Anda di halaman 1dari 14

ARTIKEL PENELITIAN IPE KEPERAWATAN DAN IPC DALAM

SETTING KLINIK

TUGAS KELOMPOK

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah :


Pendidikan Dalam Keperawatan
Pada Program Magister Keperawatan Universitas Jendral Achmad Yani

Disusun oleh :
Kelompok 4
1. Nur Hafni Hasim (215121233)
2. Indah Kurniawati (215121208)
3. Reni Fatmawati (215121220)
4. Kanapi (215121221)
5. Mohamad Cahyadi (215121218)
6. Ivony FN Putriningtyas (215121236)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang dengan nikmat-Nya yang luar
biasa telah menunjukan Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah tugas ini.
Alhamdulilah, penulis dapat menyelesaikan makalah penugasan ini mengenai
pembahasan artikel ilmiah terkait penggunaan IPE dan IPC dalam tatanan klinik.
Adapun pembuatan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah
Pendidikan Dalam Keperawatan pada Program Magister Keperawatan di Fakultasi Ilmu
dan Teknologi Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, baik secara moril
maupun materil.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk perbaikan di kemudian hari. Akhirnya, penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Bandung, Oktober 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tenaga kesehatan adalah profesional dengan berbagai keterampilan dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas yang berfokus pada kesehatan dan
kesembuhan pasien. Kesehatan merupakan suatu keadaan sejahtera baik itu secara
fisik, mental, sosial yang bukan hanya terhindar dari penyakit (WHO). Masyarakat
dapat mencapai kondisi sehat apabila didukung dengan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, bermutu tanpa membedakan suku, bangsa, agama, kepercayaan politik
dan kondisi sosial ekonomi seseorang. Untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi
dalam pelayanan kesehatan, maka diperlukan adanya kolaborasi antar tenaga
kesehatan yang baik antar profesi kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan, kepuasan pasien dan peningkatan mutu pelayanan melalui
Interprofessional Education (IPE) dan Interprofessional Collaboration (IPC).

IPE merupakan suatu proses dimana sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan
yang memiliki latar belakang profesi yang berbeda-beda melakukan pembelajaran
bersama dalam periode tertentu, berinteraksi sebagai tujuan yang utama, serta untuk
berkolaborasi dalam upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam
pelayanan kesehatan. Sedangkan IPC adalah kerja sama dengan satu atau lebih
anggota tim kesehatan, untuk mencapai tujuan umum dimana masing-masing anggota
memberikan kontribusi yang unik sesuai dengan batasannya masing-masing. Profesi
tenaga kesehatan yang terlibat dalam IPE dan IPC yaitu antara lain dokter, perawat,
farmasi, ahli gizi, psikolog, dan fisioterapi dimana setiap profesi tersebut memiliki
kelebihan dan kekurang masing-masing, sehingga dengan adanya kerjasama dan
kolaborasi antar profesi menjadi hal yang sangat penting untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang paripurna dan optimal. (Health Professional Education
Quality (HPEQ), 2011)

Dengan adanya penerapan kolaborasi antar tenaga kesehatan dalam memberikan


pelayanan kesehatan diharapkan akan menghasilkan keberhasilan dalam pelayanan
yang baik untuk pasien, rasa menghargai perbedaan antar profesi dan cara
memanfaatkan keahlian masing-masing profesi secara optimal. Praktik kolaborasi
yang efektif antar profesi kesehatan dapat mengoptimalisasi pelayanan kesehatan,
memperkuat sistem kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

B. Tujuan
Tujuan Umum : Untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan IPE dan IPC
berdasarkan analisis artikel ilmiah di tatanan klinik

Tujuan Khusus :
1. Untuk menjelaskan konsep Interprofessional Education (IPE)
2. Untuk menjelaskan konsep Interprofessional Collaboration (IPC)
3. Untuk menjelaskan pelaksanaan IPE dan IPC pada tatanan klinik

C. Manfaat
Diharapkan dari pembuatan makalah ini dapat dijadikan sumber bacaan dan literature
bagi mahasiswa
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Interprofessional Education
1. Pengertian
Menurut WHO (2010) interprofessional education (IPE) adalah proses pendidikan
yang melibatkan dua atau lebih jenis profesi. IPE bisa terjadi apabila beberapa
mahasiswa dari berbagai profesi belajar tentang profesi lain, belajar bersama satu
sama lain untuk menciptakan kolaborasi efektif dan pada akhirnya meningkatkan
outcome kesehatan yang diinginkan.
IPE adalah bahwa siswa atau mahasiswa dari berbagai profesi kesehatan berlatih
sampai tingkat penuh dalam pendidikan dan pelatihan mereka dan dalam
prosesnya, mengeksplorasi batasan dari praktik mereka. Pada saat yang sama,
mahasiswa belajar bagaimana memiliki hubungan interprofessional yang efektif
melalui berbagi keterampilan dan pengetahuan kolaboratif. Unsur praktik
kolaboratif meliputi tanggung jawab, akuntabilitas, koordinasi, komunikasi,
kerjasama, ketegasan, otonomi, saling percaya dan rasa hormat (Sullivan, 2015).
Centre for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 2006)
menyebutkan, IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama,
belajar dari profesi kesehatan lain, dan mempelajari peran masing-masing profesi
kesehatan untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kualitas pelayanan
kesehatan. IPE adalah suatu pelaksanaan pembelajaran yang diikuti oleh dua atau
lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan
dan pelakasanaanya dapat dilakukan dalam semua pembelajaran, baik itu tahap
sarjana maupun tahap pendidikan klinik untuk menciptakan tenaga kesehatan
yang profesional (Lorente, 2006). IPE adalah metode pembelajaran yang
interaktif, berbasis kelompok, yang dilakukan dengan menciptakan suasana
belajar berkolaborasi untuk mewujudkan praktik yang berkolaborasi, dan juga
untuk menyampaikan pemahaman mengenai interpersonal, kelompok, organisasi
dan hubungan antar organisasi sebagai proses profesionalisasi (Pittilo,1998).
2. Tujuan Interprofessional Education
CAIPE (2001) mengemukakan prinsip dari IPE yang efektif yang bertujuan untuk
menghasilkan tenaga kesehatan dengan kemampuan sebagai berikut :
a. Bekerja untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
b. Berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga.
c. Melibatkan pasien dan keluarga.
d. Mempromosikan kolaborasi interprofesi.
e. Mendorong profesi kesehatan untuk belajar bersama dengan, dari dan tentang
satu sama lain.
f. Meningkatkan praktek masing-masing profesi. IPE membantu setiap profesi
untuk meningkatkan kemampuan praktik profesinya masing-masing dan
memahami bagaimana praktik yang dilengkapi oleh profesi lain.
g. Menghormati integritas dan kontribusai masing-masing profesi. IPE tidak
mengancam identitas dan wilayah profesi lain. Dalam proses IPE terjadi
proses menghargai kontribusi khas masing-masing profesi dalam proses
belajar, praktek, dan memperlakukan semua profesi secara setara.
h. Meningkatkan tingkat kepuasan profesional. IPE menumbuhkan sikap saling
mendukung antar profesi, mendorong fleksibilitas dan memenuhi praktik
kerja, tetapi juga menetapkan batas yang dibuat pada masing-masing profesi.

3. Manfaat Interprofessional Education


Beberapa manfaat yang didapatkan dalam pelaksanaan IPE antara lain :
a. Manfaat bagi mahasiswa
1). Mahasiswa dapat belajar berkomunikasi interprofesi.
2). Mahasiswa dapat memahami dan menghargai peran profesi kesehatan lain
3). Mahasiswa mendapat pengalaman untuk bekerja sama dalam tim dan
memecahkan masalah.
4). Mahasiswa mendapatkan pengalaman untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang berfokus pada klien dengan melibatkan multidisiplin.
b. Manfaat bagi pelayanan kesehatan
1). Meningkatkan qualitas pelayanan kesehatan.
2). Meningkatkan efisiensi pelayanan dengan menurunkan duplikasi tindakan
yang tidak diperlukan dari berbagai profesi dan duplikasi pencatatan dan
pelaporan.
3). Meningkatkan keselamatan klien.
4). Meningkatkan outcome kesehatan pasien.
c. Manfaat bagi profesi atau tenaga kesehatan
1). Meningkatkan moral profesi
2). Menurunkan hambatan dalam berkomunikasi dengan profesi lain.
3). Meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah bersama profesi
lain.
4). Meningkatkan kepuasan kerja.
4. Domain Interprofessional Education
a. Kompetensi inti interprofessional education
Barr(1998) membedakan kompetensi profesi menjadi 3 bagian besar:
Kompetensi dasar, kompetensi masing-masing profesi dan kompetensi antar
profesi.

Gambar 1. Kompetensi profesional menurut Barr (1998)


1). Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh semua tenaga kesehatan
meliputi menggunakan teknologi informasi, memberikan pelayanan yang
berfokus pada klien, melakukan praktek profesi berdasarkan bukti ilmiah
dan hasil penelitian dan mempertahankan kualitas pelayanan (International
occupational medicine, 2011).
2). Kompetensi antar profesi atau kompetensi kolaboratif merupakan
kompetensi yang juga penting dimiliki oleh semua tenaga kesehatan.
Kompetensi inti kolaborasi antar profesi diperlukan sebagai landasan
dalam membuat kurikulim pada berbagai pendidikan profesi yang terlibat,
menentukan strategi pembelajaran dan evaluasi yang akan dilakukan.
3). Kompetensi masing-masing profesi. Dideskripsikan dan ditentukan oleh
masing-masing profesi misalnya dokter memiliki kompetensi spesifik yang
memperdayakan profesi dokter dengan profesi lain seperti perawat, bidan,
ahli gizi, ahli kesehatan lingkungan. Kompetensi ini akan merujuk pada
peran, kewenangan dan lingkup praktik masing-masing profesi dan diatur
dalam undang undang yang berlaku.

b. Domain dalam kompetensi kolaborasi antar profesi.


Ada 4 domain dalam kompetensi kolaborasi antar profesi, yaitu nilai/etik
interprofesi, peran atau tanggung jawab, komunikasi interprofesi dan
kerjasama tim.
1. Nilai atau etik kolaborasi antar profesi
Nilai antar profesi dan etik yang terkait dengannya merupakan hal penting
baik untuk profesi secara mandiri maupun dalam hubungannya dengan
kolaborasi antar profesi. Nilai dan etik meliputi : pelayanan harus berfokus
pada klien dengan orientasi komunitas, masing-masing profesi berbagi
peran dan tanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan, semua
profesi bersama-sama memiliki komitmen untuk dapat menciptakan
pelayanan yang aman, efisien dan efektif dan pelayanan diberikan secara
komprehensif dengan melibatkan klien dan keluarganya. Pernyataan
umum kompetensi value dan etik antar profesi adalah bekerja bersama
dengan profesi lain untuk mempertahankan iklim saling menghargai dan
berbagi nilai serta etik bersama. Pernyataan umum kompetensi tersebut itu
terdiri dari kompetensi khusus.

2. Peran dan tanggung jawab


Untuk dapat melakukan kolaboasi antar profesi, setiap profesi terlebih
dahulu harus memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing
dan bagiamana peran dan tanggung jawab masing-masing tersebut saling
melengkapi peran dan tanggung jawab profesi lain dalam rangka
memberikan pelayanan kepada klien, keluarga dan masyarakat. Setiap
profesi harus mengetahui dan menghargai peran dan tanggung jawab
profesi lain yang bekerja sama di dalam tim. Pemahamam peran dan sikap
mengahrgai peran masing-masing merupakan hal penting dalam
kolaborasi antar profesi, karena banyak terjadi konflik antar profesi
diakibatkan karena kurang penghargaan terhadap peran dan tanggung
jawab profesi lain yan dapat diakibatkan kurang pemahaman peran dan
tanggung jawab profesi lain di dalam tim. Pernyataan umum kompetensi
peran dan tanggung jawab adalah : Menggunakan pengetahuan tentang
peran profesi sendiri dan peran profesi lain di dalam tim untuk mengkaji
dan memberikan pelayanan yang tepat kepada klien dan populasi.

3. Komunikasi antar profesi


Komunikasi merupakan kompetensi inti pada semua profesi kesehatan,
karena semua profesi kesehatan memberikan pelayanan kesehatan pada
klien, keluarga dan masyarakat yang tentu saja memerlukan komunikasi
yang efektif, akan tetapi kompetensi komunikasi antar profesi belim
menjadi perhatian semua profesi. Komunikasi antar profesi dapat
disebutkan sebagai kompetensi utama dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada klien harus mampu berkomunikasi untuk menyampaikan
pesan secara efektif kepada anggota tim. Banyak situasi konflik terjadi
akibat adanya barrier atau hambatan dalam berkomunikasi yang akhirnya
menyebabkan tim tidak berfungsi secara optimal.

4. Kerjasama tim
Belajar untuk berkolaborasi antar tim berarti juga belajar menjadi pemain
yang baik dalam tim tersebut. Perilaku kerja tim dapat diaplikasikan setiap
saat dimana ada interaksi antar anggota tim antar profesi dengan tujuan
yang sama yaitu untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada klien,
keluarga dan masyarakat. Sering kali terjadi konflik di dalam tim antar
profesi diakibatkan ketidakmampuan anggota tim berperan sesuai dengan
perannya di dalam. Oleh sebab itu, kepemimpinan dalam tim antar profesi
sangat diperlukan untuk dapat memfasilitasi komunikasi dan kerja sama
antar anggota untuk mencapai tujuan yang disepakati. Peran pemimpin
juga sangat diperlukan untuk memfasilitasi keahlian masing-masing
anggota tim sehingga dengan demikian pelayanan kepada klien dapat
dikoordinasikan dengan tepat dan efektif.

B. Interprofessional Collaboration
1. Pengertian Interprofessional Collaboration (IPC)
Interprofessional Collaboration (IPC) adalah proses dalam mengembangkan dan
mempertahankan hubungan kerja yang efektif antara pelajar, praktisi, pasien,
keluarga serta masyarakat untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan (D’Amour,
2005). IPC merupakan kondisi dimana berbagai profesi kesehatan bekerjasama
dengan pasien, keluarga pasien, masyarakat dan profesi kesehatan lain untuk
memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas terbaik. Selain itu menurut
Hardin et all (2018) IPC dalam pelayanan perawatan kesehatan adalah ketika
terjadinya interaksi dari tenaga kesehatan dengan latar belakang profesional yang
berbeda dengan tujuan memberikan layanan komprehensif dengan bekerjasama
memberikan pelayanan efektif yang berpusat pada pasien.

2. Tujuan Interprofessional Collaboration (IPC)


Kegiatan IPC ini membantu rekan profesional kesehatan yang berbeda,
meningkatkan kemampuan bekerja sama, berkomunikasi kepada pasien dan saling
percaya kepada profesional kesehatan lainnya.

3. Manfaat dan langkah-langkah Interprofessional Collaboration (IPC)


WHO (2010) menyatakan dampak dari penerapan praktik kolaborasi dapat
meningkatkan keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan, penggunaan
sumber daya klinis spesifik yang sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis
dan pelayanan serta keselamatan pasien. WHO juga menjelaskan praktik
kolaborasi dapat menurunkan komplikasi pasien, jangka waktu rawat inap,
ketegangan dan konflik antara pemberi layanan, biaya rumah sakit.
C. Framework for Action on Interprofessional Education and Collaborative Practice
(WHO, 2010).
WHO (2010) menjelaskan IPE berpotensi menghasilkan berbagai manfaat dalam
beberapa aspek yaitu kerjasama tim meliputi mampu untuk menjadi pemimpin tim
dan anggota tim, mengetahui hambatan untuk kerja sama tim; peran dan tanggung
jawab meliputi pemahaman peran sendiri, tanggung jawab dan keahlian, dan orang-
orang dari jenis petugas kesehatan lain; komunikasi meliputi pengekspresikan
pendapat seseorang kompeten untuk rekan, mendengarkan anggota tim; belajar dan
refleksi kritis meliputi cermin kritis pada hubungan sendiri dalam tim, mentransfer
IPE untuk pengaturan kerja; hubungan dengan pasien, dan mengakui kebutuhan
pasien meliputi bekerja sama dalam kepentingan terbaik dari pasien, terlibat dengan
pasien, keluarga mereka, penjaga dan masyarakat sebagai mitra dalam manajemen
perawatan; praktek etis meliputi pemahaman pandangan stereotip dari petugas
kesehatan lain yang dimiliki oleh diri dan orang lain, mengakui bahwa setiap tenaga
kesehatan memiliki pandangan yang sama-sama sah dan penting (WHO, 2010).

Gambar 2. Kompetensi Kolaborasi (Bridges, 2011)

Bridges menjabarkan kompetensi kolaborasi, yaitu :

1. Memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas.
2. Bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan
perawatan dan pengobatan untuk pasien.
3. Bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan dan memantau
perawatan klien
4. Menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain.
5. Memfasilitasi pertemuan interprofessional
6. Memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.
ANALISIS JURNAL

N PENULI JUDUL METODE POPULASI HASI


O S PENELITIA & L
N SAMPEL
1 Yusra, R. Healthcare Metode cross 304 responden perawat
Y., professionals’ sectional terdiri dari merasakan
Findyartin perceptions perawat, dokter, lebih banyak
i, A., & regarding farmasi, hambatan
Soemantri interprofessiona radiograpi, dalam
, D. l collaborative kesmas, analis mempraktikka
(2019) practice in kesehatan, n kolaboratif
Indonesia kebidanan, interprofessio
fisioterapi, ahli nal perawatan
Persepsi gizi dan profesi daripada
profesional lainnnya esehatan profesional
kesehatan Cipto lainnya. Staf
tentang RSUD dalam
praktik Mangunkusu kelompok usia
kolaboratif mo yang lebih
interprofession muda dengan
al di Indonesia pengalaman
kerja yang
lebih pendek
dirasakan
lebih banyak
hambatan
daripada
orang tua
dengan
pengalaman
kerja yang
lebih lama

Fatalina et al. Berpendapat bahwa pemahaman profesional kesehatan tentang praktik


kolaboratif terbatas karena kurangnya akses informasi tentang kolaborasi interprofessional.
Studi menunjukkan bahwa model praktik kolaboratif mirip dengan model hierarkis atau
tradisional, berdasarkan pada temuan bahwa 77,9% responden setuju bahwa keputusan akhir
tentang perawatan pasien ada di tangan dokter. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian yang
menyoroti bahwa model praktik kolaboratif di Indonesia mirip dengan model praktik
kolaboratif tradisional atau hierarkis . Model yang diinginkan dalam praktik kolaboratif
interprofessional adalah model komplementer dimana tidak ada satu profesi yang lebih
dominan dari profesi lainnya. Model komplementer adalah model kolaboratif di mana
berbagai profesi berbagi kekuatan dan perspektif serta memiliki peran dan tanggung jawab
yang saling melengkapi terkait dengan perawatan pasien. JSAPNC dan CPAT mengukur
persepsi mengenai kolaborasi. JSAPNC mengukur persepsi dan sikap tentang kolaborasi
antara dokter dan perawat, sementara CPAT mengukur persepsi tentang kolaborasi antara
beberapa tim profesional kesehatan. Dalam penelitian ini, mayoritas responden adalah dokter
dan perawat; oleh karena itu, penelitian bahwa instrumen JSAPNC yang digunakan masih
relevan sebagai pembanding Penelitian Martiningsih menegaskan bahwa usia memengaruhi
sikap perawat dan dokter terkait praktik kolaboratif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa semakin tua responden menunjukkan skor kolaborasi yang lebih tinggi daripada yang
lebih muda. Responden yang telah bekerja selama bertahun-tahun memiliki sikap kolaboratif
yang lebih kuat daripada responden yang baru bekerja. Namun, Mongo menemukan bahwa
tidak ada pengaruh usia dan lama pengalaman kerja terhadap nilai kolaborasi. Studi ini
menunjukkan perbedaan hambatan yang dirasakan kerjasama tim antar kelompok dengan usia
dan lamanya pengalaman kerja. Usia yang lebih tua atau pengalaman kerja yang lebih
lamamenghasilkan skor yang lebih tinggi terkait dengan hambatan kolaborasi tim
Kedewasaan dan pola interaksi seseorang dengan. Macdonald dan Kartz menyarankan bahwa
meningkatkan interaksi dengan perawat akan meningkatkan pengetahuan dokter tentang
profesi keperawatan. Penelitian Sayed juga menunjukkan hasil yang serupa: bahwa
peningkatan pengalaman meningkatkan kolaborasi perawat dan dokter skor.Kepercayaan diri
tenaga kesehatan yang meningkat seiring bertambahnya usia, akan mempengaruhi interaksi
interpersonal dan interprofessional dalam kesehatan kolaborasi perawatan.

KRITIK DAN SARAN UNTUK PENELITIAN INI :


Ada hambatan untuk praktek kolaboratif di rumah sakit berdasarkan usia, latar belakang
profesional dan lama pengalaman kerja di profesi. Profesional perawatan kesehatan yang
lebih muda dengan durasi singkat pengalaman kerja merasakan lebih banyak hambatan
daripada pekerja kesehatan yang lebih tua pengalaman kerja lebih lama, sedangkan perawat
mengalami lebih banyak hambatan dalam mempraktikkan praktik kolaboratif daripada
dokter. Dalam penelitian ini kurang menjelaskan latar belakang pendidikan dan jumlah
pelatihan pelatihan yang telah diikuti. Semakin tinggi pendidikan dan banyaknya jumlah
pelatihan mungkin akan dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam menerapkan IPC
(Interpersonal collabrotion)

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang tervalidasi dengan baik, alasan yang mendasari
persepsi responden tidak dapat dieksplorasi. Dengan demikian, penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk menggali persepsi responden secara mendalam mengenai berbagai faktor
yang
mempengaruhi kolaborasi. Selain itu, penelitian berskala lebih luas dapat dilakukan di rumah
sakit yang berbeda untuk melihat apakah perbedaan budaya dan regional mempengaruhi
validitas CPAT sambil mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif tentang kolaborasi
interprofessional dalam pengaturan perawatan kesehatan yang berbeda
Referensi
Bridges DR, Davidson RA, Odegard PS, Maki IV, Tomkowiak J.Interprofessional
collaboration: three best practice models of interprofessional education. Med Educ Online.
2011
CAIPE (UK Center for the Advancement of Interprofessional Education). 2006. CAIPE
Reissues Its Statement of The Definition and Principles of Interprofessional Education.
CAIPE Bulletin 26.
D'Amour D, Ferrada-Videla M. San Martin Rodriguez L, Beaulieu MD. The conceptual
basis for interprofessional collaboration: core concepts and theoretical frameworks. J
Interprof Care. 2005;((suppl 1)):116–131.
Interprofessional Education Collaborative (IPEC).2011. Core competencies for
interprofessional collaborative practice: Report of an expert panel. Washington,D.C.:
Interprofessional Education Collaborative
Sullivan. Mary, Kiovsky. Richard, J. Mason, Diana, Cordelia LMSW; Dukes, Carissa.
Interprofessional Collaboration and Education. AJN The American Journal of Nursing:
March 2015 - Volume 115 – Issue 3 - p 47–54
World Health Organization. Framework for Action on Interprofessional Education and
Collaborative Practice. Geneva: World Health Organization; 2010.
Putriana, N A & Saragih Y. (2020). Pendidikan Interprofesional dan Kolaborasi
Interprofesional. Majalah Farmasetika, 5(1) 2020, 18-22.
https://doi.org/10/24198/mfarmasetika.v5i1.25626.
Poltekes Kemenkes Surabaya. (2020). Modul Pembelajaran Interprofessional Education
(IPE).
Macdonald J, Kartz A. ‘Physicians’ perceptions of nurse practitioners'. Can Nurse. 2002;98(7):28–31.

Martiningsih W. Praktik kolaborasi perawat-dokter dan faktor yang memengaruhinya. Jurnal Ners.
2011;6(2):147–155.

Matziou V, et al. Physician and nursing perceptions concerning interprofessional communication and
collaboration. J Interprof Care. 2014;28(6):526–533.

Mongo T. Nurses' Perceptions of Physician-Nurse Collaboration in the Home Health Setting: A Pilot
Study. Gardner-Webb University School of Nursing; 2010.

Odegard A. Exploring perceptions of interprofessional collaboration in child mental health care. Int J
Integrated Care. 2006;6:25

Anda mungkin juga menyukai