingin disampaikan dari musik
menjadi “bergeser” dikarenakan dipersepsi-
kan oleh pendengar sebagai maksud lain.
Asumsi ini dikhawatirkan akan terjadi pada
penelitian-penelitian yang menggunakan
media musik klasik barat dalam proses
intervensinya untuk klien orang Indonesia.

Pemilihan atau pembuatan lagu-lagu


dalam terapi musik digunakan untuk
meminimalisasi faktor latar belakang
budaya tidak hanya dari kliennya saja
namun dari latar belakang budaya terapis
juga. Jika terapis dan klien memiliki faktor
latar belakang budaya yang sangat berbeda
dikhawatirkan hal ini akan memengaruhi
proses terapi itu sendiri (Goelst, 2016).
Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Goelst pada tahun 2016. Goelst melakukan
melakukan intervensi demi perubahan
klien, namun faktor-faktor budaya yang
penelitian tersebut terapi musik untuk masih terikat di dalamnya perlu diperhati-
masyarakat Afrika-Amerika berbeda karena kan dan dimodifikasi lebih lanjut sebelum
mereka memiliki spiritual-religiusitas, juga memberikan stimulus musik yang akan
paham masyarakat kolektivis yang berbeda digunakan dalam setting terapi. Namun
dengan masyarakat kulit putih. Faktor- penjelasan ini juga membuka kemungkinan
faktor ini nantinya memengaruhi prosedur, akan adanya pengembangan terapi-terapi
bahasa, lagu-lagu, dan detail lainnya yang musik di masa depan menggunakan budaya
digunakan dalam terapi musik. Contohnya lokal tetapi dengan standardisasi yang lebih
masyarakat Afrika-Amerika tersebut bisa layak seperti terapi musik menggunakan
diterapi menggunakan musik-musik gereja, gamelan juga terapi menggunakan lagu-
musik-musik tradisional, dan sebagainya lagu daerah mengingat Indonesia kaya akan
(Goelst, 2016). budaya termasuk keseniannya. Selain lagu
Hal ini merupakan salah satu dari yang dipilih mempertimbangkan faktor
kekurangan terapi musik yang belum budaya, faktor-faktor lain yang sekiranya
banyak disorot. Terapi musik mungkin memengaruhi seperti faktor keluarga dan
merupakan metode yang efektif untuk

50 Buletin Psikologi
TERAPI MUSIK: BEBAS BUDAYA ATAU TERIKAT BUDAYA?

religiusitas yang khas dari masyarakat terikat dengan latar belakang budaya klien
Indonesia juga perlu dipertimbangkan yang terlibat di dalamnya. Keterikatannya
dalam proses pemilihan lagu dan proses dengan budaya ini membuat terapi musik
berjalannya terapi. Selanjutnya diperlukan perlu memperhatikan detail-detail lagu
standardisasi prosedur terapi untuk yang digunakan dalam terapi dengan
menghasilkan terapi musik yang efektif. memperhatikan latar belakang klien yang
akan mendapatkan terapi. Namun keter-
Di masa depan, kritik tentang adanya
batasan ini diharapkan justru membuka
peran budaya dalam terapi musik mungkin
kemungkinan untuk dikembangkannya
akan mengilhami lahirnya metode musik
terapi musik lanjutan berbasis kesenian
terapi yang bersifat multikultural. Dengan
tradisional di masa depan.
begitu terapi musik akan terus berkembang
dan dapat memperbaiki diri terus menerus
di masa depan. Daftar Pustaka

Argstatter, H. (2016). Perception of basic


Penutup
emotions in music: Culture-specific or
multicultural? Psychology of Music, 44(4),
Universalitas yang dimiliki musik merupa-
674–690.
kan salah satu alasan mengapa musik
dikembangkan menjadi sarana terapi pada Bruscia, K. E. (2014). Defining music therapy
akhirnya. Musik digunakan untuk meng- (3rd ed). Gilsum, NH: Barcelona
hadirkan situasi yang diinginkan dalam Publishers.
setting terapi, musik digunakan untuk Campbell, D. G. (2001). The Mozart effect:
membangun komunikasi dengan pasien Tapping the power of music to heal the body,
bahkan melalui jalur non-verbal dalam strengthen the mind, and unlock the
terapi, musik bahkan juga digunakan untuk creative spirit. New York: Quill.
menghadirkan emosi-emosi positif dan
Conservatory of Music UPH Buka Klinik
mengurangi emosi-emosi negatif yang
Terapi Musik. (2015, April 22). Retrieved
terdapat dalam diri klien terapi (Djohan,
from http://www.uph.edu/id/
2006).
component/wmnews/new/2162-
Bertolak belakang dengan konsep conservatory-of-music-uph-buka-klinik-
tersebut, musik justru tidak dapat diidenti- terapi-musik.html
fikasi secara universal seperti dari segi Dillman Carpentier, F. R., & Potter, R. F.
persepsi emosi dalam musik yang ternyata (2007). Effects of music on physiological
diidentifikasi sesuai dengan latar belakang arousal: Explorations into tempo and
budaya dari pendengar musik tersebut. genre. Media Psychology, 10(3), 339–363.
Sementara musik yang dihadirkan dalam
Djohan. (2006). Terapi musik: Teori dan
setting terapi digunakan sebagai sarana
aplikasi. Yogyakarta: Galangpress.
untuk melakukan kontrol terhadap emosi
klien. Berdasarkan penjelasan tersebut Djohan. (2009). Psikologi musik. Yogyakarta:
apakah masih bisa dikatakan jika terapi Best Publisher.
musik sifatnya bebas dari budaya? Do, W. D. M. T. (2012). Music therapy.
Terapi musik mungkin metode yang Retrieved from http://registration.ocali.
efektif digunakan sebagai metode intervensi org/rms_event_sess_handout/5942_Han
namun masih memiliki keterbatasan yang dout.pdf
sebelumnya kurang diperhatikan yaitu

Buletin Psikologi 51
GERALDINA

Eren, B. (2015). The use of music Kim, J. (2006). The effects of improvisational
interventions to improve social skills in music therapy on joint attention behaviours
adolescents with autism spectrum in children with autistic spectrum disorder.
disorders in integrated group music unknown. Retrieved from http://vbn.
therapy sessions. Procedia - Social and aau.dk/ws/files/66948224/jinah_kim.pdf
Behavioral Sciences, 197, 207–213. doi:
Kim, J., Wigram, T., & Gold, C. (2009).
10.1016/j.sbspro.2015.07.125
Emotional, motivational and inter-
Fan, Q. (2014). Research of lens model in personal responsiveness of children
music emotional communication. with autism in improvisational music
BioTechnology: An Indian Journal, 10(19). therapy. Autism, 13(4), 389–409. doi:
Retrieved from http://www. 10.1177/1362361309105660
tsijournals.com/abstract/research-of- Kurnianingsih, D., Suroso, J., & Muhajirin,
lens-model-in-music-emotional- A. (2017). Efektifitas terapi musik klasik
communication-8144.html terhadap penurunan stres kerja perawat
Fritz, T., Jentschke, S., Gosselin, N., IGD di RSUD dr. R. Goetheng
Sammler, D., Peretz, I., Turner, R., … Taroenadibrata Purbalingga tahun 2013.
Koelsch, S. (2009). Universal Recog- Prosiding Seminar Nasional & Interna-
nition of Three Basic Emotions in Music. sional. Retrieved from http://jurnal.
Current Biology, 19(7), 573–576. unimus.ac.id/index.php/psn12012010/ar
doi:10.1016/j.cub.2009.02.058 ticle/view/870

Goelst, I. L. (2016). Multicultural music Laukka, P., Eerola, T., Thingujam, N. S.,
therapy: A manual on cultural sensitivity Yamasaki, T., & Beller, G. (2013).
in music therapy practice. The Florida Universal and culture-specific factors in
State University. Retrieved from http:// the recognition and performance of
search.proquest.com/openview/9576abb musical affect expressions. Emotion,
71833230ec65e305f1776397c/1?pq- 13(3), 434–449. doi: 10.1037/a0031388
origsite=gscholar&cbl=18750&diss=y
Lim, H. A. (2010). Effect of “developmental
Grocke, D. E., & Wigram, T. (2007). Receptive speech and language training through
methods in music therapy techniques and music” on speech production in
clinical applications for music therapy children with autism spectrum disor-
clinicians, educators, and students. ders. Journal of Music Therapy, 47(1), 2–
London; Philadelphia: Jessica Kingsley 26.
Publishers. Retrieved from http://site. Edwards, J (Ed). (2017). The Oxford
ebrary.com/id/10182455 handbook of music therapy. Oxford:
Havlat, J. J. (2006). The effects of music therapy Oxford University Press
on the interaction of verbal and non-verbal Rahardjo, W. (2016). Terapi musik untuk
skills of students with moderate to severe kesehatan. Femina. Retrieved from
autism. California State University San https://www.femina. co.id/health-
Marcos. Retrieved from http://www. diet/terapi-musik-untuk-kesehatan
juniordrummer.com/therapy1.pdf
Reza, N., Ali, S. M., Saeed, K., Abul-Qasim,
Juslin, P. N., & Sloboda, J. A. (Eds.). (2008). A., & Reza, T. H. (2007). The impact of
Music and emotion: Theory and research music on postoperative pain and anxiety
(Reprinted). Oxford: Oxford Univ. following cesarean section. Middle East J
Press. Anesthesiol, 19(3), 573–586.

52 Buletin Psikologi
TERAPI MUSIK: BEBAS BUDAYA ATAU TERIKAT BUDAYA?

Rosanty, R. (2014). Pengaruh musik mozart Suryana, D. (2012). Terapi musik (Vols. 1–5).
dalam mengurangi stres pada Retrieved from https://books.google.
mahasiswa yang sedang skripsi. Journal co.id/
of Educational, Health and Community Torres ML, M., Ramos V, J., Suarez PC, M.,
Psychology, 3(2), 71–78. Garcia S, A., & Mendoza M, T. (2016).
Savitri, W., Fidayanti, N., & Subiyanto, P. Benefits of Using Music Therapy in
(2016). Terapi musik dan tingkat Mental Disorders. Journal of Biomusical
kecemasan pasien preoperasi. Media Engineering, 04(2). doi: 10.4172/2090-
Ilmu Kesehatan, 5(1), 1–6. 2719.1000116

Shi, Z.-M., Lin, G.-H., & Xie, Q. (2016). Weinberg, M. K., & Joseph, D. (2017). If
Effects of music therapy on mood, you’re happy and you know it: Music
language, behavior, and social skills in engagement and subjective wellbeing.
children with autism: A meta-analysis. Psychology of Music, 45(2), 257–267.
Chinese Nursing Research, 3(3), 137–141. Yinger, O. S. (2017). Music therapy: Research
doi: 10.1016/j.cnre.2016.06.018 and evidence-based practice. S.l.: Elsevier.
Buletin Psikologi 53

Anda mungkin juga menyukai