Anda di halaman 1dari 126

1

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PSIKOLOGIS TERHADAP


KINERJA PERAWAT DALAM KELENGKAPAN REKAM MEDIS DI RUANG
RAWAT INAP RUMAH SAKIT STELLA MARIS MAKASSAR
(STUDI KASUS)

THE INFLUENCE OF INDIVIDUAL AND PSYCHOLOGICAL


CHARACTERISTICS ON NURSES’ PERFORMANCE IN
THECOMPLETENESS OF MEDICAL RECORD IN INPATIENT ROOM OF
STELLA MARIS HOSPITAL MAKASSAR
(CASE STUDY)

DEBBY YULIANTI

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2

2012

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PSIKOLOGIS TERHADAP


KINERJA PERAWAT DALAM KELENGKAPAN REKAM MEDIS DI
RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT STELLA MARIS MAKASSAR

TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Magister

Program Studi
Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh:

DEBBY YULIANTHI

Kepada
3

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini


Nama : DEBBY YULIANTHI
Nomor Mahasiswa : P1806208509
Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis


yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut.

Makassar, Januari 2011


4

Yang
menyatakan

DEBBY YULIANTHI
5
6

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah,

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan dan penulisan tesis ini dapat

terselesaikan. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah salah

satu persyaratan guna memperoleh gelar Magister Adiministasi Rumah Sakit

pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

Makassar. Selain itu hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangan

manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Berbagai kendala dihadapi

oleh penulis dalam proses penulisan tesis ini, namun dengan bantuan dari

berbagai pihak maka segala hambatan yang ditemui penulis dapat

diselesaikan dengan baik dan pada waktunya.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada yang terhormat, Bapak Dr. dr. H. Noer Bahry

Noor, M.Sc, selaku ketua komisi penasehat dan Bapak Dr. dr. H. Rasyidin

Abdullah, MPH, MH.Kes, selaku anggota komisi penasehat, yang berkenan

memberikan bantuan dan bimbingan serta motivasi dengan ikhlas telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya yang telah diberikan mulai dari

pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian, pelaksanaan

penelitian, sampai penyusunan dan penulisan tesis ini.


7

Selain itu, banyak pihak yang telah dengan tulus ikhlas memberikan

bantuan dalam proses penulisan tesis ini. Oleh karena itu dalam kesempatan

ini juga, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. H.M. Alimin Maidin, MPH selaku Dekan

Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan bantuan

dan dukungan moril dan sebagai salah satu dosen penguji yang

telah memberikan arahan, kritik dan saran-sarannya demi

kesempurnaan dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. dr. H. Noer Bahry Noor, M.Sc, selaku Ketua Program

Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan bantuan

dan dukungan moril dalam proses penyelesain tesis ini.

3. Bapak Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS, selaku Ketua Konsentrasi

Magister Administrasi Rumah Sakit yang telah memberikan

bantuan dan dukungan moril dan sebagai salah satu dosen

penguji yang telah memberikan arahan, kritik dan saran-sarannya

demi kesempurnaan dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Rahman Kadir, MS, sebagai salah satu

dosen penguji yang telah memberikan arahan, kritik dan saran-

sarannya demi kesempurnaan dalam penulisan tesis ini.


8

5. Bapak dan ibu staff pengajar yang telah memberikan ilmunya,

serta seluruh staff administrasi pada konsentrasi MARS program

studi Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar,

yang telah banyak membantu dan mempermudah penulis dalam

menyelesaikan studi.

6. Direktur Rumah Sakit Stella Maris, staff rekam medis, khususnya

kepada drg. Angelina M. Jobs, MARS, selaku kepala bagian

rekam medis dan seluruh perawat rawat inap Rumah Sakit Stella

Maris yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi

responden.

7. Yang terhormat kedua orang tuaku, Sutrisyanto, MBA, dan R. A.

Daisy Sudoyo serta kakakku, Deddy Sudoyo, dan adik-adikku

tercinta Rizka Trisy Ayuningratih, ST dan Rizki Trisy Ayuningratri,

SE,Ak, yang telah memberikan perhatian dan dukungan dalam

proses penyusunan tesis ini.

8. Yang tercinta suamiku, R. Agus Setiawan yang selau memberikan

dukungan dan semangat serta anakku tersayang, Dhiyaa Rahma

Nabila (Dea) atas pengertian dan kasih sayang dalam

menghadapi segala keluhan, rintangan dan halangan dalam

menyelesaikan tesis ini.

9. Seluruh rekan-rekan kuliah MARS IX yang telah memberikan

dukungan, semangat serta sebuah persahabatan dan kerjasama


9

yang baik selama menempuh pendidikan di Program Studi

Kesehatan Masyarakat Konsentrasi MARS Unhas Makassar.

10. Kerabat dan tetangga terdekat yang selalu memberikan bantuan

untuk mengurus dan menemani Dhiyaa selama proses penulisan

tesis ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

terima kasih karena telah banyak membantu dan memberikan

dorongan.

Semoga Allah SWT, berkenan membalas semua kebaikan dan

ketulusan Bapak/Ibu/Saudara/i dan teman-teman serta keluargaku tercinta.

Akhir kata, semoga penelitian ini dapat berguna bermanfaat bagi orang lain.

Makassar, Januari 2012

Debby Yulianthi

ABSTRAK

Debby Y. Pengaruh Karakteristik Individu dan Psikologis Terhadap Kinerja


Perawat Dalam Kelengkapan Rekam Medis di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Stella Maris Makassar (dibimbing oleh Noer Bahry Noor dan Rasyidin
Abdullah).

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik individu


(umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, kemampuan dan ketrampilan,
pengetahuan dan pelatihan) dan psikologis (sikap, motivasi) terhadap kinerja
10

perawat dalam kelengkapan rekam medis di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Stella Maris Makassar.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi
kasus dengan menggunakan metode survey dan observasi. Pendekatan studi kasus
pada penelitian ini menunjukkan bahwa fenomena yang digambarkan hanya terjadi
pada satu tempat/lokasi tertentu yaitu Rumah Sakit Stella Maris Makassar dan tidak
berlaku untuk rumah sakit-rumah sakit lain. Pemilihan sampel dilakukan dengan total
sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh kelompok umur


dan pengalaman terhadap kinerja perawat dalam pengisian rekam medis.
untuk itu, diperlukan koordinasi dari pihak manajemen terhadap bagian
perawatan khususnya ruang rawat inap tentang pentingnya kelengkapan
pengisian rekam medis, agar pengisian rekam medis menjadi lebih optimal
pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar.

Kata kunci : kinerja perawat, kelengkapan rekam medis

ABSTRACT

Debby Y. The Influence of Individual and Psychological Characteristic


on Nurses’ Performance In The Completeness of Medical Record in Inpatient
Room of Stella Maris Hospital Makassar (supervised by Noer Bahry Noor
and Rasyidin Abdullah).

This aim of the research is to analyze whether there is the influence of


individual characteristics (age, sex, education, working period, capability and
11

skills, knowledge and training) and psychological characteristics (attitude,


motivation) on nurses’ performance in the completeness of medical record in
Inpatient Room of Stella Maris Hospital, Makassar.
The research was a quantitative study with a case study approach by
using survey and observation method. This case study approach indicated
that the described phenomenon only occurred in particular location, i.e. Stella
Maris Hospital, Makassar. The sample was selected by using total sampling
method.
The results of the research reveal that age group and experience have
an influence on nurses’ performance in filling in the medical record.
Therefore, coordination between the management and the nursing
department is needed especially in the inpatient room on the importance of
filling in the medical record, so it becomes more optimal in Inpatient Room
Stella Maris Hospital, Makassar.

Keywords : nurses’ performance, the completeness of medical record


12

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Halaman Pengajuan ii

Halaman Pengesahan iii

Halaman Pernyataan Keaslian iv

PRAKATA v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

Daftar Isi……………………………………………………………………………….. viii

Daftar Tabel…………………………………………………………………………… xi

Daftar Gambar………………………………………………………………………… xiii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………....
1

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………….... 11

C. Tujuan Penelitian………………………………………………………………... 13
13

D. Manfaat Penelitian………………………………………………………………. 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….. 17

A. Rumah Sakit……………………………………………………………………… 17

B. Manajemen Keperawatan……………………………………………………….
20
C. Rekam Medis……………………………………………………………………...

D. Kinerja…………………………………………………………………………….. 21

E. Karakteristik Individu……………………………………………………………. 31
F. Karakteristik Psikologis………………………………………………………….
40
G. Kerangka Teori……………………………………………………………………

H. Kerangka Konsep……………………………………………………………….. 58

I. Hipotesis…………………………………………………………………………..
63
J. Definisi Operasional……………………………………………………………..
64

65

67

BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………………... 69

A. Desain Penelitian..…..………………………………………………………….. 69

B. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………………


69
C. Populasi …………………...………………………………………………...........

D. Sampel……………………………………………………………………………. 69

E. Jenis dan Sumber Data.................................................................................


14

F. Teknik Pengumpulan Data…………………………………………………….. 70

G. Variabel Penelitian…………….…………………………………………………
70
H. Uji Validitas dan Reliabilitas..........................................................................

I. Teknik Analisis Data…………………………………………………………….. 71

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 72

A. Hasil Penelitian.............................................................................................. 73
B. Pembahasan..................................................................................................
73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

74
A. Kesimpulan....................................................................................................

B. Saran............................................................................................................. 74

Daftar Pustaka
87

Lampiran
116

116

117
15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori..………………………………………………….. 63


16

Gambar 2.2 Kerangka Konsep................………………………………….. 64

DAFTAR TABEL
17

Tabel 1.1 Data Kelengkapan Berkas Rekam Medis Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.............................................................................
9

Jumlah Tenaga Perawat per Unit Kerja........................................


Tabel 1.2 10

Definisi Operasional Penelitian.....................................................


Tabel 2.1 67

Jumlah Tenaga Perawat di masing-masing unit kerja...................


Tabel 4.1 76

Jumlah Tempat Tidur di masing-masing unit kerja........................


Tabel 4.2 76

Distribusi Perawat Berdasarkan Kelompok Umur.........................


Tabel 4.3 77

Distribusi Perawat Berdasarkan Pendidikan.................................


Tabel 4.4 77

Distribusi Perawat Berdasarkan Pernah mengikuti Pelatihan......


Tabel 4.5 78

Distribusi Perawat Berdasarkan Pengalaman Kerja.....................


Tabel 4.6 78

Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori


Tabel 4.7
Pengetahuan…………………………………………………………
79
Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori
Tabel 4.8 Keterampilan………………………………………………………….

Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Sikap………………….. 79

Tabel 4.9 Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Motivasi……………….. 80

Tabel4.10 Distribusi Perawat Berdasarkan Kinerja Perawat………………… 80


18

Tabel 4.11 Pengaruh Kategori Umur terhadap Kinerja Perawat…………….. 81

Tabel 4.12 Pengaruh Kategori Pendidikan terhadap Kinerja Perawat……… 82

Tabel 4.13 Pengaruh Kategori Pengalaman Kelompok terhadap Kinerja 82

Perawat……………………………………………………………......
Tabel 4.14

Pengaruh Kategori Pelatihan terhadap Kinerja Perawat…………


83

Pengaruh Kategori Pengetahuan terhadap Kinerja Perawat…….


Tabel 4.15 84

Pengaruh Kategori Keterampilan terhadap Kinerja Perawat…….


Tabel 4.16 84

Pengaruh Kategori Sikap terhadap Kinerja Perawat……………...


Tabel 4.17 85

Pengaruh Kategori Motivasi terhadap Kinerja Perawat…………..


Tabel 4.18 86

Tabel 4.19 86

BAB I

PENDAHULUAN

E. Latar Belakang Masalah

Rumah sakit adalah bagian penting dari suatu sistem kesehatan,

karena rumah sakit menyediakan pelayanan kuratif kompleks, pelayanan

gawat darurat, berfungsi sebagai pusat rujukan dan merupakan pusat alih
19

pengetahuan dan keahlian (teknologi). Untuk meningkatkan kepuasan

pemakai jasa, rumah sakit harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan

sesuai dengan harapan pelanggan yang dapat dilakukan melalui peningkatan

kualitas kerja. Salah satu indikator kinerja rumah sakit dapat diketahui melalui

kelengkapan pengisian rekam medis.

Rekam medis pasien merupakan himpunan data dan informasi tentang

pasien yang terkait dengan administrasi, proses-proses klinis medis dan

penunjang medis, manajemen mutu serta out come dari proses-proses itu,

yang didokumentasikan dan disimpan secara sistematis dan aman untuk

dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berhak dan berkepentingan (Wijono,

2000).

Rekam medis disebut lengkap apabila rekam medis tersebut telah

berisi seluruh informasi tentang pasien termasuk resume medis, keperawatan

dan seluruh hasil pemeriksaan penunjang serta telah diparaf oleh dokter

yang bertanggung jawab. Waktu maksimal masuk ke bagian rekam medis

untuk pasien rawat inap adalah 24 jam, dengan standar kelengkapan

pengisian rekam medis 100% (Depkes RI, 2007).

Meskipun sudah berjalan sudah lama tetapi pelaksanaan

penyelenggaraan rekam medis belum memadai, dibeberapa rumah sakit

banyak ditemukan berkas rekam medis yang belum memenuhi kriteria

lengkap dan benar serta tepat waktu, hal ini memperlihatkan bahwa

pelaksanaan rekam medis belum berjalan sebagaimana mestinya.


20

Secara garis besar penyelenggaraan rekam medis dalam Permenkes

269/MENKES/III/2008 diatur sebagai berikut:

a. Rekam medis harus lengkap, dimana rekam medis harus dibuat segera

dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan (pasal 5, ayat 2).

b. Rekam medis harus tepat waktu, dimana pencatatan rekam medis harus

segera dilakukan setelah pasien menerima pelayanan, hal ini

dimaksudkan agar data yang dicatat masih original dan tidak ada yang

terlupakan karena adanya tenggang waktu (pasal 5, ayat 3).

c. Rekam medis harus benar, dimana isi rekam medis harus benar, jika

terdapat kesalahan pencatatan maka pembetulan catatan yang salah

hanya dapat dilakukan dengan cara pencoretan tanpa menghilangkan

catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi atau tenaga

kesehatan tertentu yang bersangkutan (pasal 5, ayat 6).

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sangat tergantung dari

tersedianya data dan informasi yang akurat, terpercaya dan penyajian yang

tepat waktu. Upaya tersebut hanya dapat dilaksanakan apabila faktor

manusia sebagai pemeran kunci dalam pengelolaan rekam medis dan

informasi disiapkan secara seksama dan lebih profesional (Gafur, 2003).

Adapun tenaga yang berhak mengisi rekam medis antara lain dokter

umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis, dokter tamu

yang merawat pasien di rumah sakit, residens yang sedang melaksanakan


21

praktek, tenaga paramedis perawatan dan paramedis non perawatan

(Depkes RI, 1997).

Menurut Ilyas (2001), kinerja adalah penampilan hasil karya personel

dalam suatu organisasi. Soeprihanto dalam Muhammad (2003), memberi

pengertian kinerja sebagai prestasi kerja atau suatu sistem yang digunakan

untuk menilai dan mengetahui sejauh mana seorang perawat telah

melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan.

Tenaga perawat, khususnya perawat pelaksana di rumah sakit adalah

tenaga kesehatan yang selama 24 jam harus berada disisi pasien, dengan

salah satu uraian tugasnya adalah melaksanakan sistem pencatatan dan

pelaporan asuhan keperawatan yang tepat dan benar, sehingga tercipta

sistem informasi rumah sakit yang dapat dipercaya atau akurat (Depkes RI,

1994).

Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada klien,

digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik

keperawatan telah dijabarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia

(PPNI) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, meliputi:

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi

(Nursalam, 2007). Tenaga perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan kepada pasien, didokumentasikan dan disimpan pada rekam

medis asuhan keperawatan (Depkes RI, 1997).


22

Menurut Gibson, dkk (1997), terdapat 3 (tiga) kelompok variabel yang

mempengaruhi kinerja dan perilaku seseorang, yaitu variabel individu

(meliputi: kemampuan dan keterampilan, latar belakang individu: tingkat

sosial, pengalaman, faktor demografi: umur, etnis, jenis kelamin), variabel

organisasi (meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, desain

pekerjaan) dan variabel psikologis (meliputi: persepsi, sikap, belajar,

kepribadian, motivasi).

Darma (2005) menambahkan, bahwa terdapat beberapa karakteristik

individu yang mempengaruhi kinerja, meliputi: umur, jenis kelamin,

pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja (rekan kerja,

atasan, organisasi, penghargaan dan imbalan).

Rumah sakit keagamaan saat ini terkenal sebagai Rumah Sakit

menengah atas, tarif sebagian besar kelas perawatannya relatif mahal. Hal

ini wajar terjadi akibat biaya operasional, bantuan dari charity funds sudah

berkurang. Jika ditinjau dari kehendak untuk memenuhi kebutuhan kesehatan

masyarakat, adanya peran swasta banyak menjanjikan berbagai keuntungan

karena pengelolaan lebih fleksibel serta dinamis, akan lebih sesuai dengan

kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dikelola oleh

swasta pada umumnya memang lebih bermutu daripada sarana kesehatan

yang dikelola pemerintah. Berbagai masalah yang muncul di rumah sakit

pemerintah maupun rumah sakit keagamaan yaitu kemampuan rumah sakit

tidak mencukupi untuk memenuhi sisi sosialnya.


23

Rumah Sakit Stella Maris adalah rumah sakit swasta tipe C di

Makassar, yang merupakan salah satu rumah sakit keagamaan yang

mempunyai visi memberikan pelayanan kesehatan khususnya di bidang

keperawatan dengan semangat cinta kasih Kristus kepada sesama. Rumah

Sakit Stella Maris Makassar juga menjadi pusat pelayanan tingkat lanjutan

(pusat rujukan) untuk pelayanan di Kota Makassar khususnya, dan bahkan

dari kabupaten kota dan propinsi dekat lainnya. Untuk meningkatkan

kepuasan pelanggan atau pemakai jasanya, salah satu misi Rumah Sakit

Stella Maris Makassar adalah pelayanan dengan mutu keperawatan prima.

Dari visi dan misi ini, dapat dilihat bahwa Rumah Sakit Stella Maris Makassar

menjadikan pelayanan keperawatan sebagai produk unggulan. Oleh karena

itu perlu untuk meningkatkan kualitas pelayanan melalui peningkatan dan

pemanfaatan sumber daya yang sesuai seoptimal mungkin, terutama sumber

daya manusia yang profesional, dalam hal ini adalah perawat.

Data yang diperoleh dari Bidang Perencanaan dan Rekam Medis

Rumah Sakit Stella Maris Makassar pada tahun 2010, diperoleh tingkat

persentase untuk kelengkapan isi berkas rekam medis sebesar 34,4% (dari

sampel, 384 berkas rekam medis, hanya sebesar 132 yang terisi dengan

lengkap, lihat tabel 1.1). Sistem pengisian rekam medis di Rumah Sakit Stella

Maris Makassar harus sesuai dengan pedoman ataupun prosedur tetap

(protap), yang diantaranya berisi tentang kebijakan- kebijakan yang berlaku

(baik untuk pasien maupun tenaga kesehatan), petunjuk atau prosedur


24

pengisian rekam medis serta unit-unit terkait yang berhubungan dengan

kelengkapan rekam medis tersebut.

Adapun isi atau lembaran berkas rekam medis yang disediakan

Rumah Sakit Stella Maris Makassar yang umum terdiri dari 19 lembaran,

dengan perincian sebagai berikut: (1) Ringkasan Masuk dan Keluar (2) Surat

Pengantar Opname (3) Persetujuan Dirawat dan Mentaati Peraturan Rumah

Sakit (4) Pernyataan Penolakan (5) Surat Rujukan Keluar (6) Status

Praesens: identitas pasien, diagnosa akhir/utama, anamnesa, perjalanan

penyakit, ringkasan diagnosa kerja, grafik tensi,nadi,suhu, catatan harian dan

instruksi dokter (7) Asuhan Keperawatan (8) Rencana Keperawatan (9)

Catatan Perkembangan (10) Observasi pasien (11) Skema infuse (12) Daftar

pemakaian obat/alat OK/RR (13) Kartu instruksi dokter (14) Daftar obat/alat

yang dibeli sendiri (15) Hasil pemeriksaan penunjang medis (16) Daftar

penggunaan alat-alat medis (17) Daftar pemberian obat (18) Daftar

pemakaian obat-obatan dari farmasi (19) Resume pasien keluar (Rumah

Sakit Stella Maris Makassar, 2010). Selain itu ada lembaran-lembaran khusus

untuk operasi (persetujuan operasi/anestesi, persiapan operasi, laporan

operasi, laporan anestesi, laporan intra operasi), untuk pindah ke ICU

(persetujuan dirawat di Unit Perawatan Intensive), dan lembaran khusus

untuk pasien kebidanan (laporan persalinan, laporan nifas). Khusus untuk

perawat, lembaran rekam medis yang harus diisi diantaranya adalah: (1)

Asuhan Keperawatan (2) Rencana Keperawatan dan (3) Catatan


25

Keperawatan (Rumah Sakit Stella Maris Makassar, 2010).

Sesuai dalam protap, seluruh item yang tercantum dalam lembaran

rekam medis harus diisi dengan lengkap dan pengembalian berkas rekam

medis harus tepat waktu. Prosedur pengembalian rekam medis pasien rawat

inap ke bagian rekam medis di Rumah Sakit Stella Maris Makassar dilakukan

dengan cara diserahkan ke bagian keuangan oleh perawat dari ruangan

kemudian setelah selesai diproses lalu diambil oleh petugas rekam medis

dan dianalisa di bagian rekam medis. Untuk itu dalam penelitian ini

diasumsikan bahwa salah satu penyebab rendahnya kelengkapan pengisian

rekam medis dipengaruhi oleh kinerja tenaga kesehatan di rumah sakit dalam

hal ini kinerja perawat dalam kelengkapan rekam medis di ruang rawat inap.

Berdasarkan wawancara dengan perawat di ruangan, salah satu

penyebab ketidaklengkapan pengisian rekam medis dikarenakan para

perawat lebih mengutamakan melakukan perawatan (tindakan pelayanan)

terhadap pasien kemudian mendokumentasikan hasil kerjanya setelah

beberapa saat, bahkan ditemukan ada berkas pasien yang sampai berhari-

hari tidak dilengkapi oleh perawat, sehingga berkas rekam medis

dikembalikan pada bidang rekam medis dalam keadaan tidak sempurna,

tidak lengkap atau diisi hanya seadanya.

Dari hasil penelitian sebelumnya, Lumbantobing (2004), diketahui

bahwa keseluruhan karakteristik (individu, organisasi dan psikologis) secara

bersama-sama mempengaruhi kinerja bidan di desa dalam pencatatan


26

pelaporan program KIA di Kabupaten Aceh Timur tahun 2004. Megawati

(2005) menambahkan, bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara jenis

kelamin dan pendidikan terhadap kinerja perawat di RSU Dr. Pirngadi Medan.

Sebuah penelitian oleh Kunto (2005) mengenai tugas pokok keperawatan di

Rumah Sakit Stella Maris Makassar, diperoleh hasil bahwa tingkat

kemampuan dan keterampilan perawat di Rumah Sakit Stella Maris Makassar

cukup kompeten dalam melaksanakan tugasnya, akan tetapi masih ada

kekurangan yang ditemukan dan belum dapat menunjan dalam menciptakan

kualitas kehidupan mereka melalui tugas pokoknya. Ditambahkan juga

bahwa untuk menciptakan perawatan daam pelayanan terhadap pasien

diperlukan dukungan pimpinan, lingkungan kerja serta motivasi yang tinggi.

Menurut Nugroho (1994), pengetahuan dan sikap tenaga kesehatan

tentang rekam medis akan mempengaruhi pendayagunaan dan informasi

yang terhimpun dalam rekam medis untuk pengembangan dan peningkatan

mutu pelayanan kesehatan. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil

penelitian Hutagalung (2005), yang menyatakan bahwa pengetahuan dan

sikap berpengaruh terhadap pemanfaatan rekam medis di RS Santa

Elisabeth tahun 2005.

Tabel 1.1. Data Kelengkapan Berkas Rekam Medis pada Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2010

Berkas Sampel Berkas Yang


No Bulan Berkas Yang Bermasalah
Rekam yang Lengkap
27

Medis Yang diambil Tidak


Masuk Tidak Tidak Benar
n % Total
Lengkap Tepat Dalam
Waktu Pengisian
1 Januari 814 33 16 48.5% 3 15 1 17
2 Februari 865 36 15 41.7% 3 21 0 21
3 Maret 931 38 18 47.4% 3 18 2 20
4 April 893 37 13 35.1% 3 24 0 24
5 Mei 840 35 9 25.7% 2 26 0 26
6 Juni 737 30 12 40.0% 3 17 1 18
7 Juli 752 30 7 23.3% 3 21 0 23
8 Agustus 693 28 7 25.0% 3 20 0 21
9 September 711 30 7 23.3% 2 23 0 23
10 Oktober 776 32 10 31.3% 2 19 0 22
11 November 712 29 9 31.0% 2 20 0 20
12 Desember 623 26 9 34.6% 3 17 0 17
Jumlah 9347 384 132 34.4% 32 241 4 252
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Rekapitulasi Analisa Kuantitas dan Kualitas Berkas

Rekam Medis Rumah Sakit Stella Maris Makassar pada ruang rawat inap

diperoleh data seperti terlihat pada tabel 1.1. Dari sampel 384 berkas rekam

medis yang di ambil, untuk kelengkapannya hanya sekitar 34,4% yang

lengkap, hal ini menunjukkan berkas rekam medis yang lengkap tidak

mencapai mencapai 100% (Depkes RI, 2007). Hal tersebut pun masih belum

dilihat dari ketepatan waktu masuknya berkas rekam medis yang lebih dari

50% tidak tepat waktu, hal ini disebabkan karena berkas rekam medis pasien

yang pembayarannya melalui pihak ketiga (misalnya askes atau asuransi

lainnya) banyak yang tertahan dibagian keuangan. Jadi dapat disimpulkan


28

bahwa kelengkapan berkas rekam medis di Rumah Sakit Stella Maris

Makassar masih belum memenuhi standard pelayanan minimal rumah sakit.

Tabel 1.2. Jumlah Tenaga Perawat per Unit Kerja


Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2010

NO UNIT KERJA JUMLAH TOTAL


1. Administrasi 3 3
2. Rawat Jalan 13 13
3. Rawat Inap 143
- Yoseph 17
- Bernadeth 64
- Maria 33
- Elisabeth 13
- Theresia 16
4. ICU 37 37
5. OK 23 23
6. UGD 25 25
7. Hemodialisis 13 13
Total 257 257
Sumber : Profil RS Stella Maris 2010

Pada tabel 2.1. terlihat distribusi tenaga perawat di semua unit kerja

yang ada di Rumah Sakit Stella Maris Makassar, dimana jumlah tenaga

perawat terbanyak terdapat pada ruangan rawat inap.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti pengaruh

karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja,

kemampuan dan ketrampilan, pengetahuan, serta pelatihan) dan psikologis

(sikap, motivasi) terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan rekam medis

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2011.

F. Rumusan Masalah
29

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh

antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja,

pengetahuan, pelatihan, kemampuan dan ketrampilan) dan psikologis (sikap,

motivasi) terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan rekam medis di Ruang

Rawat Inap di Rumah Sakit Stella Maris Makassar?”. Selain itu untuk melengkapi

penelitian ini ditambahkan “Apakah ada pengaruh faktor organisasi (kepemimpinan,

imbalan, dan desain pekerjaan) terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan rekam

medis di Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Stella Maris Makassar?”, yang diuraikan

secara deskriptif.

Untuk menjawab hal-hal tersebut di atas maka dirumuskan pertanyaan-

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah umur berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan

rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar?

2. Apakah pendidikan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar?

3. Apakah lama kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar?

4. Apakah ketrampilan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar?
30

5. Apakah tingkat pelatihan berpengaruh kinerja perawat dalam kelengkapan

rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar?

6. Apakah tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar?

7. Apakah sikap berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan

rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar?

8. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan

rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar?

9. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar?

10. Apakah imbalan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan

rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar?

11. Apakah desain pekerjaan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar?

G. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (umur, jenis kelamin,

pendidikan, lama kerja, kemampuan dan ketrampilan, pelatihan,

pengetahuan) dan psikologis (sikap, motivasi) terhadap kinerja perawat

dalam kelengkapan rekam medis di Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit Stella
31

Maris Makassar. Juga ditambahkan untuk mengetahui pengaruh faktor

organisasi (kepemimpinan, imbalan, dan desain pekerjaan) terhadap kinerja

perawat dalam kelengkapan rekam medis di Ruang Rawat Inap di Rumah

Sakit Stella Maris Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengaruh umur terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

b. Menganalisis pengaruh pendidikan terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

c. Menganalisis pengaruh lama kerja terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

d. Menganalisis pengaruh ketrampilan terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

e. Menganalisis pengaruh tingkat pelatihan terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

f. Menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan terhadap kinerja perawat

dalam kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar.
32

g. Menganalisis pengaruh sikap terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

h. Menganalisis pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

i. Menganalisis pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

j. Menganalisis pengaruh imbalan terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

k. Menganalisis pengaruh desain pekerjaan terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

H. Manfaat Penelitian

Beberapa kegunaan yang bisa diperoleh dari penelitian di Rumah

Sakit Stella Maris Makassar ini antara lain:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan

masukan bagi pihak Rumah Sakit Stella Maris Makassar dan membantu

dalam memberikan gambaran dan mengungkap berbagai kendala yang

dihadapi dalam menjalankan fungsi rekam medis sehingga memberikan


33

pemecahan masalah dalam upaya meningkatkan pelaksanaan rekam

medis sehingga dapat menjadi salah satu sumber informasi yang tepat

waktu, cepat (mudah didapat) dan akurat.

2. Untuk profesi rekam medis menjadi acuan dalam rangka pelaksanaan,

peningkatan maupun penyempurnaan prosedur pengelolaan berkas

rekam medis khususnya dalam kelengkapan rekam medis, untuk

memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan dan bagi petugas pelaksana

rekam medis dapat mengidentifikasi kelengkapan pengisian rekam medis

di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar.

3. Untuk peneliti menjadi pengalaman yang berharga dalam menambah

wawasan, pengetahuan dan pengalaman di bidang pengelolaan rekam

medis khususnya dan ilmu rumah sakit pada umumnya.

4. Untuk ilmu pengetahuan diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan

oleh peneliti lain sebagai bahan rujukan dalam penelitian lebih lanjut

tentang rekam medis rawat inap rumah sakit.

BAB II
34

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumah Sakit

Rumah sakit adalah organisasi unik karena merupakan paduan antara

organisasi padat teknologi, padat karya dan padat modal sehingga

pengelolaan rumah sakit menjadi disiplin ilmu tersendiri yang

mengedepankan dua hal sekaligus, yaitu teknologi dan perilaku manusia di

dalam organisasi (Subanegara, 2005). Rumah sakit merupakan suatu

institusi yang kompleks, dinamis, kompetitif serta dipengaruhi oleh lingkungan

yang selalu berubah. Namun rumah sakit selalu konsisten tetap untuk

menjalankan misinya sebagai suatu institusi pelayanan sosial, dengan

mengutamakan pelayanan kepada masyarakat banyak dan harus selalu

memperhatikan etika pelayanan.

American Hospital Association di tahun 1987 menyatakan bahwa

rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan

pelayanan kepada pasien (diagnostik dan terapeutik) untuk berbagai penyakit

dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah.

Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk

menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya dan harus menyediakan

fasilitas yang lapang, tidak berdesak-desakan dan terjamin sanitasinya bagi

kesembuhan pasien (Aditama, 2003).


35

Menurut Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

jalan, dan gawat darurat. Pelayanan kesehtan paripurna adalah pelayanan

kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Massie dalam Aditama (2003) mengemukakan tiga ciri khas rumah

sakit yang membedakannya dengan industri lainnya, yaitu:

1. Kenyataan bahwa bahan baku dari industri jasa kesehatan adalah

manusia. Dalam industri rumah sakit, seyogyanya tujuan utamanya

adalah melayani kebutuhan manusia, bukan semata-mata

menghasilkan produk dengan proses dan biaya yang seefisien

mungkin. Unsur manusia perlu mendapat perhatian dan tanggung

jawab utama pengelola rumah sakit. Perbedaan ini mempunyai

dampak penting dalam manajemen, khususnya menyangkut

pertimbangan etika dan nilai kehidupan manusia.

2. Kenyataan bahwa dalam industri rumah sakit yang disebut sebagai

pelanggan (customer) tidak selalu mereka yang menerima pelayanan.

Pasien adalah mereka yang diobati di rumah sakit. Akan tetapi,

kadang-kadang bukan mereka sendiri yang menentukan di rumah

sakit mana mereka harus dirawat. Bagi karyawan ditentukan oleh

kebijaksanaan kantornya. Jadi jelaslah mereka yang diobati di suatu

rumah sakit belum tentu kemauan pasien. Selain itu, jenis tindakan
36

medis yang akan dilakukan dan pengobatan yang diberikan juga tidak

tergantung pada pasiennya, tetapi tergantung dari dokter yang

merawatnya. Ini tentu amat berbeda dengan bisnis restoran dimana si

pelangganlah yang menentukan menunya yang akan dibeli.

3. Kenyataan menunjukkan bahwa pentingnya profesional tenaga

kesehatan termasuk dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi,

radiographer, ahli gizi dan lain-lain. Para profesional ini sangat banyak

sekali jumlahnya di rumah sakit. Hal yang perlu mendapat perhatian

adalah kenyataan bahwa para professional cenderung sangat otonom

dan berdiri sendiri. Tidak jarang misi kerjanya tidak sejalan dengan

misi kerja manajemen organisasi secara keseluruhan tetapi bekerja

dengan standar profesi yang dianutnya. Akibatnya ada kesan bahwa

fungsi manajemen dianggap kurang penting.

Ada beberapa faktor penting yang secara dominan mempengaruhi

pengembangan dan peningkatan rumah sakit di Indonesia, yaitu:

1. Perkembangan sosial ekonomi masyarakat

2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran

3. Perkembangan macam-macam penyakit

4. Tersedianya anggaran atau dana untuk pengembangan dan

peningkatan rumah sakit

5. Perkembangan dan kemajuan manajemen termasuk manajemen

rumah sakit
37

6. Adanya persaingan rumah sakit

7. Perubahan-perubahan kebijakan pemerintah terutama mengenai

pelayanan di bidang kesehatan

B. Manajemen Keperawatan

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang

merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu

dan kiat keperawatan, yang berbentuk pelayanan bio, psiko, sosial, dan

spritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan

masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses

kehidupan manusia (Kusnanto, 2004)

Henderson (1980) dikutip oleh (Ali, Z, 2002) menyatakan bahwa

pelayanan keperawatan merupakan suatu upaya untuk membantu individu

baik sakit maupun sehat, dari lahir sampai meninggal dalam bentuk

peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan yang dimiliki sehingga

individu tersebut dapat melakukan kegiatan sehari–hari secara mandiri dan

optimal.

Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien di

rumah sakit merupakan bentuk pelayanan profesional yang bertujuan untuk

membantu pasien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya

melalui tindakan pemenuhan kebutuhan dasar pasien secara komprehensif

dan berkesinambungan sampai pasien itu mampu untuk melakukan


38

rutinitasnya sendiri tanpa bantuan. Bentuk pelayanan semacam ini

seyogyanya diberikan oleh perawat yang memiliki kemampuan serta sikap

dan kepribadian yang sesuai dengan tuntutan profesi keperawatan. Dan

untuk itu tenaga keperawatan lazimnya harus dipersiapkan dan ditingkatkan

secara teratur, terencana dan kontinyu (Masmuri, 2008).

C. Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) Undang-undang Praktik

Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi

catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,

tindakan dan pelayanan yang telah diberikan kepada pasien.

Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen

tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan

lain yang telah diberikan kepada pasien (Permenkes RI, No

269/Menkes/Per/III/2008).

Robinson (1966), defenisi rekam medis dalam arti sempit lebih

mengacu pada berupa catatan kasus-kasus setiap pasien yang dirawat di

rumah sakit. Selanjutnya, dalam arti luas rekam medis dapat pula berarti

sebagai catatan dan data sebagai akibat dari hubungan langsung ataupun

tidak langsung yang berkaitan dengan segala aktifitas yang bertempat di

rumah sakit dan berkaitan langsung dengan pengobatan pasien.


39

Depkes (1989), rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan,

dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan

dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan. Dan pengertian

rekam medis di rumah sakit adalah berkas yang berisikan catatan dan

dokumen tentang identitas, anamnese, pemeriksaan, diagnosis pengobatan,

tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang pasien selama

dirawat di rumah sakit yang dilakukan di unit-unit rawat jalan termasuk unit

rawat darurat dan unti rawat inap (Depkes, 1991).

Menurut Huffman (1994), bahwa rekam medis adalah kompilasi fakta-

fakta atau bukti-bukti pasien yang tepat dari kehidupan pasien dan sejarah

kesehatannya, mencakup penyakit-penyakit dan perawatan-perawatannya

pada masa lalu dan saat ini ditulis oleh profesional kesehatan yang

menyokong pelayanan kepada pasien. Rekam medis harus tersusun secara

tepat dan meliputi data yang mencakup identifikasi pasien, yang mendorong

untuk melakukan diagnosa atau alasan untuk menjalani pelayanan

kesehatan, perlakuan yang benar menurut hukum dan menghasilkan

dokumen yang tepat.

Rekam medis yang dalam istilah asingnya ”medical record”, diartikan

sebagai keterangan tertulis atau berkas yang berisikan catatan dan dokumen

tentang identitas pasien, pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis,

perawatan, pengobatan, tindakan medik dan pelayanan lain yang diberikan

pada pasien selama dirawat atau berobat di rumah sakit (Boekitwetan, 1997).
40

Oleh Iskandar (1998), mengatakan bahwa rekam medis adalah

kumpulan keterangan tentang identitas, anamnese, pemeriksaan fisik dan

laboratorium, diagnosa, serta segala tindakan medis, pengobatan yang

diberikan kepada pasien baik rawat inap, rawat jalan, maupun yang

mendapatkan pelayanan gawat darurat.

Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain

yang telah diberikan kepada pasien (UU No. 29/2004)

Hatta (2005), menyatakan rekam medik merupakan kumpulan fakta

tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan

sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para praktisi

kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada

pasien.

Suatu rekam medis yang baik memungkinkan rumah sakit untuk

mengadakan rekonstruksi yang baik mengenai pemberian pelayanan kepada

pasien serta member gambaran untuk dinilai apakah perawatan yang

diberikan dapat diterima atau tidak dalam situasi dan keadaan demikian.

Rekam medis harus diisi segera dan secara langsung pada saat dilakukan

tindakan dan pada pemberian instruksi oleh dokter atau oleh perawat pada

saat dilakukan observasi (telah timbul suatu gejala atau perubahan) dan

sewaktu melakukan tindakan (Guwandi, 2005)


41

2. Tujuan dan fungsi rekam medis

Menurut Huffman (1994), tujuan utama dari rekam medis adalah

sebagai dokumen kehidupan pasien yang memadai dan akurat dan sebagai

sejarah kesehatan, yang mencakup penyakit–penyakit dan perawatan-

perawatan yang diberikan pada masa lampau dan pada saat ini. Selain itu,

penyelenggaraan rekam medis bertujuan menunjang tercapainya tertib

administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah

sakit tanpa didukung oleh suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik

dan benar, mustahil tertib administrasi dirumah sakit akan berhasil seperti

yang diharapkan, dan untuk menciptakan tertib administrasi sebagai upaya

peningkatan layanan kesehatan rumah sakit (Depkes RI, 1997).

Rekam medis yang lengkap yaitu yang meliputi semua informatasi

kesehatan pasien, penyakitnya, dan perawatan yang sedang dijalankan

ataupun yang diberikan pada masa lalu dan siap untuk diakses. Rekam

medis perlu untuk disimpan dan dipelihara karena untuk beberapa tujuan,

yaitu: (IFHRO, 1992)

a. Komunikasi

b. Perawatan pasien secara berkesinambungan

c. Evaluasi Perawatan pasien

d. Sejarah

e. Aspek hukum perawatan pasien

f. Statistik
42

g. Penelitian dan pendidikan

3. Kegunaan Rekam Medis

Depkes (1991) menyatakan bahwa tujuan rekam medis adalah untuk

menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan

pelayanan kesehatan rumah sakit. Dan secara rinci tujuan rekam medis akan

terlihat secara analog dengan kegunaan rekam medis itu sendiri. Kegunaan

rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:

a. Aspek Administrasi

Rekam medis mempunyai arti administrasi karena isinya menyangkut

tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab bagi tenaga

medis, dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan

b. Aspek Medis

Rekam medis mempunyai nilai medis karena isinya mengandung

catatan yang dipergunakan sebagai dasar merencanakan pengobatan

dan perawatan yang akan diberikan kepada seorang pasien.

c. Aspek Hukum

Rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut

masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam

usaha menegakkan hukum serta bukti untuk menegakkan keadilan.

d. Aspek Keuangan

Rekam medik mempunyai nilai keuangan karena isinya dapat dijadikan

sebagai bahan untuk menetapkan pembayaran pelayanan di rumah


43

sakit. Tanpa bukti catatan tindakan/pelayanan, maka pembayaran

tidak dapat dipertanggungjawabkan.

e. Aspek Penelitian

Rekam medis mempunyai nilai penelitian karena isinya mengandung

data atau informatasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan

f. Aspek Pendidikan

Rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena isinya menyangkut

data atau informatasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan

pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Informatasi tersebut

dapat digunakan sebagai bahan/referensi pengajaran di bidang profesi

si pemakai

g. Aspek Dokumentasi

Rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya menjadi

sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai

bahan pertanggungjawaban dan laporan rumah sakit (Depkes RI,

1997).

4. Penanggung Jawab Pengisian Rekam Medis

Adapun tenaga yang berhak membuat rekam medis adalah:

a. Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis

yang melayani pasien di rumah sakit.

b. Dokter tamu yang merawat pasien di rumah sakit.


44

c. Residens yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik.

d. Tenaga paramedis perawatan dan paramedis non perawatan yang

langsung terlibat di dalam, antara lain: perawat, perawat gigi,

bidan, tenaga laboratorium klinik, gizi, anestesi, penata roentgen,

rehabilitasi medis dan lain sebagainya.

b. Dalam hal dokter luar negeri melakukan alih teknologi kedokteran

yang berupa tindakan/konsultasi kepada pasien, yang membuat

rekam medis adalah dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit

(Depkes RI, 1997).

5. Isi Rekam Medis

Untuk pasien rawat inap, rekam medis memuat informasi pasien,

antara lain:

1) Identitas pasien.

2) Anamnesis yang memuat keluhan utama pasien, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat keluarga

tentang penyakit yang mungkin diturunkan/kontak.

3) Pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan khusus lainnya.

4) Diagnosis awal/diferensial diagnosis/diagnosis akhir.

5) Persetujuan pengobatan/tindakan.

6) Catatan konsultasi.

7) Catatan perawat dan tenaga kesehatan lain.

8) Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan.


45

9) Resume akhir dan evaluasi pengobatan (Depkes RI, 1997)

Catatan perawat/bidan digunakan oleh petugas perawatan untuk

mencatat pengamatan mereka terhadap pasien dan pertolongan perawatan

yang telah mereka berikan kepada pasien. Catatan ini memberikan

gambaran kronologis pertolongan, perawatan, pengobatan yang diberikan

dan reaksi pasien terhadap tindakan tersebut. Catatan ini berfungsi sebagai

alat komunikasi antara sesama perawat, antara perawat dengan dokter.

Untuk pembuktian secara hukum, catatan perawat/bidan berguna sekali

sebagai bukti pertolongan yang diberikan maupun bukti reaksi pasien

terhadap pertolongan tersebut. Selama seorang pasien dirawat di rumah

sakit, catatan perawat harus memuat observasi harian seorang pasien

(Depkes RI, 1997).

6. Kelengkapan Berkas Rekam Medis

Kelengkapan isi berkas rekam medis (Surat Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 749a/Menkes/XII/1989, Huffman Edna K-

1994, IDI-1993, Gemala Hatta-1987, Boekitwetan-1996), meliputi:

a. Lembaran identitas penderita: nomor rekam medis, nama pasien,

tanggal lahir, pendidikan, pekerjaan, agama, jenis kelamin, alamat

lengkap, status perkawinan, peserta askes, nama penanggung,

nama/alamat keluarga terdekat, cara penerimaan melalui cara masuk,

dikirim oleh, tanggal masuk, tanggal keluar, lama dirawat, dipindahkan

ke ruangan (tanggal dan bulan), bagian, ruangan dan kelas.


46

b. Lembaran catatan pemeriksaan fisik atau diagnosa terapi. Lembaran

ini berisi:

1) Anamnesa; (mengapa pasien masuk rumah sakit, uraian singkat

tentang keluhan utama)

2) Rincian penyakit; (uraian penyakit sekarang, uraian penyakit

terdahulu).

3) Ringkasan family atau sosial; (catatan pemeriksaan fisik, keadaan

umum atau kelainan fisik, tekanan darah, nadi, suhu dan

pernafasan)

4) Catatan diagnostik; (diagnosa pada saat masuk)

5) Catatan terapi; (tindakan pengobatan, tindakan perawatan,

tindakan kegiatan lainnya)

c. Lembaran catatan dokter: Gambaran waktu masuk, gambaran

perjalanan penyakit, instruksi dokter, konsultasi, rencana pemberian

pengobatan, pemeriksaan penunjang, tanggal atau waktu

pemeriksaan, tanda tangan, nama dokter yang merawat)

d. Lembaran catatan perawat: Gambaran umum penderita masuk

ruangan rawat inap (pengobatan dan diet), catatan perawat, tanggal

dan jam, tanda tangan perawat, nama perawat, grafik dan pemberian

cairan.

e. Lembaran catatan hasil pemeriksaan penunjang: Hasil pemeriksaan

EKG, hasil pemeriksaan lainnya.


47

f. Lembaran laporan operasi: Keluarga penderita (nama, umur, jenis

kelamin, alamat dan pekerjaan), persetujuan tindakan (nama, tanggal,

waktu dan tanda tangan)

g. Lembaran catatan anastesi: Persiapan anastesi, caranya, hasil

anastesi, tanggal dan waktu, tanda tangan, nama dokter

h. Lembaran persetujuan tindakan medik: Catatan sebelum tindakan,

diagnosis pemeriksaan, konsultasi, cara tindakan, etelah, sesudah

tindakan, tanda tangan dan nama dokter atau ahli anastesi

i. Lembaran resume: Lembaran ini berisi tentang:

1) Catatan ringkasan; (catatan medik adalah dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, operasi atau tindakan,

diagnosis utama/akhir, komplikasi, golongan operasi, jenis

anastesi, kode penyakit, infeksi nosokomial, penyebab infeksi,

instruksi khusus dan keadaan keluar

2) Identitas tenaga. (Identitas lembaran ini meliputi tanggal dan waktu,

tanda tangan dan nama dokter yang merawat)

7. Kebenaran Berkas Rekam Medis

Isi rekam medis harus benar, jika terdapat kesalahan pencatatan,

maka pembetulan catatan yang salah harus dilakukan dengan mencoret

pada tulisan yang salah dan diparaf oleh petugas yang bersangkutan

(pasal 6 ayat 1). Secara lebih tegas ayat 2 dari pasal yang sama
48

menyatakan bahwa penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak

diperbolehkan.

8. Ketepatan waktu Pengisian Berkas Rekam Medis

Pencatatan rekam medis harus segera dilakukan setelah pasien

menerima pelayanan, hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat masih

original dan tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.

D. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Kinerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) adalah

sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Menurut Rivai (2005),

kinerja pada hakikatnya merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang

dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standard

dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Menurut Ilyas (2001), kinerja

adalah penampilan hasil karya personel dalam suatu organisasi. Sedangkan,

menurut Prawirosentono (1999), kinerja adalah tingkat pencapaian hasil

kerja atas pelaksanaan tugas tertentu oleh seseorang atau sekelompok

orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung

jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral

maupun etika.

Hasibuan dalam Sujak (1990) dan Sutiadi (2003) mengemukakan

bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
49

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan

atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Dengan kata

lain bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam

melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang

ditetapkan.

Robbins (2003) dalam Thoyib (2005) mengemukakan bahwa istilah

lain dari kinerja adalah human output yang dapat diukur dari produktivitas,

absensi, turnover, citizenship, dan satisfaction. Sedangkan Baron dan

Greenberg (1990) dalam Thoyib (2005) mengemukakan bahwa kinerja pada

individu juga disebut dengan job performance, work outcomes, task

performance.

Brahmasari (2004) mengemukakan bahwa kinerja adalah pencapaian

atas tujuan organisasi yang dapat berbentuk output kuantiatif maupun

kualitatif, kreatifitas, fleksibilitas, dapat diandalkan, atau hal-hal lain yang

diinginkan organisasi. Penekanan kinerja dapat bersifat jangka pendek

maupun jangka panjang, juga dapat pada tingkatan individu, kelompok

ataupun organisasi. Kinerja dapat berupa tindkan atau pelaksanaan tugas

yang telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan

dapat diukur.

Menurut Bernardin dan Russel (1993) ada 6 kriteria yang digunakan

untuk mengukur sejauh mana kinerja karyawan secara individu, yaitu:


50

kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektivitas, kemandirian, dan komitmen

kerja.

2. Kinerja Perawat

Perawat adalah profesi yang terbanyak jumlahnya di rumah sakit.

Dengan jumlah besar inilah kekuatan kelompok dibentuk. Banyak

bermunculan pendapat kelompok perawat adalah profesi tersendiri dan

bukan bawahan dokter, perawat adalah profesi yang setara dengan dokter,

dibutuhkan pengakuan yang tepat bahwa memang demikian adanya, namun

tidak sedikit bahwa profesi ini secara tidak disadari seperti tunduk terhadap

apapun yang diperintahkan dokter. Ada beberapa teori yang mengatakan

bahwa pasien datang ke rumah sakit sebenarnya mencari perawat bukan

mencari yang lain. Namun secara tidak sadar kita lihat sehari-hari bahwa

pasien datang ke rumah sakit untuk mencari dokter, keduanya benar namun

keduanya kurang lengkap, secara tepat bahwa sebenarnya pasien datang ke

rumah sakit ingin mendapatkan pelayanan dokter, perawat dan pelayanan

lainnya termasuk pelayanan administrasi (Subanegara, 2005).

Menurut Nursalam (2007), dalam menilai kualitas pelayanan

keperawatan kepada klien, digunakan standar praktik keperawatan yang

telah dijabarkan oleh PPNI yang mengacu dalam tahapan proses

keperawatan, yaitu:
51

1. Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan,

dengan kriteria meliputi:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga atau orang yang terkait, tim

kesehatan, rekam medis, dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi: status

kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status

biologis-psikologissosial-spiritual, respons terhadap terapi, harapan

terhadap tingkat kesehatan yang optimal dan risiko-risiko tinggi

masalah.

d. Kelengkapan data dasar mengandung unsur lengkap, akurat,

relevan dan baru.

2. Diagnosa Keperawatan

Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan diagnosis

keperawatan, kriteria proses:

a. Proses diagnosis terdiri atas analisis, interpretasi data, identifikasi

masalah klien dan perumusan diagnosis keperawatan.

b. Diagnosis keperawatan terdiri atas: masalah, penyebab, dan tanda

atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab.


52

c. Bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk

memvalidasi diagnosis keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosis berdasarkan

data terbaru.

3. Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi

masalah dan meningkatkan kesehatan klien, kriteria proses:

a. Perencanaan terdiri atas penetapan prioritas masalah, tujuan dan

rencana tindakan keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan

keperawatan.

c. Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau

kebutuhan klien.

d. Mendokumentasi rencana keperawatan.

4. Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi

dalam rencana asuhan keperawatan, kriteria proses:

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah

kesehatan klien.
53

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai

konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu klien

memodifikasi lingkungan yang digunakan.

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan

berdasarkan respons klien.

5. Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan

dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data dasar dan perencanaan,

kriteria proses:

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara

komprehensif, tepat waktu dan terus-menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respons klien dalam mengukur

perkembangan ke arah pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

d. Bekerjasama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi

rencana asuhan keperawatan.

e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan modifikasi perencanaan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

As’ad (1995) menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan

kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Menurutnya,

faktor yang berhubungan dengan kinerja adalah:


54

1. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan

kejiwaan pegawai seperti minat, inteligensi, pendidikan, sikap terhadap

kerja, bakat dan keterampilan.

2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi

sosial antara tenaga kerja dengan atasan maupun sesama pegawai.

Gibson, dkk (1997), menyatakan bahwa terdapat tiga kelompok

variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku, yaitu:

a. Variabel individu, yang terdiri dari sub variabel keterampilan dan

kemampuan: fisik maupun mental (intelegensia), latar belakang

keluarga (pengalaman, tingkat sosial), dan faktor demografis (umur,

jenis kelamin, ras, etnik dan budaya).

b. Variabel organisasi, terdiri sub variabel sumber daya, kepemimpinan,

imbalan, struktur dan disain pekerjaan.

c. Variabel psikologis, terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar

dan motivasi.

4. Strategi Untuk Meningkatkan Kinerja

Menurut Schuller, dkk (1999), ada beberapa strategi untuk

meningkatkan kinerja karyawan di Mrs. Fields Incorporated, sebuah

perusahaan penjualan kue, yaitu:

1. Dorongan Positif (Positive Reinforcement)

Dorongan positif melibatkan penggunaan penghargaan positif untuk

meningkatkan terjadinya kinerja yang diinginkan. Dorongan ini


55

didasarkan pada dua prinsip fundamental: (1) orang berkinerja sesuai

dengan cara yang mereka pandang paling menguntungkan bagi

mereka, dan (2) dengan memberikan penghargaan yang semestinya,

orang dimungkinkan memperbaiki kinerjanya. Sistem dorongan positif

dapat dirancang berdasarkan prinsip-prinsip teori dorongan:

a. Lakukan audit kinerja

Audit kinerja mengkaji seberapa baik pekerjaan dilaksanakan

b. Tetapkan standar dan tujuan kinerja

Standar adalah tingkat minimum kinerja yang diterima, tujuan

adalah tingkat kinerja yang ditargetkan. Keduanya harus ditetapkan

setelah audit kinerja dan harus dikaitkan langsung dengan

pekerjaan. Tujuan dan standar harus dapat diukur dan dapat

dicapai.

c. Berikan umpan balik kepada karyawan mengenai kinerjanya

Standar kinerja tidak efektif tanpa ukuran dan umpan balik terus

menerus. Umpan balik harus netral dan bahan evaluatif bersifat

menilai dan bila mungkin harus disampaikan secara langsung

kepada karyawan, bukan kepada penyelia. Umpan balik langsung

yang tepat memberi pengetahuan yang dibutuhkan pekerja untuk

dipelajari. Umpan balik memungkinkan pekerja mengetahui apakah

kinerja mereka meningkat, tetap sama atau bertambah buruk.


56

d. Beri karyawan pujian atau imbalan lain yang berkaitan langsung

dengan kinerja.

Jika penghargaan berupa pujian, maka harus dinyatakan dalam

bentuk kuantitatif dan spesifik. Salah satu penghargaan yang

umum adalah uang. Meskipun uang sangat efektif sebagai

motivator, banyak organisasi sering tidak mampu

menggunakannya. Walaupun begitu, penghargaan lainnya sama

efektifnya. Mereka memasukkan pujian dan pengakuan berkaitan

dengan perilaku pekerjaan spesifik, peluang untuk memilih

kegiatan, peluang untuk mengukur perbaikan kerja secara pribadi

dan peluang untuk mempengaruhi mitra kerja dan manajemen.

Penghargaan untuk kinerja tertentu harus diberikan sesegera

mungkin setelah perilaku itu berlangsung.

2. Program Disiplin Positif

Program ini memberi tanggung jawab perilaku karyawan di tangan

karyawan sendiri. Bagaimanapun, program ini memberitahu karyawan

bahwa perusahaan peduli dan akan tetap mempekerjakan karyawan

selama ia berkomitmen untuk bekerja dengan baik. Jika karyawan

membuat komitmen tersebut, perusahaan mempunyai karyawan yang

baik. Jika karyawan memutuskan untuk keluar, ia tidak punya alasan

riil untuk menyalahkan perusahaan.


57

3. Program Bantuan Karyawan

Program bantuan karyawan menolong karyawan mengatasi masalah-

masalah kronis pribadi yang menghambat kinerja dan kehadiran

mereka di tempat kerja.

4. Manajemen Pribadi

Manajemen pribadi (self management) adalah suatu pendekatan yang

relatif baru untuk mengatasi ketidaksesuaian kinerja. Manajemen

pribadi mengajari orang mengamati perilaku sendiri, membandingkan

outputnya dengan tujuannya, dan memberikan dorongan untuk

menopang komitmen pada tujuan dan kinerja.

E. Karakteristik Individu

1. Umur

Tingkat perkembangan manusia ditentukan berdasarkan umur.

Pengkategorian umur tersebut adalah sebagai berikut (Suryabrata,

1998):

a. 0 s/d 1 tahun : bayi

b. 2 s/d 5 tahun : balita

c. 6 s/d 12 tahun : kanak-kanak akhir

d. 13 s/d 17 tahun : remaja awal

e. 17 s/d 18 tahun : remaja akhir

f. 18 s/d 40 tahun : dewasa awal

g. 40 s/d 60 tahun : dewasa madya


58

h. > 60 tahun : usia lanjut

Menurut Gibson, dkk (1997), karyawan yang lebih tua mungkin

dianggap lebih cakap dan diberi status atau posisi oleh suatu kelompok

kerja.

2. Jenis Kelamin

Sejak awal 1970-an, semakin banyak kaum wanita yang bergerak

memasuki karier organisasi. Sebagai hasil dari perkembangan ini, timbul

pertanyaan berikut: adakah perbedaan agresivitas, kecenderungan

menempuh resiko, keterikatan, dan etika kerja antara pria dan wanita.

Yang diperlukan adalah pengkajian ilmiah tentang pria, wanita dan lain-

lain yang melakukan pekerjaan manajerial dan bukan manajerial dalam

organisasi, untuk itu dibutuhkan data untuk mengkaji dan mengetahui

perbedaan gaya dan karakteristik apabila perbedaan itu memang ada

(Gibson, dkk, 1997).

3. Pengalaman/Lama Kerja

Menurut Gibson, dkk (1997), masa kerja seseorang akan

menentukan prestasi individu yang merupakan dasar prestasi dan kinerja

organisasi. Semakin lama seseorang bekerja di suatu organisasi, maka

tingkat prestasi individu akan semakin meningkat yang dibuktikan dengan

tingginya tingkat penjualan dan akan berdampak kepada kinerja dan

keuntungan organisasi yang menjadi lebih baik, sehingga memungkinkan

untuk mendapatkan promosi atau kenaikan jabatan.


59

Menurut Sutjiono, (1997) pengalaman kerja adalah senioritas atau

"length of service" atau masa kerja merupakan lamanya seorang

pegawai menyumbangkan tenaganya di perusahaan. Winardi

mendefinisikan senioritas adalah masa kerja seorang pekerja bilamana

diterapkan pada hubungan kerja maka senioritas adalah masa kerja

seorang pekerja pada perusahaan tertentu (Winardi: 1997).

Pengalaman kerja adalah waktu yang digunakan oleh seseorang

untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan

tugas yang dibebankan kepadanya (Supono, 1996:28). Pendapat lain

menyatakan bahwa pengalaman kerja adalah lamanya seseorang

melaksanakan frekuensi dan jenis tugas sesuai dengan kemampuannya

(Syukur, 2001:74).

Dari pendapat tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

pengalaman kerja adalah waktu yang digunakan oleh seseorang untuk

memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan

frekuensi dan jenis tugasnya.

Mengingat pentingnya pengalaman kerja dalam suatu perusahaan,

maka dipikirkan juga tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

pengalaman kerja. Menurut Djauzak Ahmad (1994:57), faktor-faktor yang

dapatmempengaruhi pengalaman kerja seseorang adalah waktu,

frekuensi, jenis tugas, penerapan, dan hasil. Dapat dijelaskan sebagai

berikut:
60

a. Waktu

Semakin lama seseorang melaksanakan tugas akan memperoleh

pengalaman kerja yang lebih banyak.

b. Frekuensi

Semakin sering melaksanakan tugas sejenis umumnya orang

tersebut akan memperoleh pengalaman kerja yang lebih baik.

c. Jenis tugas

Semakin banyak jenis tugas yang dilaksanakan oleh seseorang

maka umumnya orang tersebut akan memperoleh pengalaman

kerja yang lebih banyak.

d. Penerapan

Semakin banyak penerapan pengetahuan, keterampilan, dan sikap

seseorang dalam melaksanakan tugas tentunya akan dapat

meningkatkan pengalaman kerja orang tersebut.

e. Hasil

Seseorang yang memiliki pengalaman kerja lebih banyak akan

dapat memperoleh hasil pelaksanaan tugas yang lebih baik.

Manfaat pengalaman kerja adalah untuk kepercayaan,

kewibawaan, pelaksanaan pekerjaan, dan memperoleh penghasilan

(Soekarno, 1997). Berdasarkan manfaat masa kerja tersebut maka

seseorang yang telah memiliki masa kerja lebih lama apabila

dibandingkan dengan orang lain akan memberikan manfaat:


61

a. Mendapat kepercayaan yang semakin baik dari orang lain dalam

pelaksanaan tugasnya.

b. Kewibawaan akan semakin meningkat sehingga dapat

mempengaruhi orang lain untuk bekerja sesuai dengan

keinginannya.

c. Pelaksanaan pekerjaan akan berjalan lancar karena orang tersebut

telah memiliki sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

d. Dengan adanya pengalaman kerja yang semakin baik, maka orang

akan memperoleh penghasilan yang lebih.

Karyawan yang sudah berpengalaman dalam bekerja akan

membentuk keahlian di bidangnya, sehingga dalam menyelesaikan suatu

produk akan cepat tercapai. Produktivitas kerja karyawan dipengaruhi

olehpengalaman kerja karyawan, semakin lama pengalaman kerja

karyawan akan semakin mudah dalam menyelesaikan suatu produk dan

semakin kurang berpengalaman kerja karyawan akan mempengaruhi

kemampuanberproduksi, karyawan dalam menyelesaikan suatu produk.

4. Pengetahuan

Dalam kamus bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1999)

pengetahuan berasal dari kata “tahu” artinya sesuatu proses pada panca

indera terutama mata terhadap objek secara factual ada, serta

berlangsung dalam keadaan sadar, yang selanjutnya berkembang


62

menjadi suatu pengetahuan melalui membaca, mendengar atau

mengalami.

Dalam bahasa Inggris “Pengetahuan” dikenal dengan istilah

“knowledge” dalam kamus filsafat Torens dikemukakan beberapa

pengertian pengetahuan antara lain:

a. Pengenalan akan sesuatu.

b. Keakraban atau perkenalan sesuatu dari pengalaman .

c. Apa yang dipelajari.

d. Persepsi jelas tentang apa yang dipandang sebagai fakata

kebenaran dan kewajiban.

e. Informatasi dan atau pelajaran yang dipelihara dan diteruskan oleh

peradaban .

f. Hal-hal yang berada dalam kesadaran yang dibenarkan dengan

cara tertentu dan dengan demikian dipandang sebagai benar.

(Pasesean, 2002)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (Notoatmodjo, 2003).


63

Menurut Winkel (1996), pengetahuan mencakup akan hal-hal yang

pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal itu dapat meliputi

fakta, kaidah dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan

yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk

ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition).

Pengetahuan mempunyai enam tingkatan, yakni:

1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya (recall) dan merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah.

2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secata benar tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi

masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis), menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.


64

6. Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau

materi (Notoatmodjo, 2003).

Dari beberapa pengertian dapat dikatakan bahwa pengetahuan

adalah suatu proses kehidupan yang diketahui dan dimengerti manusia

secara langsung dari kesadaran dirinya setelah melihat atau

menyaksikan, mengalami atau mendengar, baik melalui pendidikan

formatal maupun informatal. Dengan demikian dalam proses

pengetahuan tersebut terdapat dua komponen yaitu yang mengetahui

dalam hal ini manusia sebagai subjek, serta yang diketahui dalam hal ini

sesuatu fakta yang mendalam mengenai objek. Semakin luas dan

mendalam pengetahuan manusia terhadap obyek yang diketahuinya

akan semakin memudahkan manusia untuk melakukan sesuatu yang

berkaitan dengan obyek tersebut.

Dalam hubungannya dengan rekam medis, dapat dikatakan bahwa

semakin luas dan mendalam pengetahuan petugas kesehatan rawat inap

suatu rumah sakit terhadap rekam medis, akan semakin memudahkan

mereka untuk melakukan dan menyelesaikan tugas dan atau hal-hal

yang berkaitan dengan rekam medis tersebut, baik dalam hal pengisian,

maupun dalam hal pengembaliannya secara benar, lengkap dan tepat

waktu. Pengetahuan yang dimaksudkan disini meliputi pengetahuannya

tentang fungsi, tujuan diadakannya berkas rekam medis, kegunaan,


65

kerahasiaan, kepemilikan, tanggung jawab, serta resiko bilamana rekam

medis tersebut tidak diisi secara lengkap dan benar, hingga

pengembaliannya secara tepat waktu. Bilamana pengetahuan petugas

terhadap rekam medis rendah dan sempit, dengan sendirinya akam

mempengaruhi perhatian dan keinginannya untuk menangani

pengelolaan rekam medis tersebut yang pada akhirnya akan

mempengaruhi mutu rekam medis dan mutu pelayanan kesehatan suatu

rumah sakit secara keseluruhan.

Jadi pengetahuan tentang pelaksanaan rekam medis yaitu

bagaimana petugas untuk mengetahui pentingnya pengisian berkas

rekam medis dengan lengkap, benar dan tepat.

Dengan demikian tingkat pengetahuan petugas yang kurang

memahami rekam medis, mengenai tujuan, fungsi, kegunaan,

kerahasiaan, tanggungjawab pengisian dan tatacara pengisian secara

tak langsung mempengaruhi kinerja petugas dalam melakukan pengisian

berkas rekam medis. Rendahnya pemahaman dan pengetahuan petugas

terhadap rekam medis dapat menyebabkan rendahnya mutu rekam

medis.

5. Keterampilan

Pendapat Sustermeister dan Bob Davis et al ini dipandang bahwa

kemampuan (ability) dapat dipandang sebagai suatu karakteristik umum

dari seseorang yang berhubungan dengan pengetahuan dan


66

keterampilan yang diwujudkan melalui tindakan. Kemampuan seorang

pegawai secara aplikatif indikatornya dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Keterampilan Menjalankan Tugas

Dalam proses pekerjaan di lapangan akan mengalami hal-hal yang

luas dan kompleks, sehingga pegawai harus dibekali pengetahuan dan

keterampilan yang mantap dan handal. Pimpinan yang baik akan

memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan agar stafnya bisa

menjalankan pekerjaan dengan sebaik-baiknya diantaranya sebagai

berikut:

1) Meningkatkan partisipasi dalam volume pekerjaan.

2) Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu pegawai terhadap sesuatu

masalah yang sedang dibicarakan.

3) Mengembangkan pola berfikir pegawai dan tata cara bekerja yang baik.

4) Menuntut proses berfikir pegawai dan tata cara bekerja yang baik akan

membantu pimpinan dalam meningkatkan kualitas pelayanan pada

masyarakat.

5) Memusatkan perhatian pegawai terhadap pegawai terhadap masalah-

masalah yang sedang ditangani di lapangan.

b. Keterampilan Memberikan Penguatan (Reinforcement Skill)

Penguasaan atau reinforcement adalah segala bentuk respon,

apakah bersifat verbal (biasa diungkapkan atau diutarakan dengan kata-

kata langsung seperti, baik pekerjaannya, sukses menjalankan tugas,


67

benar dan sebagainya) maupun non verbal (biasanya dilakukan dengan

gerak, isyarat, pendekatan dan sebagainya), yang merupakan bagian

dan modifikasi tingkah laku dan kebijakan pimpinan terhadap pegawai,

yang bertujuan untuk memberikan informasi umpan balik bagi pegawai

atas pekerjaannya sebagai suatu tindakan dorongan atau koreksi.

Reinforcement dapat berarti juga respon terhadap suatu tingkah

laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali

tingkah laku tersebut. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk memberikan

pelajaran atau membesarkan hati pegawai agar mereka lebih giat

berpartisipasi dalam interaksi melaksanakan pekerjaan di lapangan.

Tujuan reinforcement yang diharapkan berpengaruh positif

terhadap sikap pegawai adalah untuk:

1) Meningkatkan perhatian pegawai terhadap konsentrasi pekerjaan

2) Merangsang dan meningkatkan motivasi kerja.

3) Meningkatkan gairah kerja dan membina tingkah laku pegawai yang

produktif.

Berkaitan dengan cara memberikan reinforcement, Usman

(1992:75) menjelaskan bahwa, ada empat dalam menggunakan

penguatan, yakni:

1) Penguatan kepada kelompok pegawai: penguatan ini dapat dilakukan

dengan memberikan penghargaan kepada kelompok pegawai yang dapat


68

menyelesaikan tugas pekerjaannya dengan baik yang diberikan oleh

pimpinan kepada kelompok tersebut.

2) Penguatan kepada pribadi tertentu: penguatan harus jelas kepada siapa

ditunjukkan sebab bila tidak jelas akan tidak efektif. Hal ini dapat

dilakukan dengan terlebih dahulu menyebutkan nama pengawai.

3) Variasi dalam penggunaan: jenis atau macam penguatan yang digunakan

hendaknya bervariasi tidak terbatas pada satu jenis saja hal ini akan

menimbulkan kebosanan dan lama kelamaan akan kurang efektif.

c. Keterampilan Mengadakan Variasi (Variation skill)

Variasi pemberian rangsangan (motif) pegawai adalah suatu

kegiatan pimpinan dalam konteks proses interaksi pekerjaan atau rugas

di lapangan yang di tujukan untuk mengatasi kebosanan pegawai

sehingga dalam situasi melaksanakan pekerjaan, pegawai senantiasa

menunjukkan disiplin, kejujuran, tanggung jawab, antusiasme, serta

penuh partisipasi. Secara garis besar tujuan dan manfaat dari variation

skill adalah sebagai berikut:

1) Menimbulkan dan meningkatkan perhatian pegawai kepada aspek tugas

dan tanggung jawab yang diembangnya yang relevan dengan tugas dan

fungsinya.

2) Memberikan kesempatan bagi berkembangnya bakat atau prakarsa

pegawai yang ingin mengetahui dan menyelidiki pada pekerjaan atau job

yang baru.
69

3) Menumpuk tingkah laku yang positif terhadap pimpinan dan instansi,

lembaga dengan berbagai cara pekerjaan yang lebih hidup dan bervariasi

di lingkungan kerjanya dengan lebih baik.

4) Memberikan kesempatan kepada pegawai untuk memperoleh cara

menyerap pengarahan pimpinan yang menjadi tugas dan fungsinya

sebagai seorang pegawai yang baik.

Sedang keterkaitan dengan prinsip penggunaannya, lebih jauh

Usman (1992:77) menjelaskan bahwa, ada tiga prinsip penggunaan

variation skill yang perlu diperhatikan, yakni:

1) Variasi hendaknya di gunakan dengan suatu maksud tertentu yang

relevan dengan tujuan yang hendak dicapai.

2) Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga

tidak merusak perhatian pegawai dan tidak menggangu pekerjaan.

3) Direncanakan dengan matang dan secara eksplisit dicantumkan dalam

rencana pekerjaan atau program kerja.

6. Pelatihan

Istilah pelatihan menunjukkan suatu proses dari sikap, keahlian

dan kemampuan tertentu bagi para karyawan untuk melaksanakan

pekerjaannya secara meningkat atau lebih produktif. Singkatnya

pendidikan lebih banyak berhubungan dengan teori tentang pekerjaan,

sedangkan pelatihan lebih berhubungan dengan masalah-masalah

praktek (Dale, 1998:129). Dengan perkataan lain, kegiatan pelatihan

bertujuan untuk : (1) membantu karyawan menambah kemampuannya di


70

bidang pekerjaan tertentu; (2) Dapat menimbulkan perubahan dalam

kebiasaan melakukan pekerjaan, sikap terhadap pekerjaan, maupun

pengetahuan yang diterapkan dalam pekerjaan; (3) Berhubungan dengan

pekerjaan tertentu.

Pelatihan pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk

meningkatkan pengetahuan dan kecakapan serta kemampuan individu

agar dapat melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan yang dibebankan

kepadanya (Moekijat, 1995).

Menurut Notoatmodjo (1989) pelatihan adalah kegiatan

perusahaan atau organisasi yang bertujuan untuk dapat memperbaiki

dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan

dari karyawan atau anggotanya sesuai dengan keinginan dari

perusahaan yang bersangkutan.

Berdasarkan Kepres Nomor 34 tahun 1972, pelatihan adalah

kegiatan pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh

dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan dalam waktu

relatif singkat dan dengan metode lebih mengutamakan praktik daripada

teori.

Soeprihanto (2000) menyatakan bahwa pelatihan mempunyai

manfaat, antara lain:

a. Meningkatkan produktivitas, baik kuantitas maupun kualitas


71

b. Meningkatkan moral kerja yang mendukung terciptanya suatu kerja yang

harmonis dengan hasil kerja yang meningkat

c. Karyawan akan semakin percaya akan kemampuannya sehingga para

pengawas tidak terlalu dibebani untuk selalu mengadakan pengawasan

setiap saat

d. Menurunnya angka kecelakaan kerja

e. Meningkatkan stabilitas dan fleksibilitas karyawan

f. Membantu mengembangkan pribadi karyawan

Dengan demikian pelatihan adalah proses pendidikan informatal

untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan personel dalam

waktu relatif singkat yang mengutamakan pengetahuan praktis sehingga

personel dapat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.

Pengertian pelatihan menurut Moekijat (1999:78), Pelatihan adalah

merupakan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian

untuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Pengertian lain menurut

Ranupandoyo (1998:98), Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk

memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitan aktivitas

ekonomi. Pelatihan membantu karyawan dalam memahami pengetahuan

praktis dan pengetrapannya guna meningkatkan keterampilan,

kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam mencapai

tujuan.
72

Sedangkan pendapat yang lain menurut Moekijat (1999:110),

Pelatihan adalah suatu proses yang membantu karyawan untuk

memperoleh efektivitas pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan

datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran dan tindakan,

kecakapan pengetahuan dan sikap. Pendapat senada dinyatakan oleh

Flippo (1993), bahwa Pelatihan adalah merupakan suatu usaha

peningkatan pengetahuan dan keahlian seorang karyawan untuk

mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.

Setiap perusahaan yang menginginkan agar karyawannya dapat

bekerja secara lebih efektif dan efisien tidak boleh meremehkan masalah

latihan. Memang ada beberapa karyawan yang mampu memotivasi diri

untuk dapat meningkatkan kemampuan tanpa campur tangan dari

perusahaan yang bersangkutan. Tetapi dalam kenyataan jumlah

karyawan yang mampu memotivasi diri sangatlah kecil. Disamping itu

kemungkinan latihan yang dilakukan oleh pribadi-pribadi tidak sesuai

dengan kebutuhan dan keinginan perusahaan.

Dengan latihan diharapkan pekerjaan akan dapat dilaksanakan

lebih efektif dan efisien, sebab dengan latihan tersebut diusahakan untuk

memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan

pengetahuan dari karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Menurut Nitisemito (1999:88), ada beberapa sasaran yang dicapai

dengan mengadakan latihan, antara lain:


73

a. Pekerjaan diharapkan lebih cepat dan lebih baik.

b. Penggunaan bahan dapat lebih hemat.

c. Penggunaan peralatan dan mesin diharapkan akan lebih tahan

lama.

d. Angka kecelakaan diharapkan lebih kecil.

e. Tanggung jawab lebih besar.

f. Biaya produksi diharapkan lebih rendah.

g. Kelangsungan perusahaan diharapkan lebih terjamin.

Dari berbagai pendapat dari pelatihan yang dikemukakan ini, dapat

disimpulkan bahwa pelatihan merupakan suatu tindakan atau kegiatan

yang intinya adalah membantu karyawan dalam peningkatan

pengetahuan dan keahliannya untuk meningkatkan efesiensi dan

efektivitas kerja.

Pengertian pelatihan tidak sama dengan pengertian

pengembangan, pelatihan adalah suatu proses jangka pendek dimana

karyawan operasional mempelajari keterampilan teoritis operasional

secara sistematis, sedangkan pengembangan adalah suatu proses

jangka panjang dimana karyawan manajerial mempelajari konsep abstrak

dan teoritis secara sistimatis (Gunawan Jiwanto, 2005).

Berdasarkan pemahaman tentang konsep pendidikan dan

pelatihan disimpulkan bahwa melalui program pendidikan dan pelatihan

akan dapat ditingkatkan: prestasi kerja personil, kemampuan dan


74

keterampilan teknis (technical skill), keahlian dan kecakapan memimpin,

kemampuan mengambil keputusan (manajerial skill) serta konseptual

skill.

Sedangkan pendapat mengenai keuntungan pelatihan menurut

Moekijat (1999:115) sebagai berikut:

a. Produktifitas yang bertambah dipandang dari sudut jumlah dan mutu.

b. Kecelakaan yang berkurang.

c. Pengawasan yang berkurang.

d. Stabilitas dan fleksibilitas organisasi yang bertambah.

e. Semangat kerja yang bertambah.

F. Karakteristik Psikologis

1. Sikap

Secara umum, sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan

untuk berespons (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau

situasi tertentu. Sikap mengandung penilaian emosional atau afektif

(senang, benci, sedih dan sebagainya), di samping komponen kognitif

(pengetahuan tentang objek tersebut) serta aspek konotif

(kecenderungan bertindak) (Notoadmodjo, 2003). Sikap seseorang dapat

berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek


75

tersebut, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya

(Sarwono, 1997).

Berbagai tingkatan dalam sikap menurut Notoadmodjo (2003):

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan objek.

b. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi dari sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2. Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau

menggerakkkan. Secara konkrit motivasi dapat diberi batasan sebagai

“Proses pemberian motif (penggerak) bekerja kepada para bawahan

sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi

tercapainya tujuan organisasi secara efisien” (Sarwoto, 1979). Motivasi


76

adalah pemberian kegairahan bekerja kepada karyawan yang

dimaksudkan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala daya

upayanya (Manullang, 1982). Terry dan Rue dalam Suharto dan Budi

Cahyono (2005), mengatakan bahwa motivasi adalah “… getting a

person to exert a high degree of effort …” yang artinya adalah “motivasi

membuat seseorang untuk bekerja lebih berprestasi”

Menurut kamus Bahasa Indonesia Modern, karangan Muhammad

Ali, motif diartikan sebagai sebab-sebab yang menjadi dorongan tindakan

seseorang; dasar pikiran dan pendapat; sesuatu yang menjadi pokok.

Dari pengertian motif tersebut dapat diturunkan pengertian motivasi

sebagai sesuatu yang pokok, yang menjadi dorongan bagi seseorang

untuk bekerja (Arep dkk, 2003).

Dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan dari

dalam diri sendiri (internal tention) yang merupakan latar belakang yang

melandasi perilaku seseorang supaya mau bekerja giat dan antusias

untuk mencapai hasil yang maksimal. Manusia dalam melakukan

kegiatan tertentu bukan saja berbeda dalam kemampuannya tetapi juga

berbeda dalam kemauan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Motivasi orang bekerja bermacam-macam. Ada yang termotivasi

mengerjakan sesuatu karena uangnya banyak, meskipun kadang-kadang

pekerjaan itu secara hukum tidak benar. Ada juga yang termotivasi

karena rasa aman atau keselamatan meskipun bekerja dengan jarak


77

yang jauh, bahkan ada orang yang termotivasi bekerja hanya Karen

pekerjaan tersebut memberikan prestise yang tinggi walaupun gajinya

sangat kecil (Arep dan Tanjung, 2003).

Robin (2009) mengatakan bahwa jika karyawan tidak termotivasi,

berarti kesalahan ada pada manajer bukan pada karyawan. Banyak

karyawan kehilangan motivasi karena mereka melihat hubungan yang

lemah antara usaha dan kinerja mereka, antara kinerja dan penghargaan

organisasi, atau antara penghargaan yang mereka terima dan

penghargaan yang benar-benar mereka inginkan.

Secara singkat, manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan

gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu,

manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang

termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya,

pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala

waktu yang sudah ditentukan, serta orang akan senang melakukan

pekerjaannya (Arep dkk, 2003).

Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya

akan membuat orang senang melakukannya. Orangpun akan merasa

dihargai/diakui. Hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul

berharga bagi orang yang termotivasi, orang akan bekerja keras. Hal ini

dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi untuk menghasilkan

sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh


78

individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak

pengawasan, semangat juangnya akan tinggi. Hal ini akan memberikan

suasana bekerja yang bagus di semua bagian (Arep dkk, 2003).

G. Kerangka Teori

Rekam medis adalah rekaman catatan yang dibuat untuk setiap

pasien pada saat kunjungan pengobatan di suatu pelayanan kesehatan

yang berisikan riwayat penyakit, tindakan dan pengobatannya. Rekam

medis harus diisi segera dan secara langsung pada saat dilakukan

tindakan dan pada pemberian instruksi oleh dokter, atau oleh perawat

pada saat dilakukan observasi telah timbul suatu gejala atau suatu

perubahan, dan sewaktu melakukan tindakan (Guwandi, 2005).

Kelengkapan dari rekam medis sangat tergantung kepada kinerja

orang-orang yang bertanggung jawab dalam pengisian rekam medis,

salah satu diantaranya adalah dokter. Kinerja adalah suatu hasil yang

dicapai dari proses bekerja seseorang yang dapat dinilai atau diukur

sesuai dengan standar atau tata cara penilaian kinerja. Praktik

keperawatan pada dasarnya adalah memberikan asuhan keperawatan

yang dimulai dari pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosis

keperawatan, menyusun perencanaan tindakan keperawatan,

melaksanakan tindakan keperawatan sampai evaluasi terhadap tindakan

dan akhirnya mendokumentasikan hasil keperawatan pada lembaran

rekam medis pasien. Ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis


79

dapat diakibatkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah karakteristik

perawat (meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja,

pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan, pelatihan) dan karakteristik

psikologis (meliputi: sikap dan motivasi).

Menurut Gibson, dkk (1997), terdapat 3 (tiga) kelompok variabel

yang mempengaruhi kinerja dan perilaku seseorang, yaitu variabel

individu (meliputi: umur, jenis kelamin, pengalaman, tingkat sosial,

kemampuan dan keterampilan), variabel organisasi (meliputi: sumber

daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan) dan

variabel psikologis (meliputi: persepsi, sikap, belajar, kepribadian,

motivasi).

Darma (2005) menambahkan, bahwa terdapat beberapa

karakteristik individu yang mempengaruhi kinerja, meliputi: umur, jenis

kelamin, pendidikan, lama kerja, penempatan kerja dan lingkungan kerja

(rekan kerja, atasan, organisasi, penghargaan dan imbalan).


80

Sumber: Gibson dkk (1997)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Variabel yang mempengaruhi Perilaku dan Kinerja

H. Kerangka Konsep
81

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

I. Hipotesis
82

1. Ada pengaruh umur terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan rekam

medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

2. Ada pengaruh pendidikan terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan

rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

3. Ada pengaruh lama kerja terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan

rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

4. Ada pengaruh ketrampilan terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan

rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

5. Ada pengaruh tingkat pelatihan petugas terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar

6. Ada pengaruh tingkat pengetahuan petugas terhadap kinerja perawat

dalam kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar

7. Ada pengaruh sikap petugas terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan

rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

8. Ada pengaruh motivasi petugas berpengaruh terhadap kinerja perawat

dalam kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar.

9. Ada pengaruh Kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.
83

10. Ada pengaruh Imbalan berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam

kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

11. Ada pengaruh Desain Pekerjaan berpengaruh terhadap kinerja perawat

dalam kelengkapan rekam medis di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar.
84

J. Defenisi Operasional

Tabel 2.1
Defenisi Operasional Penelitian

Variabel Defenisi Operasional Indikator Skala

Pengalaman Berapa lama masa kerja perawat di instalasi Lama kerja dalam Tahun Ordinal
rawat inap di Rumah Sakit Stella Maris.

Pengetahuan Pengetahuan petugas rekam medis, medis 1. Pengetahuan petugas tentang tujuan rekam medis Ordinal
dan paramedis dalam memahami arti 2. Pengetahuan petugas tentang fungsi rekam medis
(makna) rekam medis dan isi protap rekam 3. Pengetahuan petugas tentang manfaat rekam
medis
medis
4. Pengetahuan petugas tentang kerahasiaan rekam
medis
5. Pengetahuan petugas tentang kepemilikan rekam
medis
6. Pengetahuan petugas tentang tanggung jawab
pengisian rekam medis
Keterampilan Keterampilan petugas adalah kemampuan Kemampuan petugas dalam mengisi format rekam Ordinal
petugas untuk mengisi format rekam medik medik

Pelatihan Pernah tidaknya petugas mengikuti Pernah atau tidak pernah ikut pelatihan Ordinal
pelatihan pengisian rekam medik atau
pelatihan yang sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya.
85

Sikap Reaksi atau respons perawat berupa Ordinal


tanggapan dalam rekam medis,
meliputi: pengisian pengkajian awal
keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi
keperawatan dan pengembalian rekam
medis pada bidang rekam medis.
Motivasi Dorongan atau semangat untuk bekerja Ordinal
dengan sebaik-baiknya dalam
melaksanakan tugas melakukan pengisian
rekam medis.

Kinerja Tindakan atau tingkat pencapaian 1. Terisi 70% atau kurang Ordinal
perawat dalam pelaksanaan rekam 2. Terisi lebih dari 70%
medis, meliputi: pengisian pengkajian
awal keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi
keperawatan dan pengembalian rekam
medis pada bidang rekam medis.
86

BAB III

METODE PENELITIAN

J. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi kasus (study

case) yang menggunakan metode survey dan observasi. Pendekatan studi kasus (study

case) pada penelitian ini menunjukkan bahwa fenomena yang digambarkan hanya terjadi

pada satu tempat/lokasi tertentu saja yaitu pada Rumah Sakit Stella Maris Makassar, tidak

berlaku untuk rumah sakit-rumah sakit lain.

Penelitian ini bersifat verifikatif yang pada dasarnya ingin menguji kebenaran dari

suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan.

K. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Stella Maris Makassar yang dilaksanakan

pada bulan Oktober-November 2011.

L. Populasi Penelitian

Semua perawat yang sedang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Stella

Maris.

M. Sampel Penelitian

a. Unit observasi

Adalah perawat yang bekerja pada unit ruang rawat inap di rumah sakit Stella Maris

Makassar periode Oktober sampai dengan November 2011.

b. Unit analisis
87

Terdiri dari:

- variabel independen: karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, lama

kerja, kemampuan dan keterampilan, pelatihan, pengetahuan) dan karakteristik

psikologis (sikap, motivasi)

- variabel dependen: kinerja perawat dalam kelengkapan rekam medis di Ruang

Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar Tahun 2011

c. Jenis pengambilan dan besar sampel

Dilakukan dengan total sampling yaitu dengan mengambil semua perawat yang

bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Stella Maris sejumlah 143 perawat.

N. Jenis dan Sumber data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini berisi data responden yang berhubungan dengan

identitas responden dan keadaan sosial seperti umur, pendidikan, masa kerja dan

pendapat responden mengenai karakteristik psikologis seperti sikap dan motivasi.

Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara langsung dan menggunakan

kuesioner penelitian pada sejumlah perawat yang bertugas pada ruang rawat inap Rumah

Sakit Stella Maris Makassar.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berisi data jumlah perawat per unit perawatan,

jumlah tempat tidur per unit perawatan dan data kelengkapan berkas rekam medis. Data

sekunder diperoleh dari profil rumah sakit dan dengan mengambil data langsung di Bagian

Rekam Medis di Rumah Sakit Stella Maris Makassar.

O. Teknik Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:


88

a. Untuk variabel independen, data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan

perawat menggunakan kuesioner penelitian yang dibagikan kepada seluruh perawat

yang bertugas di ruang rawat inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar.

b. Untuk variabel dependen, data primer diperoleh melalui obervasi langsung pada tiap

ruang rawat inap dengan menggunakan daftar isian untuk melihat persentase

kelengkapan berkas rekam medis pada ruang rawat inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar.

c. Untuk data sekunder diperoleh dari bagian keperawatan berupa data jumlah dan

distribusi perawat dan dari bagian rekam medis berupa data persentase kelengkapan isi

rekam medis Rumah Sakit Stella Maris Makassar.

P. Variabel Penelitian & Metode Pengukurannya

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua buah variabel, yaitu variabel bebas/independen (X)

dan variabel terikat/dependen (Y). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja

perawat dalam kelengkapan rekam medis, sedangkan variabel bebas adalah karakteristik

individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja, kemampuan dan ketrampilan,

pelatihan, pengetahuan) dan karakteristik psikologis (sikap, motivasi).

2. Metode Pengukuran

Variabel dalam penelitian ini diukur dengan skala Likert.

Q. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum melakukan analisis statistik, terlebih dahulu kuisioner di uji coba

terhadap 50 orang Perawat untuk melihat apakah kuisioner yang akan digunakan

sudah benar dan layak untuk digunakan mengukur variabel yang diinginkan. Dan

berdasarkan hasil uji ditemukan bahwa kuisioner telah reliable dan valid.
89

R. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji regresi

logistik berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakteristik individu dan

psikologis terhadap kinerja perawat dalam kelengkapan rekam medis di ruang rawat

inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Interpretasi : Ho ditolak jika p < 0,05

Ho = Tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat

Ha = Ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat


90

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran umum lokasi penelitian

Rumah Sakit Stella Maris Makassar terbentuk bermula dari nilai Kasih yang tulus

dan membuahkan cita-cita luhur yang membuat keprihatinan dan kepedulian akan

penderitaan orang-orang kecil yang kurang mampu. Oleh karena itu, sekelompok

Suster JMJ Komunitas Rajawali mewujudkan kasih dan cita-cita tersebut ke dalam

suatu rencana untuk membangun sebuah Rumah Sakit Katolik yang berpedoman pada

nilai-nilai Injil. Rumah Sakit Stella Maris Makassar berdiri sejak 8 Desember 1938, dan

diresmikan tanggal 22 September 1939. Rumah Sakit Stella Maris Makassar berdiri

diatas tanah seluas 1,99537 ha dengan luas bangunan 14.658 m2.

Untuk menjalankan kegiatan operasionalnya, Rumah Sakit Stella Maris telah

menyusun perencanaan bisnis (business plan) di mana di dalamnya ditetapkan visi

dan misi rumah sakit yang merupakan pernyataan tujuan jangka panjang rumah sakit.

Rumah Sakit Stella Maris Makassar memiliki Visi dan Misi sebagai berikut:

a. Visi : Menjadi rumah sakit terbaik di Sulawesi Selatan, khususnya di bidang

keperawatan dengan semangat Cinta Kasih Kristus kepada sesama.

b. Misi : Senantiasa siap sedia memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas

sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat termasuk bagi


91

mereka yang berkekurangan dan dilandasi dengan semangat Cinta Kasih Kristus

kepada sesama.

Uraian Visi Rumah Sakit. Stella Maris Makassar adalah:

a. Rumah sakit yang memiliki keperawatan terbaik di Sulawesi Selatan

b. Mengutamakan Cinta Kasih Kristus dalam pelayanan terhadap sesama

Uraian Misi Rumah Sakit. Stella Maris Makassar yakni:

a. Tetap memperhatikan golongan masyarakat lemah (option for the poor)

b. Pelayanan dengan mutu keperawatan prima

c. Pelayanan yang adil dan merata

d. Pelayanan kesehatan dengan standar kedokteran yang mutakhir dan komprehensif

e. Peningkatan kesejahteraan karyawan & kinerjanya.

Tabel 4.1

Jumlah Tenaga Perawat di masing-masing unit kerja

Rumah Sakit Stella Maris Tahun 2010

NO UNIT KERJA JUMLAH TOTAL

2. Administrasi 3 3

2. Rawat Jalan 13 13

3. Rawat Inap 143

- Yoseph 17
- Bernadeth
- Maria 64
- Elisabeth
- Theresia 33
92

13

16

4. ICU 37 37

5. OK 23 23

6. UGD 25 25

7. 13 13

Total 257 257

Sumber : Profil RS Stella Maris 2010

Pada tabel 4.1 dapat terlihat distribusi tenaga perawat di semua unit kerja yang ada di

Rumah Sakit Stella Maris Makassar, dimana jumlah tenaga perawat terbanyak terdapat pada

ruangan rawat inap.

Tabel 4.2

Jumlah Tempat Tidur di masing-masing ruang perawatan

Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Tahun 2010

NO UNIT KERJA JUMLAH

1 Bernadeth 1 31

2 Bernadeth 2 41

3. Bernadeth 3 20

4. Maria 2 12

5. Maria 3 15

6. Yoseph 23

7. Elizabeth 12

8. Theresia 40
93

Total 194

Sumber : Profil RS Stella Maris 2010

2. Karakteristik Perawat.

a. Distribusi Perawatan Berdasarkan Umur

Tabel 4.3
Distribusi Perawat Berdasarkan Kelompok Umur
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Tahun 2011

No Kelompok Umur Jumlah Persen (%)

1 20 – 28 Tahun 75 52,4

2 Diatas 28 tahun 68 47,6

Total 143 100,0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.3 dapat kita lihat bahwa sebagian besar responden berasal dari

kelompok umur 20–28 tahun yaitu sebanyak 52,4% sedangkan sisanya berusia diatas

dari 28 tahun yaitu sebanyak 47,6%.

b. Distribusi Perawatan Berdasarkan Pendidikan

Tabel 4.4
Distribusi Perawat Berdasarkan Pendidikan
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Tahun 2011

No Pendidikan Jumlah Persen (%)

1 SPK 14 9,8

2 Akademi 117 81,8

3 Sarjana Keperawatan 12 8,4


94

Total 143 100,0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.4 dapat kita lihat di ruangan rawat inap Rumah Sakit Stella

Maris sebagian besar perawat merupakan tamatan Akademi 81,8%. Hal ini disebabkan

karena Rumah Sakit Stella Maris memiliki akademi keperawatan sendiri dan pihak

Rumah Sakit.mengutamakan lulusan dari akademi mereka sendiri untuk bekerja di

Rumah Sakit.

c. Distribusi Perawat Berdasarkan Pernah mengikuti pelatihan

Tabel 4.5
Distribusi Perawat Berdasarkan Pernah mengikuti Pelatihan
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Tahun 2011

No Pelatihan Jumlah Persen (%)

1 Pernah Mengikuti 23 16,1

2 Tidak Pernah 120 83,9

Total 143 100,0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.5 dapat kita lihat bahwa sebagian besar responden belum

pernah mengikuti pelatihan 83,9%. Sedangkan yang pernah mengikuti pelatihan hanya

sebesar 16,1%.

d. Distribusi Perawat Berdasarkan Pengalaman Kerja

Tabel 4.6
Distribusi Perawat Berdasarkan Pengalaman Kerja
95

Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar


Tahun 2011

No Pengalaman Kerja Jumlah Persen (%)

1 5 tahun atau kurang 72 50,3

2 6 – 10 tahun 23 16,1

3 Lebih dari 10 tahun 48 33,6

Total 143 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.6 dapat kita lihat bahwa sebagian besar perawat merupakan

perawat dengan masa kerja 5 tahun atau kurang (50,3%), sedangkan yang lebih dari 10

tahun ada sebesar 33,6%.

e. Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Pengetahuan

Tabel 4.7
Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Pengetahuan
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Tahun 2011

No Kategori Pengetahuan Jumlah Persen (%)

1 Baik 142 99,3

2 Kurang Baik 1 0,7

Total 143 100,0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.7 dapat kita lihat bahwa sebagian besar perawat memiliki

pengetahuan yang baik, yaitu sebesar 99,3% dan yang memiliki pengetahuan yang

kurang baik hanya sebesar 0,7%.


96

f. Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Keterampilan

Tabel 4.8
Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Keterampilan
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Tahun 2011

No Kategori Keterampilan Jumlah Persen (%)

1 Baik 138 96,5

2 Kurang Baik 5 3,5

Total 143 100,0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.8 dapat kita lihat bahwa sebagian besar perawat memiliki

Keterampilan yang baik, yaitu sebesar 96,5% dan yang memiliki Keterampilan yang

kurang baik hanya sebesar 3,5%.

g. Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Sikap

Tabel 4.9
Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Sikap
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Tahun 2011

No Kategori Sikap Jumlah Persen (%)

1 Baik 136 95,1

2 Kurang Baik 7 4,9

Total 143 100,0

Sumber : Data Primer


97

Berdasarkan tabel 4.9 dapat kita lihat bahwa sebagian besar perawat memiliki Sikap

yang baik, yaitu sebesar 95,1% dan yang memiliki Sikap yang kurang baik hanya

sebesar 4,9%.

h. Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Motivasi

Tabel 4.10
Distribusi Perawat Berdasarkan Kategori Motivasi
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Tahun 2011

No Kategori Motivasi Jumlah Persen (%)

1 Baik 140 97,9

2 Kurang Baik 3 2,1

Total 143 100,0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.10 dapat kita lihat bahwa sebagian besar perawat memiliki

Motivasi yang baik, yaitu sebesar 97,9% dan yang memiliki Motivasi yang kurang baik

hanya sebesar 2,1%.

i. Distribusi Perawat Berdasarkan Kinerja Perawat

Tabel 4.11
Distribusi Perawat Berdasarkan Kinerja Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar
Tahun 2011

No Kinerja Pengisian Rekam Jumlah Persen (%)


Medis

1 70% atau kurang 97 67,8


98

2 Lebih dari 70% 46 32,2

Total 143 100,0

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.11 dapat kita lihat bahwa kelompok perawat yang pengisian

rekam medisnya lebih dari 70% ada sebanyak 62,5%, sedangkan yang pengisiannya 70

atau kurang dari 70% hanya sebesar 37,5%.

3. Pengaruh Kinerja Perawat terhadap Kelengkapan Rekam Medis di bagian Rawat Inap

Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Tabel 4.12
Pengaruh Kategori Umur terhadap Kinerja Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Tahun 2011

Kinerja Perawat Regresi Logistik

70% atau Total p Exp (B)


Kategori Umur Lebih 70%
Kurang

n % N % n %

20 – 28 Tahun 50 66,7 25 33,3 75 100 0,046 10,697

Lebih dari 28 tahun 47 69,1 21 30,9 68 100


99

Total 97 67,8 46 32,2 143 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.12 dapat kita lihat bahwa untuk kelompok umur 20 -28 tahun

sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih dari 70%, hal yang sama juga terjadi

pada kelompok umur lebih dari 28 tahun. Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p =

0,046 yang berarti ada pengaruh antara umur perawat dengan kinerja perawat.

Tabel 4.13
Pengaruh Kategori Pendidikan terhadap Kinerja Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Tahun 2011

Kinerja Perawat Regresi Logistik

70% atau Total p Exp (B)


Kategori Pendidikan Lebih 70%
Kurang

n % N % n %

SPR/SPK 9 64,3 5 35,7 14 100

Akademi 80 68,4 37 31,6 117 100 0,784 0,890

Sarjana Keperawatan 8 66,7 4 33,3 12 100

Total 97 67,8 46 32,2 143 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.13 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang berasal dari

SPR/SPK sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih dari 70%, hal yang sama juga

terjadi pada tingkat pendidikan akademi dan Sarjana Keperawatan Berdasarkan uji regresi

logistik diperoleh nilai p = 0,784 yang berarti tidak ada pengaruh antara pendidikan perawat

dengan kinerja perawat.


100

Tabel 4.14
Pengaruh Kategori Pengalaman terhadap Kinerja Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Tahun 2011

Kinerja Perawat Regresi Logistik

70% atau Total p Exp (B)


Kategori Pengalaman Lebih 70%
Kurang

n % n % n %

5 tahun atau kurang 47 65,3 25 34,7 72 100

6 – 10 tahun 21 91,3 2 8,7 23 100 0,031 3,859

Lebih 10 tahun 29 60,4 19 39,6 48 100

Total 97 67,8 46 32,2 143 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.14 dapat kita lihat bahwa untuk perawat dengan kategori masa

kerja mana pun tetap sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih dari 70%,

Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 031 yang berarti ada pengaruh antara

pengalaman perawat dengan kinerja perawat.

Tabel 4.15
Pengaruh Kategori Pelatihan terhadap Kinerja Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Tahun 2011
101

Kinerja Perawat Regresi Logistik

70% atau Total p Exp (B)


Kategori Pelatihan Lebih 70%
Kurang

n % n % n %

Pernah mengikuti 19 82,6 4 17,4 23 100 0,158 2,370

Tidak pernah 78 65,0 42 35,0 120 100

Total 97 67,8 46 32,2 143 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.15 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang pernah atau

belum pernah mengikuti pelatihan tetap sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih

dari 70%, Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 158 yang berarti tidak ada

pengaruh antara pelatihan perawat dengan kinerja perawat.

Tabel 4.16
Pengaruh Kategori Pengetahuan terhadap Kinerja Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Tahun 2011

Kinerja Perawat Regresi Logistik

70% atau Total p Exp (B)


Kategori Pengetahuan Lebih 70%
Kurang

n % n % n %

Baik 97 68,3 45 31,7 142 100 0,999 8,64(10)18

Kurang Baik 0 0,0 1 100,0 1 100

Total 97 67,8 46 32,2 143 100

Sumber : Data Primer


102

Berdasarkan tabel 4.16 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang memiliki

pengetahuan yang baik sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih dari 70%,

sedangkan untuk perawat yang pengetahuannya kurang baik menyelesaikan rekam

medisnya kurang dari 70%. Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 999 yang

berarti tidak ada pengaruh antara pengetahuan perawat dengan kinerja perawat.

Tabel 4.17
Pengaruh Kategori Keterampilan terhadap Kinerja Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Tahun 2011

Kinerja Perawat Regresi Logistik

70% atau Total p Exp (B)


Kategori Keterampilan Lebih 70%
Kurang

n % n % n %

Baik 94 68,1 44 31,9 138 100 0,435 3,231

Kurang Baik 3 60,0 2 40,0 5 100

Total 97 67,8 46 32,2 143 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.17 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang memiliki

keterampilan yang baik maupun yang kurang baik tetap sebagian besar menyelesaikan

rekam medis lebih dari 70%, Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 435 yang

berarti tidak ada pengaruh antara keterampilan perawat dengan kinerja perawat.
103

Tabel 4.18
Pengaruh Kategori Sikap terhadap Kinerja Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Tahun 2011

Kinerja Perawat Regresi Logistik

70% atau Total p Exp (B)


Kategori Sikap Lebih 70%
Kurang

n % n % n %

Baik 91 66,9 45 33,1 136 100 0,999 0,000

Kurang Baik 6 85,7 1 14,3 7 100

Total 97 67,8 46 32,2 143 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.18 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang memiliki sikap

yang baik maupun yang kurang baik tetap sebagian besar menyelesaikan rekam medis

lebih dari 70%, Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 999 yang berarti tidak

ada pengaruh antara sikap perawat dengan kinerja perawat.

Tabel 4.19
Pengaruh Kategori Motivasi terhadap Kinerja Perawat
Pada Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris Makassar

Tahun 2011

Kinerja Perawat Regresi Logistik


Kategori Motivasi Total
Lebih 70% 70% atau p Exp (B)
104

Kurang

n % n % n %

Baik 95 67,9 45 32,1 140 100 1,000 1,802

Kurang Baik 2 66,7 1 33,3 3 100

Total 97 67,8 46 32,2 143 100

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.19 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang memiliki motivasi

yang baik maupun yang kurang baik tetap sebagian besar menyelesaikan rekam medis

lebih dari 70%, Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 1, 00 yang berarti tidak

ada pengaruh antara motivasi perawat dengan kinerja perawat.

B. Pembahasan

12. Pengaruh usia petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar

Pada tabel 4.12 dapat kita lihat bahwa untuk kelompok umur 20 -28 tahun

sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih dari 70%, hal yang sama juga terjadi

pada kelompok umur lebih dari 28 tahun. Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai

p = 0,046 yang berarti ada pengaruh antara umur perawat dengan kinerja perawat.

Menurut Gibson (1987) ada 3 variabel yang berpengaruh terhadap kinerja: (1)

faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang, dan demografi seseorang; (2)

faktor psikologis: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi variabel ini menurut

Gibson banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial pengalaman kerja sebelumnya

dan variabel demografi; (3) faktor organisasi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan,

struktur, dan desain pekerjaan (Ilyas, 2001; Cokroaminoto, 2007). Pada masa dewasa
105

dini dimulai umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan

fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.

Masa dewasa dini dibagi menjadi Dewasa muda/awal (18-30 tahun), Dimana pada

tahap ini seseorang sedang mengalami masa penyesuaian, yang masa sebelumnya

tergantung dengan orang tua, guru, teman atau orang-orang lain yang bersedia

menolong mereka dalam menyesuaikan diri. Oleh karena itu faktor usia bisa

mempengaruhi Kinerja Mutu Pelayanan .

Hasil penelitian ini didukung oleh Atmaji (2008) yang menyatakan bahwa tidak

ada hubungan antara umur dengan kinerja asuhan keperawatan. Tetapi, hasil penelitian

Haryati (1999) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan

kinerja. Rusmiati (2006) juga mendapatkan hasil penelitian bahwa usia perawat di atas

38 tahun lebih baik dari perawat yang berusia dibawahnya. Suratun (2008) juga

menyatakan, bahwa perawat yang berumur lebih dari 30 tahun mempunyai dokumentasi

keperawatan yang lebih lengkap dari perawat yang berumur kurang dari 30 tahun.

Kenyataan di lapangan membuktikan, bahwa umur perawat berbanding lurus dan

berkorelasi positif terhadap kinerjanya. Hal ini dapat disebabkan usia bisa berpengaruh

terhadap kinerja, tapi terkadang usia juga tidak memiliki pengaruh, hal ini bisa

disebabkan karena adanya faktor lain yang bisa mempengaruhi, seperti pengetahuan,

motivasi dan lainnya.

13. Pengaruh pendidikan petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit

Stella Maris Makassar

Pada tabel 4.13 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang berasal dari

SPR/SPK sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih dari 70%, hal yang sama

juga terjadi pada tingkat pendidikan akademi dan Sarjana Keperawatan Berdasarkan
106

uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0,784 yang berarti tidak ada pengaruh antara

pendidikan perawat dengan kinerja perawat.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa kinerja tersebut tidak tergantung pada tingkat

pendidikan keahlian perawat; kinerja ini merupakan kewajiban yang dilaksanakan

berdasarkan standar prosedur yang telah ditetapkan dan Undang undang yang

berlaku yang mengharuskan bahwa setiap dokter yang melakukan pekerjaan

pelayanan kesehatan melaksanakan pengisian rekam medis (Undang Undang RI No

29/2004 tentang praktik kedokteran).

Dalam kasus ini pendidikan tidak memiliki pengaruh berarti karena sebagian

besar perawat memiliki latar belakang pendidikan yang sama yaitu berasal dari

akademi keperawatan Stella Maris. Jadi dengan latar belakang pendidikan yang

sebesar 81% sama, maka akan membuat faktor pendidikan tidak berpengaruh

terhadap kinerja perawat dalam pengisian berkas rekam medis.

14. Pengaruh Pengalaman petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit

Stella Maris Makassar

Pada tabel 4.14 dapat kita lihat bahwa untuk perawat dengan kategori masa

kerja mana pun tetap sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih dari 70%,

Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 031 yang berarti ada pengaruh

antara pengalaman perawat dengan kinerja perawat..

Pengalaman seseorang juga menunjukkan hubungan secara positif terhadap

kinerja seseorang. Masa kerja yang lama menunjukkan pengalaman yang lebih

seseorang dibandingkan rekan kerja yang lain, sehingga sering masa

kerja/pengalaman kerja menjadi pertimbangan suatu perusahaan dalam mencari

pegawai (Robbins, 2001).


107

Hasil penelitian Hariyati (1999), Rustiani (2007) dan Suratun (2008) menyatakan

tidak ada hubungan antara Pengalaman dengan kinerja perawat. Hasil penelitian di

atas bertolak belakang dengan pernyataan Prawoto (2007) yang menyatakan lama

kerja berhubungan dengan kinerja seseorang. Robbins (2003) juga mengatakan lama

kerja dan produktivitas menunjukkan adanya hubungan yang positif, artinya semakin

lama seseorang bekerja, maka akan semakin terampil dan berpengalaman pekerja itu.

Kenyataan dilapangan tidak selamanya berbanding lurus dengan teori yang ada.

Walaupun secara teori semakin berpengalaman atau semakin lama Pengalaman

seseorang maka akan menjadi semakin ahli dan kinerjanya akan semakin baik, tapi

dilapangan bisa saja hal ini tidak terjadi. Hal ini disebabkan karena terkadang perawat

dalam menjalankan pekerjaannya terjebak dalam rutinitas yang tidak pernah berubah

sehingga tidak ada inovasi-inovasi baru yang dapat mempermudah pekerjaan yang

ada. Terkadang juga ada faktor lain yang membuat kinerja perawat senior lebih buruk

dari pada perawat yang lebih muda seperti faktor keluarga, contohnya perawat muda

yang belum berkeluarga memiliki beban pikiran yang lebih sedikit dari perawat yang

sudah memiliki keluarga.

15. Pengaruh Pelatihan petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar

Pada tabel 4.15 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang pernah atau belum

pernah mengikuti pelatihan tetap sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih

dari 70%, Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 158 yang berarti tidak

ada pengaruh antara pelatihan perawat dengan kinerja perawat.

Pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan melalui pelatihan

merupakan suatu usaha untuk menghilangkan adanya kesenjangan antara unsur-


108

unsur yang dimiliki karyawan dengan unsur-unsur yang disyaratkan atau yang

diharapkan oleh perusahaan. Pelatihan merupakan hal yang sangat penting yang

dapat dilakukan oleh organisasi agar organisasi tersebut memiliki tenaga kerja yang

pengetahuan (knowledge), kemampuan (ability), dan keterampilan (skill) dapat

memenuhi kebutuhan organisasi di masa kini dan di masa yang akan datang.

Dalam kegiatan pelatihan terdapat aspek-aspek yang perlu diperhatikan antara

lain kesesuaian silabus dengan kebutuhan pelatihan, kualitas pelatih atau instruktur,

kualitas peserta, kelengkapan sarana dan prasarana yang sesuai dalam melaksanakan

kegiatan pelatihan yang simetris serta penyediaan biaya. Apabila aspek-aspek tersebut

dapat dipenuhi dengan baik maka pelatihan yang dilaksanakan akan mempunyai

pengaruh terhadap kinerja karyawan. Pelatihan akan menentukan kinerja karyawan,

sedangkan kinerja akan meningkat apabila dilakukan pelatihan dengan persyaratan

yang baik. Menurut Wether et. Al (1993) menjelaskan bahwa:“pelatihan dan kinerja

merupakan tahapan yang ke-10 dan ke-11 dari aktivitas sumber daya manusia, setelah

(1) manajemen sumber daya manusia, (2) identifikasi tantangan eksternal, (3)

identifikasi tantangan internasional, (4) identifikasi pengelolaan yang adil, (5) analisa

dan rancangan kegiatan, (6) perencanaan sumber daya manusia, (7) reklame, (8)

seleksi, dan (9) penempatan serta orientasi.

Dari proses manajemen tersebut, pelatihan dan kinerja karyawan merupakan

salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan semangat karyawan.

Program pelatihan yang intensif diarahkan untuk peningkatan keterampilan karyawan

yang dapat meraih keunggulan bersaing di pasar output dan merupakan aspek penting

dalam kebijakan sumber daya manusia. Dengan adanya pelatihan tersebut, karyawan

sebagai sumber daya.


109

Tujuan pelatihan dan pengembangan harus dapat memenuhi kebutuhan

yangdiinginkan oleh perusahaan serta dapat membentuk tingkah laku yang diharapkan

sertakondisi-kondisi bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Tujuan yang dinyatakan ini

kemudianmenjadi standar terhadap kinerja individu dan program yang dapat diukur.

Langkah-langkahyang secara spesifik dapat diukur dan pencapaian target tepat waktu

sebagaimana diuraikan di atas memberikan pedoman kepada instruktur dan peserta

pelatihan untuk mengevaluasi kesuksesan mereka. Jika tujuan tidak terpenuhi, perusahaan

dikatakan gagal dalam melaksanakan program pelatihan dan pengembangan.

Kegagalan dapat menjadi umpan balik bagi divisi pengembangan SDM dan peserta

pelatihan untuk evaluasi bagi programselanjutnya di masa mendatang.

16. Pengaruh tingkat pengetahuan petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah

Sakit Stella Maris Makassar

Pada tabel 4.16 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang memiliki pengetahuan

yang baik sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih dari 70%, sedangkan

untuk perawat yang pengetahuannya kurang baik menyelesaikan rekam medisnya

kurang dari 70%. Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 999 yang berarti

tidak ada pengaruh antara pengetahuan perawat dengan kinerja perawat.

Menurut Foster, dkk (2001), bahwa menurunnya kinerja karena kurangnya

pengetahuan karyawan yang menyebabkan karyawan tidak mengetahui informasi yang

dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan atau tidak tahu cara melaksanakan tanggung

jawab, juga disebabkan kurangnya keterampilan, meskipun seseorang secara

intelektual memahami cara untuk melakukan pekerjaan, bisa jadi dia tidak memiliki

keterampilan untuk melakukannya, hal ini dapat mempengaruhi kinerjanya.


110

Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang

memadai pada suatu pekerjaan, bergantung pada persyaratan kemampuan yang

diminta dari pekerjaan itu. Persyaratan kemampuan ini biasanya diakui apabila

seorang individu telah melewati jenjang pendidikan tertentu. Secara umum

kemampuan individu akan meningkat sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah di

laluinya (Robins, 2001).

Tingkat pendidikan formal yang semakin tinggi, berakibat pada peningkatan

harapan dalam hal karier dan perolehan pekerjaan dan penghasilan. Akan tetapi di sisi

lain, lapangan kerja yang tersedia tidak selalu sesuai dengan tingkat dan jenis

pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh para pencari kerja tesebut (Ellitan,

2003).

Salah satu faktor yang dapat meningkatkan produktifitas atau kinerja perawat

adalah pendidikan formal perawat. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja

yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk

mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di

sekitar kita untuk kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi

produktivitas kerja (Arfida, 2003). Perusahaan penyedia layanan jasa tidak akan

mendapatkan hasil yang memuaskan tanpa adanya pendidikan dan pelatihan yang

cukup untuk perawatnya. Bila manajemen berpikir bahwa pendidikan dan pelatihan

butuh biaya yang mahal maka bila terjadi kelalaian atau kesalahan dari perawat yang

berakibat pada konsumen maka harga yang harus dibayar bisa lebih mahal.

Menurut Grossmann (1999), pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia yang diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan,

semakin mudah mereka menerima sertamengembangkan pengetahuan dan teknologi,

sehingga akan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan


111

kesejahteraan keluarga. Agar perawat termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya,

sebaiknya perusahaan menggunakan keterampilan sebagai dasar perhitungan

kompensasi. Kepada perawat juga perlu dijelaskan bahwa kompensasi yang diberikan,

dihitung berdasarkan keterampilan dan kemampuannya menyelesaikan tugas yang

dibebankan kepada perawat. Misalnya: perawat yang mampu menggunakan komputer

dengan terampil, dinilai lebih dari perawat yang hanya mampu mengoperasikan mesin

ketik manual.

Menurut Foster, dkk (2001), bahwa menurunnya kinerja karena kurangnya

pengetahuan karyawan yang menyebabkan karyawan tidak mengetahui informasi yang

dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan atau tidak tahu cara melaksanakan tanggung

jawab, juga disebabkan kurangnya keterampilan, meskipun seseorang secara

intelektual memahami cara untuk melakukan pekerjaan, bisa jadi dia tidak memiliki

keterampilan untuk melakukannya, hal ini dapat mempengaruhi kinerjanya.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutrianingsih (2009), diketahui bahwa

tingkat pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap BPK

RSU Kabupaten Magelang adalah sangat baik 66,28% dan cukup baik 33,72%. Secara

kuantitatif tingkat pengetahuan perawat tentang asuhan keperawatan berhubungan

dengan pelaksanaan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap BPK RSU Kabupaten

Magelang.

Adanya perbedaan hasil dari penelitian sebelumnya dapat disebabkan berbagai

faktor salah satunya adalah sebagian besar perawat berasal dari Almamater yang

sama yaitu Akademi Keperawatan Stella Maris, sehingga tingkat pengetahuan mereka

serangam, hal ini disebabkan karena selain belajar di tempat yang sama, mereka juga

melakukan praktek lapangan di Rumah Sakit yang sama.


112

17. Pengaruh keterampilan petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit

Stella Maris Makassar

Pada tabel 4.17 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang memiliki keterampilan

yang baik maupun yang kurang baik tetap sebagian besar menyelesaikan rekam medis

lebih dari 70%, Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 435 yang berarti

tidak ada pengaruh antara keterampilan perawat dengan kinerja perawat.

Keterampilan adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki

dan dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat (Gibson,1988). Menurut

Gibson (1987) yang dikutip dan Ilyas (2001) ada tiga faktor (variabel) yang

mempengaruhi kinerja seseorang yaitu faktor individu, faktor psikologi dan faktor

organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang

dan demografis variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Faktor psikologi terdiri dari persepsi,

sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini dipengaruhi oleh keluarga, tingkat

sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Faktor organisasi

berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu terdiri dan sumberdaya,

kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pitoyo (2000),

yang membuktikan bahwa terdapat hubungan kemampuan (pengetahuan dan

keterampilan) dengan kinerja perawat, selain itu Minaria (2005) dalam penelitiannya

membuktikan bahwa terdapat hubungan faktor individu (pengetahuan dan

keterampilan) dengan kinerja perawat. Notoadmmojo (1996) mengutarakan bahwa

semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan,

tenaga, dan pemikirannya dalam melaksanakan pekerjaan. Sirait (2006) dalam

penelitiannya juga menyatakan bahwa pendidikan dan latihan memberikan pegawai


113

keterampilan yang mereka butuhkan dan dengan adanya keterampilan dapat

mengurangi rasa takut mereka dalam menghadapi tugas-tugas baru.

18. Pengaruh Sikap petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar

Pada tabel 4.18 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang memiliki sikap yang

baik maupun yang kurang baik tetap sebagian besar menyelesaikan rekam medis lebih

dari 70%, Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 0, 999 yang berarti tidak

ada pengaruh antara sikap perawat dengan kinerja perawat..

Sikap atau keyakinan seseorang dalam melakukan pekerjaan tentu dipengaruhi

oleh adanya sikap terhadap diri sendiri, pekerjaan dan lingkungan pekerjaan. Menurut

Muchlas (1998), sikap merupakan pernyataan evaluatif baik yang menyenangkan

maupun yang tidak menyenangkan atau penilaian mengenai objek, manusia atau

peristiwa.

Menurut Sarwono (1997), sikap tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku

tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi seseorang

memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya.

Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi

tentang objek tersebut, melalui persuasif serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Notoatmodjo (2003) menambahkan, suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu

tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata, diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas, juga

diperlukan faktor pendukung dari pihak lain, misalnya suami atau istri, orangtua atau

mertua, dan lain-lain.


114

Menurut Foster, dkk (2001), faktor emosional mempengaruhi sikap karyawan di

mana motivasi didefinisikan sebagai minat dan antusiasme pribadi terhadap

pekerjaannya. Azwar (2003) juga menyatakan, pembentukan sikap tidak dapat berdiri

sendiri, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan,

orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan

lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu.

Dalam penelitian ini, di Rumah Sakit Stella Maris sikap perawat yang baik dalam

pengisian rekam medis tidak meningkatkan kinerja perawat tersebut.

19. Pengaruh Motivasi petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar

Pada tabel 4.19 dapat kita lihat bahwa untuk perawat yang memiliki motivasi

yang baik maupun yang kurang baik tetap sebagian besar menyelesaikan rekam medis

lebih dari 70%, Berdasarkan uji regresi logistik diperoleh nilai p = 1, 00 yang berarti

tidak ada pengaruh antara motivasi perawat dengan kinerja perawat.

Motivasi adalah faktor yang mendorong seseorang untuk bekerja agar kebutuhan

hidupnya terpenuhi, motivasi merupakan bagian penentu tingkah laku (Ilyas, 2001).

Sementara Robin dalam Muchlas (1998) mendefinisikan motivasi sebagai kemampuan

untuk berjuang ke tingkat yang lebih tinggi menuju terjadinya tujuan organisasi, dengan

syarat tidak mengabaikan kemampuannya untuk memperoleh kepuasan dalam

pemenuhan kebutuhan pribadi.

Motivasi adalah faktor yang mendorong seseorang untuk bekerja agar kebutuhan

hidupnya terpenuhi, motivasi merupakan bagian penentu tingkah laku (Ilyas, 2001).

Sementara Robin dalam Muchlas (1998) mendefinisikan motivasi sebagai kemampuan

untuk berjuang ke tingkat yang lebih tinggi menuju terjadinya tujuan organisasi, dengan
115

syarat tidak mengabaikan kemampuannya untuk memperoleh kepuasan dalam

pemenuhan kebutuhan pribadi.

Motivasi adalah kemauan atau keinginan didalam diri seseorang yang

mendorongnya untuk bertindak. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang yang

menggerakan diri karyawan kearah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi.

Motivasi merupakan hasil interaksi antara individu dan situasinya, sehingga

setiap manusia mempunyai motivasi yang berbeda antara yang satu dengan yang lain.

Dua faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor instrisik adalah faktor yang

mendorong karyawan berprestasi yang berasal dari dalam diri seseorang diantaranya

prestasi, pekerjaan kreatif yang menentang, tanggung jawab dan peningkatan,

sedangkan faktor ekstrinsik yaitu faktor yang berasal dari luar yang dipandang

meningkatkan prestasi seseorang karyawan diantaranya kebijakan dan adminsitrasi,

kualitas pengendalian, kondisi kerja, status pekerjaan, keamanan kerja, kehidupan

pribadi serta penggajian.

Herzberg (1966) dalam Gillies (1996) mengajukan teori kebutuhan dua faktor

motivasional dimana ia mengatakan bahwa pekerja termotivasi oleh dua jenis

kebutuhan: kebutuhan yang dikaitkan dengan kondisi pekerjaan, yang ia sebut faktor

higine, dan kebutuhan dengan pekerjaan itu sendiri yang ia sebut faktor motivasi. Faktor

higine termasuk pembayaran, kondisi pekerjaan, kualitas supervisi, keamanan

pekerjaan, dan kebijaksanaan unit kerja. Faktor pemotivasi termasuk aspek tantangan

dari pekerjaan itu sendiri, tambahan tanggung jawab, kesempatan mengembangkan diri,

dan kesempatan untuk maju.

Teori kebutuhan dari motivasi ketiga adalah yang dikembangkan oleh

Mc.Clelland (1961) dalam Gillies (1996) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia

diperoleh secara sosial dan bahwa kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan
116

prestasi, afiliasi, dan kekuasaan. Menurut Mc.Clelland, orang dengan kebutuhan

prestasi yang tinggi memasang tujuan yang realistis, menikmati kegiatan pemecahan

masalah, dan menginginkan masukan atas pelaksanaan kerjanya. Seorang staf perawat

yang memiliki kebutuhan prestasi tinggi, untuk kemajuannya mungkin akan memilih

jabatan yang menurut pendapatnya menuntut tingkat kemampuan yang lebih tinggi dan

tanggung jawab yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang telah ia dapatkan, karena

tantangan tambahan tersebut bisa memberikan kesempatan baginya untuk berprestasi.

Kebutuhan afiliasi merupakan keinginan terhadap kesetiakawanan, cinta, dan

memiliki yang menyebabkan si individu meluangkan banyak waktunya berpikir

bagaimana membuat hubungan pribadi yang hangat dan ramah dengan orang lain.

Orang yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi sensitif terhadap perasaan orang lain,

menunjukkan dukungan terhadap ide-ide orang lain, memilih pekerjaan yang melibatkan

percakapan timbal balik yang sering (Steers & Porter, 1983; dalam Gillies, 1996).

Seorang staf perawat dengan kebutuhan afiliasi yang tinggi bisa melewatkan

kesempatan kenaikan pangkat untuk jabatan kepala perawat, dengan berasumsi bahwa

peran kepemimpinan akan melemahkan keterkaitan sosialnya dengan perawat lain

didalam unit tersebut.

Temuan penting dalam penelitian Mc.Clelland adalah kenyataan bahwa program

pelatihan telah berhasil dalam meningkatkan motivasi prestasi pekerja dalam berbagai

pekerjaan (Mc.Clelland & Winter, 1969; dalam Gillies, 1996). Oleh karena itu, mungkin

bagi manajer perawat/kepala ruang untuk meningkatkan kebutuhan prestasi dari

anggota staf yang tidak produktif dengan mengikutsertakan mereka ke dalam program

pengembangan staf yang tepat.

Teori pengguna dari Skinner menyarankan agar motivasi kerja pegawai

dikendalikan oleh kondisi di luar lingkungan daripada oleh kebutuhan dan keinginan dari
117

dalam (Skinner, 1969; dalam Gillies, 1996). Tindak tanduk responden terjadi sebagai

hasil stimulasi langsung. Menurut Skinner, kelakuan manusia dapat dikendalikan

dengan manipulasi akibat dari tingkah laku sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa

perilaku tersebut akan terulang kembali. Ia menyarankan bahwa pemerkuat positif

tersebut lebih efektif dibanding pemerkuat negatif dan bahwa, untuk keefektifan

maksimum, si pemerkuat sebaiknya dijalankan secepatnya setelah ada perilaku yang

diinginkan tersebut.

Penelitian yang dilakukan Wilujeng (2008), menghasilkan bahwa motivasi

ekstrinsik dan motivasi intrinsik berpengaruh secara bersama terhadap kinerja perawat

di instalasi rawat inap RS Semen Gresik. Wexley, dkk (1992), menambahkan bahwa

kuat lemahnya motivasi seorang pekerja ikut menentukan besar kecilnya prestasi atau

baik dan buruknya kinerja. Dengan kata lain motivasi merupakan bagian terpenting dari

kinerja (Wexley, dkk, 1992). Dari hasil penelitian yang dilakukan Mangatua (2007),

terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi kerja karyawan terhadap produktivitas

kerjanya pada PT Asikria Mulia.

20. Pengaruh Kepemimpinan petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit

Stella Maris Makassar

Tipe kepemimpinan yang dijalankan di Rumah Sakit Stella Maris tidak dilakukan

berdasarkan teori kepemimpinan manapun. Rumah Sakit Stella Maris menjalankan

Kepemimpinan berdasarkan Kasih. Hal ini disebabkan karena Rumah Sakit ini

merupakan Rumah Sakit Kristen. Hal ini ditemukan pada saat melakukan wawancara

kepada kepala perawat yang ada.

"...disini kami menganggap setiap perawat sudah dewasa, sehingga tidak perlu
lagi harus memimpin dengan keras. Disini yang kita terapkan adalah kasih, jadi
setiap perawat seharusnya sudah tau apa yang harus dia buat." (Oy, 36 Tahun)
118

Dengan menjalankan kepemimpinan dengan model ini perawat pun dapat

menjalankan tugas nya dengan baik, karena mereka bekerja tanpa mendapat tekanan.

"baik ji disini kepala ruangannya,tidak pernah ji marah-marah, jadi enak ki juga


kerja." (MR, 25 Tahun)

"kalo kepala di sini baik ji semuanya, tapi kadang marah-marah ji juga kalo ada
kerjaan yang tidak beres." (Lz, 28 Tahun)

Jadi berdasarkan kedua komentar perawat tersebut dapat kita simpulkan bahwa mereka

merasa tenang dan nyaman saat bekerja, hal ini pula yang akan dapat meningkatkan

kinerja mereka.

Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar

diarahkan mencapai tujuan organisasi (Thoha, 2007). Sedangkan menurut Truman

yang dikutip dari Gillies (1996) kepemimpinan adalah kemampuan membuat

seseorang mengerjakan apa yang tidak ingin mereka lakukan dan menyukainya.

Menurut Sullivan dan Decker (1989) dalam Effendi (2008), kepemimpinan merupakan

penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk

melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya.

Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki kemampuan

yang lebih besar untuk mempengaruhi pihak lain yang didasarkan pada perbedaan

kekuasaan antara pihak-pihak yang terlibat (Gillies, 1996).

Menurut Suwandi (2004) untuk menjadi pemimpin yang baik haruslah memenuhi

syarat sebagai berikut:

a. Realistis, seorang pemimpin harus dapat merencanakan sesuatu yang nyata,

dimana rencana dilihat dari situasi dan kondisi organisasi.

b. Banyak akal, di dalam organisasi seseorang pemimpin harus mempunyai banyak

akal untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Seorang pemimpin harus

memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas.


119

c. Terampil dalam berkomunikasi, pemimpin suatu kelompok harus dapat

berkomunikasi baik dengan bawahan maupun dengan pihak luar.

d. Percaya diri, dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin harus

mmempunyai keyakinan pada diri sendiri. Artinya seorang pemimpin tidak akan

mudah terpengaruh oleh orang lain pada saat mengambil keputusan, tapi bukan

berarti seorang pemimpin tidak boleh meminta pendapat orang lain dalam

pengambilan keputusan.

e. Emosi stabil, seorang pemimpin harus dapat menguasai emosinya. Seorang

pemimpin harus bertindak berdasarkan pertimbangan rasio bukan emosi sesaat.

Kebanyakan peneliti mengevaluasi efektivitas kepemimpinan dalam kaitannya

dengan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan pemimpin tersebut bagi para

pengikut dan stakeholder organisasi lainnya. Ukuran yang biasa digunakan mengenai

efektivitas pemimpin adalah sejauh mana unit organisasi dari pemimpin tersebut

melaksanakan tugasnya secara berhasil dan mencapai tujuan-tujuannya. Ukuran-

ukuran yang objektif yang bisa dilihat diantaranya tentang kinerja atau pencapaian

tujuan. Penilaian yang subjektif mengenai efektivitas diperoleh dari atasan si

pemimpin, teman sejawatnya atau dari para bawahannya. Sikap dari para pengikut

terhadap pemimpin tersebut adalah indikator umum lain dari efektifitas seorang

pemimpin. Sejauh mana seorang pemimpin memuaskan kebutuhan-kebutuhan dan

harapan-harapan mereka, apakah para pengikut menyukai, menghormati, mengagumi

pemimpin tersebut, apakah para pengikut mempunyai komitmen yang kuat untuk

melaksanakan permintaan-permintaan dari pemimpin, ataukah mereka akan,

menentang, mengabaikan, atau menumbangkannya.

Menurut para ahli, salah satu tugas kepemimpinan yang paling penting dari

manajer perawat/kepala ruang adalah memaksimalkan motivasi kerja bawahan.


120

Karena motivasi pegawai berhubungan dengan produktivitas individu, pemuasan

pekerjaan, ketidakhadiran, dan pergantian pekerjaan. Untuk meningkatkan motivasi

pegawai, manajer/kepala ruang harus tahu kebutuhan mana yang diharapkan pegawai

dapat dipenuhi melalui pekerjaannya. Teori motivasi yang paling umum adalah teori

kebutuhan, teori pemakai, teori harapan, teori keadilan, teori kompetensi.

Jadi berdasarkan penelitian ini dapat kita lihat bahwa kepemimpinan yang baik

akan membuat kinerja perawat akan menjadi lebih baik.

21. Pengaruh Imbalan petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar

Pada Rumah Sakit Stella Maris Makassar tidak ada imbalan khusus untuk

perawat yang mengisi berkas rekam medis. Beberapa kepala ruangan mengatakan:

"tidak ada insentif nya rekam medis, jadi itu mi mungkin jarang ada yg kerja ki.
Apalagi kalo pasien banyak, tidak sempat mi dikerja itu rekam medis." (Yn, 30 Tahun)
"itu mi juga masalahnya kadang capek mi perawat melayani, trus masih mau lagi
isi rekam medis, baru ndak ada insentif nya" (Ez, 34 Tahun)

Berdasarkan hasil wawancara diatas insentif merupakan salah satu faktor yang

menjadi penyebab rekam medis tidak terselesaikan. Hal tersebut juga di dukung

dengan pernyataan perawat yang mengatakan:

"tidak ada uang nya rekam medis, seandainya ada pasti banyak orang mau kerja
ki" (MR, 25 Tahun)

"mau nya ada insentifnya itu rekam medis, supaya semangat ki juga kerja ki."
(Lz, 28 Tahun)

Dari penyataan perawat dapat dilihat bahwa faktor imbalan memiliki pengaruh

terhadap terisinya berkas rekam medis. Dengan adanya imbalan yang pantas terhadap

pengisian rekam medis, maka tidak akan ada lagi berkas yang terbengkalai.
121

Menurut Skinner, 1969, imbalan adalah suatu penguat. Imbalan/penguat berarti

sesuatu yang memiliki nilai bagi individu dan dapat memberi kepuasan, sehingga

perilaku yang diberi penguat cenderung akan diulang.

Michael Leboeuf (1985) berpendapat bahwa pada intinya pemberian imbalan

sangatlah diperlukan untuk meningkatkan kinerja seorang karyawan. Ia menyatakan

bahwa prestasi seseorang ditentukan oleh faktor-faktor seperti kemampuan

perorangan, keinginan, nilai-nilai dan imbalan. Sistem imbalan adalah salah satu faktor

kunci yang dapat dikontrol dan banyak orang menanggapinya secara positif.

22. Pengaruh Desain Pekerjaan petugas terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah

Sakit Stella Maris Makassar

Pada Rumah Sakit Stella Maris Makassar tidak ada staf khusus yang ditugaskan

untuk pengisian berkas rekam medis. Hal ini dapat dilihat dari komentar dari beberapa

kepala ruangan sebagai berikut:

"tidak ada memang yang ditugaskan untuk kerja ki itu rekam medis. Disini kalo
ada pi waktu senggang baru dikerja. Itu pun kadang baku harap ki kerja." (Yn, 30
Tahun)

"itu mi juga masalahnya kadang capek mi perawat melayani, trus masih mau lagi
isi rekam medis, baru ndak ada insentif nya" (Ez, 34 Tahun)

Berdasarkan hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa salah satu yang

berpengaruh terhadap kinerja pengisian rekam medis adalah desain pekerjaan.

Pernyataan yang sama juga dapat dilihat pada komentar.

"iya tidak ada yg khusus kerja rekam medis, jadi kita ji yang atur ki, siapa yang
kurang kerja nya, na isi mi itu rekam medis." (MR, 25 Tahun)

"siapa yang sempat isi dia mi yang kerja, mau nya ada orang yg khusus kerja ki,
karna biasa banyak pasien tidak sempat mi di isi itu rekam medis." (Lz, 28
Tahun)
122

Herjanto (2001) menjelaskan bahwa desain pekerjaan adalah rincian tugas dan

cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang mengerjakan tugas,

bagaimana tugas itu dilaksanakan, dimana tugas dikerjakan dan hasil apa yang

diharapkan. Sulipan (2000) menambahkan desain pekerjaan adalah fungsi penetapan

kegiatan kerja seorang atau sekelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya

untuk mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi.

Definisi diatas menjelaskan bahwa desain pekerjaan dibuat oleh perusahaan untuk

mengatur tugas-tugas yang tepat sasaran, memberikan tugas kepada orang dengan

kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki untuk mengerjakan tugas tersebut

demi mencapai sasaran dari organisasi.

Sejalan dengan Dessler (2004) desain pekerjaan merupakan pernyataan tertulis

tentang apa yang harus dilakukan oleh pekerja, bagaimana orang itu melakukannya,

dan bagaimana kondisi kerjanya. Desain pekerjaan meliputi identifikasi pekerjaan,

hubungan tugas dan tanggung jawab, standar wewenang dan pekerjaan, syarat kerja

harus diuraikan dengan jelas, penjelasan tentang jabatan dibawah dan diatasnya.

Desain pekerjaan menguraikan cakupan, kedalaman, dan tujuan dari setiap

pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang

lainnya. Tujuan pekerjaan dilaksanakan melalui analisis kerja, dimana para manager

menguraiakan pekerjaan sesuai dengan aktifitas yang dituntut agar membuahkan hasil

(Gibson, 1987).

Handoko (2000) menyatakan bahwa desain pekerjaan adalah fungsi penetapan

kegiatan-kegiatan kerja seseorang individu atau kelompok karyawan secara

organisasional yang bertujuan untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang

memenuhi kebutuhan organisasi, teknologi, dan keperilakuan. Selain itu, menurut

Dwiningsih (2009) desain pekerjaan adalah sebuah pendekatan yang menentukan


123

tugas-tugas yang terkandung dalam suatu pekerjaan bagi seseorang atau sekelompok

karyawan dalam suatu organisasi.

Desain pekerjaan merupakan faktor penting dalam manajemen terutama

manajemen operasi karena selain berhubungan dengan produktifitas juga menyangkut

tenaga kerja yang akan melaksanakan kegiatan perusahaan (Sulipan, 2000). Desain

pekerjaan mutlak dimiliki oleh setiap perusahaan karena dalam desain pekerjaan yang

dilakukan adalah merakit sejumlah tugas menjadi sebuah pekerjaan agar pekerjaan

yang dilakukan menjadi terarah dan jelas.

Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa desain pekerjaan memiliki

pengaruh terhadap kinerja perawat. Jadi dengan adanya desain pekerjaan yang baik,

maka kinerja juga akan lebih baik

.
23. Kinerja Perawat dalam Pengisian Rekam Medis

Setiap perawat dalam melaksanakan tugas dapat dinilai dari kinerjanya. Kinerja

perawat adalah penampilan hasil kerja dari perawat dalam memberikan pelayanan

keperawatan berupa asuhan keperawatan. Tenaga perawat dalam melaksanakan

asuhan keperawatan kepada pasien, didokumentasikan dan disimpan pada rekam

medis asuhan keperawatan (Depkes RI, 1997).

Adapun lembaran rekam medis yang harus diisi oleh perawat diantaranya

adalah: (1) RM 13 yaitu Pengkajian Awal Keperawatan, berisi: identitas pasien seperti

ruang rawat inap, nomor rekam medis, nama, agama, umur, pendidikan, pekerjaan,

status perkawinan, suku bangsa, alamat, nama penanggung jawab, tanggal masuk,

tanggal dan jam pengambilan data, diagnosa medis waktu masuk, keadaan fisik pasien,

keadaan emosional pasien, catatan khusus tentang penyakit dan hasil pemeriksaan

penunjang. (2) RM 14 yaitu Asuhan Keperawatan, berisi: nama pasien, nomor rekam
124

medis, ruangan inap, tanggal pengkajian, tanggal keluar, nomor dan tanggal kegiatan

pencatatan asuhan keperawatan, diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensi

keperawatan. (3) RM 15 yaitu Catatan Keperawatan, berisi: nomor urut kegiatan, tanggal

dan pukul kegiatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, nama serta paraf

perawat.

Pada penelitian ini banyaknya variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap

kinerja perawat untuk pengisian rekam medis, walaupun secara teori seharusnya

memiliki pengaruh terhadap kinerja disebabkan karena satu faktor utama. Faktor

tersebut adalah berkas rekam medis pada Rumah Sakit Stella Maris bukan merupakan

tanggung jawab satu orang perawat, tetapi merupakan tanggung jawab bersama,

terutama perawat yang berada pada satu shift dan satu ruangan. Sebuah berkas rekam

medis dapat diisi oleh tiga orang perawat yang berbeda, jadi apabila terjadi kesalahan

atau rekam medis tidak terisi, maka hal tersebut bukan kesalahan satu orang saja, tetapi

kesalahan satu tim.

Pada Rumah Sakit Stella Maris tidak terdapat petugas khusus yang bertanggung

jawab terhadap pengisian Rekam Medik. Hal ini membuat Rekam Medik diisi pada saat

waktu senggang dimana mereka tidak melakukan tugas keperawatan. Oleh karena

itulah kesalahan pengisian atau rekam medik tidak terisi di Rumah Sakit Stella Maris

bukan merupakan kesalahan satu orang saja.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
125

1. Ada pengaruh usia terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar

2. Ada pengaruh pengalaman terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar

3. Tidak ada pengaruh pendidikan terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit

Stella Maris Makassar

4. Tidak ada pengaruh pelatihan terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar

5. Tidak ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah

Sakit Stella Maris Makassar

6. Tidak ada pengaruh keterampilan terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit

Stella Maris Makassar

7. Tidak ada pengaruh sikap terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar

8. Tidak ada pengaruh motivasi terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar

9. Ada pengaruh Kepemimpinan terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella

Maris Makassar.

10. Ada pengaruh Imbalan terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit Stella Maris

Makassar

11. Ada pengaruh Desain Pekerjaan terhadap kinerja perawat Rawat Inap Rumah Sakit

Stella Maris Makassar.

B. Saran
126

1. Perlunya koordinasi dari pihak manajemen terhadap kepala perawatan tentang

pentingnya pengisian rekam medis, sehingga pengisian rekam medis jauh lebih baik

lagi

2. Pengikatan pengetahuan perawat tentang pentingnya rekam medis, dan dampak

yang ada jika rekam medis tidak terisi secara lengkap

3. Perlu ada penelitian yang lebih lanjut mengenai kelengkapan rekam medis terutama

penelitian yang melihat pengisian rekam medis secara tim atau kelompok.

4. Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai budaya organisasi dan fungsi manajemen

pada ruang perawatan di Rumah Sakit Stella Maris Makassar.

Anda mungkin juga menyukai