Anda di halaman 1dari 16

PRE PLANNING

PENYULUHAN TENTANG STIGMA MASYARAKAT TERHADAP


ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA RW 03 KELURAHAN
TANGKERANG LABUAI KECAMATAN BUKIT RAYA
PEKANBARU

A. LatarBelakang
Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial
(Depkes RI, 2013). Penyebab gangguan jiwa itu sendiri biasanya dikarenakan
terjadinya konflik, atau terjadinya kesulitan ekonomi yang berkepanjangan
(Yosep& Sutini, 2014).
Gangguan jiwa pada saat ini menjadi permasalahan yang penting hal ini
bukan hanya karena penderita gangguan jiwa yang semakin meningkat tetapi
juga karena penderita gangguan jiwa sering mendapat stigma yang lebih besar
dari masyarakat disekitarnya disbanding individu yang mengalami penyakit
medis lainnya (Rudianto, 2007). Stigma merupakan suatu lebel negatif yang
melekat pada beberapa anggota masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh
beberapa kondisi tertentu. Sikap negatif ini yang menyebabkan masyarakat
menghindari orang yang terkena lebel negatif ini. Stigma tersebut hanya
berdasarkan presepsi atau penilaian masyarakat terhadap orang yang
mengalami gangguan jiwa atau orang yang terkena stigma tersebut (Richart &
Susan,2012).
Penelitian yang dilakukanSuhaimi (2015), mengatakan stigma yang
paling sering terjadi, biasanya disebabkan oleh pandangan sebagian
masyarakat yang menyamakan orang dengan gangguan jiwa dengan sebutan
“gila”. Hal ini dikarenakan masyarakat menganggap gejala dari gangguan jiwa
ini aneh dan berbeda dengan orang normal lainnya. Sehingga masyarakat
merasatakut dan menganggap orang dengan gangguanjiwatersebutberbahaya.
Penelitian yang dilakukanoleh Purnama, Indra, dan Sutini (2016),
mengatakan orang yang mendapatkan stigma dari masyarakat akan sulit
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, bahkan hal terburuk yang dapat
terjadi jika mendapatkan stigma dari masyarakat yaitu individu tersebut dapat
melakukan tindakan bunuh diri. Salah satu faktor penyebab terjadinya stigma
disampaikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Kazadi (2008) yang
mengatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu penyebab timbulnya
stigma. Sebab pendidikan sangat berperan penting terhadap perubahan stigma
yang diberikan masyarakat. Pendidikan yang diperoleh masyarakat tentang
gangguan jiwa dapat menurunkan stigma terhadap pasien dengan gangguan
jiwa.
Keperawatan jiwa merupakan suatu pelayanan keperawatan yang
profesional yang didasari oleh ilmu perilaku. Perawat kesehatan jiwa
berfungsi sebagai pemberi asuhan keperawatan jiwa dengan menggunakan diri
sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasidan terapi modalitas
keperawatan kesehatan jiwa). Perawat kesehatan jiwa juga berperan dalam
memberikan pendidikan kesehatan jiwa baik kepada individu, keluarga
maupun kelompok komunitas atau masyarakat. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi
utuh sebagai manusia (Dalami,2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama lebih kurang 30 menit,
ibu-ibu di RW 03 Kelurahan Tangkerang Labuai Kecamatan Bukit Raya
mampu memahami stigma masyarakat terhadap orang dengan gangguan
jiwa.
2. Tujuan Khusus
a. Warga mampu menjelaskan definisi gangguan jiwa
b. Warga mampum enjelaskan sumber penyebab gangguan jiwa
c. Warga mampu menjelaskan klasifikasi gangguan jiwa
d. Warga mampu menjelaskan faktor penyebab gangguan jiwa
e. Warga mampu menjelaskan pengertian stigma
f. Warga mampu menjelaskan penyebab stigma
g. Warga mampu menjelaskan komponen-komponen stigma
h. Warga mampu menjelaskan tipe stigma
i. Warga mampu menjelaskan dampak stigma

C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik Kegiatan
Penyuluhan kesehatan tentang stigma masyarakat terhadap orang dengan
gangguan jiwa
2. Sasaran
Seluruh warga di RW 03 Kelurahan Tangkerang Labuai Kecamatan Bukit
Raya
3. Metode
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
c. Diskusi
4. Media danAlat
a. Lembar balik
b. Leaflet
5. Waktu dan Tempat
Hari/Tanggal : Kamis, 24 Mei 2018
Waktu : 05.00 WIB s/d 05.35
Tempat : Mesjid Al-Fattah
D. Setting tempat
Layar

M
B

Keterangan:

: Moderator : Observer
:Presentator : Fasilitator

: Warga

E. Kegiatan Penyuluhan

No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1. 5 Menit Pembukaan:
- Mengucapkan salam - Menjawab salam
- Perkenalan mahasiswa - Memperhatikan
- Perkenalan dengan CI - Memperhatikan
- Menjelaskan tujuan - Memperhatikan
- Menjelaskan kontrak - Memperhatikan
waktu
2. 20 Menit Penyampaian materi:
- Menjelaskan definisi - Mendengarkan
gangguan jiwa
- Menjelaskan sumber - Memperhatikan
penyebab gangguanjiwa
- Menjelaskan klasifikasi - Mendengarkan
gangguan jiwa
- Menjelaskan faktor - Memperhatikan
penyebab gangguan jiwa
- Menjelaskan pengertian - Memperhatikan
stigma
- Menjelaskan penyebab - Memperhatikan
stigma
- Menjelaskan komponen-
komponen stigma
- Menjelaskantipe stigma
- Menjelaskan dampak
stigma
3. 5 Menit Penutup:
- Memberi kesempatan - Memberipertanyaan
untuk bertanya
- Memperhatikan
- Menjawab pertanyaan
yang diajukan - Menjawab
- Menanyakan kembali pada
- Memperhatikan
klien tentang apa yang
telah dijelaskan - Memperhatikan
- Memberikan reinforcement
- Menjawabsalam
positif atas jawaban
peserta
- Menyimpulkan dan
menutup diskusi
- Mengucapkan salam

F. Pengorganisasian
1. Penanggung jawab : Firman Aidi, S.Kep
Tugas :Mengkoordinator persiapan dan pelaksanaan penyuluhan
2. Pembawaacara/Moderator : Rio Kurniawan, S.Kep
Tugas :
a. Membuka acara
b. Memperkenalkan mahasiswa
c. Membuat kontrak waktu
d. Menjelaskan tujuan kegiatan penyuluhan
3. Presentator : Elvira Suartini, S.Kep
Tugas :Memberikan penyuluhan kesehatan pada kelompok
4. Fasilitator : YulianaAriani, S.Kep
Dedy Siswono, S.Kep
Herma Yunita, S.Kep
Ageng Haryantoro, S.Kep
Tugas :
a. Memotivasi peserta / masyarakat untuk berperan aktif dalam
penyuluhan
b. Memfasilitasi peserta untuk berperan aktif dalam kegiatan yang
dilaksanakan
5. Observer : Wahyu Melawati, S.Kep
Tugas : Mengamati proses pelaksanaan kegiatan penyuluhan dari awal
sampe akhir
6. Dokumentasi : Bella Nanda Avista, S.Kep
Tugas : Mendokumentasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan
G. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
- Warga yang ada di RW 03 Kelurahan Tangkerang Labuai Kecamatan
Bukit Raya, mahasiswa menghadiri penyuluhan.
- Tempat, media serta alat penyuluhan tersedia sesuai rencana
2. Evaluasi Proses
- Tugas mahasiswa sesuai perencanaan
- Warga yang hadir mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
- Warga yang hadir berperan aktif selama kegiatan berlangsung
3. Evaluasi Hasil
- Audience dapat meningkatkan pengetahuannya.
- Audience akan kooperatif terhadap penyampaian materi yang
disampaikan
- Audience mampu menyampaikan pertanyaan yang tidak diketahui

RINGKASAN MATERI
1. Gangguan Jiwa
B. Pengertian ganguan jiwa
Gangguan jiwa merupakan suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan
adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu
dan hambatan dalam melaksanakan peran sosial (Depkes RI, 2013). Gangguan
jiwa tidak mampu menilai dengan baik kenyataan, tidak lagi dapat menguasai
dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau merusak dan menyakiti
dirinya (Maramis, 2010).
C. Sumber penyebab gangguan jiwa
Ada beberapa sumber penyebab gangguan jiwa menurut Maramis (2010), yaitu:
1. Faktor somatik (somatogenik)
Faktor somatik yaitu akibat dari gangguan pada neuronatomi, neurofisiologi,
dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan perkembangan organik,
serta faktor prenatal dan prenatal.
2. Faktor psikologik (psikogenik)
Faktor psikologik yaitu terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan ayah,
persaingan antar saudara kandung, hubungan dalam keluarga, pekerjaan,
permintaan masyarakat. Selain itu faktor intelegensi, tingkat perkembangan
emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengharuhi kemampuan untuk
menghadapi masalah. Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat
mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
3. Faktor sosial budaya
Faktor sosial budaya yaitu meliputi faktor kestabilan keluarga, pola pengasuh
anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang
meliputi prasangka, pasilitas kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai,
serta pengaruh rasial dan keagamaan.
D. Tanda dan Gejala gangguan jiwa
Tanda dan gejala angguan jiwa menurut Depkes RI (2013), yaitu:
1. Gaduh gelisah
2. Sikap masa bodo
3. Repon emosional yang tidak wajar
4. Menarik diri dari masyarakat
5. Pembicaraan yang terhenti
6. Suka bicara sendiri
E. Faktor Penyebab Gangguan Jiwa
Beberapa faktor penyebab terjadinya kekambuhan pada gangguan jiwa
menurut Maramis (2010) dapat digolongkan menjadi dua hal yaitu :
1. Faktor yang bersumber pada pasien
Faktor yang dari pasien yaitu menegenai kepatuhan pasien dalam pengobatan .
Sudah umum diketahui bahwasanya klien yang tidak rutin meminum obat secara
teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukan25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit yang tidak
memakan obat secara teratur.
2. Faktor lingkungan
Faktor yang bersumber dari lingkungan yaitu mengenai dukungan yang diberikan
keluarga, ekspresi emosi keluarga, beban yang dimiliki keluarga, dan stigma yang
diberikan oleh lingkungan sekitarnya.
C. Dukungan Keluarga dalam mencegah gangguan jiwa
Pada keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan gangguan jiwa
dalam mencegah terjadinya kekambuhan pada penderita gangguan jiwa antara
lain:
1. Menciptakan lingkungan yang sehat jiwa bagi penderita
2. Mencintai dan menghargai penderita
3. Memberi pujian kepada penderita untuk segala perbuatannya yang baik
4. Menunjukkan empati serta bantuan penderita
5. Mengikutkan penderita untuk kegiatan kebersamaan dengan anggota
keluarga
D. Pengertian Stigma
Stigma merupakan suatu atribut yang sangat luas yang dapat membuat individu
kehilangan kepercayaan dan dapat menjadi suatu hal yang menakutkan. Stigma
juga merupakan suatu tanda atau ciri negatif yang menempel pada diri seseorang
(Stuart, 2007). Stigma juga merupakan suatu kejadian atau fenomena yang
menghalangi seseorang untuk mendapatkan perhatian, mengurangi seseorang
untuk memperoleh peluang dalam interasi sosial. Stigma juga merupakan
pemikiran dan kepercayaan yang salah (Videbeck, 2008).
Berdasarkan kesimpulan peneliti stigma merupakan suatu lebel atau pandangan
negative dari seseorang. Stigma ini dapat menyebabkan seseorang yang terkena
lebel atau pandangan negatif tersebut menjadi kurang mendapat perhatian dari
lingkungan.
E. Penyebab Stigma
Beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya stigma menurut Link dan
Phelan (2010) yaitu:
1. Individu yang membedakan dan memberikan lebel atas perbedaan yang
dimiliki individu lain.
2. Munculnya keyakinan dari budaya yang dimiliki individu terhadap
karakteristik individu atau kelompok lain.
3. Menempatkan individu atau kelompok yang telah diberikan lebel pada
individu atau kelompok dalam kategori yang berbeda.
4. Pendidikandapatmempengaruhi perubahan presepsi terhadap orang lain
F. Komponen-Komponen Stigma
Ada beberapa komponen-komponen daristigma menurut Link dan Phelan (2010)
yaitu:

1. Labelling
Labellingadalah pembedaan dan memberikan lebel atau penamaan berdasarkan
perbedaan-perbedaan yang dimiliki anggota masyarakat, dimana pemberian lebel
atau penamaan tersebut diberikan masyarakat kepada orang yang dianggap
berperilaku menyimpang..
2.Stereotip
Stereotip adalah kerangka berpikir atau cara berpikir yang terdiri dari
pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok sosial tertentu. Keyakinan tersebut
biasanya berupa penilaian terhadap seseorang dimana keyakinan tersebut
melibatkan satu kelompok sosial tersebut.
3. Separation
Separation adalah pemisahan atau mengelompokkan suatu individu dengan
kelompok sosial lainnya. Seperti pemisahan antara pihak pemberi stigma dengan
kelompok yang mendapatkan stigma.
G. Tipe Stigma
Ada beberapa tipe-tipe stigma menurut Link dan Phelan (2010) yang dapat
didefinisikan sebagai berikut:
1. Stigma berhubungan dengan cacat tubuh yang dimiliki seseorang
2. Stigma berhungan dengan karakter individu yang umum diketahui seperti
pasien rumah sakit jiwa.
3. Stigma yang berhubungan dengan ras, bangsa, dan agama.
H. Dampak Stigma
Stigma pada gangguan jiwa dapat menyebabkan diskriminasi negatif yang pada
akhirnya dapat menyebabkan banyak kerugian baik dalam akses keperawatan
maupun pelayanan kesehatan yang menjadi buruk, stigma juga sering
menyebabkan kemunduran kesehatan dan menyebabkan gangguan jiwa merusak
dirinya, dan stress tambahan yang mungkin memperburuk kondisi klien gangguan
jiwa (Sartorius & Schulze, 2005).
I. Dampak Stigma
Bagi seseorang yang menderita gangguan jiwa, di dalam beberapa kasus
konsekuensinya terhadap stigma dapat menjadi faktor yang merusak bahka jauh
lebih buruk dari gangguan jiwa ditunjukkan dengan meningkatnya kemungkinan
timbulnya kembali kelainan pada penderita yang sudah pernah disebutkan
1. Dampak pada harga diri gangguan jiwa
Guru besar departemen psikiatri FKUI, Sasanto Wibisono menyatakan
bahwa gangguan jiwa memang dihadapkan pada berbagai hal yang
menempatkannya dalam posisi kurang beruntung, baik yang terkait dengan
masalah kehidupan sosial, pelayanan sosial, maslaah hukum atau aspek
legal, maupun hal-hal lain yang menempatkan mereka dalam posisi sulit.
2. Dampak pada upaya pencarian bantuan
Stigmatisasi terhadap ganguan jiwa adalah sebuah faktor penting yang
mencegah penderita gangguan jiwa untuk mendapatkan terapi dan
pengobatan.Banyak penderita gangguan jiwa yang tidak mendapatkan
penanganan sebagaimana mestinya atau mengalami pengobatan secara
tuntans.Hal ini terkait dengan tebal dan kuatnya stigma dari masyarakat
bahwa orang yang berobat ke RSJ selalu diartikan sebagai orang gila.
J. Dampak Diskriminasi
Seseorang/kelompok yang mendapatkan diskriminasi akan mengalami
pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau
pemenuhan hak-hak dasarnya sebagai manusia. Sejarah telah menunjukkan
bahwa tindakan diskriminatif justru membuat tiap individu tidak lagi menjadi
manusia atau kehilangan kemanusiaannya, baik pelaku maupun korban
diskriminasi (Aminah dkk, 2009).
K. Penatalaksanaan
Di indonesia mantan menteri kesehatan dr. Nafsiah Mboi, Sp.A. MPH,
mengajak seluruh jajaran kesehatan untuk dapat melaksanakan Empat Seruan
Nasional Stop Stigma dan Diskriminasi terhadap ODGJ, yaitu:
1. Tidak melakukan stigmanisasi dan diskriminasi kepada siapapun juga
dalam pelayanan kesehatan.
2. Tidak melakukan penolakan atau menunjukkan kegunaan untuk
memberikan pelayanan kesehatan pada ODGJ.
3. Senantiasa memberikan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan, baik
akses pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi maupun reintegrasi ke
masyarakat pasca perawatan dirumah sakit jiwa atau panti sosial.
4. Melakukan berbagai upaya promotif dan preventif untuk mencegah
terjadinya masalah kejiwaan, mencegah timbulnya dan/atau kambuhnya
gangguan jiwa., meminimalisasi faktor resiko masalah kesehatan jiwa
serta mencegah timbulnya dampak pisikososial.
Selain itu dalam UU RI No. 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa ada upaya-
upaya kesehatan jiwa antara lain upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat.
1. Upaya promotif
Upaya promotif dilakukan dilingkungan keluarga, lembaga pendidikan, tempat
kerja, masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan, media masa, lembaga
keagamaan dan tempat ibadah, dan lembaga pemasyarakatan dan rumah
tahana.
a. Upaya promotif dilingkungan keluarga dilaksanakan dalam bentuk pola
asuh dan pola komunikasi dalam keluarga yang mendukung pertumbuhan
dan perkembangan jiwa yang sehat.
b. Upaya promotif dilingkungan lembaga pendidikan dilakukan dalam bentuk
menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif bagi pertumbuhan
dan perkembangan jiwa. Serta keterampilan hidup terkait kesehatan jiwa
bagi peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannya.
c. Upaya promotif dilingkungan tempat kerja dilaksanakan dalam bentuk
komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai kesehatan jiwa.
d. Upaya promotif dilingkungan masyarakat dilaksanakan dalam bentuk
komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai kesehatan jiwa. Serta
menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif untuk pertrumbuhan
dan perkembangan jiwa yang sehat.
e. Upaya promotif dilingkungan fasilitas pelayanan kesehatan dilaksanakan
dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai kesehatan
jiwa dengan sasaran kelompok pasien, kelompok keluarga, atau
masyarakat disekitar pelayanan kesehatan.
f. Upaya promotif di media masa dilakukan dalam bentuk:
1) Penyebarluasan informasi bagi masyarakat mengenai kesehatan jiwa,
pencegahan, dan penanganan gangguan jiwa dimasyarakat dan fasilitas
pelayanan dibidan kesehatan jiwa.
2) Pemahaman yang positif mengenai gangguan jiwan dan ODGJ dengan
tidak membuat program pemberitaan, penyiaran, artikel, dan materi yang
mengarah pada stigmatiasis dan diskriminasi terhadap ODGJ.
3) Pemberitahuan penyiaran program artikel dan materi yang kondusif bagi
pertumbuhan dan perkembangan kesehatan jiwa.
4) Upaya promotif dilingkungan lembaga keagamaan dan lembaga ibadah
dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai
kesehatan jiwa yang diintegrasikan dalam kegiatan keagamaan.
5) Upaya promotif dilingkungan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan
dilaksanakan dalam bentuk :
a) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman warga binaan pemasyarakatan
tentang kesehatan jiwa.
b) Pelatihan kemampuan adaptasi dalam masyarakat.
c) Menciptakan suasana kehidupan yang kondusif untuk kesehatan jiwa
warga binaan pemasyarakatan.
2. Upaya preventif
Upaya preventif kesehatan jiwa dilaksanakan dilingkungan keluarga,
lembaga, dan masyarakat.
a. Upaya prefentif dikeluarga dilaksanakan dalam bentuk:
1) Pengembangan pola asuh yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan jiwa.
2) Komunikasi, informasi, dan edukasi dalam keluarga.
3) Kegiatan lain sesuai dengan perkembangan masyarakat.
b. Upaya prefentif dilingkungan lembaga dilaksanakan dalam bentuk:
1) Menciptakan lingkungan lembaga yang kondusif bagi perkembangan
kesehatan jiwa.
2) Memberi komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai mencegah
gangguan jiwa.
3) Menyediakan dukungan psikososial dan kesehatan jiwa di lingkungan
lembaga.
c. Upaya preventif dilingkungan masyarakat dilaksanakan dalam bentuk:
1) Menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif.
2) Menyediakan dukungan psikososial dan kesehatan jiwa di lingkungan
lembaga.
3) Menyediakan konseling bagi masyarakat yang mebutuhkan.
3. Upaya kuratif
Upaya kuratif merupakan kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap
ODGJ yang mencakup proses diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat
sehingga ODGJ dapat berfungsi kembali secara wajar dilingkungan keluarga,
lembaga dan masyarakat.
4. Upaya rehabilitasi
Upaya rehabilitasi kesehatan jiwa merupakan kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan jiwa yang ditujukan untuk:
a. Mencegah atau mengendalikan disabilitas.
b. Memulihkan fungsi otak.
c. Memulihkan fungsi okupasional.
d. Mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ agar mandiri di
masyarakat.
Upaya rehabilitasi ODGJ meliputi:
1) Rehabilitasi psikiater dan/atau psikososial
Rehabilitasi psikiater dan/atau psikososial dilaksanakan sejak dimulainya
pemberian pelayanankesehatan jiwa terhadap ODGJ.
2) Rehabilitasi sosial
Rehabilitasi sosial diberikan dalam bentuk:
a) Motifasi dan diagnosis psikososial
b) Perawatan dan pengasuhan
c) Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan
d) Bimbingan mental spiritual
e) Bimbingan fisik
f) Bimbingan sosial dan psikososial
g) Pelayanan aksebilitas
h) Bimbingan lanjut dan rujukan.
Diskriminasi seringkali diawali dengan prasangka. Dengan prasangka,
kita membuat pembedaan antara kita dengan orang lain. Dalam kehidpan
sehari-hari kita sering bilang “kita” dan “mereka”. Pembedaan ini terjadi
karena kita adalah makhluk sosial yang secara alami ingin berkumpul
dengan orang yang memiliki kemiripan dengan kita. Prasangka seringkali
didasari pada ketidakpahaman, ketidakpedulian pada kelompok
“mereka”, atau ketakutan atas perbedaan. Dengan ketidakpahaman inilah,
kita sering membuat generalisasi tentang ‘mereka’ dan membuat semua
orang di kelompok ‘mereka’ pasti sama (Aminah dkk, 2009).
Prasangka makin diperparah dengan cap buruk (stigma). Cap buruk
ini lebih didasarkan pada berbagai fakta yang menjurus pada kesamaan
pola, sehingga kemudian kita sering menggeneralisasi seseorang atas
dasar kelompoknya. Cap buruk ini sulit diubah, walaupun ada pola
positif, berkebalikan dari yang ditanamkan. Cap buruk ini dipelajari
seseorang dari pengaruh sosial seperti masyarakat, tetangga, keluarga,
orangtua, sekolah, media massa, dll. Diskriminasi terjadi ketika
keyakinan atas cap buruk dan prasangka itu sudah berubah menjadi aksi.
Diskriminasi adalah tindakan memperlakukan orang lain tidak adil hanya
karena dia berasal dari kelompok sosial tertentu (Aminah dkk, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. (2010). Konsepdasar keperawatan kesehatanjiwa.Jakarta ; CV. Trans


Info Medika
Kazadi N.J.B. (2008). Faktor-Faktor berhubungan dengan skizofrenia.Jakarta:
Medicasalemba
Depkes RI.(2013).Buku Standar Keperawatan Jiwa dan Penerapan Standar
Asuhan Keperawatan Pada Kasus di RSJ Ketergantungan Obat. Jakarta:
Depkes RI
Link, B, G. Struening, E, L.Tood, S. N., Asmussen, S., & Phelan, J, C.(2001). The
consequences of stigma for the self esteem of people with mental
illnesses.skiatrik service, 52 (12). diunduh 11 april 2018 dari Google
scolar.
Maramis, W. F.(2010). Catatan Ilmu KedokteranJiwa Ed.2. Surabaya: Airlangga
Purnama, G., Indra, D., &Sutini,T. (2016). Gambaran stigma masyarakat terhadap
klien gangguan jiwa.Jurnal keperawatan.1(2). Fakultas keperawatan:
Universitas Padjadjaran
Richart, P. & Susan, W. (2012). Psikologi Abnormal: Perspektif klinis Pada
Gangguan Psikologis. Jakarta: Salemba Humanika
Suhaimi.(2015). Gangguan Jiwa Dalam Perspektif Kesehatan Mental
Islam.Pekanbaru: UIN Suska Riau
Sartorius,N., & Schulze, H. (2005). Menurunkan Stigma Gangguanjiwa.camdridje
: University press
Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC
Yosep, H. L., &Sutini, T. (2014). Buku Ajar KeperawatanJiwa. Bandung: PT
refikaaditama
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai