Anda di halaman 1dari 25

Case Report Session

RINOSINUSITIS KRONIK

Muhd Arif Shah bin jamaludin 2040312154


Rahmat Ilham 1840312680

Preseptor dr. Rossy Rosalinda, Sp.THT-KL (K) FICS

Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung


Tenggorok Bedah Kepada Dan Leher (Tht-kl)
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Rsup Dr M Djamil Padang
2021
PENDAHULUAN
01 Latar belakang
• Rinosinusitis kronik adalah suatu penyakit inflamasi dan infeksi dari sinus paranasal dengan karakteristik 2
gejala mayor yang telah terjadi setidaknya selama 12 minggu, dengan prevalensi sekitar 10 - 15%. Indonesia
pada tahun 2003 berada pada urutan ke 25 dari 50 pola penyakit utama.
• Multifactorial
• Hanya 25% etiologi rinosinusitis kronik yang disebabkan oleh infeksi dan 75% disebabkan oleh reaksi alergi
dan ketidakseimbangan hormonal akibat gangguan yang terjadi pada sistem saraf otonom yang akan
menyebabkan perubahan pada mukosa sinus paranasal.

02 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan clinical science section ini adalah untuk mengetahui Rinosinusitis kronik
mulai dari definisi, epidemiologi, etiopatogenesis,manifestasi klinik, diagnosis dan
tatalaksana

03 Metode Penulisan
Metode penulisan clinical science section ini adalah study kepustakaan yang
merujuk pada berbagaii literatur.

04 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan clinical science section ini adalah menambah wawasan
dan pengetahuan mengenai Rinosinusitis kronik
Anatomi hidung dan sinus paranasal

Struktur hidung luar berbentuk piramida memungkinkan


terjadinya aliran udara di dalam kavum nasi.

Dinding lateral kavum nasi tersusun atas konka inferior,


media, superior dan meatus(ruang di antara konka)
• Meatus media melalui meatus ini kelompok sinus
anterior (sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid
anterior) berhubungan dengan hidung.
• Meatus inferior berada di antara konka inferior dan
dasar rongga hidung.
• Pada permukaan lateral meatus lateral terdapat
muara duktus nasolakrimalis2
Septum nasi merupakan struktur tengah hidung yang
tersusun atas lamina perpendikularis os etmoid, kartilago
septum nasi, dan vomer.

Ballenger. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses In: Snow JB and Ballenger JJ otorhinolaryngology head and neck surgery 16th ed: BC Decker Inc. 2016 p547-60
Clemente MP. Surgical anatomy of the paranasal sinus in HL Levine & MP Clemente eds. sinus surgery: endoscopic and microscopic approaches. New York: 2005 .p27-5
Anatomi hidung dan sinus paranasal

Sinus paranasal  sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid


dan sinus sfenoid

Mukosa sinus dilapisi oleh epitel respiratorius


pseudostratified  menghalau mukus menuju ostium sinus
dan bergabung dengan sekret dari hidung

Berdasarkan lokasi perlekatan konka media dengan dinding


lateral hidung, sinus dibagi menjadi
• Kelompok sinus anterior  sinus frontal, maksila dan
etmoid anterior yang bermuara ke dalam atau dekat
infundibulum.
• Kelompok sinus posterior  etmoid posterior dan sinus
sfenoid yang bermuara di atas konka media

Ballenger. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses In: Snow JB and Ballenger JJ otorhinolaryngology head and neck surgery 16th ed: BC Decker Inc. 2016 p547-60
Clemente MP. Surgical anatomy of the paranasal sinus in HL Levine & MP Clemente eds. sinus surgery: endoscopic and microscopic approaches. New York: 2005 .p27-5
Anatomi hidung dan sinus paranasal

Kompleks ostiomeatal (KOM) jalur pertemuan drainase


kelompok sinus anterior yang terdiri dari meatus media,
prosesus unsinatus, hiatur semilunaris, infundibulum etmoid,
bula etmoid, ostium sinus maksila dan resesus frontal.

Ballenger. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses In: Snow JB and Ballenger JJ otorhinolaryngology head and neck surgery 16th ed: BC Decker Inc. 2016 p547-60
Clemente MP. Surgical anatomy of the paranasal sinus in HL Levine & MP Clemente eds. sinus surgery: endoscopic and microscopic approaches. New York: 2005 .p27-5
Fungsi Sinus Paranasal

Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)


Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi

Sebagai penahan suhu (thermal insulators


Sinus paranasal berfungsi sebagai buffer (penahan) panas, melindungi
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah

Membantu keseimbangan kepala


Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi
berat tulang muka

Sebagai peredam perubahan tekanan udara


bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus

Membantu resonansi suara

Membantu produksi mukus.

Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994 : 173-240
Rinosinusitis Kronik

Rinosinusitis adalah suatu keadaan inflamasi


yang terjadi pada hidung dan sinus
paranasal sedangkan rinosinusitis kronik
adalah rinosinusitis yang telah berlangsung
selama lebih dari 12 minggu dengan sudah
atau tanpa ditatalaksana

Berdasarkan konsensus tahun 2004


rinosinusitis dibagi menjadi 3

Umumnya sinusitis disertai atau dipicu oleh • rinosinusitis akut yang berlangsung dalam
rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. waktu 4 minggu,
Peradangan yang melibatkan beberapa sinus • rinosinusitis subakut yang berlangsung antara
disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai 4 sampai dengan 12 minggu
seluruh sinus disebut pansinusitis • rinosinusitis kronik yang berlangsung dalam
waktu lebih dari 12 minggu

Mangunkusumo E, Soetjipto D. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Basruddin J, Restuti R.. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
Lanza DC, Kennedy DW. Otolaryngology head and neck surgery adult rhinosinusitis defined: 2010 .p1–7. hidung tenggorok kepala dan leher edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FK UI: 2016 .p106-11;127-30
Epidemiologi
prevalensi sekitar 10 - 15%.

The National Health Interview Survey di Amerika Serikat pada tahun 2012
dari 243.921 responden dewasa 12,1% didiagnosis sinusitis,
7% terjadi pada orang Asia dan 13,8% terjadi pada orang kulit putih

Penelitian di Kanada dari 73.364 sebanyak 4,5% terdiagnosis


rinosinusitis kronik.

2017 rinosinusitis kronik adalah penyakit yang menyerang 11% orang


dewasa di Eropa dan sekitar 12% orang dewasa di Amerika Serikat

Indonesia pada tahun 2003  penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke 25 dari 50 pola penyakit
utama
Data dari Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL RS Cipto Mangunkusumo  300 penderita (69%) dari 435
penderita rawat jalan poli rinologi yang datang selama periode Januari–Agustus 2005.
Data di bagian Rinologi-Alergi THT-KL Rumah Sakit Hasan Sadikin pada tahun 2011 tercatat 46% kasus
rinosinusitis.19
Di poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta tercatat sepanjang tahun 2014 angka kejadian
rinosinusitis kronik sebanyak 204 kasus (13,01%) dari 1567 pasien rawat jalan

Deconde AS, Soler ZM.. Chronic rhinosinusitis: epidemiology and burden of disease: 2016 .p134–9
Zhang Y, Gevaert E, Lou H, Wang X.. Current perspectives chronic rhinosinusitis in Asia Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2017 140(5):1230–9
Candra, et al.. Penurunan kadar IL-8 sekret mukosa hidung pada rhinosinusitis tanpa polip non alergi oleh antibiotik makrolid meningkatkan fungsi penghidu. Bandung: Fakultas Keokteran Universitas Padjajaran. 2013
Etiologi
berasal tubuh host sendiri
deviasi septum, atresia koana, nasal cleft, immunodefisiensi,
hipersensitivitas terhadap aspirin, refluks gastroesofageal,
ataupun keadaan hormonal seperti rinitis yang terjadi pada
saat hamil

berasal dari lingkungan


infeksi virus, bakteri, fungi, dan parasit; keadaan inflamasi
seperti reaksi alergi dan iritasi akibat rinitis medikamentosa
penggunaan dekongestan; ataupun keadaan-keadaan yang
mengganggu aliran mukosiliari dan ventilasi normal dari
hidung seperti operasi dan trauma

Faktor predisposisi yang paling lazim


adalah polip nasal yang timbul pada rinitis alergika; polip dapat
memenuhi rongga hidung dan menyumbat sinus. Faktor lain yang juga
berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaaan ini lama-lama menyebabkan
perubahan mukosa dan merusak silia..

Marple BF, Ferguson BJ.. Diagnosis and management of chronic rhinosinusitis in adults. 2009 121(6):121–39
Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012 : 96-100
Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, Hellings PW, Kern R, Mullol J dkk. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. International Rhinology Rhinologie Internationale: 2020. p1– 481
Patofisiologi
rinosinusitis
akut
bakterial
yang
Organ-organ yang membentuk memerlukan
sekretnya akan berubah bentuk Apabila terapi tersebut tidak berhasil
kompleks ostiomeatal (KOM) letaknya
menjadi purulen terapi hipoksia
berdekatan
antibiotik

misalnya karena disebabkan oleh faktor


predisposisi maka inflamasi akan tetap berlanjut

Bila kondisi tersebut


dan bakteri anaerob yang ada di
apabila terjadi edema mukosa yang menetapmenjadi media yang baik
dalamnya akan semakin berkembang
saling berhadapan akan saling bertemu bagi bakteri untuk tumbuh dan
dengan baik
berkembang

mula-mula berbentuk serous rinosinusitis non-bacterial dan


biasanya akan sembuh dalam beberapa hari

Mukosa akan semakin membengkak


dan hal ini akan tetap berlanjut sampai
akhirnya masuk ke dalam fase
terjadi tekanan negatif di dalam rongga
silia tidak lagi dapat bergerak ostium rinosinusitis yang kronik ditandai oleh
sinus menyebabkan terjadinya
sinus akan tersumbat adanya hipertrofi, polipoid atau
transudasi
pembentukan polip dan kista. Keadaan
ini akan membutukan tindakan
pembedahan

Mangunkusumo E, Soetjipto D. 2016. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Basruddin J, Restuti R.. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FK UI:106-11;127-30
Manifestasi Klinis
bahwa gejala yang paling sering ditemui adalah hidung tersumbat (100%), ingus purulen (95,5%),
nyeri (91%), kelelahan (63,6%) dan gangguan penciuman (51,9%).8

Gejala lokal
01
adalah hidung tersumbat, hidung berair, nyeri / rasa penuh pada
wajah, nyeri kepala, gangguan penciuman hingga anosmia. Selain itu
juga akan ditemukan pilek yang sering kambuh, ingus kental dan
kadang-kadang berbau, serta sering terdapat ingus di tenggorok
(Posterior Nasal Drip.

02 Gejala regional
nyeri tenggorok, disfonia, batuk, halitosis, bronkospasm, rasa
penuh / nyeri pada telinga dan nyeri gigi.

03 Gejala sistemik
Gejala sistemik berupa kelelahan, demam, bahkan
anoreksia.

Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994 : 173-240
Lee S, Lane A. 2011. Chronic rhinosinusitis as a multifactorial inflammatory disorder:159–68
Arivalagan, Privina. The Picture Of Chronic Rinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in Year 2011. E – Jurnal FK-USU.2013: 1(1).
Prinsip Diagnostik
Gejala Mayor Gejala Minor
Sakit pada wajah/tertekan Sakit kepala
Hidung terasa penuh Demam
Hidung tersumbat Halitosis
Ingus purulen/pos-nasal/berwarna Kelelahan Pemeriksaan penunjang
Gangguan penciuman Sakit gigi
Sekret purulen di rongga hidung Batuk • Foto polos posisi Waters, PA dan lateral,
menilai kondisi sinus – sinus besar seperti
pada saat pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik sinus maksila dan frontal. perselubungan,
Telinga terasa penuh/tertekan air fluid level atau penebalan mukosa
rinoskopi anterior • Endoskopi nasal
dan posterior • CT Scan
• Pemeriksaan Laboratorium (mikrobiologik dan
tes resistensi)
Anamnesis

Marple BF, Ferguson BJ. 2009. Diagnosis and management of chronic rhinosinusitis in adults. 121(6):121–39
Arivalagan, Privina. The Picture Of Chronic Rinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in Year 2011. E – Jurnal FK-USU.2013: 1(1).
No. Kriteria diagnosis rinosinusitis kronik
1. 2 atau lebih gejala yang berkelanjutan dan relevan selama 12 minggu berturut-turut salah
satunya harus berupa sumbatan hidung/ obstruksi/ kongesti atau discharge hidung:
- Nyeri/ tekanan pada wajah
- Pengurangan /hiang indera penciuman
2. Tanda endoskopi
  - Polip hidung dan/atau
- Pengeluaran mukourulen terutama di meatus tengah dan/atau
- Oedema/obstruksi mukosa terutama di meatus tengah
  Dan / atau
3 Perubahan CT
  - Perubahan mukosa dalam komleks osteomeatal dan atauu sinus
(Penebalan minimal, hanya melibatkan 1 atau 2 dinding dan buan daerah ostial tidak
mungkin mewakili rinosinusitis)

Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, Hellings PW, Kern R, Mullol J dkk. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. International Rhinology Rhinologie Internationale: 2020. p1– 481
Alur Diagnostik
dan Sistem
Rujukan

Fokkens W, Lund V, Mullol, J.. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. International Rhinology Rhinologie Internationale 2007 p:1– 136
Your Picture Here

Fokkens WJ, Lund VJ, Hopkins C, Hellings PW, Kern R, Mullol J dkk. European position paper on rhinosinusitis
and nasal polyps. International Rhinology Rhinologie Internationale: 2020. p1– 481
Penatalaksanaan
Tatalaksana dari rinosinusitis kronik sangat bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Tujuan utama dari tatalaksana rinosinusitis kronik
adalah untuk identifikasi lalu mengatasi penyebabnya

Medikamentosa Pembedahan
• mengurangi inflamasi
mukosa
• meningkatkan drainase
sinus
• mengeradikasi bakteri
dan/atau jamur
Medikamentosa
• antibiotik antibiotik spektrum luas atau • Golongan kortikosteroid  untuk mengatasi
berdasarkan kultur dari meatus media, gejala bersin, keluar lendir, hidung tersumbat,
antibiotik seperti amoksisilin, kombinasi dan hiposmia/anosmia, mengurangi aktivasi dari
amoksisilin dengan asam klavulanat, eosinofil dan produksi sitokin kemotaktik pada
flourokuinolon, dan sefalosporin generasi mukosa nasal dan epitel polip yang dapat
terbaru sebagai lini pertama yang dapat menyebabkan alergi.
digunakan selama 3 - 4 minggu untuk • Pilihan terapi kortikosteroid yang dapat
mendapatkan hasil yang adekuat.15 digunakan antara lain adalah kombinasi
• Terapi antibiotik jangka panjangnya dapat deksametason dan tramazolin, fluticasone
digunakan golongan clarithromycin dan propionate, dan intrasinus budesonide 14.
roxithromycin

• Nasal saline juga dapat digunakan untuk membuang alergen dan sekret pada hidung serta mengurangi keluhan postnasal drainage.
• Dekongestan juga berperan penting sebagai terapi awal mendampingi antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik
dimukosa hidung dengan efek vasokontriksi yang dapat mengurangI keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter ostium dan
meningkatkan ventilasi, golongan dekongestan yang sering digunakan adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine

Fokkens W, Lund V, Mullol, J.. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. International Rhinology Rhinologie Internationale:2007p.1– 136.
Pembedahan
Jika rinosinusitis kronik tidak memberikan respon yang baik dengan pengobatan medik yang adekuat dan optimal atau gejala-gejala
dari nasal polip tidak dapat teratasi dengan baik

• bedah konvensional dan bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF). lebih


dipilih karena lebih efektif dan fungsional, jaringan patologik dapat diangkat
tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar
sehingga mucocilliary clearance akan kembali normal
• nasal antrostomi
• Caldwell-Luc.

Mangunkusumo E, Soetjipto D.. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Basruddin J, Restuti R.. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FK UI: 2016 106-11;127-30
Prognosis

Insert Your Image

Angka kesembuhan rinosinusitis kronis telah


dilaporkan sebesar 75-95% dengan tindakan BSEF dan
sekitar 5-15% kasus membutuhkan BSEF revisi.
Sementara itu, angka kesembuhan dengan tindakan
BSEF revisi dilaporkan berkisar antara 50-70%.

Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam Soepardi EA, et al, editor .Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepaladan Leher, Ed 6. Jakarta, Balai Penerbit FK UI. 2007: 150-3
Komplikasi

Selulitisperiorbital Selulitis orbital, Absessubperiosteal Abses orbital cavernous sinus


(preseptal inflamasi menembus penghalang atauflegmon thrombosis
edema), antara tulang sinus paranasal dan
pembuluh darah di sekitar
orbita, memisahkan periosteum
• Manifestasi orbita  bengkak, eksophtalmus, dan gangguan orbital dari lamina papyracea dan sinus paranasal terkena, 
pergerakan (ekstraokuler) mata. meningkatkan tekanan di dalam thrombophebitis sinus
• Selulitis peri orbital atau orbital  perluasan infeksi sinus orbita kavernosa sepsis dan
melalui vascular. Manifestasi awal berupa udem dan eritem keterlibatan saraf krania
pada medial kelopak mata. Jika perluasan infeksi dari sinus patogen dapat mencapai
maxilla dan sinus frontal maka udem/pembengkakan terjadi
pada bawah atau atas kelopak mata
struktur intrakranial dengan
mengikis tulang sinus

Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994 : 173-240.
Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam Soepardi EA, et al, editor .Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepaladan Leher, Ed 6. Jakarta, Balai Penerbit FK UI. 2007: 150-3
Kesimpulan
• Rinosinusitis kronik adalah suatu penyakit inflamasi dan
infeksi dari sinus paranasal dengan karakteristik gejala
mayor yang telah terjadi setidaknya selama 12 minggu.
• Rinosinusitis kronik memiliki angka kejadian yang cukup
tinggi pada masyarakat dengan prevalensi sekitar 10 - 15%.
• Ada banyak faktor etiologi dan predisposisi yang dapat
menyebabkan terjadinya rinosinusitis kronik
• Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.14
Rinosinusitis kronik dapat ditegakkan bila ditemukan 2
atau lebih gejala mayor, atau 1 gejala mayor ditambah 2
atau lebih gejala minor.
• Tatalaksana dari rinosinusitis kronik sangat bervariasi
tergantung pada penyebabnya.
• Angka kesembuhan rinosinusitis kronis telah dilaporkan
sebesar 75-95% dengan tindakan BSEF dan sekitar 5-15%
kasus membutuhkan BSEF revisi
Thank You
Insert the Sub Title of Your Presentation
References
• Krouse S. Anatomy and physiology of the paranasal sinuses. In: Brook I, editor.
sinusitis from microbiology to management. New York: Taylor & Francis Group:
2006. p 95-108
• Ballenger. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses In: Snow JB
and Ballenger JJ otorhinolaryngology head and neck surgery 16th ed: BC Decker
Insert Your Image
Inc: 2016. p547-60
• Clemente MP.Surgical anatomy of the paranasal sinus in HL Levine & MP Clemente
eds. sinus surgery: endoscopic and microscopic approaches. New York: 2005. p27-
58
• Mangunkusumo E, Soetjipto D.. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Basruddin J,
Restuti R.. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher
Insert Your Image
edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FK UI: 2016. p106-11;127-30
• Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar penyakit
tht. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994 : 173-240.
• Dykewicz MS, Hamilos DL.. Rhinitis and sinusitis. Journal of Allergy and Clinical
Immunology: 2009. p103-15
• Lanza DC, Kennedy DW.. Otolaryngology head and neck surgery adult rhinosinusitis
defined: 2010. p1–7.
• Lee S, Lane A.. Chronic rhinosinusitis as a multifactorial inflammatory disorder:159–
68
• Deconde AS, Soler ZM. 2016. Chronic rhinosinusitis: epidemiology and burden of
disease: 2011. p134–9
• Marple BF, Ferguson BJ.. Diagnosis and management of chronic rhinosinusitis
in adults. 2009;121(6):121–39
• Soepardi EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD (ed). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2012 : 96-100.
• Hamilos DL. Chronic rhinosinusitis: epidemiology and medical management. Journal
of Allergy and Clinical Immunology: 2013. p693–707.
• Arivalagan, Privina. The Picture Of Chronic Rinosinusitis in RSUP Haji Adam Malik in Insert Your Image
Year 2011. E – Jurnal FK-USU.2013: 1(1).
• Fokkens W, Lund V, Mullol, J.. European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyps. International Rhinology Rhinologie Internationale: 2007. p1– 136.
• Hours C.. Management of adult rhinosinusitiss. Otolaryngologyc Clinical of North
America: 2011 p22–6.
• Suh JD, Kennedy DW. Treatment options for chronic rhinosinusitis. 2011;8(9):132-40 Insert Your Image
• Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam Soepardi EA, et al, editor .Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepaladan Leher, Ed 6. Jakarta, Balai
Penerbit FK UI. 2007: 150-3.
• Zhang Y, Gevaert E, Lou H, Wang X.. Current perspectives chronic rhinosinusitis in
Asia Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2017;140(5):1230–9
• Candra, et al.. Penurunan kadar IL-8 sekret mukosa hidung pada rhinosinusitis tanpa
polip non alergi oleh antibiotik makrolid meningkatkan fungsi penghidu. Bandung:
Fakultas Keokteran Universitas Padjajaran. 2013
• Suprihati S.. Faktor alergi pada sinusitis kronik. Lab/UPF THT/FK UNDIP. RS Kariadi
Semarang: 2006.p 27–31

Anda mungkin juga menyukai