Pengkajian Lanjutan berdasarkan EBP pada Sistem Sensory
B. Pengkajian Lanjutan Berdasarkan EBP pada Sistem Integumen
Pengkajian lanjut yang dapat dilakukan pada sistem Integumen dengan kasus Melanocytic Lesions yaitu dengan mengkaji melanoma yang cenderung bermetastase dengan bantuan diagnosis komputer yang mempunyai tingkat sensivitas dan spesialis dengan menggunakan program algoritma yang telah dikembangkan yaitu dengan menegakkan kategori lesi kulit apakah jinak atau ganas, juga menegakkan jenis lesi kulit melanoma, Clark nevus, Spitz/Red nevus, dan nevus biru dengan penggunaan algoritma yang berisi langkah-langkah yaitu: a. Procesing (image enhancement) Untuk meningkatkan kualitas gambar dengan mengurangi atau bahkan menghapus bagian-bagian yang tidak terkait kelebihan dalam gambar dermoskopik. b. Segemntasi lesi Untuk segmentasi lesi kulit, kita mengambil satu biji yang terletak di sudut kiri atas gambar. c. Ekstraksi fitur Digunakan untuk menggambarkan garis besar lesi, karena ketidakteraturan yang biasanya menunjukkan keganasan. d. Seleksi fitur e. Klasifikasi f. Evaluasi
C. Pengkajian Lanjutan berdasarkan EBP pada Sistem Endokrin
1. Pengkajian lanjutan yang dapat dilakukan dengan gangguan endokrin pada kasus Diabetes Melitus yaitu dengan mendeteksi terjadinya penurun fungsi dermal mikrovaskuler dengan mengkaji adanya hiperemi termal lokal yang bisa di ukur pada lengan dan kaki pada pasien dengan Diabetes dengan menggunakan Laser Doppler. (Fuchs, Dupon, Schaap, & Draijer, 2017) 2. Pengkajian yang perlu diperhatikan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin adalah salah satunya hormon Aldosteron, kelebihan hormon aldosteron dapat menyebabkan aldosteronisme. Pemeriksaan utama yang harus dilakukan pada pasien dengan gangguan endokrin dengan kasus aldosteronisme adalah dengan mengkaji tekanan darah, pada pasien dengan tekanan darah yang berkelanjutan di atas 150/100 mmHg dapat mengakibatkan terjadinya Aldosteronisme Primer. Pemeriksaan lanjut dapat dilakukan dengan menentukan kadar aldosterin-renin jika dibawah batas normal maka tindakan utama dilakukan dengan melakukan CT Scan pada Ginjal. (Funder et al., 2016) 3. Pengkajian lanjutan pada sistem endokrin dengan kasus Neuropati Diabetes Pada kasus dengan neuropati Diabetes beberapa hal yang harus dikaji untuk menentukan adanya komplikasi Cardiovaskuler Autonom Neuropati adalah: a. Kaji mordibitas Vaskular yaitu dengan mendeteksi adanya tanda-tanda iskemik pada pasien Diabetes asimptomatik dan pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang pernah diderita. b. Kaji adanya Takikardi : pada denyut jantung istirahat yang tinggi dapat menjadi penanda terjadinya komplikasi Cardiovaskuer Autonom Neuropati yang dapat dilihat pada terjadinya penurunan fungsi vagal. c. Perhatikan adanya perpanjangan interval QT dan terbalik dapat menandakan resiko komplikasi Cardiovaskuler Autonom Neuropati d. Pengkajian yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi Cardiovaskuler Autonom Neuropati pada pasien Diabetes yaitu dengan tes refleks otonom kardiovaskuler yaitu dengan mengukur denyut jantung dan respon dari tekanan darah. Pengkajian dilakukan dengan mengukur respon denyut jantung pada saat menarik nafas dalam, berdiri, valsava manufer, dan respon tekanan darah pada saat berdiri. Ini dapat dilakukan untuk mendeteksi secara dini resiko kompikasi pada Diabetes Neuropati. (Spallone, 2019) 4. Pengkajian yang dilakukan pada gangguan sistem Endokrin dengan kasus Hypertiroidisme dengan menilai kemampuan otot fungsi tungkai tangan dengan beberapa uji yaitu: a. Dengan mempergunakan sebuah Dynamometer tangan untuk mengevaluasi kekuatan pegangan tangan ditangan dominan. Pasien duduk sambil bahunya adduksi dan netral diputar dengan siku ditekuk 90o dan lengan bawah dan pergelangan tangan posisis netral. Pasien meremas pegangan dynamometer sekeras mungkin dan mempertahankan kontraksi pegangan maksimal selama 2-5 detk, pasien mengulangi 3x dalam 30 detik. b. Tes PGT(The grooved pegboard test) digunakan untuk mengevaluasi kecekatan tangan. PGT terdidiri dari papan dengan secangkir dibagian atas dan 25 lubang kecil, pasien diminta untuk menempatkan 25 pasak kecil kedalam 25 lubang kecil secepat mungkin dengan tangan dominan. Waktu yang lama menunjukkan ketangkasan tangan yang buruk. c. The Duruoz Hand Index (DHI) digunakan untuk menilai fungsi tangan, pasien diminta untuk mencetak gol.