Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. B DENGAN


KASUS PATOLOGIC FRACTURE AT PROXIMAL RIGHT FEMUR
DI RUANGAN LONTARA 4/ORTHOPEDI DI RUMAH SAKIT WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR

Di susun oleh :
YULIA
2104044

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………….) (………………………)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PANAKKUKANG MAKASSAR
2021/2022
A. PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas dua, yaitu fraktur
tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu bila kulit yang tersisa diatasnya
masih intak (tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan
fraktur terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana sebagian
besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan infeksi. (Siddiqui, Z. (2015).

Fraktur collum (leher) femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur pada wanita
usia lanjut. Ada beberapa variasi insiden terhadap ras. Fraktur collum femur lebih banyak
pada populasi kulit putih di Eropa dan Amerika Utara. Insiden meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Sebagian besar pasien adalah wanita berusia tujuh puluh dan delapan
puluhan.
Namun fraktur collum femur bukan semata-mata akibat penuaan. Fraktur collum
femur cenderung terjadi pada penderita osteopenia diatas rata-rata, banyak diantaranya
mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan jaringan tulang dan kelemahan tulang,
misalnya pada penderita osteomalasia, diabetes, stroke, dan alkoholisme. Beberapa keadaan
tadi juga menyebabkan meningkatnya kecenderungan jatuh. Selain itu, orang lanjut usia
juga memiliki otot yang lemah serta keseimbangan yang buruk sehingga meningkatkan
resiko jatuh. (Siddiqui, Z. (2015).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh. Tulang femur menghubungkan
antara tubuh bagian panggul dan lutut. Kata “ femur” merupakan bahasa latin untuk paha.
Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan minor.
Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga berbentuk seperti bola dan berartikulasi
dengan acetabulum dari tulang coxae membentuk articulation coxae. Pada pusat caput
terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari
caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan
memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah,
belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat, pada wanita sedikit lebih
kecil dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat
berubah karena penyakit.
Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat
tubuh dari os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris ke arah craniomedial dan
agak ke ventral sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari
sebuah caput femoris dan dua trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor).

Gambar 1. Anatomi femur.


Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur dan
proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter mayor dan trochanter
minor. Caput femoris dan collum femoris membentuk sudut (1150-1400) terhadap poros
panjang corpus femoris, sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Corpus
femoris berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur,
berakhir menjadi dua condylus, epicondylus medialis dan epicondylus lateralis yang
melengkung bagaikan ulir.
Caput femoris mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu pembuluh darah
intramedular di leher femur, cabang pembuluh darah servikal asendens dari anastomosis
arteri sirkumfleks media dan lateral yang melewati retinakulum sebelum memasuki
caput femoris, serta pembuluh darah dari ligamentum teres.
Gambar 2. Vaskularisasi femur.
Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan pembuluh darah
retinakulum mengalami robekan bila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur transervikal
adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler yang mempunyai kapasitas yang sangat
rendah dalam penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang
rapuh, serta hambatan dari cairan sinovial.

Sendi panggul dan leher femur ini dibungkus oleh capsula yang di medial melekat
pada labrum acetabuli di lateral, ke depan melekat pada linea trochanterika femoris dan ke
belakang pada setengah permukaan posterior collum femur. Capsula ini terdiri dari
ligamentum iliofemoral, pubofemoral, dan ischiofemoral. Ligamentum iliofemoral adalah
sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk seperti huruf Y terbalik. Dasarnya disebelah
atas melekat ada spina iliaca anterior inferior, dibawah kedua lengan Y melekat pada
bagian atas dan bawah linea intertrochanterica. Ligamen ini berfungsi untuk mencegah
ekstensi berlebihan selama berdiri. Ligamentum pubofemoral berbentuk segitiga. Dasar
ligamentum melekat pada ramus superior ossis pubis, dan apex melekat di bawah pada
bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamen ini berfungsi untuk membatasi gerak
ekstensi dan abduksi. Ligamentum ischiofemoral berbentuk spiral dan melekat pada corpus
ossis ischia dekat margo acetabuli dan di bagian bawah melekat pada trochanter mayor.
Ligamen ini membatasi gerak ekstensi. (E-Jurnal Medika, Vol 7, N.12 Desember, 2018)
Gambar 3. Anatomi ligamen pada femur.

C. DEFINISI

Fraktur merupakan suatu kondisi patahnya tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh cedera, baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat
mengakibatkan tulang kehilangan fungsinya sebagai penyokong tubuh (E-Jurnal Medika,
Vol 7, N.12 Desember, 2018)
Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan oleh trauma atau
keadaan patologis. Fraktur adalah terputus kontinuitas jaringan tulang dan atau rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Jurnal Kesehatan Andalas. 2017)
Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem rangka, khususnya pada
ekstremitas bawah yang memiliki fungsi sebagai mobilisasi agar tubuh manusia dapat
berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Fraktur leher femur merupakan fraktur yang
perlu mendapat perhatian khusus di mana leher femur adalah tulang persambungan antara
tulang panggul dan tulang paha.
Fraktur ekstremitas bawah memiliki prevalensi tinggi sebesar 46,2% dibandingkan
dengan fraktur lainnya
Fraktur leher femur pada umumnya disebabkan oleh karena terjatuh. Namun ada
beberapa faktor risiko yang ikut terlibat antara lain, usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh
(IMT), etnik, riwayat cedera pasien, riwayat penggunaan obatobatan seperti
kortiokosteroid, dan riwayat diabetes serta osteoporosis.
Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur
tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa
fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan kontinuitas tulang
femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung disertai
dengan adanya kerusakan jaringan lunak (Jurnal Kesehatan Andalas. 2017).

D. ETIOLOGI

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan
daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur antara lain (Muttaqin,
2011):
1) Fraktur femur terbuka

Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.

2) Fraktur femur tertutup

Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang
menyebabkan fraktur patologis

E. TANDA DAN GEJALA

1. Nyeri

Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.
2. Bengkak

Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan
ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
3. Memar

Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.

4. Spasme otot

Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.

5. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot, paralisis
dapat terjadi karena kerusakan saraf.
6. Mobilisasi abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan.
7. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.

8. Deformitas

Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan
otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan menyebabkan tulang
kehilangan bentuk normalnya.

F. PATOFISIOLOGI

Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana fraktur
tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor penyebab
fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis merupakan suatu
kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan
trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur (Siddiqui, Z. 2015)..
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka
bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di
kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel
anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment.( Muttaqin, A. (2011)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

2. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun


(perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada trauma multipel.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel,
atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada
kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam
setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom
kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak ditangani
segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu:
1. Syok

Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna
maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi
pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ
yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar
sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis.
2. Emboli lemak

Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk dapat
terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30 tahun. Pada saat terjadi
fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru,
ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat dapat terjadi dari
beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera, gambaran khasnya berupa hipoksia,
takipnea, takikardi dan pireksia.
3. Sindrom Kompertemen

Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan


interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial
yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi
gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut
terisi oleh otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta
otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai
dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang.
Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak dan paling
sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai
atas.
4. Nekrosis avaskular tulang

Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia tulang yang
berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada kaput
femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus (Suratum,
2008).
5. Atropi Otot

Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal.
Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parenkim yang
menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat
otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak
adekuat ke jaringan otot. (Jurnal Kesehatan Andalas, Volume, 2017).

I. PENATALAKSANAAN

1. Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada tidaknya
kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan
saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a) Profilaksis antibiotik

b) Debridemen Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit


mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi dengan
hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan
dan dieksisi.
c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.

2. Fraktur femur tertutup Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran
kolaboratif dalam melakukan asuhan keperawatan.
a. Fraktur diafisis femur, meliputi:

1. Terapi konservatif

2. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi


definitif untuk mengurangi spasme otot.
3. Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan segmental.
4. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur secara klinis.

3. Terapi Operasi

1. Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal femur

2. Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi tertutup
maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah farktur diafisis.
3. Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected
pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
4. Fraktur suprakondilar femur, meliputi:

1. Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut


Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
2. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif.
Terapi dilakukan dengan mempergunakan nailphorc dare screw dengan berbagai tipe
yang tersedia (Muttaqin, 2011).

J. PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR SECARA UMUM

Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu: rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi.

1. Rekognisi: mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umum; riwayat
kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan
kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus.
2. Reduksi: mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk mencegah
jarinagn lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Reduksi ada 3 (tiga), yaitu:
a) Reduksi tertutup (close reduction), dengan cara manual/ manipulasi, dengan tarikan
untuk menggerakan fragmen tulang/ mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan)
b) Traksi, digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi, dimana beratnya
traksi di sesuaikan dengan spasme otot. Sinar X digunakan untuk memantau reduksi
fraktur dan aproksimasi fragmen tulang
c) Reduksi terbuka, dengan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan, yaitu
fiksasi internal (kawat, sekrup, plat, nail dan batang dan implant logam) dan fiksasi
ekterna (pembalutan, gips, bidai, traksi kontinue, pin dan tehnik gips
3. OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara reduksi
terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF) sehingga
diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah
memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa
penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian
antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap,
serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan
utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara
sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota
gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan
hambatan lain dalam melakukan gerakan).
4. ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang
yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar
tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra
Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur
tranvers
5. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode
fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
6. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan
sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri,
perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda
gangguan neurovaskuler.
Pathways

Trauma pada tulang (Kecelakaan) Tekanan yang berulang (Kompresi) Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)

FRAKTUR FEMUR
Resiko tinggi infeksi
Patah tulang tertutup Patah tulang terbuka

Pembedahan Ansietas

Kerusakan struktur tulang

Trauma
Patah tulang merusak jaringan Kemampuan pergerakan Hambatan mobilitas fisik
jaringan post
otot sendi menurun pembedahan

Terputusnya kontinuitas jaringan

Menekan saraf perasa nyeri Perubahan permeabilitas kapiler Kerusakan


integritas
kulit

Stimulus neurotransmitter nyeri Kehilangan cairan ekstra


sel ke jaringan yang rusak

Pelepasan mediator prostaglandin


Resiko syok hipovolemik
Respon nyeri hebat dan akut

Nyeri akut
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap pasien dengan


fraktur femur yaitu :
1. Identitas pasien

a. Nama : Nama pasien

b. Usia : usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik,
penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan, fraktur batang femur
pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau disekolah
c. Suku : Suku pasien

d. Pekerjaan : Pekerjaan pasien

e. Alamat : Alamat pasien

2. Riwayat keperawatan

1. Riwayat perjalanan penyakit

a. Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan : nyeri pada paha

b. Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa jam/menit yang lalu

c. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll

d. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan

e. Kehilangan fungsi

f. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis

2. Riwayat pengobatan sebelumnya

a. Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam


jangka waktu lama
b. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita

c. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut

d. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir


3. Pemeriksaan fisik
Mengidentifikasi tipe fraktur
a) Inspeksi daerah mana yang terkena

1. Deformitas yang nampak jelas

2. Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera

3. Laserasi

4. Perubahan warna kulit

5. Kehilangan fungsi daerah yang cidera

b) Palpasi

1. Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran

2. Krepitasi

3. Nadi, dingin

4. Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto Rontgen

1. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

2. Mengetahui tempat dan tipe fraktur

b. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodic
c. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
B. Diagnosa keperawatan (NANDA NIC-NOC, 2015)

1. Pre operasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder pada fraktur

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar/fraktur

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan kerusakan jaringan
lunak
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan

2. Intra operasi

Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat pembedahan

3. Post operasi

a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post pembedahan

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi


C. Intervensi Keperawatan

1. Pre Operasi

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC Rasional


1. Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri
berhubungan dengan Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui karakteristik
spasme otot dan Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, nyeri secara menyeluruh
kerusakan sekunder Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan
pada fraktur 1. Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor presipitasi intervensi selanjutnya
(tahu penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Mengetahui perkembangan
mampu menggunakan dari ketidaknyamanan respon nyeri
tehnik nonfarmakologi 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 3. Mengurangi peningkatan
untuk mengurangi nyeri, nyeri
mencari bantuan) 4. Ajarkan tentang teknik non 4. Meniminalkan nyeri yang
2. Melaporkan bahwa nyeri farmakologi dirasakan
berkurang dengan 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 5. Mengetahui keefektifan
menggunakan 6. Kolaborasikan dengan dokter jika intervensi
manajemen nyeri ada keluhan dan tindakan nyeri 6. Pengobatan medis untuk
3. Mampu mengenali nyeri tidak berhasil mengurangi nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang normal
2. Hambatan mobilitas 1. Gerakan: aktif Latihan Kekuatan
fisik berhubungan 2. Tingkat mobilitas 1. Ajarkan dan berikan dorongan 1. Pasien dapat termotivasi
dengan cedera jaringan 3. Perawatan diri: ADL pada klien untuk melakukan untuk melakukan program
sekitar/fraktur Kriteria Hasil : program latihan secara rutin latihan
1. Klien meningkat dalam Latihan untuk ambulasi
aktivitas fisik 1. Ajarkan teknik ambulasi & 2. Mencegah resiko cedera
2. Mengerti tujuan dari perpindahan yang aman kepada
peningkatan mobilitas klien dan keluarga.
3. Memverbalisasikan 2. Sediakan alat bantu untuk klien 3. Memudahkan pasien untuk
perasaan dalam seperti kruk, kursi roda, dan melakukan mobilisasi
meningkatkan kekuatan walker
dan kemampuan 3. Beri penguatan positif untuk 4. Pasien terus termotivasi
berpindah berlatih mandiri dalam batasan untuk tetap melakukan
4. Memperagakan yang aman. ambulasi
penggunaan alat Bantu Latihan mobilisasi dengan kursi roda
untuk mobilisasi (walker) 1. Ajarkan pada klien & keluarga 5. Klien dan keluarga
tentang cara pemakaian kursi memahami mobilisasi
roda & cara berpindah dari kursi dengan benar
roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
2. Dorong klien melakukan latihan 6. Klien termotivasi untuk
untuk memperkuat anggota tubuh memperkuat anggota tubuh
3. Ajarkan pada klien/ keluarga 7. Klien tidak akan mengalami
tentang cara penggunaan kursi kekakuan sendi dan
roda keluarga dapat membantu
klien untuk mobilisasi
3 Resiko tinggi infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi
berhubungan dengan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah 1. Untuk mencegah infeksi
fraktur terbuka dan Kriteria Hasil : dipakai pasien lain yang ditularkan oleh pasien
kerusakan jaringan 1. Klien bebas dari tanda dan lain
lunak gejala infeksi 2. Gunakan sabun antimikrobia 2. Memotong rantai infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan
untuk mencegah 3. Cuci tangan setiap sebelum dan 3. Memotong rantai infeksi
timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan
3. Jumlah leukosit dalam 4. Gunakan baju, sarung 4. Tenaga kesehatan dapat
batas normal tangan sebagai alat pelindung mencegah infeksi
4. Menunjukkan perilaku nosokomial
hidup sehat 5. Pertahankan lingkungan aseptik 5. Resiko infeksi tidak terjadi
selama pemasangan alat
6. Tingktkan intake nutrisi 6. Diet makanan tinggi protein
untuk mempercepat
penyembuhan luka
7. Berikan terapi antibiotik bila 7. Untuk mencegah atau
perlu mengobati infeksi
4 Ansietas berhubungan Kontrol ansietas Penurunan kecemasan
dengan prosedur Kriteria hasil: 1. Tenangkan klien 1. Kecemasan tidak meningkat
pengobatan atau 1. Monitor intensitas 2. Berikan informasi tentang 2. Pasien dapat memahami
pembedahan kecemasan diagnosa prognosis dan tindakan terkait keadaannya
2. Menyikirkan tanda 3. Kaji tingkat kecemasan dan 3. Mengetahui tingkat
kecemasan reaksi fisik pada tingkat kecemasan untuk
3. Mencari informasi untuk kecemasan menentukan intervensi
menurunkan kecemasan selanjutnya
4. Merencanakan strategi 4. Gunakan pendekatan dan 4. Empati petugas kesehatan
koping sentuhan dapat dirasakan pasien
5. Menggunakan teknik 5. Temani pasien untuk 5. Kecemasan tidak meningkat
relaksasi untuk mendukung keamanan dan
menurunkan kecemasan penurunan rasa takut
6. Melaporkan penurunan 6. Sediakan aktifitas untuk 6. Pengalihan terhadap
durasi dan episode cemas menurunkan ketegangan kecemasan yang dirasakan
7. Melaporkan tidak adanya pasien
manifestasi fisik dan 7. Intruksikan kemampuan klien 7. Mengurangi kecemasan
kecemasan untuk menggunakan teknik pasien
8. Tidak adaa manifestasi relaksasi
perilaku kecemasan
2. Intra Operasi

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC Rasional


1. Resiko syok Deteksi resiko Manajemen syok : volume
hipovolomik Kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui perkembangan
berhubungan dengan 1. Kenali tanda dan gejala perdarahan yang konsisten perdarahan pasien
perdarahan akibat yang mengindikasikan Cegah kehilangan darah (ex : 2. Resiko syok hipovolemik
pembedahan risiko melakukan penekanan pada tempat tidak terjadi
2. Cari validasi dari risiko yg terjadi perdarahan) 3. Memenuhi kebutuhan
dirasakan 3. Berikan cairan IV cairan pasien
3. Pertahankan info terbaru 4. Catat Hb/Ht sebelum dan sesudah 4. Mengetahui perubahan
tentang riwayat keluarga kehilangan darah sesuai indikasi\ komponen darah
4. Pertahankan info terbaru 5. Berikan tambahan darah (ex : 5. Keseimbangan
tentang riwayat pribadi platelet, plasma) yang sesuai kebutuhan darah
5. Gunakan sumber
informasi tentang risiko
potensial
3. Post Operasi

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC Rasional


1 Nyeri berhubungan Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan proses Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui karakteristik
pembedahan Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, nyeri secara menyeluruh
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan
1. Mampu mengontrol kualitas dan faktor presipitasi intervensi selanjutnya
nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Mengetahui perkembangan
nyeri, mampu dari ketidaknyamanan respon nyeri
menggunakan tehnik 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 3. Mengurangi peningkatan
nonfarmakologi untuk nyeri
mengurangi nyeri, 4. Ajarkan tentang teknik non 4. Meniminalkan nyeri yang
mencari bantuan) farmakologi dirasakan
2. Melaporkan bahwa 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 5. Mengetahui keefektifan
nyeri berkurang dengan intervensi
menggunakan 6. Kolaborasikan dengan dokter jika 6. Pengobatan medis untuk
manajemen nyeri ada keluhan dan tindakan nyeri mengurangi nyeri
3. Mampu mengenali nyeri tidak berhasil
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang normal
2 Kerusakan integritas Intergritas jaringan: kulit dan Manajemen tekanan
kulit berhubungan membran mukus 1. Anjurkan pasien untuk 1. Tidak ada tekanan pada
dengan trauma jaringan Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang luka
post pembedahan 1. Integritas kulit yang baik longgar 2. Mencegah terbentuknya
bisa dipertahankan 2. Hindari kerutan pada tempat tidur luka yang baru
2. Melaporkan adanya 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap 3. Terhindar dari infeksi
gangguan sensasi atau bersih dan kering 4. Mencegah terjadinya
nyeri pada daerah kulit 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi dekubitus
yang mengalami pasien) setiap dua jam sekali 5. Mengetahui perkembangan
gangguan 5. Monitor kulit akan adanya mobilisasi pasien
3. Menunjukkan pemahaman kemerahan 6. Mengetahui nutrisi yang
dalam proses perbaikan 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi dikonsumsi pasien
kulit dan mencegah pasien 7. Pasien tetap terjaga
terjadinya sedera berulang 7. Monitor status nutrisi pasien perawatan dirinya
4. Mampumelindungi kulit 8. Memandikan pasien dengan
dan mempertahankan sabun dan air hangat
kelembaban kulit dan
perawatan alami
3 Resiko tinggi infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi
berhubungan dengan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah 1. Untuk mencegah infeksi
luka operasi Kriteria Hasil : dipakai pasien lain yang ditularkan oleh pasien
1. Klien bebas dari tanda dan lain
gejala infeksi 2. Gunakan sabun antimikrobia 2. Memotong rantai infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan 3. Memotong rantai infeksi
untuk mencegah 3. Cuci tangan setiap sebelum dan 4. Tenaga kesehatan dapat
timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan mencegah infeksi
3. Jumlah leukosit dalam 4. Gunakan baju, sarung tangan nosokomial
batas normal sebagai alat pelindung 5. Resiko infeksi tidak terjadi
4. Menunjukkan perilaku 5. Pertahankan lingkungan aseptik 6. Diet makanan tinggi protein
hidup sehat selama pemasangan alat untuk mempercepat
6. Tingktkan intake nutrisi penyembuhan luka
7. Berikan terapi antibiotik bila 7. Untuk mencegah atau
perlu mengobati infeksi
4. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
diterapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping

5. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil
yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
DAFTAR PUSTAKA

Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9

Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2011). Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik


Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit Mediaction.
Siddiqui, Z. (2015). Rehabilitations Following Intramedullary Nailing Of Femoral Shaft
Fracture: A Case Report. International Journal of Physical Therapy & Rehabilitation Science.
Vol 1 (1): 30-35.
E-Jurnal Medika, Vol 7, N.12 Desember (2018). Profil Kasus Fraktur Leher Femur
Yang Dilakukan Tindakan Operasi Di RSUP Sanglah Denpasar Periode Maret 2016 – Agustus
2017.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/44355/26948/, diakses pada
Tanggal 22 Juli 2018, Pukul 16.00 Wita
Jurnal Kesehatan Andalas, Volume 6 (2017). Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di
Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang (2010-2012)
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/742/598, diakses pada
Tanggal 22 Juli 2018, Pukul 16.10 Wita

Anda mungkin juga menyukai