1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Pertusis sangat infesius pada orang yang tidak memiliki kekebalan. Penyakit
ini mudah menyebar ketika si penderita batuk. Sekali seseorang terinfeksi pertusis
maka orang tersebut kebal terhadap penyakit untuk beberapa tahun tetapi tidak
seumur hidup, kadang-kadang kembali terinfeksi beberapa tahun kemudian. Pada
saat ini vaksin pertusis tidak dianjurkan bagi orang dewasa. Walaupun orang
dewas sering sebagai penyebab pertusis pada anak-anak, mungkin vaksin orang
dewasa dianjurkan untuk masa depan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap
pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak.
(Behrman, 1992)
Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn
batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di
dalam paru-paru terbuang keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien
pertusis telah kekurangan udara shingga bernapas dengan cepat, suara
pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir berumur kurang dari
6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada
pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat
kelelahan setelah serangan batuk.
4
2. Etiologi Pertusis
Pertusis pertama kali dapat diisolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan
Gengou, kemudian pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat
dikembangkan dalam media buatan. Genus Bordetella mempunyai 4 spesies
yaitu Bordetella pertusis, Bordetella Parapertusis, Boredetella
Bronkiseptika, dan Bordetella Avium.
5
o Pertactine 69-kDa OM
o Aglutinogen fimbriae
o Adenylcyclase
o Endotoksin (pertusis lipopolysaccharide)
o Tracheal cytotoxin
l) Dapat dibiakkan di media pembenihan yang disebut berdet gengou
(potato-blood-glycerol) yang diberi penisilin G 0,5 mikrogram/ml untuk
menghambat pertumbuhan organisme lain.
Faktor-faktor kevirulenan Bordetella pertusis :
Toksin pertussis: histamine sensitizing factor (HSF), lymphocytosis
promoting factor, Islet activating protein (IAP).
Adenilat siklase luarsel.
Hemaglutinin (HA): F-HA (filamentous-HA) , PT-HA (pertussis toxin-
HA).
Toksin tak stabil panas (heat labile toxin).
3. Patofisiologi Pertusis
Bordetella pertusis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernafasan
kemudian melekat pada silia epitel saluran pernafasan. Mekanisme
pathogenesis infeksi oleh Bordetella pertusis terjadi melalui empat tingkatan
yaitu perlekatan, perlawanan terhadap mekanisme pertahanan pejamu,
kerusakan local dan akhirnya timbul penyakit sistemik. Pertusis Toxin (PT)
dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan Bordetella pertusis pada silia.
Setelah terjadi perlekatan, Bordetella pertusis, kemudian bermultiplikasi dan
menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran nafas. Proses ini tidak invasif
oleh karena pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan
Bordetella pertusis, maka akan menghasilkan toksin yang akan
menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough.
6
Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan
karena pertusis toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B.
Toksin sub unit B selanjutnya berikatan dengan reseptor sel target kemudian
menghasilkan sub unit A yang aktif pada daerah aktivasi enzim membrane
sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah infeksi.
7
o Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
o Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui
percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin.
o Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang
dicemari kuman-kuman penyakit tersebut.
8
o Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu dengan timbulnya
rinore dengan lendir yang cair dan jernih.
o Infeksi konjungtiva, lakrimasi.
o Batuk dan panas yang ringan.
o Kongesti nasalis
o Anoreksia
Batuk yang timbul mula-mula pada malam hari, lalu siang hari, dan
menjadi semakin hebat. Sekret banyak, menjadi kental dan lengket. Pada
bayi, lendir mukoid sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas, dimana
bayi terlihat sakit berat dan iritabel.
b. Stadium 2
Stadium ini berlangsung 2-4 minggu atau lebih. Stadium ini
disebut juga paroxysmal phase, stadium akut paroksismal, stadium
paroksismal, stadium spasmodik. Penderita pada stadium ini disertai
batuk berat yang tiba-tiba dan tak terkontrol (paroxysms of intense
coughing) yang berlangsung selama beberapa menit. Bayi yang berusia
kurang dari 6 bulan tidak disertai whoop yang khas namun dapat disertai
episode apnea (henti nafas sementara) dan berisiko kelelahan
(exhaustion).
9
petekie di wajah, perdarahan subkonjungtiva dan sclera, bahkan
ulserasi frenulum lidah.
o Di akhir serangan, penderita sering memuntahkan lendir kental.
o Setelah 1 atau 2 minggu, serangan batuk makin menghebat
c. Stadium 3
Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium ini disebut juga
stadium konvalesens.
5. Komplikasi Pertusis
a) Sistem pernafasan
Dapat terjadi otitis media, bronkhitis, bronchopneumonia, atelektasis
yang disebabkan sumbatan mukus, emfisema, bronkietaksis, dan
tuberculosis yang sudah ada menjadi bertambah berat.
b) Sistem pencernaan
10
Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasis (anak menjadi
kurus sekali), prolapsus rectum atau hernia yang mungkin timbul karena
tingginya tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung lidah karena
tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, juga
stomatitis.
c) Susunan saraf
Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat
muntah-muntah, kadang-kadang terdapat kongesti dan edema pada otak,
mungkin pula terjadi perdarahan otak.
d) Lain-lain
Dapat pula terjadi perdarahan lain seperti epistaksis, hemoptisis dan
perdarahan subkonjungtiva.
11
f. Diagnosis pasti dengan ditemukannya organisme Bordetella pertussis
pada apus nasofaring posterior (bahan media Bordet-Gengou).
g. Polymerase chain reaction (PCR) assay memiliki keuntungan
sensitivitasnya lebih tinggi daripada kultur pertusis konvensional.
h. Foto toraks
Infiltrat perihiler (perihilar infiltrates), edema (atau mild interstitial
edema) dengan berbagai tingkat atelektasis yang bervariasi, mild
peribronchial cuffing, atau empiema. Konsolidasi (consolidation)
merupakan indikasi adanya infeksi bakteri sekunder atau pertussis
pneumonia (jarang). Adakalanya pneumothorax, pneumomediastinum,
atau udara di jaringan yang lunak dapat terlihat.
7. Penatalaksanaan Pertusis
Menurut Garna, et.al. (2005), terapi pertusis adalah :
a) Suportif
o Isolasi (1-2 minggu).
o Mencegah faktor yang merangsang batuk (debu, asap rokok).
o Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi.
o Oksigen bila sesak nafas.
o Pengisapan lendir.
o Obat untuk mengurangi batuk paroksismal dengan kortikosteroid
(betametason) dan salbutamol (albuterol).
b) Eradikasi bakteri
Pilihan obat yang dapat diberikan adalah :
o Eritromisin
Dosis: 40-50 mg/Kg berat badan/hari, maksimal 2 gram/hari, p.o.,
dibagi dalam 4 dosis selama 14 hari.
12
o Klaritromisin
Dosis: 15-20 mg/Kg berat badan/hari, maksimal 1 gram/hari, p.o.,
dibagi dalam 2 dosis selama 7 hari.
o Azitromisin
Dosis: 10 mg/Kg berat badan/hari, sehari 1x, p.o., dibagi selama 5
hari.
o Kotrimoksasol
Dosis: 50 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 2 dosis, selama
14 hari.
o Ampisilin
Dosis: 100 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 4 dosis selama
14 hari.
Sedangkan Guinto-Ocampo (2006) mengusulkan penatalaksanaan
pertusis sebagai berikut :
1. Antibiotik
a. Erythromycin
Nama Dagang di Amerika: EES, E-Mycin, Eryc, Ery-Tab,
Erythrocin.
Mekanisme kerja:
Menghambat pertumbuhan bakteri, dengan menghalangi disosiasi
peptidyl tRNA dari ribosom menyebabkan RNA-dependent protein
synthesis berhenti.
Dosis dewasa:
250 mg (erythromycin stearate/base) atau 400 mg (ethylsuccinate)
PO q6h 1 h ac, atau 500 mg (stearate/base) q12h.
Alternatif lainnya, 333 mg (stearate/base) q8h, dapat ditingkatkan
hingga 4 g/hari tergantung dari beratnya infeksi.
Dosis anak-anak
40-50 mg/kg/hari (stearate/base) PO dibagi qid; tidak melebihi 2
g/hari.
Garam estolate dapat digunakan pada bayi karena penyerapan yang
lebih efektif.
13
b. Azithromycin
Nama Dagang di Amerika: Zithromax
Mekanisme kerja:
Menghambat pertumbuhan bakteri, dengan menghalangi disosiasi
peptidyl tRNA dari ribosom menyebabkan RNA-dependent protein
synthesis berhenti.
Dosis dewasa:
500 mg PO pada hari pertama, lalu 250 mg/hari selama 4 hari
berikutnya (total 5 hari)
Dosis anak-anak
10-12mg/kg/hari PO selama 5 hari.
c. Clarithromycin
Nama Dagang di Amerika: Biaxin
Mekanisme kerja
Menghambat pertumbuhan bakteri, dengan menghalangi disosiasi
peptidyl tRNA dari ribosom menyebabkan RNA-dependent protein
synthesis berhenti.
Dosis dewasa:
500 PO bid untuk 7-10 hari.
Dosis anak-anak
15-20 mg/kg PO dibagi bid selama 5-7 hari; tidak melebihi g/hari.
d. Trimethoprin-sulfamethoxazole
Nama Dagang di Amerika:Bactrim, Septra, Cotrim
Mekanisme kerja:
Menghambat pertumbuhan bakteri, dengan menghambat sintesis
dihydrofolic acid. Obat alternatif, namun kemanjurannya (efficacy)
belum terbukti untuk pertusis.
Dosis dewasa:
160 mg (trimethoprim component) / 800 mg (sulfamethoxazole
component) PO bid selama 7-10 hari (misalnya: 1 DS tab bid)
Dosis anak-anak
14
<2 bulan: kontraindikasi.
>2 bulan: 6-10 mg/kg/hari (berdasarkan komponen trimethoprim)
PO dibagi q12h untuk 7-10 hari.
2. Vaksin
Imunisasi aktif meningkatkan kekuatan melawan (resistance) infeksi.
Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang
bertindak sebagai antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi
antibodi dengan specific protective properties.
15
0,5 mL IM sekali sebagai dosis tunggal, diberikan melalui
musculus deltoideus. Booster dengan Td direkomendasikan q10y
Lebih dari 65 tahun: tidak diindikasikan.
o Dosis anak-anak
<10 tahun: tidak diindikasikan.
10-18 tahun: diberikan sesuai dengan dosis dewasa.
Pertussis-specific immune globulin merupakan produk investigational
yang mungkin efektif untuk mengurangi batuk paroksismal namun
masih memerlukan evaluasi lebih lanjut.
1. Pengkajian
1) Identitas klien
Nama, TTL, umur, alamat, agama, suku bangsa, dll.
Diagnosa : Pertusis
2) Keluhan utama
Batuk rejan
3) Riwayat kesehatan
Riwayat Penyakit Sekarang
An A tinggal bersama orang tuanya di tempat yang padat penduduk. Satu
minggu terakhir an A mengeluh pusing kepada ibunya. Ibu mengetahui an
A demam dan batuk yang timbul mula-mula malam hari. Setiap kali batuk
an A disertai rasa muntah, terkadang sampai muntah. Nafs makanan A
menurun karena seringnya batuk. Hingga karena batuknya semakin hebat,
ibunya memutuskan untuk di bawa kerumah sakit.
Riwayat Penyakit dahulu : Tidak ada
16
Riwayat Keluarga : Tidak Ada
17
o Uretra : normal
Pencernaan B5 (bowel)
o Nafsu makan : menurun
o Porsi makan : tidak habis, 3 kali sehari
o Mulut : bersih
o Mukosa : lembap
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Kemampuan pergerakan sendi : bebas
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
DS : - Pasien mengatakan sering batuk-batuk.
DO : -Tampak lemah.
b. Pola nutrisi dan metabolik
DS : - Nafsu makan hilang.
- Mual/muntah.
DO : - Turgor kulit buruk.
- Penurunan massa otot.
- Penurunan BB.
c. Pola eliminasi
DS : - BAB dan BAK lancar.
DO : - Urine berbau amoniak dan berwarna kuning.
d. Pola aktivitas dan latihan.
DS : Batuk panjang, kelelahan, demam ringan.
DO : Sesak, kelelahan otot dan nyeri.
e. Pola tidur dan istirahat
DS : - Mudah terbangun.
DO : - Gelisah
f. Pola persepsi kognitif
DS : - Pasien mengatakan komunikasi terhambat akibat batuknya.
DO : - Nyeri
- Mual
g. Pola persepsi dan konsep diri
DO : - Gelisah
18
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
DO : - dirawat di tempat khusus.
i. Pola reproduksi dan seksualitas
DS : - Penurunan gairah seksual.
DO: - Keadaan umum lemah, ketidakmampuan beraktivitas.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
DS : - Pasien mengatakan stres terhadap batuk yang dialaminya.
DO : - Gelisah.
k. Pola sistem kepercayaan
DS : - Pasien mengatakan mengalami kesejahteraan spiritual.
DO : - Rajin beribadah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa muncul pada kasus pertusis :
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
3) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
3. Intervensi
No Diagnosa Intervensi NOC
1 Bersihan jalan Status
napas tidak efektif Buka jalan nafas pernafasan :
b/d peningkatan Posisikan klien untuk ventilasi
produksi mucus. memaksimalkan ventilasi Status
Identifikasi klien pernafasan :
perlunya pemasangan potensi jalan
alat jalan nafas buatan nafas
Keluarkan secret dengan Control
batuk atau suction aspirasi
Auskultasi suara nafas
19
Atur intake cairan
Monitor respirasi dan
status oksigen
2 Pola napas tidak Airway management Status
efektif b/d tidak Buka jalan nafas pernafasan :
adekuatnya Posisikan klien untuk ventilasi
ventilasi. memaksimalkan ventilasi Status
Identifikasi klien pernafasan :
perlunya pemasangan potensi jalan
alat jalan nafas buatan nafas
Keluarkan secret dengan Control
batuk atau suction aspirasi
Terapi oksigen
Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas
yang paten
Monitor aliran oksigen
Observasi adanya tanda –
tanda hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Management TTV
Monitor TTV
Catat adanya fluktuasi
TD
Monitor TTV saat pasien
berbaring, duduk atau
berdiri
Monitor TTV sebelum,
selama dan setelah
20
aktifitas
Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
Identifikasi penyebab
perubahan TTV
3 Hyperthermy b/d Fever threathment Termoregulasi:
infeksi saluran Monitor suhu sesering Suhu tubuh
nafas. mungkin dalam rentang
Monitor warna dan suhu normal
kulit Nadi dan RR
Monitor TTV dalam rentang
Monitor penurunan tingkat normal
kesadaran -
Monitor intake dan output
Berikan antipiretik
Kompres pada lipat paha
dan aksila
Monitor TTV
Monitor TTV
Catat adanya fluktuasi TD
Monitor TTV saat pasien
berbaring, duduk atau
berdiri
Monitor TTV sebelum,
selama dan setelah
aktifitas
Monitor suhu, warna dan
kelembaban kulit
Identifikasi penyebab
perubahan TTV
4 Gangguan Airway management Status
pertukaran gas Buka jalan nafas respirasi : gas
21
berhubungan Posisikan klien untuk exchange
dengan memaksimalkan ventilasi Status
ketidakseimbangan Identifikasi klien perlunya respirasi :
perfusi-ventilasi. pemasangan alat jalan ventilasi
nafas buatan TTV status
Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
Monitor respirasi
Monitor rata – rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
Catat pergerakan dada,
kesimetrisan, penggunaan
otot bantu pernasafan
Monitor suara nafas
Monitor pola nafas :
bradipnea, takipnea,
kussmual, hiperventilasi,
dhyna stokes, dll.
Catat lokasi
Tentukan kebutuhan
suction
5 Intoleransi aktivitas Terapi aktivitas Toleransi
berhubungan Menentukan penyebab aktivitas
dengan kelemahan intoleransi aktivitas
umum. Berikan periode aktivitas
selama beraktivitas
Minimalkan kerja
kardiovaskular
Pastikan perubahan posisi
klien secara perlahan dan
monitor gejala intoleransi
22
aktivitas
Monitor intake nutrisis
untuk memastikan
kecukupan sumber energy
Ajarkan pada klien
bagaimana menggunakan
teknik mengontrol
pernafasan ketika
beraktivitas
6 Kekurangan volume Management cairan Keseimbangan
cairan b/d intake Monitor BB/hari volume cairan
klien yang kurang. Pertahankan intake dan
output yang akurat
Monitor status hidrasi
(membrane mukosa) yang
adekuat
Monitor intake dan output
Monitor status nutrisi
Monitor status
hemodinamik
7 Ketidakseimbangan Management nutrisi Status nutrisi :
nutrisi kurang dari Kaji adanya alergi intake makanan
kebutuhan tubuh makanan dan cairan
berhubungan Anjurkan pasien untuk BB sesuai
dengan mual meningkatkan intake Fe dengan TB
muntah. Berikan substansi gula Tidak ada
Anjurkan pasien untuk tanda
meningkatkan protein dan malnutrisi
vitamin C Tidak terjadi
Diet tinggi serat penurunan BB
Berikan makanan yang berarti
kesukaan dan terpilih Mampu
23
Monitor jumlah nutrisi dan mengidentifik
kandungan kalori asi kebutuhan
Monitor nutrisi nutrisi
Ukur BB pasien
Monitor adanya penurunan
BB
Monitor mual muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan Ht.
Monitor makanan
kesukaan
Monitor kalori dan intake
nutrisi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah
sebagai berikut :
24
1. Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri
Bordotella pertusis.
2. Pertusis dapat mengenai semua golongan umurdan terbanyak mengenai anak
1-5 tahun Tiga tahapan dari penyakit pertusis adalah tahap kataralis,
paroksimal dan konvelesensi.
3. Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar adalah
menjaga kebersihan jalan napas agar terbebas dari bakteri pertusis.
B. Saran
Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
dapat menjadi referensi bagi para mahasiswa keperawatan maupun pembacanya
dalam pembuatan dan memberi asuhan keperawatan kepada penderita pertusis.
DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta:Info Medika
25
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35517-Kep%20Respirasi-
Askep%20Pertusis.html
http://antondarmi.blogspot.com/2012/05/asuhan-keperawatan-pertusis.html
26