Anda di halaman 1dari 13

PROFESI PROGRAM NERS

KEPERAWATAN JIWA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERRSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Peran serta keluarga dalam merawat pasien dengan isolasi sosial
Sasaran : Keluarga pasien di Ruang Wijaya Kusuma RS Jiwa Menur
Surabaya
Tempat : Ruang Wijaya Kusuma RS Jiwa Menur Surabaya
Hari/Tanggal : Pk. 09.00-09.30 WIB
Waktu : 1 x 30 menit

I. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum :
Setelah diberikan penyuluhan kesehatan, diharapkan keluarga pasien di Ruang
Wijaya Kusuma RS Jiwa Menur Surabaya dapat memahami dan mampu
merawat pasien dengan isolasi sosial.

2. Tujuan Instruksional Khusus :


Setelah dilakukan penyuluhan, keluarga pasien di Ruang Wijaya Kusuma RS
Jiwa Menur Surabaya diharapkan dapat :
1) Mengetahui pengertian isolasi sosial
2) Mengetahui penyebab isolasi sosial
3) Mengetahui tanda dan gejala isolasi sosial
4) Mengetahui penatalaksanaan isolasi social
5) Mengetahui sumber dan mekanisme koping
6) Mengetahui peran serta keluarga dalam merawat pasien isolasi sosial
II. Metode
Ceramah dan tanya jawab

III. Media
1. Leafleat

IV. Pengorganisasian
1. Kelompok
a. Moderator: Nur Lathifah Zein
Job Description:
1) Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam.
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan dari penyuluhan
4) Menyebutkan materi yang akan diberikan
5) Memimpin jalannya penyuluhan dan menjelaskan waktu penyuluhan
6) Menulis pertanyaan yang diajukan peserta penyuluhan.
7) Menjadi penengah komunikasi antara peserta dan pemberi materi.
8) Mengatur waktu kegiatan penyuluhan
b. Presentator: Noor Latifah Sari Handayani
Job Description:
1) Menggali pengetahuan keluarga pasien mengenai peran serta keluarga
dalam merawat pasien isolasi sosial
2) Menjelaskan materi mengenai isolasi sosial
3) Menjawab pertanyaan peserta
c. Fasilitator: Afridhani Fizi, Resty Hapsari
Job Description:
1) Menyiapkan tempat dan media sebelum memulai penyuluhan
2) Mengatur teknik acara sebelum dimulainya penyuluhan
3) Memotivasi keluarga klien agar berpartisipasi dalam penyuluhan
4) Memotivasi keluarga untuk mengajukan pertanyaan saat moderator
memberikan kesempatan bertanya
5) Membantu pembicara menjawab pertanyaan dari peserta
6) Membagikan leaflet kepada peserta di akhir penyuluhan
d. Observer: Rezki Fauziah
Job Description:
1) Mengobservasi jalannya proses kegiatan
2) Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan
penyuluhan berlangsung
3) Memberikan penjelasan kepada pembimbing tentang evaluasi hasil
penyuluhan

2. Pembimbing
Pembimbing klinik :
Pembimbing akademik : Nor Afni Oktaviani, Ns., M.Kep

V. Setting Ruangan
Flipchart dan
alat peraga

Keterangan Gambar:
: Pembimbing : Keluarga pasien/peserta

: Moderator : Fasilitator

: Presentator : Observer
Kegiatan Penyuluhan :

No. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Respon peserta


1. Pembukaan  Mengucapkan salam.  Menjawab salam
(Modetator)  Memperkenalkan diri  Mendengarkan
3 menit  Menjelaskan tujuan dari penyuluhan  Mendengarkan
 Kontrak waktu  Mendengarkan
 Menjelaskan peraturan penyuluhan  Mendengarkan
2. Pelaksanaan  Menjelaskan pengetian isolasi sosial  Mendengarkan
(Presentator)  Menjelaskan penyebab isolasi sosial  Mendengarkan
20 menit  Menjelaskan tanda dan gejala isolasi  Mendengarkan
sosial
 Menjelaskan penatalaksanaan isolasi  Mendengarkan
sosial
Presentator +  Menjelaskan sumber dan mekanisme  Mendengarkan
fasilitator koping
 Menjelaskan peran serta keluarga  Mendengarkan
dalam merawat pasien isolasi sosial
 Memberikan kesempatan bertanya  Bertanya
 Menjawab pertanyaan  Mendengarkan
3. Evaluasi  Menanyakan kepada peserta tentang  Menjawab
(Moderator) materi yang telah diberikan pertanyaan
5 menit  Menerima leaflet
4. Penutup  Mengucapkan terimakasih atas peran  Mendengarkan
(Moderator) serta peserta.
2 menit  Mengucapkan salam penutup  Menjawab salam

VI. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Ruang Wijaya Kusuma RS
Jiwa Menur Surabaya
b. Kontrak waktu 30 menit
2. Evaluasi proses
a. Keluarga pasien di Ruang Wijaya Kusuma RS Jiwa Menur Surabaya
antusias terhadap materi penyuluhan
b. Keluarga pasien di Ruang Wijaya Kusuma RS Jiwa Menur Surabaya
tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan selesai
c. Keluarga pasien di Ruang Wijaya Kusuma RS Jiwa Menur Surabaya ikut
berperan aktif didalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan
d. Keluarga pasien di Ruang Wijaya Kusuma RS Jiwa Menur Surabaya
terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan
3. Evaluasi hasil
a. Peserta dapat menyebutkan pengertian isolasi sosial
b. Peserta dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
c. Peserta dapat menyebutkan tanda dan gejala isolasi sosial
d. Peserta dapat menyebutkan penatalaksanaan isolasi social
e. Peserta dapat menyebutkan sumber dan mekanisme koping
f. Peserta dapat menyebutkan peran serta keluarga dalam merawat pasien
isolasi sosial
LAMPIRAN MATERI

I. Pengertian
Isolasi sosial adalah percobaan menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Keliat, B. A, 1998 dalam Yosep,
2011). Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari
interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran,
prestasi, atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara
spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan
diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang
lain (Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2010).

II. Penyebab dari menarik diri


1. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009), ada 4 faktor predisposisi yang menyebabkan isolasi
sosial yaitu :
a. Faktor Tumbuh Kembang
Faktor perkembangan kemampuan membina hubungan yang sehat
tergantung dari pengalaman selama proses tumbuh kembang. Setiap tahap
tumbuh kembang memilki tugas yang harus dilalui individu dengan
sukses, karna apabila tugas perkembangan ini tidak terpenuhi akan
menghambat perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih
sayang,perhatian dan kehangatan dari ibu (pengasuh)pada bayi akan
membari rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa
percaya.
b. Faktor Biologi
Genetik adalah salah satu factor pendukung ganguan jiwa, faktor genetic
dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif ada bukri terdahulu
tentang terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan ganguan ini
namun tahap masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
c. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya ganguan
dalm membina hubungan dengan orang lain, misalnya angota keluarga,
yang tidak produktif, diasingkan dari orang lain.
d. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Pola komunikasai dalam keluarga dapat mengantarkan seseorang kedalam
ganguan berhubungan bila keluarga hanya mengkomunikasikan hal-hal
yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah.

2. Faktor presipitasi
Dari factor sosio-kultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan
berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan
klien berespon menghindar dengan menarik diri dengan lingkungan.

Menurut Stuart (2007) faktor presipitasi atau stresor pencetus pada umumnya
mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti kehilangan,
yang memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan orang lain dan
menyebabkan ansietas. Faktor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua
kategori yaitu sebagai berikut:
a. Stressor sosio-kultural, yaitu stress yang dapat ditimbulkan oleh
menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti.
b. Stressor psikologi, yaitu tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
III. Tanda dan Gejala
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial.
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
5. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
6. Mengisolasi diri
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8. Asupan makanan dan minuman terganggu
9. Retensi urine dan feces
10. Aktivitas menurun
11. Kurang energi (tenaga)
12. Rendah diri
13. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur).

IV. Penatalaksanaan
1. Bina hubungan saling percaya
2. Interaksi sering dan singkat
3. Dengarkan dengan sikap empati
4. Beri umpan balik yang positif
5. Jujur dan menepati semua janji
6. Bimbing klien untuk meningkatkan hubungan sosial secara bertahap
7. Berikan pujian saat klien mampu berinteraksi dengan orang lain
8. Diskusikan dengan keluarga untuk mengaktifkan support system yang ada
9. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat anti depresan
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi
berdasarkan dua metode, yaitu sebagai berikut:
1) Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial
adalah sebagai berikut:
a) Terapi Psikofarmaka
Hawari (2006) mengatakan bahwa terapi psikofarmaka yang akan
diberikan ditujukan pada gangguan fungsi neurotransmitter
sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan atau dengan kata
lain skizofrenia dapat diobati. Obat antipsikotik terpilih untuk
skizofrenia terbagi dalam dua golongan yaitu antipsikotik tipikal
(Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik
atipikal (Klozapin, Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal
tersebut bekerja dengan memblokir reseptor dopamin terpilih, baik
diarea striatal maupun limbik di otak dan antipsikoti atipikal
menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin selektif yang
menghambat sistem limbik. Memberikan efek antipsikotik (gejala
positif) dan mengurangi gejala negative.
b) Prosedur Diagnostik
Menurut Doenges (2007), prosedur diagnostik yang digunakan
untuk mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah
sebagai berikut:
 Coputerized Tomografi (CT Scan)
Individu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan
abnormalitas struktur otak dalam sebuah hasil CT scan.
 Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen
otak.
 Positron Emission Tomography
Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme
glukosa, aliran darah terutama yang terkait dengan psikiatri.
 Elektroconvulsif Therapy (ECT)
Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan
dengan ECT dilakukan 2 sampai 3 kali per minggu dengan
total 6 sampai 12 kali pengobatan.

2) Metode Psikososial
Menurut Hawari (2006), ada beberapa terapi untuk pasien skizofrenia,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila
penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan
dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan
pemahaman diri sudah baik.
b) Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan
mampu merawat diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang
lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
c) Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata
mempunyai manfaat. Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis
gangguan jiwa lebih cepat hilang, lamanya perawatan lebih
pendek, hendaya lebih cepat teratasi, dan lebih cepat dalam
beradaptasi dengan lingkungan. Terapi keagamaan yang dimaksud
adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, shalat, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dan lain
sebagainya.

V. Sumber dan Mekanisme Koping


1. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007), sumber koping yang berhubungan dengan respon
sosial maladaptif adalah sebagai berikut :
a. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
b. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian
pada hewan peliharaan.
c. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
(misalnya: kesenian, musik, tulisan)

Menurut Stuart & Laraia (2005), terkadang ada beberapa orang yang ketika
ada masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang
membantunya dalam mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang
yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan tidak
mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya.

2. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas (Stuart, 2007). Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik yaitu
sebagai berikut:
a. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
b. Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan
emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
c. Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk.
VI. Peran Serta Keluarga Dalam Merawat Klien Isolasi Sosial
Keluarga penting artinya dalam perawatan dan penyembuhan pasien, keluarga
pemberi perawatan utama dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan
mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi pasien.
1. Tujuan perawatan adalah :
a. Meningkatkan kemandirian pasien
b. Pengoptimalan peran dalam masyarakat
c. Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah
2. Perawatan Dirumah Yang Dapat Dilakukan Oleh Keluarga
a. Memenuhi kebutuhan sehari-hari
b. Bantu dan perhatikan pemenuhan kebutuhan makan, minum,
kebersihan diri dan penampilan
c. Latih dan libatkan klien dalam kegiatan sehari-hari (cuci pakaian,
setrika, menyapu, dll)
d. Bantu komunikasi dengan teratur
e. Bicara jelas dan singkat
f. Kontak / bicara secara teratur
g. Pertahankan tatap mata secara teratur
h. Lakukan sentuhan yang akrab
i. Sabar, lembut, tidak terburu-buru
j. Hindari kecemasan pada klien
3. Libatkan dalam Kelompok
a. Beri kesempatan untuk menonton TV, mendengarkan music, membaca
buku, dll
b. Sediakan peralatan pribadi seperti tempat tidur, almari, dll
c. Pertemuan keluarga secara teratur
d. Menyendiri bisa menimbulkan gangguan jiwa lain yaitu halusinasi merasa
mendengar bisikan, merasa melihat bayangan, merasa ada yang meraba,
merasa mencium bau, yang semua itu sebenarnya tidak ada.
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. (2007). Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa: Bogor

Depkes RI. (2000). Keperawatan Jiwa : Teori Dan Tindakan Keperawatan Jiwa.


Jakarta : Depkes RI.

Yosep. (2011). Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama: Bandung

Anda mungkin juga menyukai