Anda di halaman 1dari 132

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS KARANG MEKAR KOTA BANJARMASIN
TAHUN 2020

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

MUHAMMAD RAMADHAN

NPM. 16070212

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI
BANJARMASIN
2020
ii
iii
iv
ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG
MEKAR KOTA BANJARMASIN TAHUN 2020

Muhammad Ramadhan
Pembimbing I : Drs. H. Fahrurazi, M.Si., M.Kes
Pembimbing II : Agus Jalpi, SKM., M.Kes

Menurut hasil Riskesdas 2018 provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan diagnosis


dokter pada umur ≥ 15 tahun mengalami peningkatan dari sebelumnya 1,4%
menjadi 1,8%. Data Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin pada tahun 2019
menunjukkan diabetes melitus berada diurutan kedua pada kelompok penyakit
tidak menular dengan jumlah kasus baru sebanyak 5.839 orang dan kasus lama
sebanyak 17.857 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas
Karang Mekar Kota Banjarmasin tahun 2020. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah survei analitik dengan pendekatan Cross Sectional, populasi
dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes melitus di wilayah kerja
Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin sebanyak 865 orang dengan jumlah
sampel 90 responden. Cara pengambilan sampel menggunakan Accidental
Sampling dan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Analisis data
menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95%. Dari 90 responden
didapatkan sebanyak 54 orang (60,0%) menderita diabetes melitus. Berdasarkan
hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian
diabetes melitus (p-value = 0,036 < 0,05), keturunan dengan kejadian diabetes
melitus (p-value = 0,000 < 0,05), pola makan dengan kejadian diabetes melitus
(p-value = 0,000 < 0,05) dan tidak terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan
kejadian diabetes melitus (p-value = 0,966 > 0,05). Diharapkan bagi masyarakat
agar dapat selalu lebih bekerjasama lagi dengan petugas kesehatan dalam hal
pencegahan penyakit tersebut dengan melakukan penerapan pola hidup sehat.

Kata Kunci : Umur, Keturunan, Pola makan, Kejadian Diabetes melitus


Kepustakaan : 29 (2010-2019)

v
ABSTRACT

FACTORS RELATED TO THE INCIDENCE OF DIABETES MELLITUS


IN THE WORKING AREA OF PUSKESMAS KARANG MEKAR CITY
BANJARMASIN YEAR 2020

Muhammad Ramadhan
Supervisor I : Drs. H. Fahrurazi, M.Si., M. Kes
Supervisor II : Agus Jalpi, SKM., M. Kes

According to the results of Riskesdas 2018 south Kalimantan province based on


the diagnosis of doctors at the age ≥ 15 years experienced an increase from the
previous 1.4% to 1.8%. Banjarmasin City Health Office data in 2019 showed
diabetes mellitus was second in the group of un contagious diseases with 5,839
new cases and 17,857 old cases. This research aims to determine the factors
related to the incidence of diabetes mellitus in the working area of Karang Mekar
Community Health Center in Banjarmasin in 2020. The research draft used is an
analytical survey with a Cross Sectional approach, the population in this study is
all diabetes mellitus patients in the working area of Karang Mekar Health Center
City of Banjarmasin as much as 865 people with a sample number of 90
respondents. Sampling uses Accidental Sampling and collected using
questionnaire. Data analysis using Chi square test with a confidence rate of 95%.
Of the 90 respondents obtained as many as 54 people (60.0%) were afflicted with
Diabetes mellitus. Based on statistical results shows that there is a relationship
between the age and the incidence of diabetes mellitus (p-value = 0.036 < 0.05),
heredity with diabetes mellitus (p-value = 0.000 < 0.05), diet with diabetes
mellitus (p-value = 0.000 < 0.05) and there is no connection between physical
activity and diabetes mellitus (p-value = 0.966 > 0.05). It is expected for the
community to always be more in collaboration with health workers in the event of
prevention of the disease by implementing a healthy lifestyle.

Keywords : age, heredity, diet, incidence of Diabetes mellitus.


Literature : 29 (2010-2019)

vi
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa

Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan sebuah Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja

Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020“. Selain itu, tak

lupa juga shalawat dan salam penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi besar

Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam beserta para sahabat, keluarga dan

pengikut-pengikut beliau hingga akhir zaman.

Skripsi ini disusun dan diajukan guna untuk memenuhi sebagian dari

syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa untuk menjadi seorang Sarjana

Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam

Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Abd. Malik, S.Pt., M.Si., Ph.D selaku Rektor Universitas Islam

Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

2. Meilya Farika Indah, SKM, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

Banjarmasin.

3. Ahmad Zacky Anwari, S.E., MPH, selaku Ketua Program Studi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al

Banjari Banjarmasin.

vii
4. Drs. H. Fahrurazi, M.Si., M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan saran dan koreksi dalam hal penyusunan materi.

5. Agus Jalpi, SKM., M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

arahan dan saran petunjuk terutama dalam segi teknik penulisan hingga Skripsi

ini terselesaikan.

6. Yeni Riza, SKM., M.Kes selaku Dosen Penguji yang sudah bersedia

meluangkan waktunya dan memberikan masukan terhadap penyusunan Skripsi

ini.

7. dr. Haryman Legawa, selaku Kepala Puskesmas Karang Mekar Kota

Banjarmasin yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin.

8. Para dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam

Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin yang telah banyak

memberikan ilmu pengetahuan, pelayanan dan membantu selama penulis

mengikuti Pendidikan.

9. Teristimewa kepada kedua orang tua yang telah mendidik, membesarkan

dengan penuh kasih sayang, memberikan doa serta dukungan hingga penulis

dapat menyelesaikan Pendidian ini.

10. Seluruh teman-teman satu angkatan dan sahabat yang telah memberikan

banyak bantuan serta motivasinya.

11. Seluruh responden yang sudah bersedia dan meluangkan waktunya

diwawancarai dalam penelitian Skripsi ini.

viii
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan pahala yang sesuai atas

segala jasa dan amal perbuatan yang telah diberikan. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa Skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis

sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk

kesempurnaan penelitian ini.

Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dimasa yang akan

datang khususnya untuk kemajuan program kesehatan.

Banjarmasin, Agustus 2020


Penulis

Muhammad Ramadhan

ix
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI .............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ...................................................... iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

ABSTRACT .......................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6

D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8

E. Keaslian Penelitian ...................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus ................................ 11

B. Tinjauan Umum Tentang Umur .................................................. 28

C. Tinjauan Umum Tentang Keturunan .......................................... 29

x
D. Tinjauan Umum Tentang Pola Makan ........................................ 31

E. Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Fisik.................................... 40

F. Kerangka Teori............................................................................ 44

G. Kerangka Konsep ........................................................................ 45

H. Hipotesis...................................................................................... 45

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian .................................................................. 46

B. Populasi dan Sampel ................................................................... 46

C. Instrumen Penelitian.................................................................... 48

D. Variabel Penelitian ...................................................................... 48

E. Definisi Operasional.................................................................... 49

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................... 50

G. Cara Analisis Data....................................................................... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ........................................................................... 55

B. Pembahasan ................................................................................. 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 79

B. Saran ............................................................................................ 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ............................................................................. 9

Tabel 2.1 Kadar Gula Darah Sewaktu dan Kadar Gula Darah Puasa ................ 26

Tabel 3.1 Definisi Operasional ........................................................................... 49

Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur Dan Jenis kelamin

Tahun 2020 ......................................................................................... 55

Tabel 4.2 Sarana Pelayanan kesehatan Menurut Kepemilikan .......................... 57

Tabel 4.3 Sarana Ketenagaan Kerja Di Puskesmas Karang Mekar ................... 58

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............ 59

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan................. 59

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ................... 60

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Diabetes ..... 60

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ......................... 61

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keturunan .................. 61

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pola Makan ............... 62

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik ........... 62

Tabel 4.12 Hubungan Umur Dengan Kejadian Diabetes Melitus ........................ 63

Tabel 4.13 Hubungan Keturunan Dengan Kejadian Diabetes Melitus ................ 64

Tabel 4.14 Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Diabetes Melitus .............. 65

Tabel 4.15 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Diabetes Melitus ......... 66

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori.................................................................................. 44

Gambar 2.2 Kerangka Konsep .............................................................................. 45

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Penjelasan Penelitian

2. Lembar Persetujuan Responden

3. Lembar Kuesioner Penelitian

4. Hasil Uji Statistik SPSS

5. SK Pembimbing I dan II

6. Lembar Konsultasi/Bimbingan Skripsi

7. Lembar Persetujuan Waktu Pelaksanaan Sidang Skripsi

8. Lembar Penerimaan Undangan Sidang Skripsi

9. Lembar Perbaikan Sidang Skripsi

10. Berita Acara Pelaksanaan Sidang Skripsi

11. Surat Izin Penelitian

12. Surat Selesai Penelitian

13. Dokumentasi

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan salah satu kelompok

penyakit yang memberikan beban kesehatan masyarakat tersendiri karena

keberadaannya cukup prevalen, tersebar di seluruh dunia, menjadi penyebab

utama kematian dan cukup sulit dikendalikan. Perhatian terhadap PTM makin

hari makin meningkat karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiaannya

pada masyarakat. Peningkatan ini terutama terjadi pada diabetes, stroke dan

hipertensi oleh karena itu PTM semakin hari makin menjadi masalah utama

kesehatan masyarakat (Bustan, 2015).

Penyakit diabetes melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh

kelainan yang berhubungan dengan hormone insulin yang kurang karena

ketidakmampuan organ pankreas memproduksinya atau sel tubuh tidak dapat

menggunakan insulin yang telah dihasilkan organ pankreas secara baik.

Akibat dari kelainan ini, maka kadar gula didalam darah akan meningkat

tidak terkendali. Kadar glukosa yang tinggi secara terus-menerus akan

meracuni tubuh termasuk organ-organnya (Teguh, 2013).

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2016 dalam

(Helena et al, 2019), diabetes melitus (DM) menjadi ancaman serius bagi

kesehatan manusia pada abad ke-21. Jumlah penderita DM mencapai 422 juta

orang di dunia pada tahun 2014. Sebagian besar dari penderita tersebut berada

di negara berkembang.

1
2

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki jumlah

penderita yang cukup tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia akan memiliki

sekitar 8,5 juta penderita diabetes yang menduduki urutan terbanyak ke-7 di

dunia pada tahun 1995 dan diperkirakan meningkat menjadi nomor 5 dunia

pada tahun 2025 setelah India, China, Amerika Serikat dan Pakistan

(Nadjibah, 2018).

Pada tahun 2020, diperkirakan akan memiliki 12 juta penderita

diabetes, hal tersebut terjadi karena kini usia penderita diabetes semakin

muda. Namun, peningkatan jumlah penderita diabetes rupanya akan lebih

cepat karena pada tahun 2013 saja jumlahnya sudah lebih dari 12 juta. Jumlah

ini pun pada nyatanya akan lebih banyak karena masih banyak yang belum

diketahui orang yang menderita diabetes melitus (Nadjibah, 2018).

Berdasarkan Hasil Riskesdas (2018) prevalensi diabetes melitus

berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun yang tertinggi

terdapat pada provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4% dan yang terendah terdapat

pada provinsi NTT yaitu sebesar 0,9%. Hasil Riskesdas juga menunjukkan

peningkatan signifikan prevalensi diabetes melitus di Indonesia dari 6,9% di

tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018.

Menurut IDAI (2015) diabetes melitus tipe 2 pada anak dan remaja

paling sering ditemukan pada dekade ke-2 kehidupan dengan median usia

13,5 tahun dan jarang terjadi sebelum usia pubertas. DM tipe 2 pada anak dan

remaja banyak berasal dari keluarga dengan riwayat DM tipe 2.

Faktor usia mempengaruhi penurunan pada semua sistem tubuh, tidak

terkecuali sistem endokrin. Penambahan usia menyebabkan kondisi resistensi


3

pada insulin yang berakibat tidak stabilnya level gula darah sehingga

banyaknya kejadian diabetes melitus salah satu diantaranya adalah karena

faktor bertambahnya usia yang secara degeneratif menyebabkan peenurunan

fungsi tubuh (Isnaini, 2018).

Faktor keturunan atau genetik memiliki kontribusi yang tidak bisa

dianggap sepele untuk seseorang terserang penyakit diabetes. Penyakit

diabetes karena faktor keturunan sangatlah susah. Agar seseorang dapat

terhindar dari penyakit diabetes karena sebab keturunan perlu memperbaiki

pola makan dan pola hidup. Dengan memperbaiki pola hidup dan pola makan,

kita akan terhindar dari penyakit ini (Fitriana & Rachmawati, 2016).

Menurut (ADA, 2012) dalam (Isnaini, 2018) berpendapat bahwa orang

dengan keluarga berketurunan diabetes melitus berisiko jika akan terkena di

usia lanjut, karena para ahli percaya bahwa peluang terkena penyakit diabetes

melitus akan lebih besar jika orang tuanya juga menderita penayakit diabetes

melitus.

Aktifitas fisik dan olahraga rutin pada umumnya sangat baik untuk

kesehatan berkaitan dengan mencegah risiko diabetes. Aktifitas fisik dapat

mempengaruhi aksi insulin dalam metabolisme glukosa dan lemak pada otot

rangka. Aktifitas fisik akan menstimulasi penggunaan insulin dan pemakaian

glukosa dalam darah serta dapat meningkatkan kerja otot. Menurut

(Kemenkes, 2010) dalam (Isnaini, 2018) aktifitas fisik yang teratur dapat

berperan dalam mencegah risiko diabetes melitus dengan meningkatkan masa

tubuh tanpa lemak dan secara bersamaan mengurangi lemak tubuh. Aktifitas

fisik mengakibatkan insulin semakin bertambah sehingga kadar glukosa


4

dalam darah akan berkurang. Orang yang jarang beraktifitas fisik dan jarang

melakukan olahraga, zat makanan yang masuk dalam tubuh tidak akan

dibakar namun akan ditumpuk dalam bentuk gula dan lemak. Jika kondisi

pankreas tidak adekuat dalam menghasilkan insulin dan tidak tercukupi untuk

mengubah gula menjadi energi maka akan menimbulkan penyakit diabetes

melitus.

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jenis dan

jumlah makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan,

status nutrisi, membantu atau mencegah kesembuhan penyakit. Pola makan

sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan

kebiasaan makan setiap harinya. Menurut penelitian Fharitz et al (2018)

menunjukkan nilai p = 0,001 < 0,05 yang berarti ada hubungan signifikan

antara pola makan dengan kejadian Diabetes melitus di RSUD Mokopido.

Hal ini dikarenakan 65 dari 76 responden penderita diabetes melitus memiliki

pola makan yang kurang baik sedangkan pada 11 responden penderita

diabetes melitus dengan pola makan yang baik. Artinya pola makan memilki

hubungan dengan terjadinya diabetes melitus.

Menurut hasil Riskesdas (2018) provinsi Kalimantan Selatan

berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15 tahun mengalami peningkatan

dari sebelumnya 1,4% menjadi 1,8%.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin dalam kurun

waktu 3 tahun terakhir dari tahun 2017-2019. Diabetes melitus berada

diurutan kedua pada kelompok penyakit tidak menular dengan jumlah kasus

baru 5.703 orang dan jumlah kasus lama sebanyak 18.472 orang pada tahun
5

2017. Jumlah kasus baru sebanyak 6.249 orang dan kasus lama sebanyak

20.164 orang pada tahun 2018. Sedangkan pada tahun 2019 jumlah kasus

baru sebanyak 5.839 orang dan kasus lama sebanyak 17.857 orang.

Berdasarkan data laporan yang diperoleh dari Puskesmas Karang Mekar

Kota Banjarmasin pada tahun 2017 kasus diabetes melitus berjumlah 746

kasus. Sedangkan ditahun 2018 jumlah kasus meningkat sebanyak 901 kasus.

Sedangkan ditahun 2019 kasus diabetes melitus mengalami sedikit penurunan

yaitu menjadi sebanyak 865 kasus.

Berdasarkan uraian data diatas terlihat kasus diabetes melitus cukup

tinggi dan masih masuk dalam kategori 10 penyakit terbanyak. Itupun belum

termasuk kasus-kasus Diabetes melitus yang belum tercatat di pelayanan

kesehatan karena kemungkinan saja keluarga atau penderita mencari alternatif

pengobatan lain sehingga perlu dikaji secara mendalam lagi terkait faktor

yang mempengaruhinya. Hal ini akan berkontribusi positif bagi petugas

kesehatan masyarakat dalam menggali dan menggetahui fenomena perilaku

masyarakat. Dari beberapa uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota

Banjarmasin Tahun 2020”.

B. Rumusan Masalah

1. Pernyataan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas, kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar masih termasuk dalam penyakit


6

degeneratif yang cukup tinggi penderitanya dan masih belum diketahui

secara pasti faktor risiko yang mempengaruhi serta keeratan hubungannya.

Dalam hal lain juga masih belum tercapainya target standar pelayanan

minimal dalam penanganan kasus diabetes.

2. Pertanyaan Masalah

a) Apakah ada hubungan umur dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin ?

b) Apakah ada hubungan keturunan dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin ?

c) Apakah ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus

di wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin ?

d) Apakah ada hubungan pola makan dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari dan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang

Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kejadian Diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.

b. Mengidentifikasi umur dengan kejadian diabetes melitus di wilayah

kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.


7

c. Mengidentifikasi keturunan dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskemas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun

2020.

d. Mengidentifikasi pola makan dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun

2020.

e. Mengidentifikasi aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun

2020.

f. Menganalisis hubungan umur dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun

2020.

g. Menganalisis hubungan keturunan dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun

2020.

h. Menganalisis hubungan pola makan dengan kejadian diabetes melitus

di wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun

2020.

i. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes

melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin

Tahun 2020.
8

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tambahan

dan digunakan sebagai sumber data tambahan ilmu pendidikan di bidang

epidemiologi (PTM) khususnya yang berhubungan dengan penyakit

Diabetes melitus.

2. Secara Aplikatif

a) Bagi Responden

Menambah pengetahuan responden tentang faktor-faktor yang

behubungan dengan kejadian diabetes melitus.

b) Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Puskesmas

Karang Mekar dalam upaya melakukan tindak lanjut pemberantasan

penyakit tidak menular, khususnya penyakit diabetes melitus.

c) Bagi Peneliti

Diharapkan mampu memberikan tambahan wawasan ilmu

pengetahuan dan memperoleh pengalaman serta dapat menerapkan ilmu

yang diperoleh selama mengikuti pendidikan guna meningkatkan

pencapaian program khususnya program puskesmas.


E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No. Peneliti Judul Metode Hasil


1. 1. Fharitz R. Faktor-Faktor Yang penelitian kuantitaf dengan menunjukkan bahwa ada hubungan yang
Mahmud Berhubungan Dengan desain studi non- bermakna antara pola makan dengan nilai p
2. Sudirman Penyakit Diabetes melitus Di eksperimental atau = 0,001 (p < 0,05), aktivitas fisik p = 0,004
Ruang Poli Internal RSUD observasi dengan pendekan (p < 0,05), status pekerjaan p = 0,003 (p <
3. Nur Afni, 2018
Mokopido Kabupaten Tolitoli cross sectional 0,05) terhadap penyakit DM di RSUD
Mokopido Kabupaten Tolitoli.
2. 1. Minda Patia Sari Hubungan Pola Makan, penelitian ini menggunakan menunjukkan hubungan yang signifikan
2. Ahmad Farid Aktivitas Fisik Dan pendekatan kuantitatif antara pola makan dengan kejadian diabetes
Umar, 2016 Pelayanan Kesehatan Dengan dengan desain studi case mellitus yaitu r = -0,407 dan tingkat
Kejadian Diabetes melitus control signifikan p = 0,002 dan OR = 0,127. Dan
Pada Lansia Di Wilayah hubungan ativitas fisik dengan kejadian DM
Puskesmas Pondok Gede dengan nilai r = -0,041 nilai p = 0,002 dan
bekasi OR = 0,182.
3. 1. Nur Isnaini Faktor Risiko Mempengaruhi Penelitian ini menggunakan Penelitian ini menyatakan faktor risiko yang
2. Ratnasari, 2018 Kejadian Diabetes melitus desain studi observasional terbukti berpengaruh dan memiliki
Tipe 2 dengan pendekatan cross hubungan terhadap kejadian DM tipe 2 di
sectional Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon adalah
riwayat keluarga DM (OR=10,983), pola
makan tidak sehat (OR=0,424, umur ≥ 45
tahun (OR=0,312), IMT obesitas

9
(OR=0,297), tingkat pendidikan rendah
(OR=0,272). Sedangkan faktor yang tidak
berpengaruh atau tidak berhubungan
terhadap DM tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas I Wangon adalah pekerjaan,
aktifitas fisik, terpapar asap, dan tekanan
darah.
4. Miratu Megasari, Faktor-Faktor Yang penelitian kuantitatif dengan Diperoleh faktor yang berhubungan dengan
2016 Berhubungan Dengan pendekatan cross sectional diabetes mellitus pada lansia adalah riwayat
Kejadian Diabetes melitus keturunan (p value = 0,000 < 0,05 OR =
Pada Lansia Di RSUD Arifin 13,286), obesitas ( p value = 0,000 < 0,05
Achmad Provinsi Riau Tahun OR = 11,200), pola makan ( p value = 0,000
2016 < 0,05 OR = 11,200), kurang aktivitas fisik (
p value = 0,000 < 0,05 OR = 21,000),
sedangkan umur ( p value = 1,000 > 0,05),
jenis kelamin ( p value = 0,374 > 0,05) tidak
memiliki hubungan yang signifikan.
5. 1. Dindi Paizer Hubungan Antara Pola penelitian deskriftif dengan Hasil Penelitian dengan menggunakan uji
2. M. Hasan Makan dan Keturunan pendekatan cross sectional chi square untuk pola makan didapatkan
Azhari, 2016 Dengan Kejadian Diabetes nilai p = 0,007 yang berarti ada hubungan
melitus Di Poli Klinik yang bermakna antara pola makan dengan
Penyakit Dalam RS. TK II kejadian DM, sedangkan untuk faktor
Dr. AK. Gani Palembang keturunan didapatkan nilai p = 0,050 yang
Tahun 2016. berarti tidak ada hubungan antara keturunan
dengan kejadian DM.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus

1. Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes adalah penyakit kronik yang serius dan terjadi baik saat

pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup maupun jika tubuh tidak

mampu menggunakan isnsulin yang dihasilkan secara efektif (Nadjibah,

2018). Menurut WHO diabetes melitus merupakan gangguan metatabolik

kronis dimana secara absolut kekurangan insulin yang dapat menyebabkan

gangguan metabolisme lemak, protein dan karbohidrat. Secara umum

diabetes melitus adalah keadaan dimana tubuh tidak dapat menghasilkan

insulin sesuai keperluan atau tubuh tidak bisa memanfaatkan secara baik

hormon insulin yang dihasilkan, sehingga terjadi peningkatan kadar gula

darah diatas normal (Fitriana & Rachmawati, 2016).

Diabetes melitus dapat diartikan juga sebagai penyakit metabolisme

yang masuk dalam kelompok gula darah diatas batas normal atau yang

disebut dengan hiperglikemia (lebih dari 120mg/dl atau 120mg%). Maka

dari itu diabetes melitus sering disebut juga sebagai penyakit gula. Saat ini,

penyakit gula tidak hanya dianggap sebagai gangguan meteabolisme

karbohidrat namun juga menyangkut metabolisme lemak dan protein.

Dampaknya DM sering menimbulkan berbagai komplikasi yang sifatnya

kronis (menahun), terutama pada pembuluh darah struktur dan fungsinya.

11
12

Jika ini dibiarkan saja, maka akan timbul komplikasi lain yang

lumayan fatal, seperti penyakit kebutaan, ginjal, dan jantung, bahkan jika

sudah parah sebagian tubuh bisa diamputasi (Musyayadah, 2017). Diabetes

melitus adalah penyakit yang dimana tubuh tidak menghasilkan hormon

insulin atau tidak bisa menggunakan insulin dengan efektif. Insulin sendiri

adalah suatu hormone yang dibutuhkan untuk merubah zat tepung, gula

dan makanan yang lain menjadi suatu energi yang dibutuhkan dalam

aktvitas hidup sehari-hari (Soebroto, 2015).

Penyakit DM dapat dikendalikan sehingga penderitanya mampu

hidup seperti orang normal dan berusia panjang serta produktif. Penyakit

ini tak dapat disembuhkan dengan cara makan obat beberapa hari dan

sembuh seperti semula, tetapi memerlukan pengendalian terus-menerus

sepanjang hayat seperti pengaturan pola makan, pantau gula darah,

istirahat yang cukup dan olahraga teratur. Ketidaktahuan dan

ketidakpatuhan akan hal ini menjadi penyebab utama kefatalan dalam

kesembuhan diabetes.

2. Macam-Macam Diabetes Melitus

Berikut beberapa macam diabetes melitus dengan karakteristik pada

masing-masing tipe (Fitriana & Rachmawati, 2016):

a. Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes Melitus tipe 1 adalah diabetes melitus yang diakibatkan

oleh kekurangan produksi hormone insulin oleh sel pankreas. Adapun

penyebab dasar dari DM tipe 1 ini adalah disebabkan adanya kesalahan


13

atau kerusakan genetik pada sel pankreas, sehingga menyebabkan

sistem imunitas terganggu dan tidak dapat menghasilkan insulin.

Dampaknya, kadar gula dalam darah meningkat.

Penyandang diabetes melitus tipe 1 sangat bergantung dengan

insulin dari luar. Demi kelangsungan hidup penderita harus

mendapatkan suntikan hormone insulin secara terjadwal dan rutin.

Karena itu, DM tipe 1 juga disebut dengan diabetes melitus yang

ketergantungan insulin atau Insuline Dependent Diabetic Militus

(IDDM).

Pada umumnya tipe diabetes melitus ini menyerang anak hingga

remaja. Maka dari itu, tipe diabetes melitus ini disebut juga dengan

nama juvenile diabetes. Diabetes tipe ini secara tiba-tiba sering muncul

dengan gejala yang medadak sering merasa cepat haus, badan menjadi

kurus secara drastis, sering buang air kecil (ngompol pada anak), dan

lemah. Jika pemberian insulin tidak segera dilakukan, akibatnya

penderita bisa tiba-tiba koma diabetik atau tidak sadarkan diri.

b. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus tipe 2 adalah diabetes yang banyak diderita oleh

para penyandang penyakit diabetes melitus. Bahkan dilhat dari

persentasenya bisa mencapai 90% dari jumlah penderita diabetes

keseluruhan. Diabetes melitus tipe 2 ini merupakan penyakit diabetes

yang disebabkan oleh kurang responnya tubuh terhadap hormon insulin,

sehingga menyebabkan pemakaian insulin tersebut menjadi tidak


14

efisien. Ketidakmampuan tubuh dalam merespon insulin menyebabkan

tubuh tidak dapat memanfaatkan hormon insulin yang dihasilkan oleh

pankreas. Walaupun organ pankreas telah memproduksi hormon insulin

secara normal, tetapi insulin yang dihasilkan tidak dapat digunakan oleh

tubuh secara efisien.

Kekurangmampuan tubuh dalam menggunakan insulin biasanya

dikarenakan sel-sel tubuh bersaing kuat dengan sel-sel lemak dalam

tubuh. Hormone insulin banyak diserap oleh sel-sel lemak yang

menimbun dalam tubuh. Oleh karenanya, diabetes tipe 2 ini lebih

banyak diderita oleh orang-orang yang mempunyai pola makan dan

gaya hidup yang buruk, sehingga terjadi penumpukan lemak atau

obesitas. Sistem kerja pankreas dapat terganggu oleh kegemukan,

hasilnya, sistem metabolik pun juga ikut terganggu.

Orang-orang yang menderita diabetes melitus tipe 2 seringkali

tertimpa penyakit ini setelah berumur 30 tahun, namun mereka tidak

menyadari bahwa mereka telah terkena diabetes sampai mereka terkena

komplikasi yang lumayan berat. Risiko terkena diabetes tipe ini

semakin tinggi seiring dengan bertambahnya usia (Soebroto, 2015).

c. Diabetes Gestasional (Diabetes Melitus tipe 3)

Diabetes Melitus tipe 3 adalah penyakit diabetes yang disebabkan

tubuh tidak dapat merespon hormone insulin dikarenakan adanya

hormone penghalang respon yang dihasilkan oleh tali pusar selama

prosedur kehamilan. Diabetes tipe ini merupakan perpaduan dari


15

diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2. Hal ini berlaku

ketika penderita diabetes tipe 1 disuntik insulin secara terus menerus,

sebagian penderita menjadi resisten terhadap hormone yang berasal dari

luar tersebut, sehingga dia menderita tipe 2 sekalian.

Diabetes tipe 3 ini juga bisa terjadi karena penderita diabetes tipe

2 menggunakan obat-obatan yang merangsang produksi hormon insulin

jadi lebih banyak, sehingga organ pankreas menjadi letih, lemah, dan

akhirnya ambruk. Jangka lamanya, organ pankreas menjadi cacat

sehingga produksi insulin menjadi sangat minim atau berhenti sama

sekali. Oleh karena itu, terbentuklah tipe diabetes kombinasi yaitu dari

tipe 1 dan tipe 2 yang dinamakan diabetes tipe 3.

3. Faktor-Faktor Diabetes Melitus

Faktor risiko diabetes melitus dapat dikelompokkan berdasarkan

faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi

(Juddin, 2017):

a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

1) Umur

Usia adalah salah satu karakteristik yang melekat pada

penderita penyakit. Umur mempunyai hubungan dengan tingkat

keterpaparan, besarnya fisik, serta sifat resistensi tertentu. Umur

juga berhubungan erat dengan jenis kelamin, sikap dan perilaku,

juga karakteristik tempat dan waktu. Perbedaan pengalaman

terhadap penyakit menurut umur sangat berkaitan dengan


16

perbedaan tingkat keterpaparan dan proses patogenesis (Masriadi,

2012). Pertambahan umur mempengaruhi kadar gula darah

seseorang. Seseorang yang mengalami hiperglikemia cenderung

lebih banyak berada di umur 41-60 tahun dibandingkan dengan

responden yang berumur dibawah 40 tahun (Ugahari & Mewo,

2016).

2) Jenis Kelamin

Peluang perempuan terkena diabetes lebih besar dibanding

pria. Penderita diabetes melitus paling banyak ditemukan pada

perempuan dengan proporsi 1,7% dibandingkan pria yang hanya

1,4% (Balitbangkes, 2013).

3) Keturunan

Diabetes melitus tipe 2 berasal dari interaksi genetik dan

berbagai faktor mental. Penyakit ini sudah lama dianggap

berkaitan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam hal

terjadinya diabetes meltius tipe 2 akan meningkat 2-6 kali lipat

jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini

(Fatimah, 2015).

4) Ras dan Etnik

Ras dan etnik merupakan kebiasaan-kebiasaan yang

termasuk di dalamnya tentang kebudayaan setempat yang dapat

meningkatkan risiko diabetes melitus, misalnya makanan, faktor

lingkungan dan faktor genetik (Masriadi, 2012).


17

b. Faktor yang bisa dimodifikasi

1) Aktivitas Fisik

Gaya hidup tanpa olahraga serta lebih banyak duduk jelas

bisa merusak kesehatan. Kondisi ini akan memicu terjadinya

kelebihan berat badan yang berisiko terhadap prediabetes dan

diabetes melitus tipe 2. Gaya hidup aktif secara fisik akan

membantu efektivitas kerja pankreas memompa insulin (Bujawati,

2011).

2) Pola Makan

Pola makan yang benar dapat menurunkan risiko diabetes

melitus. Pola makan seharusnya disesuaikan dengan jam biologis

tubuh karena jam biologis tubuh erat kaitannya dengan hormon

yang bekerja dalam tubuh pada jam-jam tertentu. Seperti saat pagi

hari, kadar gula darah akan menurun karena glukosa banyak

dipakai oleh hati saat tidur untuk proses detoksifikasi. Hal inilah

yang menyebabkan saat sarapan sebaiknya mengonsumsi

makanan yang manis dan mengonsumsi buah untuk mengisi

energi (Holistic Health Solution dalam Paulus, 2012).

3) Pola Tidur

Menurut Holistic Health Solution (2011), seseorang yang

tidur kurang dari 6 jam semalam tidak bisa mengatur kadar gula

darah secara efisien, sehingga meningkatkan risiko diabetes

melitus dan penyakit jantung. Tidur dengan durasi singkat


18

meningkatkan hormon perangsang nafsu makan ghrelin sampai

28% sehingga berefek pada perilaku makan. Tidur kurang dari 6

jam semalam dikaitkan dengan kemungkinan 3 kali lebih besar

mengembagkan incident impaired fasting glycemia, suatu kondisi

prediabetes dibandingkan dengan orang yang tidur rata-rata 6-8

jam semalam (Paulus, 2012).

4) Alkohol dan Rokok

Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari

lingkungan tradisional ke lingkungan kebarat-baratan yang

meliputi perubahan-perubahan dalam konsumsi alkohol dan

rokok, juga berperan dalam peningkatan diabetes melitus tipe 2.

Alkohol akan mengganggu metabolisme gula darah terutama pada

penderita diabetes melitus, sehingga akan mempersulit regulasi

gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan

meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil alkohol lebih

dari 60 ml/hari yang setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml

wine atau 720 ml (Fatimah, 2015).

5) Stres

Stres dapat menigkatkan kandungan glukosa darah karena

stres menstimulus organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin,

ephinefrin mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan

timbulnya proses glikoneogenesis didalam hati, sehingga akan


19

melepaskan sejumlah besar glukosa kedalam darah (Potter &

Perry dalam Oktarida et al., 2014).

Stres tidak akan menyebakan penyakit fisik, namun jika

stres tersebut sudah pada tahap berat dan berlangsung secara

terus-menerus, maka penyakit fisik yang kronis dapat muncul.

Hal ini terjadi karena sistem kekbalan tubuh berkurang dan terjadi

ketidakseimbangan hormon pada orang yang mengalami stres.

Salah satu gangguan pada hormon stres (adrenalin dan kortisol)

yaitu memicu hati untuk memberikan lebih banyak gula dalam

darah untuk memberikan energi. Hal ini sangat berbahaya karena

peningkatan gula darah (glukosa) bisa membuat seseorang terkena

diabetes melitus (Oktarida et al., 2014).

6) Obesitas

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar

gula darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat

menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%

(Fatimah, 2015).

Pada obesitas, sel-sel lemak yang menggemuk akan

menghasilkan beberapa zat yang digolongkan sebagai

adipositokin yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan keadaan

tidak gemuk. Sel lemak yang banyak menghasilkan adipositokin

adalah yang melapisi organ-organ di dalam perut. Oleh karena itu,

ukuran obesitas yang berdampak buruk terhadap diabetes


20

ditentukan dengan mengukur lingkar pinggang yang besar

(Nurrahmani dalam Paulus, 2012).

Obesitas sentral merupakan contoh penumpukan lemak

tubuh yang berbahaya karena adiposit di daerah ini sangat efisien

dan lebih resisten terhadap efek insulin dibandingkan adiposit di

daerah lain. Adanya peningkatan adiposit biasanya diikuti

keadaan resistensi insulin (Nasekhah et al., 2016).

7) Dislipidemia

Dislipidemia adalah keadaan yang ditandai dengan

kenaikan kadar lemak darah (trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat

hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL

(< 35mg/dl) sering didapat pada pasien diabetes melitus (Fatimah,

2015).

8) Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubugan erat

dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau

meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh

darah perifer. Hal ini dapat memicu terjadinya resistensi insulin

dan kemudian menjadi hiperinsulinemia. Keadaan ini

mengakibatkan kerusakan pada sel beta dan terjadilah diabetes

melitus tipe 2 (Fatimah, 2015).


21

4. Gejala-Gejala Diabetes Melitus

Gejala diabetes terbagi menjadi 2 yaitu gejala awal dan gejala

lanjutan (Fitriana & Rachmawati, 2016), sebagai berikut:

a. Gejala Awal

Terdapat 3 gejala awal yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk

memastika seseorang terkena diabetes melitus diantaranya sebagai

berikut:

1) Poliuri (sering kencing)

Poliuri yaitu kebiasaan yang dialami penderita diabetes

melitus. Kebiasaan tersebut yaitu sering buang air kecil dalam

jumlah banyak. Kebiasaan ini biasanya berelangsung pada malam

hari. Hal itu terjadi karena kadar gula dalam darah sangatlah tinggi

dan tidak dapat ditoleransi oleh ginjal. Akhirnya , kadar gula dalam

air seni menjadi pekat dan untuk selanjutnya memaksa ginjal untuk

menarik air dalam jumlah banyak dari tubuh, agar air kencing jadi

tidak terlalu pekat.

2) Polidipsi (sering haus)

Kebiasaan berikutnya dari penderita diabetes melitus, yang

merupakan gejala dari diabetes melitus adalah sering merasa haus

yang hebat. Kebiasaan ini dalam ilmu medis biasa dikenal dengan

nama polidipsi. Peristiwa ini terjadi karena pada saat itu sedang

berlangsung penarikan cairan yang banyak oleh ginjal. Oleh sebab


22

itulah, penderita cepat merasakan haus dan ingin segera minum

secara terus-menerus.

3) Polifagi (sering lapar dan banyak makan)

Polifagi merupakan kebiasaan yang dialami penderita

diabetes, dimana penderita sering merasa cepat lemas dan lelah.

Hal tersebut terjadi karena sel-sel tubuh kekurangan tenaga atau

energi akbiat tidak bisa masuknya gula kedalam sel. Akibatnya, sel

tubuh mengalami kekurangan energi atau tenaga sehingga

membuat tubuh merasa lelah dan lemas. Pada saat bersamaan, otak

akan merespon bahwa penderita ini kurang makan sehingga akan

merasa sering lapar dan merangsangnya untuk turus makan. Inilah

yang akan semakin memperparah keadaan jika rasa laparnya

dituruti dengan banyak makan. Di dalam darah akan semakin

banyak terjadi penumpuka kadar gula.

b. Gejala Lanjutan

Gejala lanjutan ini biasanya mengarah pada suatu keadaan yang

lebih parah. Adapun gejalanya sebagai berikut:

1) Berat Badan Turun Dengan Cepat

Perlu diperhatikan oleh penderita diabetes melitus agar tidak

terlalu senang terlebih dahulu ketika berat badan menurun dengan

cepat. Bisa jadi peristiwa ini bukan diakibatkan dari sebuah diet

yang sukses, namun disebabkan karena pankreas sudah mulai

rusak.
23

Pada bagian pertama sudah dijelaskan bahwa pankreas

mempunyai tugas memproduksi hormon insulin yang dipakai untuk

mengolah gula menjadi sumber energi. Dengan kerusakan yang

dialaminya, maka pankreas tidak bisa melakukan pengolahan

glukosa secara maksinal. Karena pankreas pada penderita diabetes

gagal melakukan pengolahan gula menjadi sumber energi, maka

terjadilah resistensi insulin. Kemudian tubuh akan mencari sumber

energi alternatif dengan membakar cadangan lemak di dalam

tubuh. Jika cadangan lemak telah habis dipakai, maka sasaran

selanjutnya yaitu otot. Akibatnya, meskipun nafsu makan penderita

terbilang normal, tetapi berat badannya menyusut.

2) Sering Kesemutan

Kesemutan adalah peristiwa bagian tubuh tertentu, seperti di

bagian tangan dan kaki serasa seperti digigit semut. Peristiwa ini

terjadi karena pembuluh darah mengalami kerusakan, sehingga

darah yang mengalir di ujung-ujung saraf menjadi berkurang.

3) Luka Yang Sulit Sembuh

Gejala lain dari penderita Diabetes akut yaitu luka yang sulit

sembuh. Hal ini merupakan efek lain dari kerusakan pembuluh

darah dan saraf selain kesemutan. Kerusakan tersebut

mengakibatkan penderita Diabetes Melitus tidak merasakan sakit

terjadi luka. Mereka bahkan tidak menyadari ketika ada bagian

tubuhnya mengalami luka. Gabungan kadar gula darah yang tinggi


24

dan tidak adanya rasa nyeri, maka luka yang awalnya kecil lama-

kelamaan dapat membesar menjadi borok atau bahkan pada

akhirnya akan membusuk. Jika sudah pada tahap seperti ini,

langkah tindakan amputasi merupakan jalan satu-satunya untuk

menyembuhkannya.

5. Patofisiologi Diabetes Melitus

Asupan glukosa atau produksi glukosa yang melebihi keperluan

kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel otot dan sel-sel

hati. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia (kadar gula darah

> 110 mg/dl). Pada penderita DM, kadar gula dalam darah tidak

terkontrol atau meingkat, akibat rendah produksi hormon insulin atau

tubuh tidak dapat menggunakannya, sebagai sel-sel akan starvasi. Bila

kadar gula meningkat akan dibuang melalui ginjal yang akan

menimbulkan diuresi sehingga penderita banyak minum (polidipsi).

Gula yang terbuang melalui air seni maka tubuh kehilangan banyak

kalori sehingga nafsu makan akan meningkat (polifagi). Akibat dari sel-

sel starvasi karena glukosa tidak dapat melewati membrane sel, maka

penderita bisa lebih cepat terjadi kematian (Rosikhoh, 2016).

6. Pencegahan Diabetes Melitus

Menurut Bustan (2007) dalam Musyayadah (2017) pencegahan

diabetes melitus adalah sebagai berikut:

a. Pencegahan primordial kepada masyarakat yang sehat untuk

berperilaku positif mendukung kesehatan secara umum dan berupaya


25

menjauhkan diri dari risiko diabetes. Misalnya, berperilaku hidup

sehat, tidak merokok, makan makanan yang bergizi seimbang,

ataupun biasa diet, membatasi diri terhadap makanan tertentu atau

melakukan kegiatan jasmani yang memadai.

b. Promosi kesehatan, diarahkan pada kelompok berisiko, agar

mengurangi atau menghilangkan risiko yang ada. Dapat dilakukan

penambahan ilmu dan penyuluhan terhadap masyarakat.

c. Pencegahan khusus, diarahkan kepada mereka yang memiliki risiko

tinggi untuk melakukan pemeriksaan atau upaya sehingga tidak jatuh

ke diabetes melitus. Upaya dalam hal ini dapat dibentuk dalam

konsultasi gizi atau diet etik.

d. Diagnosa awal, bisa dilakukan dengan penyaringan (screening) yaitu

pemeriksaan kadar gula darah kelompok yang berisiko. Pada

dasarnya Diabetes gampang didiagnosa, dengan bantuan

pemeriksaan sederhana, terlebih dengan teknologi canggih. Hanya

saja keinginan masyarakat untuk memeriksakan diri dan aksebilitas

yang rendah (pelayanan yang tersedia masih kurang dan belum

mudah didapatkan oleh masyrakat).

e. Pengobatan yang tepat, dikenal berbagai macam upaya dan

pendekatan pengobatan terhadap penderita untuk tidak jatuh ke DM

yang lebih berat atau komplikasi.


26

f. Disabibility limitation, pembatasan kecacatan yang diarahkan kepada

upaya maksimal mengatasi dampak komplikasi diabetes sehingga

tidak menjadi lebih berat.

g. Rehabilitasi, sosial maupun medis. Memperbaiki keadaan yang

terjadi akibat kecacatan atau komplikasi yang terjadi karena diabetes

melitus, upaya rehabilitasi fisik berhubungan dengan akibat lanjut

diabetes yang telah menyebabkan adanya amputasi.

Tabel 2.1
Kadar Gula Darah Sewaktu Dan Kadar Gula Darah Puasa

Bukan DM Belum Pasti DM DM

KGDS (mg/dl) :

Plasma vena <100 100-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

KGDP (mg/dl) :

Plasma vena <100 100-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-99 ≥100


Sumber: PERKENI, 2015

7. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi diabetes dibagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan

kronis (Astuti, 2017) sebagai berikut:


27

a. Komplikasi Akut

1) Hipoglikemia yaitu gangguan yang terjadi pada kesehatan ketika

kadar gula dalam darah berada pada kadar dibawah normal.

2) Hiperglikemia yaitu istilah dalam medis untuk keadaan kadar

glukosa dalam darah lebih tinggi dari batas normal. Dalam

keadaan normal, kadar glukosa berkisar antara 70-100 mg/dl.

3) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,

penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh

darah kapiler).

4) Penyakit mikrovaskuler : mengenai pembuluh darah kecil,

retinopati dan nefropati.

b. Komplikasi Kronis

1) Neuropatik diabetikum adalah kerusakan saraf di kaki yang

meningkatkan ulkus pada kaki, infeksi bahkan keharusan untuk di

amputasi.

2) Retinopati diabetikum adalah salah satu penyebab utama

kebutaan, hal ini terjadi akibat rusaknya pembuluh darah.

3) Nefropatik diabetikum adalah penyakit ginjal diabetes yang

mengakibatkan kegagalan fungsi ginjal.

4) Proteinuria adalah faktor risiko penurunan faal ginjal.

5) Kelainan koroner adalah suatu keadaan akibat terjadinya

penyumbatan, penyempitan dan kelainan pembuluh nadi koroner.


28

Penyumbatan atau penyempitan ini dapat menghentikan aliran

darah menuju otot yang biasa ditandai dengan rasa nyeri.

6) Ulkus atau gangren diabetikum adalah kematian yang disebabkan

oleh penyumbatan pembuluh darah (ischemic necrosis) karena

adanya mikroemboli retrombosis akibat penyakit vascular perifir

oklusi yang menyertai penderita Diabetes sebagai komplikasi

menahun dari diabetes itu sendiri.

B. Tinjauan Umum Tentang Umur

1. Pengertian Umur

Menurut Elisabeth, B.H (1995) dalam Nursalam (2001) yaitu umur

adalah usia individu yang terhitung mulai dari saat dilahirkan sampai saat

berulang tahun. Menurut Bustan (2007), umur kronologis (kalender)

manusia dapat digolongkan dalam berbagai masa, yakni masa kanak-

kanak, remaja dan dewasa. Masa dewasa dapat dibagi atas dewasa muda

(18-30 tahun), dewasa baya (30-60 tahun), dan masa lanjut usia (>60

tahun).

2. Hubungan Umur dengan Diabetes Melitus

Menurut D’Adamo (2008) umur adalah salah satu faktor paling

umum yang mempengaruhi individu untuk diabetes melitus. Faktor risiko

meningkat secara signifikan setelah usia 45 tahun dan meningkat secara

dramatis setelah usia 65 tahun. Hal ini terjadi karena orang-orang pada

usia ini kurang aktif, berat badan akan bertambah dan massa otot akan
29

menyusut sehingga menyebabkan disfungsi pankreas. Disfungsi pankreas

ini dapat menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah karena tidak

diproduksinya insulin. Penelitian yang dilakukan oleh Isnaini (2018)

didapatkan hasil p = 0,010 yang artinya ada hubungan antara umur dengan

kejadian diabetes. Didapatkan umur pada kelompok kasus umur antara 51-

60 tahun 22 responden (41,5%), umur 46-50 tahun 13 responden (24,5%)

dan umur diatas 61 tahun 9 responden (16,9%). Umur kurang dari 45 tahun

9 responden (17%), Sehingga dapat diketahui bahwa semakin

meningkatnya usia maka semakin besar pula risiko kejadian diabetes

melitus.

C. Tinjauan Umum Tentang Keturunan

1. Pengertian Keturunan

Dalam ilmu genetika, riwayat keluarga diartikan sebagai terdapatnya

faktor-faktor genetik dan riwayat penyakit dalam keluarga. Riwayat

penyakit keluarga dapat mengidentifikasi seseorang dengan risiko yang

lebih tinggi untuk mengalami suatu penyakit yang sering terjadi seperti

jantung, hipertensi, stroke, kanker serta diabetes.

Menurut CDC, (2011) dalam Imelda, (2018) bahwa orang yang

memiliki salah satu atau lebih anggota keluarga baik itu orang tua,

saudara, atau anak yang menderita diabetes, kemungkinan lebih besar

menderita diabetes melitus dibandingkan dengan orang-orang yang tidak

memiliki riwayat diabetes melitus.


30

Menurut Prihaningtyas, (2013) faktor genetik turut menyumbang

berkembangnya diabetes melitus dalam tubuh seseorang. Seperti pada

kelainan pankreas yang tidak dapat menghasilkan insulin (DM tipe 1).

Namun, bukan berarti diabetes melitus tipe 2 tidak dipengaruhi oleh

riwayat keturunan. Riwayat keturunan lebih sering dikaitan dengan

diabetes melitus tipe 2 dibandingkan tipe 1. Seseorang yang memiliki

orang tua dengan riwayat keturunan diabetes bisa jadi akan mengalami hal

yang sama. Pada diabetes tipe 1, jika ada saudara kembar, risiko terjadinya

diabetes menjadi 50% jika salah satu saudara tersebut menderita DM,

namun jika kembar monozigot risiko nya bisa naik menjadi 100% pada

diabetes tipe 2, jika salah satu anggota keluarga mengalami DM, anggota

keluarga yang lain memilki risiko yang lebih tinggi untuk menderita

diabetes namun sulit untuk menduga siapa yang menderita diabetes

melitus. Jika pada diabetes tipe 1 hanya 50% risiko terkena diabetes jika

memiliki saudara kembar yang menderita diabetes, pada diabetes tipe 2

risiko tersebut dapat meningkat hingga 90%.

Menurut Santosa (2017) perempuan lebih berisiko terkena DM

dibandingkan kaum laki-laki, dikarenakan perempuan memiliki peluang

lebih besar pada peningkatan IMT. Sindroma siklus bulanan (premenstrual

syndrome) pasca monopouse yang membuat distribusi lemak tubuh

menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut. Penelitian

menemukan bahwa jika didapati salah satu orang tua menderita DM maka

resiko untuk menderita sebesar 15%. Jika keduanya memiliki DM maka


31

resiko akan meningkat menjadi 75%. Pada penelitian lain juga

menyebutkan jika salah satu anggota keluarga baik orang tua, saudara, atau

anak menderita DM, memiliki kemungkinan untuk terkena juga 2 sampai 6

kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki amggota

keluarga riwayat DM. Risiko untuk mendapat DM ibu lebih besar 10-30%

dari pada ayah dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu

dalam kandungan lebih besar ibu dari pada ayah.

Menurut Isnaini (2018), pengkategorian riwayat keturunan terbagi

menjadi 2, yaitu:

a. Ada, jika dalam keluarga seseorang ada yang menderita diabetes

melitus.

b. Tidak ada, jika dalam keluarga seseorang tidak ada yang menderita

diabetes melitus.

D. Tinjauan Umum Tentang Pola Makan

1. Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau

kelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam

konsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi makan,

dan jenis makanan yang berdasarkan faktor-faktor sosial, budaya dimana

mereka hidup (Hudha, 2006 dalam Pratiwi, 2013).

Menurut Depkes RI (2009) dalam Putri (2015), pola makan adalah

suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan
32

maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi,

mencegah atau membantu kesembuhan penyakit.

Pola makan terdiri dari:

a. Keteraturan makan

Keteraturan makan berkaitan erat dengan waktu makan setiap

hari. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat

pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Jika rata-rata lambung

kosong antara 3 sampai 4 jam, maka jadwal makan ini pun

menyesuaikan dengan kosongnya lambung.

Makan tidak teratur memicu timbulnya berbagai penyakit karena

terjadi ketidak seimbangan dalam tubuh. Ketidak teraturan ini

berhubungan dengan waktu makan. Biasanya ia berada dalam kondisi

terlalu lapar namun kadang-kadang terlalu kenyang. Sehingga, kondisi

lambung dan pencernaannya menjadi terganggu (Hidayah, 2012).

b. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik

kualitatif maupun kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam

tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus.

Lama makanan dalam lambung tergantung tergantung sifat dan jenis

makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam.

Maka jadwal makan ini menyesuaikan dengan kosongnya lambung

(Oktaviani, 2011).
33

c. Jenis makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau

dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit

susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan

merupakan salah satu cara untuk menghilangkan rasa bosan. Sehingga

mengurangi selera makan. Menyusun hidangan sehat memerlukan

keterampilan dan pengetahuan gizi (Oktaviani, 2011).

d. Porsi makanan

Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran

makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Adapun porsi standar

makan antara lain:

1) Makanan pokok

Jenis padi- padian merupakan bahan makanan pokok yang

memiliki kadar protein lebih tinggi dari umbi-umbian. Jika bahan

makanan pokok yang digunakan berasal dari umbi-umbian maka

harus disertai lauk dalam jumlah yang lebih besar. Jumlah atau porsi

makanan pokok antara lain nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie

instan untuk ukuran besar 100 gram dan ukuran kecil 60 gram.

Namun yang dianjurkan dalam sehari adalah sebanyak 300 gram dan

khusus untuk remaja karena mereka dalam masa pertumbuhan bisa

mencapai 500 gram.


34

2) Lauk pauk

Lauk pauk mempunyai dua golongan yaitu lauk nabati dan

lauk hewani, jumlah atau porsi makanan antara lain 50 gram daging,

telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram (2 potong), tahu 50

gram (2 potong).

3) Sayur

Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral. Sayuran

daun berwarna hijau dan orange mengandung lebih banyak

provitamin A, selain itu sayuran berwarna hijau juga kaya akan

kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin C, semakin hijau warna

sayuran, semakin banyak banyak mengandung gizi. Setiap hari

dianjurkan mengkonsumsi sayuran yang terdiri dari sayuran daun,

kacang-kacangan, dan sayuran berwarna jingga. Jumlah atau porsi

sayuran dari berbagai jenis makanan sayuran antara lain 100 gram

sayur.

4) Buah

Buah adalah suatu hidangan yang disajikan setelah makanan

yang fungsinya sebagai pencuci mulut, jumlah atau porsi buah

ukuran buah 100 gram, ukuran potongan 75 gram.

5) Makanan selingan

Makanan selingan atau makanan kecil biasanya dihidangkan

antara waktu makan pagi, siang maupun sore hari. Porsi untuk
35

makanan selingan tidak terbatas jumlahnya (bisa sedikit atau

banyak).

6) Minuman

Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolism

tubuh, tiap jenis minuman berbeda-beda pada umumnya jumlah atau

ukurannaya untuk air putih dalam sehari 5 kali atau lebih per gelas (2

liter per hari), sedangkan susu 1 gelas (200 gram).

7) Lain-lain

Menu yang disusun biasanya mengandung gula dan minyak,

sebagai penyedap dan pemberi rasa gurih. Penggunaan gula biasanya

sebanyak 25-35 gram/hari (21/2 - 31/2 sendok makan), sedangkan

minyak sebanyak 25-50 gram/hari (21/2 - 5 sendok makan).

2. Tujuan Makan

Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah

memperoleh energi yang berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh

yang rusak, mengatur metabolism tubuh serta meningkatkan daya tahan

tubuh terhadap serangan penyakit (Uripi, 2002 dalam Rahmah, 2013).

3. Fungsi Makan

Menurut Almatsier (2009) dalam Rahmah (2013) manfaat makanan

bagi makhluk hidup, termasuk manusia antara lain:

a. Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh

disamping memperbaiki bagian tubuh yang rusak.


36

b. Memberi tenaga atau energi yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak

dan bekerja.

c. Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman

yang berarti mempunyai dampak positif terhadap kesehatan. Dengan

demikian, kecukupan akan makan mempunyai arti biologis dan

psikologis.

4. Cara Pengolahan Makanan

Dalam menu Indonesia (Rahmah, 2013) pada umumnya makanan

dapat diolah dengan cara sebagai berikut:

a. Merebus (Boiling) adalah mematangkan makanan dengan cara merebus

suatu cairan bisa berupa air saja atau air kaldu dalam panic sampai titik

didih (100℃).

b. Memasak (Braising) adalah cara memasak makanan dengan

menggunakan sedikit cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah

dengan teknik adalah daging.

c. Bumbu-bumbuan (Shimmering), hampir sama dengan mengukus tapi

setelah dikukus makanan dibumbui dengan bumbu tertentu. Agar zat-

zat gizi yang terdapat dalam makanan tidak banyak rusak atau hilang,

makanan sebaiknya diolah dengan cara sebagai berikut:

1) Memasak lebih dekat dengan waktu makan.

2) Menggunakan api kecil atau memasak dengan cepat

3) Cucilah sayuran dan buah-buahan dalam keadaan utuh tanpa di

potong-potong terlebih dahulu.


37

4) Usahakan untuk tidak memasak bahan makanan dalam waktu terlalu

lama karena kandungan zat gizinya akan lebih banyak hilang.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Menurut Sulistyoningsih (2010) dalam Norwijayanti (2016) pola

makan yang terbentuk erat kaitannya dengan kebiasaan makan sesorang.

Secara umum faktor yang mempengaruhi pola makan adalah faktor

ekonomi, agama, pendidikan, sosial budaya, lingkungan adalah sebagai

berikut:

a. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi

konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya

pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan yang

berkuantitas dan kualitas yang baik, sebaliknya penurunan pendapatan

akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas

maupun kuantitas. Meningkatnya taraf hidup masyarakat dari pengaruh

promosi melalui iklan, serta kemudahan informasi dapat menyebabkan

perubahan gaya hidup dan timbulnya kebutuhan psikogonik baru

dikalangan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Tingginya

pendapatan yang tidak di imbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan

menyebabkan seseorang menjadi konsumtif dalam pola makannya

sehari-hari. Sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan

terhadap pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi.


38

Kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan impor, terutama

jenis makanan siap santap (fast food) seperti ayam goreng, pizza,

hamburger, dan lain-lain telah meningkat tajam terutama dikalangan

generasi muda dan kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.

b. Agama

Pantangan didasari agama, khususnya agam islam disebut haram

dan individu yang melanggar hukum akan berdosa. Adanya aturan

terhadap makanan/minuman tertentu disisi agama dikarenakan

makanan/minuman tersebut membahayakan jasmani dan rohani bagi

yang mengonsumsinya. Konsep halal dan haram sangat mempengaruhi

pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.

c. Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan,

akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan

kebutuhan gizi. Salah satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang

dengan pendidikan rendah biasanya adalah “yang penting

mengenyangkan” sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat

lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain.

Sebaliknya orang dengan pendidikan tinggi kecenderungan memilih

bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan

dengan kebutuhan gizi lain.

d. Sosial budaya
39

Pantangan dalam mengonsumsi jenis makanan tertentu

dipengaruhi oleh faktor kepercayaan/budaya. Pantangan yang didasari

oleh kepercayaan pada umumnya mengandung perlambangan atau

nasehat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan

menjadi kebiasaan/adat. Budaya mempengaruhi seseorang dalam

menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan

dan penyajian serta untuk siapa dan dalam kondisi bagaimana pangan

tersebut dikonsumsi.

e. Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap

pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa

lingkungan keluarga, sekolah serta adanya promosi melalui media

elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga sangat

berpengaruh besar terhadap pola makan yang terdapat dalam keluarga.

Lingkungan sekolah, termasuk didalamnya para guru, teman sebaya dan

keberadaan tempat jajan sangat mempengaruhi terbentuknya pola

makan, khususnya bagi siswa sekolah. Keberadaan iklan/promosi

makanan maupun minuman melalui media elektronik maupun cetak

sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola makan. Tidak sedikit

orang tertarik untuk mengonsumsi atau membeli jenis makanan tertentu

setelah melihat promosinya melalui iklan di TV, sehingga masyarakat

dapat memilih bahan makanan yang diinginkan dengan tetap

menerapkan prinsip gizi seimbang.


40

E. Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Fisik

1. Pengertian Aktivitas Fisik

Aktivitas adalah setiap gerakan tubuh oleh otot rangka yang

membutuhkan energi. Aktivitas fisik tidak sama dengan latihan. Latihan

adalah bagian dari aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur, berulang

dan bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh (WHO, 2010).

Aktivitas fisik dapat dikelompokkan berdasarkan Metabolik

Equivalent of Task (MET) (WHO, 2010). MET didefinisikan sebagai

pemakaian energi untuk duduk tenang yang untuk orang dewasa kira-kira

memerlukan pasokan oksigen sebanyak 3,5 ml per kilogram berat badan

per menit (1,2 kkl/menit untuk orang badan 70 kg) (CDC, 2015).

Berdasarkan MET, aktivitas fisik dibagi menjadi 3 yaitu aktivitas

fisik berintesitas ringan (kurang dari 3,0 METS atau kurang dari 3,5

kkl/menit), sedang (3,0-6,0 METS atau 3,5 kkl/menit), dan tinggi lebih

dari (6,0 METS atau lebih dari 7kkl/menit) (CDC, 2015).

Menurut Petterson (2010) aktivitas fisik dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Ringan, jika METs-min/minggu <600

b. Sedang, jika METs-min/minggu 600-(<1500)

c. Berat, jika METs-min/minggu >1500

2. Pengukuran Aktivitas Fisik

Pengukuran aktivitas fisik menurut Warren et al (2010), pengukuran

aktivitas fisik dapat dilakukan dengan cara, yaitu:


41

a. Laporan individual

Laporan individual merupakan cara yang paling banyak dilakukan

untuk mengukur aktivitas fisik dalam penelitian. Laporan individual

meliputi kuesioner catatan harian dan mengingat kembali. Kelebihan

cara ini adalah tidak memerlukan biaya yang besar dan mudah

dilakukan, baik peneliti maupun responden. Meskipun begitu cara

laporan individual ini memiliki kekurangan, diantaranya adalah sulitnya

memastikan durasi frekuensi dan intensitas aktivitas fisik yang

dilakukan. Kuesioner yang paling banyak digunakan adalah

International Physical Aktivity Questionnaire (IPAQ) dan Global

Physical Activity Questionnaire (GPAQ).

b. Pengukuran objektif

Pengukuran objektif dapat dilakukan dengan menggunakan

accelometer, pedometer, observasi langsung, sensor gerakan, atau

dengan monitor denyut jantung. Cara ini biasanya digunakan untuk

mengukur aktivitas fisik secara objektif dalam penelitian kohort

berskala besar, penelitian eksperimental, atau penelitian Rendomized

Controlled Trials (RTC).

Cara perhitungan aktivitas fisik menurut Petterson (2010) yaitu:

1) METs menit/minggu berjalan = 3,3 x durasi berjalan/hari (menit) x

frekuensi berjalan/minggu (hari).

2) METs menit/minggu aktivitas sedang = 4 x durasi aktivitas

sedang/hari (menit) x frekuensi aktivitas sedang/minggu (hari).


42

3) METs menit/minggu aktivitas berat = 8 x frekuensi aktivitas

berat/minggu (hari).

Total METs menit/minggu aktivitas berjalan + METs menit/minggu

aktivitas berat.

3. Aktivitas Fisik Pada Diabetes

Pengaruh aktivitas fisik atau olahraga secara langsung berhubungan

dengan peningkatan kecepatan pemulihan glukosa otot (seberapa banyak

otot mengambil glukosa dari aliran darah). Saat berolaharaga, otot

menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot dan jika glukosa

berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari

darah. Ini akan mengakibatkan menurunnya glukosa darah sehingga

memperbaiki kadar gula darah (Burnes, 2012).

Pada diabetes tipe 2 olahraga berperan dalam pengaturan kadar gula

darah. Masalah utama pada diabetes melitus tipe 2 adalah kurangnya

respon terhadap insulin (resistensi insulin) sehingga glukosa dapat masuk

dalam sel. Permeabilitas membrane terhadap glukosa meningkat saat otot

berkontraksi karena kontraksi otot memiliki sifat seperti insulin. Maka dari

itu pada saat beraktivitas fisik seperti olahraga, resistensi insulin

berkurang. Aktivitas fisik berupa olahraga berguna sebagai kendali

glukosa darah dan penurunan berat badan pada diabetes melitus tipe 2

(Ilyas, 2011).

Manfaat besar dari beraktivitas fisik atau olahraga pada diabetes

melitus antara lain menurunkan kadar gula darah, mencegah kegemukan,


43

ikut berperan dalam mengatasi terjadinya komplikasi, gangguan lipid

darah dan peningkatan tekanan darah (Ilyas, 2011).

Menurut Humes (2007) prinsip latihan jasmani bagi penderita

diabetes adalah:

a. Jenis : Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meninggkatkan

kemampuan kardio respirasi seperti jalan, jogging, berenang, bersepeda,

dan lain-lain.

b. Frekuensi jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan

teratur 3-5 kali/minggu.

c. Durasi : 30-60 menit

d. Intesitas: sedang.
44

F. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka maka kerangka teori dapat

digambarkan sebagai berikut:

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:


1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Keturunan

4. Ras dan etnik

Diabetes
Melitus
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Aktivitas fisik

2. Pola makan

3. Pola tidur

4. Alkohol dan rokok

5. Stres

6. Obesitas

7. Dislipidemia

8. Hipertensi

Gambar 2.1
Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi Teori Kemenkes RI, 2014
45

G. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep

yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang dilakukan

(Notoatmodjo, 2010). Berikut kerangka konsep dalam penelitian ini:

Variabel Independen Variabel Dependen

Umur

Keturunan
Kejadian Diabetes
Melitus
Aktivitas fisik

Pola makan

Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian

H. Hipotesis

1. Ada hubungan umur dengan kejadian diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.

2. Ada hubungan keturunan dengan kejadian diabetes melitus di wilayah

kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.

3. Ada hubungan pola makan dengan kejadian diabetes melitus di wilayah

kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.

4. Ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus di wilayah

kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Survei Analitik

dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional, yaitu variabel sebab akibat

atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara

simultan (dalam waktu yang bersamaan) (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini

guna untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota

Banjarmasin Tahun 2020.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien

diabetes melitus yang berkunjung dalam 1 tahun terakhir yaitu sebanyak

865 orang berdasarkan data laporan tahun 2019 di Puskesmas Karang

Mekar.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili keseluruhan populasi (Notoatmodjo, 2010).

Untuk menentukan besar sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan

rumus Slovin (Juddin, 2017).

46
47

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi yang akan diteliti

d = Tingkat kepercayaan 90% = 0,1

responden

Jadi, jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 90 orang.

Adapun teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah

Accidental Sampling dimana kegiatannya dilakukan dengan mengambil

data pada pasien yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai

dengan konteks penelitian (Notoatmodjo, 2010).


48

C. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data

ialah sebagai berikut:

1. Kuesioner, dilakukan dengan cara wawancara terhadap responden untuk

mengetahui karakteristik sampel dan memperoleh gambaran hubungan

faktor umur, keturunan, aktivitas fisik dan pola makan dengan kejadian

diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota

Banjarmasin.

2. Hasil pemeriksaan gula darah yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.

3. Kartu berobat pasien.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang dapat menyebabkan perubahan

atau akibat dari variabel lain (terikat) (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini yang merupakan variabel bebas (Independent Variable)

adalah faktor umur, keturunan, aktivitas fisik dan pola makan.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu variabel yang dapat dapat berubah-ubah atau

terpengaruh (akibat) sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variable

bebas (Notoatmodjo, 2010).


49

Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat (Dependent

Variable) adalah Kejadian Diabetes Melitus di wilayah kerja Puskesmas

Karang Mekar Kota Banjarmasin.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Cara dan


No. Variabel Hasil Ukur Skala
Operasional Alat Ukur
1. Variabel Ketidakmampuan Diagnosis 1. DM, jika kadar Nominal
Terikat : tubuh untuk dokter/hasil GDS ≥200
mengasilkan rekam mg/dl dan kadar
Diabetes GDP ≥126
hormon insulin medis
Melitus mg/dl.
atau tidak bisa
menggunakan
insulin dengan 2. Tidak DM, jika
efektif sehingga kadar GDS dan
terjadi GDP <100
peningkatan kadar (PERKENI, 2015)
gula.

2. Variabel Masa hidup Wawancara/ 1. ≥ 45 tahun Ordinal


Bebas: responden yang Kuesioner 2. < 45 tahun
terhitung sejak (PERKENI, 2015)
Umur
lahir sampai
dilakukan
penelitian
3. Keturunan Ada atau tidaknya Wawancara/ 1. Ada Nominal
/ Riwayat orang tua atau Kuesioner 2. Tidak ada
Keluarga keluarga yang (Fahrudini, 2015)
menderita DM
50

4. Pola Cara responden Wawancara/ 1. Pola makan Ordinal


makan mengatur asupan Kuesioner kurang baik jika
gizinya agar responden bisa
terhindar dari menjawab skor
penyakit diabetes 0-4
melitus 2. Pola makan baik
jika responden
bisa menjawab
skor 5-10
(Melty, 2012)
5. Aktivitas Kebiasaan Wawancara/ 1. Kurang, < 3 Nominal
fisik responden Kuesioner kali/minggu
melakukan 2. Baik, 3
aktivitas fisik atau kali/minggu
olahraga secara (Tandra, 2015)
rutin.

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Data Primer

Peneliti melakukan pendekatan kepada pihak yang bersangkutan

untuk mendapatkan persetujuan sebagai responden. Data yang diperoleh

secara langsung dari responden melalui wawancara menggunakan

kuesioner untuk mengetahui umur, keturunan, aktivitas fisik dan pola

makan.

b. Data Sekunder

Data ini diperoleh dari buku berobat pasien dan laporan tahunan

Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin.

2. Pengolahan Data
51

a. Editing, yaitu proses yang dilakukan untuk mengecek atau memeriksa

kelengkapan pengisian kuesioner, jika ada jawaban yang belum lengkap

maka perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi

jawaban.

b. Coding, yaitu proses merubah data atau jawaban dari kuesioner dan

hasil pengukuran yang berbentuk huruf menjadi kode-kode angka.

Dalam penelitian ini pengkodean dilakukan sebagai berikut :

1) Variabel terikat kejadian diabetes melitus

Kode 1 : Diabetes melitus

Kode 2 : Tidak diabetes melitus

2) Variabel Bebas

a) Umur

Kode 1 : > 45 tahun

Kode 2 : < 45 tahun

b) Keturunan/Riwayat Keluarga

Kode 1 : Ada

Kode 2 : Tidak ada

c) Pola Makan

Kode 1 : Kurang baik

Kode 2 : Baik

d) Aktivitas Fisik

Kode 1 : Kurang

Kode 2 : Baik
52

c. Scoring, yaitu proses pemberian skor pada masing-masing jawaban

menurut item pada lembar kuesioner. Untuk mengukur bobot nilai

kuesioner pada variabel pola makan dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut : setiap pertanyaan benar diberi nilai 1 dan jawaban

salah diberi nilai 0. Pertanyaan positif jika menjawab “ya” diberi nilai 1

dan jika menjawab “tidak” diberi nilai 0. Sebaliknya jika pertanyaan

negatif jika menjawab “ya” diberi nilai 0 dan jika jawaban “tidak”

diberi nilai 1.

d. Entry Data, yaitu proses memasukkan data dari kuesioner kedalam

program komputer.

e. Cleaning, yaitu proses pengecekan kembali data yang sudah di entry

apakah ada kesalahan atau tidak, jika ada kesalahan dapat dilakukan

pembetulan atau koreksi kembali.

G. Cara Analisis Data

Analisis data dalam penelitian dapat dibedakan menjadi :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini dilakukan untuk mendeskripsikan atau

menjelaskan karakteristik tiap variabel dari hasil penelitian untuk

mengetahui distribusi, frekuensi dan persentase dari tiap-tiap variabel yang

kemudian dinarasikan.
53

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan terhadap 2 variabel yang diduga

berhubungan (Notoatmodjo, 2010).

Tujuan dari analisis ini untuk mengetahui sejauh mana hubungan dan

korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen yang di uji

dengan menggunakan uji Chi-Square (x2) serta menggunakan program

aplikasi komputer dengan nilai kepercayaan 95% yaitu nilai α = 0,05. Jika

p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan

antara variabel bebas dan variabel terikat. Sebaliknya jika nilai p > 0,05

maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat.

Rumus chi-square yang digunakan :

Keterangan :

x2 = Nilai chi-square

= Jumlah

O = Nilai yang diamati

E = Nilai yang diharapkan

Syarat uji chi-square adalah sebagai berikut :

a. Jumlah sampel ≥ 40

b. Data harus kategorik-kategorik


54

c. Bila pada tabel 2x2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang

digunakan sebaiknya Continuity Correction.

d. Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai Expected (harapan) atau E < 5,

maka uji yang digunakan adalah Fisher’s Exact Test.

e. Bila tabel terdiri lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3 dan seterusnya,

maka uji yang digunakan yaitu uji Pearson Chi-Square.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Geografi

Puskesmas Karang Mekar terletak di Kelurahan Karang Mekar,

Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin. Dengan jumlah

RT sebanyak 34 dan RW sebanyak 2. Kelurahan Karang Mekar

memiliki luas wilayah 76,62 Ha (0,77 km2) luas seluruh wilayah

Kelurahan Karang Mekar, dengan batas wilayah :

1) Sebelah Utara berbatasan dengan Puskesmas Gadang Hanyar

(Kelurahan Sungai Baru).

2) Sebelah Selatan berbatasan dengan Puskesmas Pemurus Baru

(Kelurahan Pemurus Baru).

3) Sebelah Barat berbatasan dengan Puskesmas Pekapuran Raya

(Kelurahan Pekapuran Raya).

4) Sebelah Timur berbatasan dengan Puskesmas Cempaka Putih

(Kelurahan Kebun Bunga).

b. Demografi

Jumlah penduduk Kelurahan Karang Mekar sebesar 12.960 jiwa,

komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dipengaruhi

oleh indikator demografi yaitu kelahiran, kematian dan imigrasi.

Selanjutnya perubahan-perubahan dalam komposisi penduduk akan

55
56

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, seperti aspek ekonomi,

budaya, pendidikan, politik dan lingkungan.

Tabel 4.1
Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur
dan Jenis Kelamin di Puskesmas Karang Mekar
Kota Banjarmasin Tahun 2020
No. Tingkat Umur Laki-laki Perempuan
1. 0-4 607 611
2. 5-9 601 614
3. 10-14 542 511
4. 14-19 525 530
5. 20-24 569 551
6. 25-29 547 517
7. 30-34 531 518
8. 35-39 505 509
9. 40-44 498 505
10. 45-49 448 438
11. 50-54 384 381
12. 55-59 321 309
13. 60-64 196 180
14. 65-69 126 124
15. 70-74 60 78
16. > 75 40 84
Sumber : Profil Puskesmas Karang Mekar, 2019

c. Lingkungan Pemukiman

Wilayah Karang Mekar masih terdapat hunian padat penduduk

dan ada yang masih tinggal di pinggiran sungai. Masyarakat di

pinggiran sungai masih ada yang memanfaatkan sungai sebagai sarana

transportasi dan sumber air untuk keperluan MCK (mandi, cuci, dan

kakus), perilkau memanfaatkan air sungai sebagai sumber untuk MCK

inilah yang menyebabkan rawannya terjadi water borne disease


57

seperti penyakit saluran pencernaan dan gangguan gigi yang termasuk

dalam sepuluh penyakit terbanyak pada tahun 2019.

Cakupan air ledeng sebagai sumber air minum rumah tangga

sudah 100%. Wilayah Karang Mekar tidak memiliki saluran got.

Limbah rumah tangga langsung dibuang dalam tangki septik masing-

masing. Untuk pengelolaan sampah di Kelurahan Karang Mekar

sudah memiliki petugas pengambil sampah yang dikelola setiap RT.

d. Sarana Kesehatan

1) Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Kepemilikan/Pengelola

Berikut merupakan sarana pelayanan kesehatan menurut

kepemilikan Puskesmas Karang Mekar :

Tabel 4.2
Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Kepemilikan
di Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
No. Sarana Kesehatan Jumlah
1. Gedung Puskesmas 1
2. Mobil Pusling 1
3. Sepeda Motor 1
Sumber : Profil Puskesmas Karang Mekar, 2019

2) Sarana Ketenagaan Kerja Puskesmas Karang Mekar

Sarana ketenagaan dapat mengalami perubahan setiap

tahunnya, tabel berikut memperlihatkan sarana ketenagaan

Puskesmas Karang Mekar :


58

Tabel 4.3
Sarana Ketenagaan Kerja di Puskesmas Karang Mekar Tahun 2019
No. Sumber Daya Tenaga Kerja Jumlah
1. Kepala Puskesmas 1
2. Kasubbag Tata Usaha 1
3. Administrasi Loket 2
4. Pembantu Pengelola Keuangan 1
5. Dokter Umum 3
6. Dokter Gigi 1
7. Bidan 5
8. Perawat 3
9. Perawat Gigi 1
10. Kesehatan Masyarakat 3
11. Kesehetan Lingkungan 3
12. Gizi/Nutrisionist 2
13. Analis Laboratorium 2
14. Apoteker 1
15. Asisten Apoteker 2
16. Cleaning Service 1
17. Security 1
Sumber : Profil Puskemas Karang Mekar, 2019

e. Visi dan Misi

1) Visi

Visi pembangunan kesehatan di Puskesmas Karang Mekar

sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Dasar Terbaik untuk

mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.

2) Misi

a) Mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang ramah dan santun

secara adil dan merata.

b) Mendorong kemandirian individu, keluarga, dan masyarakat

untuk hidup bersih dan sehat.


59

c) Meningkatkan ketersediaan sumber daya tenaga kesehatan

yang berkualitas dan professional.

d) Meningkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program

dalam rangka mendukung pembangunan berwawasan

kesehatan.

2. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Tabel 4.4
Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja
Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
Jenis Kelamin n %
Laki-laki 37 41,1
Perempuan 53 58,9
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 90

responden yang diteliti sebagian besarnya berjenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 53 responden (58,9%).

b. Pendidikan

Tabel 4.5
Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
Pendidikan n %
SD/Sederajat 37 41,1
SMP/Sederajat 8 8,9
SMA/Sederajat 35 38,9
Perguruan Tinggi 10 11,1
Jumlah 90 100
60

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 90

responden yang diteliti sebagian besar memiliki pendidikan terakhir

yaitu SD/Sederajat sebanyak 37 responden (41,1%).

c. Pekerjaan

Tabel 4.6
Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja
Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
Pekerjaan n %
Ibu Rumah Tangga 37 41,1
Swasta 23 25,6
Wiraswasta 19 21,1
PNS 11 12,2
Jumlah 90 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 90

responden yang diteliti sebagian besar memiliki pekerjaan sebagai ibu

rumah tangga yaitu berjumlah 37 responden (41,1%).

3. Analisis Univariat

a. Kejadian Diabetes Melitus

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi berdasarkan Kejadian Diabetes Melitus
di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar
Kota Banjarmasin Tahun 2020
Kejadian Diabetes Melitus n %
DM 54 60,0
Tidak DM 36 40,0
Jumlah 90 100

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Karang Mekar diketahui bahwa responden yang menderita


61

diabetes melitus sebanyak 54 responden (60,0%) dan yang tidak

menderita diabetes melitus sebanyak 36 responden (40,0%).

b. Umur

Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi berdasarkan Umur di Wilayah Kerja
Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
Umur n %
≥ 45 84 93,3
< 45 6 6,7
Jumlah 90 100

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Karang Mekar diketahui bahwa sebagian besar responden

dalam penelitian memiliki kisaran umur 45 - 75 tahun atau ≥ 45 tahun

sebanyak 84 responden (93,3%).

c. Keturunan

Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi berdasarkan Keturunan Diabetes Melitus
di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar
Kota Banjarmasin Tahun 2020
Keturunan n %
Ada 48 53,3
Tidak ada 42 46,7
Jumlah 90 100

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Karang Mekar menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yang diteliti mempunyai riwayat keturunan diabetes melitus yaitu

sebanyak 48 responden (53,3%).


62

d. Pola Makan

Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi berdasarkan Pola Makan di Wilayah Kerja
Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
Pola Makan n %
Kurang baik 49 54,4
Baik 41 45,6
Jumlah 90 100

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Karang Mekar menunjukkan bahwa responden yang memiliki

pola makan kurang baik yaitu sebanyak 49 responden (54,4%) sedangkan

responden yang mempunyai pola makan baik sebanyak 41 responden

(45,6%).

e. Aktivitas Fisik

Tabel 4.11
Distribusi Responden berdasarkan Aktivitas Fisik di Wilayah Kerja
Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
Aktivitas Fisik n %
Kurang 41 45.6
Baik 49 54,4
Jumlah 90 100

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja

Puskesmas Karang Mekar menunjukkan bahwa responden yang memiliki

aktivitas fisik baik sebanyak 49 responden (54,4%) sedangkan yang

memiliki aktivitas fisik kurang sebanyak 41 responden (45,6%).


63

4. Analisis Bivariat

a. Hubungan Umur Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Wilayah

Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020

Tabel 4.12
Hubungan Umur dengan Kejadian Diabetes Melitus di Wilayah Kerja
Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
Kejadian Diabetes Melitus
Total p-value
Umur DM Tidak DM
n % n % N %
≥ 45 53 63,1 31 36,9 84 100
< 45 1 16,7 5 83,3 6 100 0,036
Total 54 60,0 36 40,0 90 100

Proporsi responden berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa

responden yang menderita diabetes melitus lebih banyak pada

kelompok umur ≥ 45 tahun sebanyak 53 responden (63,1%)

dibandingkan dengan kelompok umur < 45 tahun yang hanya 1

responden (16,7%).

Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan uji chi square

didapat nilai p-value = 0,036 < α = 0,05 maka Ho ditolak yang artinya

ada hubungan antara umur dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun

2020.
64

b. Hubungan Keturunan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Wilayah

Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020

Tabel 4.13
Hubungan Keturunan dengan Kejadian Diabetes Melitus di Wilayah
Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
Kejadian Diabetes Melitus
Total
Keturunan DM Tidak DM p-value
n % n % N %
Ada 38 79,2 10 20,8 48 100
Tidak ada 16 38,1 26 61,9 42 100 0,000
Total 54 60,0 36 40,0 90 100

Proporsi responden berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa

responden yang menderita diabetes melitus lebih banyak disebabkan

karena adanya faktor keturunan yaitu sebanyak 38 responden (79,2%)

dibandingkan dengan penderita diabetes yang tidak memiliki riwayat

keturunan diabetes sebanyak 16 responden (38,1%).

Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan uji chi square

didapatkan nilai p-value = 0,000 < α = 0,05 maka Ho ditolak yang

artinya ada hubungan antara keturunan dengan kejadian diabetes

melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin

Tahun 2020.
65

c. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Diabetes Melitus di Wilayah

Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020

Tabel 4.14
Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Diabetes Melitus di Wilayah
Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020
Kejadian Diabetes Melitus
Pola Total
DM Tidak DM p-value
Makan
n % n % N %
Kurang baik 41 83,7 8 16,3 49 100
Baik 13 31,7 28 68,3 41 100 0,000
Total 54 60,0 36 40,0 90 100

Proporsi responden berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa

responden yang menderita diabetes melitus lebih banyak disebabkan

oleh faktor pola makan yang kurang baik yaitu sebanyak 41 responden

(83,7%) dibandingkan dengan responden yang menderita diabetes

melitus dengan pola makan yang baik sebanyak 13 responden

(31,7%).

Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan uji chi square

didapatkan nilai p-value = 0,000 < α = 0,05 maka Ho ditolak yang

artinya ada hubungan antara pola makan dengan kejadian diabetes

melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin

Tahun 2020.
66

d. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Diabetes Melitus di

Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun

2020

Tabel 4.15
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Diabetes Melitus
di Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar
Kota Banjarmasin Tahun 2020
Kejadian Diabetes Melitus
Aktivitas Total
DM Tidak DM p-value
Fisik
n % n % N %
Kurang 24 58,5 17 41,5 41 100
Baik 30 61,2 19 38,8 49 100 0,966
Total 54 60,0 36 40,0 90 100

Proporsi responden berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa

responden yang menderita diabetes melitus lebih banyak pada

responden yang memiliki aktivitas fisik baik sebesar 30 responden

(61,2%) dibandingkan dengan penderita diabetes melitus yang memiliki

aktivitas fisik kurang sebesar 24 responden (58,5%).

Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan uji chi square

didapatkan nilai p-value = 0,966 > α = 0,05 maka Ho diterima yang

artinya tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian

diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota

Banjarmasin Tahun 2020.


67

B. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Kejadian Diabetes Melitus

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa lebih banyak didapati responden yang menderita diabetes

melitus yaitu sebanyak 54 orang (60,0%) dibandingkan dengan

responden yang tidak menderita diabetes melitus yaitu sebesar 36

responden (40,0%). Dari 54 responden yang menderita diabetes melitus

sebagian besarnya menderita pada usia 56-65 tahun dengan jumlah 22

responden (71,0%).

Diabetes melitus adalah keadaan dimana tubuh tidak dapat

menghasilkan insulin sesuai keperluan atau tubuh tidak bisa

memanfaatkan secara baik hormon insulin yang dihasilkan, sehingga

terjadi peningkatan kadar gula diatas normal (Fitriana & Rachmawati,

2016). Diabetes melitus juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi

hampir pada seluruh sistem tubuh manusia mulai dari kulit hingga

jantung. Bentuk-bentuk komplikasi tersebut yaitu komplikasi pada

sistem kardiovaskular seperti hipertensi, komplikasi pada mata seperti

retinopati diabetika dan katarak, komplikasi pada paru-paru seperti

TBC dan komplikasi pada kulit seperti ganggren dan ulkus. Pada

umumnya terdapat beberapa tipe diabetes melitus yang kebanyakannya

diderita oleh masyarakat yaitu diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2.


68

Namun, kebanyakannya diabetes tipe 2 yang menyerang hampir seluruh

orang di seluruh dunia.

Perubahan gaya hidup dan pola makan modern menjadi salah satu

faktor pemicu meningkatnya kasus diabetes melitus. Pola makan yang

tidak sehat seperti sering mengkonsumsi makanan dan minuman manis

serta makanan dan minuman cepat saji setiap harinya menjadi salah satu

faktor sulitnya mengontrol keadaan gula darah yang normal, ditambah

pula dengan gaya hidup yang malas dalam beraktivitas fisik dan

berolahraga yang dimana juga ikut turut berperan dalam penambahan

jumlah kasus diabetes melitus akibat gaya hidup yang malas tersebut.

b. Umur

Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

kesehatan seseorang. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat

dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki umur berisiko ≥ 45

tahun untuk terkena diabetes melitus sebesar 84 responden (93,3%)

dibanding dengan kelompok umur yang tidak berisiko < 45 tahun

sebesar 6 responden (6,7%).

Peningkatan usia menyebabkan perubahan metabolisme

karbohidrat dan perubahan pelepasan insulin yang dipengaruhi oleh

glukosa dalam darah dan terhambatnya pelepasan glukosa yang masuk

ke dalam sel karena dipengaruhi oleh insulin. Faktor risiko akan

meningkat secara signifikan setelah usia 45 tahun dan meningkat secara

dramatis setelah usia 65 tahun. Penambahan usia juga menyebabkan


69

kondisi resistensi pada insulin yang berakibat tidak stabilnya kadar gula

darah sehingga banyaknya timbul kasus kejadian diabetes melitus

dikarenakan faktor bertambahnya usia yang secara degeneratif

menyebabkan penurunan fungsi tubuh terutama disfungsi pankreas.

c. Keturunan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa

sebagian besar responden memiliki keturunan diabetes melitus

sebanyak 48 responden (53,3%) dibandingkan dengan yang tidak

memiliki keturunan diabetes sebanyak 42 responden (46,7%).

Dalam ilmu genetika, riwayat keturunan diartikan sebagai

terdapatnya faktor-faktor genetik dan riwayat penyakit dalam keluarga.

Riwayat penyakit keluarga dapat mengidentifikasi seseorang dengan

risiko yang lebih tinggi untuk mengalami suatu penyakit terutama

diabetes melitus.

Menurut CDC (2011) dalam Imelda (2018) bahwa orang yang

memiliki salah satu atau lebih anggota keluarga baik itu orang tua

saudara, atau anak yang menderita diabetes, kemungkinan lebih besar

akan menderita diabetes dibandingkan dengan orang-orang yang tidak

memiliki riwayat keturunan diabetes.

d. Pola Makan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa

sebagian besar responden memiliki pola makan yang kurang baik


70

sebesar 49 responden (54,4%) dan responden yang memiliki pola

makan baik sebesar 41 responden (45,6%).

Pola Makan merupakan suatu cara atau usaha dalam pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti

mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu

kesembuhan penyakit. Teori menjelaskan bahwa pola makan yang

kurang baik yaitu pola makan yang tinggi karbohidrat dengan indeks

glikemik tinggi secara berulang atau dalam jangka waktu yang lama

serta dalam jumlah yang banyak dapat mempengaruhi resistensi insulin

yang berakibat pada gangguan kadar gula darah (Sutanto, 2010).

Responden dalam penelitian ini yang menderita diabetes melitus

yang datang berobat rata-rata memiliki pola makan yang kurang sehat

dikarenakan responden masih suka mengkonsumsi makanan dan

minuman manis, makanan tinggi lemak, dan tinggi karbohidrat yang

menyebabkan terjadinya diabetes melitus.

Perubahan gaya hidup masyarakat berpengaruh terhadap pola

makan masyarakat sehingga tidak adanya keseimbangan antara unsur-

unsur makanan yang dikonsumsi. Maka dari itu sangat penting untuk

menjaga pola makan sehat agar terhindar dari berbagai penyakit

lainnya.

e. Aktivitas Fisik

Dari hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa sebagian

besar responden memiliki kebiasaan aktivitas fisik yang baik sebesar 49


71

responden (54,4%) sedangkan yang beraktivitas fisik kurang sebesar 41

responden (45,6%).

Aktivitas fisik yang diukur dalam penelitian ini adalah aktivitas

olahraga yang dilakukan responden minimal 3 kali seminggu, seperti

berjalan, jogging serta bersepeda ataupun olahraga lain yang biasa

dilakukan.

Teori menjelaskan bahwa pada saat tubuh melakukan aktivitas

fisik atau gerakan, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan

tenaga gerak. Sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang, dan

dengan demikian kebutuhan akan hormon insulin juga berkurang.

Aktivitas fisik dan olahraga rutin dapat mempengaruhi aksi

insulin dalam metabolisme glukosa dan lemak pada otot rangka. Orang

yang jarang beraktivitas fisik dan jarang melakukan olahraga, zat

makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak akan dibakar tetapi akan

ditumpuk dalam bentuk lemak dan glukosa yang bisa menimbulkan

penyakit obesitas dan diabetes melitus.

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Umur Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Wilayah

Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020

Berdasarkan tabel 4.12 menunjukkan bahwa responden yang

menderita penyakit diabetes melitus lebih banyak pada kelompok umur

≥ 45 tahun sebesar 53 responden (63,1%) dibandingkan dengan

kelompok umur < 45 tahun yang hanya 1 responden (16,7%).


72

Hasil analisa uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan

uji chi square diperoleh nilai yang signifikan p-value = 0,036 < α =

0,05 dimana Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara umur dengan

kejadian diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar

Kota Banjarmasin Tahun 2020.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Isnaini & Ratnasari (2016) dengan hasil uji statistik yang menunjukkan

nilai p-value = 0,010 < α = 0,05 yang artinya ada hubungan antara umur

dengan kejadian diabetes melitus tipe dua pada masyarakat di

Puskesmas I Wangon.

Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Trisnawati & Setyorogo (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan

signifikan antara umur dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012 dengan

hasil uji statistik nilai p-value = 0,026 < α = 0,05 yang artinya

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan.

Menurut asumsi peneliti adanya hubungan antara umur dengan

kejadian diabetes melitus yang didapatkan pada saat penelitian

sebagaimana dasarnya setiap orang pasti akan mengalami yang

namanya pertambahan usia dan usia itu sendiri menjadi sebagai faktor

yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Risiko seseorang

terkena diabetes melitus akan semakin meningkat setelah usia

menginjak 45 tahun dan akan meningkat secara dramatis setelah usia


73

menginjak 65 tahun, hal itu disebabkan karena pada saat usia tersebut

mulai terjadi intoleransi glukosa dan pada saat usia tersebut juga terjadi

penurunan dan perubahan fisiologis serta fungsi organ tubuh terutama

organ pankreas dalam memproduksi insulin sehingga menyebabkan

resistensi dan produksi insulin berkurang yang berakibat pada

ketidakstabilan kadar gula darah, maka dari itu diabetes sering muncul

setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut.

b. Hubungan Keturunan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di

Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin

Tahun 2020

Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa responden yang

menderita penyakit diabetes melitus lebih banyak pada responden yang

memiliki riwayat keturunan diabetes melitus sebesar 38 responden

(79,2%) dibandingkan dengan responden penderita diabetes yang tidak

ada riwayat keturunan diabetes sebesar 16 responden (38,1%).

Hasil analisa uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan

uji chi square diperoleh nilai yang signifikan p-value = 0,000 < α =

0,05 dimana Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara keturunan

dengan kejadian diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang

Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.

Penilitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Miratu Megasari (2016) yang menyatakan ada hubungan antara

riwayat keturunan dengan kejadian diabetes melitus pada lansia di


74

RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2016. Dikatakan dalam

penelitiannya bahwa orang dengan riwayat keturunan diabetes memiliki

peluang 13,286 kali lebih besar menderita diabetes melitus.

Berdasarkan hasil uji statistik nya didapatkan nilai p-value = 0,000 < α

= 0,05.

Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dindi Paizer (2016) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan

antara keturunan dengan kejadian diabetes melitus dikarenakan dari 24

orang yang menderita diabetes sebagian besar pasien penyakit diabetes

bukan berasal dari adanya keturunan sebanyak 19 orang dibanding

dengan yang ada keturunan sebanyak 5 orang. Dari hasil uji statistik

juga didapatkan p-value = 0,050 ≥ α =0,05 menunjukkan bahwa tidak

ada hubungan antara keturunan dengan kejadian diabetes melitus.

Menurut asumsi peneliti orang yang dengan latar belakang

keluarga memiliki riwayat keturunan diabetes satu atau lebih anggota

keluarga baik itu ibu, ayah ataupun keluarga lain yang terkena diabetes

akan mempunyai peluang risiko 2 sampai 6 kali lebih besar terkena

diabetes dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki keturunan

diabetes dalam artian seseorang yang mempunyai riwayat keturunan

tersebut memiliki bibit atau cikal bakal untuk terkena diabetes. Dalam

sebuah literatur menyebutkan jika satu orang tua terkena diabetes maka

risiko peluang untuk terkena juga sebesar 15% dan jika kedua orang tua

yang menderita diabetes maka peluang seseorang untuk terkena


75

diabetes tersebut pula sebesar 75%. Tentunya hal tersebut bisa dicegah

dengan menerapkan pola makan dan gaya hidup yang sehat baik itu

bagi yang memiliki riwayat ataupun tidak.

c. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di

Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin

Tahun 2020

Berdasarkan tabel 4.14 menunjukkan bahwa responden yang

menderita penyakit diabetes melitus lebih banyak disebabkan oleh pola

makan yang kurang baik sebesar 41 responden (83,7%) dibandingkan

dengan penderita yang memiliki pola makan baik sebesar 13 responden

(31,7%).

Hasil analisa uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan

uji chi square diperoleh nilai yang signigfikan p-value = 0,000 < α =

0,05 dimana Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara pola makan

dengan kejadian diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang

Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Minda Patia Sari (2016) dengan nilai p-value = 0,002 < α = 0,05 yang

berarti ada hubungan antara pola makan dengan kejadian diabetes

melitus pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Pondok Gede Bekasi.

Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang

dilakukan oleh Putri Dafriani (2017) yang juga menyatakan bahwa ada

hubungan antara pola makan dengan kejadian diabetes melitus di


76

poliklinik penyakit dalam RSUD dr. Rasidin Padang dengan nilai p-

value = 0,047 < α = 0,05.

Menurut asumsi peneliti adanya hubungan pola makan dengan

kejadian diabetes melitus ini dikarenakan sebagian besar responden

terutama yang menderita diabetes pada saat dilakukan wawancara

terkait kebiasaan pola makannya masih banyak yang memiliki

kebiasaan pola makan yang kurang baik diantaranya sering makan

makanan dan minuman tinggi gula, tinggi lemak dan tinggi karbohidrat.

Terlebih lagi kebanyakan dari mereka yang menderita diabetes dijumpai

lebih sering mengkonsumsi minuman manis dalam sehari seperti

minum teh, kopi, dan sirup. Kebiasaan mereka yang mengkonsumsi

makanan berlemak tinggi seperti gorengan, makanan bersantan dll juga

banyak dijumpai saat di lakukan wawancara. Dorongan gaya hidup

serta kebiasaan yang membuat mereka cenderung mengkonsumsi

makanan secara berlebihan mejadi dasar timbulnya pola makan yang

tidak sehat dalam mencetus seseorang tersebut terkena penyakit

diabetes.

d. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di

Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin

Tahun 2020

Berdasarkan hasil tabel 4.15 menunjukkan bahwa sebagian

besar responden yang menderita penyakit diabetes melitus memiliki

aktivitas fisik baik sebesar 30 responden (61,2%) dibandingkan dengan


77

penderita diabetes yang memilik aktivitas kurang baik sebesar 24

responden (58,5%).

Hasil uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji chi

square diperoleh nilai yang tidak signifikan p-value = 0,966 > α = 0,05

dimana Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara aktivitas

fisik dengan kejadian diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas

Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nonita Sari (2019) yang menyatakan bahwa ada hubungan aktivitas

fisik terhadap kejadian diabetes melitus dikarenakan menurut asumsi

nya sebagian besar responden nya beraktivitas fisik ringan dan tidak

pernah melakukan olahraga. Sebagian besarnya memilih duduk santai

dirumah dan menonton tv, sehingga menyebabkan kurangnya aktivitas

fisik yang dilakukan. Didapatkan nilai p-value = 0,009 < α = 0,05

Namun penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Nuraini & Supriyatna (2015) yang menyatakan bahwa tidak ada

hubungan aktivitas fisik terhadap penyakit diabetes melitus tipe 2

dengan hasil uji statistik p-value = 0,634 > α = 0,05. Didapatkan dari 34

sampel ditemukan 5 diantaranya menderita diabetes yang dimana 3

orang (20,0%) yang menderita diabetes memiliki aktivitas fisik baik

sedangkan 2 orang (10,5%) diantaranya memiliki aktivitas fisik buruk.

Menurut asumsi peneliti aktivitas fisik berupa olahraga teratur

memang baik untuk mengontrol kadar gula darah. Sebagian besar


78

responden yang menderita diabetes memiliki aktivitas fisik yang baik,

Dalam hal ini aktivitas fisik bukan saja menjadi salah satu faktor yang

dapat mempengaruhi seseorang menderita diabetes namun ada faktor

pemicu lain yang juga berkaitan yaitu pola makan. Jika dilihat dari hasil

penelitian sebagian besar responden yang menderita diabetes memiliki

pola makan tidak sehat. Ketidakseimbangan antara aktivitas fisik dan

pola makan menyebabkan seseorang bisa terkena diabetes. Kebanyakan

penderita hanya melakukan aktivitas fisik berupa olahraga yang ringan

seperti jalan kaki sekitaran pekarangan rumah sehingga jumlah kalori

yang terpakai sedikit dan gula yang diserap oleh tubuh juga sedikit

dibandingkan jumlah energi yang masuk.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari 90 responden tentang

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di

Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020,

maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kejadian diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota

Banjarmasin Tahun 2020 dari 90 responden didapatkan sebanyak 54

responden (60,0%) menderita diabetes melitus dan 36 responden (40,0%)

tidak menderita diabetes melitus..

2. Sebagian besar responden yang menderita diabetes melitus berada pada

kategori umur ≥ 45 tahun sebanyak 53 orang (63,1%) dan yang tidak

menderita diabetes sebanyak 31 orang (36,9%).

3. Sebagian besar responden yang menderita diabetes melitus memiliki

riwayat keturunan diabetes sebanyak 38 orang (79,2%) dan sebagian besar

responden yang tidak menderita diabetes melitus tidak memiliki riwayat

keturunan diabetes sebanyak 26 orang (61,9%).

4. Sebagian besar responden yang menderita diabetes melitus memiliki pola

makan yang kurang baik sebanyak 41 orang (83,7%) dan sebagian besar

responden yang tidak menderita diabetes memiliki pola makan yang baik

sebanyak 28 orang (68,3%).

79
80

5. Sebagian besar responden yang menderita diabetes melitus memiliki

aktivitas fisik yang baik sebanyak 30 orang (61,2%) dan sebagian besar

responden yang tidak menderita diabetes memiliki aktivitas fisik yang baik

juga sebanyak 19 orang (38,8%).

6. Ada hubungan umur dengan kejadian diabetes melitus di wilayah kerja

Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020 dengan nilai (p-

value = 0,036).

7. Ada hubungan keturunan dengan kejadian diabetes melitus di wilayah

kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020 dengan

nilai (p-value = 0,000).

8. Ada hubungan pola makan dengan kejadian diabetes melitus di wilayah

kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020 dengan

nilai (p-value = 0,000).

9. Tidak ada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes melitus di

wilayah kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020

dengan nilai (p-value = 0,966).

B. Saran

1. Bagi Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin

Perlunya peningkatan upaya promotif dan preventif untuk

meningkatkan kewaspadaan pada masyarakat tentang penyakit diabetes

melitus. Hal ini dapat dilakukan dengan menjalankan pos pembinaan

terpadu yang mencakup kegiatan seperti pengukuran IMT, pengukuran


81

tekanan darah, pemeriksaan gula darah dan kolestrol, konseling kesehatan

dan aktivitas olahraga bersama untuk usia ≥ 45 tahun yang sangat rentan

dengan penyakit tersebut. Penting juga memberikan penyediaan sarana

informasi yang mudah diakses masyarakat seperti leaflet dan poster

tentang faktor risiko diabetes melitus.

2. Bagi Responden dan Masyarakat

Lebih waspada dengan bertambahnya umur (≥ 45 tahun), karena

pada usia tersebut sudah mulai rentan terkena penyakit termasuk diabetes

melitus dan diharapkan agar bisa melakukan kotrol kesehatan secara rutin

guna pencegahan sedini mungkin terhadap faktor risikonya. Selalu

berupaya menjaga pola makan yang sehat sesuai dengan kebutuhan serta

selalu membiasakan berolahraga dengan benar dan teratur 3-4 kali

seminggu minimal 30 menit.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti

dengan menggunakan studi rancangan penelitian yang berbeda serta

dengan variabel-variabel lain seperti obesitas, pola tidur, tingkat stress,

perilaku merokok, konsumsi alkohol dan sebagainya. Untuk variabel

keturunan khususnya bagi peneliti selanjutnya agar bisa diperdalam lagi

apakah jika seorang ayah yang terkena diabetes maka anak dengan jenis

kelamin mana yang lebih berisiko terkena diabetes begitu juga sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, A. 2017. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit Dalam RSUD Jombang. Skripsi
Ilmu Keperawatan. STIKES Insan Cendekia Medika, Jombang.
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/46/1/133210005%20Anita%20Astuti.pdf
(Diakses 18 Februari 2020).
Bustan, Najib. 2015. Manejemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
Rineka Cipta
Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin. 2019. Data 3 Tahun Terakhir Penyakit
Diabetes Melitus
Dafriani, P. 2017. Hubungan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian
Diabetes Melitus Di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr. Rasidin Padang.
Jurnal Keperawatan Vol 13 No 2, 70-77.
Fitriana, R., & Rachmawati, S. 2016. Cara Ampuh Tumpas Diabetes. Yogyakarta:
Medika
Febriyanti, D. R., 2016. Hubungan Perilaku Sedentari Dan Pola Makan Dengan
Kejadian Diabetes Melitus Di Puskesmas Pasar Ikan Kota Bengkulu Tahun
2016. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. STIKES Dehasen Bengkulu.
Fahrudini. 2015. Hubungan Antara Usia, Riwayat Keturunan Dan Pola Makan
Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Ruang Flamboyan RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Skripsi. Ilmu Keperawatan. STIKES
Muhammadiyah Samarinda.
Ismawati. 2018. Hubungan Pengetahuan Dan Pola Makan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka
Banjarmasin Tahun 2018. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
UNISKA Banjarmasin.
Isnaini, N., & Ratnasari, R. 2018. Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian
Diabetes Mellitus Tipe Dua. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan
Aisyiyah, 14(1), 59-68.
https://ejournal.unisayogya.ac.id/ejournal/index.php/jkk/article/view/550
(Diakses 13 Februari 2020)
Imelda, Sonta. 2018. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diabetes
Melitus Di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Jurnal Scientia Vol. 8
No. 1, 28-39.
Juddin, D. R., 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Faktor Risiko DM Dengan
Status DM Pada Pegawai Negeri Sipil UIN Alauddin Makassar Tahun
2017. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Alauddin
Makassar http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/7120/1/DIAH%20RISMAYANI%20JUDDIN.pdf (Diakses 19
Februari 2020)
Kemenkes RI, Balitbangkes, 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta.
https://www.academia.edu/38592897/HASIL UTAMA RISKESDAS 2018
(Diakses 18 Februari 2020)
Mahmud, Fharitz R., dkk, 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Penyakit Diabetes Melitus Di Ruang Poli Interna RSUD
MokopidoKabupaten Tolitoli.
http://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/jom/article/view/348 (Diakses 15
Februari 2020)
Megasari, Miratu. 2016. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diabetes Mellitus Pada Lansia Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Tahun 2016. Jurnal Menara Ilmu Vol. 11 No. 75, 123-127
Marwansyah, 2015. Hubungan Berat Badan, Perilaku Merokok Dan Usia Dengan
Penyakit Diabetes Mellitus Di Poli Penyakit Dalam RSUD dr. H. Andi
Abdurrahman Noor Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2015. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. UNISKA Banjarmasin.
Nuraini, H. Y & Rachmat Supriyatna. 2015. Hubungan Pola Makan, Aktivitas
Fisik Dan Riwayat Penyakit Keluarga Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2.
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 5-14.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Paizer , Dindi., M. Hasan Azhari, 2016. Hubungan Antara Pola Makan Dan
Keturunan Dengan Kejadian Diabetes Mellitus di Poliklinik Penyakit
Dalam RS. TK. II Dr. AK. Gani palembang tahun 2016.
http://ejp.akperkesdam2sriwijaya.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/1/1
(Diakses 15 Februari 2020)
PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 Di Indonesia. PB Perkeni.
Profil Puskesmas Karang Mekar Tahun 2019.
Puskesmas Karang Mekar. Laporan Tahunan 10 Penyakit Terbanyak 2019.
Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin.
Riskesdas, 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta.
Rosikhoh, N. I., 2016. Gambaran Penderita Gangren Dan Idenitifikasi Faktor
Pemicu Kejadian Gangren Pada Penderita Diabetes Mellitus. Skripsi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang.
http://repository.unimus.ac.id/37/1/Full%20text%20Skripsi%201.pdf
(Diakses 10 Februari 2020)
Ramadhan, Musyayadah. 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diabetes Melitus Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Dan RS Universitas
Hasanuddin Makassar Tahun 2017. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Hasanuddin Makassar.
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/ZWM
yYWVlYTcyZWQyMmJhZTIzM2I0OTBhZDQ4MjM3N2JhY2FiMjhhNg
==.pdf (Diakses 10 Februari 2020)
Sari, Nonita. 2019. Aktivitas Fisik Dan Hubungannya Dengan Kejadian Diabetes
Melitus. Jurnal Kesehatan Vol 2 No 4.
Sari, Minda P., Ahmad F. U. 2016. Hubungan Pola Makan, Aktivitas Fisik dan
Pelayanan Kesehatan dengan Kejadian Diabetes Mellitus pada Lansia di
Wilayah Puskesmas Pondok Gede Bekasi. Jurnal Persada Husada Volume 3
No.10
http://jurnal.stikesphi.ac.id/index.php/Kesehatan/article/download/129/66
(Diakses 18 Februari 2020)
Soebroto, Ihsan. 2015. Hidup Bahagia Dengan Diabetes. Yogyakarta : Bangkit
Sutanto, Teguh. 2013. Diabetes Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Yogyakarta:
Buku Pintar.
Trisnawati, S. K, Soedijono Setyogoro. 2012. Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun
2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5 (1)
Yahya, Nadjibah. 2018. Hidup Sehat Dengan Diabetes. Solo : Metagraf.
Wadja, Helena et al. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Diabetes Mellitus di UPTD Diabetes Center Kota Ternate Tahun
2018. JURNAL BIOSAINSTEK, 1(01), 38-45.
http://jurnal.ummu.ac.id/index.php/BIOSAINSTEK/article/view/211
(Diakses 14 Februari 2020)
LAMPIRAN
PENGANTAR KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG
MEKAR KOTA BANJARMASIN TAHUN 2020

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Perkenalkan nama saya Muhammad Ramadhan, mahasiswa semester VIII

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad

Arsyad Al Banjari Banjarmasin yang bermaksud akan mengadakan penelitian

akhir studi yaitu skripsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di

Wilayah Kerja Puskesmas Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020”.

Sehubung dengan hal tersebut, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk

menjadi responden dalam penelitian ini. Kerahasiaan semua informasi akan dijaga

dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Saya berharap

Bapak/Ibu menjawab dengan jawaban yang jujur tanpa menutupi hal yang

sebenarnya.

Demikian saya beritahukan, atas kesediaan dan bantuan serta

kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.

Banjarmasin, April 2020


Peneliti

Muhammad Ramadhan
PENGANTAR KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG
MEKAR KOTA BANJARMASIN TAHUN 2020

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah mendapatkan penjelasan, dengan ini menyatakan bersedia untuk

menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas

Karang Mekar Kota Banjarmasin Tahun 2020”.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan

ditandatangani tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.

Banjarmasin, April 2020

Responden

…………………………
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG
MEKAR KOTA BANJARMASIN TAHUN 2020

Petunjuk pengisian kuesioner : isilah titik-titik dan berilah tanda checklist (√)
pada kolom yang tersedia

A. Identitas Responden
1. Nomor Responden : …………………………………….
2. Tanggal pengisian kuesioner : …………………………………….
3. Nama : …………………………………….
4. Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
5. Umur : …………. Tahun
6. Alamat : …………………………………….
7. Pendidikan terakhir : ( ) Tidak sekolah ( ) SD
( ) SMP/Sederajat ( ) SMA/Sederajat
( ) Perguruan Tinggi
8. Pekerjaan : …………………………………….

B. Kejadian Diabetes Melitus

Petunjuk : Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap benar !
1. Apakah bapak/ibu di diagnosis menderita penyakit Diabetes Melitus ?
a. Ya b. Tidak

C. Keturunan/Riwayat Keluarga

Petunjuk : Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap benar !
1. Apakah ada anggota keluarga bapak/ibu yang menderita Diabetes
Melitus ?
a. Ya
b. Tidak
2. Jika (Ya), siapa yang menderita ?
a. Ayah c. Kakek e. Saudara
b. Ibu d. Nenek
Sumber : Adopsi dari (Astrid, 2017)

D. Pola Makan

Petunjuk : Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap sesuai !

1. Apakah dahulu bapak/ibu makan secara teratur 3 kali sehari ?


a. Ya
b. Tidak
2. Apakah dahulu setiap hari bapak/ibu makan terdiri dari nasi (makanan
pokok), lauk pauk, sayuran, buah-buahan dan susu ?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah dahulu setiap hari bapak/ibu makan buah-buahan ?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah dahulu bapak/ibu menyukai sayuran sebagai makanan sehari-hari ?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah dahulu bapak/ibu mengkonsumsi lauk pauk di rumah yang
mengandung protein (contoh : tempe, daging atau telur) ?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah dahulu bapak/ibu sering mengkonsumsi makanan dan minuman
manis setiap hari ?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah dahulu bapak/ibu sering mengkonsumsi buah-buahan yang tinggi
kandungan karbohidratnya seperti pisang, sirsak, nangka, mangga dan
durian ?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah dahulu bapak/ibu sering mengkonsumsi makanan cepat saji seperti
mie instan, sosis, burger dan lainnya ?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah dahulu bapak/ibu sering makan malam pada pukul 21.00 malam
atau lebih ?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah dahulu bapak/ibu sering mengkonsumsi makanan yang tinggi
kandungan lemaknya seperti daging, santan, jeroan, dan gorengan ?
a. Ya
b. Tidak
Sumber : Adopsi dari (Fahrudini, 2015)

E. Aktivitas Fisik

Petunjuk : Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang dianggap sesuai !

1. Apakah bapak/ibu menyukai olahraga ?


a. Ya
b. Tidak
2. Aktivitas fisik atau jenis olahraga apa yang biasa bapak/ibu lakukan ?
a. Jalan d. Bersepeda
b. Lari/Jogging e. Lain-lain, sebutkan ……………
c. Berenang
3. Berapa intensitas waktu bapak/ibu biasa dalam sekali berolahraga ?
a. ≥ 30 menit
b. < 30 menit
4. Berapa kali bapak/ibu biasa berolahraga dalam seminggu ?
a. 3 kali/minggu
b. < 3 kali/minggu
Sumber : Adopsi dari (Sri, 2011)
DATA REKAPITULASI RESPONDEN
No Jenis Kejadian Aktivitas
Umur Pendidikan Pekerjaan Umur Keturunan Pola Makan
Responden Kelamin DM Fisik
1 53 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
2 49 Tahun Laki-laki SMP/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
3 45 Tahun Perempuan SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
4 54 Tahun Perempuan SMP/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
5 57 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
6 70 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
7 57 Tahun Laki-laki Perguruan Tinggi PNS DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
8 57 Tahun Perempuan SMA/Sederajat PNS DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
9 52 Tahun Laki-laki SD/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
10 47 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
11 62 Tahun Perempuan SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
12 55 Tahun Perempuan SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
13 70 Tahun Laki-laki Perguruan Tinggi PNS DM ≥ 45 Ada Baik Baik
14 67 Tahun Perempuan SMP/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Kurang
15 74 Tahun Laki-laki Perguruan Tinggi PNS DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
16 67 Tahun Perempuan Perguruan Tinggi PNS Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Baik
17 50 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
18 50 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta Tidak DM ≥ 45 Ada Baik Kurang
19 73 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
20 60 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
21 53 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Baik
22 66 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat PNS DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
23 60 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Ada Baik Baik
24 55 Tahun Perempuan SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
25 51 Tahun Perempuan SMP/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
26 65 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Baik Baik
27 66 Tahun Laki-laki SD/Sederajat Swasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Baik
28 50 Tahun Perempuan SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
29 73 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Baik
30 55 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Baik Kurang
31 58 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
32 57 Tahun Perempuan SMP/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
33 74 Tahun Laki-laki Perguruan Tinggi PNS DM ≥ 45 Ada Baik Kurang
34 54 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
35 49 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Baik Kurang
36 59 Tahun Perempuan SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
37 56 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
38 57 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
39 49 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
40 75 Tahun Laki-laki Perguruan Tinggi PNS DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
41 73 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
42 60 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
43 51 Tahun Laki-laki SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Baik Baik
44 65 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
45 65 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
46 49 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Baik Baik
47 57 Tahun Perempuan SMP/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
48 68 Tahun Laki-laki SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
49 46 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Ada Baik Baik
50 65 Tahun Laki-laki SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
51 59 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
52 43 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Swasta DM < 45 Ada Baik Baik
53 65 Tahun Laki-laki SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Baik Kurang
54 56 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
55 48 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Ada Baik Baik
56 47 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
57 64 Tahun Laki-laki SD/Sederajat Wiraswasta DM ≥ 45 Ada Baik Kurang
58 66 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
59 58 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Baik
60 52 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Wiraswasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Kurang
61 41 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM < 45 Tidak Ada Baik Kurang
62 60 Tahun Laki-laki Perguruan Tinggi PNS Tidak DM ≥ 45 Ada Baik Baik
63 55 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Baik
64 45 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta Tidak DM ≥ 45 Ada Baik Baik
65 54 Tahun Perempuan Perguruan Tinggi PNS Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Baik
66 45 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
67 58 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Ada Baik Baik
68 44 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta Tidak DM < 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
69 59 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Ada Kurang Baik Kurang
70 35 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Swasta Tidak DM < 45 Tidak Ada Baik Baik
71 53 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Kurang
72 53 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Wiraswasta Tidak DM ≥ 45 Ada Baik Baik
73 45 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Wiraswasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Baik
74 46 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Kurang
75 52 Tahun Perempuan SMP/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Ada Baik Baik
76 58 Tahun Laki-laki Perguruan Tinggi PNS Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Kurang
77 47 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Swasta Tidak DM ≥ 45 Ada Baik Baik
78 43 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM < 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
79 57 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Baik
80 61 Tahun Laki-laki SD/Sederajat Wiraswasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Kurang
81 42 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM < 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
82 55 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Kurang
83 54 Tahun Laki-laki Perguruan Tinggi Swasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Kurang
84 55 Tahun Laki-laki SMP/Sederajat Wiraswasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
85 50 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta DM ≥ 45 Ada Baik Kurang
86 57 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Ada Baik Kurang
87 56 Tahun Perempuan SMA/Sederajat Ibu Rumah Tangga DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Baik
88 67 Tahun Perempuan SD/Sederajat Ibu Rumah Tangga Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Baik Baik
89 46 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
90 55 Tahun Laki-laki SMA/Sederajat Swasta Tidak DM ≥ 45 Tidak Ada Kurang Baik Kurang
Karakteristik Responden

Statistics

Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan

N Valid 90 90 90

Missing 0 0 0

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 37 41.1 41.1 41.1

Perempuan 53 58.9 58.9 100.0

Total 90 100.0 100.0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD/Sederajat 37 41.1 41.1 41.1

SMP/Sederajat 8 8.9 8.9 50.0

SMA/Sederajat 35 38.9 38.9 88.9

Perguruan Tinggi 10 11.1 11.1 100.0

Total 90 100.0 100.0


Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ibu Rumah Tangga 37 41.1 41.1 41.1

Swasta 23 25.6 25.6 66.7

Wiraswasta 19 21.1 21.1 87.8

PNS 11 12.2 12.2 100.0

Total 90 100.0 100.0


Analisis Univariat

Statistics

Kejadian
Diabetes Melitus Umur Keturunan Pola Makan Aktivitas Fisik

N Valid 90 90 90 90 90

Missing 0 0 0 0 0

Kejadian Diabetes Melitus

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid DM 54 60.0 60.0 60.0

Tidak DM 36 40.0 40.0 100.0

Total 90 100.0 100.0

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ≥ 45 84 93.3 93.3 93.3

< 45 6 6.7 6.7 100.0

Total 90 100.0 100.0


Keturunan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ada 48 53.3 53.3 53.3

Tidak Ada 42 46.7 46.7 100.0

Total 90 100.0 100.0

Pola Makan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang Baik 49 54.4 54.4 54.4

Baik 41 45.6 45.6 100.0

Total 90 100.0 100.0

Aktivitas Fisik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 41 45.6 45.6 45.6

Baik 49 54.4 54.4 100.0

Total 90 100.0 100.0


Analisis Bivariat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur * Kejadian Diabetes


90 100.0% 0 0.0% 90 100.0%
Melitus

Keturunan * Kejadian
90 100.0% 0 0.0% 90 100.0%
Diabetes Melitus

Pola Makan * Kejadian


90 100.0% 0 0.0% 90 100.0%
Diabetes Melitus

Aktivitas Fisik * Kejadian


90 100.0% 0 0.0% 90 100.0%
Diabetes Melitus

Umur * Kejadian Diabetes Melitus


Crosstab

Kejadian Diabetes Melitus

DM Tidak DM Total

Umur ≥ 45 Count 53 31 84

% within Umur 63.1% 36.9% 100.0%

< 45 Count 1 5 6

% within Umur 16.7% 83.3% 100.0%

Total Count 54 36 90

% within Umur 60.0% 40.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 5.030a 1 .025

Continuity Correctionb 3.281 1 .070

Likelihood Ratio 5.116 1 .024

Fisher's Exact Test .036 .036

Linear-by-Linear Association 4.974 1 .026

N of Valid Cases 90

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.40.

b. Computed only for a 2x2 table

Keturunan * Kejadian Diabetes Melitus

Crosstab

Kejadian Diabetes Melitus

DM Tidak DM Total

Keturunan Ada Count 38 10 48

% within Keturunan 79.2% 20.8% 100.0%

Tidak Ada Count 16 26 42

% within Keturunan 38.1% 61.9% 100.0%

Total Count 54 36 90

% within Keturunan 60.0% 40.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 15.744a 1 .000

Continuity Correctionb 14.079 1 .000

Likelihood Ratio 16.195 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 15.569 1 .000

N of Valid Cases 90

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.80.

b. Computed only for a 2x2 table

Pola Makan * Kejadian Diabetes Melitus

Crosstab

Kejadian Diabetes Melitus

DM Tidak DM Total

Pola Makan Kurang Baik Count 41 8 49

% within Pola Makan 83.7% 16.3% 100.0%

Baik Count 13 28 41

% within Pola Makan 31.7% 68.3% 100.0%

Total Count 54 36 90

% within Pola Makan 60.0% 40.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 25.117a 1 .000

Continuity Correctionb 22.998 1 .000

Likelihood Ratio 26.307 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 24.838 1 .000

N of Valid Cases 90

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.40.

b. Computed only for a 2x2 table

Aktivitas Fisik * Kejadian Diabetes Melitus


Crosstab

Kejadian Diabetes Melitus

DM Tidak DM Total

Aktivitas Fisik Kurang Count 24 17 41

% within Aktivitas Fisik 58.5% 41.5% 100.0%

Baik Count 30 19 49

% within Aktivitas Fisik 61.2% 38.8% 100.0%

Total Count 54 36 90

% within Aktivitas Fisik 60.0% 40.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .067a 1 .795

Continuity Correctionb .002 1 .966

Likelihood Ratio .067 1 .796

Fisher's Exact Test .832 .482

Linear-by-Linear Association .066 1 .797

N of Valid Cases 90

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.40.

b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai