Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
(SAP)
Waktu : 45 menit
I. Tujuan Umum :
Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan pasien dan keluarga dapat memahami dan
mengerti tentang gangguan jiwa dengan Halusinasi.
IV. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi / Tanya Jawab
V. Pengorganisasian
1. Moderator : Hani Nur Azizah Batu Bara
2. Penyaji : Ega Alda Pratama
3. Notulen : Fuji Lestari
4. Fasilitator : Endang Kartasari
Peserta
VII. Media
Leafleat
IX. Evaluasi
1. Struktur
a. Membuat SAP
b. Kontrak Waktu
c. Setting
2. Proses
a. Peserta penkes memperhatikan dan mengerti apa yang disampaikan dalam
penyuluhan
b. Peserta bertanya
3. Hasil
a. Mengetahui mengenal masalah Halusinasi
b. Mengetahui cara mengambil keputusan
c. Mengetahui cara merawat klien dengan Halusinasi
d. Mengetahui cara memodifikasi lingkungan
e. Mengetahui cara memanfaatkan fasilitas kesehatan
Lampiran :
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015).
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai
dengan kenyataan Sheila L Vidheak, (2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2013). Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera
tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami
persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata
ada oleh klien.
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
A. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35%.
B. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan
glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi
faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu
melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan
irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya
latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social,
kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja,
stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak
percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia
maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif,
ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
C. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2013) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2. Fungsi Keluarga
a) Fungsi pendidikan, dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan
menyekolahkan anak unuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila
kelak dewasa nanti.
b) Fungsi sosialisasi anak, tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah
bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
c) Fungsi perlindungan, keluarga melindungi anak dan anggota keluarga dari
tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindungi
dan merasa aman.
d) Fungsi perasaan, keluarga menjaga secara instuitif, merasakan perasaan dan
suasana anak dan anggota lainya dalam berkomunikasi dan berinteraksi satu
dengan lainya sehingga ada saling pengertian satu sama lain.
e) Fungsi religius, keluarga memperkenalkan dan mengajak anggota keluarga dalam
kehidupan beragama untuk menenamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lainya
yang mengatur kehidupan ini dan akan ada kehidupan lain setelah dunia ini.
f) Fungsi ekonomis, keluarga dalam hal ini mencari sumber-sumber kehidupan dalam
memenuhi fungsi-fungsi keluarga lainnya.
g) Fungsi biologis, keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.
3. Tugas Keluarga
a) Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena
tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berartidan karena kesehatnlah kadang
seluruh kekuatan sumber daya dan dan keluarga habis. Orang tua perlu mengenal
keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami keluarga. Perubahan
sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian keluarga atau orang tua.
b) Memutuskan Tindakan Kesehatan yang Tepat Bagi Keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai keadaan keluarga , dengan pertimbangan siapa diantara keluarga
yang memepunyai kramampuan memeutuskan untuk menentukan tindakan
keluarga.
c) Memberi Perawatan Kepada Anggota Keluarga yang Sakit
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga
harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1) Keadaan penyakit
2) Sifat dan perkembangan perawat yang diperlukan untuk perawatan
3) Keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan
4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga
5) Sikap keluarga terhadap yang skait
d) Memodifikasi Lingkungan Rumah yang Sehat
Ketika memodifikasi lingkungan rumah yang sehat kepada anggota keluarga
yang sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1) Sumber-sumber keluarga yang dimiliki
2) Manfaat pemeliharaan lingkungan
3) Pentingnya hiegiene sanitasi
4) Upaya pencegahan penyakit
5) Sikap atau pandangan keluarga
6) Kekeompakan antra anggota keluarga
F. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2014) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling
percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum
mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa
nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi
yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat
adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan
penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan
halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun
pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat
harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya adalah
membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi
terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien
saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa
dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji
pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk
mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara
tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat
dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2014), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk
mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk
mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan
bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-
cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama
yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi
penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal.
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan
dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap
keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu
mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami
kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu
gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin
masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah. Latih
pasien menggunakan obat secara teratur:
Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan untuk pasien Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
SP I SP I
1. Mendiskusikan jenis Halusinasi 1. Mendiskusikan masalah yang di rasakan
2. Mendiskusikan isi Halusinasi keluarga dalam merawat pasien
3. Mendiskusikan respon Halusinasi 2. Menjelaskan pengertian Halusinasi,
terhadap pasien tanda dan gejala proses terjadinya
4. Melatih pasien mengontrol Halusinasi Halusinasi
: Menghardik Halusinasi 3. Menjelaskan cara merawat pasien
5. Mengajarkan pasien cara memasukkan Halusinasi
cara Menghardik Halusinasi
SP II SP II
1. Mengevaluasi kemampuan pasien 1. Melatih keluarga melakukan cara
dalam mengontrol Halusinasi dengan merawat langsung kepada pasien
cara menghardik mengenal Halusinasi
2. Melatih pasien mengendalikan
Halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain
3. Menganjurkan pasien memasukkan di
dalam jadwal kegiatan harian
SP III
1. Melatih pasien mengontrol Halusinasi
dengan cara : Melaksanakan aktivitas
terjadwal
SP IV
1. Melatih pasien menggunakan obat
secara teratur
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.
Darmaja, I Kade. (2014). Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S” Dengan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang Kenari Rsj Dr. Radjiman
Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi
Keliat B, dkk. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC.
Keliat, B.A & Akemat. (2015). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Correlation of Family Burden of The Prevention of
Recurrence of Schizophrenia Patients. Mental Health, 4(1), 31-42.
Nyumirah, S. (2013). Peningkatan kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif dan perilaku)
melalui penerapan terapi perilaku kognitif di rsj dr amino gondohutomo semarang. Jurnal
keperawatan jiwa, 1(2).
Pambayun, Ahlul H. (2015). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati) RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Semarang. Widya Husada Semarang.
Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Yulia, I. (2015). Kepatuhan dan Komitmen Klien Skizofrenia
Meningkat Setelah Diberikan Acceptance And Commitment Therapy dan Pendidikan
Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 18(3), 157-166.
Stuart, G. W., & Laraia, M. (2005). Psychiatric nursing. St louis: Mosby, 270-271.
Townsend, M. C, (2013) ,Psychiatric Mental Healt Nursing : Concepts of Care in Evidence-
BasedPractice(6th ed.), Philadelphia : F.A. Davis.
Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, & Deden. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti
Mulia.
C. Penyebab Halusinas
A. Apa itu Halusinasi?
1. Faktor predisposisi
‘
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca A. Faktor genetik
indra tanpa adanya rangsangan dari
B. Faktor neurologis
luar yang dapat meliputi semua sistem
2. Faktor Presipitasi
pengindraan dimana terjadi pada saat
Ega Alda Pratama 22221041 A. Kondisi kesehatan
D. Sikap/perilaku
Hani Nur Azizah Batubara 22221056
B. TANDA DAN GEJALA
1. Berbicara sendiri
2. Pembicaraan kacau, kadang D.Jenis Halusinasi
tidak masuk akal
1. Pendengaran
3. Tertawa sendiri tanpa sebab
4. Ketakutan 2. Penglihatan
INSTITUTE KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
5. Ekspresi wajah tegang
MUHAMMADIYAH PALEMBANG 3. Penciuman
PRODI D3 KEPERAWATAN 6. Tidak mau mengurus diri
PROGRAM PROFESI NERS 7. Sikap curiga dan bermusuhan 4. Pengecapan
UNISSULA
TAHUN2012
2021-2022 8. Menarik diri dan menghindari
orang lain.
E. TUGAS KELUARGA DALAM F. PERAN KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA