Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS KESIAPAN PENERAPAN REKAM MEDIS ELEKTRONIK

DI KARTINI HOSPITAL JAKARTA

Yanuar Pribadi *, Sandra Dewi **, Heru Kusumanto **


* Mahasiswa Pascasarjana Administrasi Rumah Sakit
** Dosen Pembimbing Pascasarjana Administrasi Rumah Sakit

ABSTRAK

Pengelolaan dokumen dengan menggunakan sistem yang berbasis


komputer/elektronik di sektor kesehatan yang sedang menjadi trend global adalah rekam
medis elektronik (RME) yang merupakan sub sistem informasi kesehatan yang mulai banyak
diterapkan di Indonesia. Sampai saat ini, Kartini Hospital Jakarta masih menggunakan rekam
medis manual dengan berbagai permasalahan yang ada, sehingga kegiatan-kegiatan yang
seharusnya dapat dieliminasi dan diotomatisasi belum dapat dilakukan. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk menganalisis kesiapan penerapan RME di Kartini Hospital Jakarta.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
korelasional. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada
seluruh pengguna RME yaitu dokter, perawat, bidan, administrator, staf farmasi, staf
radiologi, staf laboratorium, dan staf teknologi informasi (TI).
Hasil penelitian menunjukkan faktor kebutuhan monitoring dan reporting
mempengaruhi kesiapan organisasi menerapkan RME dengan faktor kebutuhan monitoring
yang paling berpengaruh.
Melakukan penilaian kesiapan pra-implementasi RME akan membantu manajemen
puncak untuk memilih apakah harus mulai implementasi RME atau menerapkan langkah
awal yang lebih murah, yang akan mempersiapkan organisasi untuk mengantisipasi
perubahan. Analisis kesiapan penerapan RME merupakan hal yang sangat penting untuk
dilakukan karena pengguna adalah aspek yang sangat menentukan kesuksesan implementasi
dari suatu sistem. Dari jawaban pengguna dan uji korelasi dapat dikatakan bahwa pengguna
sudah siap dalam implementasi RME dan monitoring bermanfaat dalam pengendalian RME.
Namun, sebelum implementasi RME harus dipertimbangkan juga kesiapan dari sarana
kesehatan.

Kata kunci: rekam medis elektronik, kesiapan, penerapan, pengguna RME, kuantitatif

ABSTRACT

Document management using a computer / electronic-based system in the health sector


that is becoming a global trend is an electronic medical record (RME) which is a sub-health
information system that has begun to be widely applied in Indonesia. Until now, Kartini
Hospital Jakarta still uses manual medical records with various problems that exist, so that
activities that should have been eliminated and automated cannot be done. Therefore,
researchers were interested in analyzing the readiness for the application of the RME at
Kartini Hospital Jakarta.
This study uses a type of quantitative research with correlational research design.
Quantitative research is carried out by distributing questionnaires to all RME users, namely
doctors, nurses, midwives, administrators, pharmacy staff, radiology staff, laboratory staff,
and information technology (IT) staff.
The results of the study show that the monitoring and reporting needs factors affect the
readiness of the organization to implement the RME with the most influential monitoring
needs.
Assessing RME pre-implementation readiness will help top management to choose whether
to start implementing the RME or implement cheaper initial steps, which will prepare the
organization to anticipate changes. Readiness analysis of the application of RME is a very
important thing to do because the user is an aspect that greatly determines the success of
the implementation of a system. From the user's answer and correlation test it can be said
that the user is ready for the implementation of the RME and monitoring is useful in
controlling the RME. However, before the implementation of the RME must also be
considered the readiness of health facilities.

Keywords: electronic medical record, readiness, application, user of RME, quantitative

PENDAHULUAN perawatan (Jahanbakhsh, dkk., 2011).


RME sangat penting bagi manajemen
Menurut Permenkes No. untuk mengelola masalah kesehatan
269/MENKES/PER/III/2008 pasal 1 ayat karena menyediakan integritas dan
(1), rekam medis adalah berkas yang akurasi, juga dapat menjadi solusi untuk
berisikan catatan dan dokumen tentang meningkatkan efisiensi biaya, peningkatan
identitas pasien, pemeriksaan, akses dan kualitas pelayanan di sarana
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain pelayanan kesehatan (Qureshi, dkk.,
yang telah diberikan kepada pasien. 2012).
Menurut Depkes RI (2006), rekam medis Berdasarkan hasil observasi dan
merupakan berkas yang berisikan wawancara yang penulis lakukan,
informasi tentang identitas pasien, diketahui bahwa dalam kegiatan unit
anamnese, penentuan fisik laboratorium, rekam medis yang selama ini dikelola oleh
diagnosa segala pelayanan dan tindakan Kartini Hospital Jakarta masih terdapat
medik yang diberikan kepada pasien dan banyak kendala diantaranya ialah ruang
pengobatan baik yang dirawat inap, rawat penyimpanan rekam medis tidak cukup
jalan maupun yang mendapatkan besar, catatan rekam medis manual tidak
pelayanan gawat darurat. Dari pengertian tersimpan dengan rapi, adanya rekam
di atas dapat menjelaskan bahwa rekam medis yang double, tidak ada buku
medis merupakan berkas yang sangat catatan pengendalian rekam medis yang
penting yang harus disimpan dan dijaga berisi informasi mengenai jumlah rekam
dengan baik. medis yang dikembalikan ke dokter
Perkembangan teknologi (rekam medis belum lengkap diisi)
informasi yang terjadi saat ini maupun yang sudah dikembalikan ke unit
memungkinkan berkembangnya suatu rekam medis (setelah rekam medis
cara penyimpanan maupun pengelolaan lengkap diisi), data yang disimpan dalam
data secara elektronik, teknologi dan bentuk kertas kemungkinan bisa hilang
informasi yang semakin baik membawa atau rusak, serta lamanya proses
dampak positif bagi pola perkembangan pencarian rekam medis yang diperlukan
dan kemajuan di bidang penyimpanan karena belum adanya sistem yang
berkas atau arsip berkas. terintegrasi antara satu dengan yang
Pengelolaan dokumen dengan lainnya. Sehingga kegiatan-kegiatan yang
menggunakan sistem yang berbasis seharusnya dapat dieliminasi dan
komputer/elektronik di sektor kesehatan diotomatisasi belum dapat dilakukan.
yang sedang menjadi trend global adalah Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
rekam medis elektronik (RME). RME menganalisis kesiapan penerapan rekam
merupakan sub sistem informasi medis elektronik di Kartini Hospital
kesehatan yang mulai banyak diterapkan Jakarta.
di Indonesia. RME dipercaya dapat
meningkatkan kualitas keseluruhan
METODE PENELITIAN Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
yang baik ditunjang dengan
Penelitian ini menggunakan jenis penyelenggaraan rekam medis yang baik
penelitian kuantitatif dengan desain pada setiap pelayanan kesehatan di
penelitian korelasional yang bertujuan rumah sakit (Hatta, 2013).
untuk mengetahui kesiapan Kartini Sistem pelayanan rekam medis
Hospital Jakarta dalam menerapkan RME. adalah suatu sistem yang mengorganisani-
Departemen yang diteliti adalah kan formulir, catatan, dan laporan yang
departemen medis, departemen dikoordinasikan sedemikian rupa untuk
penunjang medis, dan unit rekam medis. menyediakan informasi yang dibutuhkan
Waktu penelitian dilakukan pada bulan manajemen klinis dan administrasi guna
Juni 2018. memudahkan pengelolaan dalam
Populasi pada penelitian ini melayani pasien yang memandang
adalah semua orang yang berhubungan sebagai manusia seutuhnya, sehingga
dengan RME di Kartini Hospital Jakarta semua hasil pelayanan kepada pasien
yang berjumlah 125 orang. Yang dimaksud dapat dinilai dan dilihat pada formulir-
dengan semua orang adalah dokter, formulir dalam dokumen rekam medik.
perawat, bidan, administrator, staf (Shofari, 2005).
farmasi, staf radiologi, staf laboratorium, Sistem informasi kesehatan
dan staf TI. Sampelnya adalah semua total merupakan integrasi antara perangkat,
populasi. prosedur dan kebijakan yang digunakan
Penelitian ini melakukan analisis untuk mengelola siklus informasi secara
terhadap 3 kelas variabel yang sistematis untuk mendukung pelaksanaan
berhubungan dengan kesiapan Kartini manajemen kesehatan yang terpadu dan
Hospital Jakarta dalam menerapkan RME menyeluruh dalam kerangka pelayanan
yang terdiri dari atribut perubahan, kesehatan masyarakat.
dukungan pemimpin, dan target Sistem Informasi Manajemen
perubahan. (SIM) adalah sebuah sistem yang terdiri
Instrumen pada penelitian ini dari manusia dan mesin yang terpadu,
adalah kuesioner terstruktur untuk untuk menyajikan informasi guna
memperoleh informasi mengenai mendukung fungsi operasi, manajemen,
kesiapan Kartini Hospital Jakarta dalam dan pengambilan keputusan dalam
menerapkan RME. Kuesioner berisi sebuah organisasi. Sistem ini
pernyataan dari variabel bebas yaitu menggunakan perangkat keras dan
monitoring dan reporting, dan variabel perangkat lunak komputer, prosedur
terikat yaitu kesiapan Kartini Hospital pedoman, model manajemen dan
Jakarta dalam menerapkan RME yaitu keputusan, serta sebuah database
atribut perubahan, dukungan pemimpin, (Kusumadewi, dkk., 2009). Berdasarkan
dan target perubahan. Data dari hasil definisi diatas, terlihat ada sedikit
pengumpulan data akan diolah perbedaan antara sistem informasi biasa
menggunakan perangkat lunak statistik. dengan SIM, dimana perbedaan yang
mendasar adalah bahwa SIM dapat
TINJAUAN PUSTAKA mendukung fungsi operasi, manajemen,
dan pengambilan keputusan.
Rekam medis merupakan berkas / Suatu SIM dapat
dokumen penting bagi setiap instansi dioperasionalisasi bila terdapat 3 unsur
rumah sakit. Tujuan rekam medis adalah penting. Pertama adalah perangkat keras,
menunjang tercapainya tertib administrasi terdiri dari komputer dan peralatannya,
dalam rangka upaya peningkatan jaringan komunikasi seperti modem,
pelayanan kesehatan di rumah sakit atau telepon, dan lain-lain. Kedua adalah
tempat pelayanan kesehatan lainnya. perangkat lunak, terdiri dari program yang
menjalankan proses kerja pada komputer. menggunakan sistem dalam aktivitas
Ketiga adalah perangkat otak (brainware) pelayanan kepada pasien.
yang merupakan unsur manusia yang Dalam implementasinya,
menjalankan SIM (Wollersheim, dkk., penggunaan teknologi ini memerlukan
2009). Perangkat otak merupakan hal kesiapan petugas kesehatan termasuk
yang paling akhir disiapkan, tetapi perawat dan juga kesiapan pasien ketika
merupakan hal yang paling penting, berhadapan dengan teknologi sistem
karena jika perangkat otak tidak siap, informasi ini (Heinzer, 2010). Di Indonesia,
maka sebuah SIM tidak akan dapat perubahan rekam medik kertas ke RME
berjalan. belum banyak dilakukan, tertinggal jauh
Sistem informasi rumah sakit dari Amerika yang telah memulai sejak
(SIMRS) merupakan himpunan kegiatan tahun 1999 (Campbell, dkk., 2006), Inggris
dan prosedur yang terorganisasikan dan sejak tahun 2000 (Fawdry, 2007), dan
saling berkaitan serta saling New Zealand sejak tahun 2002 (Hendry,
ketergantungan dan dirancang sesuai 2008).
dengan rencana dalam usaha menyajikan Implementasi RME tidak dapat
informasi yang akurat, tepat waktu, dan terjadi dengan tiba-tiba tetapi
sesuai kebutuhan guna menunjang proses membutuhkan waktu yang cukup lama,
fungsi-fungsi manajemen dan selain memerlukan waktu saat
pengambilan keputusan dalam pengembangan, juga membutuhkan
memberikan pelayanan kesehatan di waktu dalam penyesuaian implementasi
rumah sakit (Kusumadewi, dkk., 2009). sistem terhadap user.
RME menjadi komponen integral Isu utama yang harus diatasi
dari pelayanan kesehatan dan sesegera dalam implementasi RME (Berg, 2004),
mungkin akan menggantikan rekam medis yaitu: kebutuhan terhadap standar data di
berbasis kertas. RME memuat database bidang terminologi klinik; aspek privacy,
pasien yang lengkap mulai dari identitas kerahasiaan dan keamanan data;
pasien, pemantauan fisiologis, terapi, pelaksanaan entri data oleh dokter dan
laboratorium, radiologis, catatan dokter tenaga medis lainnya; kesulitan integrasi
dan perawat (Herasevich, dkk., 2010). sistem rekam medis dengan sumber
Adapun kegunaannya adalah informasi lain dalam pelayanan
untuk meningkatkan pelayanan dan kesehatan.
kesembuhan pasien, meningkatkan Sebuah studi tentang seleksi dan
efesiensi dan mengurangi biaya, implementasi RME yang sukses pada
meningkatkan prosedur penagihan, pasien rawat jalan di Amerika Serikat
menyediakan dokumen riwayat pasien menunjukkan bahwa implementasi RME
dengan baik, mengurangi hilangnya arsip, bergantung pada beberapa faktor
data, dan kesalahan medis (Kukafka, dkk., diantaranya teknologi, pendidikan,
2007). kepemimpinan, perubahan manajemen
Mewujudkan penerapan RME, dan pengaturan rawat jalan (Lorenzi, dkk.,
sebelumnya diperlukan proses migrasi 2009).
rekam medis kertas ke RME yaitu dengan Beberapa hambatan yang sering
serangkaian proses yang dimulai dengan dialami berhubungan dengan
pengenalan RME berikut manfaatnya, implementasi RME (Ajami dan Bagheri-
pelatihan penggunaan RME pada users Tadi, 2013) yaitu: gangguan alur kerja,
(pengguna) sehingga mereka mampu khawatir tentang keamanan dan privacy
menggunakan saat memberikan data, komunikasi antar pengguna,
pelayanan kepada pasien (Walls, 2011). interaksi dokter dan pasien, kompleksitas
Motivasi kepada users sangat diperlukan (kerumitan), dukungan teknis,
agar mereka memahami pentingnya interoperabilitas, dan dukungan ahli.
menggunakan sistem dan senantiasa Berdasarkan EHR Implementation
Roadmap (2005), tahapan RME terdiri dari ketiga. Tahap perencanaan (tahap kedua)
enam tahap, yaitu : penilaian dilakukan untuk mengembangkan tujuan,
(assessment), perencanaan (planning), peluang dan ancaman dan umumnya
seleksi (selection), implementasi untuk menentukan misi. Tahapan seleksi
(implementation), evaluasi (evaluation), (tahap ketiga) menilai persyaratan dari
perbaikan (improvement). organisasi dan kebutuhan yang
Tahap pertama dan terpenting terkandung dalam catatan kesehatan
dari pelaksanaan sistem informasi elektronik (EHR Implementation
kesehatan adalah kesiapan penilaian Roadmap, 2005). Untuk lebih jelasnya
untuk menerima dan penerapan sistem dapat dilihat gambar 1.
ini. Persiapan adalah faktor yang paling Studi lain menunjukkan bahwa
penting untuk mengetahui antusiasme langkah pertama penerapan RME adalah
pegawai untuk mendapatkan pemahaman penilaian kesiapan, dan kesiapan
yang terbaik dari kegunaan RME (Lorenzi, organisasi harus dinilai untuk
dkk., 2009). Bahkan, tahap pertama tidak mengembangkan implementasi yang
hanya untuk penilaian kesiapan, tetapi sukses (Ahlstrom J. dalam Ajami, dkk.,
juga berlanjut sampai tahap kedua dan 2011).

Gambar 1. Tahapan Rekam Medis Elektronik (RME)

Penilaian kesiapan bertujuan organisasi dan panduan untuk


untuk mengevaluasi kesiapan setiap merencanakan penerapan RME. Kesiapan
komponen organisasi. Proses ini bisa manajemen dan kepemimpinan
mengarah pada pengambilan keputusan membutuhkan peningkatan fokus
yang benar berdasarkan realitas dan manajemen, potensi pengembangan
kendala yang ada dari organisasi. Memiliki proses, atau perencanaan sebelum
proses yang jelas dan terdefinisi tentang bergerak maju. Kesiapan operasional akan
bagaimana melakukannya dapat mengidentifikasi proses atau potensial
meningkatkan kesuksesan (Kaufman J.M. hambatan yang terjadi dalam
dalam Ajami, dkk., 2011). menerapkan RME dan menyediakan
Umumnya, ada tiga persyaratan panduan nyata untuk meningkatkan
dasar untuk kesiapan RME (The Saudi e- faktor ini. Kesiapan teknis akan
Government Program–Yesser dalam mengidentifikasi area potensial untuk
Ajami, dkk., 2011), yaitu: kesiapan peningkatan pengadaan IT, perencanaan,
arsitektur, kesiapan infrastruktur, atau pengembangan staf sebelum
kesiapan proses. peningkatan menuju penerapan RME.
Empat area utama penilaian Menurut Holt dkk. (2007), ada
kesiapan RME (EHR Readiness Assessment empat variabel yang berhubungan dengan
dalam Ajami, dkk., 2011) diatur sebagai kesiapan organisasi dalam menerapkan
berikut: budaya organisasi, manajemen RME yaitu: atribut perubahan, dukungan
dan kepemimpinan, kesiapan operasional, pemimpin, organisasi, target perubahan.
kesiapan teknis. Kesiapan budaya Atribut perubahan mengacu pada
organisasi akan memberikan pemahaman faktor ‘what’ dari perubahan (Holt, dkk.,
yang lebih baik tentang infrastruktur 2007). Artinya, pertama-tama kita harus
mempertimbangkan apa sedang diubah. mungkin dapat ditingkatkan
Perubahan dalam RME tidak hanya terkait membutuhkan informasi tentang status
dengan sistem baru, tetapi juga dengan kesehatan sekarang dan status kesehatan
proses lokal, struktur organisasi, peran yang ideal.
dan tanggung jawab, dan skema Analisis kebutuhan dapat
kompensasi (Lapointe dan Rivard, 2005). direncanakan menggunakan beberapa
Ada tiga atribut perubahan yang panduan, yaitu Model PROCEDE-
kemungkinan memiliki pengaruh yang PROCEED, Health Information Technology
signifikan terhadap persepsi penerima, (HIT), Interactive Domain Model (IDM).
terdiri dari kejelasan visi, kelayakan untuk Model PRECEDE-PROCEED
berubah, harapan setelah perubahan dikembangkan untuk digunakan dalam
terjadi. kesehatan masyarakat. Namun, prinsip
Menurut Bandura (1986), teori dasarnya, juga digunakan untuk masalah
belajar sosial (social learning theory) lainnya. Model ini akan digunakan bukan
mengemukakan bahwa masing-masing hanya untuk intervensi kesehatan, tetapi
orang merasakan dukungan pemimpin di juga untuk intervensi masyarakat secara
organisasi melalui interpersonal. umum. Faktanya, model PRECEDE-
Dukungan pemimpin menggambarkan PROCEED berfokus pada masyarakat
dukungan dari manajemen tingkat atas sebagai promosi kesehatan.
serta agen perubahan lokal (Armenakis, PRECEDE adalah akronim yang
dkk., 2007). menggambarkan tahap perencanaan dan
Menurut Holt dkk. (2007), pengembangan model: Predisposing,
konteks internal mengacu pada keadaan Reinforcing and Enabling Constructs in
yang menggambarkan organisasi memulai Ecological Diagnosis and Evaluation.
perubahan. Mowday dan Sutton (1993) Tahap-tahap ini mengacu pada 'diagnosis'
menjelaskan konteks internal sebagai (Green dan Kreuter, 2005).
kondisi eksternal yang mempengaruhi PROCEED adalah akronim yang
keyakinan, sikap, niat, dan perilaku menggambarkan implementasi strategi
penerima untuk berubah. Penelitian dan evaluasi: Policy, Regulatory and
sebelumnya menyatakan bahwa tiga Organisational Constructs in Education
variabel organisasi memiliki pengaruh and Environmental Development. Tahap-
signifikan terhadap persepsi kesiapan tahap ini memperluas aspek
target perubahan, terdiri dari sejarah implementasi dan termasuk langkah-
perubahan organisasi, konflik organisasi, langkah evaluasi (Green dan Kreuter,
fleksibilitas organisasi 2005).
Target perubahan mengacu pada Model PRECEDE-PROCEED dapat
faktor ‘who’ atau anggota organisasi yang mendorong perencana untuk melakukan
diperlukan untuk berubah (Holt, dkk., pekerjaan awal yang komprehensif dan
2007). Variabel ini adalah variabel yang efektif sebelum menetapkan tujuan dan
mewakili kondisi internal masing-masing sasaran yang jelas. Identifikasi tujuan dan
orang yang mempengaruhi keyakinan, sasaran ini, pada akhirnya akan
sikap, dan niat mereka saat dihadapkan menginformasikan perkembangan
pada perubahan. Salah satu faktor sistematis dari strategi intervensi dan
individu paling umum yang mungkin evaluasi yang tepat.
mempengaruhi persepsi kesiapan, yaitu Teknologi informasi kesehatan
keterampilan atau kemampuan individu. (HIT; Health Information Technology),
Menurut Fertman dan terutama rekam medis elektronik (RME),
Allensworth (2010), analisis kebutuhan merupakan persyaratan mendasar untuk
adalah pengumpulan informasi untuk PCMHs. Rumah sakit yang berorientasi
mengetahui bagaimana kesehatan pada pasien (PCMHs; Patient-centered
individu dalam kelompok dapat atau medical homes) adalah tempat praktek
perawatan primer yang telah mengalami Menurut Dignan dan Carr (1992),
transformasi struktural dan proses untuk tujuan analisis kebutuhan adalah menilai
memfasilitasi manajemen dan perawatan kemampuan dan keahlian masyarakat
pasien yang terkoordinasi, terutama untuk berkolaborasi dalam
untuk pasien dengan penyakit kronis mengidentifikasi kebutuhan, menetapkan
(Stange, dkk., 2010; Meyers, dkk., 2011). prioritas, menetapkan strategi untuk
Responden penelitian dari PCMHs prioritas dan bekerja sama dalam
yang terpilih menggambarkan melaksanakan program yang telah
penggunaan TI kesehatan saat ini dan diterapkan.
kebutuhan TI kesehatan untuk koordinasi Menurut Bartholomew dkk.
perawatan, yang didefinisikan sebagai (2006), langkah-langkah analisis
lima area yang saling terkait (Richardson, kebutuhan meliputi menentukan cakupan
dkk., 2015), yaitu: pemantauan analisis, mengumpulkan data,
(monitoring), pemberitahuan menganalisa data, melaporkan temuan.
(notification), kolaborasi (collaboration), Sumber data analisis kebutuhan
pelaporan (reporting), interoperabilitas dapat berupa data primer (survey,
(interoperability). wawancara, Focus-group discussion (FGD),
IDM adalah pedoman pendekatan dan observasi langsung) dan data
komprehensif yang menekankan sekunder (informasi kesehatan individu,
pentingnya konsistensi antara latihan dan data sensus, maupun peer-review jurnal).
sejumlah faktor pengambilan keputusan, Metode pengumpulan data
mulai dari nilai dan tujuan hingga teori, analisis kebutuhan berupa metode
bukti dan pemahaman tentang kualitatif (FGD, wawancara (Indepth
lingkungan. Beberapa kelompok berhasil interview), observasi langsung) dan
menggunakan IDM atau pendekatan yang metode kuantitatif (kuesioner, check list,
mirip dengan IDM dalam pekerjaan observasi yang dibuat check list).
mereka. Menurut Thede (2008) dan
Domain dan sub-domain IDM Moody dkk. (2004), kelebihan RME
(Kahan dan Goodstadt, 2005) terdiri dari sebagai berikut: dapat meminimalkan
domain dasar (underpinnings), termasuk human error, karena dapat menghasilkan
sub-domain dari nilai / tujuan / etika, peringatan dan kewaspadaan klinik; dapat
teori / keyakinan, dan bukti; domain berhubungan dengan sumber
pemahaman lingkungan (understanding of pengetahuan untuk penunjang keputusan
the environment), termasuk sub-domain layanan kesehatan; dapat melakukan
visi dan analisis masalah organisasi dan pengambilan data sinyal biologis secara
kesehatan; Domain praktek (practice), otomatis; dapat memasukkan data pasien
termasuk sub-domain untuk mengatasi dan memperoleh saran untuk
masalah – terkait dengan organisasi dan penanganan pasien; data rutin dapat
kesehatan – dan penelitian (termasuk langsung diperoleh (dalam bentuk siap
evaluasi). olah) dari basis data rekam medis.
Setiap domain tersebut saling Sedangkan data non-rutin dapat
berinteraksi dan berhubungan dengan dikumpulkan pada waktu pemeriksaan
lingkungan internal dan eksternal. pasien dan dimasukkan dalam rekam
Lingkungan internal adalah lingkungan medis.
yang ada pada masyarakat tersebut, Menurut Thede (2008) dan
antara lain: sosial budaya, ekonomi. Moody dkk. (2004), kekurangan RME
Sedangkan lingkungan eksternal adalah sebagai berikut: membutuhkan investasi
lingkungan yang tidak berada dalam awal yang lebih besar daripada rekam
masyarakat tersebut, tetapi berpengaruh medik kertas untuk pengadaan perangkat
terhadap masyarakat tersebut, misalnya keras, lunak, dan biaya penunjang; waktu
kebijakan puskesmas, dll. yang harus disediakan oleh key person
dan perawat dalam mempelajari sistem penting yang mengacu pada kebutuhan,
dan merancang ulang alur kerja komponen penting yang mengacu pada
memerlukan waktu yang lama. individual, komponen penting yang
Secara administratif rekam medis mengacu pada institusi.
elektronik (RME) bermanfaat sebagai Landasan hukum rekam medis
gudang penyimpanan informasi secara elektronik terdiri dari: Undang-Undang RI
elektronik mengenai status kesehatan dan No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
layanan kesehatan yang diperoleh pasien Kedokteran pasal 46, pasal 47 ayat 1;
sepanjang hidupnya. Selain itu, Permenkes RI No.
penggunaan RME memberikan manfaat 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang
kepada dokter dan petugas kesehatan Rekam Medis pasal 2 ayat 1, pasal 5 ayat
dalam mengakses informasi pasien yang 1, pasal 6, pasal 10, pasal 12; Undang-
pada akhirnya membantu dalam Undang RI No.11 Tahun 2008 Tentang
pengambilan keputusan klinis. RME Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
merupakan solusi bagi rumah sakit untuk pasal 6, pasal 11, pasal 16, pasal 19, pasal
mengatasi berbagai masalah yang sering 20; Permenkes No. 1171 Tahun 2011
terjadi di rumah sakit seperti tempat Tentang Sistem Informasi Rumah Sakit.
penyimpanan yang besar, hilangnya
rekam medis, pengeluaran data yang KERANGKA KONSEP PENELITIAN
dibutuhkan, dan lain-lain.
Menurut Sabarguna (2005), Sebelum mengetahui kesiapan
sistem data klinis RME berfungsi sebagai organisasi menerapkan RME, harus
berikut: rekam medis masing-masing dilakukan analisis kebutuhan terlebih
pasien; rangkuman data klinis untuk dahulu agar organisasi dapat mengetahui
konsumsi manajer rumah sakit, pihak apa saja yang dibutuhkan. Richardson dkk.
asuransi (data klaim), kepala unit klinis, (2015) menjelaskan bahwa penggunaan
dan institusi terkait sebagai pelaporan; teknologi informasi (TI) kesehatan dan
registrasi penyakit; data unit spesifik; kebutuhan terhadap TI kesehatan untuk
sistem kepustakaan medik dan koordinasi perawatan saling terkait, yang
pendukung pengambilan keputusan klinis; terdiri dari pemantauan (monitoring),
paspor kesehatan (patient-carried pemberitahuan (notification), kolaborasi
records). (collaboration), pelaporan (reporting),
Menurut Sabarguna (2005), interoperabilitas (interoperability). Dari 5
konsep dasar dalam sistem RME adalah variabel tersebut, hanya 2 variabel yang
menambahkan alat-alat manajemen digunakan peneliti, yaitu monitoring dan
informasi untuk dapat menghasilkan hal- reporting.
hal sebagai berikut: peringatan dan Kesiapan organisasi menerapkan
pewaspadaan klinik (clinical alerts and RME diadopsi dari penelitian yang
reminders); hubungan dengan sumber dilakukan Holt dkk. (2007), yang terdiri
pengetahuan untuk penunjang keputusan dari empat variabel yang berhubungan
layanan- kesehatan (health-care decision yaitu: atribut perubahan, dukungan
support); analisis data agregat; perintah pemimpin, organisasi, target perubahan.
dokter melalui komputer (CPOE; Dari 4 variabel tersebut, hanya 3 variabel
computerized physician order entry); yang digunakan peneliti, yaitu atribut
pengambilan data sinyal biologis secara perubahan, dukungan pemimpin, target
otomatis (automatic data capture). perubahan.
Menurut Sabarguna (2005), ada 3
komponen penting RME, yaitu: komponen
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

HASIL PENELITIAN Atribut perubahan terdiri dari visi


yang jelas, kelayakan untuk berubah, dan
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner harapan setelah perubahan terjadi.
Semua respoden menyatakan
Uji validitas dan reliabilitas bahwa penerapan RME dapat mendukung
dilakukan terhadap semua pernyataan di visi dan misi Kartini Hospital Jakarta.
dalam kuesioner dengan jumlah sampel Hampir semua responden menyatakan
30. Metode yang dipilih untuk uji validitas bahwa penerapan RME merupakan
adalah metode corrected item-total tindakan yang rasional saat ini (97,9%).
correlation. Pernyataan dinyatakan valid Hampir semua responden menyatakan
jika r hitung lebih besar daripada r tabel penerapan RME dapat meningkatkan
(Pearson Product Moment), pada uji 2-sisi, kualitas Kartini Hospital Jakarta dalam
dengan tingkat signifikansi 0,05 dan menghadapi persaingan yang ada saat ini
jumlah sampel 30. Uji realibilitas (97,9%). Hampir semua responden
menggunakan metoda Cronbach’s alpha. menyatakan penerapan RME dapat
Pernyataan dinyatakan reliabel jika membantu kerjasama pelayanan antara
Cronbach’s alpha lebih dari 0,6. Semua Kartini Hospital Jakarta dengan rumah
pernyataan terkait atribut perubahan, sakit lainnya (98,9%). Hampir semua
dukungan pemimpin, target perubahan, responden menyatakan penerapan RME
monitoring, dan reporting dinyatakan membantu meningkatkan efisiensi
valid dan reliabel. pekerjaan (93,7%).
Hampir semua responden
2. Karakteristik Responden menyatakan bahwa penerapan RME
meningkatkan komunikasi antar seluruh
Kuesioner disebar pada 95 pengguna dalam Kartini Hospital Jakarta
responden dengan karakteristik sebagian dan membantu dalam pengambilan
besar perempuan (72,6%), dengan profesi keputusan (masing-masing 97,9%). Semua
bidan (38%), berusia 20-30 tahun (62,1%), responden menyatakan bahwa pengguna
lama bekerja 1-5 tahun (44,2%), dan (user) akan mendapatkan manfaat bila
sebagian besar berpendidikan D3/D4 penerapan RME dilaksanakan. Hampir
(49,5%). semua responden menyatakan bahwa
penerapan RME sesuai dengan prioritas
3. Persepsi Responden Terhadap Atribut Kartini Hospital Jakarta dalam
Perubahan menyelesaikan permasalahan rekam
medis dan merupakan langkah terbaik dipercaya (90,5%). Hampir semua
saat ini (berturut-turut 90,5% dan 95,7%). responden mengharapkan atasan terkait
Lebih dari tiga perempat mempunyai visi yang sama dengan visi
responden menyatakan bahwa penerapan Kartini Hospital Jakarta (92,6%).
RME dapat menurunkan tingkat kesalahan
(77,8%). Hampir semua responden 5. Persepsi Responden Terhadap Target
menyatakan bahwa penerapan RME Perubahan
membantu pekerjaan sehari-hari (90,5%).
Hampir semua responden menyatakan Target perubahan berkaitan
bahwa penerapan RME membantu dengan persiapan diri sendiri. Hampir
pencapaian tujuan dengan efektif dan semua responden menyatakan bahwa
sebagai pendorong agar Kartini Hospital pekerjaan menjadi mudah dengan RME
Jakarta menjadi lebih baik (berturut-turut (93,7%). Hampir semua responden
92,6% dan 96,8%). Lebih dari tiga mengharapkan agar diadakan pelatihan
perempat responden menyatakan bahwa kepada seluruh pegawai supaya dapat
RME dapat sukses diterapkan di Kartini menyesuaikan diri dengan RME (97,8%).
Hospital Jakarta (88,4%). Hampir semua responden mengharapkan
Kartini Hospital Jakarta
4. Persepsi Responden Terhadap mempertimbangkan latar belakang
Dukungan Pemimpin pendidikan pengguna (user) RME (94,8%).
Hampir semua responden mengharapkan
Dukungan pemimpin terdiri dari Kartini Hospital Jakarta memberikan
dukungan dari manajemen puncak dan pelatihan yang dianggap perlu bagi
pemimpin dengan visi yang jelas. pengguna (user) RME (97,9%). Hampir
Lebih dari tiga perempat semua responden menyatakan bahwa
responden mengharapkan adanya semua unit bagian kerja mendukung dan
dukungan dari atasan terkait dengan membantu dalam implementasi RME
pemanfaatan RME dan atasan terkait (94,7%).
telah berkomitmen untuk menerapkan
RME (berturut-turut 88,4%). Lebih dari 6. Persepsi Responden Terhadap
tiga perempat responden mengharapkan Monitoring
atasan terkait telah menekankan
pentingnya penerapan RME dan akan Monitoring terdiri dari akurasi
segera diterapkan (berturut-turut 85,2% data dan kesinambungan penggunaan
dan 89,4%). Hampir semua responden rekam medis elektronik.
mengharapkan atasan terkait Hampir semua responden
menekankan agar penerapan RME dapat menyatakan bahwa RME selalu akurat
diterima oleh semua pengguna (user) menampilkan umur pasien dan jumlah
(93,7%). pasien dalam sehari (berturut-turut 99%
Hampir semua responden dan 95,8%). Hampir semua responden
mengharapkan penerapan RME menyatakan RME selalu menampilkan
disosialisasikan secara aktif di Kartini jumlah total pembayaran dengan benar
Hospital Jakarta (90,5%). Hampir semua (96,8%). Hampir semua responden
responden mengharapkan atasan terkait menyatakan jumlah total pembayaran
dapat membantu bila ada masalah selama selalu sesuai dengan data yang di-input
penerapan RME (90,5%). Lebih dari tiga (97,9%). Hampir semua responden
perempat responden mengharapkan menyatakan bahwa jika RME dibuka
penerapan RME diawasi oleh atasan yang kembali, maka selalu menampilkan data
kredibel (87,4%). Hampir semua sebagaimana yang di-input-kan
responden mengharapkan penerapan sebelumnya (96,8%).
RME diawasi oleh atasan yang dapat
Lebih dari separuh responden responden menyatakan laporan hasil
menyatakan RME terlalu rumit diajarkan laboratorium dan laporan stok minimal,
kepada staf baru (62,1%). Semua stok maksimal, dan stok saat ini untuk
responden menyatakan RME dapat semua jenis obat bisa ditampilkan dalam
digunakan kembali sesuai dengan RME (berturut-turut 96,9% dan 97,8%).
perkembangan perangkat lunak. Lebih
dari separuh responden menyatakan RME 8. Pengaruh Monitoring dan Reporting
yang rusak (error) sulit diperbaiki (69,4%). Terhadap Kesiapan Organisasi
Hampir semua responden menyatakan Menerapkan Rekam Medis Elektronik
perlu diadakan evaluasi berkala untuk
melihat masalah serta solusi terhadap Analisis selanjutnya menguji
pemanfataan RME di Kartini Hospital hipotesis penelitian yang diajukan.
Jakarta (93,6%). Hampir semua responden Sebelum pengujian hipotesis dilakukan
menyatakan perlu adanya tanggapan harus ditentukan terlebih dahulu masing-
(feedback) dari hasil evaluasi yang telah masing variabel mempunyai data normal
dilakukan secara berkala (92,6%). atau tidak normal. Bila data normal, maka
pengujian hipotesis menggunakan uji
7. Persepsi Responden Terhadap korelasi Pearson. Bila data tidak normal,
Reporting maka pengujian hipotesis menggunakan
uji korelasi Spearman.
Reporting meliputi ketepatan dan Berdasarkan uji korelasi Pearson
kecepatan laporan yang dibuat. Hampir dengan jumlah responden 95, didapatkan
semua responden menyatakan RME dapat hasil semua variabel memiliki data yang
menampilkan laporan jumlah pasien tidak normal, sehingga pengujian
dalam sehari dengan tepat (99%). Hampir hipotesis menggunakan uji korelasi
semua responden menyatakan RME dapat Spearman.
menampilkan laporan sesuai dengan yang Berdasarkan hasil uji korelasi
diminta pengguna (user) (98,9%). Semua Spearman, faktor kebutuhan monitoring
responden menyatakan rekam medis yang dan reporting memiliki hubungan yang
tercetak sesuai dengan print preview. positif terhadap kesiapan organisasi.
Hampir semua responden menyatakan Interpretasi koefisien korelasi menurut
laporan yang dicetak sudah termasuk Sugiyono (2011) adalah sebagai berikut:
semua jenis tindakan yang dilakukan di 0,00 – 0,199: sangat rendah; 0,20 – 0,399:
Kartini Hospital Jakarta (96,8%). Lebih dari rendah; 0,40 – 0,599: sedang; 0,60 –
tiga perempat responden menyatakan 0,799: kuat; 0,80 – 1,000: sangat kuat.
laporan hasil laboratorium dan laporan Hubungan antara monitoring
stok minimal, stok maksimal, dan stok dengan kesiapan organisasi adalah 0,828
saat ini untuk semua jenis obat harus (termasuk sangat kuat) sehingga
diketik ulang dalam RME (berturut-turut monitoring sangat mempengaruhi
81% dan 80%). kesiapan organisasi menerapkan rekam
Hampir semua responden medis elektronik. Hubungan antara
menyatakan bahwa RME dapat reporting dengan kesiapan organisasi
menampilkan print preview rekam medis adalah 0,690 (termasuk kuat) sehingga
dan jumlah total pembayaran kurang dari reporting mempengaruhi kesiapan
1 menit (berturut-turut 96,8% dan 92,7%). organisasi menerapkan rekam medis
Hampir semua responden menyatakan elektronik. Hubungan antara monitoring
RME dapat mencari data dengan cepat dan reporting dengan kesiapan organisasi
(96,8%). Lebih dari tiga perempat adalah 0,777 (termasuk kuat) sehingga
responden menyatakan jumlah total monitoring dan reporting mempengaruhi
pembayaran bisa langsung dicetak tanpa kesiapan organisasi menerapkan rekam
perlu diedit (80%). Hampir semua medis elektronik. Karena penelitian ini
menggunakan seluruh populasi, maka 1. Persepsi Respoden Terhadap
tidak perlu pengujian signifikansi. Monitoring
Berdasarkan hasil uji regresi
multipel, monitoring memiliki Sebanyak 53,7% responden
standardized coefficient (beta) sebesar menyatakan RME terlalu rumit diajarkan
0,662. Hal ini menunjukkan bahwa kepada staf baru. Pernyataan tersebut
monitoring memiliki pengaruh dominan tidak sesuai dengan pendapat Ford dkk.
terhadap kesiapan organisasi menerapkan (2006) yang menyatakan bahwa pelatihan
rekam medis elektronik. Karena penelitian formal awal telah dilakukan dengan baik
ini menggunakan populasi, yaitu semua oleh beberapa orang, pelatihan yang tidak
orang yang berhubungan dengan RME, cukup sering diidentifikasi sebagai
maka uji regresi multipel dalam penelitian penghalang, entah karena tidak ada
ini merupakan uji statistik deskriptif. pelatihan yang cukup atau karena
Pengujian signifikansi tidak diperlukan. pelatihan kelas tidak sesuai dengan
kebutuhan klinis dan gaya belajar dokter.
PEMBAHASAN Kebijakan utama di seluruh rumah sakit
adalah bahwa pelatihan tidak sukarela;
Tujuan penggunaan RME adalah semua karyawan dan dokter diharuskan
untuk meningkatkan pelayanan dan untuk mengikuti pelatihan dan lulus tes
kesembuhan pasien, meningkatkan kemahiran untuk mengakses sistem RME
efesiensi dan mengurangi biaya, dan memiliki kemampuan untuk
meningkatkan prosedur penagihan, melakukan seterusnya.
menyediakan dokumen riwayat pasien Sedangkan 58,9% responden
dengan baik, mengurangi hilangnya arsip, menyatakan bahwa RME yang rusak
data, dan kesalahan medis (Kukafka, dkk., (error) sulit diperbaiki. Pernyataan
2007). tersebut tidak sesuai dengan pendapat
Mewujudkan penerapan RME, Ford dkk. (2006) yang menyatakan bahwa
sebelumnya diperlukan proses migrasi dukungan teknis difasilitasi dengan baik
rekam medis kertas ke RME yaitu dengan pada penggunaan awal RME dan
serangkaian proses yang dimulai dengan seterusnya. Staf pendukung umumnya
pengenalan RME berikut manfaatnya, dianggap berpengetahuan dan dapat
pelatihan penggunaan RME pada users membantu pengguna RME, meskipun
(pengguna) sehingga mereka mampu beberapa dokter menyadari bahwa staf
menggunakan saat memberikan pendukung kadang-kadang tidak tersedia
pelayanan kepada pasien (Walls, 2011). (jam istirahat, hari libur).
Motivasi kepada users sangat diperlukan Uji korelasi Spearman antara
agar mereka memahami pentingnya monitoring dengan kesiapan organisasi
menggunakan sistem dan senantiasa diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar
menggunakan sistem dalam aktivitas 0,828 (termasuk sangat kuat) sehingga
pelayanan kepada pasien. monitoring sangat mempengaruhi
Hasil penelitian tentang analisis kesiapan organisasi menerapkan rekam
kesiapan penerapan RME di Kartini medis elektronik. Hasil penelitian ini
Hospital Jakarta diharapkan dapat sesuai dengan penelitian yang dilakukan
membantu rumah sakit untuk mengetahui oleh Richardson dkk. (2015) yang
kesiapan penerapan RME. Dari jawaban menyatakan penggunaan teknologi
responden dapat diperoleh masukan atau informasi (TI) kesehatan dan kebutuhan
umpan balik atas kesiapan rumah sakit terhadap TI kesehatan saling terkait.
dalam menerapkan RME.
2. Persepsi Responden Terhadap berkontribusi pada penerimaan pengguna
Reporting terhadap sistem RME.
Sedangkan 58,9% responden
Sebanyak 64,2% responden menyatakan penerapan RME dapat
menyatakan laporan hasil laboratorium menurunkan tingkat kesalahan.
harus diketik ulang dalam RME dan 60% Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan
responden menyatakan laporan stok pendapat Castillo dkk. (2010) dan Loomis
minimal, stok maksimal, dan stok saat ini dkk. (2002) yang menyatakan bahwa
untuk semua jenis obat harus diketik dokter tidak memiliki cukup waktu untuk
ulang dalam RME. Kedua pernyataan terbiasa dengan RME,
tersebut tidak sesuai dengan pendapat mengimplementasikan RME, dan berlatih
Castillo dkk. (2010) yang menyatakan menggunakan RME meskipun telah
bahwa interoperabilitas sebagai faktor menyediakan waktu dan menyadari
penentu untuk mengadopsi sistem RME manfaat RME. Keterampilan yang
yang dapat mengurangi pengulangan diperlukan untuk mendengarkan keluhan
pekerjaan oleh penyedia layanan. pasien, menilai relevansi medis,
Interoperabilitas penting karena menentukan intervensi serta mencatat
mengurangi biaya RME dan layak untuk semua pada saat yang bersamaan akan
sekelompok individu atau kelompok kecil membutuhkan tingkat konsentrasi yang
dokter untuk memperoleh dan tinggi, ketrampilan mengetik, dan terbiasa
mengadopsi sistem RME. dengan antarmuka (interface) aplikasi,
Uji korelasi Spearman antara dimana tidak ditemukan di kebanyakan
reporting dengan kesiapan organisasi pengguna komputer yang mahir.
diperoleh hasil koefisien korelasi sebesar Berdasarkan persepsi responden
0,690 (termasuk kuat) sehingga reporting terhadap dukungan pemimpin,
mempengaruhi kesiapan organisasi didapatkan 74,7% responden menyatakan
menerapkan rekam medis elektronik. atasan terkait dapat membantu bila ada
Hasil penelitian ini sesuai dengan masalah selama penerapan RME.
penelitian yang dilakukan oleh Richardson Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan
dkk. (2015) yang menyatakan penggunaan pendapat Castillo dkk. (2010) yang
teknologi informasi (TI) kesehatan dan menyatakan bahwa bantuan yang
kebutuhan terhadap TI kesehatan saling diberikan mengacu pada dari dokter ke
terkait. dokter lain. Hal ini dapat dibagi dalam dua
aspek: 1) dokter dengan pengalaman
3. Persepsi Responden Terhadap menggunakan RME dan mengetahui
Kesiapan Organisasi Menerapkan tentang cara menggunakan RME kepada
Rekam Medis Elektronik ke dokter lain; 2) dokter memiliki
pengetahuan untuk membantu dokter
Berdasarkan persepsi responden lain dalam menggunakan RME. Bantuan
terhadap atribut perubahan, didapatkan tersebut dapat diberikan melalui kontak
74,7% responden menyatakan penerapan pribadi atau dokumen.
RME meningkatkan komunikasi antar Berdasarkan persepsi responden
seluruh pengguna dalam Kartini Hospital terhadap target perubahan, didapatkan
Jakarta. Pernyataan tersebut sesuai 66,3% responden menyatakan secara
dengan pendapat Castillo dkk. (2010) yang umum, pekerjaan menjadi mudah dengan
menyatakan bahwa komunikasi di antara RME. Pernyataan tersebut tidak sesuai
para pengguna mengacu pada tindakan dengan pendapat Meinert (2004) yang
saling bertukar pikiran, opini, atau menyatakan bahwa masalah dengan
informasi melalui ucapan, atau tulisan. penggunaan RME terutama saat
Komunikasi antar pengguna merupakan mendokumentasikan catatan kemajuan
faktor yang sangat penting yang pasien yang menyebabkan dokter
menghabiskan waktu ekstra untuk belajar keamanan terhadap informasi pasien
cara yang efektif dalam menggunakan yang terkomputerisasi (Ludwick dan
RME. Waktu yang terbuang ini merupakan Doucette, 2009). Sehingga ketika akan
penghalang utama untuk memperoleh menggunakan rekam medis elektronik
manfaat, karena beban yang lebih besar maka ada beberapa hal yang harus
pada waktu dokter menggunakan RME diperhatikan, yaitu: harus ada otentifikasi,
dapat menurunkan potensi untuk harus aman, harus ada PIN (login dan
mencapai peningkatan kualitas. password), dan harus bisa diakses kembali
Sedangkan 58,9% responden kapan saja sesuai kebutuhan. Dari aspek
menyatakan diadakan pelatihan kepada legalitas, rekam medis harus ditulis pada
seluruh pegawai supaya dapat saat pasien mendapatkan pelayanan.
menyesuaikan diri dengan RME.
Pernyataan tersebut sesuai dengan KESIMPULAN
pendapat beberapa peneliti yang
mempertimbangkan kemungkinan Penelitian ini merupakan upaya
masalah interaksi antara dokter dan awal untuk memahami bahwa beberapa
pasien ketika menggunakan RME. Kontak variabel yang mempengaruhi kesiapan
mata pasien dapat membangun organisasi dalam menerapkan RME saling
komunikasi interpersonal yang lebih baik, berhubungan. Visi yang jelas dan
sehingga dapat mengarah pada kualitas kelayakan untuk berubah, serta harapan
perawatan yang lebih baik (Loomis, dkk., setelah perubahan terjadi, dukungan dari
2002). Dalam penelitian lain, beberapa manajemen puncak, kehadiran pemimpin
dokter melaporkan bahwa mereka dengan visi yang jelas, dan efikasi diri
kadang-kadang berhenti menggunakan kolektif merupakan faktor yang penting
RME karena mencari menu dan tombol dalam menilai kesiapan organisasi
dapat mengganggu interaksi antara menerapkan RME.
dokter dan pasien (Ludwick dan Doucette, Melakukan penilaian kesiapan
2009). pra-implementasi RME akan membantu
Uji korelasi Spearman antara manajemen puncak untuk memilih
monitoring dan reporting dengan apakah harus mulai implementasi RME
kesiapan organisasi diperoleh hasil atau menerapkan langkah awal yang lebih
koefisien korelasi sebesar 0,777 murah, yang akan mempersiapkan
(termasuk kuat) sehingga monitoring dan organisasi untuk mengantisipasi
reporting mempengaruhi kesiapan perubahan.
organisasi menerapkan rekam medis Persepsi awal dokter tentang
elektronik. Hasil penelitian ini sesuai kegunaan teknologi informasi kesehatan
dengan penelitian yang dilakukan oleh mungkin berperan penting dalam
Richardson dkk. (2015) yang menyatakan memprediksi persepsi awal dokter
penggunaan teknologi informasi (TI) tentang kesiapan organisasi. Teknologi
kesehatan dan kebutuhan terhadap TI informasi kesehatan memungkinkan
kesehatan saling terkait. pemantauan (monitoring) dan pelaporan
Hasil uji regresi multipel (reporting) meningkatkan koordinasi
menunjukkan bahwa monitoring memiliki perawatan.
pengaruh dominan terhadap kesiapan Singkatnya, ketika organisasi
organisasi menerapkan rekam medis kesehatan berinvestasi dalam RME untuk
elektronik. Non-users percaya bahwa ada meningkatkan kualitas dan
lebih banyak risiko keamanan dan kesinambungan perawatan, penting untuk
kerahasiaan pada rekam medis elektronik memahami faktor-faktor yang
daripada catatan kertas (Laerum, dkk., berkontribusi pada proses perubahan
2001). Hal ini berarti harus ada perhatian yang efektif.
khusus untuk privasi, kerahasiaan, dan
Analisis kesiapan penerapan RME Pulido, J. (2010). A knowledge-based
merupakan hal yang sangat penting untuk taxonomy of critical factors for
dilakukan karena pengguna (user) adalah adopting electronic health record
aspek yang sangat menentukan systems by physicians: a systematic
kesuksesan implementasi dari suatu literature review. BMC Medical
sistem. Dari jawaban pengguna dan uji Informatics and Decision Making,
korelasi dapat dikatakan bahwa pengguna 10(6).
sudah siap dalam implementasi RME dan Departemen Kesehatan RI. (2006).
monitoring bermanfaat dalam Pedoman Pengelolaan Dokumen
pengendalian RME. Namun, sebelum Rekam Medis Rumah Sakit Di
implementasi RME harus Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral
dipertimbangkan juga kesiapan dari Pelayanan Rekam Medik.
sarana kesehatan. Dignan, M.B. dan Carr, P.A. (1992).
Program planning for health
DAFTAR PUSTAKA education and promotion (2nd ed.).
Philadelphia: Lea & Febiger.
Ajami, S., Ketabi, S., Isfahani, S.S., dan EHR Implementation Roadmap 2005 pilot.
Heidari, A. (2011). Readiness (2005). Diakses pada 22 Mei 2018,
assessment of electronic health dari
records implementation. Acta Inform http://www.ehcca.com/presentation
Med, 19(4), 224-227. s/hitsummit2/3_03_2_h1.pdf
Ajami, S. dan Bagheri-Tadi, T. (2013). Fawdry, R. (2007). Electronic records in
Barriers for adopting electronic maternity care: Coping with two
health records (EHRs) by physicians. unavoidable hybrids and a potentially
Acta Inform Med, 21(2), 129-134. infinite workload. United Kingdom:
Armenakis, A.A., Bernerth, J.B., Pitts, J.P., Birmingham.
dan Walker, H.J. (2007). Fertman, C.I. dan Allensworth, D.D.
Organizational change recipients’ (2010). Health promotion programs:
beliefs scale: Development of an From theory to practice. United
assessment instrument. J Appl States of America: Jossey-Bass.
Behavioral Science, 43(4), 481-505. Ford, E.W., Menachemi, N. dan Phillips,
Bandura, A. (1986). Social foundations of M.T. (2006). Predicting the adoption
thought and action: A social cognitive of electronic health records by
theory. Englewood Cliffs: Prentice- physicians: When will health care be
Hall. paperless? J Am Med Inform Assoc,
Bartholomew, L.K., Parcel, G.S., Kok, G., 13(1), 106-112.
dan Gottlieb, N.H. (2006). Planning Green, L.W. dan Kreuter, M.W. (2005).
health promotion program: An Health program planning: An
intervention mapping approach. San educational and ecological approach
Francisco: John Wiley & Sons, Inc. (4th ed.). New York: McGraw-Hill.
Berg, M. (2004). Health information Hatta, G. (2013). Pedoman Manajemen
management integrating information Informasi Kesehatan di Sarana
technology in health care work. New Pelayanan Kesehatan (Revisi II).
York: Routledge. Jakarta: UI-Press.
Campbell, E.M., Li, H., Mori, T., Osterweil Heinzer, M. (2010). Essential elements of
P. dan Guise, J. (2006). The impact of nursing notes and the transition to
health information technology on electronic health records. J Health
work process and patient care in Inform Manag, 24(4), 53-59.
labor and delivery. Portland: Oregon Hendry, C. (2008). The challenge of
Health and Science University. developing an electronic health
Castillo, V., Martinez-Garcia, A., dan record for use by mobile community
based health practitioners. Lorenzi, N.M., Kouroubali, A., Detmer,
Proceedings of the HINZ Conference. D.E. dan Bloomrosen, M. (2009). How
New Zealand: Christchurch. to successfully select and implement
Herasevich, V., Pickering, B.W., Dong, Y., electronic health records (EHR) in
Peters, S.G. dan Gajic, O. (2010). small ambulatory practice settings.
Informatics infrastructure for BMC Medical Informatics and
syndrome surveillance, decision Decision Making, 9(15).
support, reporting, and modeling of Ludwick, D. dan Doucette, J. (2009).
critical illness. Mayo Clinic Primary care physicians’ experience
proceedings, 85(3), 247-254. with electronic medical records:
Holt, D.T., Armenakis, A.A., Field, H.S. dan barriers to implementation in a fee-
Harris, S.G. (2007). Readiness for for-service environment.
organizational change: The International Journal of Telemedicine
systematic development of a scale. J and Applications, 2.
Appl Behav Science, 43(2), 232-255. Meinert, D.B. (2004). Resistance to
Jahanbakhsh, M., Tavakoli, N. dan Electronic Medical Records (EMRs): A
Mokhtari, H. (2011). Challenges of barrier to improved quality of care.
EHR implementation and related Informing science: International
guidlines in isfahan. Procedia Journal of an Emerging
Computer Science, 3, 1199-1204. Transdiscipline, 2, 493-504.
Kahan, B. dan Goodstadt, M. (2005). The Meyers, D., Quinn, M. dan Clancy, C.M.
IDM Manual: Basics (3rd ed.). Canada: (2011). Health information
Centre for Health Promotion, technology: Turning the patient-
University of Toronto. centered medical home from
Kukafka, R., Ancker, J. S., Chan, C., concept to reality. Am J Med Qual,
Chelico, J., Khan, S., Mortoti, S. et al. 26(2), 154–156.
(2007). Redesigning electronic health Moody, L.E, Slocumb, E., Berg, B. dan
record systems to support public Jackson, D. (2004). Electronic health
health. Biomedical Informatics. 40, records documentation in nursing:
398–409. Nurses, perception, attitues, and
DOI:10.1016/j.jbi.2007.07.001 preferences. J Comput Inform Nurs,
Kusumadewi, S., Fauzijah, A., Khoiruddin, 22(6), 337-344.
A.A., Wahid, F., Setiawan, M.A., Mowday, R. dan Sutton, R. (1993).
Rahayu, N.W., et al. (2009). Organizational behavior: Linking
Informatika kesehatan. Yogyakarta: individuals and groups to
Graha Ilmu. organizational contexts. Annual Rev
Laerum, H., Ellingsen, G., dan Faxvaag, A. Psych, 44, 195-229.
(2001). Doctors’ use of electronic Peraturan Menteri Kesehatan Republik
medical records systems in hospitals: Indonesia Nomor
Cross sectional survey. BMJ, 32, 269/MENKES/PER/III/2008 tentang
1344-1348. Rekam Medis. Jakarta.
Lapointe, L. dan Rivard, S. (2005). A Peraturan Menteri Kesehatan No. 1171
multilevel model of resistance to IT Tahun 2011 Tentang Sistem
implementation. MIS Quart, 29(3), Informasi Rumah Sakit. Jakarta.
461-491. Qureshi, Q.A., Shah, B., Khan, N.,
Loomis, G.A., Ries, J.S., Saywell, R.M., dan Miankhel, A.K. dan Nawaz, A. (2012).
Thakker, N.R. (2002). If electronic Determining the users‘ willingess to
medical records are so great, why adopt electronic health record (EHR)
aren’t family physicians using them? in developing countries. Gomal
Journal of Family Practice, 51, 636- University Journal of Research, 28(2).
641.
Richardson, J.E., Vest, J.R., Green, C.M.,
Kern, L.M., Kaushal, R. dan HITEC
Investigators. (2015). A needs
assessment of health information
technology for improving care
coordination in three leading patient-
centered medical homes. J Am Med
Inform Assoc, 22(4), 815–820.
Sabarguna, Boy S. (2005). Sistem
informasi manajemen rumah sakit.
Bandung: Amanah.
Shofari, B. (2005). Pengelolaan sistem
rekam medik. Semarang:
Perhimpunan Organisasi Profesional
Perekammedikan, Informatika
Kesehatan Indonesia.
Stange, K.C., Nutting, P.A., Miller, W.L.,
Jaén, C.R., Crabtree, B.F., Flocke, S.A.,
et al. (2010). Defining and measuring
the patient-centered medical home. J
Gen Intern Med, 25(6), 601–612.
Sugiyono. (2011). Metode penelitian
kombinasi (mixed methods).
Bandung: Alfabeta.
Thede, L. (2008). Electronic personal
health records: Nursing’s role. OJIN:
The Online Journal of Issues in
Nursing, 14(1).
Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran. Jakarta.
Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE). Jakarta.
Walls, I. (2011). Migrating from
innovative interfaces’ millennium to
koha: The NYU health sciences
libraries experiences. OCLC Systems
& Services: International digital
library perspectives, 27(1), 51-56.
Wollersheim, D., Sari, A. dan Rahayu, W.
(2009). Archetype-based electronic
health records: a literature review
and evaluation of their applicability
to health data interoperability and
access. Health Information
Management Journal, 38(2). DOI:
10.1177/183335830903800202

Anda mungkin juga menyukai