Anda di halaman 1dari 193

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP

TINGKAT PENGETAHUAN DETEKSI DINI PENYAKIT


DIABETES MELITUS PADA REMAJA DI SMAN 7
BANJARMASIN

SKRIPSI

OLEH :
SRI AMALI NORMEILIDA NPM 1814201110071

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2022
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP
TINGKAT PENGETAHUAN DETEKSI DINI PENYAKIT
DIABETES MELITUS PADA REMAJA DI SMAN 7
BANJARMASIN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan


Pada Program Studi S.1 Keperawatan

Oleh :
SRI AMALI NORMEILIDA
NPM. 1814201110071

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
BANJARMASIN TAHUN 2022
i
ii
iii
iv
v
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
DAN ILMU KESEHATAN

Skripsi, 16 Mei 2021

vi
Sri Amali Normeilida 1814201110071 Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Tingkat Pengetahuan Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus Pada
Remaja di SMAN 7 Banjarmasin
Abstrak
Diabetes melitus adalah penyakit kronik dengan ketidakmampuan tubuh melakukan
metabolisme. Penyakit diabetes melitus bisa menyerang siapa saja, termasuk
anakanak, remaja, dewasa, dan orang tua. Deteksi dini penting dilakukan karena untuk
menambah pengetahuan tentang bahaya dari penyakit diabetes melitus dan merupakan
usaha untuk mencegah penyakit diabetes melitus. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan deteksi dini
penyakit diabetes melitus pada remaja di SMAN 7 Banjarmasin. Metode penelitian ini
adalah Pra Experimental design menggunakan rancangan One Group Pre test - Post
test dilakukan pada bulan Maret 2022 dengan intervensi pemberian pendidikan
kesehatan deteksi dini penyakit diabetes melitus. Data di ambil menggunakan
kuesioner dengan dianalisis dengan menggunakan Uji Statistic Wilcoxon Test. Sampel
dalam penelitian ini sebanyak 138 Remaja di SMAN 7 Banjarmasin. Teknik
pengambilan sampel adalah purposive sampling. Hasil dari penelitian adalah pada
tingkat pengatahuan Remaja sebelum dan sesudah didapat nilai P value 0.000 < 0.05
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pemberian pendidikan
kesehatan deteksi dini penyakit diabetes melitus pada tingkat pengetahuan Remaja.
Remaja diharapkan dapat meningkatkan informasi terkait deteksi dini penyakit
diabetes melitus dan memahami mengenai tanda dan gejala diabetes melitus dan cara
mencegahnya. Bagi pelayanan kesehatan diharapkan untuk lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya menyediakan Pendidikan kesehatan deteksi dini
penyakit diabetes melitus bagi Remaja.

Kata Kunci : Pendidikan kesehatan, Diabetes Melitus, Deteksi Dini,


Pengetahuan, Remaja.
Daftar Rujukan : 57 (2010 – 2021)
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillah, Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat
rahmat dam bimbingan-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul
“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Deteksi Dini
Penyakit Diabetes Melitus Pada Remaja di SMAN 7 Banjarmasin ”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep)

vii
pada program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Bersamaan ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang
sebesarbesarnya dengan hati yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Khairuddin, M.Ag, Rektor Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
2. Bapak Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB Dekan Fakultas Keperawatan dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
3. Ibu Izma Daud, Ns.,M.Kep, Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Terima kasih atas masukan dan semua ilmu yang telah diberikan dan juga
dedikasinya terhadap ilmu keperawatan.
4. Ibu Alit Suwandewi, Ns.,M.Kep, selaku pembimbing 1 dan penguji 1 yang banyak
memberikan bimbingan, masukan, petunjuk maupun saran kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Didy Ariady, SKM., M.Kes selaku pembimbing 2 dan penguji 2 yang telah banyak
memberikan bimbingan, petunjuk maupun saran kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Hiryadi, Ns.,M.Kep.Sp.Kom selaku penguji 3 yang sudah memberikan


saran dan arahan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Kepada Kesbangpol, dinas kesehatan kota Banjarmasin, dan Puskesmas Terminal
yang sudah mempermudah perjalanan sebagai perantara untuk melakukan
penelitian di SMAN 7 Banjarmasin.
8. Kepada SMAN 7 Banjarmasin dan seluruh staf yang telah memberi kesempatan,
izin dan fasilitas kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Kepada MAN 2 Banjarmasin dan seluruh staf yang telah memberikan izin untuk
melakukan uji validitas kuesioner penelitian.
10. Seluruh Dosen Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada peneliti.

viii
11. Seluruh Staf Karyawan dan Karyawati Perpusatakaan Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin yang telah memberikan pelayanan khususnya hal-hal yang berkenaan
dengan peminjaman buku-buku yang diperlukan peneliti.
12. Kedua orangtua saya dan seluruh keluarga tercinta yang senantiasa memberikan
inspirasi serta pelajaran hidup yang sangat berharga dan mendukung, mendoakan,
dan selalu ada untuk saya.
13. Sahabat-sahabat Saya Sri Fatmawati, Tri Musdhalifah, dan Rahmah Wati yang
selalu memberi semangat satu sama lain dan saling membantu.
14. Teman-teman seperjuangan dan seperjalanan prodi S1 Keperawatan khususnya
kelas B Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam menyelesaikan skripsi
terdapat kesalahan baik di sengaja ataupun tidak, karena saya juga makhluk biasa
yang tidak lepas dari kekhilafan dan saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya sebagai penyusun skripsi ini sangat mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi orang lain dan dapat di jadikan bahan untuk
menambah pengetahuan kita semua.

Wassalamualaikum. Wr. Wb

Banjarmasin, Mei 2022

Sri Amali Normeilida

ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ i
PENGESAHAN PROPOSAL ....................................................................... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................. iv
PERNYATAAN ORSINALITAS ................................................................. v
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................6
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................................7
1.4. Manfaat Penelitian......................................................................................7
1.5. Penelitian Terkait ......................................................................................8
BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................................. 12
2.1. Konsep Diabetes Melitus.........................................................................12

x
2.2. Konsep Pendidikan Kesehatan..............................................................35
2.3. Konsep Pengetahuan..............................................................................42
2.4. Konsep Remaja......................................................................................45
2.5. Kerangka Teori......................................................................................48
2.6. Kerangka Konsep...................................................................................49
2.7. Hipotesis................................................................................................50
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN....................................................................... 51
3.1. Design Penelitian...................................................................................51
3.2. Variabel Penelitian.................................................................................52
3.3. Definisi Operasional..............................................................................52
3.4. Populasi, Sampel, Sampling..................................................................53
3.5. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................55
3.6. Instrumen Penelitian..............................................................................55
3.7. Uji Validitas...........................................................................................57
3.8. Uji Reabilitas.........................................................................................59
3.9. Teknik Pengumpulan Data......................................................................60
3.10. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data...........................................62
3.11. Etika Penelitian.......................................................................................64
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...............................................67
4.1. Hasil Penelitian......................................................................................67
4.2. Karakteristik Responden........................................................................71
4.3. Uji Normalitas.......................................................................................73
4.4. Analisa Univariat...................................................................................74
4.5. Analisa Bivariat.....................................................................................80
4.6. Pembahasan...........................................................................................81
4.7. Keterbatasan Penelitian.........................................................................93
4.8. Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan....................................93
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 94
5.1. Kesimpulan............................................................................................94
5.2. Saran......................................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 96

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kriteria Indek Masa Tubuh ............................................................ 20


Tabel 2.2 Kategori Kadar Glukosa Darah Saat Puasa .................................... 35
Tabel 2.3 Kadar Gula Darah ........................................................................... 35
Tabel 3.1 Definisi Operasional ....................................................................... 52
Tabel 3.2 Uraian Kuesioner Penelitian ........................................................... 56
Tabel 3.3 Uji Validitas ................................................................................... 59
Tabel 4.1 Data Siswa Tahun Ajaran 2021-2022 ............................................ 68
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......................... 71
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ........................................ 72
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kelas ...................................... 72
Tabel 4.5 Analisa Uji Normalitas Sebelum dan Sesudah Pemberian
Pendidikan Kesehatan Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus ... 73
Tabel 4.6 Tingkat Pengetahuan Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan
Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus di SMAN 7 Banjarmasin

xii
Bulan Maret 2022 .......................................................................... 74
Tabel 4.7 Distribusi Pertanyaan Berdasarkan Benar dan Salah Sebelum
Diberikan Pendidikan Kesehatan.................................................... 75
Tabel 4.8 Tingkat Pengetahuan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan
Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus di SMAN 7 Banjarmasin
Bulan Maret 2022 .......................................................................... 77
Tabel 4.9 Distribusi Pertanyaan Berdasarkan Benar dan Salah Sesudah
Diberikan Pendidikan Kesehatan.................................................... 78
Tabel 4.10 Distribusi Perubahan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah
Diberikan Pendidikan Kesehatan................................................... 80
Tabel 4.11 Hasil Uji Statistik Wilcoxon Test .................................................. 81

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Intensitas Penggunaan Media Pendidikan Kesehatan................. 39


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. SAP
Lampiran 2. Lembar Balik (Flipchart)
Lampiran 3. Kuesioner
Lampiran 4. Lembar Konsultasi
Lampiran 5. Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 6. Surat Permintaan Menjadi Responden
Lampiran 7. Surat Pernyataan Persetujuan Subjek Penelitian (Informed Consent)
Lampiran 8. Distribusi Data Berdasarkan Kriteria Responden (Jenis Kelamin, Usia,
dan Kelas), Nilai Sebelum dan Nilai Sesudah
Lampiran 9. Alur Penelitian
Lampiran 10. Surat Izin Penelitian
Lampiran 11. SPSS

xiii
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes melitus atau sering juga disebut DM merupakan sekelompok
penyakit metabolik yang biasa ditandai dengan sering kencing dengan
jumlah yang banyak, penurunan berat badan secara drastis, dan
hiperglikemia atau kadar gula darah yang melebihi normal akibat adanya
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin yang tidak adekuat, atau bisa
juga karena masalah keduanya dan secara klinis termasuk heterogen
dengan menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat
(Susilaningsih, 2017).

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang


dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tubuh melakukan metabolisme
dan merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
hiperglikemia dan secara genetik dan klinis yang dimanifestasikan
dengan hilangnya toleransi karbohidrat dan hiperglikemia yang
menimbulkan tanda gejala fisik berupa penurunan berat badan, kelelahan,
poliuri, polifagi dan polidipsi (Dagogo, 2016).

Pada 14 Mei 2020, International Diabetes Federation (IDF) melaporkan


436 juta orang di dunia menyandang diabetes dengan prevalensi
mencapai 9,3%. Menurut survei yang dilakukan oleh WHO, dimana
Indonesia menempati urutan ke 4 dengan prevalensi 8,6% dari total
penduduk, pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta
penderita. Sedangkan dari data Departemen Kesehatan, jumlah pasien
Diabetes Melitus rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit
Indonesia menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin.
Diperoleh data
2

bahwa di Indonesia banyak mengalami gangguan Kesehatan salah


satunya adalah penyakit diabetes.

Menurut Riskesdas 2018 tercatat jumlah penderita DM mencapai 1,6%


dengan prevalensi 10,9% pada penduduk diatas 15 tahun. Menurut data
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kasus DM pada anak usia 0-18
tahun naik 700 persen dalam 10 tahun terakhir. Pada September 2009
hingga September 2018 tercatat 1200 kasus baru DM. Data Riskesdas
tahun 2018, terjadi peningkatan prevalensi DM di 17 provinsi seluruh
Indonesia dari 1,5% (2013) meningkat menjadi 2,3% di tahun 2018 dari
total penduduk sebanak 250 juta (Riskesdas, 2018).

Prevalensi diabetes melitus menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)


tahun 2013, untuk Provinsi Kalimantan Selatan adalah diperkirakan
sekitar 38.113 (1,4%) jiwa dari total penduudk berumur > 14 tahun. Data
kunjungan pasien se-Banjarbaru berjumlah 1081 kunjungan pada tahun
2017/18. Menurut data yang diperoleh Dinas Kesehatan Kalimantan
Selatan di tahun 2020 jumlah kasus Diabetes Melitus sebanyak 52.307
penderita yang sudah mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
sekitar (67.1%). Data kejadian Diabetes Melitus di kota Banjarmasin
tahun 2020 di dapat dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin yaitu
sebanyak 5.613 penderita dan penderita Diabetes tertinggi di kota
Banjarmasin berada di wilayah kerja puskesmas Terminal yaitu sebanyak
1002 penderita.

Prevalensi penyakit tidak menular pada tahun 2018 berdasarkan hasil


Riskesdas diketahui bahwa ada peningkatan penyakit tidak menular salah
satunya diabetes melitus pada remaja ≥ 15 tahun dibandingkan dengan
prevalensi pada tahun 2013 (Kemenkes, 2020). Sehingga untuk
menurunkan risiko penyakit tidak menular dini pada remaja diperlukan
perilaku pro kesehatan sejak remaja dengan deteksi dini. Jika deteksi
sejak dini, penyakit tidak menular masih dapat diatasi dengan modifikasi
perilaku dan faktor risiko.
3

Usia dan gaya hidup merupakan faktor risiko penyebab penyakit tidak
menular salah satunya diabetes melitus. Kebiasaan merokok, kurangnya
aktivitas fisik, kebiasaan diet yang tidak sehat (tinggi asupan garam, gula,
dan lemak serta rendah asupan buah dan sayuran), konsumsi minuman
beralkohol serta pengaruh lingkungan yang tidak sehat merupakan faktor
gaya hidup yang dapat dirubah tetapi menjadi penyebab terbanyak dari
PTM arya et al, 2015 dalam (Setyaningsih & Nurzihan, 2019).

Deteksi dini adalah usaha-usaha untuk mengetahui ada tidaknya tanda


dan gejala suatu penyakit salah satunya diabetes melitus. Tujuan dari
deteksi dini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman serta
perhatian terhadap kondisi seseorang, yakni kondisi fisik maupun mental
yang ada dalam diri individual untuk menghindari dan menanggulangi
akan terjadinya gangguang-gangguan. Deteksi dini juga sebagai bentuk
preventik sejak awal terhadap indikasi-indikasi akan terjadinya
gangguan. Oleh sebab itu, deteksi dini penyakit diabetes melitus penting
dilakukan untuk meningkatkan pemehaman tentang tanda gejala dan cara
mencegah diabetes melitus (Selvia, 2021).

Remaja merupakan kelompok kesehatan prima namun rentan mengalami


perubahan perilaku berisiko sehingga akan menentukan status kesehatan
pada saat dewasa. Salah satu permasalahan kesehatan yang meningkat
pada remaja adalah meningkatnya penyakit tidak menular seperti
Diabetes Melitus. Remaja perlu mendapatkan pemaparan mengenai
penyakit Diabetes Melitus guna meningkatkan kesadaran dan
pemahaman remaja mengenai risiko, dampak, dan deteksi dini penyakit
tidak menular pada remaja. Oleh karena itu, perlu diberikan Pendidikan
kesehatan sebagai dasar penerapan hidup sehat dan cara deteksi dini yang
dapat dilakukan oleh remaja guna pencegahan penyakit (Setyaningsih &
Nurzihan, 2019).

Masa remaja dikenal dengan periode kritis dalam pertumbuhan fisik,


psikis dan perilakunya dimana hampir mencapai puncaknya. Fase ini
dianggap sebagai kelompok kesehatan prima namun rentan karena
4

mengalami perubahan perilaku berisiko sehingga akan menentukan status


kesehatan pada saat dewasa (sawyer et al, 2012 dalam Setyaningsih &
Nurzihan, 2019). Rendahnya tingkat aktifivitas fisik dan kebiasaan
makan yang tidak seimbang merupakan contoh dari perilaku berisiko
pada remaja yang dapat meningkatlan risiko munculnya penyakit kronis
lebih dini pada remaja( Isfandari, 2014 dalam Setyaningsih & Nurzihan,
2019).

Pendidikan kesehatan adalah proses pemberdayaan individu dan


masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan
determinan - determinan kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatan mereka (Subaris, 2016). Peran Pendidikan dengan
menggunakan media dapat membantu proses pengiriman pesan dan
menimbulkan motivasi kepada diri sasaran sehingga pesan yang
diberikan dapat diterima dengan baik (Cita, 2016 dalam penelitian Darni,
2020).

Pengetahuan yang baik terhadap penyakit merupakan hal yang sangat


penting untuk tercapainya kualitas hidup yang lebih baik (Notoatmodjo,
2007). Pemahaman yang baik berpotesi akan membuat pasien patuh
terhadap pengobatan (Rikomah, 2016). Pengetahuan seseorang dapat
bertambah dengan kegiatan belajar mengajar. Istilah Pendidikan
Kesehatan sudah mulai digunakan di dunia kesehatan dan mulai
dipraktikan sebagai sebuah praktik belajar dalam kesehatan pada tahun
1980-an. Pendidikan kesehatan dinyatakan sebagai proses penambahan
pengetahuan dan kemampuan seseorang dan berhasil menumbuhkan
kemauan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat.

Dari penelitian terdahulu yang peneliti temukan dapat diambil


kesimpulan bahwa penelitian yang mengambil responden yang
merupakan 30 siswa SMK di PGRI 2 Surakarta. Setelah pelaksanaan
Pendidikan kesehatan dan pengukuran komposisi tubuh pada remaja
mendapatkan respon yang baik. Hasil kegiatan tersebut menunjukkan
bahwa ada peningkatan pengetauan dan kesadaran peserta kegiatan dalam
5

melakukan pencegahan terhadap penyakit tidak menular salah satunya


Diabetes Melitus pada remaja. Dengan pengetahuan yang baik maka
diharapkan adanya modifikasi perilaku untuk mengurangi faktor risiko
dan penerapan perilaku hidup sehat pada remaja (Setyaningsih &
Nurzihan, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh


Pendidikan kesehatan dengan media video terhadap pengetahuan, sikap,
dan perilaku pencegahan Diabetes Melitus di Desa Mengunkosomo,
Kecamatan Magelang, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
bahwa dari hasil penilaian kuesioner sebelum dan sesudah diberikan
perlakuan adalah pengetahuan sudah mengalami perubahan yang
signifikan dari kategori cukup menjadi kategori baik, dan perilaku juga
mengalami perubahan signifikan dari kategori cukup menjadi kategori
baik (Laras Sayekti Ningsih & Nelly, 2019).

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang peneliti temukan dapat di


simpulkan dari data yang diperoleh, yang dapat diambil dari penelitian
ini adalah tingkat pengetahuan siswa-siswi kelas XII SMA Negeri 1
Medan terhadap pencegahan DM tipe 2 paling banyak berada pada
kategori sedang, dengan jumlah 234 orang (51, 4%) dan tingkat
pengetahuan siswasiswi SMA Negeri 1 Medan tentang pencegahan
Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan umur paling banyak berada pada
kategori sedang, usia 17 tahun dengan jumlah 118 orang (25,9%)
(Siregar, 2017).

Dari hasil studi pendahuluan di SMAN 7 Banjarmasin pada tanggal 21


Februari 2022 didapatkan hasil wawancara kepada 15 orang siswa
bahwa mereka belum mengetahui banyak tentang bagaimana tanda dan
gejala diabetes melitus dan bagaimana cara mencegahnya, mereka hanya
mengetahui bahwa penyakit diabetes melitus adalah penyakit kelebihan
kadar gula dalam tubuh, dan juga mereka belum pernah mendapatkan
Pendidikan maupun penyuluhan terkait dengan cara mencegah diabetes
melitus. Mereka juga mengatakan kepada peneliti mengenai kebiasaan
6

jajan sehari-hari seperti sering mengonsumsi makanan cepat saji (fast


food), minuman bersoda, dan minuman terkenal lainnya, mereka juga
mengatakan jarang makan buah-buahan dan jarang melakukan aktivitas
olahraga. Mereka mengatakan tidak sadar bahwa kebiasaan yang mereka
lakukan sekarang jika terus menerus dilakukan akan berdampak pada
besarnya risiko terkena penyakit diabetes melitus di masa depan. Pada
penelitian ini pendidikan yang peneliti berikan berupa metode ceramah
dan wawancana dengan menggunakan media lembar balik (Flipchart).

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti


“Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Deteksi
Dini Penyakit Diabetes Melitus pada Remaja di SMAN 7 Banjarmasin”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar berlakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
yang menjadi rumusan masalah yang akan diangkat pada penelitian ini
adalah apakah ada pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap tingkat
pengetahuan deteksi dini penyakit Diabetes Melitus pada remaja di SMAN
7 Banjarmasin?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan deteksi dini
penyakit Diabetes Melitus pada remaja di SMAN 7 Banjarmasin.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja tentang
pencegahan deteksi dini penyakit Diabetes Melitus
sebelum diberikan Pendidikan kesehatan.
1.3.2.2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja tentang
pencegahan deteksi dini penyakit Diabetes Melitus
sesudah diberikan Pendidikan kesehatan
7

1.3.2.3. Menganalisis pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap


tingkat pengetahuan tentang deteksi dini penyakit
Diabetes Melitus pada remaja.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dimanfaatkan sebagai salah satu bahan
pemikiran dan masukan ilmu pengetahuan untuk menunjang
peningkatan pengembangan keilmuan tentang pengaruh
Pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan deteksi dini
penyakit Diabetes Melitus pada remaja di SMA.
1.4.2. Manfaat Praktis
1.4.2.1. Bagi Peneliti lainnya
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait Diabetes
Melitus di Indonesia.

1.4.2.2. Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)


Sebagai informasi terkait gambaran pengetahuan tentang
deteksi dini DM pada remaja, dan sebagai gambaran
pengaruh deteksi dini dengan melakukan pendidikan
kesehatan, sehingga dapat menjadi acuan untuk merubah
pola hidup dari remaja untuk lebih menerepkan hidup
sehat dan membuat program pelayanan kesehatan yang
sesuai.
1.4.2.3. Bagi Responden (Remaja)
Sebagai sumber informasi dan untuk meningkatkan
pengetahuan mengenai deteksi dini penyakit Diabetes
Melitus sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan
sedari dini merubah pola hidup menjadi lebih sehat dan
ketika menemukan gejala-gejala dari penyakit Diabetes
Melitus akan dapat diatasi sedini mungkin.
8

1.5. Penelitian Terkait


Penelitian ini didasari oleh berbagai penelitian sebelumnya. Penelitian ini
berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat
Pengetahuan Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus pada Remaja di
SMAN 7
Banjarmasin”. Berikut ini penelitian-penelitian yang berkaitan dengan
peneliti buat:
1.5.1. Aryanti Setyaningsih, dkk (2019) tentang “Peningkatan Pemahaman
Risiko Penyakit Tidak Menular pada Remaja Melalui Deteksi Dini
Dengan Pemeriksaan Komposisi Tubuh di SMK PGRI 2
Surakarta”. Metode kegiatan adalah Pendidikan kesehatan dan
pemeriksaan komposisi tubuh dengan pengukuran indeks massa
tubuh. Tiga puluh dua siswa mengikuti kegiatan ini. Hasil evaluasi
menunjukkan peningkatan pengetahuan penyakit tidak menular dan
kemampuan siswa dalam memahami status gizi mereka melalui
pengukuran komposisi tubuh sebagai bagian dari deteksi dini
penyakit menular.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan


pengetahuan dan kesadaran peserta kegiatan dalam melakukan
pencegahan terhadap panyakit tidak menular remaja. Persamaan
yang terdapat pada penelitian diatas yaitu sama-sama meneliti
anak remaja sebagai responden sedangkan perbedaan penelitan
diatas dengan peneliti adalah penelitian diatas meneliti mengenai
peningkatan pemahaman risiko penyakit tidak menular pada
remaja melalui deteksi dini pemeriksaan komposisi tubuh
sedangkan peneliti meneliti tentang pengaruh Pendidikan
kesehatan terhadap tingkat pengetahuan deteksi dini penyakit
diabetes melitus.
1.5.2. Ide Laras Sayekti (2019) “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan
Media Video Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Pencegahan Diabetes Melitus di Desa Mangunsoko Kecamatan
9

Dukun Kabupaten Magelang”. Metode : Desain penelitian ini


menggunakan quasy experiment pre dan post test design dengan
jumlah sampel 42 responden. Pengumpulan data menggunakan
kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku pencegahan diabetes
melitus. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon. Hasil : Rata-rata
pengetahuan, sikap, dan perilaku mengalami peningkatan.
Pengetahuan mengalami peningkatan sebesar 23.8, sikap
mengalami peningkatan sebesar 42.8, dan perilaku mengalami
peningkatan sebesar 16.7.

Hasil uji Wilcoxon menunjukkan adanya pengaruh Pendidikan


kesehatan dengan media video terhadap pengetahuan, sikap, dan
perilaku pencegahan diabetes melitus dengan p=0,001 < 0.05.

Kesimpulan : Pendidikan kesehatan dengan media video dapat


meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku menjadi baik
dalam pencegahan diabetes melitus di Desa Mangunsosko,
Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Persamaan yang
terdapat pada penelitian diatas dengan peneliti adalah sama-sama
meneliti pengaruh Pendidikan kesehatan terhadap penyakit
Diabetes Melitus. Perbedaan penelitian diatas dengan peneliti
adalah perbedaan antara sampel yang akan diteliti oleh peneliti
yaitu Remaja sedangkan penelitian diatas yang menjadi sampelnya
adalah warga Desa Mangunkoso.
1.5.3. Elza Anggriani Siregar (2017). “Tingkat Pengetahuan Siswa SMA
Kelas-XII Terhadap Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di SMA
Negeri 1 Medan”. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif dengan desain cross sectional, sedangkan pengambilan
sampel ditentukan dengan cara total sampling dimana sampel yang
digunakan yaitu seluruh siswa kelas XII SMA Negeri 1 Medan.
Hasil dari penelitian yang diperoleh, tingkat pengetahuan tentang
pencegahan DM terbanyak adalah sedang, dengan jumlah 234
orang (51.4%). Tingkat pengetahuan berdasarkan usia terbanyak
10

adalah sedang, pada umur 17 tahun dengan jumlah 118 orang


(25.9%).

Tingkat pengetahuan berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah


sedang, pada perempuan dengan total 138 orang (30.3%). Tingkat
pengetahuan berdasarkan Riwayat keluarga terbanyak adalah
sedang, tidak ada Riwayat keluarga menderita DM dengan total
210 orang (46.2%). Kesimpulan dari penelitian disimpulkan
tingkat pengetahuan siswa SMA Negeri 1 Medan terhadap
pencegahan
Diabetes Melitus termasuk dalam kategori sedang. Persamaan yang terdapat
pada penelitian diatas dengan peneliti adalah sama-sama meneliti tingkat
pengetahuan mengenai pencegaha Diabetes Melitus pada remaja. Perbedaan
penelitian diatas dengan peneliti adalah variabel yang diteliti penelitian diatas
adalah tingkat pengetahuan siswa terhadap pencegahan diabetes melitus
sedangkan peneliti ingin meneliti mengenai pengaruh Pendidikan kesehatan
terhadap tingkat pengetahuan deteksi dini penyakit Diabetes Melitus pada
remaja .
11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2. HGHJB
2.1 Konsep Diabetes Melitus
2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus atau sering juga disebut DM merupakan
sekelompok penyakit metabolik yang biasa ditandai dengan sering
kencing dengan jumlah yang banyak, penurunan berat badan
secara drastis, dan hiperglikemia atau kadar gula darah yang
melebihi normal akibat adanya kerusakan pada sekresi insulin,
kerja insulin yang tidak adekuat, atau bisa juga karena masalah
keduanya dan secara klinis termasuk heterogen dengan
menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Susilaningsih,
2017).

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang


dikarakteristikan dengan ketidakmampuan tubuh melakukan
metabolisme dan merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh hiperglikemia dan secara genetik dan klinis yang
dimanifestasikan dengan hilangnya toleransi karbohidrat dan
hiperglikemia yang menimbulkan tanda gejala fisik berupa
penurunan berat badan, kelelahan, poliuri, polifagi dan polidipsi
(Dagogo, 2016).

Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular bersifat kronik


yang memerlukan pengobatan dan penanganan yang tepat.
Diabetes Militus (DM) merupakan penyakit menahun yang
dewasa ini prevalensinya makin meningkat dan merupakan
keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik
13

akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai


komplikasi

12

kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, serta lesi
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektro
(Damayanti, 2015).
2.1.2. Etiologi
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan DM antara
lain WHO, 2007 dalam (Damayanti, 2015) :
2.1.2.1. Penyebab diabetes melitus tipe 1
a. Faktor genetik
Penderita diabetes melitus tidak mewarisi diabetes
melitus suatu kecenderungan genetik kearah
terjadinya diabetes melitus tipe 1. Kecenderungan
genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe antigen HLA (Human Leucocye Antigen)
seperti HLA-B8, HLA-B15, HLA-B18, HLA-Cw3,
HLADR3 dan HLA-DR4, HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya. Individu
yang memiliki salah satu HLA mempunyai risiko
tiga hingga lima kali lipat menderita diabetes
melitus tipe
1.
b. Faktor imunologi
Respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi dengan
jaringan tersebut sebagai jaringan asing. Pada
diabetes tipe 1 ditemukan respon autoimmune
dimana hal ini menyebabkan timbulnya anti bodi
terhadap sel beta disebut ICA. Reaksi antigen (sel
14

beta) dengan anti bodi (ICA) yang ditimbulkannya


menyebabkan hancurnya sel beta, namun sel alfa
dan delta tetap utuh.
c. Faktor lingkungan
Virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang
dapat menimbulkan distruksi sel beta. Penelitian
terus dilakukan terhadap kemungkinan faktor-
faktor eksternal yang dapat memicu kerusakan sel
beta. Hasil penelitan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruski sel beta.
2.1.2.2. Penyebab diabetes melitus tipe 2
a. Pola Hidup
Penyebab yang paling banyak ditemui adalah pola
hidup yang tidak sehat. Contoh pola hidup yang
tidak sehat yaitu makan makanan yang banyak
mengandung gula/lemak, sedikit mengandung
karbohidrat dan/serat seperti fast food, gemar
mengonsumsi minuman berwarna dan bersoda,
minuman manis yang kekinian, dan jarang
melakukan aktifitas fisik seperti berolahraga
(Silalaih, 2019).
b. Obesitas
Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa
obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya
resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak
pada tubuh, maka tubuh semakin resistensi
terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah
sentral atau perut. Lemak dapat memblokir kerja
insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut
kedalam sel dan menumpuk dalam pembuluh
15

darah, sehingga peningkatan kadar glukosa darah.


Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya DM
tipe 2 dimana sekitar 80-90% penderita mengalami
obesitas.
c. Usia
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah
umur 40 tahun. Diabetes melitus sering muncul
setelah manusia memasuki umur rawan tersebut.
Semakin bertambahnya umur, maka risiko
menderita diabetes melitus akan meningkat
terutama umur 45 tahun menjadi kelompok dengan
risiko tinggi.
2.1.3. Patofisiologi
Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 1 dan tipe 2 Anugroho, 2018
dalam (Maria, 2021) :
2.1.3.1. Diabetes Melitus Tipe 1
Disebabkan destruktur sel beta autoimun biasanya
memicu terjadinya defisiensi insulin absolut. Faktor
herediter berupa antibody sel islet, tingginya insiden
HLA tipe DR3 dan DR4. Faktor lingkungan berupa
infeksi virus (Virus Coxsackie, enterovirus, retrovirus,
mumps), defisiensi vitamin D, toksin lingkungan,
menyusui jangka pendek, paparan dini terhadap protein
kompleks. Berbagai modifikasi epigenetic ekspresi gen
juga terobsesi sebagai penyebab genetik berkembangnya
Diabetes Melitus tipe 1. Individu dengan Diabetes
Melitus tipe 1 mengalami defisiensi insulit absolut.

2.1.3.2. Diabetes Melitus Tipe 2


Akibat resistensi insulin perifer. Defek progresif sekresi
insulit, peningkatan gluconeogenesis. Diabetes melitus
tipe 2 dipengaruhi faktor lingkungan berupa obesitas,
gaya hidup tidak sehat, diet tinggi krbohidrat. Diabetes
16

melitus tipe 2 memiliki presimtomatis yang Panjang


menyebabkan penegakan diabetes melitus tipe 2 tertunda
4-7 tahun.
17

2.1.4. Pathway
DM Tipe 1 DM Tipe 2

Genetik Obesitas, gaya hidup tidak sehat, kurang gerak

Kerusakan sel beta Retensi Insulin


pankreas

Hiperglikemia Reisiko
Pemecahan
Ketidak
glukosa
stabilan
menuju sel
Menyerang kadar
menurun
kulit dan glukosa
infeksi jaringan darah
subkutan

Menyebar secara sistemik

Mekanisme radang

Akselerasi Edema, kemerahan Kurang informasi


deakselerasi saraf tentang penyakit
jaringan sekitar dan
Nyeri tekan penalataksanaannya.

Nyeri otot
Defisiensi pengetahuan

Gangguan rasa
nyaman dan nyeri

Nyeri akut

Pathway Diabetes Melitus (Fatimah, 2015).


2.1.5. Klasifikasi Diabetes Melitus
Ada 2 jenis diabetes yang umum dikenal. Kedua jenis DM dibagi
dengan melihat faktor etiologisnya WHO,2007 dalam (Damayanti,
2015).
18

2.1.5.1. DM tipe 1 (Insulin Independent Diabetes Melitus)


Diabetes melitus tipe 1 merupakan gangguan
katabolisme yang ditandai oleh kekurangan insulin
absolut, peningkatan glukosa darah, dan pemecahan
lemak dan protein tubuh. Diabetes melitus tipe 1
disebabkan oleh gangguan sel beta pankreas. Dm ini
berhubungan dengan antibodi. Pada DM tipe 1 terjadi
destruksi sel Beta, ditandai dengan defisiensi insulin
absulot. Kelainan ini terjadi karena kerusakan sistem
imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak
selsel pulai Langerhans dan pankreas. Kelainan ini
berdampak pada penurunan fungsi insulin.
2.1.5.2. DM tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Dalam diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin yang di
produksi oleh pankreas biasanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh total. Jumlahnya mencapai
90-95% dari seluruh pasien dengan diabetes, dan
banyak dialami oleh orang dewasa tua lebih dari 40
tahun. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada
remaja akibat dari pola hidup yang tidak sehat suka
mengonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung banyak gula dan kurangnya aktivitas fisik,
serta sering terjadi pada individu obesitas.

Diabetes melitus tipe 2 terjadi dari bervariasi sebab, dari


dominasi insulin resisten relative sampai penurunan
sekresi insulin. Lebih dari pada dewasa, tapi dapat
terjadi pada semua umur. Kebanyakan penderita
kelebihan berat badan, mungkin perlu insulin pada saat
hiperglikemik selama stress.
2.1.6. Faktor Resiko Diabetes Melitus
Menurut Sudoyo, 2006 dan Ernawati 2013 dalam (Damayanti,
2015), faktor-faktor resiko terjadinya diabetes melitusn antara lain :
19

2.1.6.1. Faktor Keturunan (Genetik)


Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi sel beta dan
mengubah kemampuannya untuk mengenali dan
menyebarkan rangsang sekretoris insulin. Keadaan ini
meningkatkan kerentanan individu tersebut terhadap
faktorfaktor lingkungan yang dapat mengubah integritas
dan fungsi sel beta pankreas. Secara genetik risiko diabetes
melitus tipe 2 meningkat pada saudara kembar
monozigotik seorang diabetes melitus tipe 2, ibu dari
neonates yang beratnya lebih dari 4 kg, individu dengan
gen obesitas, rasa tau etnis tertentu yang mempunyai
insiden tinggi terhadap diabetes melitus.

Diabetes melitus dapat menurun sisilah keluarga yang


mengidapnya. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes
melitus akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya
terikat dengan penurunan produksi insulin. Diabetes
melitus tipe 2 lebih banyak dikaitkan dengan faktor
keturunan dibandingkan dengan diabetes melitus tipe 1.

2.1.6.2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan
≥20% dari berat badan idela atau BMI (Body Mass Index)
≥27kg/m1. Kegemukan menyebabkan berkurangnya
jumlah reseptor insulin yang dapat bekerja di dalam sel
pada otor skeletal dan jaringan lemak. Hal ini dinamakan
resistensi insulin perifer. Kegemukan juga merusak
kemampuan sel beta untuk mepelas insulin saat terjadi
peningkatan glukosa darah.
1 .1.6.3. Usia
Faktor usia yang risiko menderita diabetes melitus tipe 2
adalah usia diatas 30 tahun, hal ini karena adanya
perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan
20

IMT di hitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam


kilogram) di bagi dengan tinggi badan (dalam meter)
kuadrat klasifikasi status gizi berdasarkan IMT :
Contoh : Brat badan = 52 kg, Tinggi badan = 152 cm
(1.52m)2. IMT = 52/(1.52)2 = 22.2

Tabel 2.1 Kriteria Indek Masa Tubuh.


No Klasifikasi Nilai Baku
1 Berat badan kurang ≤18.5
2 Berat badan normal 18.5-22.9
3 Berat badan berlebih 23-24.9
4 Obesitas I 25-29.9
5 Obesitas II ≥30

dimulai dari tingkat sel, kemudian berlanjut pada tingkat


jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat
mempengaruhi homeostatis. Setelah seorang mencapai
umur 30 tahun, maka kadar glukosa darah naik 1-2mg%
tiap tahun saat puasa dan akan naik 6-13mg% pada 2 jam
setelah makan, berdasarkan hal tersebut bahwa umur
merupakan faktor utama terjadinya kenaikan relevansi
diabetes serta gangguan toleransi glukosa.
2.1.6.4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berdampak terhadap aksi insulin pada orang
berisiko diabetes melitus. Pada diabetes dengan kadar gula
darah tidak terkontrol, Latihan jasmani akan menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar gula glukosa darah dan bend
aketon yang dapat berakibat fatal. Pada sebuah penelitian
didapatkan hasil jika glukosa darah sekitar 332 mg/dl, bila
tetap melakukan olahraga akan berbahaya bagi individu
tersebut, sehingga disarankan bila ingin melakukan
21

kegiatan jasmani/olahraga maka kadar gula darah harus


dibawah 250 mg/dl.

Ambilan glukosa oleh jaringan otot pada keadan istirahat


membutuhkan insulin, sehingga disebut sebagai jaringan
insulin dependent. Sedangkan pada otot yang aktif
walaupun terjadi peningkatan kebutuhan glukosa, tetapi
kadar insulin tidak meningkat. Hal ini disebabkan karena
peningkatan kepekaan reseptor insulin otot dan
pertambahan reseptor insulin otot pada saat melakukan
kegiatan jasmani/olahraga. Jaringan otot yang aktif
tersebut disebut juga sebagai jaringan non insulin
dependent.

2.1.6.5. Pola Hidup


Pola hidup yang sehat sangat berpengaruh pada tubuh kita
dimana semua makanan dan minuman yang masuk dalam
tubuh kita serta aktfivitas keseharian yang kita jalani
sangat berpengaruh untuk menentukan kesehatan tubuh
kedepannya. Pola hidup yang tidak sehat seperti makan
makanan yang tinggi gula dan lemak dan kurangnya
konsumsi buah dan sayur yang tinggi serat, menyukai
minuman yang manis dan bersoda, serta aktivitas fisik
yang kurang sehingga hal tersebut menjadi salah satu yang
paling sering menyebabkan terjadinya diabetes melitus.
2.1.6.6. Stress
Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik
mengharuskan individu berespon atau melakukan
Tindakan. Stress dapat merubah pola makan, latihan, dan
penggunaan obat yang biasanya dipatuhi. Stress dapat
menyebabkan hiperglikemia. Stress memicu reaksi
biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu neural dan
neuroendokrin. Rekasi pertama respon stress yaitu sekresi
22

sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin


yang menyebabkan peningkatan frekuensi jantung.
Kondisi ini menyebabkan glukosa darah meingkat guna
sumber energi untuk perfusi. Bila stress menetap akan
melibatkan hipotalamus-pituitari.

Hipotalamus mensekresi coeticotropi-releasing factor,


yang menstimulasi pituitary anterior untuk memproduksi
Aderonocotrocotropic Hormone (ACTH) kemudia ACTH
menstimulasi pituitrai anterior untuk peningkatan kortisol
mempengaruhi peningkatan glukosa darah melalui
gluconeogenesis, katabolisme protein dan lemak.

2.1.7. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus pada Remaja


Tanda dan gejala diabetes melitus yang sering muncul pada remaja
(Dr. Endang Triningsih, 2017) dan (Kemenkes, 2020). Gejala
diabetes tipe 1 dan 2 juga secara umum sulit dibedakan dan sering
kali mirip satu sama lain. Sebagian anak yang menderita diabetes
tipe 1 atau pun tipe 2 tidak menunjukkan adanya gejala atau
merasakan adanya keluhan. Namun, pada Sebagian anak yang lain,
diabetes dapat menimbulkan beberapa gejala yaitu :
2.1.7.1. Polyuria atau sering buang air kecil
Ketika seseorang terkena diabetes maka cenderung
akan sering buang air kecil karena kadar gula darah
sudah terlampau tinggi. Idealnya, gula darah akan
disaring oleh ginjal dan diserap kembali ke dalam
darah. Namun, karena sudah terlalu tinggi, ginjal tidak
bisa menyerap semua gula yang ada di dalam tubuh.
Hal ini membuat ginjal bekerja keras untuk menyaring
dan mengeluarkan kelebihan gula darah tersebut
melalui urin. Dampaknya, air kencing yang dihasilkan
lebih kental sehingga otomatis ginjal akan mengambil
23

lebih banyak cairan dari tubuh untuk


mengencerkannya.
2.1.7.2. Polydipsia atau rasa haus yang berlebihan
Ketika tubuh terkena diabetes, glukosa akan menumpuk
di dalam darah. Ini tentunya akan membuat ginjal
bekerja keras untuk menyaring dan menyerap kelebihan
gula sebelum akhirnya dibuang melalui urin. Salah satu
upaya yang dilakukan oleh ginjal adalah penyerapan
cairan tubuh untuk menyerap gula berlebih. Akibatnya,
ginjal akan menghasilkan urin lebih banyak dari
biasanya. Inilah yang membuat diabetes mudah merasa
haus karena cairan tubuhnya banyak yang hilang.
2.1.7.3. Polifagia atau kelaparan yang berlebihan
Di dalam tubuh, makanan diubah menjadi glukosa.
Glukosa kemudian akan digunakan sebagai sumber
energi bagi setiap sel, jaringan, dan organ tubuh.
Hormon insulin bertanggung jawab untuk menjalankan
prosis ini. Penderita diabetes memiliki masalah dengan
produksi insulin ataupun kemampuan tubuh dalam
merespon insulin. Akibatnya, proses perubahan glukosa
menjadi energi pun terhambat. Kebutuhan energi jadi
tidak terpenuhi, sekalipun sudah makan. Tubuh akan
merasa belum mendapatkan energi, lalu mengirimkan
sinyal untuk kembali makan.
2.1.7.4. Penurunan berat badan secara drastis
Pada anak yang menderita diabetes melitus cenderung
kehilangan banyak berat badan dalam waktu yang
relatif singkat. Hal ini dikarenakan konversi glukosa
menjadi energi dibatasi karena produksi insulin yang
rendah, tubuh mulai membakar otot dan menyimpan
lemak untuk energi, menyebabkan penurunan berat
badan secara drastis.
24

2.1.7.5. Nafas bau keton/buah


Bau keton atau buah disebebkan oleh ketoasidosis
diabetik (DKA), yaitu kondisi yang muncul karena
kurangnya insulin dalam tubuh. Ini bisa menjadi gejala
diabetes yang fatal pada anak-anak. Tanpa glukosa
tubuh mulai membakar lemak untuk energi, dan proses
tersebut menghasilkan keton atau bisa juga disebut
dengan asam darah. Bau khas keton atau asam darah ini
dapat dikenali dari bau seperti buah pada nafas.
2.1.7.6. Masalah pengelihatan
Permasalah mata pada anak penderita diabetes lebih
banyak jika dibandingkan dengan anak tanpa menderita
diabetes. Kadar gula darah yang terlalu tinggi
menyebabkan rusaknya saraf pada mata dan
menyebabkan masalah mata seperti pengelihatan kabur
bahkan dapat menyebabkan kebutaan total, jika
diabetes tidak terkontrol setelah terdiagnosis.
2.1.7.7. Infeksi jamur
Infeksi jamur sering muncul pada anak perempuan
penderita diabetes melitus. Mikrobiota usus merupakan
faktor penting yang mencegah terjadinya penyakit
autoimun seperti diabetes. Ketika glukosa tubuh tinggi
mengganggu microbiota, pertumbuhan mikroorganisme
terpengaruh, yang menyebabkan peningkatan produksi
yang berkontribusi pada infeksi jamur. Jamur Candida
adalah jamur yang sering menginfeksi pada vagina
sehingga menimbulkan rasa gatal, nyeri, keputihan, dan
perih atau tidak nyaman saat berhubungan seksual.
2.1.7.8. Penggelapan kulit
Penggelapan kulit pada anak dan remaja dengan
diabetes melitus biasanya terjadi di bagian area ketiak
dan belakang leher. Penebalan dan penggelapan lipatan
25

kulit terutama disebabkan oleh hipersulinemia yang


disebabkan oleh resistensi insulin dan kondisi tersebut
biasanya disebut dengan akantosis nigrikans.
2.1.7.9. Penyembuhan luka yang lama
Ketika gula darah dalam tubuh tinggi maka akan
mengganggu fungsi sistem kekebalan, meningkatkan
peradangan, mencegah konversi glukosa menjadi
energi dan menyebabkan berkurangnya suplai darah ke
bagian tubuh. Sehingga, faktor ini menyebabkan
penyembuhan luka tertunda pada anak dan remaja,
menyebabkan komplikasi yang lebih serius.
2.1.7.10. Sering merasa lelah
Remaja dengan diabetes melitus akan mudah merasa
lelah bahkan dapat merasa lelah sepanjang waktu dan
hal tersebut dapat terlihat dan dikenali dengan mudah.
Seorang remaja dengan diabetes melitus tidak memiliki
cukup insulin untuk mengubah glukosa menjadi energi.
Kekurangan energi justru membuat mereka mudah
lelah atau setelah melakukan aktivitas fisik kecil.
2.1.8. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Berikut tatalaksana pengelolaan Diabetes Melitus meliputi
pemberian insulin, pengaturan pola makan, olahraga, pemantauan
darah, dan edukasi (Yati & Tridjaja, 2017) :
2.1.8.1. Pemberian Insulin
a. Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadar insulin
yang cukup di dalam tubuh selama 24 jam untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai insulin
basal maupun insulin koreksi dengan kadar yang lebih
tinggi (bolus) akibat efek glikemik makanan.

b. Bagi anak-anak sangat dianjurkan paling tidak


menggunakan 2 kali injeksi insulin per hari (campuran
insulin kerja cepat/pendek dengan insulin basal).
26

c. Dosis insulin harian, tergantung pada : umur, berat


badan, status pubertas, lama menderita, fase diabetes,
asupan makanan, pola olahraga, aktifitas harian, hasil
monitoring glukosa darah dan HbA1c, serta ada
tidaknya komorbiditas.
2.1.8.2. Pengaturan pola makan
a. Pada regimen konvensional, pengaturan makan dengan
memperhitungkan asupan dalam bentuk kalori.
b. Pada regimen basal-bolus, pengaturan makan dengan
memperhitungkan asupan dalam bentuk gram
karbohidrat.
c. Pemilihan jenis makanan dianjurkan karbohidrat
dengan indeks glikemik dan glicemic load yang
rendah.
2.1.8.3. Olahraga
a. Sebelum berolahraga
1) Tentukan waktu, lama, jenis, intensitas olahraga.
Diskusikan dengan pelatih/guru olahraga dan
konsultasikan dengan dokter.
2) Asupan karbohidrat dalam 1-3 jam sebelum
olahraga.
3) Cek control metabolik, minimal 2 kali sebelum
berolahraga.
4) Jika glukosa darah <90 mg/dL (< 5 mmol/L) dan
cenderung turun, tambahkan ekstra karbohidrat.

5) Jika glukosa darah 90-250 mg/dL (5-14 mmol/L)


tidak deperlukan ekstra karbohidrat (tergantung
lama aktifitas dan respons individual).
6) Jika glukosa darah >250 mg/dL dan keton
urin/darah (+), tunda olahraga sampai glukosa
darah normal dengan insulin.
27

7) Bila olahraga aerobik, perkirakan energi yang


dikeluarkan dan tentukan apakah penyesuaian
insulin atau tambahan karbohidrat diperlukan.
8) Bila olahraga aerobic atau olahraga saat panas,
atau olahraga kompisi sebaiknya insulin
dinaikkan.
9) Pertimbangkan pemberian cairan untuk menjaga
hidrasi (250 mL pada 20 menit sebelum olahraga)/
b. Selama berolahraga
1) Monitoring glukosa darah tiap 30 menit.
2) Teruskan asupan cairan (250 ml tiap 20-30
menit).
3) Konsumsi karbohidrat tiap 20-30 menit, bila
diperlukan.
c. Setelah berolahraga
1) Monitoring glukosa darah, termasuk sepanjang
malam (terutama bila tidak biasa dengan
program olahraga yang sedang dijalani).
2) Pertimbangkan mengubah terapi insulin, dengan
menurunkan dosis insulin basal.
3) Pertimbangkan tambahan karbohidrat kerja
lmabat dalam 1-2 jam setelah olahraga untuk
menghindari hipoglikemia.

2.1.8.4. Pemeriksaan glukosa darah


a. Glukosa darah sewaktu
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap
waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makan
terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang
tersebut (Depkes RI, 2013).
b. Glukosa darah puasa
Pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah pasien
berpuasa selama 8-10 jam (Depkes, 2013).
28

c. Glukosa darah 2 jam setelah makan


Pemeriksaan dilakukan 2 jam dihitung setelah
pasien menyelesaikan makan (Depkes, 2013).
2.1.8.5. Edukasi
Edukasi/pedidikan merupakan unsur strategis pada
pengelolaan DM, harus dilakukakn secara terus
menerus dan bertahap sesuai tingkat pengetahuan serta
status sosial. Edukasi dapat dilakukan kepada siapa saja
yang baik itu orang dewasa maupun remaja sesuai
dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki dan
informasi apa yang ingin diketahui mengenai penyakit
diabetes melitus seperti tanda gejala diabetes melitus
dan cara mencegah diabetes melitus.
2.1.9. Pencegahan Diabetes Melitus
Pencegahan diabetes melitus (Fitriana & Rachmawati, 2016) yaitu
sebagai berikut :
2.1.9.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan
terhadap orang-orang yang termasuk kelompok berisiko
tinggi, yakni orang yang belum menderita diabetes
melitus, tetapi berpotensi untuk menderita penyakit
tersebut. Dalam hal ini, penyuluhan memiliki peran
yang sangat penting untuk upaya pencegahan secara
primer. Masyarakat luas harus diikutsertakan dalam
penyluhahn melalui Lembaga swadaya masyarakat dan
lembaga sosial lainnya. Demikian pula pemerintah
melalui semua jajaran terkait, seperti Departemen
Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu turut serta
berperan dalam upaya pencegahan diabetes melitus
secara primer dalam program penyuluhan dan
Pendidikan kesehatan seperti bagaimanan kebiasaan
pola hidup sehari-hari. Lakukan kebiasaan suka
29

berolahraga, makan buah-buahan segar, sayuran segar,


dan air putih. Lalu hindari kebiasaan malas bergerak,
kebiasaan mengonsumsi minumana dan makanan
manis, dan makanan cepat saji. Melakukakn
skrinning/pemeriksaan gula darah ataupun urin secara
rutin dapat menjadi salah satu cara mendeteksi diabetes
melitus secara dini.

Idelanya, sejak masa prasekolah hingga masa remaja


hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai
pentingnya kesehatan dengan cara kegiatan jasmani
teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga
badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok
bagi kesehatan. Dengan pemberian wawasan dan
pengetahuan mengenai hidup sehat, maka individu akan
terbiasa hidup sehat sejak dini.

2.1.9.2. Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah atau
menghambat timbulnya gangguan pada pasien yang
telah menderita diabetes melitus. Pencegahan sekunder
dapat dilakukan dengan cara memberikan pengobatan
yang cukup dan tindakan deteksi dini gangguan
penyakit diabetes melitus.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan beberapa
cara, diantaranya : a. Skrinning
Skrinning merupakan salah satu pencegahan
diabetes melitus secara sekunder yang dilakukan
dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah
puasa, dan GIT. Skrinning direkomendasikan untuk
orang-orang tertentu, seperti :
30

1) Orang-orang yang mempunyai keluarga


diabetes;
2) Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal
pada saat hamil;
3) Orang-orang yang mempunyai gangguan
vaskuler; dan
4) Orang-orang yang gemuk.
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes melitus merupakan alternatif
utama yang dilakukan terhadap penderita penyakit
tersebut. Pengobatan penyakit ini bergantung
kepada pengobatan diet dan pengobatan bila
diperlukan. Apabila penderita dapat disembuhkan
tanpa obat, maka cukup dengan menurunkan berat
badan hingga mencapai berat badan ideal. Untuk
itu, perlu dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Namun, apabila diabetes melitus tidak dapat diatasi
hanya dengan menurunkan berat badan, maka perlu
dilakukan pengobatan dengan penanganan yang
serius.

Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet)


atau terapi nutrisi medik merupakan pengobatan
ringan yang utama, tetapi apabila hal ini Bersama
latihan jasmani atau kegiatan fisik ternyata gagal,
maka diperlukan penambahan obat oral. Obat
hipoglikemik oral hanya digunakan untuk
mengobati beberapa individu dengan diabetes
melitus tipe 2. Obat ini dapat menstimulasi
pelapisan insulin dari sel beta pankreas atau
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
c. Diet
31

Diet merupakan perlakuan tata laksana yang


penting dari semua tipe diabetes melitus. Makanan
yang masuk ke dalam tubuh harus diatur dan dibagi
secara merata sepanjang hari. Perlakuan ini harus
dilakukan secara konsisten dari hari ke hari.
Kegiatan ini sangat berpengaruh terhadap
kegemukan, dimana kegemukan memiliki
hubungan dengan resistensi insulin dan
hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik
dengan penurunan berat badan.

Diet yang dilakukan untuk mencegah diabetes


melitus dapat berupa :
1) Menjaga kestabilan berat badan.
2) Menjaga kestabilan tekanan darah.
3) Mengontrol kadar kolesterol.
4) Tidak merokok
5) Membiasakan diri untuk hidup sehat.
6) Mebiasakan diri berolahraga secara teratur.
Olahraga yang dimaksud adalah aktivitas fisik
yang terancam dan terstruktur yang
memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang
untuk mencapai kebugaran.
7) Menghindari menonton televisi terlalu lama,
karena ini yang menyebabkan aktivitas fisik
berkurang atau minim.
8) Mengurangi konsumsi terhadap permen, coklat,
atau snack dengan kandungan garam yang
tinggi.
9) Menghindari makanan siap saji dengan
kandungan kadar karbohidrat dan lemak tinggi.
32

10) Membiasakan diri untuk mengonsumsi sayuran


dan buah-buahan segar.
2.1.9.3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya menanggulangi
penyakit diabetes yang ditujukan pada kelompok
penyandang diabetes yang telah mengalami gangguan
dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut. Salah satu bentuk pencegahan tersier yaitu salah
satu bentuk pencegahan tersier yaitu dengan rehabilitasi
penderita diabetes. Upaya rehabilitasi pada penderita
harus dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap.

Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan


holistic dan terintegrasi antara pihak terkait, terutama di
rumah sakit rujukan. Kerja sama yang baik antara para
ahli di berbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, bedah
orotpedi, bedah vascular, radiologi, rehabilitasi medis,
gizi, podiatrist, dll). Sangat deperlukan dalam
menunjung keberhasilan pencegahan tersier.
2.1.10. Deteksi Dini Diabetes Melitus
Deteksi dini adalah usaha-usaha untuk mengetahui ada tidaknya
tanda dan gejala suatu penyakit salah satunya diabetes melitus.
Tujuan dari deteksi dini adalah untuk memberikan pengetahuan dan
pemahaman serta perhatian terhadap kondisi seseorang, yakni
kondisi fisik maupun mental yang ada dalam diri individual untuk
menghindari dan menanggulangi akan terjadinya
gangguanggangguan. Deteksi dini juga sebagai bentuk preventik
sejak awal terhadap indikasi-indikasi akan terjadinya gangguan
(Selvia, 2021).
33

Deteksi dini penyakit diabetes melitus juga dapat dilakukan dengan


cara melakukan screening pada individu. Screening dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana individu tersebut mengalami tanda
gejala diabetes melitus atau bahkan sudah terkena diabetes melitus
dari hasil screening yang telah dilakukan dapat membantu untuk
menentukan langkah apa yang akan diambil kemudian agar tidak
memperparah keadaan (Muliasari, 2019).

2.1.11. Klasifikasi Kadar Glukosa Darah


Klasifikasi kadar glukosa darah adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 kategori kadar glukosa darah saat puasa (Lannywati, 2001
dalam Damayanti, 2015)
No Kadar glukosa darah Kategori
1 <80 mg/dl Rendah/hipoglikemia
2 80 mg/dl – 120 mg/dl Normal
3 >120 mg/dl Hiperglikemia

Tabel 2.3 Kadar gula darah berdasarkan (Vita Health 2013 dalam
Damayanti, 2015) adalah sebagai berikut :
No Pemeriksaan Kadar gula darah Kadar gula
penderita DM darah normal
1 Sebelum makan 90-130 Di bawah 110
(puasa)
2 2 jam setelah makan 120-160 Di bawah 140
3 Sebelum tidur 110-150 Di bawah 120

2.2. Konsep Pendidikan Kesehatan


2.2.1. Pegertian Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau
masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku Pendidikan atau promosi kesehatan. Dan Batasan ini
34

tersirat unur-unsur input (sasaran dan pendidik dari pendidik),


proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain)
dan output (melakukan apa yang diharapkan). Hasil yang
diharapkan dari suatu promosi atau Pendidikan kesehatan adalah
perilaku kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan
(Notoatmodjo, 2012 dalam Sari, 2019) .

(Induniasih, 2017) mendefinisikan Pendidikan kesehatan sebagai


proses yang mencakup dimensi dan kegiatan-kegiatan intelektual,
psikologi, dan sosial yang diperlukan untuk meningkatkan
kemampuan individu dalam mengambil keputusan secara sadar
dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri keluarga dan
masyarakat dan agar dapat mengubah perilaku untuk memelihara
kesehatan.
2.2.2. Tujuan Pendidikan kesehatan
Ada tiga tujuan Pendidikan kesehatan menurut (Induniasih 2009
dalam, yaitu Sari, 2019) :
2.2.2.1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di
masyarakat. Oleh karena itu, Pendidikan kesehatan
harus bertanggung jawab mengarahkan cara-cara hidup
sehat sehingga menjadi kebiasaan hidup masyarakat
seharihari.
2.2.2.2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau
berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai
tujuan hidup sehat.
2.2.2.3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat
sarana pelayanan kesehatan yang telah ada dilakukan
secara berlebihan dan bahkan justru sebaliknya, seperti
saat kondisi sakit tetapi tidak menggunakan sarana
kesehatan dengan semestinya.
35

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendidikan kesehatan


Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar Pendidikan
kesehatan dapat mencapai sasaran (Saragih, 2010 dalam Noviana,
2017) yaitu :
2.2.3.1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang
seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya.
Maka dapat dikatakan bahwa semakin tingi tingkat
pendidikannya, semakin mudah seseorang meneriman
informasi yang didapatnya.
2.2.3.2. Tingkat sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin
mudah pula dalam menerima informasi baru.
2.2.3.3. Adat Itiadat
Masyarakat kita masih sangat menghargai dan
menganggap adat istiadat sebagai sesuatu yang tidak
boleh diabaikan.
2.2.3.4. Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang
disampaikan oleh orang-orang yang sudah mereka
kenal, karena sudah ada kepercayaan masyarakat
dengan penyampaian informasi.
2.2.3.5. Ketersediaan waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan
tingkat aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat
kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.
2.2.4. Metode Pendidikan kesehatan
Menurut (Notoatmodjo, 2012), berdasarkan pendekatan sasaran
yang ingin dicapai, penggolongan metode Pendidikan ada 3 yaitu :

2.2.4.1. Metode berdasarkan pendekatan perorangan Metode ini


bersifat individual dan biasanya digunakan untuk
36

membina perilaku baru, atau membina seorang yang


mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau
inovasi. Dasar digunakannya pendekatan individual ini
karena setiap orang mempunyai masalah atau alasan
yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaaan
atau perilaku baru tersebut. Ada 2 bentuk
pendekatannya, yaitu :
a. Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and
Counceling)
b. Wawancara
2.2.4.2. Metode berdasarkan pendekatan kelompok Berdasarkan
kelompok dan tingkat Pendidikan dari sasaran
Pendidikan kesehatan harus diperhatikan Ketika
memilih metode kelompok. Kelompok besar akan
membutuhkan metode yang berbeda dengan kelompok
kecil. Sebuah metode akan efektif jika sesuai dengan
tingkat Pendidikan di kelompok masyarakat.

2.2.4.3. Metode berdasarkan pendekatan massa Metode


pendekatan massa ini cocok untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan
yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga
sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak
membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan,
status sosial ekonomi, tingkat Pendidikan, dan
sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin
disampaikan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap
oleh massa.
2.2.5. Media Pendidikan Kesehatan
Media atau alat bantu Pendidikan kesehatan adalah alat-alat untuk
menyalurkan atau menyampaikan promosi kesehatan untuk
37

memperlancar komunikasi dan penyebar luasan informasi serta


dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan pelatihan dengan
metode tatap muka. Alat bantu yang dipilih pun harus sesuai
dengan strategi, metode belajar, dan tujuan belajar (Notoatmodjo,
2014).

Masing-masing alat peraga mempunyai intensitas yang


berbedabeda di dalam membantu persepsi masyarakat.
Penggunaan media (alat bantu) Pendidikan kesehatan menurut
Elgar Dale, yang mempunyai intensitas yang paling tinggi adalah
benda asli, sedangkan yang mempunyai intensitas yang paling
rendah adalah dengan kata-kata, seperti gambar 2.1 berikut ini
(Achjar, 2010) :

1. Kata -kata 1
2. Tulisan 2
3. Rekaman radio 3
4. Film 4
5. Televisi 5
6. Pameran 6
7. Field trip 7
8. Demonstrasi 8
9. Sandiwara 9
10. Benda tiruan 10
11. Benda asli 11

Berikut ini adalah macam-macam media Pendidikan kesehatan


(Ummah, 2021) yaitu :
2.2.5.1. Poster
38

Poster terutama dibuat untuk mempengaruhi orang


banyak, memberikan pesan singkat. Karena itu cara
pembuatannya harus menarik, sederhana dan hanya
berisikan satu ide atau satu kenyataan saja. Poster yang
baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama
dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat
mendorong untuk bertindak.

Kelebihan dari poster adalah dapat meningkatkan


kesadaran terhadap kesehatan dan merangsang
kepercayaan, sikap, dan perilaku, dapat dibuat dengan
biaya murah, Bahasa yang singkat sehingga mudah
dipahami, dan dapat menyampaikan informasi.
Sedangkan kekurangn dari poster adalah luas
jangkauan yang terbatas karena hanya di tempat poster
di pasang, tidak dapat memilah khalayak, khalayak
hanya melihat sepintas, dan mudah rusak.
2.2.5.2. Leaflet/Flyer
Leaflet adalah berupa lembaran kertas yang dilipat-
lipat, berisi tulisan cetak dan beberapa gambar tertentu
suatu topik khusus untuk sasaran dan tujuan tertentu.
Ukuran umumnya 20 × 30 cm, dengan jumlah tulisan
umumnya 200-400 kata, secara umum berisi garis-garis
besar penyuluhan dan isi-isi harus dapat di tangkap
dengan sekali baca. Leaflet biasanya diberikan setalah
penyluhan selesai dilaksanakan atau dapat pula
diberikan sewaktu penyuluhan berlangsung untuk
memperkuat ide yang di sampaikan.
2.2.5.3. Lembar Balik (Flipchart)
Flipchart merupakan koleksi chart yang disusun dalam
urutan tertentu, dengan ukuran sama dengan poster.
Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan
39

dalam bentuk lembar baik. Biasanya dalam bentuk


buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar
peragaan dan balikannya berisi kalimat-kalimat sebagai
pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar
tersebut.
2.2.5.4. Booket
Booket adalah suatu media untuk menyampaikan
pesanpesan kesehatan dalam bentuk buku yang berisi
tulisan dan gambar. Booket merupakan sebuah buku
kecil yang terdiri dari 24 lembar. Isi booket harus jelas,
tegas dan mudah dimengerti. Ukuran booket biasanya
bervariasi mulai dari 8-13 cm.
2.2.5.5. Video
Video adalah serangkaian gambar diam yang meluncur
secara cepat dan diproyeksikan sehingga menimbulkan
kesan hidup dan bergerak. Kelebihan media video
adalah dapat memotivasi kegiatan, dapat menampilkan
seorang ahli atau tokoh, dan dapat menggunakan
teknik-teknik seperti warna, gerak lambat, animasi, dan
sebagainya. Sedangkan kekurangan dari teknik video
adalah daya jangkaunya terbatas dan produksinya
relatif mahal.

2.3. Konsep Pengetahuan


2.3.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan rasa ingin tahu yang terjadi pada
seseorang yang telah melakukan pengindraan pada sebuah objek.
Pengindraan pada objek dilakukan oleh panca indra manusia yaitu
penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan perabaan.
Pengetahuan paling banyak didapatkan pada pengelihatan dan
pendengaran.
Notoatmodjo dalam (Masturoh & Anggita, 2018).
40

Pengetahuan merupakan pemahaman teoritis dan praktis


(Knowhow) dan merupakan hasil proses pembelajaran seseorang
terhadap sesuatu baik yang didengar maupun yang dilihat dan yang
dipunyai oleh individu. Peranan pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari dan pertumbuhan seorang individu, kehidupan
bermasyarakat dan suatu organisasi sangat penting (Timotius,
2017).
2.3.2. Tahapan Pengetahuan
Menurut Bloom, dalam (Adhayani, 2021) terdapat 6 tahapan
pengetahuan, yaitu :
2.3.2.1. Tahu (Know)
Kemampuan pada daya ingat untuk mengingat kembali
pembelajaran terdahulu pembelajaran terdahulu.
2.3.2.2. Memahami (Comprehension)
Kemampuan pemahaman dalam menjelaskan objek
secara benar dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar.
2.3.2.3. Aplikasi (Application)
Mengaplikasikan kemampuan dalam pembarian materi
yang benar.

2.3.2.4. Analisis (Analysis)


Kemampuan untuk menjabarkan sesuatu objek kedalam
satu struktur organisasi yang masih mempunyai
keterkaitan.
2.3.2.5. Sintesis (Synthesis)
Kemampuan dalam membentuk dan menghubungkan
menjadi sebuah keseluruhan yang baru
2.3.2.6. Evaluasi (Evaluation)
Melakukan penilaian pada materi atau objek,
berdasarkan kriterianya sendiri.
41

2.3.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Astutik dalam (Sanifah, 2018) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi pengetahuan, yaitu :
2.3.3.1. Umur
Umur termasuk yang mempengaruhi daya serap dan
pola fikir seseorang, semakin bertambah umur
seseorang (madya 40-60 tahun) kemampuan dalam
daya serap dan pola fikirnya semakin berkurang.
2.3.3.2. Pendidikan
Hubungan tingkat Pendidikan dengan pengetahuan
menentukan kemampuan pemahaman dan daya serap
yang diperoleh. Semakin tinggi tingkat Pendidikan
semakin baik tingkat pengetahuannya.
2.3.3.3. Pengalaman
Pengalaman adalah cara pengulangan dalam
pengetahuan dimana pengetahuan yang diperoleh dapat
memecahkan masalah yang dihadapi di masa lalu dan dapat
digunakan guna untuk mendapatkan pengetahuan.

2.3.3.4. Informasi
Infromasi yang baik didapatkan dari sumber yang baik
dapat dipercaya semisal televisi, radio, surat kabar,
majalah dan yang lainnya, dapat meningkatkan
pengetahuan seseorang meski orang tersebut tidak
memiliki tingkat Pendidikan yang tinggi.
2.3.3.5. Sosial Budaya dan Ekonomi
Sosial budaya dalam tradisi atau kebiasaan di masyarakatnya
dapat meningkatkan pengetahuan. Status ekonomi juga
berperan dalam tingkat pengetahuan orang dimana status
ekonomi mempengaruhi ketersediaan dalam fasilitas
informasi yang dibutuhkan seseorang.
2.3.3.6. Lingkungan
42

Lingkungan berpengaruh dalam daya penyerapan


informasi, dikarenakan adanya respon interaksi dantar
individu.
2.3.4. Pengukuran Pengetahuan
Menurut Arikanto dalam (Sanifah, 2018) pengukuran pengetahuan
bisa didapatkan dengan wawancara atau pembagian kuesioner
ataupun angket, isi materi yang akan di ukur dari responden
disesuaikan dengan tingkatnya.
Jenis pertanyaan yang bisa digunakan dalam pengukuran
pengetahuan dibagi dalam 2 jenis, yaitu :
2.3.4.1. Pertanyaan Subjektif
Pertanyaan berupa esay, penilaian ini melibatkan faktor
sunjektif dari penilaiannya sehingga hasil dari penilaian
berbeda setiap waktu ke waktu.

2.3.4.2. Pertanyaan Objektif


Jenis pertanyaan ini berupa pilihan ganda, betul salah,
dan pertanyaan mencocokan dengan yang sesuai.
Penilaian ini bisa secara pas oleh penilai.
2.4. Konsep Remaja
2.4.1. Pengertian Remaja
Remaja merupakan periode dimana individu mengalami
perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, usia
antara 10-24 tahun. Menurut World Health Organization (WHO)
remaja merupakan seseorang yang berusia 10-19 tahun, sedangkan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kaum muda yaitu
usia 15 sampai 24 tahun. Definisi ini kemudian disatukan dalam
terminology kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-
24 tahun (Kusmiran, 2014).

Remaja merupakan masa dimana peralihan dari masa anak-anak


ke masa dewasa, yang telah meliputi semua perkembangan yang
43

dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Perubahan


perkembangan tersebut meliputi aspek fisik, psikis, dan
psikososial. Masa remaja merupakan salah satu periode dari
perkembangan manusia. Remaja ialah masa perubahan atau
peralihan dari anakanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan
biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial (Sofia &
Adiyanti, 2013 dalam Firdaus, 2018).
2.4.2. Tahun-Tahun Masa Remaja
Batasan usia masa remaja menurut Hurlock dalam (Nasrudin,
2017) adalah awal masa remaja berlangsung dari mulai umur 13-
16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia
16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu matang secara hukum.
Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang
sangat singkat.
Secara umum menurut para tokoh-tokoh psikologi, remaja dibagi
menjadi tiga fase batasan umur, yaitu :
2.4.2.1. Fase remaja awal dalam rentang usia dari 12-15 tahun.
2.4.2.2. Fase remaja madya dalam rentang usia 15-18 tahun.
2.4.2.3. Fase remaja akhir dalam rentang usia 18-21 tahun.

Maka dengan demikian dapat diketahui dari bagian-bagian usia


pada remaja yang dapat dijelaskan sebagai berikut, usia 12-15
tahun termasuk bagian remaja awal, usia 15-18 tahun bagian
remaja tengah, dan remaja akhir pada usia 18-21 tahun. Dengan
mengetahui bagian-bagian usia remaja kita akan lebih mudah
mengetahui remaja tersebut kedalam bagiannya, apakah termasuk
remaja awal atau remaja tengah dan remaja akhir.

2.4.3. Ciri-Ciri Masa Remaja


Masa remaja adalah suatu masa perubahan, pada masa ini terjadi
perubahan-perubahan yang sangat pesat yakni baik secara fisik,
maupun psikologis, ada beberapa perubahan yang terjadi selama
masa remaja ini menurut Nasrudin, 2017) diantaranya :
44

2.4.3.1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada


remaja awal yang dikenal sebagai masa strong dan
masa stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil
dari perubahan fisik terutama hormone yang terjadi
pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial peningkatan
emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam
kondisi yang baru, yang berbeda dari masa sebelumnya.
Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang
ditunjukkan

pada remaja misalnya mereka harus lebih mandiri dan


bertanggung jawab.
2.4.3.2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai
kematangan seksual. Terkadang perubahan ini
membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang
terjadi secara cepat baik perubahan internal maupun
eksternal. Perubahan internal seperti sistem sirkulasi,
pencernaan, dan sistem respirasi. Sedangkan perubahan
eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi
tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
2.4.3.3. Perubahan yang menarik bagi dirinya dah hubungan
dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal
yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa
kanakkanak digantikan dengan hal menarik yang baru
dan lebih menantang. Hal ini juga dikarenakan adanya
tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja,
maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan
ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting.
Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang
lain.
2.4.3.4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting
pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena
45

sudah mendekati masa dewasa. Remaja sudah mulai


bisa memilah apa yang benar-benar penting dan dia
butuhkan dan apa yang sudah menjadi kurang penting
dan harus dia kurangi atau tinggalkan karena dia sudah
berada di fase remaja bukan anak-anak lagi.
2.4.3.5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen
dalam menghadapi perubahan yang terjadi, tetapi disisi lain mereka
takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta
meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab
tersebut. 2.4.4. Diabetes Pada Remaja
Peningkatan penderita diabetes pada remaja tidak luput dari gaya
hidup tidak sehat remaja saat ini. Kurangnya pengetahuan remaja
tentang penyakit diabetes melitus juga menjadi penyebab seorang
remaja terkena penyakit diabetes melitus. Faktor lingkungan yang
sangat mempengaruhi seorang remaja berpotensi terkena penyakit
diabetes melitus adalah pola makan dan gaya hidup yang tidak
sehat. Obesitas atau kegumukan adalah salah satu penyebab
seorang remaja menderita DM. kurang berolahraga, kebiasaan
ngemil, kurang tidur dan sering mengonsumsi makanan berkalori
tinggi adalah gaya hidup yang tidak sehat. Aktivitas fisik yang
rendak seperti duduk berlama-lama di depan televisi atau
computer, menghabiskan waktu di tempat makanan cepat saji juga
menjadi pemicu penyakit diabetes melitus pada usia remaja
(Andriyani, 2016).
2.5. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah rangkuman, gambaran, dan rencana yang berisi
tentang penjelasan dari semua variabel yang akan dijadikan sebagai bahan
penelitiana dari penjabaran teori yang sudah diuraikan sebelumnya dalam
bentuk naratif, untuk memberikan batasan tentang teori yang dipakai
sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan (Hidayat 2014 dalam
Rahayu, 2021).
46

Kerangka teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pendidikan kesehatan : Konsep Pengetahuan :

• Pengertian • Pengertian
• Tujuan • Tahapan-tahapan
• Faktor-faktor yang • Faktor-faktor yang
mempengaruhi mempengaruhi
• Metode pengetahuan
• Media

Konsep Diabetes Melitus : Konsep Remaja :

• Pengertian • Pengertian
• Etiologi • Tahun-tahun masa remaja
• Patofisiologi • Ciri-ciri remaja
• Pathway • Diabetes pada remaja
• Klasifikasi
• Faktor resiko
• Tanda dan gejala
Penatalaksanaan Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap

Pencegahan Tingkat Pengetahuan Deteksi Dini Penyakit
• Diabetes Melitus pada Remaja di SMAN 7
• Klasifikasi kadar gula
Banjarmasin
darah

2.6. Kerangka Konsep


Karengka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi tentang hubungan
atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel atau masalah penelitian
yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan.
Kerangka konsep dibuat untuk mendeskripsikan secara jelas varibel yang
dipengaruhi (Dependen) dan variabel pengaruh (Independen)
(Notoatmodjo, 2012).

Kerangka Konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :


Variabel Independen (Bebas) Variebel
Dependen (Terikat)
47

Pendidikan kesehatan Pengetahuan deteksi dini penyakit


pada Remaja

Metode pada Pendidikan kesehatan pada


penelitian ini Pengetahuan mengenai menggunakan metode tanda,

gejala dan tanya jawab pencegaha diabetes (wawancara) melitus untuk


mendeteksi menggunakan kuesioner secara dini penyakit sebelum dan sesudah
diabetes melitus pada
dilakukan intervensi remaja. berupa Pendidikan
kesehatan dan
menggunakan media
lembar balik (flip
Chart).

2.7. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan sementara terhadap
suatu masalah. Hipotesis dirumuskan sebagai gambaran suatu hubungan
dua variabel, yakni variabel bebas dan veriabel terikat dikutip dari
Arikunto dalam (Anshori & Iswati, 2017). Dugaan sementara dalam
penelitan ini adalah H0 = ada pengaruh pemberian Pendidikan kesehatan
terhadap tingkat pengetahuan deteksi dini penyakit diabetes melitus pada
remaja di SMAN 7 Banjarmasin. H 1 = tidak ada pengaruh Pendidikan
kesehatan terhadap tingkat pengetahuan deteksi dini penyakit diabetes
melitus pada remaja di SMAN 7 Banjarmasin.
BAB 3 METODE PENELITIAN
3. Metode
3.1. Design Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre
Experimental design dengan pendekatan one grup pre test – post test.
Pre Experimental design adalah racangan yang meliputi hanya satu
kelompok yang diberikan pra dan pasca uji. One grup pre test – post
test merupakan pendekatan untuk mengetahui hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan satu kelompok subjek atau tanpa ada
kelompok kontrol maupun pembanding. Kelompok tersebut di
observasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi
setelah dilakukan intervensi (Nursalam, 2014).

Design penelitian one grup pre test – post test dapat digambarkan
seperi pada gambar berikut (Septiana, 2014) :

O1 X O2
Pretest Postest
Pemberian
Pendidikan
kesehatan

deteksi dini

dan
pencegahan
diabetes

Keterangan :
O1 : Mengukur tingkat pengetahuan responden dengan menggunakan
kuesioner sebelum diberikan perlakuan berupa
Pendidikan kesehatan
49

X : Memberikan perlakuan berupa Pendidikan kesehatan

51
O2 : Mengukur tingkat pengetahuan responden dengan
menggunakan kuesioner kembali sesudah diberikan perlakuan berupa
pendidikan kesehatan
3.2. Variabel Penelitian
3.2.1. Variabel Independen
Varibel independent atau variabel bebas pada penelitian ini
adalah Pendidikan kesehatan.
3.2.2. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variabel terikat pada penelitian ini
adalah tingkat pengetahuan remaja.
3.3. Definisi Operasional
Karakteristik yang diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci
operasional, untuk memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi
atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena
yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam, 2014).
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Parameter Instrument Hasil Skala


Operasional Penelitian Ukur

Variabel Segala sesuatu 1. Pengertian Kuesioner Kategori : Ordinal


Depeneden : yang diabetes Baik =
pengetahuan merupakan melitus Responden ≥76-100%
anak remaja pengetahuan 2. Faktor akan Cukup =
tentang anak remaja risiko diberikan 60-75%
deteksi dini terkait diabetes pertanyaan Rendah =
penyakit masalah pada remaja melalui
diabetes 3. Tanda dan ≤60%
deteksi dini kuesioner.
melitus gejala Dengan nilai
penyakit
seperti tanda diabetes benar = 1
dan gejala dan diabetes
melitus dan salah =
cara melitus, pada remaja 0
mencegah sebelum dan 4. Cara
diabetes sesudah mencegah
melitus diberikan
Pendidikan
kesehatan
50

Variabel diabetes
Independen : Penyampaian melitus
Perlakuan materi pada
berupa kesehatan remaja
Pendidikan mengenai cara
kesehatan deteksi dini Dengan
deteksi dini dan cara metode
pencegahan ceramah dan
seperti tanda
diabetes tanya jawab
gejala dan melitus pada durasi : 70
cara anak remaja di menit
mencegah SMAN 7
penyakit Banjarmasin. Frekuensi :
diabetes 1 kali
melitus. pertemuan

Materi yang
disampaikan
:
1. Pengertian
diabetes
melitus
2. Faktor risiko
diabetes
melitus
3. Tanda dan
gejala
diabetes
melitus
4. Cara
mencegah
diabetes
melitus

3.4. Populasi, Sampel, Sampling


3.4.1. Populasi
Populasi penelitian merupakan subyek yang akan diteliti yang
telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Populasi pada
penelitian ini adalah anak remaja di SMAN 7 Banjarmasin
sebanyak 1.103 siswa.
51

3.4.2. Sampel
Sampel merupakan bagian terkecil dari populasi yang akan
diteliti oleh peneliti yang memiliki sifat sama dengan populasi
(Siyoto, S., Sodik, 2015). Jadi, sampel pada penelitian ini
berjumlah 138 siswa. Pruposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-kriteria
tertentu seperti kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi dan
ekslusi penelitian ini adalah :
3.4.2.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang
dimiliki oleh subjek penelitian dari target populasi
yang ingin diteliti :
a. Remaja (usia 15-18 tahun)
b. Remaja yang bersekolah di SMAN 7 Banjarmasin
c. Remaja dalam keadaan sehat
d. Remaja yang bersedia menjadi responden
3.4.2.2. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau
mengeluarkan subjek yang tidak memenuhi kriteria
inklusi karena berbagai sebab.
a. Tidak bersedia menjadi responden
b. Tidak hadir saat penelitian
c. Tidak mengikuti acara Pendidikan kesehatan
d. Tidak dalam keadaan sehat
3.4.3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
teknik nonprobability sampling yaitu teknik yang tidak
mendapatkan kesempatan yang sama dalam dipilih.
Pengambilan sampel pada penelitian menggunakan teknik
nonprobability sampling : purposive sampling yaitu dimana
sampel ditentukan dengan seleksi berupa kriteria inklusi dan
kriteria ekslusi. Elemen yang dipilih untuk sampel berdasarkan
52

penilaian peneliti dengan menggunakan penilian yang tepat


akan menghemat waktu dan dana (Siyoto, S., Sodik, 2015).
3.5. Tempat dan Waktu Penelitian
3.5.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di SMAN 7 Banjarmasin, kecamatan
Banjarmasin Timur, kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
3.5.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2022.
3.6. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah suatu rangkaian kegiatan yang mencakup
data yang dikumpulkan untuk menjawab masalah penelitian, cara
pengumpulan data dan alat pengumpulan data (Supardi, S, 2013).
Instrument penelitian yang digunakan berupa lembar kuesioner sebelum
dan sesudah diberikan perlakuan Pendidikan kesehatan. Kuesioner berisi
tentang pertanyaan dan penjelasan tujuan yang akan diisi oleh
responden, data kerakteristik dan pengetahuan deteksi dini penyakit
diabetes melitus (Pramono, 2018).
Instrument penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah
sebagai berikut. 3.6.1. Kuesioner
Yang berisi data karakteristik dan pertanyaan terkait
pengetahuan remaja tentang deteksi dini penyakit diabetes
melitus.
3.6.2. Alat Tulis (bollpoin)

3.6.3. SAP Pendidikan kesehatan tentang deteksi dini dan pencegahan


diabetes melitus
3.6.3.1. Pengertian Diabetes Melitus
3.6.3.2. Faktor Risiko Diabetes Melitus
3.6.3.3. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
3.6.3.4. Cara Mencegah Diabetes Melitus
3.6.4. Media Visual berupa lembar balik (Flip Chart)
53

Pada kuesioner terkait pengetahuan pembahasan diambil


berdasarkan tinjauan teori yang diuraikan pada penelitian.
Kemudian jawaban dari para remaja diberikan bobot nilai. Pada
kuesioner pengetahuan bobot nilai jika benar diberi nilai 1 dan
jika salah diberi nilai 0.

Tabel 3.2 Uraian Kuesioner Penelitian

Variabel Parameter Jumlah Nomor Pertanyaan


Pertanyaan

Data Nama, 7 1,2,3,4,5,6,7


karakteristik alamat,
tempat tanggal
lahir, usia,
jenis
kelamin,
kelas, dan No
handphone.

- Definisi
1 1
Diabetes
Kuesioner Melitus
tentang deteksi - Faktor
resiko 5 2,3,4,5,6
dini penyakit
diabetes diabetes
melitus melitus

- Tanda dan 6 7,8,9,10,11,12 gejala


diabetes
melitus
- Cara 6 13,14,15,16,17,18
mencegah diabetes melitus

Rumus yang digunakan untuk mengukur presentasi dari


jawaban yang di dapat dari kuesioner menurut Arikunto (2013)
yaitu :

Jumlah nilai benar


Presentasi = ×100%
Jumlah Soal
54

Arikunto.S (2013) membuat beberapa kategori tingkat


pengetahuan seseorang yaitu menjadi tiga tingkatan yang
didasarkan pana nilai presentasi sebagai berikut.

a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilai ≥76-100%


b. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilai 60-75%
c. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilai ≤60%
3.7. Uji Validitas
Uji validitas adalah uji ketepatan pada alat ukur untuk memastikan
tingkat kevalidan atau kesahihan instrument yang digunakan peneliti
(Siyoto, S., Sodik, 2015). Uji validitas merupkan langkah pengujian
yang dilakukan terhadap isi dari suatu instrument penelitian. Tujuan
uji validitas adalah untuk mengukur ketepatan pada suatu instrument
yang digunakan sebagai alat penelitian. Pada instrument penelitian
dikatakan valid jika instrument tersebut dapat mengukur segala
sesuatu yang seharusnya bisa diukur pada situasi dan keadaan tertentu.
Ada dua bagian pada uji validitas yag terdiri dari uji validitas
konstruksi dan uji validitas isi. Sebelum melakukan uji validitas
terhadap responden, peneliti akan melakukan uji Expert terlebih
dahulu untuk memperbaiki konstruksi dari setiap pertanyaan. Uji
Expert dilakukan oleh pengajar keperawatan komunitas dan keluarga.
Hasil dari uji expert terdapat perbaikan pada pertanyaan nomor
1,2,7,8, 11 dan 14. Uji validitas isi adalah validitas yang memuat
rumusan-rumusan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Uji validitas
dilakukan di MAN 2 Banjarmasin, kecamatan Banjarmasin Timur,
kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tanggal 5 Maret 2022.
Uji validitas dapat dinilai kevalidannya dengan menggunakan rumus
korelasi pearson product moment :

R= (Ʃ X Y) – (ƩX)(ƩY)
55

√{n .ƩX 2-(ƩX 2)}.{n Ʃ.Y 2- (ƩY 2)}

Keterangan :
R = Koefisien korelasi setiap item dengan skor total
ƩX = Skor pertanyaan ƩY = Skor total n = Jumlah responden
keputusan hasil uji validitas adalah jika nilai R.hitung > R.tabel maka
pertanyaan dinyatakan valid, tetapi jika nilai R.hitung < R.tabel maka
pertanyaan dinyatakan tidak valid.

Tabel 3.3 Validitas


No. Item Variabel R tabel R Hitung Keterangan Valid /
Tidak Valid
1 0,273 0,478 Valid
2 0,273 0,464 Valid
3 0,273 0,397 Valid
4 0,273 0,384 Valid
5 0,273 0,454 Valid
6 0,273 0,306 Valid
7 0,273 0,581 Valid
8 0,273 0,357 Valid
9 0,273 0,356 Valid
10 0,273 0,440 Valid
11 0,273 0,316 Valid
12 0,273 0,489 Valid
13 0,273 0,370 Valid
14 0,273 0,403 Valid
15 0,273 0,371 Valid
16 0,273 0,373 Valid
17 0,273 0,308 Valid
18 0,273 0,463 Valid
56

3.8. Uji Reabilitas


Rebilitas merupakan kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan
apabila fakta atau kenyataan diukur dalam waktu yang berlainan.
Rumus yang digunakan untuk mencari reabilitas instrument adalah
Rumus alpha karena berbentuk lembar kuesioner. Reabilitas untuk
data dilakukan dengan Rumus Alpha, yaitu :

rn = K 1-Ʃ.σb2

K-1 σ2t

Keterangan :

rn = rebalitias instrument k = banyakya jumlah pertanyaan atau soal

Ʃσ b2 = varians jumlah σ2t = varians total reabilitas konstruksi

variabel dikatakan baik, jika alpha Cronbach > 0,06. Sebagai acuah

suatu kuesioner pada penelitian, dapat ditentukan ukuran indeks

reabilitas, yaitu :

3.8.1. 0.00-0.20 = tidak reliabel


3.8.2. 0.221-0.40 = kurang reliabel
3.8.3. 0.61-0.80 = reliabel
3.8.4. 0.80-1.00 = sangat reliabel

Uji reabilitas yang sudah dilakukan pada tanggal 5 Maret 2022


diujikan kepada 50 responden di MAN 2 Banjarmasin dengan 18
pertanyaan pengetahuan deteksi dini penyakit diabetes melitus
dinyatakan reliabel dengan koefisien reliabelitas 0,703.

3.9. Teknik Pengumpulan Data


Menurut (Siyoto, S., Sodik, 2015) teknik pengumpulan data
merupakan cara untuk memperoleh data dan keterangan yang
57

mendukung dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang


digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Teknik
wawancara menggunakan instrumen Satuan Acara Penyuluhan (SAP),
pemberian Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit diabetes
melitus.
3.9.1. Mengurus surat izin penelitian. Mengajukan surat ke Kesatuan
Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) untuk meminta surat izin
meminta data ke Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin pada
tanggal 13 Januari 2022.
3.9.2. Mengajukan surat ke Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin untuk
meminta data puskesmas dengan angka Diabetes Tertinggi di
Kota Banjarmasin pada tanggal 14 Januari 2022.
3.9.3. Mencari informasi ke puskesmas Terminal untuk meminta
daftar SLTA yang masuk wilayah kerja puskesmas Terminal.
3.9.4. Meminta surat izin uji validitas dari
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin dan di
serahkan kepada MAN 2 Banjarmasin pada tanggal 4 Maret
2022 .
3.9.5. Peneliti melakukan uji validitas kuesioner pengetahuan Tentang
Deteksi Dini Diabetes Melitus dan Cara Mencegah Diabetes
Melitus pada tanggal 5 Maret 2022 dengan membagikan
kuesioner kepada siswa di MAN 2 Banjarmasin.
3.9.6. Setelah data uji validitas semuanya terkumpul data di operasikan
menggunakan SPSS.
3.9.7. Peneliti mengajukan permohonan izin penelitian kepada Dekan
Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Kaprodi S1
Keperawayan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin pada
tanggal 15 Maret 2022.
3.9.8. Peneliti mengurus surat izin penelitian ke Dinas Pendidikan
Provinsi Kalimantan Selatan pada tanggal 21 Maret 2022.
3.9.9. Mengurus surat izin penelitian di SMAN 7 Banjarmasin pada
tanggal 30 Maret 2022.
58

3.9.10. Peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang


penelitian yang akan dilakukan pada tanggal 31 Maret 2022.
3.9.11. Peneliti meminta persetujuan dari responden.
3.9.12. Peneliti memberikan kuesioner pengetahuan sebelum diberikan
Pendidikan kesehatan kepada responden untuk di isi dengan
waktu kurang lebih 15 menit.
3.9.13. Peneliti melakukan Pendidikan kesehatan dengan memberikan
lembar balik. Pendidikan kesehatan Tentang Deteksi Dini
Diabetes Melitus dan Cara Mencegah Diabetes Melitus dengan
waktu kurang lebih 20 menit dan setelah dilakukan Pendidikan
kesehatan peneliti memberikan waktu responden untuk
memahami materi Pendidikan kesehatan dan memberikan
kesempatan untuk bertanya jika masih ada yang kurang
mengerti mengenai materi Pendidikan kesehatan dengan waktu
20 menit.
3.9.14. Peneliti memberikan kembali kuesioner pengetahuan sesudah
diberikan Pendidikan kesehatan kepada responden untuk di isi
dengan waktu kurang lebih 15 menit.
3.9.15. Kuesioner yang sudah di isi oleh responden akan di cek
kembali oleh peneliti untuk memastikan bahwa semua jawaban
sudah di isi oleh responden.
3.9.16. Setelah semua data diperoleh, kemudia data tersebut
dikumpulkan dat dilanjutkan dengan pengolahan data.
3.10. Teknik Pengelohan Data dan Analisis Data
3.10.1. Teknik Pengelohan Data
a. Editing (Pemeriksaan Data)
Pemeriksaan dan meneliti Kembali data yang sudah atau
yang telah terkumpul adalah langkah pertama tahap
pengolahan data. Langkah tersebut dilakukan untuk
mengetahui apakah data yang telah terkumpul tersebut baik
sehingga dapat dipersiapkan untuk tahap analisi berikutnya.
59

Proses pemeriksaan dan meneliti Kembali data tersebut


disebut dengan editing (Suryanto.B, 2015).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap editing
adalah sebagai berikut : 1. Lengkapnya pengisian jawaban
2. Kejelasan tulisan
3. Kejelasan makna jawaban
b. Coding (Pembuatan Kode)
Setelah tahap pemeriksaan data selesai dikerjakan dan
jawaban responden dalam kuesioner dikira cukup memadai
maka Langkah berikutnya yaitu pembuatan kode (coding).
Coding dilakukan sebagai usaha untuk menyederhanakan
data, yaitu dengan memberi symbol angka pada tiap-tiap
jawaban, atau suatu cara mengkalsifikasi jawaban
responden atau suatu pertanyaan menurut macamnya
dengan menandai masing-masing jawaban dengan kode
tertentu. Menurut Neuman (2000) secara tegas mengartikan
coding adalah pengorganisasian data mentah secara
sistematik kedalam format yang dapat dibaca mesin seperti
mudah untuk analisis menggunakan computer (Suryanto.B,
2015).
c. Tabulating (Penyusunan Data)
Tabulasi yaitu usaha penyajian data terutama pengolahan
data yang akan menjurus ke analisis kuantitatif dan
biasanya menggunakan tabel, baik tabel distribusi frekuensi
maupun tabel silang. Dalam hal ini pekerjaan tabulasi
adalah pekerjaan membuat table jawaban-jawaban yang
sudah di beri kode kategori, kemudian jawaban tersebut di
masukkan ke dalam tabel.
d. Entering (Memasukkan Data)
Memasukkan data hasil penelitian dalam table dari setiap
jawaban responden yang sudah diberi kode atau nilai.
Memasukkan data yang telah diskor kedalam computer
60

seperti dalam program SPSS (Statistical Product and


Service Solutions). Data juga dapat dimasukkan kedalam
format kolom menggunakan cara manual.
e. Cleaning (Pembersihan Data)
Cleaning yaitu pengecekan kembali data yang sudah di
entry apakah ada kesalahan atau tidak. Tahapan ini
dilakukan pada saat mengumpulkan data kuesioner dari
responden.
3.10.2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisis statistik yang
memperhitungkan faktor atau variabel yang tunggal
(Rahman. T.A, 2015).
b. Analisa Bivariat
Analisis bivariat adlah Analisa yang digunakan untuk
melihat hubungan antara variabel independent dan variabel
dependen, menggunakan chi-square (Surahman, 2016).
3.11. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan norma sopan santun pada prinsip etis yang
diterapkan dalam sebuah penelitian (Surahman, 2016).
Sesuai dengan Guodeline Internasional CIOMS pada tahun 2016
disepakati semua penelitian yang subjeknya manusia dalam penelitian
diwajibkan pada prinsip etik untuk menghormati harkat dan martabat
manusia (respect for person), berbuat baik (Beneficience) dan
Keadilan (Justice) (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
3.11.1. Information for Consent (Penjelasan dan Informasi) Peneliti
memberikan lembar permohonan menjadi responden dengan
menyertai identitas peneliti dan penjelasan tentang tindakan
yang akan dilakukan oleh peneliti kepada responden dan risiko
yang mungkin ada jika responden menjadi sampel penelitian.
Serta menjelaskan apa manfaat penelitian yang akan dilakukan
baik bagi peneliti maupun bagi responden.
61

3.11.2. Informed Consent (Pernyataan Persetujuan)


Setelah responden mendapatkan informasi tentang penelitan
yang akan dilakukan, peneliti memberikan lembar persetujuan
menjadi responden yang nanti akan di tanda tangani oleh
responden jika bersedia menjadi responden. Tetapi, disini
peneliti tetap memperhatikan hak responden untuk tidak
bersedia menjadi responden penelitian tanpa ada paksaan dari
peneliti.
3.11.3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Setiap orang mepunyai hak-hak dasar individu termasuk
privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi.
Setiap orang juga berhak untuk tidak memberikan apa yang
diketahuinya kepada orang lain. Pada pemaparan hasil
penelitian hanya beberapa data yang disajikan sesuai dengan
tujuan penelitian. Peneliti tidak mencantumkan nama
responden (anonymity) pada lembar observasi penelitian. Pada
lembar observasi digunakan kode responden dan
mencantumkan tanda tangan responden pada lembar
persetujuan sebagai responden.

3.11.4. Justice (Keadilan)


Perlakukan secara adil dari sebelum dilakuakan penelitian
maupun sesudah dilakukan penelitian tanpa adanya
diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau
dikeluarkan dari penelitian. Prinsip keadilan yang dipakai
peneliti seperti tidak membedakan agama, suku, dan
sebagainya. Semua subjek pada penelitian ini mendapat
perlakuan dengan keuntungan yang sama. Peneliti memberikan
penjelasan tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus pada
remaja tanpa melakukan diskriminasi.
3.11.5. Beneficience (Kemanfaatan)
62

Etika penelitian ini mempunyai manfaat maksimal dan resiko


mnimal. Manfaat penelitian ini penting dilakukan untuk
mengidentifikasi tingkat pengetahuan Remaja terhadap deteksi
dini penyakit diabetes melitus sebelum dan sesudah dilakukan
Pendidikan kesehatan atau penyluhan. Penggunaan dan
kemanfaatan ini dilakukan dengan cara menjelaskan secara
detail mengenai tujuan, menfaat kepada responden. Peneliti
memberikan Pendidikan kesehatan sesuai dengan SAP (Satuan
Acara Penyuluhan).
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4. HJABJZ
4.1.Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum SMAN 7 Banjarmasin
SMAN 7 Banjarmasin yang beralamat di JL. Dharma Praja V No.
47 Banjarmasin adalah sebuah sekolah dengan SK Mendikbud No.
035/0/1997 yang diberikan pada tanggal 7 Maret 1997. Pada tahun
2007 SMAN 7 Banjarmasin mendapat kepercayaan dari
pemerintah menjadi Sekolah Rintisan Bertaraf Internasional. Pada
tahun 2010 SMAN 7 Banjarmasin juga memperoleh sertifikat ISO
9001:2008 dari Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu dan erhasil
mempertahankan pengakuan kelayakan penyandang sertfikasi ISO
untuk tahun 2011. Dengan adanya kebijakan baru Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 2013 tentang
penghapusan RSBI maka SMAN 7 Banjarmasin kembali status
sekolah biasa.
Adapun visi dan misi SMAN 7 Banjarmasin yaitu :
4.1.1.1.Visi
Terwujudnya sumber daya manusia yang beriman,
bertaqwa, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab dan
memiliki keunggulan dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi serta berwawasan global.
a. Lingkungan sekolah asri, bersih dan
nyaman
b. Unggulan dalam bidang akademik
c. Unggul dalam bidang non akademik
d. Membentuk manusia yang utuh
e. Sejahtera lahir dan batin
64

67
4.1.1.2.Misi
a. Memberikan bekal Pendidikan agama dan budi pekerti
luhur
b. Mengembangkan kemampuan akademik, dan
penguasaan IPTEK serta keterampilan
c. Mengembangkan nilai-nilai demokratis dan
meningkatkan kemandirian serta tanggap terhadap
lingkungan
d. Mengembangkan kemampuan profesionalisme,
dedikasi, inovasi, dan kreativitas
e. Membentuk manusia yang cakap, kreatif, mandiri sehat
rohani dan jasmani
4.1.2. Jumlah siswa dan siswi SMAN 7 Banjarmasin
Berdasarkan data yang didapatkan peneliti dari Tata Usaha SMAN
7 Banjarmasin, jumlah total siswa dan siswi SMAN 7 Banjarmasin
sebanyak 1.103 orang, yang terdiri 487 laki-laki dan 616
perempuan. Jumlah siswa dan siswi SMAN 7 Banjarmasin pada
tiap kelas menurut jenis kelamin dapat dilihat pada table 4.1
berikut : Table 4.1. Data Siswa Tahun ajaran 2021-2022
Jumlah No Kelas
L P
1. Kelas MIPA 1 12 25 37
2. Kelas MIPA 2 13 25 38
3. Kelas MIPA 3 15 23 38 4. Kelas MIPA 4 14
24 38
5. Kelas MIPA 5 14 24 38
6. Kelas MIPA 6 12 26 38
7. Kelas MIPA 7 13 25 38 8. Kelas IPS 1 19
20 39
9. Kelas IPS 2 17 21 38
10. Kelas IPS 3
18 Jumlah Peserta Didik Kelas X 147 382

40 11. Kelas MIPA 1 14 19 33


12. Kelas MIPA 2 17 19 36
13. Kelas MIPA 3 16 20 36
65

14. Kelas MIPA 4 14 22 36


15. Kelas MIPA 5 14 21 35
16. Kelas MIPA 6 16 20 36 17. Kelas IPS 1 18
20 38
18. Kelas IPS 2 17 21 38
19. Kelas IPS 3 19 39 20
Jumlah Peserta Didik Kelas XI 145 182 327
20. Kelas MIPA 1 16 23 39
21. Kelas MIPA 2 21 19 40 22. Kelas MIPA 3 23
17 40
23. Kelas MIPA 4 17 21 38
24. Kelas MIPA 5 24 15 39
25. Kelas MIPA 6 21 19 40
26. Kelas MIPA 7 18 22 40
27. Kelas IPS 1 17 22 39
28 Kelas IPS 2 18 21 39
29. Kelas IPS 3 20
Jumlah Peserta Didik Kelas XII 195 394
40

Jumlah Total Peserta Didik 487 616 1.103

4.1.3. Sarana dan Prasaranan di SMAN 7 Banjarmasin


Sarana dan Prasarana di SMAN 7 Banjarmasin yaitu :
4.1.3.1. Ruang belajar sebanyak 26 lokal
4.1.3.2. Laboratorium IPA (Kimia) 1 lokal
4.1.3.3. Laboratorium IPA (Biologi) 1 lokal
4.1.3.4. Laboratorium IPA (Fisika) 1 lokal
4.1.3.5. Laboratorium Bahasa (Inggris) 1 lokal
4.1.3.6. Ruang Komputer 1 lokal
4.1.3.7. Ruang Kepala Sekolah 1 lokal
4.1.3.8. Ruang Guru 1 lokal
4.1.3.9. Kantor TU 1 lokal
4.1.3.10. Kafetaria/kantin 4 lokal
4.1.3.11. WC kepala sekolah 1 buah
4.1.3.12. WC Guru 1 buah
4.1.3.13. Wc Siswa 17 buah
4.1.3.14. Ruang BP/BK 1 lokal
4.1.3.15. Ruang Multimedia 1 lokal
66

4.1.3.16. Ruang Audio Visual


4.1.3.17. Ruang Penelitian/Reseacrh
4.1.3.18. Ruang Wakesek
4.1.3.19. Parkir Guru dan Siswa
4.1.3.20. Ruang Tamu
4.1.3.21. Ruang Koperasi Siswa & Guru
4.1.3.22. Ruang OSIS
4.1.3.23. Tempat Ibadah/Musholla
4.1.3.24. Ruang Pertunjukkan/Pemutaran Film
4.1.3.25. Ruang Kesenian
4.1.3.26. Tempat Penampungan Sampah (TPS)
4.1.3.27. Ruang UKS
4.1.3.28. Ruang Pramuka
4.1.3.29. Ruang PAS
4.1.4. Kegiatan Siswa dan Siswi di SMAN 7 Banjarmasin
Kegiatan Siswa dan Siswi di SMAN 7 Banjarmasin yaitu :
4.1.4.1. KSI Al-Furqan
4.1.4.2. TIM Basket Putra
4.1.4.3. TIM Basket Putri
4.1.4.4. Band SMAVEN
4.1.4.5. English Smaven Debating Club (ESDC)
4.1.4.6. Futsal SMAN 7 Banjarmasin
4.1.4.7. Karate Smaven Club
4.1.4.8. Kelompok Ilmiah Remaja (KIR)
4.1.4.9. Kelompok Studi Buddha (KSB)
4.1.4.10. Kelompok Studi Katolik (KSK)
4.1.4.11. Listograph SMAVEN
4.2.Karakteristik Responden
Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 138 siswa yang diambil
pada waktu penelitian tanggal 31 Maret 2022. Adapun karakteristik
responden pada penelitian ini adalah berdasarkan jenis kelamin, usia, dan
kelas.
67

4.2.1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


Karakteristik jenis kelamin responden setelah dilakukan penelitian
disajikan dalam bentuk table sebagai berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasakan jenis Kelamin


Jenis Kelamin N % Total
Laki-laki 50 36.2 50
36.2
Perempuan 88 63.8 88
63.8
Total 138 100 138
100

Berdasarkan table 4.2 di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin


responden terbanyak adalah perempuan yaitu 63.8%. (88).

4.2.2. Karakteristik responden berdasarkan usia


Karakteristik usia responden setelah penelitian disajikan dalam
bentuk table sebagai berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Usia


Usia N % Total
15 tahun 35 25.4 35
25.4
16 tahun 69 50.0 69
50.0
17 tahun 34 24.6 34
24.6
18 tahun 0 0.0 0.0
Total 138 100 138
100
68

Berdasarkan table 4.3. diatas menunjukkan bahwa usia responden


terbanyak adalah 16 tahun dengan presentase 50.0%.

4.2.3. Karakteristik responden berdasarkan kelas


Karakteristik kelas responden setelah penelitian disajikan dalam
bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kelas


Kelas N % Total
X 62 44.9 62
44.9
XI 76 55.1 76
55.1
Total 138 100 138
100

Berdasarkan table 4.4. diatas menunjukkan bahwa kelas responden


terbanyak adalah kelas XI dengan presentase 55.1%. Ada 4 kelas
yang diberikan intervensi Pendidikan kesehatan yaitu kelas X
Mipa1, kelas X Mipa 2, kelas XI Mipa 1, dan kelas XI Mipa 2.

4.3.Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel dependen,
independent, atau keduanya besdistribusi secara normal, mendekati
normal (Umar, 2011).Uji Normalitas adalah uji untuk mengukur apakah
data yang didapatkan memiliki distribusi normal atau tidak sehingga dapat
dipakai dalam statistic parametrik (Ihcwan, 2016). Pelaksanaan uji
normalitas dapat menggunakan uji Kolmogorov-smirnov untuk responden
lebih dari 30 dan menggunakan Shapiro wilk untuk responden kurang dari
30. Dengan kriteria yang berlaku yaitu apabila nilai signifikansi > 0,05
yang berarti residual besdistribusi normal, sebaliknya jika signifikansi <
0,05 yang berarti residual besdistribusi tidak normal.

Tabel 4.5 Analisa Uji Normalitas Sebelum dan Sesudah Pemberian


Pendidikan Kesehatan Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus
69

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre_Test .125 138 .000 .968 138 .003

Post_Test .176 138 .000 .891 138 .000

Dari table 4.5 dapat dilihat bahwa pada uji Kolmogorov hasil pre test nya
menunjukkan nilai 0,000 dan nilai post test nya 0,000 yang berarti nilai
kedua kelompok p value < 0,05 maka dapat disimpulkan data besdistribusi
tidak normal. Uji shapiro nilai pre test 0,003 dan nilai post test 0,000
dimana kedua nilai tersebut bernilai < 0,05 dan diartikan tidak
berdistribusi normal. Dalam penelitian ini ditetapkan analisis statistic
menggunakan wilxocon test untuk mengidentifikasi terdapat pengaruh atau
tidak pemberian Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit diabetes
melitus terhadap tingkat pengetahuan remaja. Wilxocon test adalah uji
nonparametris yang digunakan untuk mengukur perbedaan 2 kelompok
data berpasangan berskala ordinal atau interval tetapi data data
besdistribusi tidak normal.
4.4.Analisa Univariat
4.4.1. Tingkat pengetahuan sebelum diberikan Pendidikan kesehatan
berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 4.6 Tingkat Pengetahuan Sebelum Diberikan Pendidikan


Kesehatan Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus di SMAN 7
Banjarmasin Bulan Maret 2022
Tingkat N % Total
Pengetahuan
Baik 50 36,2 50
36,2
Cukup 61 44,2 61
44,2
Rendah 27 19,6 27
19,6
Total 138 100 138
100
70

Berdasarkan table 4.6 diatas didapatkan Sebagian besar tingkat


pengetahuan remaja sebelum diberikan Pendidikan kesehatan
memiliki tingkat pengetahuan kategori cukup sebanyak 61 orang
dengan presentase 44,2% di SMAN 7 Banjarmasin. Hal ini bis
akita lihat bahwa tingkat pengetahuan remaja di SMAN 7
Banjarmasin terhadap deteksi dini penyakit diabetes melitus cukup
bagus, walaupun masih ada yang kurang mengetahui sama sekali
terhadap deteksi dini penyakit diabetes melitus.

Tabel 4.7 Distribusi Pertanyaan Berdasarkan Benar dan Salah


Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan

No Pertanyaan Benar Salah

% N %
N
1. Diabetes Melitus atau sering 116 84,1 22 15,9
dikenal dengan penyakit gula
adalah penyakit yang

2. 115 83,3 23 16,7


Penyakit diabetes melitus
dapat disebabkan karena
faktor
3. 87 63,0 51 37,0
Kebiasaan yang sering kita
temui dan menjadi salah satu
pemicu penyakit diabetes
melitus

4. Faktor risiko yang 85 61,6 53 38,4


berhubungan dengan
kejadian diabetes melitus
adalah

5. Makanan yang dapat 115 83,3 23 16,7


menjadi penyebab diabetes
melitus jika dikonsumsi
terlalu sering adalah

6. Minuman yang menjadi salah 117 84,8 21 15,2


satu penyebab
terjadinya diabetes melitus
adalah
71

7. Apa saja yang menjadi 77 55,8 61 44,2


gejala umum pada penderita
diabetes melitus
8. 71 51,4 67 48,6
Tanda gejala yang terjadi
pada mata ketika seseorang
terkena diabetes melitus adalah

9. Salah satu tanda dan gejala


diabetes melitus adalah
penderita memiliki bau nafas
yang khas yaitu

72 52,2 66 47,8
10. Ketika penderita diabetes 111 80,4 27 19,6
melitus mengalami luka
maka proses penyembuhan
pada luka tersebut akan

11. Berikut salah satu tanda 91 65,9 47 34,1


gejala diabetes melitus adalah

12. Penderita diabetes melitus 74 53,6 64 46,4


terutama pada anak
perempuan sering
mengalami gejala gatal pada organ intim karena

13. Salah satu cara mencegah 101 73,2 37 26,8


diabetes melitus adalah dengan cara

14. Upaya pencegahan pada 99 71,7 39 28,3


penyakit diabetes melitus ada 3 tahap, yaitu

15. Salah satu makanan yang 108 78,3 30 21,7


baik di konsumsi dan
merupakan salah satu cara
mencegah diabetes melitus adalah

16. Diet yang dilakukan untuk 116 84,1 22 15,9 mencegah diabetes
melitus adalah

17. Salah satu contoh yang merupakan pencegahan primer pada penyakit
diabetes melitus adalah

114 82,6 24 17,4


72

18. Skrinning/pemeriksaan yang 112 81,2 26 18,8


dapat dilakukakn untuk
mendeteksi diabetes melitus adalah

Berdasarkan table 4.7 diatas didapatkan hasil sebelum pemberian Pendidikan


kesehatan pertanyaan yang banyak salah yaitu pada tanda gejala diabetes
melitus yaitu pada nomor 7,8,9, dan 12.
4.4.2. Tingkat pengetahuan sesudah diberikan Pendidikan kesehatan berdasarkan
hasil penelitian dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel 4.8 Tingkat Pengetahuan Sesudah Diberikan Pendidikan


Kesehatan Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus di SMAN 7
Banjarmasin Bulan Maret 2022
Tingkat N % Total
Pengetahuan
Baik 137 99,3 137
99,3
Cukup 1 0,7 1
0,7
Rendah 0 0 0
Total 138 138
100 100

Berdasarkan table 4.8 diatas didapatkan hasil dari sesudah dilakukan


Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit diabetes melitus terdapat
perubahan tingkat pengetahuan remaja dengan kategori baik sebanyak 137
orang dengan presentase 99,3% di SMAN 7 Banjarmasin. Hasil sesudah di
berikan Pendidikan kesehatan adanya peningkatan terhadap tingkat
pengetahuan terkait deteksi dini penyakit diabetes melitus. Yang mana tidak
adanya responden dengan kategori pengetahuan rendah.

Tabel 4.9 Distribusi Pertanyaan Berdasarkan Benar dan Salah Sesudah


Diberikan Pendidikan Kesehatan
No Pertanyaan Benar Salah
73

% N %
N
1. Diabetes Melitus atau 138 100 0 0
sering dikenal dengan
penyakit gula adalah
penyakit yang
2. 131 94,9 7 5,1
Penyakit diabetes
melitus dapat
disebabkan karena
faktor
3. 122 88,4 16 11,6
Kebiasaan yang sering
kita temui dan menjadi
salah satu pemicu
penyakit diabetes
melitus

4. Faktor risiko yang 123 89,1 15 10,9


berhubungan dengan
kejadian diabetes
melitus adalah

5. Makanan yang dapat 129 93,5 9 6,5


menjadi penyebab
diabetes melitus jika
dikonsumsi terlalu
sering adalah
6. 135 97,8 3 2,2
Minuman yang
menjadi salah satu
penyebab terjadinya
diabetes melitus
adalah

7. Apa saja yang menjadi 131 94,9 7 5,1


gejala umum pada
penderita diabetes
melitus

8. Tanda gejala yang terjadi pada mata


ketika seseorang terkena diabetes
melitus adalah

117 84,8 21 15,2


9. Salah satu tanda dan 123 89,1 15 10,9 gejala diabetes melitus adalah
penderita
memiliki bau nafas
74

yang khas yaitu

10. Ketika penderita 131 94,9 7 5,1


diabetes melitus
mengalami luka maka proses penyembuhan
pada luka tersebut akan

11. Berikut salah satu 126 91,3 12 8,7 tanda gejala diabetes
melitus adalah

12. Penderita diabetes 115 83,3 23 16,7 melitus terutama pada


anak perempuan sering mengalami gejala gatal
pada organ intim karena

13. Salah satu cara 129 93,5 9 6,5 mencegah diabetes


melitus adalah dengan cara

14. Upaya pencegahan 120 87,0 18 13,0 pada penyakit diabetes


melitus ada 3 tahap, yaitu

15. Salah satu makanan yang baik di konsumsi dan merupakan salah satu cara mencegah
129 93,5 9 6,5
d ang
dilaku
i kan
a untuk
b menc
e egah
t diabet
e es
s melit
m us
e adala
li h
t
u 17. Salah
s satu
a conto
d h
a yang
l meru
a pakan
h
penc
16. D egah
i an
e prim
t er
pada penyakit diabetes
y
75

m saan
eli yang
tu dapat
s dilaku
ad kakn
al untuk
ah mend
eteksi
18. S diabet
k es
r melit
i us
n adala
n h
i 133 96,4 5 3,6
n
g
/
p
e 128 92,8 10 7,2
m
e
r
i
k
130 94,2 8 5,8

Berdasarkan table 4.9 diatas didapatkan hasil sesudah pemberian


Pendidikan kesehatan pertanyaan yang masih banyak salah yaitu
pada pertanyaan tentang tanda gejala diabetes melitus yaitu pada
nomor 8 dan 12.
4.5.Analisa Bivariat
Analisa ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perubahan
pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan Pendidikan kesehatan tentang
deteksi dini penyakit diabetes melitus pada remaja di SMAN 7
Banjarmasin.

Tabel 4.10 Distribusi Perubahan Pengetahuan Sebelum dan


Sesudah diberikan Pendidikan Kesehatan
Variabel Mean Rank P Value
Pengetahuan sebelum 0,00 0,000
Pengetahuan sesudah 69,50 0,000
76

Tabel 4.11 Hasil Uji Statistik Wilcoxon Test

Test Statisticsa

Post-Test - Pre-
Test

Z -10.222b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

Dari hasil table 4.10 dan 4.11. diatas menunjukkan hasil Analisa
menggunakan uji statistic Wilcoxon Test menunjukkan p value sebesar
0,000 nilai tersebut secara statistik bermakna (p < α 0,05) hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh Pendidikan kesehatan deteksi dini
penyakit diabetes melitus terhadap tingkat pengetahuan remaja di SMAN
7 Banjarmasin.
4.6.Pembahasan
4.6.1. Pengetahuan remaja tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus
sebelum diberikan Pendidikan kesehatan.
Dari jumlah 138 responden di peroleh 36,2% (50 responden)
dengan pengetahuan deteksi dini penyakit diabetes melitus
dikategori baik, hal ini karena mereka sudah mengetahui dan
memahami tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus dan cara
mencegahnya yang ditunjukkan dengan kemampuan responden
menjawab benar pertanyaan yang diberikan. Responden
pengetahuannya baik sebelumnya sudah pernah mendengar tentang
deteksi dini penyakit diabetes melitus melalui media sosial
ataupun sudah pernah menerima Pendidikan kesehatan.

Hasil penelitian sebanyak 44,2% (61 responden) memiliki


pengetahuan yang dikategori cukup. Sebagian mereka sudah
mengetahui tentang cara mendeteksi dini penyakit diabetes
melitus, pernah mendengar tentang tanda dan gejala diabetes
melitus dan cara mencegahnya tetapi belum pernah mendapatkan
77

penjelasan maupun Pendidikan kesehatan. Akan tetapi, sebanyak


19,6% (27 responden) memiliki pengetahuan yang dikategori
rendah tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus dan cara
mencegahnya hal ini karena mereka sama sekali belum pernah
mendengar tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus mereka
juga tidak memahami bagaimana mengenali tanda dan gejala
secara umumnya.

Pada kuesioner pengetahuan sebelum diberikan Pendidikan


kesehatan pertanyaan yang banyak salah terdapat pada nomor 7, 8,
9, dan 12 yang membahas mengenai tanda dan gejala diabetes
melitus. Dari 138 responden sebanyak 44,2% (61 responden)
menjawab salah pada pertanyaan nomo 7, 48,6% (67 responden)
menjawab salah pada pertanyaan nomor 8, 47,8% (66 responden)
menjawab salah pada pertanyaan nomor 9, dan 46,4% (64
responden) menjawab salah pada pertanyaan nomor 12.

Pengetahuan seseorang antara lain dipengaruhi oleh faktor


informasi, dengan adanya informasi baru mengenai suatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap dari
berbagai media maka hal itu dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang (Azwar.S, 2013). Pengetahuan adalah hasil pengindraan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra
yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan
sendirinya, pada waktu pengindraan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian
dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indra pendengaran yaitu telinga dan
indra pengelihatan yaitu mata (Notoatmodjo, 2012).

Pada remaja diperlukan untuk mengetahui cara mendeteksi dini


dan cara mencegah diabetes melitus. Agar, remaja dapat
78

mengetahui secara dini apa saja faktor risiko penyebab diabetes


melitus, apa saja tanda dan gejalanya, dan bagaimana cara
mencegahnya. Oleh karena itu pengetahuan diperlukan agar remaja
dapat menyadari sedari dini bagaimana pola hidupnya saat ini
apakah berisiko menyebabkan diabetes melitus di kemudian hari
atau bahkan sudah mengalami beberapa tanda dan gejala diabetes
melitus namun karena kurangnya pengetahuan dan tidak
menyadari hal tersebut kemudian diabaikan begitu saja dan
menganggap hanya sakit biasa.

Hal ini sejalan dengan penelitian Siregar, (2017) bahwa semakin


bertambah informasi yang didapat remaja dan pengetahuan yang
meningkat, maka semakin baik pula tingkat pengetahuan remaja
mengenai cara deteksi dini penyakit diabetes melitus dan cara
mencegahnya dan sebagain besar responden yang pengetahuannya
kurang belum pernah mendapatkan infromasi dan belum pernah
mendengar tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus maupun
belum pernah mendapatkan Pendidikan kesehatan.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan tentang deteksi


dini penyakit diabetes melitus Sebagian sudah ada yang baik.
Namun, masih terdapat pengetahuan yang masih cukup dan
rendah, hal ini dapat lebih ditingkatkan dengan cara memberikan
Pendidikan kesehatan tentang deteksi dini penyakit diabetes
melitus dan cara mencegahnya sehingga mereka lebih mengetahui
dan memahami tentang cara mendeteksi dini penyakit diabetes
melitus dan cara mencegahnya.

Dapat dilihat dari hasil jawaban pengetahuan tentang deteksi dini


penyakit diabetes melitus yang paling banyak tidak diketehui
remaja adalah pengetahuan tentang bagaimana cara mengenali
tanda dan gejala penyakit diabetes melitus.
79

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan pengetahuan merupakan


hasil tahu seseorang terhadap informasi baru mengenai suatu hal
atau suatu objek yang didapat sebagian besar melalui indra
pendengaran dan indra pengelihatan yaitu telinga dan mata.
Semakin bertambahnya informasi remaja semakin banyak pula
pengetahuan yang didapatkan.
4.6.2. Pengetahuan remaja tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus
sesudah diberikan Pendidikan kesehatan.

Hasil penelitian sesudah diberikan Pendidikan kesehatan dengan


metode ceramah dan tanya jawab dengan media lembar balik (Flip
Chart) didapat 99,3% (137 responden) dengan pengetahuan
kategori baik dan 0,7% (1 responden) dengan pengetahuan
kategori cukup. Setelah diberikan Pendidikan kesehatan tidak ada
lagi responden yang pengetahuannya dikategori rendah dan terjadi
peningkatan pengetahuan tentang deteksi dini penyakit diabetes
melitus dengan kategori baik yaitu sebanyak 99,3% (137
responden).

Setelah dilakukan Pendidikan kesehatan 1 responden yang


dikategorikan pengetahuan cukup setelah perlakuan dan sebelum
diberikannya perlakuan 1 responden tersebut memiliki
pengetahuan di kategori rendah. Sedangkan 137 responden
dikategorikan pengetahuan baik setelah perlakuan dan sebelumnya
50 responden memiliki pengetahuan sama saja, 61 diketagorikan
pengetahuan cukup, dan 26 responden di kategorikan rendah.

Hasil data tersebut setelah diberikan perlakuan Pendidikan


kesehatan yang paling banyak yaitu responden yang memiliki
pengetahuan baik, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan pengetahuan antara sebelum dan sesudah intervensi.
80

Salah satu faktor yang membuat pengetahuan responden dalam


kategori cukup yaitu karena pada saat diberikan Pendidikan
kesehatan responden tidak begitu fokus pada penyajian.

Pada kuesioner pengetahuan sebelum diberikan Pendidikan


kesehatan pertanyaan yang banyak salah terdapat pada nomor 7, 8,
9, dan 12. Setelah diberikan Pendidikan kesehatan mengalami
peningkatan karena sudah diberikan pengetahuan terkait deteksi
dini penyakit diabetes melitus. Akan tetapi masih ada pertanyaan
yang sedikit lebih tinggi tingkat kesalahannya jika dibandingkan
dengan pertanyaan lainnya sesudah diberikan Pendidikan
kesehatan yaitu sekitar 16,7% yaitu pada pertanyaan nomor 8 dan
12 tentang tanda dan gejala diabetes melitus.

Banyak faktor yang bisa mempengaruhi pengetahuan menurut


Putra Fadlil (2011) faktor yang pertama faktor Pendidikan yang
mana faktor Pendidikan berpengaruh terhadap pengetahuan karena
tingkat Pendidikan menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh,
faktor yang kedua adalah faktor usia dimana semakin tua usia
seseorang maka proses perkembangan mental bertambah baik,
akan tetapi perkembangan mental tidak secepat seperti ketika
berumur belasan tahun, dan faktor yang ketiga adalah faktor
lingkungan atau kebiasaan yang mana kebiasaan berpengaruh
besar terhadap cara berpikir seseorang. Pendapat ini sejalan
dengan penelitian Silalahi, (2019), mengatakan bahwa masa
remaja merupakan suatu masa perkembangan dalam kehidupan
individu atau tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan pada
masa ini remaja cenderung banyak belum mengetahui dan belum
mendapatkan pemaparan apapun tentang penyakit diabetes melitus
karena mereka cenderung mengabaikan atau tidak tertarik dengan
hal tersebut dan kebiasaan remaja saat ini memiliki pola hidup
yang cenderung kurang teratur gemar mengkonsumsi fast food
81

maupun junk food. Ini alasan mengapa pertanyaan pada nomor 8


dan 12 masih banyak yang salah karena proses berpikir mereka
yang cenderung mengabaikan informasi yang menurut mereka
kurang menarik untuk dibahas walaupun sudah dilakukan
Pendidikan kesehatan sebelumnya.

Sedangkan tingkat kebenaran setelah dilakukan Pendidikan


kesehatan dari jawaban responden yang sebelumnya hanya ada
yang hanya benar 7 setelah diberikan Pendidikan kesehatan terkait
deteksi dini penyakit diabetes melitus mengalami peningkatan
yang lebih tinggi bahkan hingga adanya responden yang menjawab
benar semua. Dibuktikan dalam penelitian Pratama, (2012)
mengatakan semakin banyak informasi baru yang didapat semakin
tinggi juga tingkat pengetahuan seseorang.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), pengetahuan adalah


sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran.
Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti
motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia,
serta keadaan sosial budaya. Menurut Azwar.S, (2013)
pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor, yaitu :
minat, pengalaman, usia, Pendidikan, ekonomi, informasi, dan
lingkungan. Pengalaman seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor
Pendidikan. Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak yang
bertujuan pada kedewasaan.

Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh


Carolina, (2018) hal ini dibuktikan bahwa hasil penelitian tersebut
adanya peningkatan nilai pada pretes dan posttestnya. Hasil
analisis
P value 0,000 < α 0,05 dan disimpulkan adanya pengaruh
Pendidikan kesehatan.
82

Peningkatan pengetahuan deteksi dini penyakit diabetes melitus


dari rendah ke sedang maupun baik terjadi akibat diberikan
Pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan dengan metode
ceramah dan tanya jawab diberikan dapat membuat remaja
mengerti dan memahami apa yang telah diajarkan sesuai indicator.

Setelah diberikan Pendidikan kesehatan dengan metode ceramah


dan tanya jawab dengan media lembar balik (Flip Chart) hampir
seluruh remaja yang menjadi responden mengerti dan tahu tentang
deteksi dini penyakit diabetes melitus.
Metode ceramah dan tanya jawab baik digunakan untuk
melakukan Pendidikan kesehatan pada remaja karena metode
ceramah dilakukakn secara lisan dimana peneliti menggunakan
alat bantu untuk memperjelas uraian yang akan disampaikan
kepada responden. Metode ini menempatkan peneliti pada pusat
perhatian responden. Lalu, metode tanya jawab memungkinkan
terjadinya komunikasi langsung antara peneliti dan responden.
Responden dapat bertanya pada peneliti dan peneliti juga dapat
bertanya pada responden sehingga terjalinnya hubungan timbal
balik antara peneliti dan responden (Mawarni, 2018).

Media Flip Chart merupakan media kumpulan ringkasan, skema,


gambar, yang dibuka secara berurutan berdasarkan topik materi.
Bahan Flip Chart biasanya kertas ukuran yang mudah dibuka. Flip
Chart dapat dicetak dengan warna dan variasi desainnya sehingga
dapat menarik perhatian remaja untuk melihat isinya. Flip Chart
memiliki keunggulan yaitu mampu memberikan info ringkas
dengan cara praktis, media yang cocok untuk kebutuhan dalam
maupun luar ruangan, mudah dibawa kemana-mana, dan mampu
meningkatkan pesan dasar bagi responden (remaja) (Arisetya,
2019).
83

Dari teori-teori dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa


Pendidikan kesehatan adalah pemberian informasi dari seseorang
kepada orang lain menambah pengetahuan seseorang dan
meningkatkan derajat kesehatan. Peningkatan derajat pengetahuan
salah satu hal penting dalam Pendidikan kesehatan dimana
pengetahuan tentang kesehatan akan berpengaruh besar terhadap
perilaku seseorang dalam jangka Panjang.

4.6.3. Pengaruh pemberian Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit


diabetes melitus terhadap tingkat pengetahuan remaja.

Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular bersifat kronik


yang memerlukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Suatu
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat dari
ketidak seimbangan antara ketersediaan insulin dengan kebutuhan
insulin. Gangguan tersebut dapat berupa defisiensi insulin absolut,
gangguan pengeluaran insulin oleh sel beta pancreas,
ketidakadekuatan atau kerusakan pada reseptor insulin, produksi
insulin yang tidak aktif dan kerusakan insulin sebelum bekerja
(Suboyo et al, 2006 dalam Damayanti, 2015).

Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit diabetes melitus adalah


kegiatan penyampian tanda dan gejala serta cara mencegah
diabetes melitus sedari dini yang direncanakan dan dilaksanakan
untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, serta
perilaku positif sasaran dan lingkungannya terhadap upaya untuk
meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga pola hidup
yang sehat. Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit diabetes
melitus ditujukan untuk kelompok remaja dan masyarakat masal
yang diharapkan adalah pemahaman perilaku aspek kesehatan
dalam kehidupan sehari-hari (Fatimah, 2015).
84

Berdasarkan hasil uji statistic sebelum dan sesudah diberikan


Pendidikan kesehatan dengan uji Wilcoxon test menggunakan
program SPSS jika signifikan P < 0,05 maka H 0 diterima begitu
sebaliknya jika signifikan P > 0,05, maka H 0 ditolak. Berdasarkan
hasil dari uji statistic menunjukkan bahwa adanya 99,3% (137
responden) mengalami peningkatan dari kategori rendah ke
kategori cukup hingga kategori baik, adapun 0,7% (1 responden)
mengalami peningkatan dari kategori rendah ke kategori cukup
saja. Hal ini menyatakan bahwa semua responden mengalami
peningkatan setelah diberikan intervensi Pendidikan Kesehatan
dengan nilai P =
0,000 < α 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
Pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan deteksi dini
penyakit diabetes melitus pada remaja di SMAN 7 Banjarmasin.

Sebelum dilakukan Pendidikan kesehatan dengan metode ceramah


dan tanya jawab didapatkan 19,6% (27 responden) dengan
kemampuan pengetahuan tentang deteksi dini penyakit diabetes
melitus dikategori rendah, dan 44,2% (61 responden) dengan
kemampuan pengetahuan tentang deteksi dini penyakit diabetes
melitus dikategori cukup, dan 36,2% (50 responden) dengan
kemampuan pengetahuan deteksi dini penyakit diabetes melitus
dikategorikan baik. Setelah diberikan Pendidikan kesehatan
didapat 99,3% (137 responden) dengan dikategorikan baik dan
0,7% (1 responden) dengan pengetahuan dikategorikan cukup.
Setelah diberikan Pendidikan kesehatan maka tidak terdapat lagi
responden yang pengetahuan deteksi dini penyakit diabetes melitus
yang dikategorikan rendah.

Asumsi ini juga didukung oleh UU Kesehatan No 36 tahun 2009


dan WHO yaitu salah satu tujuan Pendidikan kesehatan adalah
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
85

meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental dan sosial,


sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial. Karena itu
setelah diberikan Pendidikan kesehatan dengan metode ceramah
dan tanya jawab dengan media lembar balik (Flip Chart) hampir
semua remaja memahami dan tahu cara deteksi dini penyakit
diabetes melitus selain itu juga menambah pengetahuan remaja.

Metode ceramah dan tanya jawab merupakan metode dimana


seseorang menyampaikan informasi terkait, ide, pengertian, dan
pesan kepada masyarakat maupun individu dengan cara berdiskusi
tanya jawab dengan adanya umpan balik dari masyarakat jika ada
yang tidak dipahami pada saat penyampaian informasi (Ayu,
2010).

Menurut Elgar Dale penggunaan media pada Pendidikan kesehatan


yang mempunyai intensitas paling tinggi yaitu dengan
menggunakan media benda asli, adapun penggunaan media yang
mempunyai intensitas paling rendah yaitu dengan menggunakan
media kata-kata. Media atau alat peragaan mempunyai manfaat
untuk menimbulkan minat sasaran, mempermudah pendidik untuk
menyampaikan bahan atau materi, mempermudah sasaran untuk
menerima informasi (Ayu, 2010).

Pada penelitian ini media yang digunakan adalah lembar balik


(Flip Chart). Yang mana lembar balik (Flip Chart) adalah koleksi
Chart yang disusun dalam urutan tertentu. Lembar balik dapat
dibawa kemana-mana, urutan penyajian dapat diatur dengan tepat.
Penulisan dan jumlah lembar balik tergantung pesan yang ingin
disampaikan dan waktu penyampaian (Ayu, 2010).

Dalam penelitian (Kundre, 2018), Pendidikan kesehatan


merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana
86

perubahan tersebut bukan sekedar proses pemasukan materi atau


teori dari seseorang ke orang lain, akan tetapi perubahan tersebut
terjadi karena adanya kesadaran dari dalam individu, kelompok,
atau masyarakat itu sendiri. Sedangkan menurut Komang Ayu
(2010) Pendidikan kesehatan adalah kegiatan yang dilakukan
untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada individu, kelompok,
keluarga, maupun masyarakat agar mendapat pengetahuan
kesehatan hingga nantinya berpengaruh terhadap sikap seseorang
dan perubahan perilaku seseorang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh


Carolina, (2018) bahwa terdapat pengaruh Pendidikan kesehatan
terhadap tingkat pengetahuan diabetes melitus. Dan juga pada
penelitian Mutoharoh, (2017) bahwa terdapat peningkatan
pengetahuan tentang penyakit diabetes melitus pada penderita
diabetes melitus tipe 2.

Pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan tanya jawab


dengan media lembar balik merupakan bimbingan atau
pembelajaran yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap
kesehatan agar mereka tahu dan mengerti tentang deteksi dini
penyakit diabetes melitus dan agar mereka bisa membiasakan
setiap harinya menerapkan cara agar mencegah dan terhindar dari
penyakit diabetes melitus.

Berdasarkan hasil analisa data tersebut peneliti menyimpulkan


“Terdapat Pengaruh Pendidikan Kesehatan Deteksi Dini Penyakit
Diabetes Melitus Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja di
SMAN
7 Banjarmasin”.
87

4.7.Keterbatasan Penelitian
4.7.1. Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti tidak memasukkan
screening diabetes melitus
4.7.2. Peneliti tidak bisa menjadikan kelas XII menjadi responden karena
kesibukan jadwal akademik kelas XII
4.7.3. Peneliti tidak memasukkan Indeks Masa Tubuh (IMT) sebagai salah
satu karakteristik responden
4.8.Implikasi Hasil Penelitian dalam Keperawatan
Dari hasil penelitian ini sangat diharapkan remaja dapat sadar akan
pentingnya menjaga pola hidup yang sehat sedari dini dan mampu untuk
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari agar remaja dapat mendeteksi
sedari dini mengenai apa saja yang menjadi faktor resiko terjadinya
diabetes melitus, apa saja tanda dan gejalanya, dan bagaimana cara
mencegah diabetes melitus sedari dini. Diharapkan kepada educator pada
bidang keperawatan penelitian ini juga dapat memberikan upaya untuk
Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit diabetes melitus dan
bagaimana cara mencegahnya.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5. DJNJDN
5.1.Kesimpulan
5.1.1. Pengetahuan remaja tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus
sebelum diberikan Pendidikan kesehatan yaitu 36,2% (50
responden) dengan kategori pengetahuan baik, 44,2% (61
responden) dengan kategori pengetahuan cukup, dan 19,6% (27
responden) dengan kategori pengetahuan rendah.
5.1.2. Pengetahuan remaja tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus
sesudah diberikan Pendidikan kesehatan yaitu 99,3% (137
responden) dengan kategori pengetahuan baik, dan 0,7% (1
responden) dengan kategori pengetahuan cukup,dan sesudah
diberikan Pendidikan kesehatan tidak ada responden dengan
ketagori pengetahuan rendah.
5.1.3. Hasil uji statistik Wilcoxon test diperoleh nilai p value 0,000 < 0,05
maka H0 diterima disimpulkan bahwa terdapat perubahan tingkat pengetahuan
pada remaja sebelum dan sesudah diberikan
Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit diabetes melitus.
5.2.Saran
5.2.1. Bagi peneliti lainnya
Diharapkan bisa memodifikasi metode pemberian Pendidikan
kesehatan yang lebih efektif dan lebih inovatif baik melalui media
cetak ataupun elektronik.
5.2.2. Bagi pelayanan kesehatan (Puskesmas)
Semoga penelitian ini dapat memberikan masukan bagi sarana
kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya
menyediakan Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit diabetes
melitus dalam kegiatan penjaringan kesehatan anak sekolah dan di
89

94
UKS Mengingat prevalensi DM cukup tinggi di Kota Banjarmasin.
Selain itu petugas kesehatan juga bisa bekerja sama dengan
instansi Pendidikan untuk melaksanakan Pendidikan kesehatan
untuk remaja supaya meningkatkan pengetahuan mereka tentang
deteksi dini penyakit diabetes melitus dengan memberikan
pengetahuan cara mengenali tanda dan gejala penyakit diabetes
melitus.
5.2.3. Bagi responden (remaja)
Agar dapat lebih memahami pentingnya deteksi dini penyakit
diabetes melitus dan cara mencegahnya agar remaja dapat
mendeteksi dan mencegah sedari dini terjadinya diabetes melitus
pada saat remaja ataupun pada saat dewasa nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Achjar. (2010). Aplikasi Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. CV Sagung Seto.

Adhayani, R. (2021). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN COVID-19


DENGAN TINGKAT KECEMASAN PADA IBU RUMAH TANGGA DI RT 01
KELURAHAN ALALAK UTARA BANJARMASIN.
Andriyani, J. (2016). Korelasi peran keluarga terhadap penyesuaian diri remaja.
AlBayan, 22(34), 39–52.
Anshori & Iswati. (2017). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Airlangga University
Press.
Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Rineka
Cipta.
Arisetya, D. (2019). Pengaruh Pemanfaatan Media Pembelajaran Flip Chart Terhadap
Hasil Belajar Biologi Siswa SMP Kelas VIII Pada Materi Sistem Rangka
Manusia. Pengembangan Ilmu Komunikasi Dan Sosial, 3.
Ayu, K. (2010). Asuhan Keperawatan Keluarga.

Azwar.S. (2013). Sikap Manusia Teori dan Pengukuranya. Pustaka Belajar.

Carolina, P. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan


Tentang Diabetes Melitus Pada Masyarakat di Kelurahan Pahandut
Palangkaraya. Surya Medika, 4.
Dagogo, J. (2016). Diabetes Melitus In Developing Countries and Underserved
Communities.
Damayanti, S. (2015). Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan. Nuha
Medika.
Darni, J. (2020). Pengaruh Pemberian Edukasi Komik Isi Piringku Terhadap
Pengetahuan dan Asupan Lemak Pada Anak Gizi Lebih. Darussalam Nutrition
Journal, Mei, 4(1), 7–15.
Dr. Endang Triningsih, S. A. (2017). Waspadai Diabetes Mellitus pada Anak. Ikatan
Dokter Anak Indoensia.
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhananak/waspadai-diabetes-mellitus-
pada-anak
Fatimah, N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority, 4.

96
91

Firdaus. (2018). Pengetahuan dan Sikap Remaja Terhdap Penggunaan Napza di


Sekolah Menengah Atas di Kota Semarang. Universitas Muhammdiyah
Semarang.
Fitriana & Rachmawati. (2016). Cara Ampuh Tumpas Diabetes. Medika.

Induniasih. (2017). Promosi Kesehatan : Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan.


Pustaka Baru Press.
Kemenkes, R. (2020). Diabetes Melitus. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/20111800001/diabetes-melitus.html
Kementrian Kesehatan RI. (2017). Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Nasional. Kementrian Kesehatan RI.
Kundre, R. M. (2018). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dan Simulasi Terhadap
Pengetahuan dan Keterampilan Pertolongan Pertama Pada Siswa Yang
Mengalami Sinkop di SMA 7 Manado. E-Journal Keperawatan, 2.
Kusmiran, E. (2014). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Salemba Medika.

Laras Sayekti Ningsih, I., & Nelly, E. R. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
dengan Media Video Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pencegahan
Diabetes Mellitus di Desa Mangunsoko Kecamatan Dukun Kabupaten
Magelang. 64. http://eprintslib.ummgl.ac.id/1643/
Maria, I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus dan Asuhan Keperawatan
Stroke. CV Budi Utama.
Masturoh & Anggita. (2018). Metode Penelitian Kesehatan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Mawarni, D. (2018). Pengaruh Metode Ceramah dan Tanya Jawab Terhadap Tingkat
Partisipasi Siswa Dalam Proses Pembelajaran Akidah Akhlak Kelas X di MAN
Yogyakarta 1. Universitas Islam Indonesia.
Muliasari, H. (2019). Edukasi dan Deteksi Dini Diabetes Melitus Sebagai Upaya
Mengurangi Prevalensi dan Resiko Penyakit Degeneratif. Pendidikan Dan
Pengabdian Masyarakat, 2.
Mutoharoh. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan
Tentang Penyakit Diabetes Melitus pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di
Desa Ngadiwarno Sukorejo Kendal. Ijms, 4(1), 96–109.
92

Nasrudin. (2017). Pengaruh Konformitasi Teman Sebaya Terhadap Perilaku


Deliquency Minum-Minuman Keras pada Remaja Desa Kranding Kecamatan
Mojo Kabupaten Kediri. UIN Satu Tulungangung.
Neuman, L. (2000). Social Research Methods: Qualitative anda Quantitative
Approaches. University of Wisconsin. https://doi.org/10.2307/3211488
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.

Noviana, E. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group Terhadap


Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi di SMK PGRI 1
Magetan Kelas XI. 1–87.
Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.
Salemba Medika.
Pramono, G. I. (2018). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat
Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai Preeklamasi Di Puskesmas Tlogosari Wetan.
Skripsi Universitas Diponegoro.
Pratama, A. R. (2012). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Tingkat Pendapatan,
Pengetahuan Ibu, dan Perilaku Ibu Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan
Kesamben Kabupaten Jombang. Universitas Negeri Surabaya.
Rahayu, M. (2021). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Program Isi
Piringku Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil. 2.
Rahman. T.A. (2015). Analisis Statistik Penelitian Kesehatan. In Media.

Rikomah. (2016). Farmasi Klinik. Deepublish.

Riskesdas, L. N. (2018). RISKESDAS 2018.pdf. In Riset Kesehatan Dasar.

Sanifah, L. . (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga


Tentang Perawatan Activities Daily Living (ADL) pada Lansia.
Sari, D. F. (2019). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Tentang
Personal Hygiene Terhadap Tingkat Kemandirian Pada Anak Retardasi Mental
Di Sekolah Luar Biasa Siwi Mulia Kota Madiun. 1–136.
http://repository.stikesbhm.ac.id/645/1/1.pdf
93

Selvia, A. (2021). Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus dan Pemeriksaan Gula
Darah di Universitas Pamulang. Abdi Masyarakat, 2.
Septiana. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan
Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi di SMP Islam Ruhama Ciputat. Skripsi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 35.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25662/1/Septiana -
fkik.pdf
Setyaningsih, A., & Nurzihan, N. C. (2019). Peningkatan Pemahaman Risiko
Penyakit Tidak Dengan Pemeriksaan Komposisi Tubuh Di Smk. Jurnal
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Indonesia, 2(3), 65.
Silalahi, L. (2019). Hubungan Pengetahuan dan Tindakan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2. Journal of Health Promotion and Health Education, 7.
https://doi.org/10.20473/jpk.V7.12.2019.223-232
Siregar, E. A. (2017). Tingkat Pengetahuan Siswa SMA Kelas-XII Terhadap
Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 Di SMA Negeri 1 Medan. In Universitas
Sumatera Utara.
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3726/140100024.pdf?seq
uence=1&isAllowed=y
Siyoto, S., Sodik, M. . (2015). Dasar Metodologi Penelitian (Ayup Ed) (Cetakan 1).
Literasi Media Publishing.
Subaris, H. (2016). Promosi Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat, dan Modal
Sosial. Nuha Medika.
Supardi, S, dan R. (2013). Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan. CV Trans Info
Media.
Surahman, et al. (2016). Metodologi Penelitian. (N. L., Saputri, Ed.) (Cetakan pe).
Pusdik SDM Kesehatan.
Suryanto.B, dan S. (2015). Metode Penelitian Sosial. Kencana.

Susilaningsih, T. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video


Terhadap Tingkat Pengetahuan Diet Pada Keluarga Penderita Di Puskesmas.
Ilmu Kesehatan, 1–12. http://digilib.unisayogya.ac.id/2616/1/NASKAH
PUBLIKAS.pdf.
Timotius. (2017). Pengantar Metodologi Penelitian Pendekatan Manajemen
Pengetahuan dan Perkembangan Pengetahuan (Putri Cris). ANDI.
94

Umar, H. (2011). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Edisi II. PT. Raja
Grafindo Persada.
Ummah, F. et al. (2021). Pendidikan Kesehatan dan Promosi Kesehatan (Risnawati
(ed.)). CV Media Sains Indoensia.
Yati, N. P., & Tridjaja, B. (2017). Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak
Indonesia Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri pada Diabetes Melitus
Tipe1. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 1–9.
95
LAMPIRAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Bidang Keperawatan Komunitas


Oleh :
Sri Amali Normeilida
NPM. 1814201110071

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH BANJARMASIN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN 2022
1. LATAR BELAKANG
1.1.Pendahuluan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada Pasal 79
ayat (1) menyatakan bahwa kesehatan sekolah diselenggarakan untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan
hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang
secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia
yang berkualitas. Pada program Pendidikan kesehatan ada kegiatan
penanaman dan pembiasaan hidup sehat serta daya tangkal terhadap
pengaruh buruk dari luar sehingga diharapkan siswa dapat menerapkan
setiap hal positif yang di peroleh dari Pendidikan kesehatan untuk
kegiatan sehari-hari.

Pendidikan kesehatan deteksi dini penyakit diabetes melitus adalah


kegiatan penyampian tanda dan gejala serta cara mencegah diabetes
melitus sedari dini yang direncanakan dan dilaksanakan untuk
menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap, serta perilaku positif
sasaran dan lingkungannya terhadap upaya untuk meningkatkan kesadaran
akan pentingnya menjaga pola hidup yang sehat. Pendidikan kesehatan
deteksi dini penyakit diabetes melitus ditujukan untuk kelompok remaja
dan masyarakat masal yang diharapkan adalah pemahaman perilaku aspek
kesehatan dalam kehidupan sehari-hari (Fatimah, 2015).

Untuk mengendalikan Diabetes Melitus Kementerian Kesehatan sendiri


telah membentuk 13.500 Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) untuk
memudahkan akses warga melakukan deteksi dini penyakit diabetes
melitus. Selain itu kementerian kesehatan menghimbau masyarakat untuk
melakukakn aski yaitu dengan cek kesehatan secara teratur untuk
mengendalikan berat badan, hindari asap rokok dan jangan merokok, rajin
melakukakn aktivitas fisik minimal 30 menit sehari, diet yang seimbang
dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan rendah lemak dan gula,
istirhat yang cukup, dan kelola stress dengan baik (Kemenkes, 2020).
1.2.Tujuan
Setelah mengikuti kegiatan Pendidikan kesehatan tentang deteksi dini
penyakit diabetes melitus kepada remaja selama 70 menit, diharapkan
remaja dapat memahami tentang cara mendeteksi diabetes melitus sedini
mungkin dan mengetahui bagaimana cara mencegahnya sehingga dapat di
aplikasikan pada kehidupan sehari-hari.
1.3.Sasaran
Remaja di SMAN 7 Banjarmasin
1.4.Waktu dan Tempat Kegiatan
Tempat : SMAN 7 Banjarmasin
Hari/Tanggal : Kamis, 31 Maret 2022
Waktu : 09:00 WITA
1.5.Jadwal Kegiatan
No WAKTU KEGIATAN
1. Kamis, 31 Maret 2022 pukul Perlakuan Pendidikan
09:00 WITA Kesehatan tentang deteksi dini
penyakit diabetes melitus dan
cara mencegahnya

2. TEMA SAP
Bidang : Keperawatan Komunitas
Topik : Diabetes Melitus
Seimbang Sub Topik : Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus
Sasaran : Remaja di SMAN 7 Banjarmasin
Tempat : SMAN 7 Banjarmasin
Hari/Tanggal : Kamis, 31 Maret 2022
2.1.Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti kegiatan Pendidikan kesehatan tentang deteksi dini
penyakit diabetes melitus kepada remaja selama 60-70 menit, diharapkan
remaja dapat memahami tentang cara mendeteksi diabetes melitus sedini
mungkin dan mengetahui bagaimana cara mencegahnya sehingga dapat di
aplikasikan pada kehidupan sehari-hari.
2.2.Tujuan Instruksional Khusu
Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan selama 70 menit, diharapkan remaja di
SMAN 7 Banjarmasin mengerti dan memahami tentang :
2.2.1. Mengetahui definisi diabetes melitus
2.2.2. Mengetahui faktor risiko diabetes melitus
2.2.3. Tanda dan Gejala diabetes melitus
2.2.4. Cara mencegah diabetes melitus
2.3.Sasaran
Remaja di SMAN 7 Banjarmasin
2.4.Pokok Materi (Terlampir)
2.5.Media
- Lembar Balik (Flipchart)
2.6.Metode
- Ceramah
- Tanya jawab (wawancara)
2.7.Kriteria Evaluasi
2.7.1. Peserta antusias terhadap pelaksanaan kegiatan dan menghadiri
2.7.2. Peserta memahami dan aktif bertanya

2.8.Kegiatan
No Waktu Penyuluhan Kegiatan Peserta
1. 15 Menit 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
pembukaan
2. Mendengarkan
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan 3. Memperhatikan
4. Melakukan pengisian 4. Melaksanakan
kuesioner pertama (pre test)
5. Menyebutkan Materi 5. Memperhatikan
2. 20 Menit 1. Pengertian diabetes melitus 1. Memperhatikan
2. Faktor risiko diabetes 2. Memperhatikan
melitus 3. Memperhatikan
3. Tanda dan gejala diabetes
melitus 4. Memperhatikan
4. Cara mencegah
diabetes melitus
3. 20 Menit Menyatakan kepada peserta Memperhatikan
tentang materi yang telah
diberikan, apa ada yang ingin
ditanyakan.
4. 15 Menit 1. Menyimpulkan materi yang 1. Memperhatikan
telah disampaikan
2. Melakukan evaluasi 2. Mendengarkan
3. Melakukakn pengisian 3. Melakukan
kuesioner yang kedua (post
test)
4. Mengucapkan terimakasih 4. Menjawab
dan salam lalu mengakhiri Salam
kegiatan

2.9.Pengorganisasian
Pembicara : Sri Amali Normeilida
Pembawa Acara : Sri Amali Normeilida

3. ISI MATERI
3.1.Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus atau sering juga disebut DM merupakan sekelompok
penyakit metabolik yang biasa ditandai dengan sering kencing dengan
jumlah yang banyak, penurunan berat badan secara drastis, dan
hiperglikemia atau kadar gula darah yang melebihi normal akibat adanya
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin yang tidak adekuat, atau bisa
juga karena masalah keduanya dan secara klinis termasuk heterogen
dengan menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Susilaningsih,
2017).

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang dikarakteristikan


dengan ketidakmampuan tubuh melakukan metabolisme dan merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh hiperglikemia dan
secara genetik dan klinis yang dimanifestasikan dengan hilangnya
toleransi karbohidrat dan hiperglikemia yang menimbulkan tanda gejala
fisik berupa penurunan berat badan, kelelahan, poliuri, polifagi dan
polidipsi (Dagogo, 2016).

Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular bersifat kronik yang


memerlukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Suatu gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat dari ketidak
seimbangan antara ketersediaan insulin dengan kebutuhan insulin.
Gangguan tersebut dapat berupa defisiensi insulin absolut, gangguan
pengeluaran insulin oleh sel beta pancreas, ketidakadekuatan atau
kerusakan pada reseptor insulin, produksi insulin yang tidak aktif dan
kerusakan insulin sebelum bekerja (Suboyo et al, 2006 dalam Damayanti,
2015).

3.2.Faktor Risiko Diabetes Melitus


Menurut Sudoyo, 2006 dalam Damayanti, 2015), faktor-faktor resiko terjadinya
diabetes melitusn antara lain :

3.2.1. Faktor Keturunan (Genetik)


Faktor genetik dapat langsung mempengaruhi sel beta dan
mengubah kemampuannya untuk mengenali dan menyebarkan
rangsang sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan
individu tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat
mengubah integritas dan fungsi sel beta pankreas. Secara genetik
risiko diabetes melitus tipe 2 meningkat pada saudara kembar
monozigotik seorang diabetes melitus tipe 2, ibu dari neonates
yang beratnya lebih dari 4 kg, individu dengan gen obesitas, rasa
tau etnis tertentu yang mempunyai insiden tinggi terhadap diabetes
melitus.

Diabetes melitus dapat menurun sisilah keluarga yang


mengidapnya. Ini terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus
akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terikat dengan
penurunan produksi insulin. Diabetes melitus tipe 2 lebih banyak
dikaitkan dengan faktor keturunan dibandingkan dengan diabetes
melitus tipe 1.

3.2.2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan ≥20% dari
berat badan idela atau BMI (Body Mass Index) ≥27kg/m2.
Kegemukan menyebabkan berkurangnya jumlah reseptor insulin
yang dapat bekerja di dalam sel pada otor skeletal dan jaringan
lemak. Hal ini dinamakan resistensi insulin perifer. Kegemukan
juga merusak kemampuan sel beta untuk mepelas insulin saat
terjadi peningkatan glukosa darah.

IMT di hitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam


kilogram) di bagi dengan tinggi badan (dalam meter) kuadrat
klasifikasi status gizi berdasarkan IMT :

Contoh : Brat badan = 52 kg, Tinggi badan = 152 cm (1.52m)2. IMT


= 52/(1.52)2 = 22.2

Tabel 2.1 Kriteria Indek Masa Tubuh Menurut Ernawati 2013.


No Klasifikasi Nilai Baku
1 Berat badan kurang ≤18.5
2 Berat badan normal 18.5-22.9
3 Berat badan berlebih 23-24.9
4 Obesitas I 25-29.9
5 Obesitas II ≥30

3.2.3. Usia
Faktor usia yang risiko menderita diabetes melitus tipe 2 adalah
usia diatas 30 tahun, hal ini karena adanya perubahan anatomis,
fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel,
kemudian berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada
tingkat organ yang dapat mempengaruhi homeostatis. Setelah
seorang mencapai umur 30 tahun, maka kadar glukosa darah naik
1-2mg% tiap tahun saat puasa dan akan naik 6-13mg% pada 2 jam
setelah makan, berdasarkan hal tersebut bahwa umur merupakan
faktor utama terjadinya kenaikan relevansi diabetes serta gangguan
toleransi glukosa.

3.2.4. Aktivitas Fisik


Aktivitas fisik berdampak terhadap aksi insulin pada orang
berisiko diabetes melitus. Pada diabetes dengan kadar gula darah
tidak terkontrol, Latihan jasmani akan menyebabkan terjadinya
peningkatan kadar gula glukosa darah dan bend aketon yang dapat
berakibat fatal. Pada sebuah penelitian didapatkan hasil jika
glukosa darah sekitar 332 mg/dl, bila tetap melakukan olahraga
akan berbahaya bagi individu tersebut, sehingga disarankan bila
ingin melakukan kegiatan jasmani/olahraga maka kadar gula darah
harus dibawah 250 mg/dl.

Ambilan glukosa oleh jaringan otot pada keadan istirahat


membutuhkan insulin, sehingga disebut sebagai jaringan insulin
dependent. Sedangkan pada otot yang aktif walaupun terjadi
peningkatan kebutuhan glukosa, tetapi kadar insulin tidak
meningkat. Hal ini disebabkan karena peningkatan kepekaan
reseptor insulin otot dan pertambahan reseptor insulin otot pada
saat melakukan kegiatan jasmani/olahraga. Jaringan otot yang aktif
tersebut disebut juga sebagai jaringan non insulin dependent.

3.2.5. Pola Hidup


Pola hidup yang sehat sangat berpengaruh pada tubuh kita dimana
semua makanan dan minuman yang masuk dalam tubuh kita serta
aktfivitas keseharian yang kita jalani sangat berpengaruh untuk
menentukan kesehatan tubuh kedepannya. Pola hidup yang tidak
sehat seperti makan makanan yang tinggi gula dan lemak dan
kurangnya konsumsi buah dan sayur yang tinggi serat, menyukai
minuman yang manis dan bersoda, serta aktivitas fisik yang
kurang sehingga hal tersebut menjadi salah satu yang paling sering
menyebabkan terjadinya diabetes melitus.

3.2.6. Stress
Stress adalah segala situasi dimana tuntutan non spesifik
mengharuskan individu berespon atau melakukan Tindakan. Stress
dapat merubah pola makan, latihan, dan penggunaan obat yang
biasanya dipatuhi. Stress dapat menyebabkan hiperglikemia. Stress
memicu reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu neural dan
neuroendokrin. Rekasi pertama respon stress yaitu sekresi sistem
saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang
menyebabkan peningkatan frekuensi jantung. Kondisi ini
menyebabkan glukosa darah meingkat guna sumber energi untuk
perfusi. Bila stress menetap akan melibatkan hipotalamus-pituitari.

Hipotalamus mensekresi coeticotropi-releasing factor, yang


menstimulasi pituitary anterior untuk memproduksi
Aderonocotrocotropic Hormone (ACTH) kemudia ACTH
menstimulasi pituitrai anterior untuk peningkatan kortisol
mempengaruhi peningkatan glukosa darah melalui
gluconeogenesis, katabolisme protein dan lemak.

3.3.Tanda dan Gejala Diabetes Melitus


Tanda dan gejala diabetes melitus yang sering muncul pada remaja (Dr. Endang
Triningsih, 2017) dan (Kemenkes, 2020).

Gejala diabetes tipe 1 dan 2 juga secara umum sulit dibedakan dan sering
kali mirip satu sama lain. Sebagian anak yang menderita diabetes tipe 1
atau pun tipe 2 tidak menunjukkan adanya gejala atau merasakan adanya
keluhan. Namun, pada Sebagian anak yang lain, diabetes dapat
menimbulkan beberapa gejala yaitu :

3.3.1. Polyuria atau sering buang air kecil


Ketika seseorang terkena diabetes maka cenderung akan sering
buang air kecil karena kadar gula darah sudah terlampau tinggi.
Idealnya, gula darah akan disaring oleh ginjal dan diserap kembali
ke dalam darah. Namun, karena sudah terlalu tinggi, ginjal tidak
bisa menyerap semua gula yang ada di dalam tubuh. Hal ini
membuat ginjal bekerja keras untuk menyaring dan mengeluarkan
kelebihan gula darah tersebut melalui urin. Dampaknya, air
kencing yang dihasilkan lebih kental sehingga otomatis ginjal akan
mengambil lebih banyak cairan dari tubuh untuk
mengencerkannya.
3.3.2. Polydipsia atau rasa haus yang berlebihan
Ketika tubuh terkena diabetes, glukosa akan menumpuk di dalam
darah. Ini tentunya akan membuat ginjal bekerja keras untuk
menyaring dan menyerap kelebihan gula sebelum akhirnya
dibuang melalui urin. Salah satu upaya yang dilakukan oleh ginjal
adalah penyerapan cairan tubuh untuk menyerap gula berlebih.
Akibatnya, ginjal akan menghasilkan urin lebih banyak dari
biasanya. Inilah yang membuat diabetes mudah merasa haus
karena cairan tubuhnya banyak yang hilang.
3.3.3. Polifagia atau kelaparan yang berlebihan
Di dalam tubuh, makanan diubah menjadi glukosa. Glukosa
kemudian akan digunakan sebagai sumber energi bagi setiap sel,
jaringan, dan organ tubuh. Hormon insulin bertanggung jawab
untuk menjalankan prosis ini. Penderita diabetes memiliki masalah
dengan produksi insulin ataupun kemampuan tubuh dalam
merespon insulin. Akibatnya, proses perubahan glukosa menjadi
energi pun terhambat. Kebutuhan energi jadi tidak terpenuhi,
sekalipun sudah makan. Tubuh akan merasa belum mendapatkan
energi, lalu mengirimkan sinyal untuk kembali makan.
3.3.4. Penurunan berat badan secara drastis
Pada anak yang menderita diabetes melitus cenderung kehilangan
banyak berat badan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini
dikarenakan konversi glukosa menjadi energi dibatasi karena
produksi insulin yang rendah, tubuh mulai membakar otot dan
menyimpan lemak untuk energi, menyebabkan penurunan berat
badan secara drastis.
3.3.5. Nafas bau keton/buah
Bau keton atau buah disebebkan oleh ketoasidosis diabetik (DKA),
yaitu kondisi yang muncul karena kurangnya insulin dalam tubuh.
Ini bisa menjadi gejala diabetes yang fatal pada anak-anak. Tanpa
glukosa tubuh mulai membakar lemak untuk energi, dan proses
tersebut menghasilkan keton atau bisa juga disebut dengan asam
darah. Bau khas keton atau asam darah ini dapat dikenali dari bau
seperti buah pada nafas.
3.3.6. Masalah pengelihatan
Permasalah mata pada anak penderita diabetes lebih banyak jika
dibandingkan dengan anak tanpa menderita diabetes. Kadar gula
darah yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya saraf pada mata
dan menyebabkan masalah mata seperti pengelihatan kabur bahkan
dapat menyebabkan kebutaan total, jika diabetes tidak terkontrol
setelah terdiagnosis.
3.3.7. Infeksi jamur
Infeksi jamur sering muncul pada anak perempuan penderita
diabetes melitus. Mikrobiota usus merupakan faktor penting yang
mencegah terjadinya penyakit autoimun seperti diabetes. Ketika
glukosa tubuh tinggi mengganggu microbiota, pertumbuhan
mikroorganisme terpengaruh, yang menyebabkan peningkatan
produksi yang berkontribusi pada infeksi jamur. Jamur Candida
adalah jamur yang sering menginfeksi pada vagina sehingga
menimbulkan rasa gatal, nyeri, keputihan, dan perih atau tidak
nyaman saat berhubungan seksual.
3.3.8. Penggelapan kulit
Penggelapan kulit pada anak dan remaja dengan diabetes melitus
biasanya terjadi di bagian area ketiak dan belakang leher.
Penebalan dan penggelapan lipatan kulit terutama disebabkan oleh
hipersulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin dan kondisi
tersebut biasanya disebut dengan akantosis nigrikans.
3.3.9. Penyembuhan luka yang lama
Ketika gula darah dalam tubuh tinggi maka akan mengganggu
fungsi sistem kekebalan, meningkatkan peradangan, mencegah
konversi glukosa menjadi energi dan menyebabkan berkurangnya
suplai darah ke bagian tubuh. Sehingga, faktor ini menyebabkan
penyembuhan luka tertunda pada anak dan remaja, menyebabkan
komplikasi yang lebih serius.
3.3.10. Sering merasa lelah
Remaja dengan diabetes melitus akan mudah merasa lelah bahkan
dapat merasa lelah sepanjang waktu dan hal tersebut dapat terlihat
dan dikenali dengan mudah. Seorang remaja dengan diabetes
melitus tidak memiliki cukup insulin untuk mengubah glukosa
menjadi energi. Kekurangan energi justru membuat mereka mudah
lelah atau setelah melakukan aktivitas fisik kecil.
3.4.Cara Mencegah Diabetes Melitus
Pencegahan diabetes melitus (Fitriana & Rachmawati, 2016) yaitu sebagai berikut
:

3.4.1. Pencegahan Primer


Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan terhadap
orang-orang yang termasuk kelompok berisiko tinggi, yakni orang
yang belum menderita diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk
menderita penyakit tersebut. Dalam hal ini, penyuluhan memiliki
peran yang sangat penting untuk upaya pencegahan secara primer.
Masyarakat luas harus diikutsertakan dalam penyluhahn melalui
Lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya.
Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait, seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu turut
serta berperan dalam upaya pencegahan diabetes melitus secara
primer dalam program penyuluhan dan Pendidikan kesehatan
seperti bagaimana kebiasaan pola hidup sehari-hari. Lakukan
kebiasaan suka berolahraga , makan buah-buahan segar, sayuran
segar, dan air putih. Lalu hindari kebiasaan malas bergerak,
kebiasaan mengonsumsi minuman dan makanan manis, dan
makanan cepat saji. Melakukakn skrinning/pemeriksaan gula darah
ataupun urin secara rutin dapat menjadi salah satu cara mendeteksi
diabetes melitus secara dini.
Idelanya, sejak masa prasekolah hingga masa remaja hendaknya
telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kesehatan
dengan cara kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang
sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok
bagi kesehatan. Dengan pemberian wawasan dan pengetahuan
mengenai hidup sehat, maka individu akan terbiasa hidup sehat
sejak dini.
3.4.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah atau menghambat
timbulnya gangguan pada pasien yang telah menderita diabetes melitus.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara memberikan pengobatan
yang cukup dan tindakan deteksi dini gangguan penyakit diabetes melitus.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :
3.4.2.1. Skrinning
Skrinning merupakan salah satu pencegahan diabetes
melitus secara sekunder yang dilakukan dengan
menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan
GIT. Skrinning direkomendasikan untuk orang-orang
tertentu, seperti :
a. Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes;
b. Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat
hamil;
c. Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler; dan
d. Orang-orang yang gemuk.
3.4.2.2. Pengobatan
Pengobatan diabetes melitus merupakan alternatif
utama yang dilakukan terhadap penderita penyakit
tersebut. Pengobatan penyakit ini bergantung kepada
pengobatan diet dan pengobatan bila diperlukan.
Apabila penderita dapat disembuhkan tanpa obat, maka
cukup dengan menurunkan berat badan hingga
mencapai berat badan ideal. Untuk itu, perlu dibantu
dengan diet dan bergerak badan. Namun, apabila
diabetes melitus tidak dapat diatasi hanya dengan
menurunkan berat badan, maka perlu dilakukan
pengobatan dengan penanganan yang serius.

Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau


terapi nutrisi medik merupakan pengobatan ringan yang
utama, tetapi apabila hal ini Bersama latihan jasmani
atau kegiatan fisik ternyata gagal, maka diperlukan
penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya
digunakan untuk mengobati beberapa individu dengan
diabetes melitus tipe 2. Obat ini dapat menstimulasi
pelapisan insulin dari sel beta pankreas atau
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
3.2.4.3. Diet
Diet merupakan perlakuan tata laksana yang penting
dari semua tipe diabetes melitus. Makanan yang masuk
ke dalam tubuh harus diatur dan dibagi secara merata
sepanjang hari. Perlakuan ini harus dilakukan secara
konsisten dari hari ke hari. Kegiatan ini sangat
berpengaruh terhadap kegemukan, dimana kegemukan
memiliki hubungan dengan resistensi insulin dan
hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik
dengan penurunan berat badan.
Diet yang dilakukan untuk mencegah diabetes melitus dapat
berupa :
a. Menjaga kestabilan berat badan.
b. Menjaga kestabilan tekanan darah.
c. Mengontrol kadar kolesterol.
d. Tidak merokok
e. Membiasakan diri untuk hidup sehat.
f. Mebiasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga yang
dimaksud adalah aktivitas fisik yang terancam dan terstruktur
yang memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk
mencapai kebugaran.
g. Menghindari menonton televisi terlalu lama, karena ini yang
menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.
h. Mengurangi konsumsi terhadap permen, coklat, atau snack
dengan kandungan garam yang tinggi.
i. Menghindari makanan siap saji dengan kandungan kadar
karbohidrat dan lemak tinggi.
j. Membiasakan diri untuk mengonsumsi sayuran dan buah-
buahan segar.
3.2.4.4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya menanggulangi
penyakit diabetes yang ditujukan pada kelompok
penyandang diabetes yang telah mengalami gangguan
dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut. Salah satu bentuk pencegahan tersier yaitu salah
satu bentuk pencegahan tersier yaitu dengan rehabilitasi
penderita diabetes. Upaya rehabilitasi pada penderita
harus dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
holistic dan terintegrasi antara pihak terkait, terutama di
rumah sakit rujukan. Kerja sama yang baik antara para
ahli di berbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, bedah
orotpedi, bedah vascular, radiologi, rehabilitasi medis,
gizi, podiatrist, dll). Sangat deperlukan dalam
menunjung keberhasilan pencegahan tersier.

DAFTAR PUSTAKA

Dagogo, J. (2016). Diabetes Melitus In Developing Countries and Underserved Communities.


Damayanti, S. (2015). Diabetes Melitus dan Penatalaksanaan Keperawatan. Nuha Medika.
Dr. Endang Triningsih, S. A. (2017). Waspadai Diabetes Mellitus pada Anak. Ikatan
Dokter Anak Indoensia.
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhananak/waspadai-diabetes-mellitus-
pada-anak
Fatimah, N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority, 4.

Fitriana & Rachmawati. (2016). Cara Ampuh Tumpas Diabetes. Medika.

Kemenkes, R. (2020). Diabetes Melitus. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/20111800001/diabetes-melitus.html
Susilaningsih, T. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Video Terhadap
Tingkat Pengetahuan Diet Pada Keluarga Penderita Di Puskesmas. Ilmu Kesehatan, 1–12.
http://digilib.unisayogya.ac.id/2616/1/NASKAH PUBLIKAS.pdf.
KUESIONER PENGETAHUAN

Mohon dijawab pada kolom tersedia dengan cara menuliskan jawaban Anda !
A. Data Umum
Nama :
Alamat :
Tempat, tanggal lahir :
Usia :
Jenis Kelamin :
Kelas :
No. Handphone :

Mohon dijawab pada pilihan yang tersedia dengan cara memberikan tanda (×) pada
jawaban yang Anda pilih !

B. Kuesioner Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus


1. Diabetes Melitus atau sering dikenal dengan penyakit gula adalah penyakit yang….
a. Tidak menular bersifat kronik yang memerlukan pengobatan dan penanganan
seumur hidup
b. Menular bersifat kronik yang memerlukan pengobatan dan penanganan
c. Tidak menular dan dapat disembuhkan dengan cepat
d. Menular namun bisa disembuhkan dengan mudah
2. Penyakit diabetes melitus dapat disebabkan karena faktor…
a. Keturunan saja
b. Tinggi badan
c. Kepribadian
d. Makanan dan gaya hidup yang salah

3. Kebiasaan yang sering kita temui dan menjadi salah satu pemicu penyakit diabetes
melitus… a. Merokok
b. Minum air putih
c. Makan buah-buahan
d. Berolahraga
4. Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus adalah…
a. Mandi di malam hari
b. Minum susu sebelum tidur
c. Kurang aktivitas fisik
d. Anemia
5. Makanan yang dapat menjadi penyebab diabetes melitus jika dikonsumsi terlalu
sering adalah…
a. Sayur-sayuran hijau
b. Makanan cepat saji
c. Buah-buahan
d. Biji-bijian
6. Minuman yang menjadi salah satu penyebab terjadinya diabetes melitus adalah…
a. Minumar manis
b. Minuman diet
c. Minuman herbal
d. Minuman berwarna
7. Apa saja yang menjadi gejala umum pada penderita diabetes melitus…
a. Lemah, pusing, muntah
b. Sering makan, sering minum, sering lelah
c. Sering tidur & sering pingsan
d. Sering demam & sering kejang
8. Tanda gejala yang terjadi pada mata ketika seseorang terkena diabetes melitus
adalah…
a. Pengelihatan kabur
b. Mata berair
c. Mata pedih
d. Pengelihatan berbayangan ganda
9. Salah satu tanda dan gejala diabetes melitus adalah penderita memiliki bau nafas
yang khas yaitu… a. Bau asam
b. Bau busuk
c. Bau amis
d. Bau buah
10. Ketika penderita diabetes melitus mengalami luka maka proses penyembuhan pada
luka tersebut akan… a. Sebentar saja
b. Muncul nanah yang banyak pada luka
c. Memakan waktu yang lama
d. Terbentuk benang-benang putih pada luka
11. Berikut salah satu tanda gejala diabetes melitus adalah…
a. Sering kencing
b. Sering mengantuk
c. Sering menguap
d. Sering merasa gatal di kepala
12. Penderita diabetes melitus terutama pada anak perempuan sering mengalami gejala
gatal pada organ intim karena… a. Terinfeksi virus
b. Terinfeksi bakteri
c. Terinfeksi jamur
d. Terinfeksi cacing
13. Salah satu cara mencegah diabetes melitus adalah dengan cara…
a. Suka tidur
b. Suka berolahraga
c. Sedikit makan
d. Menunda minum air putih
14. Upaya pencegahan pada penyakit diabetes melitus ada 3 tahap, yaitu…
a. Diet yang baik, rutin mengukur gula darah, dan minum obat
b. Menimbang berat badan secara rutin, berolahraga, dan minum obat
c. Makan buah, minum air putih, minum obat
d. Pencegah primer, sekunder, dan tersier
15. Salah satu makanan yang baik di konsumsi dan merupakan salah satu cara
mencegah diabetes melitus adalah… a. Sayuran segar
b. Jus buah manis
c. Buah kalengan
d. Sayuran hijau saja
16. Diet yang dilakukan untuk mencegah diabetes melitus adalah…
a. Makan junk food
b. Merokok
c. Makan buah-buahan segar
d. Minum boba
17. Salah satu contoh yang merupakan pencegahan primer pada penyakit diabetes
melitus adalah…
a. Minum obat secara teratur
b. Mengubah gaya hidup seperti pola makan, tidak merokok, dan lain-lain
c. Mengontol kadar gula darah
d. Tidur tepat waktu

18. Skrinning/pemeriksaan yang dapat dilakukakn untuk mendeteksi diabetes melitus


adalah…
a. Pemeriksaan darah ataupun urin
b. Pemeriksaan menggunakan rontgen
c. Pemeriksaan Ultrasonografi
d. Pemeriksaan tekanan darah

Kunci Jawaban :
1. A 6. A 11. A 16. C
2. D 7. B 12. C 17. B
3. A 8. A 13. B 18. A
4. C 9. D 14. D

5. B 10. C 15. A
PENJELASAN PENELITIAN

Kepada Yth, Banjarmasin, 2022


Saudara/I
(sebagai responden)
Di tempat
Assalamualaikum, Wr, Wb.

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sri Amali Normeilida


NPM : 1814201110071
Status : Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan A
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
Kontak : 082250732605

Akan melaksanakan penelitian yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan


Terhadap Tingkat Pengetahuan Deteksi Dini Penyakit Diabetes Melitus Pada Remaja.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari pemberian Pendidikan
kesehatan deteksi dini penyakit diabetes melitus terhadap tingkat pengetahuan remaja
di SMAN 7 Banjarmasin.

Peneliti akan menjamin kerahasiaan indentitas dan semua informasi yang diberikan
akan dijaga dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian ini saja. metode
penelitian ini dilakukan dengan meminta responden untuk mengisi kuesioner yang
telah disediakan.

Penelitian ini tidak akan menimbulkan kerugian dan pengaruh apapun terhadap diri
maupun kegiatan Saudara/I. Namun, bila menimbulkan ketidaknyamanan bagi
Saudara/I, maka peneliti memohon maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan
selama proses penelitian.

Sebagai bukti kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini, dipersilahkan


kepada Saudara/I untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.
Saudara/I juga diberikan kebebasan untuk mengundurkan diri jika selama penelitian
ini merasakan ketidaknyamanan dengan terlebih dahulu memberikan informasi
kepada peneliti.

Demikian atas perhatian dan kesediaan Saudara/I saya ucapkan terimakasih.

Peneliti,

(Sri Amali Normeilida)

SURAT PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum, Wr.Wb

Perkenalkan nama saya Sri Amali Normeilida, mahasiswi Universitas Muhammdiyah


Banjarmasin program studi S1 Keperawatan yang akan melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Deteksi
Dini Penyakit Diabetes Melitus Pada Remaja di SMAN 7 Banjarmasin”.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh dari pemberian
Pendidikan Kesehatan deteksi dini penyakit diabetes melitus terhadap tingkat
pengetahuan remaja di SMAN 7 Banjarmasin.

Untuk keperluan diatas, maka saya mohon kesediaan Saudara/I untuk menjadi
responden dan mengisi kuesioner yang telah saya siapkan dan dijawab sesuai dengan
yang Saudara/I ketahui dengan sejujur-jujurnya. Saya dapat menjamin kerahasiaan
jawaban dan identitas Saudara/I.

Informasi yang diberikan akan dipergunakan untuk mengembangkan pengetahuan


tentang deteksi dini penyakit diabetes melitus dan tidak dipergunakan diluar dari
tujuan penelitian.

Atas partisipasi Saudara/I dalam mengisi kuesioner ini sangat saya hargai dan untuk waktu
yang telah disediakan saya ucapkan terimakasih.

Banjarmasin, 2022

(Sri Amali Normeilida)


INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini telah mendapat penjelasan dan memahami
maksud dan tujuan dari peneliti. Keikutsertaan saya menjadi responden, mudah-
mudahan dapat memberikan informasi yang benar dan membawa manfaat bagi
pelayanan keperawatan.

Setelah menandatangani lembar persetujuan ini, saya secara sukarela, sadar, tanpa ada
unsur paksaan menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Banjarmasin, 2022
Saya yang Menyatakan,

(………………………..) DISTRIBUSI DATA BERDASARKAN


KRITERIA RESPONDEN (JENIS KELAMIN, USIA, DAN KELAS), NILAI
SEBELUM DAN NILAI SESUDAH

No.Resp Jenis Usia Kelas Sebelum Nilai Sesudah Nilai


Kelamin
1 L 16 XI 13 72.22 17 94.44
2 L 16 XI 14 77.78 18 100
3 P 15 XI 8 44.44 17 94.44
4 P 17 XI 13 72.22 18 100
5 P 17 XI 15 83.33 18 100
6 P 17 XI 16 88.89 18 100
7 P 17 XI 12 66.67 16 88.89
8 P 16 XI 9 50.00 17 94.44
9 P 16 XI 14 77.78 18 100
10 P 16 XI 12 66.67 17 94.44
11 P 17 XI 15 83.33 18 100
12 P 16 XI 12 66.67 16 88.89
13 L 16 XI 11 61.11 15 83.33
14 P 15 X 13 72.22 16 88.89
15 P 16 X 12 66.67 17 94.44
16 P 16 X 14 77.78 18 100
17 P 16 X 15 83.33 18 100
18 L 16 X 12 66.67 17 94.44
19 P 15 X 14 77.78 18 100
20 P 16 X 13 72.22 17 94.44
21 P 15 X 13 72.22 18 100
22 P 15 X 11 61.11 16 88.89
23 L 16 X 13 72.22 15 83.33
24 P 15 X 10 55.56 16 88.89
25 L 15 X 15 83.33 18 100

26 P 16 X 14 77.78 18 100
27 P 16 X 15 83.33 17 94.44
28 P 16 X 12 66.67 16 88.89
29 L 15 X 14 77.78 16 88.89
30 L 16 X 8 44.44 16 88.89
31 L 15 XI 13 72.22 16 88.89
32 P 15 X 12 66.67 16 88.89
33 P 17 X 14 77.78 17 94.44
34 P 16 X 12 66.67 17 94.44
35 L 15 XI 14 77.78 18 100
36 P 16 XI 9 50.00 15 83.33
37 L 17 XI 7 38.89 15 83.33
38 P 16 XI 14 77.78 16 88.89
39 P 16 XI 13 72.22 17 94.44
40 P 17 XI 12 66.67 15 83.33
41 L 15 XI 11 61.11 17 94.44
42 P 17 XI 15 83.33 18 100
43 P 16 XI 13 72.22 17 94.44
44 L 16 XI 9 50.00 15 83.33
45 L 17 XI 12 66.67 16 88.89
46 L 17 XI 13 72.22 15 83.33
47 L 17 XI 11 61.11 17 94.44
48 P 16 XI 10 55.56 16 88.89
49 P 16 XI 13 72.22 18 100
50 L 17 XI 12 66.67 15 83.33
51 P 16 XI 10 55.56 16 88.89
52 P 17 XI 9 50.00 15 83.33
53 P 16 XI 10 55.56 16 88.89
54 L 15 XI 14 77.78 17 94.44
55 L 17 XI 12 66.67 17 94.44
56 P 16 XI 13 72.22 16 88.89
57 L 16 XI 10 55.56 15 83.33
58 P 17 XI 11 61.11 15 83.33
59 P 16 XI 14 77.78 16 88.89
60 P 16 XI 12 66.67 15 83.33
61 L 17 XI 11 61.11 17 94.44
62 L 16 XI 8 44.44 13 72.22
63 P 16 XI 13 72.22 15 83.33
64 P 16 XI 16 88.89 18 100
65 L 16 XI 13 72.22 17 94.44
66 L 16 XI 15 83.33 18 100
67 L 17 XI 10 55.56 15 83.33
68 P 16 XI 13 72.22 18 100
69 L 16 XI 13 72.22 16 88.89
70 L 17 XI 9 50.00 16 88.89
71 P 16 XI 15 83.33 18 100
72 P 16 XI 15 83.33 18 100
73 P 17 X 14 77.78 18 100
74 P 16 X 13 72.22 15 83.33
75 P 15 X 15 83.33 17 94.44
76 P 15 X 14 77.78 16 88.89
77 P 15 XI 11 61.11 16 88.89
78 P 16 X 10 55.56 17 94.44
79 P 17 X 15 83.33 18 100
80 P 16 X 15 83.33 18 100
81 P 15 XI 13 72.22 16 88.89
82 P 15 XI 11 61.11 15 83.33
83 L 16 X 14 77.78 17 94.44
84 P 17 X 12 66.67 15 83.33
85 P 15 X 12 66.67 15 83.33

86 L 16 X 14 77.78 18 100
87 L 15 X 14 77.78 17 94.44
88 P 15 X 14 77.78 16 88.89
89 P 16 X 15 83.33 18 100
90 P 16 X 12 66.67 16 88.89
91 P 15 X 15 83.33 18 100
92 L 15 X 14 77.78 17 94.44
93 P 16 X 14 77.78 15 83.33
94 L 15 X 10 55.56 16 88.89
95 P 15 X 12 66.67 14 77.78
96 L 15 X 14 77.78 16 88.89
97 P 15 X 13 72.22 15 83.33
98 L 16 X 13 72.22 15 83.33
99 P 15 X 14 77.78 18 100
100 L 16 X 13 72.22 17 94.44
101 P 15 X 14 77.78 18 100
102 P 15 X 14 77.78 18 100
103 P 16 X 14 77.78 15 83.33
104 L 15 X 13 72.22 17 94.44
105 L 16 X 12 66.67 17 94.44
106 P 15 X 12 66.67 15 83.33
107 P 16 X 10 55.56 15 83.33
108 P 15 X 11 61.11 15 83.33
109 P 15 X 11 61.11 16 88.89
110 P 16 X 14 77.78 18 100
111 L 16 X 13 72.22 17 94.44
112 L 15 X 17 94.44 18 100
113 L 16 X 11 61.11 15 83.33
114 P 16 X 12 66.67 15 83.33
115 P 17 XI 9 50.00 16 88.89
116 P 16 XI 10 55.56 14 77.78
117 P 17 XI 15 83.33 18 100
118 P 17 XI 16 88.89 18 100
119 L 17 XI 12 66.67 16 88.89
120 P 16 XI 12 66.67 17 94.44
121 P 17 XI 14 77.78 18 100
122 P 16 XI 9 50.00 14 77.78
123 P 16 XI 10 55.56 17 94.44
124 P 16 XI 10 55.56 15 83.33
125 L 17 XI 14 77.78 17 94.44
126 L 16 XI 14 77.78 17 94.44
127 L 16 XI 12 66.67 14 77.78
128 L 17 XI 11 61.11 17 94.44
129 L 16 XI 10 55.56 15 83.33
130 P 17 X 10 55.56 14 77.78
131 L 16 XI 17 94.44 18 100
132 L 16 XI 17 94.44 18 100
133 L 17 XI 17 94.44 18 100
134 L 17 XI 12 66.67 15 83.33
135 P 16 XI 13 72.22 16 88.89
136 P 16 X 11 61.11 16 88.89
137 P 17 X 10 55.56 17 94.44
138 P 17 XI 9 50.00 15 83.33

ALUR PENELITIAN

RESPONDEN SESUAI KRITERIA YAITU


REMAJA YANG BERUSIA 15-18 TAHUN

BERSEDIA MENJADI RESPONDEN


DIBERIKAN LEMBAR PENGETAHUAN
SEBAGAI PRE PENKES

BERIKAN PENKES

BERIKAN LEMBAR PENGETAHUAN


SEBAGAI POST PENKES
UJI VALID

R TABEL : 0,273 DENGAN SIGNIFIKAN ERROR 5%


Correlations

x01 x02 x03 x04 x05 x06 x07 x08 x09 x10 x11 x12 x13

1 .306* .405** .206 .245 -.214 .272 -.065 .062 .367** .275 .336* .008
Pearson
Correlation
x01 .031 .004 .151 .086 .136 .056 .654 .667 .009 .053 .017 .956
Sig. (2tailed)

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Pearson .306* 1 .306* .008 .245 .078 .369** .341* -.121 .089 .380** .145 .107
.031 .031 .008 .015 .007
Correlation

Sig. (2tailed) .956 .086 .591 .402 .538 .315 .459


x02

50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
N
.306* 1 .107 .356* .078 -.019 -.167 -.029 .089 .067 -.141 .405*
.405*
Pearson *
*
Correlation
.004 .031 .459 .011 .591 .893 .248 .840 .538 .645 .328 .004
Sig. (2tailed)
x03

50 50
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
N
.154 .008
.206 .008 .107 1 .022 .078 .175 .037 .089 -.038 .241
Pearson
Correlation
.285 .956
.151 .956 .459 .878 .591 .224 .801 .538 .796 .092
Sig. (2tailed)
x04

50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
N
1
.245 .245 .356* .022 .109 .109 .160 -.185 .042 .070 .086 .245
Pearson
x05 Correlation

Sig. (2- .086 .086 .011 .878 .451 .451 .268 .197 .774 .628 .554 .086 tailed)
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
1
N
-.214 .078 .078 .078 .109 -.048 .109 .207 -.036 -.061 .019 .369*
Pearson
*
Correlation
.150 .008
x06 Sig. (2-
.136 .591 .591 .591 .451 .743 .449 .802 .672 .897
tailed)
50 50
N
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
-.019 .175 .109 .207 .327* .487** .078

.272 .369** -.048 1 .408** .041


Pearson
.893 .224 .451 .150 .020 .000 .591
Correlation
.056 .008 .743 .003 .778
Sig. (2tailed)
x07

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

-.065 .341* -.167 .037 1 .094


.160 .109 .030 .278
.408 **
.100 -.065
x08 Pearson .654 .015 .248 .801 .003 .516
Correlation .268 .449 50 .834 .051
50 50 .491 50 50 .654
Sig. (2tailed) 50 .0
62 50 50 50 50
50
N -.029 .154 -.185 .207 .207 .100 .271 -.054 .258
50 50
-.121
Pearson
1 .062
Correlation
x09 .667 .402 .840 .285 .197 .150 .150 .491 .057 .709 .071
Sig. (2tailed)
.667
N

Pearson 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Correlation 1
.271 .275
Sig. (2tailed) .367* .089 .089 .089 .042 .030 .066 .200
* -.036 .327* .
x10 N .802 020 .057 .054
.009 .538 .538 .538 .774 50 50 .834 50 .647 .164 50
50 50 50 50 50 50 50 50
50

Pearson .275 .380 **


.067 -.038 .070 -.061 .041 .094 -.054 .066 1 .016 -.142
Correlation
.053 .007 .645 .796 .628 .672 .778 .516 .709 .647 .912 .326
x11 Sig. (2tailed)

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Pearson .336* .145 -.141 .241 .086 .019 .487** .278 .258 .200 .016 1 -.141
Correlation

x12 Sig. (2- .017 .315 .328 .092 .554 .897 .000 .051 .071 .164 .912 .328
tailed)

N 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
1

.008 .107 .405** .008 .245 .369** .078 -.065 .062 .275 -.142 -.141

Pearson .956 .459 .004 .956 .086 .008 .591 .654 .054 .326 .328
x13
Correlation
.667
50
Sig. (2tailed) 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
-.097
N 50
.089 -.004 -.097 .275 .146 .055 .236 .220 .219 .261 .379**

Pearson .529**
.505
Correlation .067
x14
Sig. (2tailed) .538 .505 .054 .312 .000 .007
.980 .098 .124 .127
50
50 .24
N .707 5 -.019
50 50 50 50 .05
Pearson 50 50 .07 50 50 50 .04 50 .01 50
8 8 0 5
Correlation -.019 .143 -.063 .
.175 .078 .218 .206 .893
Sig. (2tailed)
664
x15 N .224 .591 .893 .591 .128 .322 .743 .945 .707 .086 .152 50 .33
6*
Pearson
50
Correlation 50 50 50 50 50 50 50 50 -.095 50 50 50

-.046 .050 .336* .050 .407** .112 .019 .082 -.068 .016 -.011
x16

.752 .732 .017 .732 .003 .438 .897 .571 .510 .639 .912 .939 .017
Sig. (2tailed)

50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
N
Pearson -.046 .050 .050 .050 .086 .112 .206 -.113 -.007 . .021 .116 .081 .145

Correlation

x17 Sig. (2- 961 .315

tailed) .752 .732 .732 .732 .554 .438 .152 .433 .883 .421 .577

N 50 50
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
.170 .145
.145 .050 .241 .241 .086 .112 .299 *
.180 .111 .016 .081
Pearson
Correlation .239 .315
.315 .732 .092 .092 .554 .438 .035 .211 .444 .912 .577
Sig. (2tailed)
x18
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
50 50
N
.464 **
.397 **
.384 **
.454 **
.306 *
.581 **
.357 *
.356 *
.440 **
.316 *
.489
**

.478* .370*
Pearson
* *
Correlation
TO
.000 .001 .004 .006 .001 .031 .000 .011 .011 .001 .025 .000 .008
Sig. (2tailed)
TAL

N
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Correlations

x14 x15 x16 x17 x18 TOTAL

Pearson Correlation
.089 .175* -.046** -.046 .145 .478

Sig. (2-tailed)
x01 .538 .224 .752 .752 .315 .000

N 50
50 50 50 50 50

Pearson Correlation -.004 *


.078 .050 *
.050 .050 .464
x02
Sig. (2-tailed) .980 .591 .732 .732 .732 .001

N 50 50 50 50 50 50
Pearson Correlation .336 .050 .397
-.097** .50 -.019* .89 .241*
5 3 .092
Sig. (2-tailed) .017 .732 .004
x03

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation .275 .078 .050 .050 .241 .384

x04 Sig. (2-tailed) .054 .591 .732 .732 .092 .006

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation .146 .218 .407* .086 .086 .454

Sig. (2-tailed) .312 .128 .003 .554 .554 .001


x05

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation .055 .143 .112 .112 .112 .306

Sig. (2-tailed) .707 .322 .438 .438 .438 .031


x06

N 50 50 50 50 50 50

x07 .048** .74


Pearson Correlation .236 3 .019 .206 .299 .581
Sig. (2-tailed) .098 .897 .152 .035 .000

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation .220 .082 .180 .357


.010* -.113
.945 .433
Sig. (2-tailed) .124 .571 .211 .011
x08

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation .529 -.063 -.095 -.007 .170 .356

Sig. (2-tailed) .000 .664 .510 .961 .239 .011


x09
50 50 50 50 50 50
N

Pearson Correlation .219** .055 -.068 .021 .111 .440


x10
Sig. (2-tailed) .127 .707 .639 .883 .444 .001

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation .261 .016 .116 .016 .316


.245** .08
6
Sig. (2-tailed) .067 .912 .421 .912 .025
x11

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation .379* .206 -.011 .081 .081 .489

x12 Sig. (2-tailed) .007 .152 .939 .577 .577 .000

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation -.097 -.019 .336** .145 .145 .370**

Sig. (2-tailed) .505 .893 .017 .315 .315 .008


x13

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation 1 .021 .403


-.127 -.157 -.068
.378 .276 .639
Sig. (2-tailed) .883 .004
x14

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation 1
-.127 .206 .206 .299 .371
x15 Sig. (2-tailed)
.378 .152 .152 .035 .008
50 50 50 50 50
N 50

Pearson Correlation .021 .206 1* .265 .373


.081** .57
7
Sig. (2-tailed) .883 .152 .063 .008
x16
N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation -.157 .206 .265 1 .173 .308

Sig. (2-tailed) .276 .152 .063 .230 .029


x17

N 50 50 50 50 50
50
1
Pearson Correlation -.068 .299 .081 .173 .463
x18
Sig. (2-tailed) .639 .035 .577 .230 .001

N 50 50 50 50 50 50

Pearson Correlation .403** .371** .373** .308** .463** 1*

TOTAL Sig. (2-tailed) .004 .008 .008 .029 .001

N 50 50 50 50 50 50

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

UJI REABILITAS
Case Processing Summary

N %

Valid 50 100.0

Cases Excludeda 0 .0

Total 50 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's N of Items

Alpha

.703 19
Item-Total Statistics
Scale Mean if Scale Variance Corrected Item-
Cronbach's
if Item Deleted
Item Deleted Total Correlation
Alpha if Item
Deleted

x01 24.52 42.500 .423 .687

x02 24.52 42.581 .409 .688

x03 24.52 42.989 .338 .692

x04 24.52 43.071 .324 .692

x05 24.44 42.904 .404 .690

x06 24.54 43.519 .241 .696

x07 24.54 41.804 .533 .681

x08 24.50 43.276 .298 .694

x09 24.62 43.098 .290 .693

x10 24.60 42.571 .379 .689

x11 24.48 43.561 .256 .696

x12 24.56 42.333 .432 .686

x13 24.52 43.153 .310 .693

x14 24.60 42.816 .340 .691

x15 24.54 43.111 .310 .693

x16 24.56 43.068 .310 .693

x17 24.56 43.476 .243 .696

x18 24.56 42.496 .405 .688

TOTAL 12.62 11.302 1.000 .701

UJI NORMALITAS

Distribusi normal : > (lebih) dari 0,05


Distribusi tidak normal : < (kurang) dari 0,05

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pre_Test 138 100.0% 0 0.0% 138 100.0%

Post_Test 138 100.0% 0 0.0% 138 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Mean 68.909
.9785

95% Confidence Interval for Lower Bound 66.975

Mean
Upper Bound 70.844

5% Trimmed Mean 68.971


Pre_Test
Median 71.500

Variance 132.125

Std. Deviation 11.4946

Minimum 38.5

Maximum 93.5

Range 55.0

Interquartile Range 16.5


.206
Skewness -.236
.410
Kurtosis -.329
Mean 90.511
.5827
89.359
95% Confidence Interval for Lower Bound
Mean
Upper Bound 91.663

5% Trimmed Mean 90.794

Median 93.500

Variance 46.863

Post_Test Std. Deviation 6.8457

Minimum 71.5

Maximum 99.0

Range 27.5

Interquartile Range 16.5


.206
Skewness -.280
.410
Kurtosis -.911

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pre_Test .125 138 .000 .968 138 .003

Post_Test .176 138 .000 .891 138 .000


Frequencies
Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

laki-laki 50 36.2 36.2 36.2

Valid Perempuan 88 63.8 63.8 100.0

Total 138 100.0 100.0

Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

15 35 25.4 25.4 25.4

16 69 50.0 50.0 75.4


Valid
17 34 24.6 24.6 100.0

Total 138 100.0 100.0

Kelas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

X 62 44.9 44.9 44.9

Valid XI 76 55.1 55.1 100.0

Total 138 100.0 100.0

PRE TEST

P1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Valid Salah 22 15.9 15.9 15.9


Benar 116 84.1 84.1 100.0

Total 138 100.0 100.0

P2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 23 16.7 16.7 16.7

Valid Benar 115 83.3 83.3 100.0

Total 138 100.0 100.0

P3
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 51 37.0 37.0 37.0

Valid Benar 87 63.0 63.0 100.0

Total 138 100.0 100.0

P4
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 53 38.4 38.4 38.4

Valid Benar 85 61.6 61.6 100.0

Total 138 100.0 100.0

P5
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Salah 23 16.7 16.7 16.7

Valid Benar 115 83.3 83.3 100.0

Total 138 100.0 100.0

P6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 21 15.2 15.2 15.2

Valid Benar 117 84.8 84.8 100.0

Total 138 100.0 100.0

P7
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

salah 61 44.2 44.2 44.2

Valid benar 77 55.8 55.8 100.0

Total 138 100.0 100.0

P8
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 67 48.6 48.6 48.6

Valid Benar 71 51.4 51.4 100.0

Total 138 100.0 100.0

P9
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Salah 66 47.8 47.8 47.8

Valid Benar 72 52.2 52.2 100.0

Total 138 100.0 100.0

P10
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 27 19.6 19.6 19.6

Valid Benar 111 80.4 80.4 100.0

Total 138 100.0 100.0

P11
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 47 34.1 34.1 34.1

Valid Benar 91 65.9 65.9 100.0

Total 138 100.0 100.0

P12
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 64 46.4 46.4 46.4

Valid Benar 74 53.6 53.6 100.0

Total 138 100.0 100.0

P13
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Salah 37 26.8 26.8 26.8

Valid Benar 101 73.2 73.2 100.0

Total 138 100.0 100.0

P14
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 39 28.3 28.3 28.3

Valid Benar 99 71.7 71.7 100.0

Total 138 100.0 100.0

P15
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 30 21.7 21.7 21.7

Valid Benar 108 78.3 78.3 100.0

Total 138 100.0 100.0

P16
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 22 15.9 15.9 15.9

Valid benar 116 84.1 84.1 100.0

Total 138 100.0 100.0


P17
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 24 17.4 17.4 17.4

Valid Benar 114 82.6 82.6 100.0

Total 138 100.0 100.0

P18
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Salah 26 18.8 18.8 18.8

Valid Benar 112 81.2 81.2 100.0

Total 138 100.0 100.0

Pre_Test
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

76-100 50 36.2 36.2 36.2

60-75 61 44.2 44.2 80.4


Valid
60 27 19.6 19.6 100.0

Total 138 100.0 100.0


POST TEST

P1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Valid benar 138 100.0 100.0 100.0

P2
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

salah 7 5.1 5.1 5.1

Valid benar 131 94.9 94.9 100.0

Total 138 100.0 100.0

P3
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

salah 16 11.6 11.6 11.6

Valid benar 122 88.4 88.4 100.0

Total 138 100.0 100.0

P4
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

15 10.9 10.9 10.9


salah
benar
Valid 123 89.1 89.1 100.0

Total 138 100.0 100.0


P5
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

salah 9 6.5 6.5 6.5

Valid benar 129 93.5 93.5 100.0

Total 138 100.0 100.0

P6
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

3 2.2 2.2 2.2


salah
benar
Valid 135 97.8 97.8 100.0

Total 138 100.0 100.0

P7
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

7 5.1 5.1 5.1


salah
benar
Valid 131 94.9 94.9 100.0

Total 138 100.0 100.0

P8
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

salah 21 15.2 15.2 15.2

Valid benar 117 84.8 84.8 100.0

Total 138 100.0 100.0


P9
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

15 10.9 10.9 10.9


salah
benar
Valid 123 89.1 89.1 100.0

Total 138 100.0 100.0

P10
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

7 5.1 5.1 5.1


salah
benar
Valid 131 94.9 94.9 100.0

Total 138 100.0 100.0

P11
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

salah 12 8.7 8.7 8.7

Valid benar 126 91.3 91.3 100.0

Total 138 100.0 100.0

P12
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

23 16.7 16.7 16.7


salah
Valid
benar
83.3 83.3 100.0
115
Total 100.0 100.0
138

P13
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

9 6.5 6.5 6.5


salah
benar
Valid 129 93.5 93.5 100.0

Total 138 100.0 100.0

P14
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

salah 18 13.0 13.0 13.0

Valid benar 120 87.0 87.0 100.0

Total 138 100.0 100.0

P15
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

9 6.5 6.5 6.5


salah
benar
Valid 129 93.5 93.5 100.0

Total 138 100.0 100.0

P16
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

Valid salah 5 3.6 3.6 3.6


benar 96.4 96.4
133 100.0

Total 100.0 100.0


138

P17
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

salah 10 7.2 7.2 7.2

Valid benar 128 92.8 92.8 100.0

Total 138 100.0 100.0

P18
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

8 5.8 5.8 5.8


salah
benar
Valid 130 94.2 94.2 100.0

Total 138 100.0 100.0

Hasil_PostTest
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent

76-100 137 99.3 99.3 99.3

Valid 60-75 1 .7 .7 100.0

Total 138 100.0 100.0

Wilcoxon Signed Ranks Test


Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 138b 69.50 9591.00


Post-Test - Pre-Test
Ties 0c

Total 138

a. Post-Test < Pre-Test

b. Post-Test > Pre-Test

c. Post-Test = Pre-Test

Test Statisticsa

Post-Test - Pre-
Test

Z -10.222b

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

Anda mungkin juga menyukai