Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PARTIAL BOWEL


OBSTRUCTION DI RUANG 19 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
Farida Nur Qomariyah, S.Kep.
NIM 182311101092

PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Partial Bowel Obstruction di


Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Malang, 2018
Mahasiswa

Farida Nur Qomariyah, S.Kep.


NIM 182311101092

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Bedah Ruang 19
FKep Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

NIP. NIP

i
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Partial Bowel Obstruction di


Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang 19 RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Malang, 2019
Mahasiswa

Farida Nur Qomariyah, S.Kep.


NIM 182311101092

Pembimbing Akademik Stase Pembimbing Klinik


Keperawatan Bedah Ruang 19
FKep Universitas Jember RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

NIP. NIP

i
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iv
LAPORAN PENDAHULUAN....................................................................1
A. Konsep Anatomi dan Fisiologi Pencernaan............................................1
B. Definisi....................................................................................................5
C. Epidemiologi...........................................................................................6
D. Etiologi....................................................................................................6
E. Klasifikasi...............................................................................................8
F. Patofisiologi............................................................................................9
G. Manifestasi Klinis...................................................................................10
H. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................10
I. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi............................11
J. Clinical Pathway.....................................................................................14
K. Penatalaksanaan Keperawatan................................................................15
a. Pengkajian/Assesment.......................................................................15
b. Diagnosa Keperawatan.....................................................................19
c. Intervensi Keperawatan....................................................................24
d. Evaluasi Keperawatan.......................................................................37
e. Discharge Planning..........................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................38

i
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN PARTIAL BOWEL OBSTRUCTION
Oleh : Farida Nur Qomariyah, S.Kep

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan


1) Anatomi sistem pencernaan
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian :
- Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir
dan pipi.
- Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang
bersambung dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
c. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah
lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung
setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam abdomen ke
lambung.
d. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung, yaitu :
- Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah kiri
osteum kardium biasanya berisi gas.
- Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah notura minor.

1
- Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk
spinkter pilorus.
- Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum kordi
samapi pilorus.
- Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai ke
pilorus anterior.
e. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm, merupakan
saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan
makanan.
Usus halus terdiri dari :
1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian
kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.

2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada
manusia dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan terletak
setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum
memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap
vitamin B12 dan garam-garam empedu.

2
f. Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari
makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 8
bagian:
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang ±
28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung
bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.

3
Gambar 1 Anatomi Sistem Pencernaan

2) Fisiologi sistem pencernaan


Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan absorpsi
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas (Price & Wilson,
1994).
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon
(Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat
yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung
(Price & Wilson, 1994).
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel

4
tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang
dimengerti (Price & Wilson, 1994).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Preice & Wilson, 1994). Kolon
mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah terjadinya dehidrasi. (Schwartz,
2000)
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan
dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling
umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari,
terjadi dengan defekasi. (Schwartz, 2000)
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)
B. Definisi Obstruksi Bowel Parsial
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal.
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase
cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional. Obstruksi bowel
parsial merupakan obstruksi atau gangguan pada aliran usus besar atau kolon.

5
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus besar adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
pencernaan.
C. Epidemiologi
Obstruksi usus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat,
dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan
diagnosis yang tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus dapat
menyebabkan kematian pada 100% pasien (Manaf. 2010).
Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit
yang mendasari dan prosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon
sering terjadi pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit
lainnya pada populasi ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa disebabkan karena
adanya kelainan anatomi seperti anus imperforata yang secara sekunder dapat
menyebabkan mekonium ileus (Sloane, 2003).

D. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari
tekanan pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatikkarena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin
terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis
iskemik pada bagian usus yang masuk dengankomplikasi perforasi dan
peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik,

6
dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema
barium (Indrayani,2013).
b. Tumor dan neoplasma
Tumor usus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi . Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau di mesenterium yang
menekan usus (Indrayani,2013).
c. Stenosis
d. Striktur
Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi
e. Perlekatan (adhesi)
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Dapat berupa perlengketanmungkin
dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat atau luas. Umunya
berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau
umum.Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai strangulasi. Obstruksi
yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang
mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital
juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak
(Indrayani, 2013).
f. Hernia
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung
hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi
(penyempitan)dan strangulasi usus (sumbatan usus menyebabkan
terhentinya aliran darah ke usus). Pada anak dapatdikelola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jikapercobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
diadakanherniotomi segera (Indrayani, 2013)
g. Abses
2) Fungsional

7
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
(Brunner and Suddarth, 2002)

E. Klasifikasi
Menurut sifat sumbatannya
Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan :
a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam
lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia
usus dan neoplasma
b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan
volvulus (Pasaribu, 2012).
Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2 :
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus

b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Pasaribu, 2012).


Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis),
neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam
usus, misalnya benda asing, batu empedu (Pasaribu, 2012).
Menurut stadiumnya
ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antaralain
:

8
a) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
b) Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi / sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
c) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren (Indrayani, 2013).
F. Patofisiologi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus ditarik oleh sirkulasi
darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga
akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan
elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin, 2001).
Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh
darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan
iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah
ke peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien
sebagai akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen.
Usus yang terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan
kosong (Schrock, 1993).
Pada pasien dengan obstruksi letak rendah (obstruksi usus besar), distensi
setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai, dan muntah pada umumnya
muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu untuk mengisi semua lumen usus.
Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas dari obstruksi distal. Hipotensi
dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan cairan. Dan lemah serta
leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi usus
pada umumnya keras, dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk
mengalahkan obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi diam, mungkin

9
menandakan suatu perforasi atau peritonitis dan ini merupakan tanda akhir suatu
obstruksi (J.Corwin, 2001).
G. Manifestasi Klinis
a. Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir,
kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan
abdomen.
b. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn.
Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan.
c. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar. (Price
&Wilson, 2007)
H. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya
sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih

1
teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum.
CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh
darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras
yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
2) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan
asidosis atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )
I. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda -
tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi
mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap
terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk

1
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah
dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil
eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika obstruksinya berhubungan
dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal
sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan
bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada
hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau
pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus
baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada
tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan
sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,

1
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis. (Sabara, 2007)

1
Hernia inkarserata, adhesi, intususepsi, askariasis, volvulus, tumor, batu empedu

OBSTRUKSI USUS
J. Clinical Pathway
Akumulasi gas dan cairan intra lumen disebelah paroksimal dari letak obstruktif

Gelombang peristaltic berbalik arah, isi usus terdorong ke lambung kemudian mulut
Distensi abdomen Kerja usus melemah Klien rawat inap

Gangguan peristaltic usus


Poliferasi bakteri cepat Tekanan intralumen ↑ Reaksi hospitalisasi
Asam
lambung ↑
Kimus sulit
pelepasan Tekanan vena cemas
dicerna
bakteri dan & arteri ↓ mual
Mual muntah usus
toksin dari usus ansietas
Kehilangan Sulit BAB
yang infark
bakteri melepas endotoksin, Iskemia cairan menuju
dinding ruang peritonium konstipasi
usus
melepaskan zat pirogen Pelepasan bakteri & toksin dr usus yg nekrotik ke dlm peritonium
Metabolism
anaerob

ls  hipotalamus bagian termoregulator melaluiMerangsang


ductus thoracicus
pengeluaran
mediator Resiko infeksi
kimia

Merangsang susunan saraf otonom, mengaktivasiSaraf


reseptor nyeri
Merangsang simpatis terangsang utk mengaktivasi RAS mengaktifkan kerja organ
norepinephrine
REM ↓ Pasien terjaga

Suhu tubuh ↑ Nyeri akut Gangguan pola tidur


14
hipertermi
K. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian/Assesment
1. Identitas Pasien
Identitas meliputi data demografi klien yang terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, alamat, No.RM, pekerjaan, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya, demam,
nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan membesar, susah mengeluarkan BAB.

3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan bowel obstruksi biasanya akan diwali dengan adanya tanda
seperti nyeri pada perut, demam dan konstipasi. Pada riwayat penyakit
sekarang perlu ditanyakan terkait keluhaan awal muncul dan tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan dan menghilangkan keluhan yang
dirasakan
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang dapat menjadi faktor utama terjadinya obstruksi usus seperti
penyakit pencernaan lain atau adanya riwayat operasi pada bagian
pencernaan
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, anemia.

1
4. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Bagaimana persepsi dan pendapat klien terkait dengan penyakit yang
dideritanya, serta penanganan pertama dalam mengatasi masalah
kesehatannya.Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-
obatan.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Bagaimana pola pemenuhan nutrisi setiap harinya. Perawat perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien. Pasien dengan bowel obstruksi akan mengalami
penurunan nafsu makan. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit sehingga keadaan pasien tampak lemah. Pasien bowel
obstruksi akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari mual dan
muntah serta konstipasi.
c) Pola eliminasi
Perawat perlu menanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi yang akibat
dari menurunnya gerakan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
pasien akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri pada kuadran
kanan atas dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada kuadran kanan atas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur, istitahat dan sering
terbangun jika nyeri, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan
seperti keluarga pasien yang menunggu banyak dan kondisi rumah sakit
yang pasiennya banyak.
f) Pola hubungan dan peran

1
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga,
tidak dapat menjalani fungsinya untuk menafkahi istri dan anaknya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami perubahan
dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran
positif terhadap dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya. Adapun dari pola sensori yang teganggu tapi
jarang yaitu ketika demam dan nyeri yang mengakibakan kelemahan.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien akan terganggu untuk sementara waktu karena
pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola managemen stress dan koping
Pasien yang tidak mengtahui penyabab dan proses dari penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih
tahu mengenai penyakitnya.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan


Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
5. Pengkajian Fisik
a) Keadaan umum
Pasien tampak nyeri pada perut, konstipasi, demam

1
b) Tingkat kesadaran
Komposmentis
c) TTV
RR : reguler
N : bisa terjadi takikardi
S : jika ada infeksi bisa hipertermi
TD : bisa hipotensi
d) Keadaan fisik umum lainnya dapat dikaji dengan IPPA, yang meliputi:
1) Mata: mata normal
2) Hidung: peningkatan frekuensi napas, cuping hidung positif
3) Dada
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, pernapasan dangkal,
pasien gelisah
Palpasi : vokal fremitus teraba
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan
4) Jantung
Inspeksi : terdapat takikardi dan hipotensi
5) Abdomen: inspeksi adanya distensi abdomen. Pasien mengeluh mual
muntah
Auskultasi: peristaltik usus 5-12x/menit flatuensi
Perkusi: adanya pembengkakan di abdomen, nyeri tekan
6) Urogenital: inspeksi bentuk anatomi genital, alat bantu eliminasi yang
terpasang.
7) Ekstremitas: inspeksi kelainan bentuk ekremitas baik bawah maupun
atas, fungsi pergerakan dan perubahan bentuk.
8) Kulit dan Kuku
Kuku bersih atau tidak dengan kulit berkeringat dan gatal
9) Keadaan Lokal
Gasglow Coma Scale (GCS)

1
Parameter Nilai
membuka secara spontan 4
Terhadap suara 3
Mata Terhadap nyeri 2
Tidak berespon 1
Orientasi baik 5
Bingung 4
respon verbal Kata-kata tidak jelas 3
Bunyi tidak jelas 2
Tidak berespon 1
Mengikuti perintah 6
Gerakan Lokal 5
Fleksi, Menarik 4
Respon Motorik Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada 1

b. Diagnosa Keperawatan
1. Mual berhubungan dengan gelombang peristaltik berbalik arah menuju
lambung
2. Konstipasi berhubungan dengan penyempitan usus
3. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia dinding usus
4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada daerah perut
5. Ansietas berhubungan dengan reaksi hospitalisasi
6. Ganguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada perut

No Diagnosa Keperawatan
1. Mual (00134)
Definisi: suatu fenomena subjektif tentang rasa tidak nyaman pada
bagian belakang tenggorok atau lambung, yang dapat atau tidak
mengakibatkan muntah.
Batasan karakteristik :
- Keengganan terhadap makan
- Sensasi muntah
- Peningkatan saliva

1
- Peningkatan menelan
- Rasa asam didalam mulut
Faktor yang berhubungan :
- Ansietas
- Terpajan toksik
- Ketakutan
- Stimuli lingkungan yang mengganggu
- Rasa makanan atau minuman yang tidak enak
- Stimuli penglihatan yang tidak menyenangkan
Kondisi terkait:
- Gangguan biokimia
- Penyakit esofagus
- Distensi lambung
- Iritasi gastrointestinal
- Peningkatan intrakranial
- Tumor intraabdomen
- Labirintis
- Peregangan kapsul hati
- Tumor terlokalisasi
- Penyakit meniere
- Meningitis
- Penyakit pankreas
- Gangguan psikologis
- Peregangan kapsul limpa
- Program pengobatan

2. Konstipasi (00011)
Definisi : Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai
pengeluaran feses yang sulit atau tidak lampias atau pengeluaran feses
yang sangat keras dan kering

2
Batasan Karakteristik :
- Nyeri abdomen
- Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistensi otot
yang dapat dipalpasi.
- Anoreksia
- Perasaan penu atau tekanan pada rektum
- Peningkatan tekanan abdomen
- Indigesti
- Mual
- Nyeri saat defekasi
- Tampilan atipikal pada lansia (misalnya,perubahan status
mental,inkontinensia urine, jatu tanpa sebab jelas,dan
peningkatan suhu tubuh.
- Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
- Perubahan pada suara abdomen (borborigmi)
- Perubahan pada pola defekasi
- Penurunan frekuensi
- Penurunan volume feses
- Distensi abdomen
- Feses yang kering,keras,dan padat
- Bising usus hipoaktif atau hiperaktif
- Pengeluaran feses cair
- Massa abdomen dapat dipalpasi
- Massa rectal dapat dipalpasi
- Bunyi pekak pada perkusi abdomen
- Adanya feses seperti pasta direktum
- Flatus berat
- Mengejan saat defekasi
- Tidak mampu mengeluarkan feses
- Muntah.

2
Faktor yang Berhubungan :
- Fungsional
o Kelemahan otot abdomen
o Kebiasan defekasi yang tidak teratur
o Perubahan lingkungan saat ini
- Psikologis
o Depresi
o Stress emosi
o Konfusi mental
- Farmakologi
o Antasida yang mengandung aluminium
o Kalsium karbonat
- Mekanis
o Ketidakseimbangan elektrolit
o Obesitas
o Hemoroid
- Fisiologis
o Dehidrasi
o Pola makan yang buruk.
3. Nyeri Akut (00132)
Definisi: pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan
sebagai suatu kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan
intensitas ringan hingga berat, yang terjadi secara konstan atau berulang
yang berakhirnya tidak dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung kurang dari tiga bulan.
Batasan karakteristik:
- Perubahan selera makan
- Perubahan pada parameter fisiologis
- Diaoresis

2
- Perilaku distraksi
- Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa
nyeri untuk pasien yang tidak dapat menungkapkannya
- Perilaku ekspresif
- Ekspresi wajah nyeri
- Sikaptubuh melindungi
- Putus asa
- Fokus menyempit’sikap melindungi area nyeri
- Perilaku protektif
- Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
- Dilatasi pupil
- Fokus pada diri sendiri
- Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
- Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan
standar instrumen nyeri
Faktor yang berhubungan:
- Agens cidera biologis
- Agens cidera kimiawi
- Agens cidera fisik
4. Hipertermia (00006)
Definisi:suhu inti tubuh diatas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi
Batasan karakteristik:
- Postur abnormal
- Apnea
- Koma
- Kulit kemerahan
- Hipotensi
- Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
- Gelisah
- Letargi

2
- Kejang
- Kulit terasa hangat
- Stupor takikardia
- Takipnea
- Vasodilatasi
Faktor yang berhubungan:
- Dehidrasi
- Pakaian yang tidak sesuai
- Aktivitas berlebihan
Populasi berisiko:
- Pemajanan suhu lingkungan tinggi
Kondisi terkait:
- Penurunan perspirasi
- Penyakit
- Peningkatan laju metabolisme
- Iskemia
- Agens farmseutika
- Sepsis
- Trauma
5. Ansietas (00146)
Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom, perasaan yang takut disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
Faktor yang berhubungan :
- Konflik tentang tujuan hidup
- Hubungan interpersonal
- Penularan interpersonal
- Stresor
- Penyalahgunan zat

2
- Ancaman kematian
- Ancaman pada status terkini
- Kebutuhan yang tidak dipenuhi
- Konflik nilai
6. Ganguan pola tidur (00095)
Definisi: gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal
Batasan karakteristik:
- Perubahan pola tidur normal
- Ketidak puasan tidur
- menyatakan tidak merasa cukup istirahat
faktor yang berhubungan:
- gangguan kurang control tidur

2
c. Intervensi Keperawatan
NO Masalah NOC NIC
Keperawatan
1 Mual (00134) Setelah dilakukan tindakan keperawatan mual dapat diatasi dengan Manajemen mual (1450)
1. Dorong pasien untuk memantau
kriteria hasil:
pengalaman diri terhadap mual
Mual dan muntah: efek yang mengganggu (2106) 2. Dorong pasien untuk belajar strategi
mengatasi mual sendiri
Awa Tujuan
No Indikator 3. Lakukan penilaian lengkap terhadap
l 1 2 3 4 5 mual, termasuk frekuensi, durasi,
tingkat keparahan, dan faktor-faktor
1. Asupan cairan
pencetus, dengan menggunakan alat
menurun [pengkajian] seperti Self-Care
journal, Visual Analog Scales,
2. Asupan
Timbangan Analog Visual, Duke
makanan Descriptive
4. Dorong penggunaan teknik
berkurang
nonfarmakologi sebelum mual
3. Output urin meningkat atau terjadi
5. Monitor asupan makanan terhadap
menurun
kandungan gizi dan kalori
4. Perubahan
keseimbangan
cairan

2
5. Kehilangan
selera makan

Keterangan :
1: parah
2: banyak
3: cukup;
4: sedikit
5: tidak ada
2. Konstipasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah konstipasi pasien NIC :
(00011) teratasi dengan kriteria hasil : Manajemen Konstipasi (0450)
Eleminasi Usus (0501) Observasi
Awa Tujuan  Monitor tanda dan gejala konstipasi
No Indikator
l 1 2 3 4 5  Kaji dan dokumentasikan: (warna dan
1. Pola konsisensi feses pertama
eleminasi pascaoperasi; frekuensi, warna dan
2. Kontrol konsistensi feses; keluarnya flatus;
gerakan usus adanya impaksi; ada atau tidak ada
bisisng usus dan distensi abdomen

2
3. Warna feses pada keempat kuadran abdomen
4. Feses lembut  Pantau tanda dan gejala ruptur usus
dan berbentuk atau peritonitis
5. Kemudahan  Identifikasi faktor (misalnya
BAB pengobatan, tirah baring, dan diet)
Keterangan : yang dapat menyebabkan atau
1: parah berkontribusi terhadap konstipasi
2: banyak
3: cukup; Mandiri
4: sedikit - manajemen defekasi
5: tidak ada - manajemen konstipasi

HE
 Anjurkan pasien untuk memintaobat
nyeri sebelum defekasi
 Informasikan kepada pasien
kemungkinan konstipasi akibat obat
 Ajarkan kepada pasien tentang efek
diet (misalnya, cairan dan serat) pada

2
eliminasi
 Tekankan pentingnya menghindari
mengejan selama defekasi
Kolaborasi
 Konsultasi dengan ahli gizi untuk
meningkatkan serat dan ciran dalam
diet
 Konsultasi dengan dokter tentang
penurunan atau peningkatan
frekuensi bising usus
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien dapat mengontrol Manajemen nyeri (1400)
(00132) nyeri dengan kriteria hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri
Kontrol nyeri (1605) komprehensif yang meliputi lokasi,
Awa Tujuan karakteristik, onset/durasi,
No Indikator
l 1 2 3 4 5 frekuensi, kualitas, intensitas atau
1. Mengenali beratnya nyeri clan faktor pencetus.
kapan nyeri 2. Observasi adanya petunjuk
terjadi
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada

2
2. Menggunakan mereka yang tidak dapat
tindakan berkomunikasi
pengurangan secara efektif
[nyeri] tanpa
3. Pastikan perawatan analgesik
analgesik
bagi pasien dilakukan dengan
3. Menggunakan
pemantauan yang ketat.
analgesik
4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
yang
nyeri.
direkomendas
ikan 5. Ajarkan penggunaan teknik non
4. Melaporkan farmakologi (seperti, biofeedback,
nyeri yang TENS, hypnosis, relaksasi,
terkontrol bimbingan antisipatif, terapi musik,
terapi bermain, terapi aktivitas,
akupressur, aplikasi panas/dingin dan
pijatan, sebelum, sesudah dan jika
memungkinkan, ketika melakukan
aktivitas yang menimbulkan nyeri;
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat; dan bersamaan dengan

3
tindakan penurun rasa nyeri lainnya)

Aplikasi panas atau dingin (1380)


1. Jelaskan penggunaan [aplikasi]
panas atau dingin, alasan perawatan,
dan bagaimana ha! tersebut akan
mempengaruhi gejala
pasien
2. Skrining kontraindikasi [pasien]
terhadap [suhu] dingin atau panas,
seperti penurunan atau ketiadaan
sensasi, penurunan sirkulasi, dan
penurunan kemampuan untuk
berkomunikasi.
3. Periksa suhu aplikasi, terutama
ketika menggunakan aplikasi panas.
4. Tentukan durasi aplikasi
berdasarkan respon verbal, perilaku,
dan biologis individu.

3
4. Hipertemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh pasien Perawatan demam (Fever Treatment):
(00007) menunjukkan hasil: A. Mandiri
1. TTV dalam rentang normal, yaitu: 1. Monitor tanda-tanda vital
- Penurunan Suhu tubuh yaitu 36,50 C-37,50C 2. Monitor suhu tubuh dan warna kulit
- Nadi 80-100 X/menit 3. Selimuti klien dengan
- TD 110-120/70-80 mmHg menggunaknan selimut tipis dan
- Frekuensi pernafasan normal (12-20 X/Menit) pakaian tipis
2. Kedalaman inspirasi menunjukkan tidak ada deviasi (5) 4. Monitor intake dan output cairan
Indikator Deviasi Deviasi Devasi Deviasi Tidak klien
berat yang sedang ringan ada 5. Pantau adanya komplikasi-
1 cukup 3 4 devias komplikasi yang berhubungan
besar i dengan demam serta gejalan
2 5 penyebab ternjadinya demam seperti
Kedalama √ kejang, penurunan tingkat
n kesadaran, status keseimbangan
pernafasan cairan dan elektrolit, perubahan
keseimbangan asam dan basa, serta
abnormalitas sel.
6. Tingaktkan sirkulasi udara

3
7. Monitor keamanan pasien yang
mengalami gelisah atau delirium.
Promotif
8. Anjurkan pasien banyak istirahat,
bila perlu batasi aktivitas
9. Anjurkan pasien minum banyak air
(250 ml setiap 2 jam)
Edukatif
10. Ajarkan cara melakukan kompres
hangat pada pasien saat pasien
demam tinggi
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian obat
(antipiretik, antibiotik) atau cairan
IV
12. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (darah lengkap, urin)

3
5. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas dapat diatasi dengan Pengurangan kecemasan (5820)
(00146) kriteria hasil: 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
Tingkat kecemasan (1211) menyakinkan
Awa Tujuan 2. Bantu klien mengidentifikasi situasi
No Indikator
l 1 2 3 4 5 yang memicu kecemasan
1. Tidak dapat 3. Dengarkan klien
beristirahat 4. Pertimbangkan kemampuan klien
2. Wajah tegang dalam mengambil keputusan
3. Rasa cemas 5. Instruksikan klien untuk
yang menggunakan teknik relaksasi
disarnpaikan Peningkatan koping (5230)
secara lisan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
4. Peningkatan memberikan jaminan Berikan suasana
tekanan darah penerimaan
5. Peningkatan 2. Sediakan pasien pilihan-pilihan yang
nadi realistis mengenai aspek perawatan
6. Peningkatan 3. Dukung sikap [pasien] terkait dengan
pernafasan harapan yang realistis sebagai upaya
untuk mengatasi perasaan

3
Keterangan : ketidakberdayaan
1: berat 4. Evaluasi kemampuan pasien dalam
2: cukup berat membuat keputusan
3: sedang 5. Cari jalan untuk memahami perspektif
4: ringan pasien terhadap situasi yang penuh
5: tidak ada stres
6. Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi sesuai
dengan kebutuhan
6 Gangguan Pola NOC NIC
. Tidur (00095) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 jam, masalah Peningkatan Tidur (1850)
gangguan pola tidur pasien pasien teratasi dengan kriteria hasil Observasi:
Tidur (0004) - monitor waktu makan dan minum
Awa Tujuan dengan waktu tidur
No Indikator
l 1 2 3 4 5 - monitor atau catat kebutuhan tidur
1. Jam tidur pasien setiap hari dan jam
2. Pola tidur Mandiri:
3. Kualitas tidur
- determinasi efek-efek medikasi
terhadap pola tidur

3
4. Perasaan - fasilitasi untuk mempertahankan
segar setelah aktivitas sebelum tidur
tidur HE:
- Jelaskan pentingnya tidur yang
adekuat
- Instruksikan untuk monitor tidur
pasien
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat tidur
- Diskusikan dengan pasien dan
keluarga tentang tehnik tidur pasien

3
d. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu tahap terakhir dalam suatu rangkaian proses
keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat. Evaluasi keperawatan dilakukan
dengan cara membandingkan respon pasien setelah implementasi dengan kriteria
hasil yang telah ditentukan oleh perawat. Perawat memiliki 3 alternatif dalam
menentukan pencapaian pada intervensi yang telah dilakukan yaitu:
1. Teratasi
Perilaku pasien seusia dengan pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkab di tujuan
2. Teratasi sebagian
Pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan kriteria hasil
3. Belum teratasi
Pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan
pernyataan tujuan.

L. Discharge Planning
a. Berikan instruksi ke klien atau anggota keluarga mengenai perawatan
lanjutan, tanda-tanda adanya infeksi, rawat jalan dan jadwal perawatan
berikutnya.
b. Ingatkan pasien untuk meminum obat-obatan harian yang diperlukan untuk
proses penyembuhan, serta jelaskan tujuan, dosis, jadwal, tindakan
pencegahan, interaksi obat dengan dan potensial efek samping.
c. Ajarkan klien tentang manajemen nyeri, terapi diet, pembatasan aktivitas
dan perawatan kesehatan tindak lanjut.
d. Ajarkan klien cara perawatan diri di rumah dan semua hal yang diperlukan
untuk perawatan di rumah.

3
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif.
Universitas Udayana : Denpasar (jurnal)
J.Corwin, Elizabeth.,2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 1983. Accessed June 2, 2010
Nanda Internasional 2018. Diagnosis Keperawatan 2018-202. Oxford: Willey
Backwell.
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih Bahasa Setiawan,
dkk. Jakarta
Nurafif, A.H. dan K. Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi 2. Yogyakarta: Mediaction.
Pasaribu,Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap
Di Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010.Universitas Sumatera Utara
: Sumatera Utara (jurnal)
Price and Wilson. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC
Sabara, 2007 dikutip dari (http://www.Files-of-DrsMed.tk

Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993;
239 – 42

Sloane, Ethel., 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai