DEMENSIA ALZHEIMER
Oleh
Franesia Dwirahmana 0810312104
Pembimbing :
Dr. Hj Meiti Frida, SpS (K)
Dr. Hendra Permana, SpS
BAGIAN NEUROLOGI
RSUP DR.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi
Demensia adalah kumpulan gejala kronik yang disebabkan oleh berbagai
latar belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek,
gangguan global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnya
kemampuan berpikir abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan
perilaku, emosi labil dan hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa
adanya gangguan dalam pekerjaan, aktivitas harian dan sosial.
1.2. Klasifikasi
Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversibel dan ireversibel
yaitu :
Reversibel :
- Alkoholisme
- Gangguan pasikiatri
- Normal pressure Hydrocephalus
- Demensia Vaskular
Ireversibel :
-Demensia Alzheimer
-Pick’s Disease
-Parkinson’s Disease Dementia1
1.3. Diagnosis
Demensia ditandai oleh adanya gangguan kognisi, fungsional dan
perilaku, sehingga terjadi gangguan pada pekerjaan, aktivitas harian dan
sosial. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
neuropsikologis. Anamnesis/wawancara meliputi awitan penyakit
(akut/perlahan), perjalanan penyakit (stabil/ progresif, membaik), usia awitan,
riwayat medis umum dan neurologis, perubahan neurobehaviour, riwayat
2
psikiatri, riwayat yang berhubungan dengan etiologi (seperti infeksi,
gangguan nutrisi, penggunaan obat, dan riwayat keluarga). Pemeriksaan fisik
meliputi tanda vital, pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis dan
neuropsikologis. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium
dan radiologis.
Anamnesis
Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan
mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh).
Hal yang paling penting diperhatikan adalah riwayat penurunan fungsi
terutama kognitif dibandingkan dengan sebelumnya. Awitan
(mendadak/progresif lambat) dan adanya perubahan prilaku dan kepribadian.
Riwayat Medis Umum
Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit, sehingga
perlu diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan Sifilis),
ganguan endokrin (hiper/hipotiroid), diabetes Mellitus, neoplasma, kebiasaan
merokok, penyakit jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia dan
aterosklerosis.
Riwayat Neurologis
Perlu untuk mencari etiologi seperti riwayat gangguan serebrovaskuler,
trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsi, tumor serebri dan hidrosefalus.
Riwayat Gangguan Kognisi
Riwayat gangguan kognitif merupakan bagian terpenting dari diagnosis
demensia. Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka
panjang; gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat, benda, maupun
gangguan komprehensif): gangguan fungsi eksekutif (meliputi
pengorganisasian, perencanaan dan pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan
praksis dan visuospasial.
Selain itu, perlu ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya
melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian,
melaksanakan hobi dan mengikuti aktivitas sosial. Dalam hal ini, perlu
pertimbangan berdasarkan pendidikan dan sosial budaya.
3
Riwayat Gangguan Perilaku dan kepribadian
Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita
demensia. Hal ini perlu dibedakan dengan gangguan psikiatri murni, misalnya
depresi, skizofrenia, terutama tipe paranoid. Pada penderita demensia dapat
ditemukan gejala neuropsikologis berupa waham, halusinasi, misidentifikasi,
depresi, apatis dan cemas. Gejala perilaku dapat berupa bepergian tanpa
tujuan (wandering), agitasi, agresifitas fisik maupun verbal, restlessness dan
disinhibisi.
Riwayat Intoksikasi
Perlu ditanyakan riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida,
insektisida, alkoholisme dan merokok. Riwayat pengobatan terutama
pemakaian kronis antidepresan dan narkotika.
Riwayat Keluarga
Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson, sindrom
down dan retardasi mental.
Pemeriksaan fisik
Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya
kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun
bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara
mendadak atau sedikit demi sedikit pada setiap orang dari semua golongan
usia.
Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada praktek klinis.
Pemeriksaan neurologis : Dilihat adanya tekanan tinggi intra kranial,
gangguan neurologis fokal misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik,
sensorik, otonom, koordeinasi, gangguan penglihatan, gerakan
abnormal/apraksia dan adanya refleks patologis dan primitif.
4
Demensia Alzheimer dibagi menjadi 3 stadium yaitun :
- Stadium Ringan
Gangguan memori menonjol, namun penderita masih dapat melakukan
aktivitas harian sederhana.
- Stadium Sedang.
Gangguan memori diikuti oleh gangguan kognisi lain : Penderita
membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas harian, terutama yang
kompleks.
- Stadium lanjut.
Penderita sudah tidak dapat berkomunikasi karena gangguan kognitif
berat, biasanya diikuti penurunan fungsi motorik.
Awitan dan perjalanan penyakit bertahap, progresif lambat. Perubahan
prilaku dapat terjadi pada stadium ringan, sedang maupun lanjut.
5
Penderita diminta untuk menyebut nama benda di dalam ruangan
( misalnya : dasi, meja, baju, lampu ) atau bagin dari tubuh ( misalnya :
hidung, dagu, bahu), mengikuti perintah/ aba – aba (misalnya : menunjuk
pintu kemudian meja atau mengulang ungkapan.
3. Pemeriksaan apraksia
Ketrampilan motorik dapat diperiksa dengan cara meminta penderita untuk
melakukan gerakan tertentu, misalnya memperlihatkan bagaimana cara
mengosok gigi, memasang atau menyusun balok atau menyusun tongkat
dalam desain tertentu.
4. pemeriksaan daya abstraksi
daya abstraksi dapat diperiksa dengan berbagai cara, misalnya menyuruh
penderita untuk mengitung sampai sepuluh, menyebut seluruh alpabet,
mengitung dengan kelipatan tujuh, menyebut nama binatang sebanyak –
banyaknya dalam 1 menit atau menulis huruf m dan n secara bergantian.
5. pemeriksaan MMSE (sensitivity 71% to 92% dan specificity 56% to
96%7), CDT (Clock Drawing Test), Activity Daily Living (ADL) dan
Instrumental Activity Daily Living (IADL), Disability Assessment fo
Dementia (DAD), Ischemic Hachinski Score (IHS) yang dapat
membedakan demensia vaskuler dengan demensia Alzheimer
6
7
1.6 PEMERIKSAAN LAIN PADA DEMENSIA
• Mini Mental State Examination
Skor MMSE berkisar antara 0 – 30. orang lanjut usia, normal menunjukkan skor
24 – 30. depresi dengan gangguan kognitif mempunyai skor 9 – 27. Sementara itu
senile mental decline memiliki skor <23 dan demensia senilis < 17 (0 – 17).
Penderita dengan skor 24 atau kurang benar – benar menunjukkan gangguan
8
kognitif. Sementara itu MMSE tidak sensitif untuk awal demensia dengan
demikian skor normal tidak berarti meniadakan kemungkinan adanya demensia.
2. Continence
Controls urination and bowel movement completely by self (3)
Has occasional "accidents" (2)
Needs supervision to keep urine or bowel control, uses catheter, or is incontinent
(1)
3. Dressing
(gets clothes from closets and drawers, including underwear / outer garments; uses
fasteners, including braces, if worn)
Gets clothes and gets completely dressed without assistance (3)
Gets clothes and gets dressed without assistance except in tying shoes (2)
Receives assistance in getting clothes or getting dressed or stays partly or
completely undressed. (1)
4. Feeding
Feeds self without assistance (3)
Feeds self except for assistance in cutting meat or buttering bread (2)
Receives assistance in feeding or is fed partly or completely by nasogastric or
gastric tubes or intravenous fluids (1)
9
5. Toileting
(going to the "toilet room" for bowel or urine elimination, cleaning self after
elimination and arranging clothes)
Goes to "toilet room," cleans self, and arranges clothes without assistance (may
use object for support, such as cane, walker, or wheelchair, and may manage night
bedpan or commode and empty same in morning) (3).
Receives assistance in going to "toilet room," cleaning self, or arranging clothes
after elimination or receives assistance in using night bedpan or commode (2)
Does not go to room termed "toilet" for the elimination process (1)
6. Transferring
Moves in and out of bed or chair without assistance (may use object for support
such as cane or walker) (3)
Moves in and out of bed or chair with assistance (2)
Does not get out of bed 1
Total score__________
1. Telephone
(I) Able to look up numbers, dial, receive, and make calls without help
(A) Able to answer phone or dial operator in an emergency but needs special
phone or help in getting number or dialing
(D) Unable to use telephone
2. Traveling
(I) Able to drive own car or travel alone on bus or taxi
10
(A) Able to travel but not alone
(D) Unable to travel
3. Shopping
(I) Able to take care of all shopping with transportation provided
(A) Able to shop but not alone
(D) Unable to shop
4. Preparing meals
(I) Able to plan and cook full meals
(A) Able to prepare light foods but unable to cook full meals alone
(D) Unable to prepare any meals
5. Housework
(I) Able to do heavy housework (e.g., scrub floors)
(A) Able to do light housework, but needs help with heavy tasks
(D) Unable to do any housework
6. Medication
(I) Able to take meds in the right dose at the right time
(A) Able to take meds but needs reminding or someone to prepare it
(D) Unable to take medications
7. Money
(I) Able to manage buying needs; writes checks, pays bills
(A) Able to manage daily buying needs, but needs help managing checkbook,
paying bills
(D) Unable to manage money
11
____ Dependent
12
E. Defisit yang ada tidak terjadi selama delirium.
Gangguan yang ada tidak menggambarkan kelainan aksis I (depresi mayor,
skizofrenia).
1.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Farmakologis
13
Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian
yang bermakna.
14
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 65 Tahun
Alamat : Padang
Keluhan utama :
Sering lupa
15
maupun teman lama dan sering mengulang pertanyaan dan
sehari-hari.
ini.
Pemeriksaan Fisik
16
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)
Nadi : 82x/menit
Napas : 20x/menit
Suhu : 36,5 oC
Status Internus
Keadaan regional
PARU
Perkusi : sonor
JANTUNG
17
Kanan : linea sternalis dextra
Atas : RIC II
ABDOMEN
Perkusi : timpani
Status Neurologis
Status Neurologis
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
18
sakit kepala progresif (-)
N.I (Olfaktorius)
N.II (Optikus)
N.III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola Mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan Bulbus
Strabismus - -
Nistagmus -
Ekso/Endopthalmus - -
Pupil
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
Refleks Konvergensi (+) (+)
N.IV (Troklearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
19
N.VI (Abdusens)
Kanan Kiri
Gerakanmata kemedial bawah Baik Baik
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia (-) (-)
N.V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut (+) (+)
Menggerakan rahang (+) (+)
Menggigit (+) (+)
Mengunyah (+) (+)
Sensorik
-Divisi Oftlamika
Refleks Kornea (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Maksila
Refleks Masseter (+) (+)
Sensibilitas Baik Baik
-Divisi Mandibula
Sensibilitas Baik Baik
N.VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Baik Baik
Sekresi air mata (+) (+)
Fisura palpebra Baik Baik
Menggerakan dahi Baik Baik
Menutup mata Baik Baik
Mencibir/bersiul Baik
Memperlihatkan gigi Baik Baik
Sensasi lidah 2/3 belakang Baik Baik
Hiperakusis (-) (-)
20
Plika nasolabialis Baik Baik
N.VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik (+) (+)
Detik Arloji (+) (+)
Rinne test
Webber test
Scwabach test
• Memanjang
• Memendek
Nistagmus
• Pendular (-) (-)
• Vertical
• Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)
N.IX (Glosofaringeus)
Kanan Kiri
Sensasi Lidah 1/3 belakang Baik Baik
Refleks muntah (gag refleks) (+) (+)
N.X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Di tengah
Menelan Baik Baik
Artikulasi Baik
Suara Baik
Nadi Teratur
N.XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh kekanan Baik
21
Menoleh kekiri Baik
Mengangkat bahu kanan Baik
Mengangkat bahu kiri Baik
N.XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Simetris
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)
Pemeriksaan Koordinasi
22
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus eutonus
Pemeriksaan Sensibilitas
Sistem Refleks
Fungsi Otonom
• Defikasi : baik
• Keringat : baik
23
Fungsi Luhur
Orientasi :2
Registrasi :3
Recall :1
Bahasa :1
Jumlah :10
CDT
Menempatkan angka-angka :1
Jumlah :2
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11,7 g/dl
24
Leukosit : 12200/mm3
LED : 35%
Trombosit : 335000/mm3
Ureum : 35 g/dl
Na : 142mEq/L
K : 4,2mEq/L
Cl : 111 mEq/L
Penatalaksanaan :
nutrisi
2. Khusus : donepezil
neurotropik
25
BAB 3
DISKUSI
26
cenderung mudah marah, tersinggung, cemas. Pasien masih dapat melaksanakan
kegiatan sehari-hari.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan pada hasil MMSE 10 dan
CDT 2, dari pemeriksaan didapatkan kesan gangguan kognitif. Pada kasus ini,
demensia kemungkinan disebabkan oleh proses degenerasi otak.
Penatalaksanaan umum pada pasien ini yaitu donepezil dan nootropik
yang berguna untuk memperbaiki fungsi kognisi, menurunkan inaktivasi dari
neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter
kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori.
Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain
program aktivitas harian penderita ( kegiatan harian yang teratur dan sistematis,
misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan Latih, Ulang, Perhatikan dan
asosiasi ), serta orientasi realitas ( penderita diingatkan akan waktu dan tempat,
beri tanda khusus untuk suatu tempat tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dikot Y, Ong PA, 2007. Diagnosis dini dan penatalaksanaan demensia. Jakarta:
PERDOSSI.
2 Mardjono M, Sidharta P, 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat,
hal 211-214
3. Herbert R et al, Incidence and Risk Factors in the Canadian Study of Health
and Aging. American Heart Association, 2000; 3: 1487-933.
4.Geldmacher D, Whitehouse P, Evaluation of Dementia. The New England
Journal of Medicine. 1996; (8);330-364.
27
5. Taternichi TK, Desmond DW, Mayeux R, et al. Dementia after stroke: baseline
frequency, risks, and clinical features in hospitalized cohort. Neurology.1992;
42(6): 1185-936.
6. Rocca WA, Hoffman Apendiks, Brayne C, et.al. The prevalence of vascular
dementia in Europe: facts and fragments from 1980-1990 studies. EURODEM-
Prevalence Research Group. Ann Neurol. 1991; 30(6): 817-247.
7. DeCarli C, Reed T, Miller BL, et.al.Impact of Apolipprotein E 4 and Vascular
Disease om Brain Morphology in Men from the NHLBI Twin Study. American
Heart Association 1999; (5):1548-538.
8. Beilby JP, Hunt OCJ, et.al. Apolipoprotein E Gene Polymorphism are
associated with Carotid Plaque Formation but not With Intima-media Wall
Thickening. American Heart Association. 2003;(10):869-739.
9. De Leeuw FE, Richard F, De Groot JC, et.al. Interaction Between
Hypertension, ApoE, and Cerebral White Matter Lesions. American Heart
Associatiom. 2004;(1): 11057-6210.
10. Leung CHS, Poon WS, et.al. Apolipoprotein E Genotype and Outcome in
Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. 2002; (10): 548-5
28