Anda di halaman 1dari 62

PROPOSAL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN


PASIEN TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) DALAM MENJALANI
PENGOBATAN DI PUSKESMAS PAKKAT

OLEH :
EVA YANTI PANE
190204071

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2021
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Proposal ini telah dibimbing dan diperiksa oleh pembimbing dan layak untuk

dipresentasikan di dalam sidang proposal

Medan, Januari 2021


Pembimbing

(Ns. Henny Syahpitri, S.Kep, M.Kep)

Disetujui oleh

Program Studi Ners


Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia

Ketua

(Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan anugerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal yang

berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien

Tuberkulosis Paru (Tb Paru) Dalam Menjalani Pengobatan Di Puskesmas

Pakkat Tahun 2021”.

Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapat bantuan berupa


bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat
Bapak/Ibu :

1. Parlindungan Purba, SH, M.M, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku selaku Rektor Universitas Sari
Mutiara Indonesia.
3. Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas
Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
5. Ns. Henny Syahpitri, S.Kep, M.Kep, sebagai dosen pembimbing yang
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi masukan kepada penulis
sehingga proposal ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. dr. Aulia Agustin, M.Kes, selaku Kepala Puskesmas Pakkat yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan survey awal
penelitian di Puskesmas Pakkat.
7. Terima kasih kepada kedua orangtua tercinta, sahabat, teman-teman, dan
seluruh keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, doa serta perhatian
dan dukungan kepada penulis dalam penyusunan proposal ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih. Penulis
mengharapkan bimbingan, arahan, kritikan dan saran kepada semua pihak untuk
kesempurnaan proposal ini.

Medan, Januari 2020

Penulis

Eva Yanti Pane


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................7
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................7
1.3.1 Tujuan Umum.............................................................................................7
1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................................7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................9


2.1 Konsep Tuberkulosis Paru....................................................................................9
2.1.1 Definisi.......................................................................................................9
2.1.2 Etiologi ......................................................................................................9
2.1.3 Gejala-gejala TB Paru..............................................................................10
2.1.4 Cara penularan..........................................................................................10
2.1.5 Diagnosa TB Paru.....................................................................................11
2.1.6 Program pengobatan.................................................................................12
2.2 Konsep Kepatuhan..............................................................................................16
2.2.1 Definisi Kepatuhan...................................................................................16
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan..........................................17
2.3 Kerangka Konsep........................................................................................27
BAB 3 METODE PENELITIAN......................................................................................28
3.1 Desain Penelitian................................................................................................28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................................28
3.3 Populasi dan Sampel...........................................................................................28
3.3.1 Populasi....................................................................................................28
3.3.2 Sampel......................................................................................................28
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................................28
3.4 Definisi Operasional...........................................................................................29
3.5 Aspek Pengukuran..............................................................................................29
3.6 Alat dan Prosedur Pengumpulan Data................................................................34
3.7 Etika Penelitian...................................................................................................34
3.8 Pengolahan Data.................................................................................................35
3.9 Analisa Data.......................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis paru (TB paru ) adalah penyakit infeksi menular langsung

yang disebabkan oleh Mycrobacterium Tuberculosis. Kuman ini sering

menyerang organ paru dengan sumber penularan adalah pasien TB Basil

Tahan Asam (BTA) positif. Bersama dengan HIV/AIDS dan Malaria, TB

paru menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen

Global dalam Millenium Development Goals (MDGs) (Widonoyo, 2015).

The World Health Organization (WHO), memperkirakan insiden tahun

2017 sebesar 842.000 atau 319 per 100.000 penduduk sedangkan TB-HIV

sebesar 36.000 kasus per tahun atau 14 per 100.000 penduduk. Kematian

karena TB diperkirakan sebesar 107.000 atau 40 per 100.000 penduduk,

dan kematian TB-HIV sebesar 9.400 atau 3,6 per 100.000 penduduk.

Dengan insiden sebesar 842.000 kasus per tahun dan notifikasi kasus TB

sebesar 569.899 kasus maka masih ada sekitar 32% yang belum

ternotifikasi baik yang belum terjangkau, belum terdeteksi maupun tidak

terlaporkan. WHO memperkirakan ada 23.000 kasus MDR/RR di

Indonesia. Pada tahun 2017 kasus TB yang tercatat di program ada

sejumlah 442.000 kasus yang mana dari kasus tersebut diperkirakan ada

8.600-15.000 MDR/RR TB, (perkiraan 2,4% dari kasus baru dan 13% dari
pasien TB yang diobati sebelumnya), tetapi cakupan yang diobati baru

sekitar 27,36%.

Berdasarkan data dari Riskesdas (2018), Penyakit TB paru yang

ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤1 tahun berdasarkan

riwayat diagnosis tenaga kesehatan melalui pemeriksaan dahak, foto toraks

atau keduanya. Berbeda dibandingkan dengan Riskesdas sebelumnya,

Penyakit TB paru ditanyakan pada responden untuk kurun waktu ≤1 tahun

berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh dokter melalui pemeriksaan

dahak, foto toraks atau keduanya. Prevalensi TB Paru berdasarkan

Riwayat Diganosis Dokter menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Utara, berdasarkan data Riskesdas 2018 di Kota Medan sebesar 0,46% dan

kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 0,31%.

Salah satu penyebab kegagalan OAT adalah tingkat kepatuhan klien

terhadap pengobatan yang rendah. Kepatuhan atau ketaatan pengobatan

merupakan respon sebagai bagian dari pelaku kesehatan, yang dipengaruhi

oleh pengetahuan/pendidikan, pendapatan keluarga, persepsi, sikap,

keinginan, kehendak, motivasi serta niat dari individu (Depkes, 2014).

Kepatuhan merupakan hal yang sangat penting dalam perilaku hidup sehat.

Kepatuhan minum obat anti tuberkulosis adalah mengkonsumsi obat-

obatan sesuai yang diresepkan dan yang sudah ditentukan oleh dokter.

Pengobatan akan efektif apabila penderita patuh dalam mengkonsumsinya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan pasien dalam


minum obat adalah faktor dukungan tenaga kesehatan yang meliputi

penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, ketersediaan obat (OAT) dan mutu

obat TB (OAT). Dukungan petugas kesehatan selama memberikan pelayanan

kesehatan kepada penderita tuberkulosis paru sangatlah penting dalam

memberikan informasi tentang pentingnya meminum obat secara teratur dan

tuntas, menjelaskan mengenai aturan minum obat yang benar dan gejala efek

samping yang mungkin dialami pasien serta kesediaan petugas mendengarkan

keluhan pasien dan memberikan solusinya (Puspita, 2016).

Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kepatuhan dalam meminum obat

TB adalah faktor pendidikan penderita, pendidikan pada dasarnya merupakan

usaha dan tindakan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan

keterampilan manusia. Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah

menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut

(Manurung, 2013). Hasil penelitian Ainun (2019) tentang kepatuhan

penderita tuberculosis paru dalam menjalani pengobatan, menunjukkan

bahwa lebih dari separoh responden tidak patuh meminum obat yaitu

sebanyak 32 (61,5%) responden hal ini disebabkan oleh adanya faktor-

faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah pengetahuan,

pereran petugas kesehatan, dukungan keluarga dan peran PMO.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita tuberkulosis yaitu

faktor dukungan keluarga, pengetahuan, faktor pendidikan, lingkungan dan

sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi meliputi latar belakang budaya,


dukungan kelurga dan masyarakat, keyakinan terhadap kejadian sakit dan

mahal tidaknya harga obat. Menurut pengamatan para pengelola program

diberbagai belahan dunia, jika pengawasan keteraturan obat dilaksanan

dengan baik maka angka kesembuhan akan tinggi. Untuk itu ada strategi

yang menjamin kesembuhan penderita yaitu penggunaan panduan obat anti

tuberkulosis jangka pendek dan penerapan pengawasan menelan obat

(PMO). (Winarni, 2019).

Hasil penelitian Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan

Berobat Pasien Tuberkulosis Paru di Lima Puskesmas di Kota Manado

(Priska, 2014) menunjukkan bahwa variabel yang ada hubungan dengan

kepatuhan berobat pasien TB Paru adalah pendidikan dan pengetahuan,

tingkat pendapatan. Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti

anjuran klinis dari petugas kesehatan yang mengobatinya. Berdasarkan

dari hasil penelitian Eka (2019) tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis (OAT) pada pasien

tuberkulosis paru di Balkesmas Ambarawa mayoritas adalah faktor

pendidikan dan tenaga kesehatan.

Hasil penelitian Rosa (2020) tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Terhadap Obat Anti

Tuberkulosis. Hasil penelitian menunjukkan variabel pengetahuan (p value

= 0,019) berhubungan dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis.

Sedangkan variabel jenis kelamin (p value = 1.000) tidak berhubungan


dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis. Semakin tinggi

pengetahuan pasien maka akan semakin tinggi tingkat kepatuhan dalam

minum obat anti tuberkulosis.

Berdasarkan survey data awal angka kejadian yang terdiagnosa positif TB

Paru di Puskesmas Pakkat pada tahun 2019 sebanyak 528 orang, dengan

rata-rata perbulan sebanyak 44 orang, dimana 34 orang merupakan pasien

yang sedang menjalani pengobatan intensif selama 6 bulan, sedangkan 10

orang lagi merupakan pasien yang kembali menjalani pengobatan karena

terputusnya pengobatan sehingga harus mengulangi pengobatan selama 6

bulan lagi. Mereka tidak patuh dikarenakan terlambat mengambil obat

sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh pihak Puskesmas kepada

pasien sehingga mereka takut untuk mengambil obat karena ada perjanjian

jika tidak datang mengambil obat akan kena denda sesuai dengan

perjanjian yang mereka buat sebelum memulai program pengobatan.

Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru (Tb

Paru) Dalam Menjalani Pengobatan Di Puskesmas Pakkat Tahun 2021.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah dari penelitian ini

adalah Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien

Tuberkulosis Paru (Tb Paru) Dalam Menjalani Pengobatan Di Puskesmas

Pakkat Tahun 2021?


1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru (Tb Paru)

Dalam Menjalani Pengobatan Di Puskesmas Pakkat Tahun 2021.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan pengetahuan tentang penyakit TB paru dengan

kepatuhan pada penderita TB paru.

2. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pada

penderita TB paru.

3. Mengetahui hubungan lingkungan social dengan kepatuhan pada

penderita TB paru.

4. Mengetahui hubungan sosial ekonomi dengan kepatuhan pada

penderita TB paru.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas

Sebagai masukan dalam upaya peningkatan pelayanan dalam bidang

pengobatan penyakit TB Paru terhadap masyarakat dengan

memotivasi pasien dalam program pengobatan.


2. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan pasien sehingga kepatuhan pasien dalam berobat dapat

ditingkatkan.

3. Bagi Penderita Tuberkulosis Paru

Menjadi masukan bagi penderita Tuberkulosis Paru sehingga

penderita dapat mengkonsumsi obat secara teratur untuk mencapai

penyembuhan.

4. Bagi Peneliti Lanjutan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi atau

referensi bagi peneliti selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru (TB Paru )

2.1.1. Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes

RI, 2014).

Kuman penyebab penyakit tuberkulosis pertama kali ditemukan oleh

Robert Chook tahun 1882. Kuman ini berbentuk batang yang tahan asam

pada pewarnaan dan berukuran kira-kira 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikro.

Kuman ini terdapat dalam butir-butir percikan dahak yang disebut Droplet

Nuclei dan melayang di udara untuk waktu yang lama sampai terhisap oleh

orang lain atau mati dengan sendirinya terkena sinar matahari. (Aditama,

2013).

2.1.2. Etiologi

Mycobacterium Tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang

berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar

komponen Mycobacterium Tuberculosis adalah berupa lemak /lipid

sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap

zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni

menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, Mycobacterium

9
Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan

oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk

penyakit tuberkulosis (Danusanto, 2013)

2.1.3. Gejala-Gejala TB Paru

Adapun yang menjadi gejala penyakit TB Paru pada orang dewasa adalah

sebagai berikut : (Smeltzer & Bare, 2013)

a. Batuk terus menerus dengan dahak selama tiga minggu atau lebih

b. Kadang-kadang dahak yang keluar bercampur dengan darah

c. Sesak nafas dan rasa nyeri di dada

d. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun

e. Berkeringat malam hari walau tanpa aktivitas

f. Demam meriang (demam ringan) lebih dari sebulan.

2.1.4. Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita BTA (+) Positif. Pada waktu batuk

atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet

(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di

udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau

droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB

masuk kedalam tubuh, kuman tersebut menyebar dari paru ke organ tubuh

lainnya melalui sistim peredaran darah, sistim saluran limfe, saluran nafas

atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.


Daya penularan dari seseorang penderita ditentukan banyaknya kuman

yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil

pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil

pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut

dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan

oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut. (Yoannes, 2008).

Evaluasi tetap dilakukan selama 2 tahun pertama untuk mendeteksi adanya

kekambuhan. Pemeriksaan BTA dilakukan pada bulan ke-3, 6, 12, dan 24

setelah dinyatakan sembuh. Sedangkan pemeriksaan foto rontgen dada

dilakukan pada bulan ke-6, 12, dan 24 setelah dinyatakan sembuh.

(Kardiyudiani, 2019).

2.1.5. Diagnosa TB Paru

Semua suspek TB diperiksa 3 (tiga) specimen dahak dalam waktu 2 (dua)

hari, yaitu sewaktu, pagi, sewaktu (SPS). Didiagnosis TB Paru pada orang

dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada

program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto

toraks, biakan dan uji kepekatan dapat digunakan sebagai penunjang

diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasi. Tidak dibenarkan

mendiagnosis hannya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto


toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB Paru,

sehingga sering terjadi overdiagnosis. (Depkes RI, 2014)

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga

spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hannya satu spesimen yang

positif, perlu diadakan pemeriksaan yang lebih lanjut yaitu foto rontgen

dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau hannya rontgen

mendukung maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

Kalau rontgen tidak mendukung maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.

Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan lain

seperti biakan. Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan

antibiotic spektrum luas selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan,

namun gejala mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. Kalau

SPS positif didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS

tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mendukung

diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebagai

penderita TB BTA negatif rontgen positif. Bila rontgen tidak mendukung

penderita tersebut bukan penderita TB. (Smeltzer & Bare, 2013)

2.1.6. Program Pengobatan

Berbagai variasi regimen telah diperkenalkan selama ini. Obat yang

diberikan kepada penderita TB Paru dengan BTA (Bakteri Tahan Asam)

positif, adalah OAT (Obat Anti Tuberkulosis) yang telah diprogramkan


pada tahun 2002. Saat ini dalam program pemberantasan TB Paru,

menggunakan paduan obat Tuberkulosis (OAT) jangka pendek selama 6

bulan yang terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin, Pirazinamide (Z),

Streptomycin (S), dan Ethambutol (E).

Program penanggulangan TB Paru di Indonesia menetapkan paduan OAT

dalam tiga kategori yaitu kategori -1, kategori -2, kategori -3, dan sisipan

(HRZE). Setiap kategori pengobatan terdiri atas dua tahap pemberian yaitu

fase awal intensif dan fase lanjutan berkala. Pada fase awal pasien minum

obat tiap hari dengan pengawasan penuh, sedangkan pada pasien

intermiten minum obat 3 kali seminggu. (Smeltzer & Bare, 2013)

2.1.6.1. Kategori -1 (HRZE/4H3R3)

Dimulai dengan fase intensif 2 bulan INH, Rifampisin, Pirazinamid,

Streptomisin atau Etambutol 2 HRZS (E). obat diberikan tiap hari selama 2

bulan. Bila setelah 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai fase

lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak masih positif maka fase intensif

diperpanjang 2-4 minggu lagi baru diteruskan dengan fase lanjutan tanpa

melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Pada populasi dimana

resistensi primer terhadap INH rendah maka fase intensif dengan 3 macam

obat saja yaitu HRZ sudah cukup. Fase lanjutannya adalah 4 HR atau 4

bulan INH dan Rifampisin 3 kali seminggu, 4 H3R3.

2.1.6.2. Kategori -2 (2HRZES/HRZE/5HR3E3)

Ditentukan fase intensif dalam bentuk 2 HRZES/1 HRZE. Bila setelah

fase intensif dahak menjadi negatif maka diteruskan dengan fase lanjutan.
Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif

diperpanjang 1 bulan lagi. Bila setelah 4 bulan dahak masih tetap positif

maka pengobatan dihentikan 2-3 hari lalu diperiksa biakan dan tes

resistensi, dan pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita

mempunyai data resistensi sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitif

terhadap semua obat dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka

fase lanjutan dapat diubah seperti pada kategori -1 dengan pengawasan

yang ketat. Bila data menunjukkan resistensi terhadap H atau R,

kemungkinan keberhasilan masih cukup besar. Bila data menunjukkan

resistensi terhadap H dan R maka kemungkinan keberhasilan kecil. Fase

lanjutan adalah 5 RHE atau 5 H3 R3 E3, tergantung pilihan yang diambil.

2.1.6.3. Kategori -3 (2HRZ/4H3R3)

Adalah fase intensif 2 HRZ atau 2 H3 R3 Z3 dan dilanjutkan dengan fase

lanjutan 4HR atau 4 H3 R3 bila lesi diparu lebih luas dari 10 cm 2, atau

penderita tuberkulosis ekstra pulmoner dimana remisi belum sempurna

maka dilanjutkan dengan H selama 4 bulan lagi. Panduan obat alternative

untuk fase lanjutan adalah 6 HE (Thiasetazone), yang tentunya merupakan

paduan yang amat lemah. (Aditama, 2002).

2.1.6.4. Kriteria Pasien Yang Mendapat Pengobatan

a. Kategori -1 (2HRZE/4H3R3) diberikan untuk:

1. Pasien baru BTA positif


2. Pasien baru BTA negative/rontgen positif yang sakit berat dan ekstra

paru berat, yang pernah menelan OAT atau kalau pernah kurang dari

satu bulan

b. Kategori -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) diberikan untuk:

1. Pasien BTA positif yang sudah pernah makan OAT selama lebih

sebulan

2. Kambuh (relaps) BTA positif

3. Gagal (failure) BTA positif

c. Kategori -3 (2HRZ/4H3R3), untuk:

1. Pasien baru BTA negatif atau rontgen positif

2. Pasien ekstra paru ringan

d. OAT sisipan (HRZE)

Bila pemberian pengobatan kategori 1 dan kategori 2 pada fase akhir fase

awal/intensif masih BTA positif, diberikan obat sisipan selama 1 bulan

(Suratun, 2009). Strategi lain yang juga dapat digunakan untuk

pengontrolan tuberkulosis adalah DOTS (Directly Observed Treatment

Short-course) dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95%.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci : (DepKes, 2014)

1. Komitmen politis

2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya


3. Pengobatan jangka pendek yang standart bagi semua kasus TB dengan

tata laksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung

pengobatan

4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu

5. System pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara

keseluruhan.

2.2. Kepatuhan

2.2.1 Definisi Kepatuhan

Kepatuhan adalah prosedur dari pengaruh sosial yang memberi perhatian

dan memberitahu atau memerintah orang untuk melakukan sesuatu dari

pada meminta mereka untuk melakukannya. Kepatuhan adalah suatu

perilaku dalam menepati anjuran sesuatu terhadap kebiasaan sehari-

harinya dan dapat dinilai dengan score penelitian. Suatu kepatuhan

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana pendidikan merupakan suatu

dasar utama dalam keberhasilan pencegahan atau pengobatan. Tujuan

pendidikan yaitu meningkatkan kepatuhan dalam perawatan Diabetes

Mellitus dalam meningkatkan status kesehatan khususnya pada lansia yang

mengalami penyakit Diabetes Mellitus (Ainun, 2019).

Tentang kepatuhan penderita meminum obat akhir-akhir ini makin disadari

betapa vital peranannya, sampai WHO (1995) secara global membuat

edaran untuk memberikan prioritas pada Directly-Observed Treatment


dalam pemberantasan TB. Hal ini mudah dimengerti, karena kalau

penderita tidak tekun meminum obat-obatnya, hasil akhir hanyalah

kegagalan penyembuhan ditambah dengan timbulnya basil-basil TB

multiresisten (Danusantoso, 2013).

Menurut Manurung (2013), kepatuhan juga ditentukan oleh beberapa

faktor lain, yaitu:

1. Kompleksitas prosedur pengobatan

2. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan

3. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi program tersebut

4. Apakah penyakit tersebut benar-benar menyakitkan

5. Apakah pengobatan itu berpotensi menyelamatkan hidup

6. Keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan

petugas kesehatan.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overtbehaviour).

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,

yakni:
a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab

itu, ‘tahu’ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain; menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan,

dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan

kalori dan protein pada anak balita.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya

dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-


perhitungan dari hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip

siklus pemecahan masalah (problem sovling cycle) dalam pemecahan

masalah kesehatan dimana kasus yang diberikan.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemempuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja;

dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun

formasi dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya; dapat menyusun,

dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan

sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara

anak-anak yang cukup gizidengan anak yang kekurangan gizi, dapat


menanggapi terjadinya wabah diare disuatu tempat, dapat menafsirkan

sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin

kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat

tersebut diatas.

2. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah dimana keluarga dapat menjadi faktor yang

sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan

individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang

dapat mereka terima. Keluarga juga memberikan dukungan dan

membuat keputusan mengenai perawatan diri anggota keluarga yang

sakit. Dukungan keluarga adalah sebuah pertukaran interpersonal

dimana seseorang memberikan bantuan kepada orang lain. (Friedman,

2011)

a. Faktor yang mempengaruhi Efektifitas Dukungan Keluarga

1. Pemberian dukungan lebih efektif dari orang-orang terdekat yang

mempunyai arti dalam hidup individu. Orang terdekat antara lain orang

tua bagi anak, istri atau suami, teman dekat, saudara, tergantung tingkat

kedekatan antara keduanya.

2. Penerimaan dukungan perlu diperhatikan juga karateristik orang yang

menerima bantuan, kepribadian dan peran sosial penerima dukungan.


Misalnya untuk orang yang senang membaca, ketika dia menderita sakit

dan menjalani rawat inap di rumah sakit dan dia masih mampu duduk

dan membac, maka lebih baik diberi buku bacaan yang ringan dan

membangun semangatnya.

3. Waktu pemberi dukungan, situasi yang tepat hampir sama dengan jenis

dukungan, pemberi dukungan harus mempelajari waktu yang tepat.

Misalnya ketika berkunjung ke rumah sakit tidak mengganggu waktu

istirahat/ tidur pasien

b. Jenis-jenis Dukungan Keluarga

Menurut Andarmoyo(2012) jenis-jenis dukungan terdiri dari :

1. Dukungan Material Instrumental

Dukungan material instrument keluarga yaitu merupakan sebuah sumber

pertolongan praktis dan konkrit, ini meliputi penyediaan dukungan jasmani

seperti pelayanan, bantuan financial, dan material berupa bantuan nyata

(instrument Support/ Material Support). Suatu kondisi dimana benda atau

jasa akan membantu memecahkan masalah praktis termasuk didalamnya

bantuan langsung seperti saat seseorang teman dekat memberi atau

meminjamkan uang, menjaga dan merawat saat sakit ataupun membantu

memecahkan masalah. Dukungan nyata yang paling efektif bila dihargai oleh

individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber pertolongan untuk

mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

2.      Dukungan informasional
Dukungan informasional yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor

dan diseminator (penyebar informasi), dukungan ini meliputi jaringan

komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk didalamnya

memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran

atau umpan balik tentang apa yang dilakukan seseorang. Keluarga dapat

menyediakan informasi, dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan

stressor. Individu (anak) yang mengalami kecemasan dapat keluar dari

masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga

dengan menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini keluarga

sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi terhadap pasien DM.

3.     Dukungan penghargaan

Dukungan penghargaan yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan

umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai

sumber dan validator indentitas anggota keluarga. Dukungan ini meliputi

pertolongan pada individu untuk memahami tentang perawatan di Rumah

Sakit dengan baik dan menjaga sumber kecemasan dan strategi koping yang

digunakan dalam menghadapi stressor.

Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi

penghargaan yang positif terhadap individu. Individu mempunyai

seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi

melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain,

penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan


perbandingan positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang

kurang mampu, dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan

strategi koping individu dengan strategi-strategi alternative berdasarkan

pengalaman yang berfokus aspek-aspek positif.

4.     Dukungan emosional

Dukungan emosional yaitu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai

untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Selama kecemasan berlangsung, individu sering menderita secara emosional,

sedih, dan kehilangan harga diri. Jika kecemasan mengurangi perasaan

seseorang akan hal dimiliki dan dicintai. Bantuan dalam bentuk semangat,

empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa

berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat

istirahat, dan memberikan semangat.

c. Sumber Dukungan Keluarga

1. Suami atau istri, secara fungsional otomatis adalah orang yang paling

dekat dan paling berkewajiban memberikan dukungan ketika salah satunya

mengalami kesulitan.

2. Keluarga dan Lingkungan, termasuk tenaga kesehatan ketika dia sedang

mendapat perawatan baik di rumah sakit maupun komunita.

3. Teman sebaya, atau sekelompok adalah tempat anggota kelompok

berinteraksi secara inten setiap saat. Solidaritas diantara mereka juga tumbuh

dengan kuat.
d. Manfaat dukungan keluarga

1. Mempunyai pengalaman menolong orang lain dengan memberikan

informasi, nasihat sokongan emosional

2. Dapat memberikan harapan dengan melihat ada pasien yang menjadi

sembuh

3. Dapat meniru semangat, optimis, kegigihan sesama pasien melawan

penyakitnya

4. Dapat mengeluarkan segala perasaan dan masalah dan merasa didengarkan

5. Merasa ada orang lain yang juga menderita sehingga dapat mengurangi

rasa isolasi

6. Merasa diterima dan disayangi dalam keadaan apa pun. Oleh karena itu,

diharapkan melalui intervensi kelompok dukungan sosial keluarga dapat lebih

optimis dan percaya diri dalam melawan penyakitnya.

Ketidak patuhan terhadap pengobatan merupakan masalah yang banyak

dialami oleh pasien tuberkulosis paru. Keluarga sebagai caregiver dirumah

dituntut untuk mampu mengatasi masalah ini. Ketidak patuhan meliputi

perilaku tidak patuh, penyebab, dan akibatnya dukungan keluarga didapat dari

keluarga dan masyarakat dalam bentuk dukungan instrumen, emosional,

informasional dan penilaian merawat anggota keluarga yang tidak patuh

dirasakan sebagai suatu beban sehingga keluarga menggunakan mekanisme

koping baik positif maupun negatif. Keluarga mengharapkan mendapatkan

pelayanan yang mampu menumbuhkan atau meningkatkan kepatuhan anggota


keluarga yang mengalami tuberkulosis paru, penerimaan tanggungjawab dan

perubahan sikap merupakan makna pengalaman keluarga dalam merawat

pasien.

Pengawasan Menelan Obat (PMO)

Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek

dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan

diperlukan seorang PMO.

1. Persyaratan PMO

a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas

kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati

penderita

b. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita

c. Bersedia membantu penderita dengan sukarela

d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

penderita.

2. Tugas seorang PMO

a. Mengawasi penderita TB Paru agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatan

b. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur

c. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah

ditentukan
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang

mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan diri

keunit pelayanan kesehatan.

Catatan:

‘Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban penderita

mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan’ (Depkes RI, 2014).

3. Lingkungan Sosial

Dukungan dan bantuan merupakan variabel penting dalam kepatuhan

terhadap pengobatan. Pasien yang tinggal sendirian secara umum

mempunyai angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang

tinggal dalam lingkungan yang mendukung. Interaksi sosial yang penuh

dengan stress dapat mengurangi kepatuhan yang biasanya terjadi bila

pasien tinggal dengan orang lain. Sebagai contohnya adalah situasi

emosional yang tinggi dan keluarga atau pihak lain yang tidak mau

memperhatikan sikap positif pasien terhadap pengobatan.

Lingkungan Sosial Ekonomi

Yang harus diperhatikan agar tidak terjadi :

1. status pendidikan

2. pendapatan atau pengeluaran

3. beban tanggungan

4. angka buta huruf, dan lain-lain.


Penyakit TB memiliki beberapa dampak yang timbulkan terhadap kesehatan

antara lain jika tidak segera diobati penderita TB akan berisiko menularkan kuman

TB kepada orangorang di lingkungan sekitar tempat tinggalnya serta penderita TB

yang tidak patuh dalam meminum obat dapat dinyatakan gagal dalam pengobatan

dan harus mengulan pegobatan hingga dinyatakan sembuh.

Hal-hal mendasar yang dibutuhkan oleh pasien TB BTA positif diantaranya baik

dukungan secara psikologik maupun sosial. Pada saat menjalani pengobatan TB,

seorang penderita TB akan mencari dukungan sosial dari orang-orang sekitarnya,

sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai. Penderita penyakit

kronis seperti TB paru perlu mendapat dukungan baik psikis maupun social lebih,

karena dengan dukungan dari orang-orang tersebut secara tidak langsung dapat

menurunkan beban psikologis sehubungan dengan penyakit yang dideritanya yang

pada akhirnya meningkatkan ketahanan tubuh sehingga kondisi fisik tidak akan

semakin menurun. Selain itu terdapat dampak psikososial yang dirasakan oleh

penderita TB antara lain lamanya pengobatan bagi pasien TB sekitar 6 bulan

membuat mereka merasa bosan, putus asa, kurang motivasi dalam menjalani

pengobatan dan memiliki efek samping akibat meminum OAT, serta masih

adanya stigma di lingkungan masyarakat mengenai penyakit TB mengakibatkan

penderita TB kurang percaya diri berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.

Bentuk dukungan psikososial bagi penderita TB dapat berupa dukungan konkrit

sperti mengingatkan meminum obat secara sembuh, dukungan emosional seperti

memberi motivasi kepada penderita TB agar dapat mencapai kesembuhan, dan


dukungan informasi seperti memberi informasi terkait pentingnya melakukan

pengobatan TB bagi penderita TB. Pentingnya aspek psikososial dapat

mempengaruhi pasien TB dalam berperilaku untuk mencapai keberhasilan

pengobatan TB.

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman,

waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam kepatuhan. Keluarga dan teman

dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu,

mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka dapat

menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

Modifikasi faktor lingkungan dan social, hal ini berarti membangun dukungan

sosial dari keluarga dan temanteman. Kelompok-kelompok pendukung dapat

dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program-program pengobatan

seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok, dan menurunkan konsumsi

alkohol.

4. Sosial Ekonomi

Masalah keuangan dapat juga mengganggu kepatuhan pasien. Beberapa

pasien mungkin tidak mampu untuk membeli obat, dan transportasi pun

dapat menjadi penghalang.

Status ekonomi mempengaruhi status gizi yang mana terdapat bukti jelas

bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi daya tahan tubuh terhadap

penyakit TBC, secara tidak langsung tingkat sosial ekonomi yang rendah

Nampak pada perumahan yang terlampau padat atau kondisi kerja yang
buruk, keadaan ini mungkin menurunkan daya tahan tubuh, sama dengan

memudahkan terjadinya infeksi.

Status sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap status gizi, kebiasaan,

kualitas lingkungan, pengetahuan keberadaan sumber daya meteri, sehingga

efek agent terhadap berbagai status sosial-ekonomi akan berbeda pula.

Pembelajaran sosiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC

dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan,perumahan, pelayanan

kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Keadaan rumah,

kepadatan hunian, lingkungan rumah, lingkungan dan sanitasi tempat

bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TB paru. Pendapatan

keluarga yang kecil mengakibatkan orang tidak dapat hidup layak dan

memenuhi syarat-syarat kesehatan.

Menurut Yustikarini (2015) bahwa tinggi dan rendahnya sosial ekonomi

masyarakat bisa berperan dan bisa juga tidak berperan terhadap terjadinya

penyakit TB paru, hal ini disebabkan jika keluarga yang memiliki status

sosial ekonomi kurang akan dapat dicegah terjadinya penyakit TB paru

jika keluarga tersebut memiliki pengetahuan yang baik terkait penyakit TB

paru.

Menurut Yustikarini (2014) bahwa status ekonomi mempunyai kontribusi

besar terhadap kejadian TB paru pada anak. Tingkat pendapatan yang

rendah atau kemiskinan mengarah pada perumahan yang terlampau padat.

Keadaan padatnya hunian ini meningkatkan risiko penularan TB


khususnya pada anak-anak yang rentan terhadap paparan M. tuberculosis

karena lebih memudahkan terjadinya interaksi secara langsung antara

penderita TB dengan orang yang sehat lainnya khususnya anak-anak.

Kondisi sosial ekonomi memberikan dampak terhadap terjadinya penyakit

TB paru anak disebabkan dengan rendahnya kondisi sosial ekonomi

sebuah keluarga akan menimbulkan berbagai masalah seperti kecukupan

keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan didalam keluarga sehingga

membuat anggota keluarga tidak mengkonsumsi makanan yang cukup gizi

untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tubuhnya sehingga akan berdampak

kepada imunitas tubuh dan penyakit yang akan didapatkan sang anak.

Sosial ekonomi yang rendah juga akan berjalan beriringan dengan kondisi

lingkungan yang kurang baik sehingga akan dapat meningkatkan resiko

terjadinya penyakit termasuk penyakit TB paru pada anak.

Kepadatan hunian yang tinggi pada umumnya terjadi kepada keluarga

yang memiliki kondisi ekonomi yang rendah, padahal kondisi seperti ini

dapat meningkatkan resiko penularan TB dari orang dewasa pada anak,

karena anak akan lebih sering kontak dengan orang dewasa dengan TB

tersebut sementara itu buruknya sanitasi lingkungan akan membuat M.

tuberculosis akan dapat lebih mudah untuk hidup. Hal ini membuat

kondisi status ekonomi keluarga yang rendah akan menjadi penyebab

langsung maupun tidak langsung terjadinya tuberkulosa

2.2 Kepatuhan

2.2.1 Pengertian Kepatuhan


Kepatuhan adalah sikap atau ketaatan. Kepatuhan di mulai mula-mula

individu mematuhi anjuran petugas kesehatan tanpa relaan untuk

melakukan tindakan (Niven, 2012).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pasien TB Paru

(menurut Niven, 2012) adalah :

1. Pengetahuan

Pengetahuan pasien meningkatkan kepatuhan pasien, jika pengetahuan

tersebut adalah pengetahuan yang aktif seperti penggunaan buku-buku

atau kaset yang berisi tentang kesehatan yang digunakan oleh pasien

secara mandiri.

2. Motivasi

Motivasi adalah daya yang menggerakkan manusia untuk berperilaku. Hal

yang berkaitan dengan motivasi dalam berperilaku yaitu kemajuan untuk

berusaha dalam pencapaian tujuan dan pemenuhan kebutuhan individu.

3. Sikap

Sikap adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang

terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung dan memihak maupun

perasaan tidak mendukung dan tidak memihak pada objek. Secara spesifik,

sikap adalah derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek.
4. Kemampuan Fisik

Kemampuan fisik adalah potensi fisik seseorang untuk melakukan

pekerjaan atau suatu aktivitas.

5. Dukungan keluarga

Dukungan dari keluarga dapat menjadi individu faktor yang sangat

berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan skor kesehatan individu

serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat

mereka terima.

6. Konseling

Konseling adalah interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien tentang

pengobatan.

7. Efek samping

Efek samping adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya

yang diakibatkan oleh suatu pengobatan.

2.3. Kerangka Konsep

 Pengetahuan
 Dukungan Keluarga - Patuh
 Lingkungan sosial - Tidak Patuh
 Sosial Ekonomi
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian bersifat deskriptif

analitik korelasi dengan rancangan cross sectional yang bertujuan untuk

mengetahui Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien

Tuberkulosis Paru (Tb Paru) Dalam Menjalani Pengobatan Di Puskesmas

Pakkat Tahun 2021.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Pakkat.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan

Maret 2021.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Yang menjadi populasi adalah semua penderita tuberkulosis paru yang

menjalani program pengobatan di Puskesmas Pakkat yaitu sebanyak 528

orang, dengan rata-rata perbulan sebanyak 44 orang.


3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (total sampling),

dimana sampel merupakan keseluruhan populasi yaitu sebanyak 44 orang.

3.4. Defenisi Operasional

Table 3.1
Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Pengetahua Semua pemahaman yang Kuesioner Baik


n diketahui penderita TB Cukup
paru mengenai Kurang Ordinal
penatalaksanaan
tuberkulosis
2 Dukungan Dorongan yang Kuesioner Baik
Keluarga diberikan keluarga bagi
penderita untuk Kurang
mengingatkan penderita
selama menjalani Ordinal
pengobatan Tuberkulosis
paru. Seperti:
mengingatkan penderita
dalam minum obat,
memberi semangat
3 Lingkungan Dukungan orang Kuesioner Positf
social disekitar penderita Ordinal
terhadap pengobatan Negatif
Tuberkulosis paru
4 Sosial Kondisi ekonomi pasien Kuesioner Baik
Ekonomi yang mendukung Cukup
pengobatan Tuberkulosis Kurang Ordinal
paru
5 Kepatuhan Ketaatan pasien dalam Kuesioner Patuh Ordinal
menjalankan pengobatan Tidak Patuh

3.5. Aspek Pengukuran

3.5.1. Faktor Pengetahuan


Untuk mengukur pengetahuan diberikan 12 pertanyaan, dimana jika

jawaban benar diberi skor 1 (satu) dan jika jawaban salah diberi skor 0

(nol). Yang terdiri dari tiga kategori kelas untuk pengetahuan (Baik,

Cukup, dan Kurang) (Hadi, 2015).

Rumus :

ren tan g
P=
banyakkelas

12−0
=
3
=4

Keterangan :

P : Panjang Kelas

R : Rentang = skor tertinggi dikurang skor terendah

BK : Banyak Kategori

Jadi pengetahuan dikatakan:

Baik : 9 – 12

Cukup :5–8

Kurang :1–4

3.5.2. Faktor Dukungan Keluarga

Untuk mengukur dukungan keluarga diberikan 10 pertanyaan dengan

alternatif jawaban Ya dan Tidak, jawaban Ya diberi skor 2 dan jawaban

Tidak diberi skor 0, maka skor tertinggi adalah 20 dan terendah adalah 0,

yang terdiri dari dua kategori kelas (positif dan negatif).


Rumus :

ren tan g
P=
banyakkelas

` 20−0
=
2

=10

Keterangan :

P : Panjang Kelas

R : Rentang = skor tertinggi dikurang skor terendah

BK : Banyak Kategori

Jadi dukungan keluarga dikatakan:

Baik : 11 – 20

Kurang : 1 - 10

3.5.3. Faktor Lingkungan sosial

Untuk mengukur faktor Lingkungan diberikan 5 pertanyaan dengan

alternatif jawaban Ya dan Tidak, jawaban Ya diberi skor 2 dan jawaban

Tidak diberi skor 0, maka skor tertinggi adalah 10 dan terendah adalah 0,

yang terdiri dari dua kategori kelas (positif dan negatif).

Rumus :

ren tan g
P=
banyakkelas

=510−0
=
2
Keterangan :
P : Panjang Kelas

R : Rentang = skor tertinggi dikurang skor terendah

BK : Banyak Kategori

Jadi lingkungan dikatakan:

Positif : 6 – 10

Negatif :1–5

3.5.4. Faktor Sosial Ekonomi

Untuk mengukur faktor Sosial Ekonomi diberikan 5 pertanyaan dengan

alternative jawaban Ya dan Tidak, jawaban Ya diberi skor 2 dan jawaban

Tidak diberi skor 0, maka skor tertinggi adalah 10 dan terendah adalah 0,

yang terdiri dari tiga kategori kelas (Baik, Cukup, dan Kurang).

Rumus :

ren tan g
P=
banyakkelas

10−0
=
3

=3

Keterangan :

P : Panjang Kelas

R : Rentang = skor tertinggi dikurang skor terendah

BK : Banyak Kategori

Jadi sosial ekonomi dikatakan:

Baik : 8 – 10
Cukup :5–7

Kurang :1–4

3.5.5. Kepatuhan

Untuk mengetahui Kepatuhan di ukur dengan 10 pertanyaan masing-

masing dengan alternatif jawaban Ya dan Tidak, jawaban Ya diberi skor 2

dan jawaban Tidak diberi skor 0, maka skor tertinggi adalah 20 dan

terendah adalah 0 (nol), yang terdiri dari dua kategori kelas (Patuh dan

Tidak Patuh) (Hadi, 2015).

Rumus :

ren tan g
P=
banyakkelas

20−0
=
2

=10

Keterangan :

P : Panjang Kelas

R : Rentang = skor tertinggi dikurang skor terendah

BK : Banyak Kategori

Jadi kepatuhan dikatakan:

Patuh : 11 – 20

Tidak Patuh : 0 – 10
3.6. Alat Dan Prosedur Pengumpulan Data
3.6.1 Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan kuisioner, yang berisi beberapa item
pernyataan yang dibuat berdasarkan indikator-indikator suatu variabel
(Dharma, 2017).

3.6.2 Prosedur Pengumpulan Data


Mengajukan surat izin penelitian dari program studi Ners Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas sari Mutiara Indonesia ke Puskesmas
Pakkat.

3.7 Etika Penelitian


Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dengan
menekankan masalah etika sebagai berikut (Polit & Beck, 2013) :

1. Informedconcent
Sebelum melakukan penelitian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan
peneliti kepada responden yang memenuhi kriteria sebagai subjek
penelitian. jika responden bersedia, maka responden akan menandatangani
lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak responden.
2. Anonimity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden, tapi lembar tersebut diberikan kode inisial nama responden,
termasuk dalam penyajian hasil penelitian.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti hanya kelompok data
tertentu saja yang akan dilaporkan atau disajikan sebagai hasil penelitian
3.8 Pengolahan Data
Proses pengolahan data meliputi [ CITATION Not12 \l 1057 ]

a. Editing
Setelah instrumen penelitian terisi, kemudian peneliti melakukan
pemeriksaan kembali. Pengisian instrumen meliputi kelengkapan dan
kesesuaian jawaban dengan pertanyaan, dilakukan untuk
mengantisipasi kesalahan-kesalahan dari data yang terkumpul, juga
untuk memonitor jangan sampai terjadi kekosongan dari data yang
dibutuhkan.
b. Coding
Merubah data berbentuk huruf menjadi angka/ bilangan, coding bukan
diartikan sebagai tingkatan, hanya memberikan kode.
c. Entri
Masukkan data yang sudah di koding ke dalam komputer untuk
memudahkan analisa.
d. Tabulating
Pengecekan kembali data yang sudah dientry, apakah ada kesalahan
atau tidak. Cara mengcleaning data dengan membuat tabel akan
diketahui missing data/ dimasukkan dalam tabulasi.

3.9 Analisa Data


1. Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian dalam analisa ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi setiap variabel
[ CITATION Not12 \l 1057 ].
2. Bivariat

Analisa bivariat untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan kepatuhan pasien Tuberkulosis Paru dalam menjalani


pengobatan, yang di uji dengan uji chi quadrat (X2). Rumus yang

digunakan untuk menghitung X2 yaitu:


2
2( fo−fe )
X =∑
Fe

Keterangan:

X2 = Nilai chi-kuadrat

Fo = Frekwensi yang diobservasi (frekuensi empiris)

Fe = Frekwensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T, Y (2013) Tuberculosis, diagnosis, terapi dan masalahnya. Jakarta,


Yayasan Penerbit IDI

Ainun fadhila, ( 2019), Kepatuhan penderita tuberculosis paru dalam menjalani


pengobatan Jurnal kesehatan : stikes prima nusantara bukittinggi - vol. 10
no. 01 (2019) 47-52

Andarmoyo S. (2012). Keperawatan Keluarga: Konsep Teori, Proses, dan


Keperawatan. Yogyakarta: Graha ilmu

Danusanto, Halim. (2013). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru Edisi 2. Jakarta : EGC

Dharma. (2017). Metodelogi Penelitian Keperawatan: Panduan Melaksanakan


Dan menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: TIM.

Departemen Kesehatan RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian


Tuberkulosis. Jakarta: Depkes RI Jakarta .

Dewi, Nurma. (2018). Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Untuk


Sembuh Pada Pasien Tb Paru Di Puskesmas Kramat Jati Jakarta Timur.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol 10, No 1 (2018)

Eka Dewa (2019) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum


Obat Anti Tuberkulosis (Oat) Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di
Balkesmas Ambarawa. Repository Universitas Ngudi Waluyo.

Friedman, Marilyn, et al (2011) Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori


dan Praktik, Penerbit Buku Kedokteran EGC :Jakarta

Hadi, Sutrisno. (2015). Statistik Kesehatan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Harnanik (2016). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan


pengobatan TB di Puskesmas Purwodadi Kab. Grobogan. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah Yogyakarta

Kardiyudiani, ayu dwi. (2019) keperawatan medikal bedah. PT. PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun


2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta
Mahfuzhah, Indah. 2014. Gambaran faktor risiko penderita TB paru berdasarkan
status gizi dan pendidikan di RSUD Dr.Soedarso. Pontianak:Universitas
Tanjung Pura.

Manurung. Santa, dkk. (2013). Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi.


Jakarta : TIM

Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Nursalam. (2017). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Niven, N., 2012, Psikologi Kesehatan, Edisi 2, 192-198, Penerbit EGC, Jakarta

Polit & Beck. (2013) Essentials of Nursing Research Appraising Evidence for
Nursing Practice. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia

Puspita, Elsa. 2016. Gambaran Status Gizi Pada Pasien Tuberkulosis Paru (TB
Paru) yang Menjalani Rawat Jalan di Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. JOM
FK Volume 3 No. 2 Oktober 2016

Priska P.H. Kondoy (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan


Berobat Pasien Tuberkulosis Paru di Lima Puskesmas di Kota Manado.
Jakarta : Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. Volume 2 Nomor 1
Februari 2014

Riskesdas, (2018). Laporan Riset Kesehatan Dasar. Kementerian kesehatan RI.


Jakarta

Rosa, Dian. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien


Tuberkulosis Paru Terhadap Obat Anti Tuberkulosis. Jurnal Berkala
Kesehatan, Vol 6, No. 2, November 2020

Setiadi. 2008. Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha.


Ilmu

Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Widoyono, (2015). Penyakit Tropis, Rineka Cipta, Jakarta.


Winarni, dkk (2019). Faktor-faktor mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat
anti tuberkulosis pada pasien TB Paru di puskesmas gembok kota
tangerang. Jurnal ilmiah kesehatan. (VIII)

WHO, 2017. Global Tuberculosis Report 2017, Jenewa

Yustikarini, Kamalina. 2014. Faktor Risiko Sakit Tuberkulosis pada Anak yang
Terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Sari Pediatri, Vol. 17, No. 2, Agustus
2015.
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth,

Bapak/ ibu responden

Di Puskesmas Pakkat

Saya yang bernama Eva Yanti Pane adalah mahasiswa Program Studi Ners
Universitas Sari Mutiara Indonesia akan melakukan penelitian tentang “Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru
(Tb Paru) Dalam Menjalani Pengobatan Di Puskesmas Pakkat Tahun 2021”.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir

dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir, saya

mengharapkan kesediaan bapak/ ibu untuk menjawab pertanyaan yang ada di

lembar kuesioner dengan jujur dan sukarela, semua jawaban atau masukan bapak/

ibu akan dijaga kerahasiaannya.

Atas kesediaan dan kerjasama bapak/ ibu, sebelum dan sesudahnya saya ucapkan

terima kasih.

Medan, Januari 2021

Peneliti

(Eva Yanti Pane)


LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan untuk turut berpartisipasi

sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh:

Nama : Eva Yanti Pane

NIM :190204071

Program Studi : Ners USM Indonesia

Judul : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan

Pasien Tuberkulosis Paru (Tb Paru) Dalam Menjalani

Pengobatan Di Puskesmas Pakkat Tahun 2021

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia untuk menjadi responden dalam

penelitian dengan suka rela.

Medan, Januari 2021

Penulis Responden

(Eva Yanti Pane ) ( )


KUESIONER PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN


PASIEN TUBERKULOSIS PARU (TB PARU) DALAM MENJALANI
PENGOBATAN DI PUSKESMAS PAKKAT
TAHUN 2021

Nomor Reponden

I. DATA DEMOGRAFI

Umur : < 21 Tahun 21-60 Tahun

> 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Perempuan

Pendidikan : SD

SMP

SMA

Perguruan Tinggi
Pendapatan : < UMR

> UMR

II. PETUNJUK PENGISIAN

1. Bacalah pernyataan dibawah ini dengan baik dan diteliti, kemudian


pilihlah jawaban yang menurut anda benar.
2. Semua penyataan harus dijawab
3. Tiap pernyataan di isi dengan 1 jawaban
4. Berikan tanda ceklis (√ ) pada jawaban yang anda pilih
5. Bila ada pernyataan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada penulis

I. PENGETAHUAN

NO. PERNYATAAN BENAR SALAH

1 Batuk terus menerus dengan dahak selama tiga


mingguatau lebih merupakan gejala awal TB Paru

2 Salah satu pengobatan TB Paru adalah minum obat anti


tuberkulosis (OAT).

3 Obat Anti Tuberkulosis harus di minum secara teratur


selama 6 bulan.

4 Apabila OAT lupa diminum satu hari saja, maka harus


kembali diulang dari awal.

5 Peran pengawas minum obat (PMO) sangat penting


dalam mensukseskan kesembuhan penderita TB Paru.

6 Apabila setelah 4 bulan dahak masih tetap positif maka


pengobatan dihentikan 2-3 hari lalu diperiksa biakan
dan tes resistensi.

7 Makan makanan yang kandungan gizi cukup akan


mempercepat proses penyembuhan TB Paru.
8 Pengawas minum obat (PMO) adalah seseorang yang
mengawasi atau mendampingi penderita TB Paru pada
saat minum obat, yaitu keluarga, petugas kesehatan.

9 Apabila ada keluhan atau gejala yang muncul pada saat


minum obat, maka anda langsung kontrol ke puskesmas.

10 Petugas kesehatan memberikan penyuluhan tentang


penyakit TB Paru.

11 Petugas kesehatan memberikan petunjuk tentang


penggunaan obat anti tuberkulosis.

12 Penyakit TB Paru dapat menularkan kepada orang lain.

II. DUKUNGAN KELUARGA

NO. PERTANYAAN YA TIDAK

1 Apakah keluarga memenuhi segala kebutuhan yang


bapak/ ibu perlukan dalam menjalani pengobatan
selama di rumah?

2 Apakah keluarga menyiapkan transportasi kepada


bapak/ ibu ketika akan melakukan kontrol ke rumah
sakit?

3 Apakah keluarga mengupayakan semua dana atau biaya


yang diperlukan bapak/ ibu selama menjalani
pengobatan selama di rumah?

4 Apakah ada anggota keluarga yang selalu menemani


bapak/ ibu saat melakukan aktivitas/ olahraga?

5 Apakah keluarga selalu menyediakan obat-obatan yang


telah diresepkan dokter kepada bapak/ ibu secara rutin?

6 Apakah keluarga menemani bapak/ ibu selama


menjalani pengobatan selama di rumah?

7 Apakah keluarga selalu mengingatkan bapak/ ibu


minum obat secara teratur?

8 Apakah keluarga memberikan pujian kepada bapak/ ibu


ketika melakukan pengobatan dengan baik selama di
rumah?

9 Apakah keluarga tetap memperlakukan bapak/ ibu sama


seperti sebelum sakit?

10 Apakah keluarga memberikan semangat/motivasi


kepada bapak/ ibu selama menjalani pengobatan di
rumah?

III.LINGKUNGAN SOSIAL

NO. PERTANYAAN YA TIDAK

1 Apakah lingkungan sekitar tempat tinggal menerima kondisi


penyakit yang anda derita saat ini?

2 Apakah lingkungan sekitar tempat tinggal anda mendukung


program pengobatan yang sedang anda jalankan?

3 Apakah lingkungan sekitar tempat tinggal anda memberikan


informasi dan fasilitas kesehatan dalam membantu proses
penyembuhan anda ?

4 Apakah anda ikut serta jika lingkungan sekitar tempat


tinggal mengadakan kegiatan kemasyarakatan?

5 Apakah lingkungan sekitar menerima anda untuk pergi


ibadah ke rumah ibadah ?

IV. SOSIAL EKONOMI

NO. PERNYATAAN YA TIDAK

1 Anda tidak kesulitan memperoleh OAT.


2 Anda tidak kesulitan untuk memperoleh transportasi ke
puskesmas

3 Pendapatan/penghasilan anda cukup dalam proses


pengobatan anda.

4 Anda mendapat asupan gizi yang cukup untuk


mempercepat proses penyembuhan anda.

5 Tempat tinggal anda sekarang sudah sesuai dengan standar


dalam proses pengobatan anda saat ini.

V. KEPATUHAN

NO. PERTANYAAN YA TIDAK

1 Apakah anda rutin minum obat setiap hari?

2 Apakah anda rutin untuk berobat kontrol sesuai


dengan jadwal yang ditentukan?

3 Apakah anda mendapatkan obat sesuai dengan resep


dokter?

4 Apakah anda minum obat tepat waktu selama


menjalani pengobatan selama di rumah?

5 Apakah anda pergi ke puskesmas untuk mengambil


obat anda sebelum obat habis?

6 Apakah anda rutin melakukan pengontrolan terhadap


penyakit yang anda derita?

7 Apakah anda melakukan olahraga dengan teratur (3-5


kali/ minggu selama di rumah?

8 Apakah anda istirahat secara teratur (6-7 jam/hari)


selama di rumah?

9 Apakah anda makan sesuai anjuran diet yang


dianjurkan oleh tenaga kesehatan?

10 Apakah anda bersedia membiayai pengobatan anda


sendiri?
LEMBARAN KONSULTASI

Nama : Eva Yanti Pane

NIM : 190204071

Jurusan : Program Studi Ners


Judul : Faktor Faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan Pasien
Tuberculosis (TB Paru) Dalam Menjalani Pengobatan Di
Puskesmas Pakkat .

Dosen Pembimbing : Ns. Henny Syahfitri, M.Kep

No Tanggal Keterangan Paraf

1 12 Januari 2021 Konsul Judul dan Bab 1,2,3

2 14 Januari 2021 Konsul perbaikan bab 1,2,3

3 21 Januari 2021 Konsul Bab 3 dan kuisioner

4 25 Januari 2021 Konsul perbaikan Bab 3

5 27 Januari 2021 ACCsidang proposal

BERITA ACARA UJIAN PROPOSAL

1. NAMA : EVA YANTI PANE

2. N I M : 190 204 071

3. JUDUL PROPOSAL : FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEPATUHANPASIEN TUBERKULOSIS (TB PARU)N
DALAM MENJALANI PENGOBATAN DIPUSKESMAS
PAKKAT

4. TANGGAL UJIAN : 28 JANUARI 2021

5. RUANG UJIAN : HUMBANG HASUNDUTAN

6. UJIAN HASIL : 1. Lulus Dan Dapat Diteliti

2. Lulus Dengan Perbaikan

3. Mengulang Ujian Proposal

Medan, 28 JANUARI 2020

Pembimbing Penguji I Penguji II

Ns.Henny Syahfitri,M.Kep Kesaktian


Manurung,M.Biomed Ns.Agnes Marbun,M.Kep

Peserta Ujian

Eva Yanti Pane

BERITA ACARA PERBAIKAN PROPOSAL

Nama : Eva Yanti Pane


NIM : 190204071
Judul : Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Pasien Tuberculosis (TB Paru)Dalam Menjalani
Pengobatan Di Puskesmas Pakkat

No Hari/Tanggal Saran Penguji Paraf Penguji

1. Jumat ,28
Januari 2021 Penguji 1 : Bpk.Kesaktian Manurung,M.Biomed

-Teknik Penulisan harus sesuai dengan


Panduan /Bahasa Inggris dicetak miring.
-Latar belakang :prevalensi kejadian
diurutkan mulai dari prevalesi di
Negara,di Indonesia,di Sumatera utara
-Jelaskan apa yang dimaksud dengan
penatalaksanaan
-Jelaskan faktor faktor yang sangat erat
kaitannya dengan kepatuhan .
-Bab II Referensi TB paru faktor faktor
yangharusditambah
-Bab III : Populasi ditambahkan dari perbulan
sampai pertahun,kriteria sample dan
sample diperbaiki
- Lebih teliti dalam pengetikan proosal,dan
lebih dipahami.

2 Jumat ,28 Penguji 2: Ns. Agnes Marbun , M.Kep


Januari 2021
1. Tambahkan halaman setiap halaman
2. Jumlah populasi dan teknik pengambilan
sample
3. Teknik penulisan diperbaiki sesuai panduan
4. Lebih teliti dalam proses pengetikan proposal
5. Perbaiki sesuai masukan dan arahan dari
penguji.

3 Jumat, 28 Pembimbing: Ns. Henny Syahfitri, M.Kep


Januari 2021
1. Perbaiki sesuai masukan dan arahan dari Penguji 1
&2
2. Tambahkan tinjauanteoritis

3. Perbaiki penulisan proposal dari sampul awal


sampai dengan lampiran serta daftarpustaka

Anda mungkin juga menyukai