Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

GANGGUAN KOMUNIKASI

VERBAL

Disusun Oleh Kelompok III:

1. MOHAMAD RIFALDI ALI (1701036)


2. YULIA (1701033)
3. ULFAH MUTHMAINNAH D (1701030)
4. SUWARNI SYAM (1701029)
5. SRI RAMADANI (1701026)
6. WIDHY NURMAYANI (1701031)
7. SRY WAHYUNI MANSUR (1701027)
8. ST. NURHAZANA S (1701028)
9. WINDASARI (1701032)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG


MAKASSAR PROGRAM
STUDI S1 ILMU
KEPERAWATAN
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses penuaan merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap

individu. Proses penuaan menyebabkan fungsi organ tubuh dapat mengalami

penurunan bahkan kerusakan. Teori wear and tear dan teori radikal bebas

menjelaskan bagaimana proses menua dapat mempengaruhi fungsi atau kerja

sistem kardiovaskular. Teori wear and tear mengansumsikan tubuh manusia

seperti mesin yang akan usang setelah dipakai terus-menerus selama bertahun-

tahun (Miller, 2012).

Perubahan pada sistem kardiovaskular salah satunya, yaitu pembuluh

darah mengalami penyempitan dan menjadi kurang elastis akibat penumpukan

plak atau yang disebut aterosklerosis (Miller, 2012). Plak pada satu atau lebih

pembuluh darah otak dapat mengakibatkan penyumbatan total atau parsial

aliran darah sehingga sirkulasi serebral menurun (Smeltzer dan Bare, 2005).

Penurunan sirkulasi serebral ini dapat menyebabkan stroke dan

mengakibatkan terjadinya hemiplegia, afasia, disfagia, hemianopia, penurunan

kesadaran, disfungsi usus dan kandung kemih, hal ini bergantung pada bagian

otak yang terkena.

Hambatan komunikasi verbal merupakan salah satu masalah kesehatan

yang dialami lanjut usia (lansia). Lansia yang mengalami hambatan

komunikasi mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Hambatan komunikasi verbal merupakan penurunan, keterlambatan, atau tidak

1
adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan

menggunakan sistem simbol, yaitu segala sesuatu yang memiliki atau

menghantarkan makna (Wilkinson dan Ahern, 2012).

Hambatan komunikasi verbal dapat terjadi akibat faktor fisiologis,

psikologis, maupun budaya. Wilkinson dan Ahern (2012) menyebutkan

penyebab terjadinya hambatan komunikasi verbal meliputi perubahan pada

sistem saraf pusat, perubahan konsep diri, defek anatomi seperti celah palatum

perubahan pada sistem neuromuskular, sistem pendengaran, atau pita suara.

Selain itu, tumor otak, kondisi emosi, perbedaan budaya, efek samping obat,

dan kondisi lingkungan juga merupakan faktor risiko yang berhubungan

dengan terjadinya hambatan komunikasi verbal.

Angka kejadian lansia yang mengalami kesulitan mengungkapkan pikiran

secara verbal, seperti afasia, di dunia mencapai 38% dari lansia yang

mengalami gangguan cerebovaskular (Nadeau, Rothi, dan Crosson, 2000).

Hasil penelitian ASEAN Neurological Association dalam Yayasan Stroke

Indonesia (2012) di tujuh negara ASEAN menunjukkan 15% dari penderita

stroke mengalami gangguan neuropsikologi ini. (Said, 2011).

Data-data yang disebut di atas menunjukkan bahwa hambatan komunikasi

verbal yang terjadi pada lansia berhubungan dengan penyakit cerebrovaskular.

Penyakit cerebrovaskular ini biasanya berkaitan dengan pola hidup. Lansia di

kota besar seperti Samarinda biasanya setelah pensiun kurang memiliki

aktivitas bermanfaat. Kurangnya aktivitas ditambah pola makan yang kurang

baik, seperti makan makanan cepat saji, menyebabkan lansia di perkotaan

2
lebih berpeluang terkena penyakit cerebrovaskular. Serangan yang terjadi pada

hemispher kiri dapat menyebabkan gangguan dalam berkomunikasi (Nadeau,

Rothi, dan Crosson, 2000).

Besarnya angka kejadian lansia yang mengalami hambatan komunikasi

verbal perlu mendapat perhatian khusus. Hal ini dikarenakan hambatan

komunikasi verbal menyebabkan lansia mengalami kesulitan untuk melakukan

komunikasi dan yang dikhawatirkan dapat menurunkan angka kesejahteraan

hidup dan kesehatan lansia.

Pengkajian yang di lakukan pada pegawai di UPTD Panti Sosial Tresna

Werdha Nirwana Puri sebanyak 21% lansia mengalami hambatan komunikasi

verbal. Salah satu lansia yang mengalami gangguan ini adalah lansia yang

berjenis kelamin perempuan dan berusia 70 tahun. Lansia pernah mengalami

kecelakaan yang menyebabkan dirinya harus menjalani operasi pada otaknya

pada akhir tahun 2013 dan di awal tahun 2015 Lansia mulai mengalami

gangguan dalam berkomunikasi. Akibatnya, Lansia sering merasa malu saat

berinteraksi karena apa yang Lansia tersebut ucapkan terkadang tidak

dipahami oleh orang lain.

Kasus Apraxia yang terjadi pada lansia merupakan kelainan bicara yang

disebabkan kelainan motorik. Apraxia menghambat kemampuan seseorang

untuk menggerakkan lidah dan biir secara benar (Touhy dan Jett, 2010).

Apraxia juga dapat diartikan sebagai kesukaran dalam pembentukan dan

menghubungkan katakata yang dimengerti walaupun susunan otot-otot utuh.

Apraxia juga dapat mempengaruhi proses mengunyah dan menelan

3
Mahasiswa keperawatan akan memberikan asuhan keperawatan kepada

Lansia selama tiga minggu berpraktik di UPTD Panti Sosial Tresna Werdha

Nirwana Puri, Mahasiswa akan memberikan asuhan keperawatan pada

gangguan komunikasi verbal, Oleh karena itu, mahasiswa memberikan inovasi

dalam asuhan keperawatan kepada Lansia yaitu terapi wicara yang meliputi

senam lidah yaitu menggerakan lidah ke depan, ke atas, ke bawah, dan

kesamping, latihan pengucapan penggabungan huruf vokal dan huruf

konsonan seperti ba, bi, bu, be, bo, latihan pengucapan kata-kata seperti

membaca huruf vokal, latihan pengucapan kalimat seperti menguvapkan

benda didekatnya, menggabungkan kalimat, dan membangun frase (Berthier,

2005).

Selain itu, di minggu terakhir terapi wicara dimodifikasi dengan

menyanyikan lagu-lagu kesukaan lansia. Salah satu target terapi wicara yang

ingin mahasiswa capai adalah lansia percaya diri dalam menyanyikan lagu

Halo-halo Bandung dan Kebunku di depan lansia lainnya.

1.2. Rumusan Masalah

Terkait masalah keperawatan yang terjadi pada lasnsia salah satunya

apraxia merupakan masalah hambatan komunikasi verbal yang bisa dialami

oleh lansia dikarnakan adanya kelainan pada saraf motorik, apraxia

merupakan salah satu masalah yang perlu mendapatkan asuhan keperawatan.

4
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

2.1 Definisi Hambatan Komunikasi Verbal

Komunikasi adalah suatu proses yang kompleks untuk mengirim pesan

dari komunikator kepada komunikan (Anjaswarni, 2016) menguraikan bahwa

proses komunikasi merupakan urutan tahap-tahap komunikasi kompleks meliputi

idea generation, encoding, transmitting via various channels, receiving, decoding,

understanding, dan responding yang merupakan suatu siklus yang selalu berulang.

Dalam model ini, dijelaskan bahwa komunikasi dimulai dengan munculnya ide

(gagasan) dari komunikator (sender).

Ide ini selanjutnya diproses/ diolah di otak dan keluar dalam bentuk

gelombang suara atau tulisan atau dalam bentuk kode-kode tertentu (encoding).

Informasi yang telah diolah dalam bentuk kode-kode tersebut selanjutnya

ditransmisikan/ disalurkan oleh komunikator melalui media (channel). Media ini

akan membantu proses penyampaian pesan dari komunikator dan proses

penerimaan pesan oleh komunikan. Pesan/informasi yang sampai atau diterima

dalam bentuk gelombang suara, tulisan, atau kode-kode tersebut diproses dan

dipersepsikan oleh komunikan (decoding).

Setelah dipersepsikan, komunikan akan sampai pada tingkat pemahaman

(understanding) dan selanjutnya berespons terhadap pesan yang diterima sebagai

umpan balik untuk komunikator. Respons yang diberikan oleh komunikan akan

menstimulasi munculnya ide baru dan seterusnya ide atau informasi akan diproses

kembali sebagai suatu siklus yang berulang.

5
Hambatan komunikasi verbal merupakan penurunan, keterlambatan, atau

tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan

menggunakan sistem simbol, yaitu segala sesuatu yang memiliki atau

menghantarkan makna (Wilkinson dan Ahern, 2012). Penyebab terjadinya

hambatan komunikasi verbal meliputi perubahan pada sistem saraf pusat,

perubahan konsep diri, defek anatomi seperti celah palatum perubahan pada

sistem neuromuskular, sistem pendengaran, atau pita suara. Selain itu, tumor otak,

kondisi emosi, perbedaan budaya, efek samping obat, dan kondisi lingkungan juga

merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya hambatan

komunikasi verbal (Wilkinson dan Ahern, 2012).

Batasan karakteristik residen dengan hambatan komunikasi verbal

meliputi tidak adanya kontak mata ketika berinteraksi, kesulitan dalam mengolah

kata-kata atau kalimat, kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal, gangguan

penglihatan, bicara pelo, bicara gagap, dan kesulitan dalam mempertahankan pola

komunikasi yang sebelumnya dapat dilakukan (Wilkinson dan Ahern, 2012).

2.2 Jenis-jenis Hambatan Komunikasi Verbal

Penelitian Ninds (2006) menyebutkan satu dari empat residen post stroke

di United Kingdom menggalami gangguan berbicara, menulis, dan membaca.

Cigna (2005) menyebutkan gangguan yang mungkin terjadi meliputi gangguan

artikulasi, gangguan kelancaran berbicara, dan gangguan suara. Sedangkan

menurut Touhy dan Jett (2010) gangguan komunikasi post stroke meliputi

dysatria, afasia, dan apraxia.

6
Gangguan artikulasi merupakan ketidakmampuan individu menghasilkan

suara yang jelas. Cigna (2005) menyebutkan gangguan artikulasi merupakan

gangguan phonologikal yang memunculkan ketidaksesuaian antara bunyi suara

dan katakata sehingga kalimat kurang dapat dipahami. Gangguan ini dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu gangguan artikulasi motorik dan gangguan

artikulasi fungsional. Gangguan artikulasi motorik melibatkan kerusakan di

susunan otak pusat atau perifer, sedangkan gangguan artikulasi fungsional belum

diketahui penyebabnya.

Gangguan kelancaran berbicara dapat terjadi akibat ketidakmampuan

individu mengontrol bunyi suara. Cigna (2005) menyebutkan gangguan

kelancaran berbicara terjadi akibat adanya perpanjangan atau pengulangan dalam

memproduksi bunyi suara. Gangguan kelancaran berbicara termasuk dalam

abnormalitas kelancaran aliran suara yang keluar, misalnya gagap.

Gangguan suara dapat terjadi karena abnormalitas fungsi laring dan

saluran pernafasan. Cigna (2005) menyebutkan gangguan suara terjadi karena

ketidakmampuan memproduksi suara (fonasi) secara akurat. Individu yang

mengalami gangguan suara tidak mampu menghasilkan suara yang berkualitas,

nada, resonan, dan durasi yang efektif.

Apraxia merupakan kelainan bicara yang disebabkan kelainan motorik.

Apraxia menghambat kemampuan seseorang untuk menggerakkan lidah dan biir

secara benar (Touhy dan Jett, 2010). Apraxia juga dapat diartikan sebagai

kesukaran dalam pembentukan dan menghubungkan katakata yang dimengerti

7
walaupun susunan otot-otot utuh. Apraxia juga dapat mempengaruhi proses

mengunyah dan menelan.

2.3 Faktor yang mempengaruhi fisiologis pada lansia

Perubahan fisiologis bervariasi pada setiap lansia, perubahan fisiologis umum


yang diantisipasi pada lansia. Perubahan fisiologis ini bukan proses patologi.
Perubahan ini terjadi pada semua orang tetapi pada kecepatan yang berbeda dan
bergantung keadaan dalam kehidupan. Terjadinya perubahan normal pada fisik
lansia yang dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan medik.
Perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit
menjadi kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun
sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya
penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang
berakibat pada perubahan badan menjadi bungkuk, tulang menjadi keropos, masa
dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas
menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut, dinding
pembuluh darah menebal dan menjadi tekanan darah tinggi otot jantung bekerja
tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi, terutama pada wanita, otak
menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak
terlalu menurun. Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan yang terjadi
pada lanjut usia adalah :

a. Perubahan fisik
1. Sel Perubahan sel pada lanjut usia meliputi : Terjadinya penurunan
jumlah sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan
dalam tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya
proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah
sel pada otak, terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak
menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2. Sistem Persyarafan Perubahan persyarafan meliputi : Berat otak yang
menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam
setiap harinya), cepat menurunnya hubungan persyarapan, lambat
dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress,
mengecilnya syaraf panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta
kurang sensitive terhadap sentuan.
3. Sistem Pendengaran Perubahan pada sistem pendengaran meliputi :
Terjadinya presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu

8
gangguan dalam pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap
bunyi suara, nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kta, 50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya
otosklerosis akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan
serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya
perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
4. Sistem Penglihatan Perubahan pada sistem penglihatan meliputi :
Timbulnya sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
berbentuk sferis (bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang
menyebabkan katarak, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya
adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada
cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau
hijau. Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran
pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap
seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area
yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat
dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera.
Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan
membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas,
semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia
sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.
5. Sistem Kardiovaskuler Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi
: Terjadinya penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung
menebal dan menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk
memompa darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi
yang dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke
duduk dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi
pembuluh darah perifer
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh Perubahan pada sistem
pengaturan tempertur tubuh meliputi : Pada pengaturan sistem tubuh,
hipotalamus dianggap bekerja sebagai thermostat, yaitu menetapkan
suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi berbagai faktor yang
mempengaruhinya, perubahan yang sering ditemui antara lain

9
temperature suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik kurang
lebih 35oC, ini akan mengakibatkan metabolisme yang menurun.
Keterbatasan refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem Respirasi Perubahan sistem respirasi meliputi : Otot pernapasan
mengalami kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru
kehilangan elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada
arteri menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan
kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.
8. Sistem Pencernaan Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi :
Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi
setelah umur 30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas
saraf pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esophagus melebar,
rasa lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil dan
tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
9. Sistem Perkemihan Perubahan pada sistem perkemihan antara lain
ginjal yang merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme
tubuh melalui urine, darah masuk keginjal disaring oleh satuan (unit)
terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tempatnya di glomerulus),
kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang, akibatnya,
kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis urine
menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air
seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang
menyebabkan retensi urine pada pria.
10. Sistem Endokrin Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin
meliputi: Produksi semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal
metabolic rate), dan daya pertukaran zat menurun, Produksi aldosteron
menurun, Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen,
dan testoteron menurun.
11. Sistem Integumen Perubahan pada sistem integumen, meliputi : Kulit
mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, Permukaan
kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisi, Timbul bercak pigmentasi,
Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu, Berkurangnya

10
elestisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, Kuku jari
menjadi keras dan rapuh, Jumlah dan fungsi kelenjar keringat
berkurang.
12. Sistem musculoskeletal Perubahan pada sistem musculoskeletal
meliputi : Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh,
kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya
berjalan, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot,
serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot kram,
dan manjadi tremor, aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan
proses menua. Semua perubahan tersebut dapat mengakibatkan
kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang pendek, penurunan irama.
Kaki yang tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung
gampang goyah, perlambatan reaksi mengakibatkan seorang lansia
susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan terpeleset,
tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga memudahkan jatuh. Sedangkan
perubahan yang terjadi pada sistem neurologis lansia menurut
Darmojo, (2004) yaitu adanya perubahan dari sistem persarafan dapat
dipicu oleh gangguan dari stimulasi dan inisiasi terhadap respon dan
pertambahan usia. Perubahan pada lansia dapat diasumsikan terjadi
respon yang lambat yang dapat mengganggu dalam beraktivitas akan
menurun disebabkan antara lain oleh motivasi, kesehatan, dan
pengaruh dari lingkungan. Pada lansia yang mengalami kemunduran
dalam kemampuan mempertahankan posisi mereka dan menghindari
kemungkinan jatuh. Terdapat kemampuan untuk mempertahankan
posisi dipeng aruhi oleh tiga fungsi yaitu: Keseimbangan (Balance),
Postur tubuh, Kemampuan berpindah. Adapun gangguan yang sering
muncul pada lansia diantaranya dizziness, sinkop, hipotermi dan
hipertermi, gangguan tidur, delirium, dan demensia, salah satu bentuk
dari demensia pada lansia adalah alzheimers disease yang
penyebabnya belum di ketahui. Sedangkan menurut Kushariyadi
(2010), perubahan yang terjadi pada sistem neurologis lansia adalah
perubahan pada lansia dari cara bicara dan berkomunikasi, perubahan
pada pola tidur lansia, perubahan status mental, perubahan status
memori, perubahan kepribadian dan kehilangan keseimbangan
(gangguan cara berjalan).

2.4 Pembinaan lansia gangguan komunikasi

Pelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui


upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

11
1. Upaya promotif, yaitu menggairahkan semangat hidup bagi usia
lanjut agar mereka tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi
dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Upaya promotif dapat
berupa kegiatan penyuluhan, dimana penyuluhan masyarakat usia
lanjut merupakan hal yang penting sebagai penunjang program
pembinaan kesehatan usia lanjut yang antara lain adalah:
a. Kesehatan dan pemeliharaan kebersihan diri serta deteksi dini
penurunan kondisi kesehatannya, teratur dan berkesinambungan
memeriksakan kesehatannya ke puskesmas atau instansi
pelayanan kesehatan lainnya.
b. Mengenal kasus gangguan jiwa
c. Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dan disesuaikan
dengan kemampuan usia lanjut agar tetap merasa sehat dan
bugar.
d. Diet seimbang atau makanan dengan menu yang mengandung
gizi seimbang.
e. Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
f. Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat atau mengadakan
kelompok sosial.
g. Teknik-teknik berkomunikasi.
h. Hidup menghindarkan kebiasaan yang tidak baik seperti
merokok, alkohol, kopi, kelelahan fisik dan mental.
i. Penanggulangan masalah kesehatannya sendiri secara benar.
2. Upaya preventif yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan
terjadinya penyakit maupun komplikasi penyakit yang disebabkan
oleh proses ketuaan. Upaya preventif dapat berupa kegiatan:
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk
menemukan secara dini penyakit-penyakit usia lanjut.

12
b. Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan
di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam
pemeliharaan kesehatan lansia.
c. Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan
petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
d. Kesegaran jasmani yang dilakukan secara teratur dan
disesuaikan dengan kemampuan usia lanjut serta tetap merasa
sehat dan bugar.
e. Penyuluhan tentang penggunaan berbagai alat bantu misalnya
kacamata, alat bantu pendengaran agar usia lanjut tetap dapat
memberikan karya dan tetap merasa berguna.
f. Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai
dengan kondisi kesehatannya masing-masing.
g. Penyuluhan untuk pencegahan terhadap kemungkinan
terjadinya kecelakaan pada usia lanjut.
h. Pembinaan mental dalam meningkatkan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
i. Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan
tetap produktif.
j. Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap
lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu
mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat,
dan orang secara optimal.
3. Upaya kuratif yaitu upaya pengobatan pada usia lanjut dan dapat
berupa kegiatan:
a. Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau
petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan
pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.
b. Pengobatan jalan di puskesmas.
c. Perawatan dietetic.
d. Perawatan kesehatan jiwa.

13
e. Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
f. Perawatan kesehatan mata.
g. Perawatan kesehatan melalui kegiatan di puskesmas.
h. Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan
yang diperlukan.
4. Upaya rehabilitatif yaitu upaya mempertahankan atau
mengembalikan fungsi organ yang telah menurun seoptimal
mungkin:
a. Memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang
penggunaan berbagai alat bantu misalnya alat pendengaran dan
lain-lain agar usia lanjut dapat memberikan karya dan tetap
merasa berguna sesuai kebutuhan dan kemampuan.
b. Mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat
mental penderita.
c. Pembinaan usia dan hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktifitas
di dalam maupun diluar rumah.
d. Nasihat cara hidup yang sesuai dengan penyakit yang diderita.
e. Perawatan fisioterapi.

2.5 Terapi modalitas


Terapi modalitas adalah merupakan kegiatan yagn dilakukan oleh para lansia di
waktu luangnya. Terapi modalitas adalah berbagi pendakatan penanganan klien
yang bervariasi, yang bertujuan untuk mengubah preilaku klien dengan prilaku
mal adaptifnya menjadi adaptif,
a. Tujunan :
1. Mengisi waktu luang
2. Meningkatkan kesehatan lansia
3. Meningkatkan produktifitas bagi lansia
4. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia

14
b. Jenis kegiatan:
1. Psikodrama = mengekpresikan perasaannya, tema dpt dipilh sesuai dgn
masalah klien.
2. TAK = terdiri dari 7-10 org. meingkatkan kebersamaan, bersosialisasi,
bertukar pengalaman, merubah perilaku.
3. Terapi musik = untuk menghibu para lansia.
4. Terapi berkebun = untuk melatih kesabarn, kebersamaan, dan
memanfaatkan waktu luang
5. Terapi okupasi = memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan
produktivitas dengan membuat / menghasilakn karya dr bahan yg telah
disediakan
6. Terapi kognitif = agar daya ingat tidak menurun, spt cerdas cermat,
TTS, dll.
7. Live Review therapy = menigkatkan gairah hdp & harga diri
menceritakan pengalaman hidupnya
8. Rekreasi
9. Terapi keagamaan

15
2.6 Teori Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan cedera kepala menurut

Yasmara dkk (2016) “Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional” adalah

sebagai berikut :

a. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama : Ny.A mengatakan dirinya malu ketika harus

berinteraksi dengan orang baru karna setiap dia berbicara tidak ada yang

dapat memahami apa yang ia katakan.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang : Ny.A Mengatakan dirinya merasa malu

dengan keadaanya yang sekarang karna setiap dirinya berbicara tidak

jelas dan dirinya malu untuk berinterkasi dengan orang lain, ketika di

tanya Ny.A hanya menjawab dengan gerakan tubuh

3) Riwayat Penyakit Dahulu : Ny.A mengatakan dirinya pernah

mengalami kecelakaan dengan anak - anaknya yang menyebabkan

adanya cedera pada otaknya sehingga harus di oprasi dan pada tahun

2015 dirinya merasa sudah tidak bisa berbicara dengan jelas dan minta

untuk dimasukan di panti jompo, Ny.A mengatakan ia tidak mau

merepotkan anaknya harus

4) Riwayat Penyakit Keluarga : Ny.A mengatakan ibunya memiliki

penyakit stroke dan ayahnya memiliki penyakit hipertensi

5) Pola Persepsi : Ny.A mengatakan dirinya terkadang malu dengan

kondisi yang sekarang.

16
2. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu
klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ketingkat kesehatan
yang diinginkan sesuai hasil yang diharapkan (Gordon, 1994 dalam Potter
& Perry, 1997).
a. NOC : Koping Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24
jam, klien secara konsisten diharapkan mampu :
1. Mengidentifikasi pola koping efektif
2. Mengidentifikasi pola koping yang tidak efektif
3. Melaporkan penurunan stress
4. Memverbalkan kontrol perasaan
5. Memodifikasi gaya hidup yang dibutuhkan
6. Beradaptasi dengan perubahan perkembangan
7. Menggunakan dukungan sosial yang tersedia 18
8. Melaporkan peningkatan kenyamanan psikologis
b. NIC : Coping enhancement
1. Dorong klien melakukan aktivitas sosial dan komunitas
2. Dorong klien untuk mengembangkan hubungan
3. Dorong klien untuk berhubungan dengan seseorang yang memiliki
tujuan dan ketertarikan yang sama
4. Dukung klien menggunakan mekanisme pertahanan yang sesuai
5. Kenalkan klien kepada seseorang yang mempunyai latar belakang
pengalaman yang sama

17
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

Pengkajian yang di lakukan pada pegawai di UPTD Panti Sosial Tresna

Werdha Nirwana Puri sebanyak 21% lansia mengalami hambatan komunikasi

verbal. Salah satu lansia yang mengalami gangguan ini adalah lansia yang

berjenis kelamin perempuan dan berusia 70 tahun. Lansia pernah mengalami

kecelakaan yang menyebabkan dirinya harus menjalani operasi pada otaknya

pada akhir tahun 2013 dan di awal tahun 2015 Lansia mulai mengalami

gangguan dalam berkomunikasi. Akibatnya, Lansia sering merasa malu saat

berinteraksi karena apa yang Lansia tersebut ucapkan terkadang tidak

dipahami oleh orang lain. Sehingga lanisa tersebut jarang berinteraksi dengan

orang lain.

3.2. Diagnosa Keperawatan

1. Hambatan komunikasi Verbal b/d gangguan fisiologis (mis,, afonia,

dislalia, disartia)

2. Harga diri rendah situasional b/d gangguan citra tubuh

18
3.3. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA NOC NIC


O
1. Hambatan Komunikasi (0902): Peningkatan Komunikasi: Kurang
Komunikasi Skala 1 (Sangat Bicara (4976)
Verbal b.d terganggu ), 2 (Banyak 1.1 Monitor Proses Kognitif,
Gangguan terganggu), 3 (Cukup anatomis, dan fisiologi terkait
Fisiologis Terganggu), 4 (Sedikit dengan kemampuan bicara
Terganggu)), 5 (Tidak 1.2 Instruksikan pasien atau
Terganggu) keluarga untuk menggunakan
proses kognitif, anatomis dan
1. Menggunakan fisiologi yang terlibat dalam
Bahasa lisan (5) kemampuanbicara
2. Mengenali pesan 1.3 Monitor pasien terkait dengan
yang diterima(5) perasaan frustasi, kemarahan,
3. Mengarahkanpes depresi,atau respon-respon lain
an pada disebabkan karena adaanya
penerima yang gangguan komunikasi
tepat(5) berbicara.
4. Pertukaran pesan 1.4 Kenali emosi dan perilaku fisik
yang akurat sebagai bentuk komunikasi
dengan orang mereka
lain (5) 1.5 Sediakan motode alternative
untuk berkomunikasi dengan
berbicara
1.6 Sesuaikan gaya komunikasi
untuk memenuhi kebutuhan
klien
1.7 Modifikasi lingkungan untuk
bisa menimalkan kebisingan

19
yang berlibahan dan
menurunkan distress emosi
1.8 Kolaborasi bersama keluarga
dan ahli/terapis Bahasa
patologis untuk
mengembankan rencana agar
bisa berkomunikasi secara
efektif
2. Harga Diri Harga Diri (1205) : Peningkatan Harga Diri (5400)
Rendah Skala 1 (Tidak pernah 2.1 Monitor pernyataan pasien
positif), 2 (Jarang mengenai harga diri
positif), 3 (Kadang- 2.2 Monitor frekuensi verbalisasi
kadang positif), 4 negative terhadap diri
(Sering positif), 5 2.3 Bantu pasien untuk
(Konsisten positif) mengidentifikasi respon positif
1. Verbalisasi dari orang lain
Penerimaan Diri 2.4 Bantu pasien untuk mengatasi
(5) bullying atau ejekan
2. Penerimaan 2.5 Sampaikan/ungkapkan
terhadap kepercayaan diri pasien dalam
keterbatasan mengatasi situasi
diri(5) 2.6 Eksplorasi pencapaian
3. Komunikasi keberhasilan sebelumnya
terbuka (5) 2.7 Fasilitasi lingkungan dana
4. Tingkat ktivitas-aktivitas yang akan
kepercayaan diri meningkatkan hargadiri
(5) 2.8 Buat pernyataan positif
mengenai pasien

20
3.4. Implementasi Keperawatan

N DIAGNOSA IMPLEMENTASI
O
1. Hambatan Komunikasi Peningkatan Komunikasi: Kurang Bicara (4976)
Verbal b.d Gangguan 1.1 Memonitor Proses Kognitif, anatomis, dan
Fisiologis fisiologi terkait dengan kemampuan bicara
1.2 Menginstruksikan pasien atau keluarga untuk
menggunakan proses kognitif, anatomis dan
fisiologi yang terlibat dalam kemampuan
bicara
1.3 Memonitor pasien terkait dengan perasaan
frustasi, kemarahan, depresi, atau respon-
respon lain disebabkan karena adaanya
gangguan komunikasi berbicara.
1.4 Mengenali emosi dan perilaku fisik sebagai
bentuk komunikasi mereka
1.5 Menyediakan metode alternative untuk
berkomunikasi dengan berbicara
1.6 Menyesuaikan gaya komunikasi untuk
memenuhi kebutuhan klien
1.7 Memodifikasi lingkungan untuk bisa
menimalkan kebisingan yang berlibahan dan
menurunkan distress emosi
1.8 Mengolaborasikan bersama keluarga dan
ahli/terapis Bahasa patologis untuk
mengembangkan rencana agar bisa
berkomunikasi secara efektif
2. Harga Diri Rendah Peningkatan Harga Diri (5400)

21
Situsional b. d Gangguan 2.1 Memonitor pernyataan pasien mengenai
Citra Tubuh harga diri
2.2 Memonitor frekuensi verbalisasi negative
terhadap diri
2.3 Membantu pasien untuk mengidentifikasi
respon positif dari orang lain
2.4 Membantu pasien untuk mengatasi bullying
atau ejekan
2.5 Menyampaikan/ungkapkan kepercayaan diri
pasien dalam mengatasi situasi
2.6 Mengeksplorasi pencapaian keberhasilan
sebelumnya
2.7 Memfasilitasi lingkungan dan aktivitas-
aktivitas yang akan meningkatkan harga diri
2.8 Membuat pernyataan positif mengenai
pasien

3.5. Evaluasi

1) Hambatan Komunikasi Verbal b.d setelah dilakukan tindakan keperawatan

diharapkan hambatan komunikasi verbal pasien berkurang dan mulai bisa

berkomunikasi dengan jelas sehingga pesan tersampaikan

2) Harga Diri Rendah b.d setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

harga diri rendah berkurang sehingga pasien dapat percaya diri dan

bersosialisasi dengan orang lain.

22
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Secara garis besar gangguan komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu, gangguan


bicara dan gangguan bahasa, gangguan bicara biasa disebut juga dengan
tunawicara yang terjadi akibat gangguan pendengaran yang telah dialami sejak
lahir atau terjadi kerusakan pada organ bicara, misalnya anak memiliki bentuk
bibir yang kurang sempurna. Sedangkan gangguan bahasa diakibatkan karna
anak kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa baik dalam bentuk
lisan maupun tulisan. Hal tersebut terjadi biasanya karna anak memiliki
tingkat kecerdasan yang rendah sehingga sulit mengikuti atau mengucapkan
kata atau suatu bahasa.

3.2 Saran

Mahasiswa atau perawat perlu mengetahui teknik komunikasi dengan


lansia hambatan komunikasi verbal. Teknik yang dapat digunakan, yaitu
berbicara lebih keras, jelas, perlahan-lahan, dan diulang jika perlu. Kontak
mata dan jarak saat berkomunikasi juga perlu diperhatikan. Kontak mata harus
ada saat berkomunikasi dan jarak antara mahasiswa dan resinden juga tidak
boleh terlalu jauh.

Mahasiswa atau perawat juga perlu mengetahui teknik mengajarkan terapi


wicara kepada lansia dengan hambatan komunikasi verbal. Lansia sebaiknya
diberi kesempatan terlebih dahulu untuk mengucapkan kata atau kalimat
menurut kemampuannya. Ketika lansia terlihat kesulitan, barulah membantu
mendemonstrasikan cara pengucapan kata atau kalimat tersebut. Kesabaran
juga dibutuhkan dalam melatih terapi wicara pada lansia. Mahasiswa atau

23
perawat terkadang perlu melakukan demonstrasi pengucapan kata atau kalimat
secara berulang-ulang. Selain itu intensitas pertemuan juga cukup sering, yaitu
lima hingga enam kali per pekan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Berthier, M. L. (2005). Post stroke aphasia: epidemiology, pathophysiology, and


treatment. Drugs and Aging, vol 22 (2), p163-82

Miller, Carol. (2012). Nursing for wellnes in older adults. 6th ed. Ohlo: Lippincott
Williams &Wilkins

Nadeau, S., Rothi, L. J. G., & Crosson, B. (2000). Aphasia and language: Theory
to practice. New York: Guilford Press.

Said, Ikhwan M. (2011). Kompetensi pembentukan kalimat penderita afasia tidak


lancar yang disebabkan oleh stroke iskemik. Makalah Kolita, vol 8, p640

Smeltzer, Suzanne., & Bare, Brenda. (2005). Brunner & suddarth’s texsbook of
medical surgical nursing. Lippincott-Reven Publishers : Philadelphia

Touhy dan Jett. (2010). Ebersole & Hess’gerontological nursing & healthy aging.
Missouri: Mosby

Wilkinson, JM., dan Ahern, NR. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan:
diagnosis nanda, intervensi nic, kriteria hasil noc. Ed 9. Jakarta: EGC

25

Anda mungkin juga menyukai